Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Perkembangan globalisasi dalam hal perdagangan, investasi, dan
keuangan menjadikan semakin besarnya interdependensi dalam hubungan antar
bangsa. Meningkatnya transaksi bisnis internasional mendorong
berkembangnya tatanan hukum yang mengaturnya. Ketentuan hukum yang
mengatur transaksi yang bersifat lintas batas nasional tidak lagi dapat
ditentukan oleh aturan hukum dari suatu negara, akan tetapi mengarah kepada
aturan yang bersifat internasional sebagai wujud dari hasil upaya unifikasi,
penyeragaman ataupun harmonisasi.
Keanekaragaman peraturan nasional tiap negara memberikan suatu
kebutuhan tersendiri akan adanya suatu peraturan bersifat universal dan
internasional. Adanya perbedaan aturan di masing-masing negara akan
menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional yang menghendaki
kecepatan dan kepastian. Perbedaan peraturan nasional tiap negara memberikan
suatu kebutuhan tersendiri. Pembentukan suatu konvensi internasional pada
dasarnya bertujuan agar terciptanya suatu harmonisasi hukum atau aturan-
aturan dalam kontrak perdagangan internasional.
Kata “kontrak” dikenal sebagai kegiatan sewa menyewa yang dilakukan
oleh dua pihak (penyewa dan yang menyewakan) atas suatu kebendaan dalam
jangka waktu tertentu dengan dibebani oleh syarat-syarat yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan diantara kedua belah pihak. Menurut Subekti kontrak
adalah suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal1. Jadi kontrak dapat dipahami sebagai sebuah hubungan antar dua
kepentingan yang mengikat kedua belah pihak. yang mana harus ditepati oleh
pihak-pihak terkait.
Kontrak dalam perdagangan internasional merupakan suatu bagian
penting dalam transaksi internasional, oleh karena itu secara alamiah peraturan

1
perundang-undangan berkaitan dengan perdagangan telah lama menjadi
perhatian.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana prinsip dasar hukum dagang internasional?
2. Bagaimanakah perkembangan hukum kontrak dagang internasional
sebagaimana tercermin dari berbagai sumber hukum yang ada, baik
hard laws maupun soft laws?
3. Sejauh mana peran organisasi-organisasi internasional, baik antar
pemerintah maupun non-pemerintah dalam rangka mendorong
perkembangan hukum kontrak dagang internasional?
4. Hal-hal apakah dari perkembangan hukum kontrak dagang internasional
yang memerlukan perhatian dalam rangka mengembangkan hukum
kontrak dagang internasional di Indonesia?
5. Bagaimanakah prospek pengembangan hukum kontrak dagang
internasional Indonesia?

2
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Kegiatan perdagangan dan transaksi bisnis internasional dilakukan oleh


para pihak berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam suatu kontrak
internasional. Kontrak internasional memiliki posisi penting sebagai rujukan
yang paling utama bagi para pihak dalam pelaksanaan suatu hal yang
diperjanjikan, bahkan sampai pada penentuan bagaimana cara penyelesaian
yang akan ditempuh jika dikemudian hari pelaksanaan kontrak tidak dapat
direalisasikan sebagaimana mestinya. Kontrak menguasai begitu banyak bagian
kehidupan sosial kita, tanpa kita sadari kita telah membuat dan melakukan
berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kontrak setiap harinya misalnya saja dua
orang saling mengucapkan sumpah perkawinan sedang menjalin kontrak
perkawinan. Sedangkan kontrak komersial dalam pengertiannya paling
sederhana, adalah kesepakatan dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk
melakukan transaksi bisnis.
Jika ditinjau dari sifat dan ruang lingkup hukum mengikatnya, maka
kontrak dapat berupa kontrak nasional dan kontrak internasional. Kontrak
nasional tidak lain adalah kontrak yang dibuat oleh dua individu (subjek
hukum) dalam suatu wilayah negara yang tidak ada unsur asingnya. Sedangkan
kontrak internasional adalah suatu kontrak yang di dalamnya ada atau terdapat
unsur asing (foreign element)2. Unsur asing dalam hal ini adalah adanya
keterkaitan sistem hukum dari (negara) salah satu pihak yang terlibat dalam
kegiatan kontrak tersebut sebagaimana pilihan hukum (choice of law) yang
disepakati diantara keduanya. Secara teoritis, unsur asing dapat menjadi
indikator suatu kontrak adalah kontrak nasional ada unsur asingnya yaitu2:
1. Kebangsaan berbeda;
2. Domisili hukum berbeda dari para pihak;
3. Hukum dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau
prinsip-prinsip kontrak internasional terhadap kontrak tersebut;
4. Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri;
5. Penandatangan kontrak dilakukan di luar negeri;

3
6. Objek kontrak berada di luar negeri;
7. Bahasa digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing;
8. Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut
Dari sekian banyak unsur asing tersebut, paling mendasar sebagai unsur
asing adalah kebangsaan berbeda. Perbedaan kebangsaan atau
kewarganegaraan ini merupakan fakta yang menimbulkan konsekuensi bahwa
dalam suatu kontrak internasional dimungkinkan adanya dua sistem hukum
berbeda sehingga bidang hukum kontrak internasional memang merupakan hal
yang tidak mudah. Secara umum, dalam hukum kontrak internasional terdapat
dua prinsip fundamental hukum kontrak internasional yang terdiri dari: 1)
prinsip kedaulatan/supremasi hukum nasional; dan 2) Prinsip dasar kebebasan
berkontrak (freedom of the contract atau the party’s autonomy). Hal ini
mencerminkan bahwa hukum nasional memegang peranan sangat penting
dalam pembentukan kontrak internasional dan tidak dapat diganggu gugat
keberadaannya. Kekuatan mengikat hukum nasional adalah mutlak dan
kedudukannya adalah sebagai hukum paling diutamakan.
Untuk menemukan dasar pengaturan kontrak internasional ini kita dapat
meninjau sumber hukum kontrak internasional itu sendiri digolongkan ke
dalam 7 (tujuh) bentuk hukum sebagai berikut2:
1. Hukum nasional (termasuk peraturan perundang-undangan suatu negara
baik secara langsung atau tidak langsung terkait dengan kontrak);
2. Dokumen kontrak;
3. Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional terkait
dengan kontrak;
4. Prinsip-prinsip hukum umum mengenai kontrak;
5. Putusan pengadilan;
6. Doktrin;
7. Perjanjian internasional (mengenai kontrak)

4
SUMBER-SUMBER HUKUM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL3
A. Hard Laws
1. UN Convention on International Sales of Goods 1980
UN Convention on International Sales of Goods tahun 1980 mengatur tentang
Jual Beli Barang Internasional yang cukup komprehensif dan
menggambarkan hasil harmonisasi dari berbagai sistem hukum yang berbeda.
Konvensi ini mencoba merumuskan hak dan kewajiban para pihak dalam jual
beli barang internasional secara transparan. Sampai dengan 30 September
2011, Konvensi telah diratifikasi oleh 77 negara yang mencerminkan dua-
pertiga dari volume perdagangan internasional. Sangat banyak kajian
akademik yang terkait konvensi ini, lebih dari 2500 kasus yang terkait telah
tersedia dari berbagai sumber. Kontribusi konvensi ini bagi unifikasi hukum
dagang internasional sangat signifikan.
Salah satu alasan bagi penerimaan yang luas terhadap konvensi ini terletak
pada aspek fleksibilitasnya. Perumus konvensi mampu menciptakan
fleksibilitas dengan menggunakan berbagai teknik, khususnya dengan
mengadopsi terminologi yang netral, mendorong penghormatan atas prinsip
itikad baik dalam perdagangan internasional, dengan menerapkan suatu
ketentuan bahwa prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar pembentukan
konvensi harus digunakan untuk mengisi kesenjangan terkait dengan standar
yang ditetapkan dalam konvensi, serta dengan mengakui akibat yang
mengikat dari berbagai kebiasaan perdagangan yang telah diterima serta
praktik yang sudah berlangsung lama.
Perumus konvensi telah berupaya secara hati-hati untuk menghindari
penggunaan konsep hukum yang hanya terkait dengan salah satu sistem
hukum (tradisi hukum), konsep-konsep yang dikembangkan selalu disertai
dengan contoh atas kasus-kasus yang sudah mapan serta literatur yang terkait,
sehingga dapat diterima oleh berbagai system hukum yang ada. Cara
perumusan tersebut secara hati-hati akan menjamin bahwa keberlakuan
konvensi meningkatkan harmonisasi dari aspek substansi hukum kepada
sebagian besar negara, apapun tradisi atau sistem hukumnya.

5
2. Convention on The Law Applicable to Contracts of International Sales of
Goods 1986
Mengenai hukum yang berlaku (applicable law), terdiri dari ketentuan tentang
cara penetapan hukum yang berlaku (determination of the applicable law)
serta ruang lingkup hukum yang berlaku (scope of the applicable law)
3. Convention on the Law Applicable to Agency 1978
4. International Convention on Travel Contract 1970
5. Convention Relating to a Uniform Law on The International Sales of Goods
1964
Terdiri dari 2 buah Konvensi, masing-masing: Convention relating to a
Uniform Law on the International Sales of Goods (ULIS); dan Convention
relating to a Uniform Law on the Formation of Contracts for International
Sales of Goods (ULF). ULIS dan ULF berupaya memperbaiki konvensi
sebelumnya, yaitu Convention on the Law Applicable to International Sales
of Goods 1955
6. Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods 1955
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi ini mencakup: ruang
lingkup berlakunya; hukum yang berlaku bagi para pihak; dalam hal apa
ketentuan-ketentuan Konvensi tidak dapat diberlakukan; hubungan antara
kebijakan publik dikaitkan dengan keberlakuan Konvensi; serta inkorporasi
atas ketentuan Konvensi dalam hokum nasional masing-masing negara
anggota. Mengenai ruang lingkupnya ditegaskan bahwa konvensi ini hanya
berlaku untuuk jual beli barang dan tidak dapat diterapkan untuk jual beli
saham, jual beli kapal laut atau pesawat udara, atau jual beli atas perintah
pengadilan
7. Convention for the Unification of Certain Rules for International Carriage by
Air, Montreal, 1999
Konvensi Montreal tentang Unifikasi ketentuan-ketentuan tertentu dalam
Pengangkutan Udara internasional bertujuan untuk melakukan modernisasi
dan konsolidasi terhadap Warsaw Convention 1929 beserta segenap
instrumennya (dikenal sebagai Warsaw System) karena dianggap belum dapat

6
memenuhi kebutuhan sistem pengangkutan udara internasional modern yang
semakin memperhatikan kepentingan penumpang46. ICAO berupaya untuk
mencapai keseragaman secara global (global uniformity); penerapan
tanggung jawab yang tidak terbatas (unlimited liability) dan penerapan sistem
yang lebih koheren, misalnya posisi yang lebih baik bagi penumpang yang
didasarkan atas hak-hak konsumen.
Ketentuan Konvensi juga hanya berlaku untuk kegiatan penerbangan
internasional, tidak berlaku bagi penerbangan domestik. Meskipun demikian,
beberapa negara berupaya untuk menerapkan ketentuan Konvensi Montreal
bagi pengangkutan domestiknya. Dalam konteks kontrak, hal yang menarik
dari Konvensi ini adalah ketentuan bahwa setiap ketentuan (kontraktual) yang
cenderung meringankan tanggung jawab pengangkut atau menetapkan batas
tanggung jawab yang lebih rendah dari Konvensi ini, maka ketentuan
(kontrak) tersebut batal demi hukum (null and void). Namun demikian
kebatalan tersebut hanya terhadap ketentuan tersebut dan tidak terhadap
seluruh ketentuan kontrak yang masih tetap berlaku sepanjang tunduk pada
ketentuan Konvensi ini.
8. UN Convention on the Use of E-Communication in International Contract
2005
Latar belakang penyusunan Konvensi ini disebabkan oleh bertambahnya
penggunaan komunikasi elektronik dalam meningkatkan efisiensi kegiatan
komersial, serta adanya permasalahan yang ditimbulkan oleh ketidakpastian
aspek legal dari penggunaan komunikasi elektronik pada kontrak-kontrak
internasional merupakan hambatan bagi perdagangan internasional.
Penyusun Konvensi ini meyakini bahwa penyeragaman (uniform) akan
mengatasi kendala dalam pemanfaatan komunikasi elektronik dalam kontrak
internasional, termasuk hambatan pengoperasian instrumen perdagangan
internasional yang berlaku dan akan mampu meningkatkan kepastian hukum
dan prediktabilitas secara komersial bagi kontrak-kontrak internasional dan
akan memberi akses terhadap jalur perdagangan modern.

7
Ketentuan Konvensi terdiri dari 4 bagian, masing-masing mengatur tentang:
ruang lingkup berlakunya (sphere of application); ketentuan umum (general
provisions); Penggunaan komunikasi elektronik dalam kontrak internasional
(use of electronic communication in international contracts); dan ketentuan
penutup (final provisions). Salah satu ketentuan yang penting dari Konvensi
ini adalah terkait pengakuan hukum atas komunikasi elektronik. Ketentuan
Konvensi juga tidak mempersyaratkan komunikasi atau kontrak dibuat atau
dibuktikan melalui suatu bentuk yang khusus. Kontrak terpenuhi melalui
suatu komunikasi elektronik sepanjang informasi yang terdapat di dalamnya
dapat diakses, sehingga dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya.
9. Convention on International Interest in Mobile Equipment 2001
Konvensi yang ditandatangani di Cape Town pada tahun 2001 ini mengatur
ketentuan-ketentuan umum yang berhubungan dengan pembuatan,
pendaftaran, penetapan prioritas dan penegakan jaminan (security interest)
dalam wujud benda bergerak uang bernilai tinggi, seperti: air frames, engine
and helicopter, railway rolling stock, dan space asset. Ketentuan Konvensi
juga memperjelas hal-hal yang terkait dengan: jaminan kepastian hukum bagi
pembiayaan peralatan bergerak bernilai tinggi; memperjelas hukum yang
berlaku; memberi pengakuan atas eksistensi dan perlindungan terhadap hak-
hak yang terkait. Konvensi ini diberlakukan sebagai satu paket dengan
masing-masing protokolnya, yaitu: aircraft protocol, the railway protocol for
railway rolling stock, dan protocol of space aset.
Pada “international interest”, terdapat 3 tipe kontrak, yaitu: jaminan (interest)
yang diberikan oleh seseorang (pihak tertentu) atas objek tertentu sebagai
jaminan pemenuhan kewajiban dari orang (pihak) tersebut kepada orang
(pihak) lainnya; interest dari conditional seller atas suatu “title reservation
agreement”; interest yang dimiliki lessor atas dasar suatu “leasing
agreement”. Konvensi ini berlaku bagi transaksiyang para pihaknya berasal
dari negara yang berbeda; penerapannya atas transaksi tertentu ditetapkan
atas dasar ketentuan dasar, yaitu lokasi dari debitur; tempat kedudukan
perusahaan; registered office; serta pusat administrasi.

8
Terdapat dua lembaga yang dibentuk dalam pelaksanaan Konvensi, yaitu
lembaga pendaftar (registrar) dan lembaga pengawas (supervisory authority).
Terdapat beberapa karakteristik dari sistem pendaftaran, yaitu: bersifat
elektronik, terbuka dan dilakukan pelayanan 24 jam sehari; pendaftaran
confers prioritas dan bukan validitasnya. Interest yang dapat didaftarkan
meliputi: international interesnt dan prospective international interest;
pengalihan (assignment) atas international interest; subordinasi atas
international interest; deklarasi negara pihak atas ketentuan opt-in/optout;
deklarasi atas hak-hak dan interest non-konsensual dan interest lain yang
dapat didaftarkan.
Mengenai hak prioritas, berlaku ketentuan: suatu interest yang telah
didaftarkan bersifat prioritas terhadap interest lain yang didaftarkan
belakangan serta terhadap interest yang tidak didaftarkan; apabila pemegang
interest yang terdaftar mengetahui pemegang interest lainnya; pihak pembeli
atas objek tertentu tunduk pada interest yang terdaftar dan bebas dari interest
yang tidak terdaftar.
Terhadap hak-hak yang tidak terdaftar dan bersifat non-konsensual, negara
dapat menyatakan bahwa sekuritas tertentu memiliki prioritas tanpa
registrasi, misalnya hak atas pembayaran landing fee atau biaya perbaikan
pesawat. Negara dapat menyatakan bahwa hak-hak nonconsensual lain dapat
didaftarkan dan karenanya memiliki hak prioritas, misalnya sekuritas atas
judgment debt.
Konvensi mengatur hak pemulihan (remedies) dalam hal terjadinya
wanprestasi, yang meliputi: hak untuk mengambil alih penguasaan atau
pengendalian atas objek tersebut, hak untuk menjual atau menyewakan, serta
hak untuk menerima pendapatan atau keuntungan dari penggunaan onjek
tersebut. Remedies harus wajar secara komersial (commercially reasonable)
sebagaimana didefinisikan di dalam kontrak, jika tidak maka akan dianggap
sebagai manifestly unreasonable. Negara dapat menetapkan apakah
diperlukan permohonan kepada pengadilan untuk melaksanakan hak
pemulihan (remedies) tersebut.

9
10. UN Convention on the Carriage of Goods by Sea (The Hamburg Rules) 1978
Konvensi ini terdiri dari beberapa bagian (parts), yang mengatur tentang:
ketentuan umum (general provisions); tanggung jawab pengangkut (liability
of the carrier); tanggung jawab shipper (liability of the shipper); dokumen
transportasi (transport dokuments); claims and actions; ketentuan pelengkap
(supplement provision).
Ketentuan umum memuat aturan tentang berbagai definisi yang digunakan
(misalnya: carrier; actual carrier; shipper; consignee; goods; contract of
carriage by sea; bill of lading; writing). Selain itu juga mengatur ruang
lingkup Konvensi serta penafsiran atas ketentuan Konvensi.
Ketentuan tentang tanggung jawab pengangkut mengatur beberapa aspek,
seperti: jangka waktu pertanggungjawaban (period of responsibility); dasar
pertanggung jawaban (basis of liability); batas pertanggungjawaban (limits of
liability); penerapan gugatan yang bersifat non-kontraktual (application to
non-contractual claims); hilangnya hak untuk membatas pertanggungjawaban
(loss of rights to limit responsibility); deck cargo; liability of the carrier and
actual carrier. Sementara itu ketentuan tentang tanggung jawab shipper
mengatur tentang ketentuan umum (general rule) dan ketentuan khusus
menyangkut barang-barang berbahaya (special rules on dangerous goods).
Konvensi juga mengatur dokumen transportasi, meliputi: penerbitan bill of
lading; isi bill of lading; reservasi dan efek pembuktian dari bill of lading;
jaminan oleh shipper; serta dokumen lain di luar bill of lading. Mengenai
gugatan/tuntutan dan tindakan-tindakan terkait dengan itu mengatur hal-hal
tentang: pemberitahuan perihal kehilangan, kerugian atau keterlambatan;
pembatasan atas tindakan yang dapat dilakukan; permasalaha jurisdiksi; dan
ketentuan arbitrase. Sementara itu ketentuan pelengkap memuat aturan
tentang: contractual stipulations; general average; other conventions; dan unit
of account.

10
11. UN Convention on Contracts for the International Carriage of Goods Wholly
or Partly by Sea (the Roterdam Rules) 2008
Konvensi ini dibagi atas beberapa bab, yaitu: ketentuan umum (general
provisions); ruang lingkup penerapan (scope of application); rekaman
pengangkutan secara elektronik (electronic transport records); kewajiban
pengangkut (obligations of the carrier); tanggung jawab pengangkut dalam
hal kehilangan; kerusakan dan keterlambatan (liability of the carrier for loss,
damage or delay); ketentuan-ketentuan tambahan tentang tahapan-tahapan
khusus dalam pengangkutan; tanggung jawab shipper terhadap carrier;
dokumen transport dan rekaman transport secara elektronik; penyerahan
barang (delivery of goods); hak-hak pihak pengendali (rights of the
controlling party); pengalihan hak (transfer of rights); batas
pertanggungjawaban (limits of liability); waktu mengajukan gugatan (time
for suit); jurisdiksi; arbitrase; keabsahan persyaratan-persyaratan kontraktual;
hal-hal yang tidak diatur oleh ketentuan Konvensi.
Dibandingkan dengan Konvensi sejenis yang sudah ada sebelumnya,
ketentuan Konvensi ini jauh lebih lengkap dengan pengaturan yang lebih
lengkap dan lebih rinci. Dalam definisi yang diatur pada ketentuan umum
misalnya, terminologi maupun batasan yang digunakan jauh lebih lengkap
dan rinci. Di dalamnya bahkan juga mengatur mengenai komunikasi secara
elektronik (electronic communication); rekaman transportasi secara
elektronik (electronic transport record); sampai dengan negotiable electronic
transport record. Artinya, perkembangan perdagangan modern yang
menggunakan berbagai bentuk kontrak dan komunikasi elektronik telah
diakomodasikan dalam Konvensi ini.
Dalam Konvensi ini diatur suatu Bab Khusus tentang rekaman transportasi
secara elektronik (electronic transport records), di dalamnya terdapat
ketentuan-ketentuan tentang: penggunaan dan efek rekaman transportasi
secara elektronik; tata cara bagi penggunaan negotiable electronic transport
records.

11
B. Soft Laws
1. UNIDROIT Principles of International Commercial Contract 2010
UNIDROIT Principles of International Contract merupakan hasil harmonisasi
di bidang Hukum Kontrak dari berbagai Sistem Hukum yang berbeda, baik
Civil Law; Common Law; Socialist Legality; Shariah; maupun Canonic Law.
Hal itu dilakukan untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan internasional.
UNIDROIT Principles of International Commercial Contract 2010 merupakan
penyempurnaan dari versi sebelumnya pada tahun 1994 dan kemudian
disempurnakan pada tahun 2004. Ketentuan yang diatur juga berkembang dari
125 pasal pada tahun 1994, 185 pasal pada tahun 2004, menjadi 284 pasal
pada tahun 2010.
Prinsip hukum kontrak dipakai dalam UNIDROIT yaitu:
a. Prinsip kebebasan berkontrak. Kehendak para pihak dapat dinyatakan
dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat para
pihak dengan segala akibat hukumnya4. Prinsip pertama, kebebasan
berkontrak, termuat dalam Pasal 1.1. Prinsip UNIDROIT. Pasal ini
menegaskan adalah kebebasan para pihak untuk membuat kontrak,
termasuk kebebasan untuk menentukan apa yang mereka sepakati. Pasal
ini menyatakan: “The parties are free to enter into a contract and to
determine its contennt.”2. Prinsip kebebasan diwujudkan dalam 5 (lima)
bentuk prinsip hukum, yaitu: 1) Kebebasan menentukan isi kontrak; 2)
Kebebasan menentukan bentuk kontrak; 3) Kontrak mengikat sebagai
undang-undang; 4) Aturan memaksa (mandatory rules) sebagai
pengecualian; 5) Sifat internasional dan tujuan prinsip-prinsip
UNIDROIT yang harus diperhatikan dalam penafsiran kontrak5 Prinsip
kontrak dalam UNIDROIT mengikuti hukum yang modern, sehingga
dalam UNIDROIT para pihak yang melakukan kontrak bias lebih
menginterprasikan tujuan dari perjanjian mereka secara efisien.
b. Prinsip pengakuan hukum terhadap kebiasaan dagang
Merupakan prinsip yang disebut pula sebagai keterbukaan terhadap
kebiasaan dagang. Pengakuan terhadap praktek kebiasaan ini

12
didasarkan pada pertimbangan bahwa kebiasaan dagang bukan saja
secara fakta mengikat tetapi juga karena ia berkembang dari waktu ke
waktu. Prinsip ini termuat dalam Pasal 1. 8 prinsip UNIDROIT.
Menurut pasal ini, para pihak tidak saja oleh kebiasaan dagang yang
telah berlaku diantara mereka dan kebiasaan dagang yang mereka
sepakati, tetapi juga oleh “a usage which they have widely known to
and regularly observed in international trade by parties in the particular
trade concerned, exept where the application of such a usage would be
unreasonable.”2
c. Prinsip itikad baik (good faith) dan transaksi jujur (fair dealing)
Terdapat tiga unsur dari prinsip itikad baik dan transaksi jujur, yaitu: a)
Itikad baik dan transaksi jujur sebagai prinsip dasar yang melandasi
kontrak; b) Prinsip itikad baik dan transaksi jujur dalam UPICCs
ditekankan pada praktik perdagangan internnasional; c) Prinsip itikad
baik dan transaksi jujur bersifat memaksa5. Itikad baik, adalah prinsip
yang sebenarnya mencerminkan warna hukum Eropa dari UNIDROIT.
Prinsip ini termuat dalam Pasal 1.7. yang menyatakan: “(e)ach party
must act in accordance with good faith and fair deal-ing in international
trade”. Tujuan utama prinsip ini sebagaimana yang dicitakan oleh
UNIDROIT adalah tercapainya suatu keadaan yang adil dalam
transaksi-transaksi dagang internasional.2
d. Prinsip force majeure atau keadaan memaksa (juga kadang disebut
keadaan kahar) termuat dalam Pasal 7. 1. 7 Prinsip UNIDROIT. Pasal
ini berbunyi sebagai berikut: (1) Non-performence by a party is
execused if that party proves that the nonperformance was due to an
impediment beyond its control and that it could not reasonably be
expected to have taken the impediament into account at the time of the
conclusion of the contract or to have avoided or overcome it or its
consequences. (2) When the impediment is only temporary, the execuse
shall have effect for such period as is reasonable having regard to the
effect of the impediment on the performance of the contract. (3) The

13
party who fails to perform must give notice to the other party of the
impediment and its effect on its ability to perform. If the notice is not
received by the other party within a reasonable time after the party who
fails to perform knew or ought to have known of the impediment, it is
liable for damages resulting from such non-receipt. (4) Nothing in this
article prevent a party from exercising a right to terminate the contract
or to withhold performance or request interest on money due”.
Bunyi pengaturan artikel tersebut adalah rumusan yang umum,
termasuk dalam hukum nasional kita. Rumusan tersebut adalah; (1)
Peristiwa yang menyebabkan force majeure merupakan peristiwa yang
di luar kemampuannya; (2) Adanya peristiwa tersebut mewajibkan
pihak yang mengalaminya untuk memberitahukan pihak lainnya
mengenai telah terjadinya force majeure.2
2. Uniform Rules on Contract Clauses for an Agreed Sum upon Failure of
Performance 19833
3. Uniform Rules Concerning the Contract of International Carriage of Goods by
Rail (CIM), 19993
Aturan penyeragaman (uniform rules) ini berlaku bagi setiap pengangkutan
barang dengan menggunakan kereta api yang bersifat internasional, baik
diantara negara anggota maupun antara negara anggota dengan bukan negara
anggota, sepanjang negara yang bukan anggota menyatakan setuju untuk
tunduk pada ketentuan-ketentuan uniform rules ini. Ketentuan uniform rules
ini juga berlaku bagi kontrak pengangkutan tunggal yang sebagian
kegiatannya melalui perairan pedalaman atau melalui laut.
Uniform Rules ini juga mengatur tentang kontrak pengangkutan. Dalam
pengangkutan menggunakan kereta, pengangkut bertanggung jawab atas
hilangnya atau rusaknya, bagian sebagian maupun keseluruhan, terhadap
barang yang diangkut94. Tanggung jawab tersebut berlangsung sejak
penyerahan barang kepada pengangkut sampai dengan penyerahan kepada
pihak yang dituju. Dalam hal ada kontribusi atas timbulnya kerugian dari
pihak yang mengajukan tuntutan ganti rugi, maka tanggung jawab pengangkut

14
menjadi berkurang. Demikian pula dalam hal kerugian tersebut disebabkan
oleh resiko yang bersifat inheren. Beban pertanggungjawaban dalam hal
terjadinya kerugian berada di pihak pengangkut.
Uniform Rules ini juga mengatur tentang tata cara gugatan tanggung jawab
pengangkut.
4. UNCITRAL Legal Guide on Drawing Up International Contracts for the
Construction of Industrial Works
Kontrak Konstruksi dalam industri merupakan kontrak yang sangat kompleks,
baik menyangkut aspek teknis konstruksi maupun hubungan hukum diantara
para pihak. Kewajiban yang harus dilakukan oleh kontraktor dalam kontrak
tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, seringkali
berlangsung selama bertahun-tahun. Oleh karenanya kontrak konstruksi pada
dunia industri berbeda dengan kontrak biasa seperti kontrak jual beli barang
dan jasa. Penyiapan Legal Guide ini dimotivasi oleh kesadaran tentang
kompleksitas dan karakteristik teknis dari kontrak konstruksi, yang pada
umumnya susah diakses atau dipahami oleh negara-negara berkembang. Legal
Guide ini disusun untuk membantu para pihak dalam merundingkan dan
merumuskan kontrak-kontrak internasional di bidang konstruksi dengan
mengidentifikasi masalah-masalah hukum yang terkait dengan kontrak
tersebut, membahas pendekatanpendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan, dan bilamana diperlukan, untuk mengajukan solusi
yang diharapkan dapat diinkorporasikan oleh para pihak dalam kontrak. Legal
guide sudah mempertimbangkan perbedaan antara berbagai sistem hukum di
dunia, sehingga diharapkan akan meningkatkan pemahaman bersama atas
permasalahan yang terkait.
Legal Guide dibagi atas dua bagian (parts). Bagian pertama membahas
masalah-masalah tertentu yang muncul sebelum kontrak dirumuskan. Di
dalamnya mencakup: identifikasi proyek dan parameternya melalui studi pra-
kontrak; berbagai pendekatan kontraktual yang dapat digunakan oleh para
pihak; prosedur yang ditempuh sebelum berkontrak (misal: tender atau
negosiasi tanpa tender), serta bentuk dan keabsahan kontrak. Pembahasan

15
bagian pertama ini mempunyai tujuan untuk: mengarahkan perhatian para
pihak kepada hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan sebelum negosiasi
dan penyusunan kontrak, serta untuk menyajika setting untuk mendiskusikan
masalah-masalah hukum dari kontrak.
Bagian kedua dari Legal Guide ini berkaitan dengan perumusan ketentuan-
ketentuan khusus dari kontrak yang merupakan ketentuan-ketentuan pokok
yang sangat penting, seperti: pernyataan umum tentang drafting; deskripsi
pekerjaan dan jaminan kualitas; alih teknologi; harga dan syarat pembayaran;
pasokan peralatan dan material; konstruksi di site; consulting engineer;
subcontracting; inspeksi dan pengetesan selama fabrikasi dan konstruksi;
penyelesaian, pengambilalihan dan penerimaan; pengalihan resiko; pengalihan
kepemilikan atas barang; asuransi; jaminan pelaksanaan; keterlambatan, cacat
dan wanprestasi lainnya; ketentuan tentang liquidated damages dan penalti;
kerugian; ketentuan pengecualian; ketentuan hardship; ketentuan variation;
pengangguhan konstruksi; pengakhiran kontrak; suplai suku cadang dan jasa
pasca konstruksi; pengalihan hak-hak dan kewajiban kontraktual; pilihan
hukum; dan penyelesaian sengketa.3
5. Promoting Confidence in E-Commerce: Legal Issues on International Use of
Electronic Authentication and Signature Method 20073
6. UNCITRAL Model Law on Electronic Signature with Guide to Enactment
20013
Model Law ini berlaku bagi tanda tangan elektronik yang digunakan dalam
konteks kegiatan komersial. Tanda tangan elektronik didefinisikan sebagai
data dalam wujud elektronik, yang melekat pada atau secara logika dapat
diasosiasikan dengan pesan data (data message), yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penandatangan terkait dengan pesan data tersebut serta yang
mengindikasikan persetujuan dari penandatangan terhadap informasi yang
terkandung dalam pesan data tersebut.
Persyaratan yang harus dipenuhi dari tanda tangan elektronik adalah: jika
tanda tangan elektronik yang digunakan dapat dipercaya (reliable). Reliable
mempunyai pengertian: terkait dengan penandatangan; dibawah kendali

16
penandatangan; setiap perubahan atas tanda tangan tersebut dapat dideteksi;
serta adanya jaminan atas integritas tanda tangan elektronik tersebut.
Dalam Model Law ini juga diatur bahwa suatu tanda tangan elektronik di
suatu negara mendapatkan pengakuan yang sama serta mempunyai akibat
hukum yang sama di negara lain sepanjang tanda tangan elektronik tersebut
secara substansial mempunyai tingkat reliability yang sama (ekivalen).
7. UNCITRAL Model Law on E-Commerce of 1996 with Guide to Enactment ,
with additional Article 5 bis as Adopted in 19983
Model Law ini berlaku bagi setiap informasi dalam bentuk pesan data (data
message) yang digunakan dalam konteks kegiatan komersial. Pesan data
didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, dikirim, diterima atau
dikumpulkan (stored) secara elektronik, secara optical atau cara yang serupa,
meliputi namun tidak terbatas pada: electronic data interchange (EDI), surat
elektronik, telegram, telex atau tele copy. Dalam penafsiran Model Law ini,
perhatian perlu ditujukan pada sifat international (international origin) serta
kebutuhan untuk meningkatkan keseragaman dalam aplikasinya serta dengan
menghormati prinsip itikad baik.
Dalam Model Law ini ditegaskan bahwa suatu informasi tidak dapat disangkal
efek hukum, keabsahan atau penegakannya semata-mata atas dasar informasi
tersebut berwujud pesan data (data message). Jika hukum menghendaki
persyaratan tertulis, maka persyaratan tersebut dapat dipenuhi oleh pesan data
sepanjang informasi yang terkandung di dalamnya dapat diakses sehingga
dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya.
Dalam konteks pembentukan kontrak (contract formation), kecuali disepakati
sebaliknya oleh kedua belah pihak, sutau penawaran (offer) dan penerimaan
(acceptance) dapat dinyatakan melalui pesan data.
Dalam hal pesan data digunakan dalam pembentukan kontrak, maka kontrak
tersebut tidak dapat disangkal keabsahannya atau penegakannya semata-mata
berdasarkan penggunaan pesan data untuk maskud tersebut.
Model Law ini juga mengatur tentang kegiatan E-Commerce pada bidang
(area) tertentu. Misalnya, terkait dengan kontrak pengangkutan barang

17
(carriage of goods), termasuk dalam penggunaan data elektronik pada
dokumen-dokumen transportasi.
8. UCP 600 (Uniform Customs and Practice for Documentary Credit)3
UCP merupakan sumber acuan utama bagi seluruh negara-negara di duniadi
dalam pelaksanaan transaksi perdagangan, khususnya dalam penggunaan letter
of credit (l/c). UCP 600 merupakan revisi dari UCP 500. UCP 600 bersifat
Lex Spesialis. UCP 600 merupakan kebiasaan dan praktek yang seragam
tentang kredit dokumenter, yang mampu memberikan rasa aman bagi kedua
belah pihak dalam kegiatan perdagangan internasional. Karena bersumber dari
kebiasaan-kebiasaan maka praktek transaksi tersebut sudah menjadi hal yang
lazim bagi semua pihak yang terlibat sehingga lebih mempermudah transaksi.
9. Incoterms 20103
Incoterms telah digunakan secara luas sejak tahun 1936 dalam berbagai
transaksi perdagangan internasional. Incoterms adalah istilah-istilah komersial
internasional (international commercial terms) yang digunakan dalam dunia
usaha untuk memperjelas pelaksanaan kewajiban dari masing-masing pihak
pada suatu kontrak. Dalam perkembangannya, dimasukkan pula istilah-istilah
baru sehubungan dengan perkembangan perdagangan internasional dengan
menggunakan sarana elektronik, termasuk data elektronik. Dalam hubungan
kontraktual antara pembeli dan penjual, incoterms diinkorporasikan pada
ketentuan-ketentuan kontrak, misalnya dalam kontrak jual beli, sehingga tidak
menimbulkan penafsiran ganda bagi para pihak. Beberapa peristilahan yang
dikenal luas terkait dengan Incoterms, antara lain: Cost and freight (CFR);
cost, insurance and freight (CIF); carriage paid to (CPT); carriage and
insurance paid to (CIP); delivered at frontier (DAF); delivered at ship (DES);
delivered ex quay (DEQ); delivered duty unpaid (DDU); delivered duty paid
(DDP); ex works (EXW); free carrier (FCA); free alongside ship (FAS); free
on board (FOB); dan lain-lain.
10. ICC Model Contracts and Clauses3
Dalam melaksanakan kegiatannya, ICC juga telah mengembangkan berbagai
bentuk model contracts and clauses yang meliputi:

18
a. Commercial Agency;
b. Confidentiality;
c. Distributorship;
d. Force Majeure;
e. Franchising;
f. Legal Handbook for Global Sourcing Contract;
g. Mergers and Acquisition;
h. Model Sub-Contract;
i. Occasional Intermediary Contract;
j. Sale of Goods;
k. Technology Transfer;
l. Trademark Licensing;
m. Turnkey Transaction.
11. ICC E-Terms 20043
12. 12. ICC Guide to E-Contracting3

PROSPEK PENGEMBANGAN KONTRAK DAGANG


INTERNASIONAL DI INDONESIA3
A. Pengaturan Nasional Terkait Kontrak Dagang Internasional
Selama ini pengaturan tentang kontrak dagang internasional tersebar
dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan, baik di dalam
ketentuan-ketentuan UHPerdata, KUHDagang, maupun pada berbagai
peraturan perundang-undangan lainnya yang bersifat melengkapi. Keadaan ini
menunjukkan bahwa Indonesia menerapkan sistem kodifikasi parsial terbuka.
Penerapan sistem kodifikasi parsial terbuka tentu saja memiliki kelebihan
maupun kekurangan.

B. Keikutsertaan Indonesia Dalam Pembahasan Perkembangan Kontrak


Dagang Internasional
Dalam penelusuran berbagai instrumen internasional yang terkait
dengan kontrak dagang internasional, di mana Indonesia tidak berperan aktif
dalam penyusunan berbagai instrumen internasional, baik berupa hard laws

19
berupa perjanjian perjanjian internasional, maupun yang berbentuk soft laws.
Ketidakikutsertaan Indonesia dalam pengembangan berbagai kontrak dagang
internasional tentu saja mempunyai pengaruh terhadap perkembangan hukum
nasional yang mengatur kegiatan perdagangan internasional. Satu hal yang
nyata adalah tidak berkembangnya prinsip maupun aturan hukum nasional
karena masih mengacu kepada peraturan perundangan yang sudah sangat lama
(misalnya KUHPerdata dan KUHDagang) yang pada beberapa ketentuannya
sudah tidak sesuai dengan perkembangan maupun modernisasi kegiatan
perdagangan internasional.
Kelemahan substantif pada beberapa ketentuan hukum nasional yang
mengatur kegiatan perdagangan internasional, termasuk kontrak dagang
internasional dapat berpotensi menjadi kendala bagi berbagai transaksi
perdagangan internasional yang dilakukan oleh pihak Indonesia dengan
mitranya dari negara lain.

C. Kebutuhan Penyempurnaan Aturan Hukum Tentang Kontrak Dagang


Internasional di Indonesia
Dengan mencermati keadaan di atas dan dengan mempelajari
pengalaman pengalaman yang dihadapi maupun diterapkan di negara-negara
lain dalam melakukan penyesuaian terhadap prinsip dan ketentuan kontrak
dagang internasional, maka kebutuhan penyempurnaan aturan hukum tentang
Kontrak Dagang Internasional sudah menjadi keharusan dan harus
dilaksanakan secepatnya.

20
STUDI KASUS

PERMASALAHAN FORCE MAJEURE DALAM PELANGGARAN


KONTRAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL (CISG)PADA
SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL ANTARA
GLOBEX VERSUS MACROMEX8
Globex adalah suatu perusahaan Amerika yang menjual produk-produk
makanan ke seluruh dunia. Globex telah dikontrak untuk menjual Macromex,
sebuah perusahaan di Rumania, dalam kontrak tersebut, Globex harus
mengirimkan 112 kontainer ayam ke Rumania. Kontrak tersebut diatur dalam
ketentuan CISG. Dalam kontrak tersebut Globex menyebutkan bahwa
pengiriman terakhir dilakukan pada 29 Mei 2006. Namun pada tanggal 2 Juni
2006 terjadi kegagalan dalam mengirim 62 kontainer ayam ke Rumania.
Pada tanggal 2 Juni 2006, pemerintah Rumania mendeklarasikan tanpa
memberitahu terlebih dulu kepada Globex bahwa sampai pada tanggal 7 Juni
2006, tidak ada ayam yang dapat diimpor ke Rumania kecuali apabila ada
pengesahan pada tanggal terakhir yang telah ditentukan. Antara tanggal
pengumuman tersebut dibuat sampai pada tanggal 7 Juni 2996 Globex bergegas
untuk mengirimkan 20 kontainer dari sisa 62 kontainer yang telah dikontrak
untuk dijual. Pada tanggal 7 Juni 2006 sisa 42 kontainer ayam tidak dapat
dikirim ke Rumania dikarenakan suatu peraturan pemerintah. Marcomex
kemudian membawa perkara ini ke proses arbitrase dengan dasar bahwa
Globex telah melakukan suatu pelanggaran kontrak, dan meminta ganti rugi
sebesar $608,323,00.
Atas pengajuan arbitrase Macromex terhadap Globex tersebut, Globex
kemudian mengajukan argumennya, Globex mengajukan argumennya bahwa
kegagalan pengiriman tersebut terjadi karena adanya force majeure. Globex
beragumen bahwa penundaan pengiriman tersebut tidak sesuai dengan standar
umum. Larangan tersebut tidak dapat diadaptasi oleh pihak Globex karena
tidak ada peringatan terlebih dahulu, larangan tersebut benar-benar
memblocking Globex dalam pengiriman sisa ayam ke Macromex.

21
Arbitrase memutuskan bahwa penundaaan pengiriman tersebut bukan
merupakan suatu pelanggaran yang fundamental karena larangan untuk
mengimpor ayam ke Rumania tidak efektif membuat pengiriman tidak
terlaksana. Sesuai dengan keberadaan Pasal 79 CISG dimana meminta
dimasukkan dalam keadaaan force majeure sesuai dengan pasal tersebut yang
dipakai sebagai dasar interpretasi oleh arbitrator. Kemudian arbitrase mencatat
bahwa selain Amerika sebagai supplier Macromex yang menyetujui secara
lebih tidak terkait secara langsung oleh larangan impor. Yang seharusnya
Globex dapat mengambil keuntungan dari meningkatnya nilai jual ayam di
pasar sesuai dengan keadaan.
Rusaknya harga pasar di Rumania dikarenakan tidak terkirimnya ayam
senilai $606,323,00 yang menyebabkan kerugian pihak Macromex. Arbitrator
membebankan semua biaya untuk proses arbitrse dan biaya pengacara kepada
Globex sehingga total putusan sebesar $876,310,58.
A. Dasar Macromex menggugat Globex.
Dasar Macromex menggugat Globex ialah dengan adanya penundaan
pengiriman ayam tersebut, Macromex menderita kerugian. Selain kerugian
yang diderita oleh Macromex akibat keterlambatan pengiriman ayam tersebut,
Macromex dalam mengajukan gugatannya berpegang pada asas UNIDROIT
yang dijadikan acuan sebagian pasal dalam CISG.
Asas UNIDROIT tentang force majeure yang rumusan umumnya
adalah peristiwa yang menyebabkan force majeure merupakan peristiwa yang
di luar kemampuannya; dan adanya peristiwa tersebut mewajibkan pihak yang
mengalaminya untuk memberitahukan pihak lainnya mengenai telah terjadinya
force majeure. Sedangkan dalam CISG antara Marcomex dengan Globex,
beberapa pasalnya pasti mengacu kepada prinsip / rumusan umum UNIDROIT.
Dalam kasus tersebur, Globex tidak segera memberitahu kepada Marcomex
jika penundaan pengiriman ayam tersebut dikarenakan alasan force majeure,
sehingga alasan force majeure yang dikemukakan oleh Globex setelah
diajukannnya gugatan ke arbitrase tidak dapat diterima oleh Macromex.
B. Dasar Argumentasi Globex atas Gugatan Arbitrase Macromex terhadapnya.

22
Prinsip force majeure merupakan prinsip penting mengingat peristiwa
yang terjadi di kemudian hari yang berada di luar control (kendali) para pihak
dapat setiap terjadi. Prinsip inilah yang dijadikan Globex sebagai dasar
argumentasi atas gugatan arbitrase Macromex terhadapnya, yaitu Peristiwa
yang menyebabkan force majeure merupakan peristiwa yang di luar
kemampuannya.
Yang menjadi permasalahan dalam batasan peristiwa yang
menyebabkan tidak dapat mengakibatkan dilaksanakannya suatu peristiwa ialah
peristiwa apa sajakah yang termasuk dalam force majeure ini. Pada umumnya,
pihak dalam negeri (pengusaha dalam negeri) biasanya menghendaki agar
perubahan kebijakan pemerintah digolongkan ke dalam pengertian ini, di
samping peristiwa Acts of God seperti bencana alam, pemberontakan, dan lain-
lain. Sebaliknya pengusaha asing menghindari dimasukkannya perubahan
kebijakan pemerintah sebagai force majeure. Sehingga argument Globex pada
intinya adalah anggapan dari Globex terhadap sebagian sebagian dari rumusan
umum prinsip UNIDROIT dititik beratkan pada larangan pemerintah Rumania
tentang impor ayam pada waktu itu merupakan intervensi pemerintah yang di
luar batas kemampuan pihak Globex. Secara otomatis Globex menganggap itu
sebagai force majeure. Menilik pada anggapan di atas maka Globex tidak mau
bertanggungjawab terhadap kontrak dengan pihak Marcomex yang tidak
mampu dilaksanakannya (ingkar).

C. Dasar Arbitrase memutuskan Memenangkan Tuntutan Macromex dengan


Menghukum Globex Membayar Ganti Rugi.
Arbitrase adalah hakim yang ditunjuk menjadi sebuah pengadilan
sebagai pihak ketiga dalam perjanjian atau kontrak dagang Internasional antara
Globex dengan Marcomex yang secara principal karena berbeda Negara maka
berbeda aturan hukumnya. Dalam masalah Globex dengan Marcomex arbitrase
menerima klaim atau tuntutan dari Marcomex sekaligus menerima argument /
alibi dan atau pembelaan diri dari Globex secara terperinci berdasar pada
seluruh pasal yang sudah disepakati menjadi perjanjian dagang Internasional

23
antara kedua belah pihak. Mengingat posisi sebagai peradilan pihak ketiga yang
independent maka para arbitrator selalu mengacu dalam setiap pasal perjanjian
dan atau CISG sebagai alat pertimbangan untuk mengambil keputusan. Tidak
lupa para arbitrator juga memegang erat seluruh prinsip UNIDROIT secara
lengkap yang menjadi nafas / prinsip dasar penentuan CISG, antara lain:
Pasal 30:
The seller must deliver the goods, hand over any documents relating to them
and transfer the property in the goods, as required by the contract and this
Convention.
Penjual harus mengirimkan barang, menyerahkan setiap dokumen yang
berkaitan dengan barang tersebut, dan mengalihkan hak kepemilikan barang
tersebut sebagaimana disyaratkan oleh kontrak dan Konvensi ini.
Pasal 32 ayat 2:
(2) If the seller is bound to arrange for carriage of the goods, he must make
such contracts as are necessary for carriage to the place fixed by means of
transportation appropriate in the circumstances and according to the usual
terms for such transportation.
Apabila penjual terikat untuk mengatur pengangkutan barang, maka penjual
tersebut harus membuat kontrak yang diperlukan untuk pengangkutan tersebut
ke tempat yang telah ditentukan dengan menggunakan sarana transportasi yang
sesuai dengan keadaan dan sesuai dengan ketentuan- ketentuan umum
transportasi tersebut.)
Pasal 33:
The seller must deliver the goods:
a) if a date is fixed by or determinable from the contract, on that date;
b) if a period of time is fixed by or determinable from the contract, at any time
within that period unless circumstances indicate that the buyer is to choose a
date; or
c) in any other case, within a reasonable time after the conclusion of the
contract.

24
Penjual harus mengirim barang:
a) apabila tanggal ditetapkan oleh atau dapat ditentukan dari kontrak, pada
tanggal tersebut;
b) apabila jangka waktu ditetapkan oleh atau dapat ditentukan dari kontrak, pada
setiap saat dalam jangka waktu tersebut kecuuali apabila keadaan
menunjukkan bahwa pembeli yang akan menentukan tanggalnya; atau
c) dalam hal lainnya, dalam jangka waktu yang wajar setelah pengakhiran
kontrak.
Pasal 34:
If the seller is bound to hand over documents relating to the goods, he must
hand them over at the time and place and in the form required by the contract.
If the seller has handed over documents before that time, he may, up to that
time, cure any lack of conformity in the documents, if the exercise of this right
does not cause the buyer unreasonable inconvenience or unreasonable
expense. However, the buyer retains any right to claim damages as provided
for in this Convention.
Apabila penjual terikat untuk menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan barang tersebut, maka penjual tersebut harus menyerahkannya pada
saat, waktu, dan bentuk yang ditentukan oleh kontrak. Apabila penjual telah
menyerahkan dokumen-dokumen tersebut sebelum saat tersebut, maka sampai
dengan waktu tersebut, penjual dapat melengkapi dokumen yang masih kurang,
apabila pelaksanaan hak tersebut tidak menyebabkan ketidaknyamanan atau
pengeluaran yang tidak wajar bagi pembeli. Meskipun demikian, pembeli
berhak untuk menuntut penggantian kerugian sebagaimana diatur dalam
Konvensi ini.
Pasal 45:
1) If the seller fails to perform any of his obligations under the contract or this
Convention, the buyer may:
a) exercise the rights provided in articles 46 to 52;
b) claim damages as provided in articles 74 to 77.

25
2) The buyer is not deprived of any right he may have to claim damages by
exercising his right to other remedies.
3) No period of grace may be granted to the seller by a court or arbitral tribunal
when the buyer resorts to a remedy for breach of contract.
1) Apabila penjual lalai untuk melaksanakan setiap kewajibannya berdasarkan
kontrak atau Konvensi ini, maka pembeli dapat:
a) menggunakan haknya sebagaimana diatur dalam pasal 46 sampai 52;
b) menuntut penggantian kerugian sebagaimana diatur dalam pasal 74 sampai
dengan pasal 77.
2) Pembeli tidak kehilangan setiap hak yang mungkin dimilikinya untuk
menuntut penggantian kerugian dengan menggunakan haknya atas upaya
hukum lainnya.
3) Tidak ada masa tenggang yang dapat diberikan kepada penjual oleh
pengadilan atau majelis arbitrase apabila pembeli memilih untuk melakukan
upaya hukum atas pelanggaran kontrak.
Pasal 46:
1) The buyer may require performance by the seller of his obligations unless the
buyer has resorted to a remedy which is inconsistent with this requirement.
2) If the goods do not conform with the contract, the buyer may require delivery
of substitute goods only if the lack of conformity constitutes a fundamental
breach of contract and a request for substitute goods is made either in
conjunction with notice given under article 39 or within a reasonable time
thereafter.
3) If the goods do not conform with the contract, the buyer may require the seller
to remedy the lack of conformity by repair, unless this is unreasonable having
regard to all the circumstances. A request for repair must be made either in
conjunction with notice given under article 39 or within a reasonable time
thereafter.
1) Pembeli dapat memerintahkan penjual untuk melaksanakan kewajibannya
kecuali apabila pembeli telah memilih upaya hukum yang tidak sesuai dengan
syarat ini.

26
2) Apabila barang tidak sesuai dengan kontrak, maka pembeli dapat
memerintahkan pengiriman barang pengganti hanya apabila ketidaksesuaian
tersebut merupakan pelanggaran mendasar terhadap kontrak dan permintaan
untuk barang pengganti dibuat baik bersamaan dengan pemberitahuan yang
diatur berdasarkan pasal 39 atau dalam jangka waktu yang wajar setelahnya.
3) Apabila barang tidak sesuai dengan kontrak, maka pembeli dapat
memerintahkan penjual untuk menyelesaikan ketidaksesuaian dengan
memperbaiki, kecuali apabila hal tersebut tidak wajar setelah
mempertimbangkan semua keadaan. Permintaan perbaikan harus dibuat baik
bersamaan dengan pemberitahuan yang diatur berdasarkan pasal 39 maupun
dalam jangka waktu yang wajar setelahnya.
Pasal 47:
1) The buyer may fix an additional period of time of reasonable length for
performance by the seller of his obligations.
2) Unless the buyer has received notice from the seller that he will not perform
within the period so fixed, the buyer may not, during that period, resort to any
remedy for breach of contract. However, the buyer is not deprived thereby of
any right he may have to claim damages for delay in performance.
1) Pembeli dapat menetapkan jangka waktu tambahan yang wajar untuk
pelaksanaan kewajiban oleh penjual.
2) Kecuali apabila pembeli telah menerima pemberitahuan dari penjual bahwa ia
tidak akan melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditetapkan
tersebut, pembeli tidak diperkenankan, selama jangka waktu tersebut, untuk
mengambil langkah penyelesaian apapun atas pelanggaran kontrak. Meskipun
demikian, karena hal tersebut, pembeli tidak kehilangan setiap hak yang
mungkin dimilikinya untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan
oleh penundaan pelaksanaan.
Pasal 48:
1) Subject to article 49, the seller may, even after the date for delivery, remedy at
his own expense any failure to perform his obligations, if he can do so without
unreasonable delay and without causing the buyer unreasonable

27
inconvenience or uncertainty of reimbursement by the seller of expenses
advanced by the buyer. However, the buyer retains any right to claim
damages as provided for in this Convention.
2) If the seller requests the buyer to make known whether he will accept
performance and the buyer does not comply with the request within a
reasonable time, the seller may perform within the time indicated in his
request. The buyer may not, during that period of time, resort to any remedy
which is inconsistent with performance by the seller.
3) A notice by the seller that he will perform within a specified period of time is
assumed to include a request, under the preceding paragraph, that the buyer
make known his decision.
4) A request or notice by the seller under paragraph (2) or (3) of this article is
not effective unless received by the buyer.
1) Dengan tunduk kepada pasal 49, penjual dapat, bahkan setelah tanggal
pengiriman, melakukan upaya hukum atas biayanya sendiri terhadap setiap
kelalaian untuk melaksanakan kewajibannya, apabila ia dapat melakukan hal
tersebut tanpa penundaan yang tidak wajar dan tanpa menyebabkan
ketidaknyamanaan yang tidak wajar bagi pembeli atau ketidakpastian
penggantian yang diberikan oleh penjual untuk pengeluaran-pengeluaran yang
dibayar di muka oleh pembeli. Meskipun demikian, pembeli berhak untuk
menuntut penggantian kerugian sebagaimana diatur dalam Konvensi ini.
2) Apabila penjual meminta pembeli untuk memberitahu apakah pembeli akan
menerima pelaksanaan kewajiban tersebut dan pembeli tidak memenuhi
permintaan tersebut dalam jangka waktu yang wajar, maka penjual dapat
melaksanakan kewajibannya pada waktu yang ditunjukkan dalam
permintaannya. Pembeli tidak diperkenankan, selama jangka waktu tersebut,
untuk mengambil langkah penyelesaian yang tidak konsisten dengan
pelaksanaan kewajiban yang dilakukan oleh penjual.
3) Pemberitahuan yang disampaikan oleh penjual bahwa penjual akan
melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan dianggap

28
mencakup permintaan, berdasarkan ayat sebelumnya, agar pembeli
mengetahui keputusan penjual.
4) Permintaan atau pemberitahuan yang disampaikan oleh penjual berdasarkan
ayat (2) dan ayat (3) pasal ini tidak berlaku kecuali apabila diterima oleh
pembeli
Pasal 49 ayat 1:
1) The buyer may declare the contract avoided:
a) if the failure by the seller to perform any of his obligations under the
contract or this Convention amounts to a fundamental breach of contract;
or
b) in case of non-delivery, if the seller does not deliver the goods within the
additional period of time fixed by the buyer in accordance with
paragraph (1) of article 47 or declares that he will not deliver within the
period so fixed.
1) Pembeli dapat menyatakan pengingkaran kontrak dalam keadaan:
a) apabila kelalaian penjual untuk melaksanakan setiap kewajibannya
berdasarkan kontrak atau Konvensi ini merupakan pelanggaran kontrak
yang mendasar; atau
b) dalam hal tidak dilakukannya pengiriman, apabila penjual tidak
mengirimkan barang dalam jangka waktu tambahan yang ditetapkan oleh
pembeli berdasarkan ayat (1) pasal 47 atau menyatakan bahwa penjual
tidak akan mengirimkan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Dari cuplikan pasal-pasal di atas maka bisa dilihat secara jelas beberapa
pelanggaran kontrak perdagangan internasional (CISG) yang dilakukan oleh
Globex secara langsung ataupun tidak langsung walaupun dengan dalih terjadi
force majeure karena intervensi larangan impor ayam oleh Pemerintah
Rumania. Beberapa pelanggaran yang paling mendasar yang telah digunakan
sebagai acuan keputusan pengadilan oleh para arbitrator antara lain :
Selama masa munculnya larangan tanggal 2 Juni 2006 Pemerintah
Rumania memberikan sosialisasi sampai pada tanggal 7 Juni 2006 sehingga

29
pada prinsipnya ada jeda waktu 5 hari yang bisa dan atau dapat digunakan oleh
Globex untuk melakukan pemberitahuan, pembahasan dan konsolidasi dengan
pihak Marcomex untuk mencari cara atau mensiasati larangan impor ayam
Rumania (Pasal 49 CISG dan rumusan umum UNIDROIT pasal 2).
Penolakan para arbitrator terhadap argumentasi pembelaan dari Globex
terkait dengan force majeure sebagai penyebab tidak terlaksananya kewajiban
Globex selaku penjual karena larangan pemerintah Rumania tentang impor
ayam tersebut bukanlah sebuah masalah yang fundamental atau sangat
mendasar tidak ada jalan keluar karena bila dikehendaki seharusnya Globex
akan melakukan koordinasi dan konsolidasi secepatnya dalam jeda waktu yang
masih aman. Hal tersebut bukan merupakan pelanggaran fundamental karena
tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Artikel 25 UNCITRAL.
Para arbitrator memutuskan dengan seksama menilik kerugian langsung
dialami di pihak Marcomex dan tidak tampaknya iktikad secara professional
pihak globex mencari jalan keluar menyelesaikan kontraknya yang pada
akhirnya arbitrator memutuskan memenangkan pihak Marcomex selaku
pembeli dengan membebankan biaya kerugian dan arbitrase secara total kepada
Globex sebesar $876,310,58.
Menilik keputusan para arbritor tersebut secara seksama sudah jelas dan
secara riil sesuai penerapan point-point pasal CISG secara keseluruhan.

30
PENUTUP

KESIMPULAN
Perkembangan instrumen internasional yang mengatur Kontrak Dagang
Internasional semakin maju dan beragam, baik aturan umum terkait kontrak
komersial internasional maupun aturan khusus seperti jual beli barang, kontrak
konstruksi, kontrak pengangkutan; sampai dengan kontrak elektronis.Peran
berbagai lembaga/organisasi internasional, baik antar pemerintah maupun non-
pemerintah sangat besar kontribusinya bagi pengembangan aturan hukum
tentang kontrak dagang internasional. Hampir seluruh instrumen internasional
terkait kontrak dagang internasional merupakan hasil dari lembaga/organisasi
internasional seperti: UNCTAD; UNCITRAL; UNIDROIT; ICC; The Hague
Conference on Private International Law. Hasil kerja mereka juga bersifat
saling melengkapi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari perkembangan kontrak dagang
internasional adalah: kontrak komersial internasional; kontrak jual beli
internasional; kontrak konstruksi; kontrak infrastruktur; dan kontrak
elektronik.Secara khusus, terdapat beberapa isu khusus dari perkembangan
kontrak dagang internasional yang perlu diperhatikan dalam upaya penyesuaian
dan/atau perbaikan hukum kontrak nasional indonesia. Isu-isu khusus tersebut,
antara lain: asas-asas hukum kontrak internasional; pembentukan kontrak; isi
kontrak; pelaksanaan kontrak; penafsiran kontrak; hukum yang berlaku dan
pilihan kontrak; serta penyelesaian sengketa kontraktual.
Prospek perkembangan kontrak dagang internasional meliputi:
pengaturan nasional terkait kontrak dagang internasional; keikutsertaan
Indonesia dalam pembahasan perkembangan kontrak dagang internasional;
kebutuhan penyempurnaan aturan hukum kontrak terkait kontrak dagang
internasional; serta berbagai langkah yang perlu ditempuh.

31
SARAN
1. Setiap perkembangan dari pembahasan instrumen-instrumen internasional
terkait kontrak dagang internasional harus terus dicermati dalam upaya
untuk mengetahui implikasinya terhadap aktivitas perdagangan
internasional, khususnya dalam konteks penyesuaian dan perbaikan aturan
hukum nasional.
2. Indonesia perlu secara aktif mengikuti kegiatan organisasi/lembaga
internasional yang membahas masalah perkembangan kontrak dagang
internasional, baik sebagai anggota maupun sebagai observer.
3. Mempertimbangkan meratifikasinya (bagi perjanjian-perjanjian
internasional) maupun mengadopsinya (untuk soft laws) dalam rangka
program legislasi nasional di bidang hukum kontrak.
4. Perkembangan isu-isu khusus di bidang perdagangan internasional harus
diperhatikan sebagai masukan dan pertimbangan bagi penyempurnaan
hukum kontrak nasional yang mengatur masalah kontrak dagang
internasional agar sejalan dan sesuai dengan standar internasional yang
berlangsung.
5. Diperlukan langkah-langkah yang sistematis dan konkrit untuk
mennyempurnakan aturan hukum kontrak nasional yang mengatur
perdagangan internasional.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.


2. Adolf, Huala. 2008. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional.
Bandung: Refika Aditama.
3. Supancana, Ida Bagus Rahmadi. 2012. Perkembangan Hukum Kontrak
Dagang Internasional. Badan Pembinaan Hukum Nasional.
4. Suharnoko. 2004. Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
5. Soenandar, Taryana. 2002. Prinsip-Prinsip UNIDROIT Sebagai Sumber
Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional.
Jakarta: Sinar Gafika.
6. Satrio, J. 1995. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian.
Bandung: Citra Aditya Bakti
7. Wiguna, Dewa. (28 Mei 2013). Peradi Dorong Advokat Pahami
Kontrak Internasional. Diperoleh 13 November 2018, dari
https://bali.antaranews.com/berita/39158/peradi-dorong-advokat-
pahami-kontrak-internasional
8. Nisasih, Nin Yasmine. (21 Agutus 2011). Permasalahan Force Majeure
Dalam Pelanggaran Kontrak Perdagangan Internasional (Cisg)Pada
Sengketa Kontrak Dagang Internasional Antara Globex Versus
Macromex. Diperoleh 15 November 2018, dari
https://ninyasminelisasih.com/2011/08/21/pelanggaran_cisg/

33

Anda mungkin juga menyukai