IDENTITAS
A. Hukum Perdata Internasional
B. HIH530152
C. 2 (DUA) SKS
D. DR. Isnina, SH., MH., M. Syukran Yamin Lubis, SH., M.Kn dan
Faisal Riza, SH., MH
II. PENDAHULUAN
A. Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah Hukum Perdata Internasional mempelajari tentang
conflict of law (konflik hukum) yang terjadi dalam bidang hukum perdata.
Konflik hukum tersebut melintasi batas wilayah Negara satu ke Negara
lainnya. Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang Latarbelakang,
Maksud dan Tujuan HPI, Sejarah HPI, Sumber HPI, Kwalifikasi atau
Penggolongan HPI, Prinsip Kewarganegaraan dan Domisili, Titik Taut
dalam HPI, Renvoi dalam HPI, Hak-Hak yang Telah Diperoleh, Lembaga
Ketertiban Umum, Penyelundupan Hukum dalam HPI, Perkawinan dan
Perceraian dalam HPI, Benda Bergerak dan Tidak Bergerak dalam HPI,
Perjanjian atau Kontrak dalam HPI, Pewarisan dalam HPI.
III. PEMBELAJARAN
A. Kegiatan Pembelajaran Ke-1: PENGANTAR HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
1. Tujuan Materi Pembelajaran
a. Agar mahasiswa mampu memahami Pengertian Hukum Perdata
Internasional
b. Agar mahasiswa mampu memahami Perbedaan Hukum Perdata
Internasional dengan Hukum Internasional
c. Agar mahasiswa mampu memahami Persamaan Hukum Perdata
Internasional dengan Hukum Internasional
d. Agar mahasiswa mampu memahami Ruang Lingkup Hukum Perdata
Internasional
e. Agar mahasiswa mampu memahami Ketentuan Hukum Perdata
Internasional di Indonesia
2. Materi Pembelajaran
a. Pengertian Hukum Perdata Internasional
Istilah Hukum Perdata Internasional (HPI) yang digunakan di
Indonesia sekarang ini merupakan terjemahan dari Internationaal
Privaatrecht (Belanda), Internationales Privaatrecht (Jerman), Private
International Law (Inggris) atau Droit International Prive (Perancis). Istilah-
istilah tersebut berasal dari tradisi hukum Eropa Kontinental. Sedangkan
di Inggris dan negara-negara yang mengembangkan tradisi hukum
Common Law System, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia,
Singapura, Malaysia, India, dan sebagainya menggunakan sebutan lain
yang dianggap lebih memadai, yaitu Conflict of Laws, dengan anggapan,
bahwa “bidang hukum ini pada dasarnya berusaha menyelesaikan
masalah-masalah hukum yang menyangkut adanya konflik atau
perbenturan antara 2 atau lebih kaidah-kaidah hukum dari 2 atau lebih
sistem hukum” (Bayo Seto, 2001: 3).
Pemakaian istilah Hukum Perdata Internasional ini menimbulkan
berbagai kecaman, seolah-olah terdapat pertentangan dalam istilah.
Suatu contradictio in terminis. Perdata tetapi mengapa internasional.
Perdata itu berarti private mengatur hubungan antara orang perorangan
atau antara orang-orang pribadi; sedangkan ”internasional” berarti
antarbangsa. Sebenarnya tidak ada kontradiksi karena yang diartikan
dengan istilah ”internasional” itu adalah fakta-fakta, pada materinya, pada
kasus posisinya, pada hubungannya yang bersifat internasional
(international relations), yaitu karena adanya ”unsur asing” (foreign
element).
Contoh, seorang pengusaha barang konveksi Indonesia dari
Tanah Abang, mengadakan perjanjian jual beli dengan pedagang asal
Malaysia; dua orang warga negara Italia yang tinggal di Indonesia ingin
bercerai di hadapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedua hubungan
ini merupakan hubungan perdata biasa, hanya saja mengandung unsur
asing. Dalam contoh pertama karena adanya perbedaan
kewarganegaraan para pihak, dan dalam contoh kedua, hubungan
keduanya bersifat ”intern”, karena sesama warga negara Italia, tetapi
domisili serta pengadilannya di Jakarta, sebagai unsur asing.
Hukum Perdata Internasional sebagai suatu keseluruhan
peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum
manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika
hubungan-hubungan atau peristiwa antara warga (warga) negara pada
suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel dan
kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam
lingkungan kuasa tempat, pribadi, dan soal-soal (Sudargo Gautama,
1977:21)
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, yang dimaksud dengan HPI
adalah “Keseluruhan kaidah atau asas hukum yang mengatur hubungan
perdata yang melintas batas negara. Atau dapat dikatakan bahwa HPI
adalah hukum yang mengatur hubungan hukum keperdataan antara
pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang berbeda” (Mochtar Kusumaatmadja, 1990:1)
Sementara itu, Sunaryati Hartono mengatakan, Hukum
PerdataInternasional mengatur setiap peristiwa/hubungan hukum yang
mengandung unsur asing, baik di bidang hukum publik maupun hukum
privat. Karena inti dari Hukum Perdata Internasional adalah pergaulan
hidup masyarakat internasional, maka HPI sebenarnya dapat disebut
sebagai Hukum Pergaulan Internasional (Sunaryati Hartono, 1976: 29)
Bayo Seto mengatakan Hukum Perdata Internasional adalah
“keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang berfungsi untuk
menentukan hukum manakah yang berlaku, dalam masalah hukum atau
hubungan hukum yang melibatkan lebih dari satu sistem hukum negara
yang berbeda” (Bayo Seto, 2013: 63).
b. Perbedaan Hukum Perdata Internasional dengan Hukum
Internasional
1) Hukum Perdata Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan
asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas
Negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara
para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang berlainan sedangkan Hukum Internasional merupakan
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang
bukan bersifat perdata.
2) Sumber Hukum Perdata Internasional menggunakan sumber hukum
nasional negara yang dipilih untuk menyelesaikan permasalahan
sedangkan Sumber Hukum Internasional, sesuai Pasal 38 Piagam
Mahkamah Internasional, yaitu Perjanjian Internasional (traktat),
Kebiasaan-kebiasaan internasional, asas umum hukum yang diakui
bangsa-bangsa beradab, kuputusan hakim (yurisprudensi) dan doktrin
(pendapat pada ahli hukum).
a. Persamaan Hukum Perdata Internasional dengan Hukum
Internasional
Hukum Perdata Internasional dengan Hukum Internasional,
keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara, yang biasa disebut dengan internasional, namun sifat hukum atau
persoalan yang diaturnya atau objeknya berbeda.
b. Ruang Lingkup Hukum Perdata Internasional
Menurut Sudargo Gautama, ruang lingkup Hukum Perdata
Internasional dapat dilihat dari empat hal di bawah ini:
1) Techtstoepassingrecht/choice of law (Aliran paling sempit).
Menurut sistem ini, HPI hanya terbatas pada masalah hukum yang
diberlakukan (rechtstoepassingrecht). Di sini yang dibahas hanyalah
masalah-masalah yang berkenaan dengan hukum yang harus
diberlakukan. Hal-hal lain yang berkenaan dengan kompetensi
hakim, status orang asing, dan kewarganegaraan tidak termasuk
bidang HPI. Sistem ini dianut oleh HPI Jerman dan Belanda.
2) Choice of Law + Choice of Jurisdiction (yang lebih luas)
Menurut sistem ini, HPI tidak hanya terbatas pada persoalan-
persoalan conflict of law (tepatnya choice of law), tetapi termasuk
pula persoalan conflict of jurisdiction (tepatnya choice of jurisdiction),
yakni persoalan yang bertalian dengan kompetensi atau wewenang
hakim. Jadi HPI tidak hanya menyangkut masalah hukum yang
diberlakukan, tetapi juga hakim manakah yang berwenang. Sistem
HPI ini dianut oleh HPI Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara
Anglo Saxon lainnya.
3) Choice of Law + Choice of Jurisdiction + Condition des Etrangers
(yang lebih luas lagi)
Menurut sistem ini HPI tidak hanya menyangkut persoalan pilihan
hukum dan pilihan forum atau hakim, tapi juga menyangkut status
orang asing (condition des etrangers = statuutlingen = statuut).
Sistem HPI ini dianut oleh HPI negara-negara latin, yaitu Italia,
Spanyol, dan negara-negara Amerika Selatan.
4) Choice of Law + Choice Jurisdiction + Condition des Etrangers +
Nationalite (yang terluas)
Menurut sistem ini, HPI menyangkut persoalan pilihan hukum, pilihan
forum atau hakim, status orang asing, dan kewarganegaraan
(nasionalite). Masalah kewarganegaraan ini menyangkut persoalan
tentang cara memperoleh dan hilangnya kewarganegaraan. Sistem
HPI ini dianut oleh HPI Perancis, dan juga dianut kebanyakan
penulis HPI.
Apabila dilihat dari ruang lingkup HPI tersebut maka masalah-
masalah pokok yang dihadapi oleh HPI yaitu: Choice of Law, Choice of
Yuridiction untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mengandung
unsur asing, serta yang terakhir sejauh mana keputusan hakim dari suatu
negara diakui mengenai hak dan kewajiban yang timbul dari keputusan
tersebut. Suatu perjanjian yang mengandung unsur asing atau foreign
element jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tunduk pada
hukum yang berbeda dengan pihak lainnya, dan atau adanya unsur asing
karena substansi perjanjian itu tunduk pada hukum negara lain. Misalnya
jual beli apartemen yang terletak di Singapura antara seorang warga
negara Indonesia dengan Warganegara Indonesia lainnya.
c. Ketentuan Hukum Perdata Internasional di Indonesia
Indonesia tidak mempunyai suatu kodifikasi HPI. Ketentuan HPI
tersebar di pelbagai ketentuan perundang-undangan, misalnya di dalam
BW, WvK, Undang-Undang Kepailitan, Rv, Undang-Undang Perkawinan,
Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
Walaupun ketentuan HPI di Indonesia tersebar di mana-mana,
tetapi ada juga wadah utamanya, yaitu: ALGEMENE BEPALINGEN VAN
WETGEVING (AB).
Ada 3 (tiga) ketentuan pokok HPI dalam AB, yaitu:
1) Pasal 16 AB: “Status wewenang seseorang harus dinilai menurut
hukum nasionalnya (LEX PATRIAE)”.
2) Pasal 17 AB: “Mengenai benda tetap harus dinilai menurut hukum dari
negara/tempat di mana benda tetap itu terletak (LEX RESITAE)”.
3) Pasal 18 AB: “Bentuk tindakan hukum dinilai menurut hukum di mana
tindakan itu dilakukan (LOCUS REGIT ACTUM)”.
3. Rangkuman
HPI adalah “Keseluruhan kaidah atau asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintas batas negara. Atau dapat dikatakan
bahwa HPI adalah hukum yang mengatur hubungan hukum keperdataan
antara pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang berbeda”. Masalah pokok yang dihadapi oleh HPI yaitu:
Choice of Law, Choice of Yuridiction untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang mengandung unsur asing, serta yang terakhir sejauh mana
keputusan hakim dari suatu negara diakui mengenai hak dan kewajiban
yang timbul dari keputusan tersebut.