Anda di halaman 1dari 3

TEST FORMATIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

NAMA : Nakanara Dresselie Rahmanto


NPM : 6052001104
KELAS :A
DOSEN : Grace Juanita, S.H., M.Kn.

1. Dalam Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Hukum Perjanjian


Internasional merupakan salah satu mata kuliah yang wajib untuk ditempuh oleh seluruh
mahasiswa Fakultas Hukum UNPAR. Tentunya hal tersebut bukan tanpa alasan. Seperti yang
kita ketahui secara empiris bahwa, Hukum Internasional sangat berkembang dalam adanya
globalisasi ini. Dengan banyak nya hubungan-hubungan kerjasama bilateral maupun
multilateral antar negara maupun dengan organisasi internasional yang seiring
berkembangnya waktu terus meningkat. Hal tersebut mengakibatkan bahwa kebiasaan
internasional yang awalnya menjadi dasar hukum negara dalam melakukan kerjasama,
menjadi munculnya perjanjian internasional yang dikatakan dapat lebih memberikan
kepastian hukum. Atas dasar latar belakang tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa penting
untuk mempelajari Hukum Perjanjian Internasional untuk dapat menganalisis maupun
memahami secara komprehensif mengenai perjanjian-perjanjian Internasional yang
berkembang di dunia maupun yang diratifikasi oleh Indonesia. Mengetahui juga, fakta bahwa
Indonesia telah melakukan banyak perjanjian internasional yang telah di ratifikasi dan
menjadi sumber hukum yang mengikat di Indonesia. Maka dari itu, hal mata kuliah Hukum
Perjanjian Internasional dapat menjadi bekal bagi Mahasiswa Fakultas Hukum UNPAR untuk
mengikuti perkembangan Perjanjian Internasional.

2. Seiring berkembangnya masyarakat Hukum Internasional, maka sumber hukum dari


Hukum Internasional pun juga mengalami perkembangan. Seperti berkembangnya salah satu
sumber hukum yang dijadikan rujukan bagi negara untuk melakukan kerjasama yaitu
Perjanjian Internasional. Melihat pengertian Perjanjian Internasional dalam article 2 huruf a
Konvensi Wina 1969 disebutkan bahwa “perjanjian” berarti suatu persetujuan internasional
yang dibuat antara Negara-negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional,
baik yang diwujudkan dalam satu instrumen tunggal atau dalam dua atau lebih instrumen
terkait dan apapun sebutan khususnya. Sedangkan Menurut Dr. B. Schwarzenberger,
perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional
yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Maka
dari itu dapat dikatakan bahwa Perjanjian Internasional merupakan salah satu dasar untuk
subjek hukum internasional melakukan persetujuan mengenai suatu substansi yang akan
disepakati.
Lahirnya Perjanjian Internasional sendiri merupakan perkembangan dari Hukum
Kebiasaan Internasional, yang dikatakan lebih dapat memberikan kepastian hukum terhadap
kerjasama-kerjasama bilateral maupun multilateral yang dilakukan para subjek hukum
Internasional. Tetapi dengan adanya perjanjian internasional tidak menghilangkan kebiasaan
internasional, hanya saja Perjanjian Internasional dewasa ini lebih sering digunakan karena
lebih menjelaskan hubungan hukum yang berisi hak dan kewajiban antar para pihak lebih
jelas.

3. Istilah atau penamaan dalam suatu Perjanjian Internasional memiliki banyak


keberagaman dalam penamaan, seperti yang tercantum dalam penjelasan atas UU No. 24
tahun 2000 tentang perjanjian internasional menyebabkan antara lain : treaty, convention,
agreement, memorandum of understanding, protocol, charter, declaration, final act,
arrangement, exchange of notes, agreed minutes, sumary records, proces verbal, modus
vivendi, dan letter of intent. Sejatinya, dalam Perjanjian Internasional yang memiliki sifat
koordinatif, tidak mengenal sifat subordinatif, artinya adalah perjanjian internasional yang
menjadi salah satu sumber Hukum Internasional, tidak terdapat hierarki seperti peraturan
perundang-undangan dalam negeri yang diatur dalam UU No.12 tahun 2011.
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa penamaan suatu perjanjian internasional
hanyalah sebagai pelaziman atau kebiasaan yang muncul dari masyarakat internasional, tidak
ada suatu ketentuan yang berlaku untuk penamaan perjanjian-perjanjian tersebut. Maka dari
itu, penamaan atau penggunaan istilah mengenai suatu Perjanjian Internasional akan di
kembalikan kepada para pihak yang membuatnya. Tetapi pada umumnya, negara-negara yang
bersepakat akan melakukan penamaan suatu Perjanjian Internasional tergantung substansi
yang dibahas maupun bentuk kesepakatan yang dibuat berdasarkan kebiasaan.

4. Salah satu jenis Perjanjian Internasional dapat ditinjau dari segi bahasa yang
digunakan oleh suatu Perjanjian Internasional tersebut. Dari segi bahasa nya, Perjanjian
Internasional dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a. Perjanjian Internasional yang dirumuskan dalam satu bahasa;
b. Perjanjian Internasional yang dirumuskan dalam dua bahasa atau lebih, tetapi hanya
yang dirumuskan dalam satu bahasa tertentu saja yang sah dan mengikat para pihak;
c. Perjanjian Internasional yang dirumuskan dalam dua bahasa atau lebih yang
semuanya merupakan naskah yang sah, otentik dan mempunyai kekuatan mengikat
yang sama.
Persoalan mengenai penggunaan bahasa penting dalam melakukan perumusan adalah salah
satunya karena, ditahap suatu negara melakukan penerimaan naskah Perjanjian Internasional
untuk dibahas di negara nya, penggunaan bahasa penting agar menghindari ambiguitas dari
suatu terminologi substansi di dalam Perjanjian Internasional tersebut yang nantinya jika di
ratifikasi oleh suatu negara tidak menimbulkan kebingungan antara bahasa yang digunakan,
maka perlu ada kesepakatan bahasa yang digunakan dalam Perjanjian Internasional.
Kemudian, berkaitan dengan pemberlakuan Perjanjian Internasional-nya, penggunaan bahasa
penting agar memudahkan identifikasi suatu Perjanjian Internasional agar nantinya saat
dokumen otentik dari suatu Perjanjian Internasional tersebut didaftarkan dan di arsip di
sekretariat PBB.

Anda mungkin juga menyukai