Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN DAN ARBITRASE


ASING DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:

LUSI ARIANTI

AMELIA AMANDA

NURLIA SAKINAH

PRODI :HUKUM PIDANA

ISLAM DOSEN : SAPARUDIN,

M.H

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (

STAI ) TAHUN AKADEMIK

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk,
rahmat, dan hidayah nya serta kasih sayang nya sehingga dalam penyusunan
makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Sholawat dan salam untuk Nabi
Muhammad SAW yang telah berjasa membawa agama Allah untuk seluruh
manusia sebagai pedoman untuk berbuat sesuai dengan prinsip Syariah Islamiyah.

Secara khusus, makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas dari Bapak
dosen SAPARUDIN, M.H dengan judul “Pelaksanaan Putusan Pengadilan
dan Arbitrase Asing Di Indonesia”secara umum makalah ini kami susun untuk
memberi kan pemahaman mengenai Hukum pidana internasiona, hak asasi
manusia,maupun humaniter yang ketiga unsur tersebut mempunyai
keterkaitanyang sangat erat.

Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih kurang begitu sempurna


maka dari itu saya mohon maaf sebesar besar nya karna saya juga masih dalam
proses pembelajaran. Untuk kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujun...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Praktek Pelaksanaan Pengadilan Asing di Indonesia............................3


B. Pengakuan dan Pelaksanaan.....................................................................4
C. Praktek Pelaksanaan Arbitrase Asing di Indonesia...............................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan peraturan perundang-undangan sebagai ketentuan hukum yang
mengatur tata kehidupan semua aspek kehidupan sangatlah penting agar
kehidupan didalam masyarakat berjalan dengan tertib dan teratur serta aman,
bahkan juga agar ada perlindungan hukum bagi pihak –pihak yang melakukan
hubungan hukum di bidang kegiatan ekonomi.
Perkembangan ekonomi di indonesia di setiap periode mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Mulai tahun 1967 terutama setelah
diundangkannya UU nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan
UU penanaman modal dalam negeri tahun 1968 telah membuka perekonomian
indonesia bagi penanaman modal dan teknologi asing.
Dengan masuknya penanman modal dan peknologi asing ke indonesia,
makasejak itu pula terjadi hubungan hukum dibidang perjanjian kontrak
internasional yang juga akan melibatkan para pihak dari dalam dan dari luar
negeri.para pihak dalam membuat kontrak atau perjanjian diberikan kebebasan
untuk memilih baik hukum maupun forum tempat penyelesaian bila terjadi
sengketa. Mengenai tempat atau forum penyelesaian sengketa,para pihakdiberi
kebebasan untukmemilih forum pengadilan atau forum diluar pengadilan. Hal
tersebut sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terdapat di dalam pasal
1338 KUHperdata.

1
Mengenai pemilihan forum penyelesaian sengketa di indonesia sebenarnya
telah berkembang didalam masyarakat hukum adat yang telah secara turun –
temurun . biasanya pilihan forum yang di lakukan oleh masyarakat hukumadat
bertujuan sebagai salh satu untuk mendamaikan para pihak yang berselisih dengan
meminta bantuan pihak ketiga.

Pilihan forum arbitrase baru berkembang di indonesia setelah adanya


pemerintahan hindia belanda. Perkembangan pilihan forum ini di awali dengan
dikeluarkannya peraturan didalam hukum acara perdata pasal 615 sampai dengan
pasal 651, didalam HIR /reglemen indonesia yang di perbaharui pasal 377dan
pasal 705 berita acara untuk luar jawa dan madura.
Dalam keputusan badan arbitrase sifatnya adalah final da mengikat, dalam
arbitrase tidak dikenal ada banding maupun kasasi yang emrupakan atau sebagai
tandingan terhadap keputusan arbitrase yang dikeluarkan.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Praktek Pelaksanaan Pengadilan Asing Di Indonesia ?
2. Bagaimana Pengakuan dan Pelaksanaanya ?
3. Bagaimana Praktek Pelaksanaan Arbitrase Asing Di Indonesia ?

B. Tujuan Makalah
1. Mengetahui dan memahami pengadilan asing.
2. Mengetahui dan memahami arbitrase asing

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Praktek Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing Di Indonesia

Yurisdiksi pengadilan di dalam HPI merupakan kekuasaan dan kewenangan


pengadilan untuk memeriksa dan menentukan suatu permasalahan yang
dimintakan kepadanya untuk diputuskan dalam setiap kasus yang melibatkan
paling tidak satu elemen hukum asing yang relevan.

Untuk menjalankan yurisdiksi yang diakui secara internasional, pengadilan


suatu negara (provinsi atau negara bagian dalam sistem hukum negara federal)
harus mempunyai kaitan tertentu dengan para pihak atau harta kekayaan yang
dipersengketakan.1

Pihak asing dalam penentuan klausula tersebut umumnya lebih menhendaki


hukum negara merekalah yang digunakan untuk pelaksanaan dan penafsiran
kontrak tersebut. Misalnya dalam salah satu kontrak yang dibuat oleh Pertamina
dengan pihak pengusaha asing, seperti LNG Sales Contract tanggal 3 Desember
1973, pasal 12 menyebutkan : ‘This contract shall be governed by and intepreted
in accordance with the law of New York, United States of America’..2

Pihak asing cenderung memilih forum peradilan atau hakim negara mereka
sendiri, seperti contoh di atas maka hukum dan pengadilan yang dipilih adalah
hukum dan badan-badan peradilan negara Bagian New York.

1
Ridwan Khairandy, op cit, h. 141.
2
Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Alumni, Bandung,
1983, h. 59.

3
B. Pengakuan dan Pelaksanaan

Istilah pelaksanaan (enforcement) harus dibedakan dengan istilah pengakuan


(recognition). Menurut Sudargo Gautama, pengakuan tidak begitu mendalam
akibatnya daripada pelaksanaan. Melaksanakan keputusan meminta lebih banyak,
seperti tindakan-tindakan aktif dari instansi tertentu yang berkaitan dengan
peradilan dan administratif, terhadap pengakuan tidak diperlukan atau diharapkan
tindakan demikian itu. Oleh karena itu menurut Prof Sudargo kiranya mudah
dimengerti mengapa orang bisa lebih mudah sampai pada pengakuan keputusan
yang diucapkan di luar negeri daripada melaksanakannya.

Asas yang menyatakan bahwa putusan-putusan badan peradilan suatu


negara tidak dapat dilaksanakan di wilayah negara lain sudah sejak lama dianut
oleh banyak negara, terutama negara-negara yang mempunyai ‘power’ lebih besar
dari negara lain. Putusan hakim suatu negara hanya dapat dilaksanakan diwilayah
negaranya saja.3

Di Indonesia berlaku ketentuan bahwa putusan hakim asing tidak dapat


dilaksanakan di wilayah Indonesia.4Putusan hakim asing tidak bisa dianggap sama
dan sederajat dengan putusan hakim Indonesia sendiri yang dapat dilaksanakan di
Indonesia. Ketentuan tersebut di atas erat kaitannya dengan prinsip kedaulatan
teritorial (principle of territorial sovereignity) di mana berdasar asas ini putusan
hakim asing tidak bisa secara langsung dilaksanakan di wilayah negara lain atas
kekuatannya sendiri.

3
Sudargo Gautama, Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung,
1985, (selanjutnya disebut Sudargo Gautama III), h. 281.
4
pasal 436 Reglement op de Rechtsvordering (R.V.) dan pelaksanaan HIR (Herziend
Inlands Reglement)
4
Namun demikian hal ini tidak berarti semua putusan hakim asing tertutup
sama sekali kemungkinannya untuk dilaksanakan di Indonesia. Putusan asing
mungkin saja dilaksanakan di Indonesia bila Indonesia telah menandatangani
perjanjian-perjanjian Internasional mengenai pelaksanaan putusan hukim asing.
Dengan Perjanjian Internasional itu putusan hakim asing dapat dilaksanakan di
Indonesia, sebaliknya putusan hakim Indonesia pun dapat dilaksanakan di wilayah
negara yang turut serta dalam perjanjian tersebut. Hanya saja, Indonesia hingga
kinibelum pernah menandatangani atau turut serta dalam perjanjian sebagaimana
yangdimaksud.

Sehubungan dengan pelaksanaan putusan hakim asing ini, kiranya perlu


dibedakan macam-macam putusan hakim, seperti putusan hakim yang bersifat
menghukum (comdemnatoir), putusan-putusan yang bersifat deklaratif,
putusanputusan mengenai status personal atau termasuk hukum keluarga, putusan-
putusan yang menyangkut status orang di bidang finansial, seperti kepailitan.

Putusan semacam ini hanya menciptakan hak dan kewajiban bagi orangorang
yang bersangkutan dalam hubungan tertentu. Putusan-putusan semacam ini tentu
mudah diakui di luar negeri, kalaupun diperlukan pelaksanaan tidaklah banyak
menimbulkan persoalan, misalnya hakim asing telah memutuskan perubahan
status seorang anak, maka daftar Catatan Sipil di Indonesia dapat diadakan
perubahan c.q. berdasarkan putusan hakim tersebut.5

Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III, Bagian 2 (Buku 8),
5

Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut Sudargo Gautama V), h. 282-284.

5
Ada beberapa asas dasar pengakuan putusan hakim asing, yakni:

1. Prinsip penghargaan. Hal ini mempunyai hubungan yang


sangat erat dengan asas timbal balik (reciprocity), juga
perwujudan saling pengertian dan persahabatan antar negara
untuk menghormati sistem hukum negara lain dan hak-hak
yang timbul dari padanya.
2. Pengakuan terhadap hak-hak yang telah diperoleh. Hal ini
berdasarkan pemikiran hak para pihak yang diperoleh atau
diakui oleh putusan hakim asing yang selayaknya
dipertahankan pelaksanaannya di negara lain.
3. Teori kewajiban, bahwa putusan hakim asing wajib ditaati
oleh para pihak, dan harus dilaksanakan di manapun para
pihak berada.

Putusan hakim asing tidak dapat dilaksanakan apabila:

1. Putusan diperoleh melalui kecurangan;


2. Putusan hakim asing bertentangan dengan ketertiban umum;
3. Putusan hakim asing bertentangan dengan prinsip keadilan;
4. Pengadilan asing tidak memiliki yurisdiksi terhadap kasus
yang diperiksa.6

6
Yulia.Hukum Perdata Internasional,Sulawesi,2016,hal.152

6
C. Praktek Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing Di Indonesia

Dengan dikeluarkannya UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase Alternatif


Penyelesaian Sengketa, maka pengaturan tentang pelaksanaan putusan arbitrase
nasional yang diselenggarakan secara institusional oleh BANI yang diatur dalam
Anggaran Dasar BANI maupun Peraturan Prosedur BANI tidak berlaku lagi
sepanjang telah diatur dalam UU No. 30 tahun 1999. Dalam waktu paling lama 30
hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan autentik
putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan di Pengadilan Negeri. Putusan
Arbitrase adalah bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak. Dalam hal putusan tersebut tidak dilaksanakan secara
sukarela, pelaksanaan putusan dilakukan melalui perintah Ketua Pengadilan
Negeri atas permohonan salah satu pihak.

Putusan pelaksanaan diberikan waktu paling lama 30 hari sejak permohonan


eksekusi. Dalam kaitannya dengan perintah pelaksanaan eksekusi, Ketua
Pengadilan Negeri tidak berwenang menilai isi maupun pertimbangan-
pertimbangan putusan arbitrase. Ia hanya dibolehkan menolak untuk memberikan
perintah pelaksanaan atas pertimbangan bahwa putusan arbitrase telah melanggar
ketertiban umum. Perintah pelaksanaan eksekusi akan dituliskan pada lembar asli
dan salinan autentik putusan arbitrase.Khusus mengenai pelaksanaan putusan
arbitrase asing di Indonesia didasarkan kepada Konvensi New York tahun 1958
yang dikenal sebagai New York tentang Convention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Awards atau pengakuan dan Pelaksanaan
Putusan- putusan Arbitrase Asing yang disahkan melalui Kepres No. 34 tahun
1981.

7
Dalam pemberlakuan konvensi tersebut di atas, melalui Kepres No. 34 tahun
1981, pemerintah Indonesia mengadakan pembatasan berdasarkan asas
resiprositas. Pengakuan pelaksanaan putusan hanya diberikan pada putusan-
putusan arbitrase yang dibuat di wilayah negara-negara lain. Pembatasan
selanjutnya ialah bahwa konvensi tersebut hanya diperlakukan atas sengketa-
sengketa yang timbul dari hubungan hukum yang lahir secara kontraktualatau
bukan kontraktual yang dianggap sebagai komersial menurut hukum indonesia.7

Selanjutnya ditegaskan bahwa putusan arbitrase yang digunakan dalam


konvensi ini tidak hanya meliputi putusan yang dibuat para arbiter yang diangkat
untuk setiap kasus saja, tetapi mencakup juga putusan dari badan arbitrase
permanen. Dalam pasal 3 diatur mengenai prosedur pelaksanaan, dengan
mengemukakan bahwa setiap negara peserta akan mengakui putusan arbitrase
sebagai mengikat danmelaksanakannya sesuai dengan aturan-aturan hukum acara
yang berlaku dalam wilayah di mana putusan arbitrase tersebut dimohon
pelaksanaannya.

Dalam pengajuan permohonan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase


asing, pihak yang memohon hanya diminta menyerahkan asli atau copy yang
secara resmi telah disahkan dan asli perjanjian arbitrase atau copy yang disahkan
Konvensi membuka kemungkinan untuk menolak pelaksanaan suatu putusan
arbitrase asing,

7
Dr. Tineke Lonis tuegeh Longdong, SH, MH, Asas Ketertiban Umum Dan
Konvensi New York 1958, Penerbit Citra Aditya Bak ti, Bandung, 1998, hal. 26

8
dalam hal-hal berikut :8

1. Perjanjian arbitrase yang dibuat tidak sah (invalid).


2. Satu pihak tidak memperoleh kesempatan untuk melakukan pembelaan,
sehingga putusan arbitrase bersangkutan dianggap telah diperoleh secara
tidak wajar.
3. Putusan arbitrase yang bersangkutan tidak sesuai dengan penugasan yang
diberikan.
4. Pengangkatan para arbiter atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan
perjanjian antara para pihak.
5. Putusan arbitrase bersangkutan belum mengikat para pihak, atau telah
dikesampingkan di negara dimana putusan tersebut dibuat.

Pada umumnya setiap negara anggota Konvensi New York 1958 harus
mengakui bahwa putusan arbitrase asing sebagai putusan yang mengikat dan oleh
karenanya mempunyai daya eksekusi bagi para pihak.9 Namun dalam beberapa
putusan arbitrase asing ada yang tidak dapat dilaksanakan atau ditolak maupun
dibatalkan oleh pengadilan di negara tempat arbitrase dimohonkan pengakuan dan
pelaksanaannya.

Berdasarkan Undang-Undang Arbitrase, wewenang menangani masalah


pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional berada pada
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Adapun syarat-syarat putusan arbitrase
internasional yang diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia diatur dalam pasal
66, yaitu:

8
Erman Rajagukguk, Keputusan Arbitrase Asing Mulai Dapat Dilaksanakan di
Indonesia, Suara Pembaharuan, 7 Juni 1990.
9
Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, hlm. 130.

9
1. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis
arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada
perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pangakuan
dan palaksanaan putusan Arbitrase Internasional.
2. Putusan Arbitrase Internasional terbatas pada putusan yang menurut
ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum
perdagangan.
3. Putusan Abitrase Internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia
terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
4. Putusan Abitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah
memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakart Pusat.
5. Putusan Arbitrase Internasional yang menyangkut Indonesia sebagai salah
satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh
eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya
dilimpahkan kepada PN Jakarta Pusat.10

Melalui UU no. 30 tahun 1 999 ditetapkan bahwa yang berwenang menangani


pengakuan pelaksanaan putusan arbitrase asing adalah Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Permohonan pelaksanaan putusan dilakukan setelah putusan diserahkan dan
didaftarkan di Pengadilan NegeriJakarta Pusat, dengan melampirkan : (1)
Permohonan pelaksanaan putusan harus disertai dengan lembar asli atau salinan
otentik putusan arbitrase internasional dan naskah terjemahan resminya dalam
bahasa Indonesia, (2) Dilengkapi juga dengan lembar asli atau salinan otentik
perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase,

10
Hikmah Mutiara,Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase Asing di Indonesia, Jurnal Hukum
Internasional,vol 5 nomor 2 Januari 2008,hal.325

1
(3) Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara
tempat putusan arbitrase internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan
bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun
multilateral11

Akan tetapi dapat dilihat bahwa Mahkamah Agung berpendapat bahwa


putusan arbitrase asing tidak dapat dilaksanakan di Indonesia disebabkan belum
adanya peraturanpelaksanaannya walaupun sudah ada Kepres No. 34 tahun 1 981 .
Menurut Mahkamah Agung, bahwa selanjutnya Kepres No. 34 tahun 1 981 sesuai
dengan praktek hukum yangmasih berlaku harus ada peraturan pelaksanaannya
tentang apakah permohonan eksekusi putusan hakim arbitrase dapat diajukan
langsung pada Pengadilan Negeri, kepada Pengadilan Negeri yang mana, ataukah
permohonan eksekusi diajukan melalui Mahkamah Agung.

Perbedaan sikap ini pada dasarnya menyangkut pengertian konvensi yang


bersifat self executing yang berbeda dengan konvensi yang bersifat non self
executing. Konvensi yang bersifat self executing tidak memerlukan suatu tindakan
perundang-undangan untuk dapat berlaku dalam suasana tata hukum nasional,
berbeda dengan konvensi yang bersifat non self executing yang memerlukannya.
Bersumber pada kekuatannya sendiri, suatu konvensi internasional yang self
executing memberlakukan dirinya sebagai bagian dari tata hukum nasional suatu
negara peserta. Perjanjian internasional yang self executing merupakan suatu
bentuk dari perundang-undangan internasional.

11
Safrina, Peranan Pengadilan dalam Pelaksanaan Putusan Arbritase Internasional, Kanun
Jurnal Ilmu Hukum, No. 53 April, 2011 hal.143

1
Putusan arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat, sehingga
Ketua Pengadilan Negeri tidak diperkenankan untuk memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan arbitrase nasional. Kewenangan memeriksa yang
dipunyai Ketua Pengadilan Negeri, terbatas secara formal terhadap putusan
arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Pasal62 ayat
(2) Undang-Undang Arbitrasemenyatakanbahwa:
"KetuaPengadilan Negeri sebelum memberikan perintah pelaksanaan,
memeriha terlebih dahulu apakahputusan arbitrase memenuhi Pasal 4
dan Pasal 5, serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum".

Dalam rangka itu, Ketua Pengadilan Negeri berhak menolak permohonan,


pelaksanaan eksekusi terhadap putusan arbitrase nasional yang dimohonkan dan
terhadap putusan penolakan eksekusi yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri
tersebut tidak terbuka upaya hukum apa pun.12

12
Susanto Heri,Pelaksanaan Putusan Arbitrase di Indonesia,Jurnal 2007,hal.93

1
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan :

1. Yurisdiksi pengadilan di dalam HPI merupakan kekuasaan dan


kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan menentukan suatu
permasalahan yang dimintakan kepadanya untuk diputuskan dalam setiap
kasus yang melibatkan paling tidak satu elemen hukum asing yang
relevan.
2. Istilah pelaksanaan (enforcement) harus dibedakan dengan istilah
pengakuan(recognition). Menurut Sudargo Gautama, pengakuan tidak
begitu mendalam akibatnya daripada pelaksanaan. Melaksanakan
keputusan meminta lebih banyak,seperti tindakan-tindakan aktif dari
instansi tertentu yang berkaitan dengan peradilan dan administratif,
terhadap pengakuan tidak diperlukan atau diharapkan tindakan demikian
itu. Oleh karena itu menurut Prof Sudargo kiranya mudah dimengerti
mengapa orang bisa lebih mudah sampai pada pengakuan keputusan yang
diucapkan di luar negeri daripada melaksanakannya.
3. Melalui UU no. 30 tahun 1 999 ditetapkan bahwa yang berwenang
menangani pengakuan pelaksanaan putusan arbitrase asing adalah
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan pelaksanaan putusan
dilakukan setelah putusan diserahkan dan didaftarkan di Pengadilan
NegeriJakarta Pusat, dengan melampirkan : (1) Permohonan pelaksanaan
putusan harus disertai dengan lembar asli atau salinan otentik putusan
arbitrase internasional dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa
Indonesia, (2) Dilengkapi juga dengan lembar asli atau salinan otentik
perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase,

1
(3) Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara
tempat putusan arbitrase internasional tersebut ditetapkan, yang
menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral.

B. Saran

Penulis menyarankan, perlunya pembelajaran serius dan lebih mendalam


terkait Hukum Pidana Islam terlebih mengenai praperadilan. Sehingga tidak ada
lagi kesalahan persepsi dalam mengartikan, terlebih bagi kita sekalian selaku
mahasiswa perguruan tinggi Islam yang digadang-gadang sebagai calon penerus
bangsa yang lebih unggul dalam bidang semestinya dan seharusnya tahu
mengenai haltersebut.

Penulis juga menyarankan kepada masyarakat luas untuk turut mempelajari


atas materi yang ada. Dan makalah ini kami akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki masih sangat kurang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Erman Rajagukguk, SH, Penerapan Konvensi New York 1 958, Navigation


Maritime Bulgare v PT. Nizwar, Hukum Dan Pembangunan No. 2 tahun
XVI, April 1 986.

Sudargo Gautama, Prof. Mr. Dr, Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di


Indonesia, Penerbit PT. Eresco Bandung, 1 989.

Pasal 436 Reglement op de Rechtsvordering (R.V.) dan pelaksanaan


HIR(HerziendInlands Reglement)

Yulia.Hukum Perdata Internasional,Sulawesi,2016,

Dr. Tineke Lonis tuegeh Longdong, SH, MH, Asas Ketertiban Umum Dan
Konvensi New York 1958, Penerbit Citra Aditya Bak ti, Bandung, 1998

Erman Rajagukguk, Keputusan Arbitrase Asing Mulai Dapat Dilaksanakan


diIndonesia, Suara Pembaharuan, 7 Juni 1990.

Gunawan Wijaya & Ahmad Yani,

Hikmah Mutiara,Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase Asing di Indonesia, Jurnal


Hukum Internasional,vol 5 nomor 2 Januari 2008

Safrina, Peranan Pengadilan dalam Pelaksanaan Putusan Arbritase


Internasional, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 53 April,
2011

Anda mungkin juga menyukai