I
IDENTITAS
II
PENDAHULUAN
III
PEMBELAJARAN
A. KEGIATAN PEMBELAJARAN I
PENGERTIAN, BATASAN DAN ISTILAH HUKUM INTERNASIONAL
2. Materi Pembelajaran 1:
2.1. Pengertian dan Batasan Hukum Internasional;
Hukum internasional yang dipelajari dalam pembahasan ini adalah hukum
internasional publik. Meskipun Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya telah
membedakan hukum internasional menjadi hukum internasional publik disatu sisi
dan hukum perdata internasional disisi lainnya. Hukum perdata internasional ialah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintas batas negara. Dengan perkataan lain hukum yang mengatur hubungan
hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada pada
hukum perdata (nasional) berlainan.(1977:1) Sedangkan hukum internasional publik
ialah keseluruhan kaiah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Walaupun kedua pengertian di atas terdapat adanya perbedaan tetapi
ditemukan pula ada persamaannya. Persamaannya ialah keduanya mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional).
Perbedaannya terletak dalam sifat hukum hubungan atau persoalan yang diaturnya
(obyeknya). Mochtar Kusumaatmadja menganggap bahwa cara pembedaan
demikian lebih tepat dari pada membedakan berdasarkan pelaku (subjek hukum)
nya dengan mengatakan bahwa hukum internasional publik mengatur hubungan
antara negara-negara, sedangkan hukum perdata internasional antara orang
perorang. (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 1999, p. 1) Dari apa
yang dikemukan Mochtar Kusumaatmadja jelas dapat dipahami bahwa hukum
internasional bukanlah membahas persoalan-persolan hubungan yang bersifat
perdata, melainkan hubungan-hubungan yang bersifat publik seperti antara lain:
5
Hukum internasional bilateral berarti aturan tersebut dibuat oleh dua negara
dan hanya mengikat pada kedua negara itu saja seperti: perjanjian ekstradisi ialah
perjanjian berkaitan dengan penyerahan pelaku kejahatan, dan perjanjian
perbatasan wilayah misalnya perjajian berkaitan wilayah perbatasan negara baik di
darat dan dilaut. Hukum internasional multilateral merupakan aturan yang dibuat
oleh lebih dari dua negara dan mengikat bagi negara peserta serta terbuka pula bagi
negara bukan peserta untuk terikat contohnya Perjanjian di bidang perdagangan
seperti General Agreement Trade and Tarif of World Trade Organisation 1994
(GATT/WTO) dan Konvensi Hukum Laut 1982. Hukum Internasional universal
merupakan aturan hukum yang ditujukan berlakukan bagi semua negara-negara,
contohnya Declaration of Human Rights 1948, Konvensi Wina 1961 tentang
Hubungan Diplomatik, Konvensi Jenewa 1949 tentang Hukum Perang dan Space
treaty 1967.
Hukum internasional regional merupakan aturan yang dibuat dan mengikat
bagi negara-negara yang berada sekawasan atau sewilayah dengan melibatkan
organisasi regional, seperti misalnya: Deklarasi HAM Eropa, Deklarasi HAM Amerika
Serikat, Deklarasi HAM Afrika, Deklarsi HAM ASEAN, dan konvensi Montevidio
1933 tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negara yang diberlakukan
bagi negara-negara inter Amerika. Keberadaan hukum internasional regional ini
tidak bertentangan dengan hukum internasional universal. Bahkan terkadang hukum
internasional regional diberlakukan pula menjadi hukum internasional universal.
N
Subordinasi
N N
N N
N
N
N
Tertib Hukum Koordinasi
N
PBB
N N
Berbeda halnya dengan hukum dunia (world law) yang menunjukkan tertib
hukum subordinasi seperti halnya tertib hukum nasional yang banyak dipegaruhi
11
oleh analogi hukum tata negara. Hukum dunia merupakan semacam negara
(federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara
hirarki berdiri sendiri di atas negara-negara nasional. Ditemukan adanya badan
supranasional atau pemerintahan dunia (world government) yang memiliki
kewenangan membuat sekaligus memaksakan berlakunya suatu aturan
internasional.
Penggunaan istilah seperti ini, dapat memperlihatkan adanya perbedaan
antara hukum internasional dan hukum nasional yang tertib hukumnya/sifat
hukumnya sama dengan istilah hukum dunia. Hukum nasional memiliki struktur yang
lebih lengkap dibandingkan dengan hukum internasional. Dalam hukum
internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan keputusan-
keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislative internasional yang
membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung negara-negara
anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata, dan kepolisian untuk
melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum. (Mauna,
2000, p. 2)
3. Rangkuman
Pada awalnya terdapat beberapa istilah yang pernah digunakan untuk
menyebutkan hukum internasional. Pengunaan istilah-istilah yang ada disesuaikan
dengan saat berlakukannya hukum internasional tersebut dan memperhatikan
pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan internasional yang mengalami
perkembangan secara bertahap sesuai dengan zamannya. Melalui istilah-istilah
yang pernah ada dapat dipahami pengertian hukum internasional. yang dimaksud
adalah mengandung unsur publik dan bukan unsur perdata. Pemahaman
terhadap hukum internasional dapat pula dilakukan dengan melihat pada bentuk
perwujutannya dan sifat hukum/tertib hukum internasional. Melalui sifat
hukum/tertib hukum internasional ditemukan bahwa hukum internasional
merupakan sistem hukum koordinasi yang berbeda dengan hukum nasional yang
subordinasi.
4. Tugas
tentang perbadingan antara hukum internasional dan hukum Nasional, dan
hukum internasinal publik dan hukum perdata internasional. .
12
5. Evaluasi
1. Jelaskan apa itu hukum Internasional?
2. Jelaskan apa yang menjadi ruang lingkup dari hukum internasional?
3. Sebutkan dan jelaskan apa itu hukum dunia?
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN II
MASYARAKAT DAN HUKUM INTERNASIONAL
1. Tujuan Materi Pembelajaran:
Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan Masyarakat dan Hukum
Internasional.
2. Materi Pembelajaran:
a. Adanya masyarakat internasional sebagai landasan sosiologis hukum
internasional.
Hukum internasional sebagai asas-asas hukum dan ketentuan hukum yang
berlaku bagi negara-negara tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perkembangan
masyarakat internasional itu sendiri. Hukum internasioanl itu tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat internasional. (Parthiana, 1990, p. 11) Masyarakat
internasional itu sendiri lah yang menciptakan hukum internasional dengan maksud
untuk dapat hidup berdampingan secara bersama-sama dan dapat saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah
dinyatakan oleh Aristoteles dalam ungkapan klasiknya “ubi societas ubi ius “ artinya:
“dimana ada masyarakat disana ada hukum”. Begitu pula Levina Yustitianingtyas,
masyarakat lah yang menjadi dasar pembentukan hukum internasional.
(Yustianingtyas, Masyarakat dan Hukum Internasional (Tinjauan Yuridis Terhadaap
Perubahan-Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Internasional), 2015, p. 90) Mochta
r Kusumaatmadja dalam bukunya mengemukakan bahwa masyarakat internasional
lah sebagai landasan sosiologis hukum internasional.
Yang dimaksud dengan masyarakat internasional adalah subjek-subjek
hukum internasional itu sendiri yang saling mengadakan hubungan satu dengan
yang lainnya. Untuk adanya masyarakat internasional ditandai dengan dipenuhinya
13
itu sendiri. Dengan kata lain tida ada lagi badan yang berkedudukan lebih
tinggi daripada masyarakat internasional itu.”
Terikatnya negara-negara untuk tunduk dan patuh pada hukum internasional
bukan berarti kedudukan negara berada dibawah hukum internasional. TIdak ada
satu kewenangan manapun dapat memaksakan negara-negara untuk tunduk dan
patuh pada hukum internasional. Begitu pula dengan tergabungnya dalam
organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi
Internasional lainnya bukan berarti negara-negara berkedudukan dibawahnya, tetapi
diperankan sebagai lembaga yang mengkoordinasikan kepentingan bersama dari
berbagai negara-negara. Seperti PBB bukanlah merupakan lemabaga supranasional
meskipun memiliki sejumlah anggota dan berbagai organ yang mengurusi berbagai
masalah politik, ekonomi, sosial, hukum, keamanan dan lain-lain. (Safriani, 2016, p.
5)
Berbeda halnya dengan struktur masyarakat nasional yang sub ordinasi
munjukkan tinggi rendah antara yang diperintah dengan yang memerintah. Dalam
struktur masyarakat nasional terdapat pemegang kekuasaan tertinggi sebagai
pemberi perintah yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada yang
diperintah. Struktur masyarakat nasional mengakui adanya lembaga tinggi negara
seperti legislative, eksekutif dan judikatif serta angkata bersenjata dan kepolisian
yang tidak dimiliki dalam struktur masyarakat internasional.
Walaupun struktur masyarakat internasional tidak sesempurna strukur
masyarakat nasional yang sub ordinasi, tapi negara-negara tetap percaya bahwa
hukum internasional itu ada. Negara-negara menjunjung tinggi dan menghormatinya
sebagai kewajiban moral untuk mentaati hukum internasional. Negara-negara
mematuhi hukum internasional karena kepatuhan diperlukan untuk mengatur
hubungannya antara satu dengan yang lain dan untuk melindungi kepentingannya
sendiri. Negara-negara tersebut patuh karena merupakan kepentingan mereka untuk
berbuat demikian. (Mauna, 2000, pp. 2-3)
3. Rangkuman
Hukum internasioanl itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat
internasional. Masyarakat internasional adalah subjek-subjek hukum internasional itu
sendiri yang saling mengadakan hubungan satu dengan yang lainnya. Masyarakat
internasional memiliki struktur yang berbeda dengan masyarakat nasional yag
bersifat subordinasi.
17
4. Tugas MANDIRI
Setelah mempelajari masyarakat dan hukum internasional, maka mahsiswa/I
ditugasi untuk mengidentifikasi dan sekaligus menganalisa dengan mengambil
salah satu contoh berkaitan dengan hubungan-hubungan dalam masyarakat
internasional yang masuk dalam ruang lingkup hukum internasional.
5. Evaluasi
1. Jelaskan apa itu masyarakat Internasional?
2. Sebutkan dan uraikan apa yang menjadi dasar sosiologis dari adanya
masyarakat Internasional?
3. Jelaskan bagaimana strukur masyarakat internasional?
2. Materi Pembelajaran:
Menyadari akan hal di atas, perjanjian Westphalia bukanlah sebagai titik awal
munculnya hukum internasional yang sebenarnya sudah ada dan dikenal sejak pada
zaman Kuno. Sangat keliru apabila muncul pendapat yang menyatakan bahwa
hukum internasional itu ada sejak diadakannya Perjanjian Perdamaian Westphalia
1648. Mochtar Kusumaatmadja menegaskan bahwa: “keliru sekali kita menggangap
Perjanjian Westphalia ini sebagai suatu peristiwa yang mencanangkan suatu zaman
baru dalam sejarah masyarakat internasional yang tidak ada hubungannya dengan
masa lampau.” (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 1999, p. 22)
Patriana mengemukakan bahwa pada masa ini (1648-1907) memperlihatkan bahwa
hukum internasional dalam tahap mencari bentuk dan isinya. (Parthiana, 1990, p.
32)
Selain perkembangan hukum internasioal dipengaruhi Perjanjian Perdamaian
Wespelia terdapat beberapa sumbangan pemikiran yang cukup besar diberikan
oleh para sarjana diantaranya adalah Grotius atau Hugo De Groot (Belanda),
Pemikiran Grotius sangat berpengaruh terhadap hukum internasional adalah
keberanaiannya dalam menyusun sistematikan secara ilmiah tentang hukum
internasional menjadi dua golongan besar yaitu hukum internasional bagian perang
dan hukum internasioanl bagaian damai yang dituangkannya dalam karyanya yang
berjudul De jure Belli ac Pacis (tentang hukum Perang dan Damai).
Grotius mendasarkan sistem hukum internasional ini atas berlakunya hukum
alam yang telah dilepaskannya dari pengaruh unsure-unsur agama dan kegerejaan.
Disamping itu Grotius memberikan tempat bagi praktek negara-negara nasional dan
22
2. Penganut ajaran Hukum Positivis, antara lain Zouche, Bynkershoek dan Von
Martens memandang bahwa hukum internasional sebagai praktek negara
sebagai sumber hukum sebagaimana terjelma dalam adat kebiasaan dan
perjanjian-perjanjian.
3. Penganut jalan tengah dengan melihat sisi-sisi baik dari dua aliran hukum
alam dan hukum positivis dinamakan seorang ecclectic yaitu: Emerich Vattel
yang dalam tulisannya banyak mengadung adat kebiasaan dan perjanjian-
perjanjian antar negara yang berharga sebagai sumber atau bukti hukum.
Perjanjian Perdamaian Wesphalia dan berbagai pemikiran para ahli di atas
sangat berpengaruh dalam memperkuat keberadaan hukum internasional yang
memperlihatkan semakin mapannya negara-negara nasional yang didasarkan pada
asas kebangsaan dan asas teritorialitas serta hidup berdampingan secarara damai
dalam suasana merdeka, berdaulat dan sama derajat. Begitu pula dalam
peyelesaian berbagai sengketa yang ada dilakukan secara damai melalui
perudingan, konperensi dan kongres-kongres internasional. Dalam perkembangan
selanjutnya konprensi-konprensi internasional itu tida saja berfungsi sebagai sarana
untuk menyelesaikan sengketa internasional tetapi juga sebagai sarana untuk
membentuk kaedah-kaedah hukum internasional mengenai suatu masalah tertentu.
Seperti Konprensi Perdamaian Den Haag I tahun 1899 dan Konprensi Perdamaian
Dn Haag II Tahun 1907 yang menghasilkan kaedah-kaedah yang menjadi dasar
bagi hukum perang internasional yang dalam era sekarang ini berkembang menjad
hukum humaniter internsional.
Perkembangan dimasa ini (1648 – 1907) menjadi peletak dasar bagi
perkembangan hukum internasional dimasa konsolidasi antara tahun 1907 -1945
yang memperlihatkan bahwa masyarakat internasional yang terdiri atas negara-
negara nasional dan lembaga-lembaga atau oraganisasi internasional semakin
menampakkan kedewasaannya. (Parthiana, 1990, p. 36) Namun dimasa konsolidasi
ini bukan berarti tidak ada akses negatif yang muncul, yaitu usaha saling merebut
pengaruh antara negara-negara terhadap satu dengan yang lainnya dengan cara-
cara melanggar hukum hukum internasional. Akibatnya menimbulkan apa yang
dikenal dengan peristiwa Perang Dunia I Tahun 1914 dan berakhir Tahun 1918.
Peperangan yang terjadi memberikan pelajaran berarti bagi masyarakat
internasional sehingga ada keinginan bersama membentuk dan mendirikan suatu
lembaga sebagai upaya untuk mencegah agar Perang Dunia I tidak terulang yang
24
dikenal dengan nama Liga Bangsa-Bangsa disingkat LBB (The League of Nations)
pada tahun 1919. Tujuan utama LBB adalah mewujudkan ketertiban, keamanan dan
perdamaian duni. Demikian pula LBB berfungsi sebagai badan pembentuk hukum
internasional dan mengatur hubungan-hubungan internasional beradasarkan pada
kaedah-kaedah hukum internasional.
Disamping itu dimasa kosolidasi ini dibentuk pula badan peradilan
internasional permanen (Permanent Court of International Justice) yang merupakan
salah satu organ dari LBB, dilaksanakannya perudingan-perundingan bilateral
maupun konprensi-konprensi internasional multilateral yang diandalkan untuk
mencapai tujuan. Seperti misalnya Pakta Briand Kellog (Briand Kellog Pact) tahun
1928 antara Prancis dan Amarika Serikat yang bertujuan untuk menghapus perang,
dan diselenggarakannya Konfrensi kodifikasi hukum internasioan di Den Haag
Negeri Belanda pada tahun 1930 yang menghasilkan beberapa konvesi
internasional yang sangat berarti bagai pertumbuhan hukum internasional.
Meskipun LBB dibentuk tapi kenyataanya tidak berumur panjang dengan
meletusnya Perang Dunai II pada tahun 1939 dan disusul dengan Perang Asia
Timur Raya pada tahun 1942 merupakan peristiwa yang kedua kalinya memporak
porandakan struktur masyarakat internasional yag sudah mulai mapan. Dengan
belajar dari pegamalaman sebelumnya, dibentu suatu lembaga yang tidak jauh
berbeda dengan LBB yang dikenal dengan nama Perserikatan Bangsa-Bangsa
disingkat PBB pada tanggal 24 Oktober 1945.
Berdirinya PBB yang menandai berakhirnya Perang Dunia II membawa
angin positif bagi perkembangan struktur masyarakat internasional kearah yang
lebih maju dari sebelumnya menuju apa yang dinamakan dengan tahap emansipasi
bagi negara-negar baru merdeka dan bangsa-bangsa terjajah. Kemajuan
masyarakat internasional dimasa ini ditandai antara lain:
1. Lahirnya negara-negara baru;
2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3. Penghormatan terhadap hak-hak dan kewajiban asasi manusia
4. Munculnya dan berkembangnya Organisasi-Organisasi Internasional
5. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia serta kebutuhan yang
semaki meningkat.
Berbagai kemajuan yang ada menunjukkan tahap emansipasi dari hukum
internasional yang semakin dinamis adanya dan menunjukkan bentuk wujudnya. Ini
25
5. Evaluasi
1) Jelaskan apakah hukum internasional mulai ada sejak Perjanjian Perdamaian
Wesphalia 1948?
2) Jelaskan arti penting Perjanjian Perdamaian wesphalia 1648?
3) Jelaskan bagaimana sejarah perkembangan hukum internasional di masa
tahun 1907-1945?
D. KEGIATAN PEMBELAJARAN IV
HAKEKAT DAN DASAR BERLAKUNYA HUKUM INTERNASIONAL
2. Materi Pembelajaran
a. Daya Mengikat Hukum Internasional:
Keberadaan hukum internasional sebagai suatu sistem hukum yang mengatur
masyarakat internasional sudah tidak perlu diragukan dan dipersoalkan lagi.
Masyarakat internasional kini telah menerimanya sebagai suatu norma hukum yang
26
hukum internasional, dan Pendapat Zorn: “hukum internasional itu tidak lain dari
pada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara.
Kelemahan: Mereka tidak dapat menerangkan dengan memuaskan
bagaimana caranya hukum internasional yang tergantung dari kehendak negara
dapat mengikat negara itu
Untuk mengatasi kelemahan tersebut Tripel berusaha membuktikan bahwa
hukum internasional itu mengikat bagi negara bukan karena kehendak mereka satu
persatu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama, yang
lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara, untuk tunduk pada hukum
internasional. Tripel mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada
kehendak negara tetapi membantah kemungkinan suatu negara melepaskan dirinya
dari ikatan itu dengan suatu tindakan sepihak. Teori-teori yang mendasarkan
berlakunya hukum internasional itu pada kehendak negara (teori vountaris) ini
merupakan pencerminan dari teori kedaulatan dan aliran positivism yang menguasai
alam pikir dunia ilmu hukum di Benua Eropa – terutama Jerman pad bagia kedua
bad ke 19. Ini berarti teori kehendak negara berbeda dengan teori kehendak
bersama negara yang berarti dengan melepaskan dari kehendak individual negara
dan mendasarkannya pada kemauan bersama. (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum
Internasional, 1999, pp. 35-36)
c. Mazhab Winna
Mazhab Winna mengemukakan bahwa Kekuatan mengikat hukum
internasional lepas dari kehendak negara, melainkan suatu norma hukumlah yang
merupakan dasar terakhir kekuatan mengikat hukum internasional. Menurut Mazhab
ini kekuatan mengikat suatu kaidah hukum internasional didasarkan suatu kaidah
yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu kaidah yang
lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya. Akhirnya sampailah pada puncak piramida
kaidah hukum dimana terdapat kaidah dasar (Grundnorm) yang tidak dapat lagi
dikembalikan pada suatu kaidah yang lebih tinggi, melainkan harus diterima adanya
sebagai suatu hipotesis asal yang tak dapat diterapkan secara hukum.
Kaidah dasar
Hukum Internasional
28
Kelemahan Mazhab ini tidak dapat menjelaskan mengapa kaidah dasar itu
sendiri mengikat. Oleh karena tindak mungkin persoalan kekuatan mengikat hukum
internasional itu didasarkan atas suatu hipotesis. Dengan pengakuan bahwa
pesolaan kekuatan Grundnorm merupakan suatu persoalan di luar hukum yang tak
dapat diterangkan, maka persoalan mengapa hukum internasional itu mengikat
dikembalikan kepada nilai-nilai kehidupan manusia di luar hukum yakni rasa
keadilan, dan moral. (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 1999, p.
37)
d. Mazhab Prancis
Mazhab Perancis mengatakan kekuatan mengikat hukum internasional
seperti juga segala hukum – pada faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan
manusia yang mereka namakan fakta kemasyarakatan yang menjadi dasar
kekuatan mengikatnya segala hukum, termasuk hukum internasional. Jadi dasar
kekuatan mengikat hukum (internasional) terdapat dalam kenyataan sosial bahwa
mengikatnya hukum itu mutlak perlu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan manusia
(bangsa) untuk hidup bermasyarakat.
3. Rangkuman
Masyarakat internasional kini telah menerimanya sebagai suatu norma hukum
yang mengatur masyarakat internasional. Untuk mengetahui bagaimana daya
mengikat hukum internasional dapat dilihat dari pendekatan teori yang antara lain,
teori hukum alam, teori kehendak negara, mazhab winna dan mazhab Prancis.
Meskipun berdasarkan teori yang ada menyatakan hukum internasional memiliki
daya mengikat, tapi tidak terlepas pula adanya kelemahan.
4. Tugas MANDIRI
Mahasiswa membandingkan dari berbagai teori mengenai daya mengikat
hukum internasional
5. Evaluasi
1) Jelaskan bagaimana pandangan teori hukum Alam tentang daya mengikat
hukum internasional?
2) Jelaskan bagaimana yang dimaksud kehendak negara sebagai dasar
mengikatnya hukum internasional bagi negara-negara?
3) Jelaskan bagaimana mazhab Prancis dalam memandang kekuatan mengikat
hukum internasional?
E. KEGIATAN PEMBELAJARAN V
HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL.
2. Materi Pembelajaran
2.1. Tempat Hukum Internasional dalam tata hukum secara keseluruhan.
30
satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia
(hukum internasional bersumber dari hukum nasional). Akibat pandangan seperti ini
bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini mungkin ada hubungan hirarki
yang menyebabkan lahirnya 2 (dua) sudut pandang yang berbeda dalam aliran
monism, yakni: Aliran monisme dengan primat hukum nasional dan aliran monism
dengan primat hukum internasional.
Aliran Monisme dengan Primat Hukum Nasional berpandangan bahwa
Hukum internasional itu tidak lain dari merupakan lanjutan hukum nasional belaka,
atau tidak lain dari hukum hukum nasional untuk urusan luar negeri (mazhab bonn
(jerman), tokoh: Max Wenzel). Ini berarti hukum internasional itu bersumber pada
hukum nasional. Alasan utama anggapan ini ialah:
1. Tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur
kehidupan negara negara di dunia ini.
2. Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional
terletak dalam wewenang negara untuk mengadakan perjanjian
internasional, jadi kewenangan konstitusional
Aliran Monisme dengan Primat Hukum Nasional memiliki beberapa
kelemahan sebagai berikut:
1. Paham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis
semata-mata sehingga sebagai hukum internasional dianggap hanya
hukum yang bersumberkan perjanjian internasioanl, suatu hal
sebagaimana diketahui tidak benar .
2. Adanya penyangka;an terhadap adanya hukum internasional yang
mengikat negara . Sebab apabila terikatnya negara pada Hk
Internasional digantungkan pada hukum nasional, hal ini sama dengan
menggantungkan berlakunya hukum internasional itu pada kemauan
negara itu. Sendiri. Ini berarti memiliki paham yang sama dgn aliran
dualisme.
Berdasarkan alasan-alasan diatas paham monisme dengan primat nasional
pada hakekatnya merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional
walaupun secara teoritis dan konstruksi logika apa yng dikemukakannya memang
mungkin.
Menurut paham monisme dengan primat hukum internasional, maka Hukum
nasional itu bersumber pada hukum internasional yang menurut pandangannya
33
merupakan suatu perangkat ketentuan hukum yang hirarki lebih tinggi. Adanya
Pendelegasian dari Hukum Internasional pada hukum nasoinal. Hal ini sesuai
dengan (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 1999) paham yang
dikembangkan oleh “Mazhab Vienna” dan disokong oleh mazhab Prancis.
Kelemahan dari paham ini ialah sebagai berikut:
1. Hukum nasional itu tergantung dari hukum internasional yang mau tidak
mau mendalilkan bahwa hukum internasional telah ada lebih dahulu dari
hukum nasional, bertentangan dengan kenyataan sejarah.
2. Tidak dapat dipertahankan dalil bahwa hukum nasional itu kekuatan
mengikatnya diperoleh dari hukum internasional atau bahwa hukum
nasional merupakan suatu derivasi darinya.
Melihat dari uraian diatas terlihat bahwa kedua paham yang ada tidak
mampu memberikan jawaban yang memuaskan dalam melihat hubungan antara
hukum internasional dan nasional. Untuk itu Mochtar Kusumaatmadja berpendapat
Hukum nasional tunduk pada hukum internasional mau tidak mau harus kita diterima
kalu kita mengakui adanya hukum internasional. (Kusumaatmadja, Pengantar
Hukum Internasional, 1999, p. 45)
tersebut digunakan apa yang dikenal dengan nama doktrin inkorporasi. Doktrin
inkorporasi beranggapan bahwa hukum internasional adalah hukum negara atau
bagian dari hukum nasional. Dalam praktek doktrin inkorporasi teleh diterima dan
dianut oleh Inggris dan Amarika Serikat. Namun praktek yang dilakukan oleh Inggris
dan Amerika Serikat dalam menerapkan doktrin inkorporasi ternyata berbeda.
Di Inggris daya laku doktrin ini diterapkan berbeda antara :
1. Hukum kebiasaan internasional ;
2. Hukum internasional yang tertulis (traktat, konvensi atau perjanjian)
Berkaitan dengan hukum kebiasaan internasional dapat dikatakan bahwa
doktrin inkorporasi berlaku dengan dua pengecualian, yaitu:
1. Ketentuan hukum kebiasaan internasional itu tidak bertentangan dengan
suatu UU, baik yang lebih tua maupun yang diundangkan kemudian
2. Ketentuan hukum kebiasaan internasional yang ditetapkan oleh
keputusan Mahkamah yang tertinggi, maka semua pengadilan terikat oleh
keputusan itu meskipun terjadi perkembangan.
Berbeda halnya terhadap penerapan hukum internasional yang tertulis pada
umumnya perjanjian yang memerlukan persetujuan Parlemen, memerlukan pula
pengundangan nasional sedangkan yang tidak memerlukan persetujuan badan ini
dapat mengikat dan berlaku secara langsung setelah penandatanganan dilakukan
Begitu pula praktek yang dilakukan Amerika Serikat menerapkan doktrin
inkorporasi dengan pertimbangan bahwa apabila suatu perjanjian internasional tidak
bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan perjanjian yang “self
executing”, maka isi perjanjian demikian (dianggap) menjadi bagian dari hukum
yang berlaku di AS tanpa memerlukan pengundangan melalui perundang-undangan
nasional. Sebaliknya perjanjian yang tidak termasuk golongan yang berlaku dengan
sendirinya (yaitu yang “non self executing”) baru dianggap mengikat pengadilan di
AS setelah adanya perundang-undangan yang menjadikannya berlaku sebagai
hukum.
Membandingkan praktek yang dilakukan di Inggris dan Amerika serikat
terlihat bahwa penerapan doktrin inkorporasi di Inggris dianggap lebih fleksibel dan
pragmatis dalam memecahkan persoalan hubungan antara hukum internasional dan
hukum nasional. Walaupun kedua negara tersebut sama-sama menganut ajaran
atau doktrin inkorporasi (incorporation)
35
Contoh lain negara yang secara tegas menerapkan doktrin inkorporasi adalah
Republik Federasi Jerman yang mengakui sebagaimana dicantumkan pada Pasal
25 Undang Undang Dasar (Grund Gesezt) yang dimilikinya bahwa ketentuan-
ketentuan hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional Jerman. A.
Peaslee mengemukakan bahwa ketentuan demikian lebih tinggi kedudukannya dari
undang-undang nasional dan langsung mengakibatkan hak dan kewajiban bagi
penduduk wilayah Federasi Jerman. (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum
Internasional, 1999, p. 62)
Demikian pula halnya dianut dalam sistem hukum Prancis sesuai dengan
Pasal 55 Undang-Undang Dasar 1958 menyatakan bahwa traktat atu perjanjian
internasional lainnya yang telah disahkan atau diterima menurut undang-undang
mempunyai kedudukan yang leih tinggi dari undang-undang nasional mulai sejak
berlakunya perjanjian itu dengan ketentuan bahwa pihak lain (peserta) juga
melakukannya.
Berdasarkan praktek doktrin inkorporasi yang dilakukan oleh negara-negara
terlihat bahwa tidak dipersoalkan bagimana diberlakunya hukum internasional ke
dalam hukum nasional. Apakah melalui cara “resepsi” atau “transformasi” perjanjian
internasional itu ke dalam hukum nasional, melainkan terlebih dahulu melalui
perundang-undangan nasional. Mengikat dan mulai berlakunya perjanjian itu sesuai
dengan ketentuan hukum nasional tentang pengesahan perjanjian dan
pengumumnya secara resm sudah mencukupi. (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum
Internasional, 1999)
internasional atas hukum nasional, tetapi kita tidak begitu saja menerima secara
langsung ketentuan–ketentuan hukum internasional yang ada. Moctar
kusumaatmadja mengemukakan bahwa “sikap kita terhadap hukum international
seperti ini ditentukan oleh kesadaran akan kedudukan kita dalam masyarakat
internasional yang sedang berkemabang, merupakan suatu sikap yang wajar”.
(Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 1999, p. 63)
Mengigat persolan ini tidak dinyatakan secara tergas dalam UUD 1945, maka
satu-satunya petunjuk dalam usaha melihat hubungan antara hukum internasional
dan hukum nasional ialah didasarkan atas praktek dalam pelaksanaan kewajiban
kita sebagai peserta beberapa perjanjian internasional yang telah kita adakan.
Mochtar kusumaadmadja berpendapat bahwa kita (Indonesia) tidak menganut teori
“transformasi” dalam menerapkan hukum internasional menjadi hukum nasional
melainkan langsung menggap diri kita (Indonesia) terikat dalam kewajiban
melaksanakan dan mentaati semua ketentuan perjanjian dan konvesi yang telah
disahkan tanpa perlu mengadakan lagi perundang-undangan pelaksanaan
(Implementing legislation). (Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 1999,
p. 66) Walaupun demikian dalam hal –hal tertentu pengundangan dalam undang-
undang nasional adalah mutlak diperlukan seperti berkaitan dengan hak warga
negara sebagai individu (perseorangan). .
3. Rangkuman
Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua perangkat hukum
yang meskipun berbeda hidup berdampingan dan saling berhubungan dalam
mengatur masyarakat internasional. Untuk melihat hubungan kedua perangkat
hukum ini dapat diketahui dari bebarapa pendekatan teori, seperti: pandangan
voluntarisme dan pandangan objektivis, dan aliran dualisme hukum dan aliaran
monisme yang meliputi monisme dengan primat hukum nasional dan monism
dengan primat hukum internasional.
4. Tugas MANDIRI
Mahasiswa menganalisis persoalan kekuatan perjanjian internasional yang
sudah diterima dan diakui tapi dianggap merugikan kepentinga nasional
5. Evaluasi
1) Jelaskan bagaimana pandangan voluntarisme terhadap hukum internasional?
37
2. Materi Pembelajaran
2.1. Pengertian dan Batasan Subjek Hukum Internasional.
Subjek hukum Internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban
menurut hukum internasional. Ini berarti subjek-subjek hukum internasioanl harus
memiliki kapasitas hukum atau kecakapan–kecakapan hukum internasional untuk
mewujudkan kepribadian hukum internasionalnya dalam hal-hal sebagai berikut:
(Dixon, Texbook on International Law, 2000, p. 105)
1. Mampu untuk menuntut hak-haknya di depan pengadilan internasional
dan nasional
2. Menjadi subjek dari beberapa atau semua kewajiban yang dierikan oleh
hukum internasional;
3. Mampu membuat perjanjian internasional yang sah dan mengikat dalam
hukum internasional
4. Menikmati imunitas dari yuridiksi pengadilan nasional.
Apa yang menjadi kecakapan-kecakapan hukum subjek hukum internasional
sebagaimana dinyatakan oleh Martin Dixon seperti di atas praktiknya hanya dimiliki
sepenuhnya oleh negara dan organisasi internasional. Sebagaimana Boer Mauna
telah mengkategorikan subjek hukum internasional atas: subjek hukum internasional
yang aktif yakni negara dan organisasi negara, dan subjek hukum internasional pasif
yaitu subjek hukum internasional non negara dan non organisasi internasional.
(Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, 2014, p. 102)
38
atau pasti sudah tentu harus jelas batas-batasnya. (Parthiana, 1990, p. 64) luas
wilayah negara bukanlah menjadi prasyarak untuk berdirinya negara. Wilayah
merupakan hal yang cukup penting dimiliki negara, karena diwilayah itulah negara
memiliki kedaulatan, Tanpa adanya wilayah sangat sulit negara itu memiliki dan
melaksanakan kedaulatan.
Wilayah yang menjadi milik negara meliputi tiga gatra, yaitu: gatra darat, gatra
laut dan gatra udara yang batas-batasnya ditetapkan melalui perjanjian bilateral
dengan negara-negara bersebelahan (tetangga).
ad. 3. Pemerintahan
Pemerintahan yang menjadi kreteria untuk adanya negara merupakan
pemerintahan yang mendapat dukungan dari rakyatnya. Lauterpacht berpendapat
bahwa adanya unsur pemerintahan, merupakan syarat utama untuk adanya suatu
negara. Jika pemeritahan tersebut ternyata kemudian secara hukum atau secara
faktanya menjadi negara boneka atau negara setelit dari suatu negara lainnya,
maka negara tersebut tidak dapat digolongkan sebagai negara”.
ad. 4 Memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan internasional dengan
negara lain (capacity to enter into relations with other states).
Kemampuan untuk melakukan hubungan internasional dengan negara lain
merupakan manifestasi dari kedaulatan, kemerdekaan, pengakuan dan mempunyai
kemampuan internasional. Partiana mengemukakan kemampuan untuk melakuan
hubungan dengan negara lain adalah kemampuan dalam pengertiani juridis baik
berdasarkan hukum nasional maupun internasional, bukan kemampuan secara fisik.
(Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, 2014, p. 106)
b. Organisasi Internasional;
Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan
perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih berisi fungsi, tujuan,
kewenangan,asas, struktur organisasi. Pasal 2 ayat 1 Konvensi WIna 1969 tetang
Hukum Perjanjian menyebutkan organisasi internasional adalah orgnisasi antar
pemerintahan.
Organisasi internasional baru diakui sebagai subjek hukum internasional
sejak keluarnya Advisory Case 1958 yang diberikan oleh Mahkamah
Internasional .dalam kasus “Reparation of Injuries” yang berkaitan dengan peristiwa
terbunuhnya Pangeran Bernadotte dari Swedia di Israel dalam menjalankan tugas
41
sebagai anggota Komisi PBB pada tahun1958. Majelis Umum PBB minta pendapat
hukum kepada Mahkamah Internasional tentang hal apakah PBB mempunyai
kemampuan pribadi (legal personality) serta kemampua hukum (legal capacity)
untuk mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap pemerntahan “de jure’ atau “de
facto”, Israel yang bertanggung jawab atau tidak. Mahkamah Internasional dalam
pendapat hukumnya (advisory opinion) menyatakan bahwa secara de jure atau de
facto cukup PBB sebagai suatu organisasi Internasional yang memiliki legal
personality serta Legal Capacity untuk bertindak di depan hukum mewakili
kepentingan PBB sendiri juga kepentingan korbannya. Legal personality dan legal
capacity adalah hal yang sangat penting dimiliki oleh suatu organisasi internasional
agar mereka dapat menjalankan fugsinya. (Akehurst, 1983, p. 69) Ini berarti suatu
organisasi internasional baru disebut sebagai subjek hukum internasional harus
memiliki legal personality dan legal capacity.
Organisasi internasional untuk mendapatkan legal personality sebagai subjek
hukum internasional setidaknya harus memenuhi kreteria berikut: (Safriani, 2016, p.
143)
a. Dibentuk dengan suatu perjanjian internasional oleh lebih dari dua negara,
apa pun namanya dan tunduk pada rezim hukum internasional;
b. Memiliki sekretaria tetap.
Dengan international personality yang dimiliki organisasi internasional seperti
ini, maka akan dengan mudah mendapatkan kecakapan hukum internasional
(international legal capacity). International legal capacity yang dimiliki organisasi
internasional antara lain: (Safriani, 2016, p. 144)
a. Dapat membuat perjanjian internasional dengan sesame organisasi
internasional, negara atau subjek hukum internasional lainnya;
b. Dapat memiliki harta kekayaan atas namanya sendiri;
c. Dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum untuk dan atas nama
anggota-anggotanya;
d. Dapat menuntut dan dituntut di pengadilan internasional.
Pada dasarnya organisasi internasional dan subjek-subjek lain non negara
adalah subjek derefatif, subjek turunan yang keberadaannya atas kehendak negara.
3. Rangkuman
Subjek hukum internasional merupakan pemegang segala hak dan
kewajiban menurut hukum internasional yang memiliki legal personality dan legal
capacity. Subjek hukum internasional yang pertama dan utama ialah negara. Sesuai
dengan perkembangan hukum internasional, bahwa negara bukanlah satu-satunya
subjek hukum internasional yang diakui.
4. Tugas
47
5. Evaluasi
1) Jelaskan apa itu subjek hukum internasional?
2) Jelaskan apa yang dimaksud negara menurut kaca mata hukum internasional?
3) Jelaskan bagaimana organisasi internasional sebagai subjek hukum
internasional?
2. Materi Pembelajaran
2.1. Pengertian Sumber Hukum Internasional
Perkataan sumber hukum dapat dipergunakan dalam beberapa arti. Secara
material sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber isi hukum atau dasar
berlakunya hukum dan atau tempat di mana kaidah-kaidah hukum itu diciptakan.
Juga dapat pula diartikan sebagai sumber hukum yang mempersoalkan sebab
apakah hukum itu mengikat? dan juga berarti sebagai sumber hukum yang
menyelidiki masalah apakah yang menjadi dasar mengikatnya hukum itu?
Sedangkan secara formal, sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber
yang memuat tentang ketentuan-ketentuan hukum secara formal yang dapat
diterapkan sebagai kaidah dalam suatu persoalan yang konkrit. Juga dapat berarti
sebagai sumber yang merupakan tempat di mana ketentuan-ketentuan atau kaidah-
kaidah hukum dapat ditemukan dan sumber yang memberikan jawaban atas
48
2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang
merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui
bahwasannya tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum.
Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum
perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis).
Sebagai suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri.
Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional dimana
hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian internasional yang berulang
kali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan
menciptakan lembaga hukum.
pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan.
Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk
membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang
didasarkan atas sumber hukum primer.
Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat
artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah
Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a
fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang
mengikat. Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang
mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah
Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah
Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen
(Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan
hukum intersional.
Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana
hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh
sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk
menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana
itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
3. Rangkuman
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional, metode penciptaan hukum internasional dan
tempat di ketemukanya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat
diterapkan pada suatu persoalan konkrik. Arti yang relevansi dengan hubungan
internasional adalah bahwa sumber hukum internasional sebagai tempat
diketemukanya ketentuan-ketentuan hukum internasional untuk memecahkan
persoalan yang timbul dalam hubungan antar Negara.
J.G.Starke menguraikan bahwa sumber-sumber materiil hukum internasional
dapat di definisikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli
hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku suatu peristiwa atau
situasi tertentu. Pada garis besarnya bahan-bahan tersebut dapat di katagorikan
dalam lima bentuk, yaitu;
1. kebiasaan,
52
2. Traktat,
3. Keputusan Pengadilan atau badan-badan arbitrase,
4. Karya-karya hukum,
5. Keputusan atau ketetapan organ-organ/lembaga internasional.
4. Tugas
Terkait dengan sumber-sumber hukum internasional lalu jelaskanlah dalam
bentuk tulisan ke-dalam lembar kerja anda!
5. Evaluasi
1) Sebutkan dua jenis sumber Hukum Internasional!
2) Sebutkan sumber-sumber Hukum Internasional!
3) Tuliskan apa yang dimaksud dengan perjanjian internasional dalam Hukum
Internasional!
4) Sebutkan ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pemberlakuan
treaty contract sebagai sumber Hukum Internasional!
5) Mengapa dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional tidak memasukkan
keputusan-keputusan badan arbitrasi sebagai sumber hukum internasional?
6) Sebutkan dua macam aturan dalam Hukum Internasional!
7) Sebutkan fungsi traktat sebagai sumber Hukum Internasional!
2. Materi Pembelajaran
2.1. Pengakuan
Pengakuan dalam hukum internasional merupakan persoalan yang cukup
rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik. Unsur-unsur politik
dan hukum sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan
pengakuan oleh suatu negara sering dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan
53
Berdasar teori ini suatu negara menjadi subjek hukum internasional hanya
melalui pengakuan. Jadi dengan pengakuanlah suatu negara baru itu dapat diterima
sebagai anggota masyarakat internasional. Ada dua alasan yang melatarbelakangi
teori ini, yaitu:
1. Jika kata sepakat menjadi dasar berlakunya hukum internasional, maka
tidak ada negara atau pemerintah yang diperlakukan sebagai subjek
hukum internasional tanpa adanya kesepakatan dari negara yang telah
ada terlebih dahulu.
2. Suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui, tidak mempunyai status
hukum sepanjang negara atau pemerintah itu berhubungan dengan
negara-negara yang tidak mengakui. ( Huala Adolf: 1991 : 66)
Dalam hukum internasional terdapat suatu asas yang telah diterima oleh
semua negara bahwa kejadian-kejadian dalam suatu negara adalah urusan intern
negara tersebut dan pihak-pihak asing tidak berhak turut campur. Tetapi adakalanya
suatu negara terjadi pemberontakan sehingga negara-negara lain tidak begitu saja
mengabaikan keadaan tersebut. Dan bisa saja negara lain dapat memberikan
perhatian dengan cara-cara tertentu.
Fenwick mendefenisikan pemberian pengakuan pemberontakan ini sebagai
pernyataan keyakinan bahwa kaum pemberontak janganlah diperlakukan sebagai
sebagai kaum pengacau, jika mereka tertangkap dan bahwa kaum pemberontak
berhak untuk menerima perbekalan dari negara-negara netral( Bachtiar
Hamzah:1997:30). Tapi kenyataan dalam prakteknya ternyata sangat sulit untuk
memberikan pengakuan terhadap pemberontakan yang terjadi di suatu negara.
Intinya pemberian pengakuan sebagai pemberontak menurut hukum internasional,
tidaklah berarti negara yang memberikan pengakuan itu berpihak kepada kaum
pemberontak.
4. Tugas
Terkait dengan pengakuan lalu jelaskanlah dalam bentuk tulisan macam-
macam bentuk pengakuan ke-dalam lembar kerja anda!
60
5. Evaluasi
1). Sebutkan teori-teori pengakuan terhadap negara baru dalam Hukum
Internasional!
2). Tuliskan akibat hukum tidak mendapat pengakuan sebagai negara baru dalam
Hukum Internasional!
3). Sebutkan teori-teori pengakuan terhadap pemerintahan baru dalam Hukum
Internasional!
4).Tuliskan akibat hukum tidak mendapat pengakuan sebagai pemerintahan baru
dalam Hukum Internasional!
5). Uraikan pengertian pengakuan Internasional secara hukum (de jure)!
6). Tuliskan perbedaan pengakuan de facto dan de jure dalam Hukum Internasional!
7). Jelaskan bagaimana pengakuan secara diam-diam (implied recognition) dalam
praktek hubungan internasional dimungkinkan menurut norma Hukum
Internasional!
8). Sebutkan kualifikasi negara yang akan diakui menurut Hukum Internasional!
2. Materi Pembelajaran
2.1. Pengertian Kedaulatan Teritorial
Kedaulatan teritorial atau kedaulatan wilayah adalah kedaulatan yang dimiliki
Negara dalam melaksanakan yurisdiksi ekslusif di wilayahnya. Kedaulatan berarti
kekuasaan tertinggi dan bersifat monopoli atau summa potestas atau superme
Power yang hanya dimiliki Negara.
D.P O’Connell, berpendapat kedaulatan dan wilayah berkaitan erat karena
pelaksanaan kedaulatan didasarkan pada wilayah. S.T. Bernardez, berpendapat
61
wilayah adalah prasyarat fisik untuk adanya kedaulatan territorial. Arbiter Huber,
berpendapat bahwa keaulatan memiliki 2 ciri, yaitu :Kedaulatan merupakan
prasyarat hukum untuk adanya suatu Negara dan Kedaulatan menunjukkan Negara
tersebut merdeka dan merupakan fungsi Negara
Rumusan kompromi yang ditawarkan konferensi waktu itu adalah 6 mil zona
perikanan. Dalam membahas kedaulatan negara atas wilayah laut ini akan
mencakup :
1. Perairan Pedalaman
Perairan pedalaman adalah perairan yang berada pada sisi darat garis pangkal.
Di perairan pedalaman ini negara memiliki kedaulatan penuh atasnya.
2. Laut Teritorial
Laut teritorial adalah laut yang terletak di luar sisi luar garis pangkal yang tidak
melebihi lebar 12 mil laut dari garis pangkal.
3. Jalur Tambahan
Jalur tambahan adalah suatu zona tambahan dan berda di luar laut territorial
dimana suatu negara mempunyai kekuasaan terbatas untuk mencegah
pelanggaran terhadap peraturan bea cukai, fiscal, imigrasi dan kesehatan.
4. Landas Kontinen
Landas kontinen meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah
permukaan laut yang terletak diluar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan
alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga
jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut.
5. Zona Ekonomi Ekslusif ( ZEE )
ZEE adalah suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil dari garis pangkal.
Yurisdiksi yang dimiliki ZEE meliputi :
- Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan.
- Riset ilmiah kelautan.
- Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
6. Laut Lepas
Pada dasarnya, laut lepas tiak berlaku kedaulatan, hak berdaulat, yurisdiksi
negara. Laut lepas merupakan ras communis, yaitu laut yang terbuka dan bebas
bagi semua negara.
Beberapa kebebasan tersebut, yakni :
- Berlayar
- Penerbangan
- Memasang kabel dan pipa bawah laut
- Membangun Pulau buatan dan instalasi lainnya
65
- Menangkap ikan
- Riset ilmiah kelautan.
7. Kawasan
Kawasan adalah dasar laut dan dasar samudera serta tanah di bawahnya di luar
batas yurisdiksi nasional suatu negara. Di kawasan ini negara tidak mempunyai
kedaulatan atau hak berdaulat. Kawasan ini merupakan Warisan bersama umat
manusia.
2. Teori Koninuitas
3. Teori Kontiguitas
4. Teori Sector
5. Penemuan
6. Berdasarkan hak – hak historis.
Menghadapi banyaknya klaim tersebut, atas inisiatif Amerika Serikat, negara-
negara berkepentingan dengan antartica mengadakan Perjanjian Antartica 1959.
Prinsip yang mendasari Perjanjian Antartica :
1. Segala kegiatan yang dilakukan antartica hanya untuk maksu damai saja
( Pasal 1 ).
2. Berlakunya kebebasan untuk melakukan penelitian dan kerjasama ilmiah
di antartica ( Pasal 2 ).
3. Pemeliharaan lingkungan Antartica ( Pasal 9 )
Para pihak sepakat untuk bekerjasama dan setuju untuk tidak menggunakan
antartica untuk maksud militer. Perjanjian tersebut melarang segala percobaan
peledakan bom nuklir dan pembuangan sampah radioaktif. Perjanjianpun tidak
mengakui klaim-klaim terhadap kedaulatan antartica.
3. Rangkuman
Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dari suatu negara, artinya diatas
kedaulatan itu tidak ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi. Kedaulatan yang di miliki
suatu negara menunjukan bahwa suatu negara itu adalah merdeka atau tidak tunduk
pada kekuasaan negara lain.
Aspek kedaulatan meliputi:
1. Aspek internal, yaitu berupa kekuasaan tertinggi untuk mengatur segala
sesuatu yang ada atau yang terjadi di dalam batas-batas wilayahnya.
2. Aspek eksternal yaitu kekuasaan tertinggi untuk menggadakan hubungan
dengan anggota masyarakat internasional.
Kedaulatan teritorial juga berarti kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara
dalam melaksanakan jurisdiksi eksklusif di wilayahnya..Kedaulatan teritorial juga
berarti kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara dalam melaksanakan jurisdiksi
eksklusif di wilayahnya
J. G. Starke berpendapat, kedaulatan teritorial berarti bahwa di daerah
teritorial ini jurisdiksi dijalankan oleh negara itu atas orang-orang dan harta benda.
67
4. Tugas
Terkait dengan kedaulatan negara lalu jelaskanlah dalam bentuk tulisan ke-
dalam lembar kerja anda!
5. Evaluasi
1) Sebutkan kualifikasi negara yang akan diakui menurut Hukum Internasional!
2) Dalam Hukum Internasional, suatu kedaulatan dapat dipandang dari
perspektif intern dan ekstern, jelaskan!
3) Suatu kedaulatan dapat dipandang dari perspektif intern dan ekstern,
jelaskan!
6. Kunci jawaban
1) Sebutkan kualifikasi negara yang akan diakui menurut Hukum Internasional!
Negara yang akan diakui dengan memenuhi kualifikasi menurut hukum
internasional, di antaranya, efektivitas, regularitas, dan eksklusivitas.
2) Dalam Hukum Internasional, suatu kedaulatan dapat dipandang dari
perspektif intern dan ekstern, jelaskan dari sisi intern!
Dari sisi intern, kedaulatan dipandang sebagai kekuasaan negara dari teritori
atau batas-batas wilayahnya, artinya kedaulatan pada posisi dalam dari suatu
negara.
68
2. Materi Pembelajaran
suatu negara lain yang dilaksanakan di dalam wilayah negaranya. (Adolf, 2002, p.
184)
Jadi jurisdiksi merupakan refleksi atau pencerminan dari prinsip dasar
kedaulatan negara, kesamaan derajat dan tidak campur tangan dalam urusan dalam
negeri masing-masing. Pelaksanaan jurisdiksi meskipun didasarkan atas banyak
faktor, misalnya kebangsaan, namun penegakannya banyak ditentukan pada faktor
wilayah. Oleh sebab itu penting suatu negara memiliki wilayah dengan batas-batas
yang jelas, sebagaimana pendapat Mochtar Kusumaatmdja: “perlunya di tentukan
batas-batas wilayah suatu negara ialah untuk mengetahui sampai sejauh mana
kekuasaan suatu negara itu, karena kekuasaan suatu negara itu terbatas pada
batas-batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu, dan kekuasaan itu berakhir
dimana kekuasaan suatu negara lain dimulai” (Kusumaatmadja M. , Pengantar
Hukum Internasional, 1999, p. 14)
Jurisdiksi dapat dibedakan antara lain: (Bachtiar Hamzah; sulaiman Hamid,
1997, p. 75)
1. Jurisdiksi Perdata, yaitu kewenangan hukum pengadilan suatu negara
terhadap perkara-perkara yang menyangkut keperdataan, baik yang sifatnya
nasional, yaitu bila para pihak atau objek perkaranya melulu menyangkut
nasional; maupun yang bersifat internasional (perdata internasional) yaitu bila
para pihak atau objek perkaranya menyangkut unsur asing.
2. Jurisdiksi Pidana, yaitu kewenangan (hukum) pengadilan suatu negara
terhadap perkara-perkara yang menyangkut kepidanaan, baik yang
tersangkut di dalamnya unsur asing maupun nasional.
2.2. Hubungan antara Kedaulatan Negara dan jurisdiksi Negara
Yurisdiksi merupakan refleksi dari kedaulatan negara. Dari kedaulatan itu lah
diturunkan atau dilahir yurisdiksi negara. Dengan yurisdksi tersebut suatu negara
dapat mengatur secara lebih rinci dan jelas masalh-masalah yang dihadapinya,
sehingga aterwujud apa yang menjadi tujuan dari negara. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa hanya negara berdaulat yag dapat memiliki yurisdiksi menurut
hukum internasional. (Parthiana, 1990, p. 295)
2.3. Macam-Macam yurisdiksi Negara
Secara garis besar macam yurisdiksi negara dapat ditinjau berdasarkan pada
(Parthiana, 1990, pp. 298-328):
70
negara yang bersangkutan. Objek-objek yang dikecualikan dari jurisdiksi teritorial itu
adalah: (H.Bachtiar Hamzah: 1997: 82)
1. Kepala negara atau kepala pemerintahan dari negara asing, yang
sedang berada di suatu negara.
2. Staf diplomatik dan staf Konsuler dari negara asing yang di tempatkan
di suatu negara.
3. Angkatan bersenjata dari negara asing yang sedang menjalankan
tugas kenegaraan di suatu negara
4. Kepala dan staf dari lembaga-lembaga internasional yang bertugas
disuatu negara.
5. Gedung-gedung atau Kantor-kantor Perwakilan diplomatik negara
asing di suatu negara seperti misalnya, Kedutaan besar beserta
seluruh area yang di pergunakan bagi keperluan diplomatik tersebut.
6. Gedung-gedung atau Kantor-kantor pusat maupun Perwakilan dari
Lembaga-lembaga Internasional di suatu negara beserta arsip-
arsipnya.
7. Kapal-kapal dan Pesawat Udara publik milik negara asing yang sedang
berada di suatu negara.
3. Rangkuman
Jurisdiksi teritorial adalah Jurisdiksi suatu negara untuk mengatur,
menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang
ada atau terjadi di dalam batas-batas wilayahnya. Menurut prinsip jurisdiksi
teritorial, negara mempunyai jurisdiksi terhadap semua persoalan dan kejadian
di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling mapan dan penting
dalam hukum internasional. Menurut Hakim Lord Macmillan suatu negara
memiliki jurisdiksi terhadap semua orang, benda, perkara-perkara pidana atau
perdata dalam batas-batas wilayahnya sebagai pertanda bahwa negara tersebut
berdaulat.
4. Tugas
Terkait dengan jurisdiksi teritorial lalu jelaskanlah jurisdiksi di laut, udara dan
darat dalam bentuk tulisan ke-dalam lembar kerja anda!
5. Evaluasi
1). Sebutkan objek-objek yang dikecualikan dari jurisdiksi teritorial
73
2). Jelaskan hubungan antara yurisdiksi negara dengan asas kedaulatan negara!
3) Dalam jurisdiksi internasional, dikenal prinsip persamaan antarnegara, yang
mana mengakibatkan negara-negara tersebut memiliki beberapa ketentuan
khusus,sebutkan!
2. Materi Pembelajaran
Tanggung jawab ini terjadi jika suatu negara melanggara perjanjian atau
kontrak yang telah dibuatnya dengan negara lain dan pelanggaran itu
mengakibatkan kerugian terhadap negara lainnya.
c. Pertanggungjawaban Atas Hutang-Hutang Negara
Suatu negara tidak membayar hutang-hutang luar negeri berarti bahwa
negara tersebut tidak memenuhi kewajiban kontrak atau perjanjian hutang.
d. Pertanggungjawaban Atas Ekspropriasi
Yaitu pencabutan hak milik perorangan untuk kepentingan umum yang
disertai dengan pemberian ganti rugi
e. Pertanggungjawaban Atas Konsesi
Perjanjian konsesi antara negara dengan warga negara (korporasi asing)
dikenal dengan Clausula Alvo yang menetapkan bahwa penerima konsesi
melepaskan perlindungan pemerintahannya dalam sengketa yang timbul dari
perjanjian tersebut dan sengketa yang timbul itu harus di ajukan ke peradilan
nasional negara pemberi konsesi dan tunduk pada hukum nasional tersebut.
f. Pertanggungjawaban Atas Perbuatan Melawan Hukum (Delictual Liability)
Tanggung jawab perbuatan melawan hukum dapat lahir dari setiap kesalahan
atau kelalaian suatu negara terhadap orang asing di dalam wilayahnya atau
wilayah negara lain
2.3. Exhaustion of Local Remedies
Hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum diajukannya
suatu tuntutan ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa
(local remedies rule) yang tersedia atau yang diberikan oleh negara tersebut harus
terlebih dahulu di tempuh (exhausted).
Diterapkannya local remedies ini dimaksudkan ialah: (Bachtiar Hamzah;
sulaiman Hamid, 1997, p. 178)
1) untuk memberikan keempatan kepada negara pelanggar kewajiban
internasional untuk memperbaiki pelanggaran sesuai dengan caranya
sendiri menurut hukum nasionalnya sebagaimaa terlihat dalam kasus the
Interhandel Case tahun 1959 dan The Ambatielos Arbitration tahun 1956
2) untuk mengurangi jumlah tuntutan internasional yang mungkin;
3) menghormati kedaulatan negera-negara lain.
Ketentuan local remedies tidak berlaku dalam hal-hal sebagai berikut: (Adolf,
2002, pp. 277-279)
78
3. Rangkuman
Berdasarkan hukum internasional, suatu negara bertanggung jawab bilamana
suatu perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan
pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu
perjanjian internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Jadi
pertanggung jawaban Negara lahir kerena adanya kerugian yang diderita.
Pertanggung jawab negara muncul biasanya diakibatkan oleh pelanggaran
atas hukum internasional. Suatu negara dikatakan bertanggung jawab dalam hal
negara tersebut jika melakukan pelanggaran atas perjanjian internasional,
melanggar kedaulatan wilayah, menyerang negara lain, mencederai perwakilan
diplomatik negara lain, dan memperlakukan negara asing seenaknya
4. Tugas
Diskusikanlah dalam masing-masing kelompok belajar anda, terkait dengan
tanggungjawab negara lalu jelaskanlah dalam bentuk tulisan ke-dalam lembar kerja
kelompok anda!
5. Evaluasi
1. Tuliskan karakteristik timbulnya tanggung jawab negara dalam Hukum
Internasional!
2. Sebutkan macam-macam tanggung jawab negara dalam Hukum Internasional!
2. Materi Pembelajaran 13
2.1. Pengertian dan Batasan Suksesi
Secara harfiah, istilah Suksesi Negara (State Succession atau Succession of
State) berarti “penggantian atau pergantian negara”. Namun istilah penggantian
80
1. Penyerapan (absorption), yaitu suatu negara diserap oleh negara lain. Jadi
di sini terjadi penggabungan dua subjek hukum internasional. Contohnya,
penyerapan Kongo oleh Belgia tahun 1909.
2. Pemecahan (dismemberment), yaitu suatu negara terpecah-pecah menjadi
beberapa negara yang masing-masing berdiri sendiri. Dalam hal ini bisa
terjadi, negara yang lama lenyap sama sekali (contohnya, lenyapnya Uni
Soviet yang kini menjadi negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri)
atau negara yang lama masih ada tetapi wilayahnya berubah karena
sebagian wilayahnya terpecah-pecah menjadi sejumlah negara yang berdiri
sendiri (contohnya, Yugoslavia).
3. Kombinasi dari pemecahan dan penyerapan, yaitu satu negara pecah
menjadi beberapa bagian dan kemudian bagian-bagian itu lalu diserap oleh
negara atau negara-negara lain. Contohnya, pecahnya Polandia tahun 1795
yang beberapa pecahannya masing-masing diserap oleh Rusia, Austria, dan
Prusia.
4. Negara merdeka baru (newly independent states). Maksudnya adalah
beberapa wilayah yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah negara
lain atau berada di bawah jajahan kemudian memerdekakan diri menjadi
negara-negara yang berdaulat. Sebagai contoh ialah lahirnya negara-negara
baru sesudah Perang Dunia II, seperti Indonesia.
5. Bentuk-bentuk lainnya yang pada dasarnya merupakan penggabungan dua
atau lebih subjek hukum internasional (dalam arti negara) atau pemecahan
satu subjek hukum internasional (dalam arti negara) menjadi beberapa
negara.
Dalam perkembangannya Konvensi Wina 1978 tentang Suksesi Negara
Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian Internasional (Vienna Convention on
Succession of States in Respect of Treaties) menyebutkan 5 macam suksesi
negara, yaitu (H.Bachtiar Hamzah: 1997: 136
1. Apabila Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang dalam hubungan
internasional menjadi tanggung jawab negara itu kemudian berubah
menjadi bagian dari wilayah negara itu (Pasal 15).
2. Negara merdeka baru (newly independent state), yaitu bila negara
pengganti yang beberapa waktu sebelum terjadinya suksesi negara
merupakan wilayah yang tidak bebas yang dalam hubungan internasional
82
Pembedaan ini didasarkan pada bagian wilayah dari suatu negara yang
digantikan kedaulatannya. Universal Succesion terjadi apabila suatu negara secara
keseluruhan dicaplok oleh negara lain, baik karena ditaklukkan maupun karena
melebur diri ke dalam negara lain secara sukarela. Dapat juga terjadi suatu negara
pecah belah menjadi beberapa bagian yang masing-masing menjadi international
personality atau dicaplok semua oleh negara yang mengelilinginya.
Sedangkan Partial Succesion terjadi apabila sebagian dari pada wilayah
negara memisahkan diri dari kesatuan lewat revolusi dan menjdi international
personality sendiri sesudah mencapai kemerdekaannya. Cara lain terjadinya Partial
Succesion ialah terjadi kalau negara memperoleh sebagian dari wilayah negara lain
dengan cara sukarela dan dapat juga terjadi kalau negara yang berdaulat dan
merdeka penuh masuk ke dalam negara federal.
suatu sistem religious, politi, dengan sistem yang lain. Tujuan revolusi ialah untuk
merombak sacara radikal suatu susunan politik atau sosial di seluruh wilayah
negara,
ad.2. Perang
Perang dikaitkan dengan suksesi negara dimaksudkan untuk melihat
apabilla perang berakhir dengan kekalahan mutlak salah satu pihak bersengketa,
maka pihak yang menang perang menghadapi tiga pilihan, yakni: (Bachtiar Hamzah;
sulaiman Hamid, 1997, p. 144)
1) Menganeksasi wilayah negara yang dikalahkanya;
2) Pihak pemenang meninggalkan wilayah tersebut sebagai terranulius atau
wilayah yang tidak ada pemiliknya.
3) Pihak pemenang dapat menetapak suatu subjek internasional baru, baik
merdeka maupun tidak merdeka di atas wilayah tersebut.
Suksesi negara dapat terjadi tanpa melalui cara-cara kekerasan, yaitu cara-
cara damai. Cara-cara damai yang dimaksud disini ialah pergantan pemegang
kedaulatan atas wilayah baik eluru ataupun sebagian terjadi dengan kehendak dan
kesukarelaan negara yang digantikan kedaulatannya atas wilayah tersebut.
(Bachtiar Hamzah; sulaiman Hamid, 1997, pp. 144-145)
Studi terhadap sejumlah kasus yang berkaitan dengan persoalan ini menunjukkan
bahwa pada dasarnya negara pengganti (successor state) dianggap berkewajiban
untuk menghormati kontrak-kontrak semacam itu yang dibuat oleh negara yang
digantikan (predecessor state) dengan pihak pemegang konsesi (konsesionaris).
Artinya, kontrak-kontrak tersebut seharusnya dilanjutkan oleh negara pengganti
(successor state). Namun, bilamana demi kepentingan kesejahteraan negara
kontrak-kontrak tersebut dipandang perlu untuk diakhiri maka pemegang konsesi
harus diberikan hak untuk menuntut kompensasi atau ganti kerugian.
3. Suksesi negara dan hak-hak privat.
Mengenai hak-hak privat ini masalahnya adalah bagaimana akibat hukum dari
suksesi negara terhadap hak-hak privat yang diperoleh di bawah peraturan –
peraturan atau perundang-undangan nasional negara lama. Dalam hal ini, para
sarjana berpendapat bahwa hak-hak privat tersebut harus dihormati ataupun
dilindungi oleh negara pengganti. Kelanjutan dari hak-hak privat itu berlaku selama
perundang-undangan baru dari successor state tidak menyatakan lain (misalnya
mengubah atau menghapusnya). Pengubahan atau penghapusan terhadap hak-hak
privat yang diperoleh berdasarkan hukum predecessor state itu tidak boleh
bertentangan dengan atau melanggar kewajiban-kewajiban internasional dari
successor state, terutama mengenai perlindungan diplomatik. Berhubung hak-hak
privat itu jenisnya bermacam-macam, maka prinsip-prinsip dasar sebagaimana
disebutkan di atas perlu dirumuskan secara sendiri-sendiri. Dengan kata lain,
pemecahannya bersifat kasuistis.
4. Suksesi negara dan tuntutan-tuntutan terhadap perbuatan melawan
hukum.
Persoalan utama dalam hubungan ini adalah, apakah successor state wajib
menerima tanggung jawab yang timbul karena perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh predecessor state? Dalam kaitan ini para sarjana sependapat bahwa
successor state tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab yang timbul
akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh predecessor state.
5. Suksesi negara dan pengakuan.
Dalam hubungannya dengan pengakuan, yang menjadi masalah adalah,
apakah dalam hal terjadi suksesi negara pengakuan yang pernah diberikan oleh
suatu negara kepada negara yang mengalami suksesi itu juga berakhir? Dalam hal
ini, yang menentukan adalah sifat atau jenis suksesi negara tersebut. Bilamana
85
suksesi negara itu bersifat universal, yang berarti hilangnya identitas internasional
dari negara yang bersangkutan, maka pengakuan itu otomatis gugur. Sedangkan
bila suksesi itu bersifat parsial, yang berarti negara yang lama (predecessor state)
tidak kehilangan identitas internasionalnya, maka dalam hal ini berlaku “asas
kontinyuitas negara” (continuity of state principle). Artinya, pengakuan yang pernah
diberikan itu tetap berlaku. Namun, bilamana negara yang memberikan pengakuan
tadi tidak lagi memandang negara yang pernah diberi pengakuan itu memenuhi
syarat negara menurut hukum internasional, maka pengakuan itu dapat ditarik
kembali. Pada umumnya, jika itu terjadi, penarikan kembali pengakuan itu tidak
dilakukan secara tegas.
6. Suksesi negara dan hutang-hutang negara.
Yang menjadi masalah dalam hubungan ini adalah apakah negara pengganti
(successor state) berkewajiban untuk menerima tanggung jawab atas hutang-hutang
negara yang ditinggalkan oleh negara yang digantikan (predecessor state). Dalam
hubungan ini tidak terdapat kesamaan pendapat di kalangan para sarjana maupun
praktik negara-negara dan sifatnya sangat kasuistis. Pedomannya adalah sebagai
berikut :
a. Jika hutang-hutang tersebut dipergunakan untuk kepentingan atau
kemanfaatan wilayah yang digantikannya, maka successor state
dipandang berkewajiban untuk menerima tanggung jawab atas hutang-
hutang tersebut. Sebaliknya, jika manfaat hutang-hutang tersebut
ternyata hanya dinikmati oleh golongan-golongan masyarakat tertentu
yang memegang kekuasaan pada saat itu maka successor state tidak
dianggap berkewajiban untuk menerima tanggung jawab atas hutang-
hutang tersebut.
b. Successor state juga dipandang tidak bertanggung jawab atas hutang-
hutang predecessor state yang digunakan untuk membiayai perang
melawan successor state atau maksud-maksud yang bermusuhan
dengan successor state sebelum terjadinya suksesi negara.
c. Dalam hal suksesi negara itu berupa terpecah-pecahnya satu negara
menjadi beberapa bagian yang kemudian bagian-bagian itu masing-
masing menjadi negara yang berdiri sendiri, successor states dipandang
berkewajiban untuk bertanggung jawab atas hutang-hutang itu secara
proporsional menurut suatu metode distribusi yang adil.
86
d. Dalam hal suksesi negara itu bersifat parsial, maka successor state yang
menggantikan wilayah yang terlepas itu dipandang berkewajiban untuk
menanggung hutang-hutang lokal atas wilayah yang bersangkutan.
7. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Keanggotaan Pada
OrganisasiInternasional
Terpecanya Uni soviet membentuk tiga negara Baltik, Georgia dan 11negara
lainnya. Yang mana 11 negara ini membentuk Perserikatan Negara-Negara
Merdeka pada 21 desember 1991. Sebelum terpecahnya Uni Soviet, Bylorusia dan
Ukraina telah membentuk federasi dengan Uni Soviet. Saat pembentukan PBB
dengan kepiawaian diplomasinya Uni Soviet berhasil mengajukan kedua negara itu
memperoleh kursi sebagai anggota PBB. Kedua “negara” ini mendapat hak dan
kedudukan yang sama dengan anggota PBB yang lain. Berbeda dengan negara
Republik Federal lainnya yang bukan anggota PBB. Setelah terjadi suksesi negara
di mana Uni Soviet sebagai predecessor sudah tidak ada lagi, Republik Rusia diakui
sebagai pewaris yang sah dari Uni Soviet. Akhirnya Rusia mewarisi kursi Uni Soviet
sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Bylorusia dan Ukraina juga
tetap bisa melanjutkan keanggotaannya di PBB. Adapun 3 negara Baltik dan 9
negara lainnya harus mendaftar diri sebagai anggota PBB
3. Rangkuman
Suksesi negara (succession of states) mempunyai pengertian yang berbeda
dengan suksesi pemerintahan (governmental succession), baik pada fakta maupun
kenyataan ketika terjadi suksesi (factual succession) maupun pada akibat hukumnya
(legal succession). Pada hakekatnya masalah suksesi pemerintahan negara
(governmental succession) kurang mendapat perhatian dari para ahli hukum
internasional, karena dipandang kurang urgen bila dibandingkan dengan masalah
suksesi negara. Karena pada suksesi pemerintahan, unsur negaranya masih tetap
ada walaupun struktur dan organisasi dari pemerintahan negara tersebut telah
berubah dan juga negara itu masih tetap berlanjut, hak-hak dan kewajiban negara itu
masih terus berlanjut sesuai dengan prinsip kontiunitas negara. Misalnya suatu
negara berubah bentuk dari bentuk kerajaan menjadi republik atau sebaliknya, atau
kepala negara yang satu digantikan oleh kepala negara lainnya, perubahan
pemerintahan dimaksud tidak mempengaruhi kesinambungan atau identitas negara
87
yang dimaksud sebagi subjek hukum internasional (forma regimis nutata non
mutatar ipsa civitas).
Identitas internasional negara tersebutlah yang membedakan antara suksesi
negara dengan suksesi pemerintahan, yakni pada suksesi negara ( yang universal)
terjadi perubahan identitas internasional negara tersebut, sedangkan pada suksesi
pemerintahan tidak terjadi perubahan identitas internasional negara yang
bersangkutan.
4. Tugas
Diskusikanlah dalam masing-masing kelompok belajar anda, terkait dengan
suksesi lalu jelaskanlah dalam bentuk tulisan ke-dalam lembar kerja kelompok
anda!
5. Evaluasi
1). Dalam praktik hukum internasional, dikenal dua bentuk suksesi hegara,
tuliskan perbedaan keduannya.
2). Jelaskan suksesi dalam hukum internasional
3). Bagaimana pengaruh suksesi negara terhadap hutang-hutang negara?
4). Sebutkan pengertian suksesi menurut Konvensi Wina 1978.
IV
PENUTUP
Sajian materi dalam modul ini meliputi materi yang menjelaskan konsep dan
teori dasar hukum internasional secara umum, serta yang secara khusus berkaitan
dengan aspek-aspek negara dalam hukum internasional.
Materi ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan acuan dalam proses
pemecahan berbagai masalah dalam hubungan–hubungan internasional yang
melibatkan subjek hukum internasional yaitu negara dengan negara, negara dengan
subjek hukum internasional bukan negara dan subjek hukum internasional yang
bukan negara satu denga yang lainnya.
Semoga materi ini bermanfaat untuk mendukung kelancaran proses
pembelajaran dalam mata kuliah Hukum Internasional pada Fakultas Hukum.
88
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar Hamzah & Sulaiman Hamid, 1997, Hukum Internasional II, USU Press,
Medan.
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Global, Alumni, Bandung, 2000.
GPH. Haryo Mataram, 1994, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Solo, UNS
Press.
Huala Adolf, 2002,Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
I Wayan Parthiana, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung.
Levina Yustitianingtyas, “Masyarakat dan Hukum Internasional (Tinjauan Yuridis
Terhadap Perubahan-Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Sosial Dalam
Masyarakat Internasional”, Jurnal Prespektif, 2015.
Mochtar Kusumaatmadja, 1999, Pengantar hukum Internasional, Putra A Bardin.
Bandung.
Martin Dixon, 2000, Texbook on International Law, Blackstone Press Limited
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar hukum Internasional, Putra A Bardin. Bandung,
1999
Rosalyn Higgins, 1994, Problem and Proces: International Law and How We Use It,
Osford : Clarendon Press
Rebecca M.M Wallace, 1993, Hukum Internasional, diterjemahkan oleh Baambang
Arumanandi, IKIP Semarang Press, Semarang.
Sefriani, 2014, Hukum Internasional Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Shaw, M.N., 1986, International Law, Butterworths, 2nd.ed
Tasrif, S, 1990, Hukum Internasional Tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktik,
Jakarta, Abardin.