Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KELOMPOK I

PERAN SERTA INDONESIA DALAM PERDAGANGAN


DUNIA (WTO)

OLEH :
Amirah Hani Salman
Lulu Dwi Jayanti
Jamilatun
Nok Atiyah
STIAMI SBU
BISNIS ADMINISTRASI KELAS MINGGU

DAFTAR ISI
Halaman
BAB I

LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 3

BAB II

TEORI ............................................................................................................................... 5
1. WTO (World Trade Organization) ................................................................................ 5
2. GATT ........................................................................................................................... 10
3. GATS .......................................................................................................................... 11

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................................. 15


1. KONFERENSI TINGKAT MENTERI IV WTO DI DOHA .............................................. 15
2. KONFERENSI TINGKAT MENTERI IX WTO DI BALI ................................................ 19
3. LANGKAH DAN TINDAKAN DALAM NEGERI ........................................................... 20
BAB IV KESIMPULAN & SARAN ................................................................................................. 22
1. KESIMPULAN ............................................................................................................. 22
2. SARAN ........................................................................................................................ 23

Page 2 of 23

BAB I
LATAR BELAKANG
Kebutuhan suatu negara akan barang semakin bertambah pesat diikuti dengan pertambahan jumlah
penduduk yang ada di negara tersebut. Hal ini mengakibatkan negara akan melakukan suatu tindakan
yaitu mengimpor kebutuhan daripada rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan hidup di negara tersebut.
Begitu juga dengan negara-negara lain yang kebutuhannya tidak terdapat di negara asalnya, maka
darinya negara itu akan mengimpor kebutuhan negaranya dari negara lain. Mengenai kelebihan akan
suatu produk baik itu barang, biasanya setiap negara akan mengekspor terhadap negara lain yang
membutuhkannya. Kegiatan ekspor impor dapat berlangsung secara berkala apabila tidak ada pihak/
negara yang dirugikan. Untuk menjaga kegiatan ekspor impor secara berkala maka diperlukanlah suatu
aturan yang tidak memberatkan kedua belah pihak. Dalam hal ini, hukum ekonomi internasional
mempunyai peranan penting. Perkembangan hukum dalam ekonomi mengalami tingkat kemajuan
serta peranannya sekarang semakin diperhatikan seiring dengan arus globalisasi ekonomi yang cepat.
`
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk disuatu negara dengan
penduduk di negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Sejak perkembangan bisnis dalam lingkup
internasional berkembang pesat dan mempengaruhi kehidupan suatu negara secara menyeluruh
maka pemerintah sebagai pemegang otoritas untuk mengatur rakyatnya mulai memiliki andil guna
menciptakan stabilisasi di berbagai bidang baik dalam ekonomi, sosial namun juga keamanan bagi
warga negaranya
Kemampuan ataupun ketidakmampuan suatu negara untuk menyediakan kebutuhan masyarakat baik
di dalam maupun di luar negeri merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya perdagangan
internasional.
Adapun alasan lain terjadinya perdagangan internasional yang berkembang saat ini yaitu :
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah
sumber daya ekonomi
4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah
penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
9. serta fakta bahwa setiap negara membutuhkan devisa untuk pembangunan.
Sistem perdanganan internasional dilakukan karna tidak ada Negara yang hidup sendiri maksudnya
Negara yang satu membutuhkan Negara yang lainya. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi dan

Page 3 of 23

hubungan antar Negara dianggap sebagai proses alokasi sumberdaya ekonomi antar negara dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup bersama.
Wujud pemikiran dari kelompok pandangan liberalis institusional adalah munculnya organisasi
internasional sebagai salah satu aktor dalam hubungan internasional. Dengan adanya organisasi
internasional maka diharapkan setiap negara-bangsa dapat mencapai kepentingannya secara
bersama-sama. Namun, sesuai pemikiran dari kelompok pandangan realis yaitu sistem internasional
bersifat anarkis maka hal tersebut merupakan utopia atau dengan kata lain hal yang sangat sulit untuk
diwujudkan.
Hal tersebut, dikarenakan tidak ada sesuatu keputusan pun yang bebas nilai dalam kepentingan
negara-bangsa. Meskipun demikian, setiap negara-bangsa dalam sistem internasional tidak dapat
keluar atau menghindari situasi ini, situasi dimana setiap negara-bangsa harus masuk dalam
organisasi internasional agar dapat terus bergaul dalam sistem internasional yang ada. Oleh karena itu,
siap atau tidaknya suatu negara-bangsa dengan situasi ini bukan merupakan hal yang permisif baginya
untuk tidak masuk dalam organisasi internasional. Walaupun, dengan masuknya negara-bangsa dalam
organisasi internasional berarti ia memberikan separuh kedaulatannya pada organisasi tersebut,
sehingga negara-bangsa harus selektif memilih organisasi internasional yang efektif baginya.
Indonesia semenjak kemerdekaannya telah melembagakan diri ke dalam berbagai organisasi
internasional. Hal tersebut sebagai bukti eksistensi Indonesia dalam sistem internasional. Kemudian,
sebagai bentuk kebijakan luar negeri untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia. Dan juga
sebagai wadah bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan eksternal yang mengancam kepentingan
Indonesia di dalam dan luar negeri. Organisasi internasional yang diikuti oleh Indonesia sangatlah
banyak dan beragam. Mulai dari bidang ekonomi hingga politik, baik bersifat regional hingga global. Hal
tersebut, untuk menanggapi situasi internasional yang berkembang dalam sistem internasional yang
ada.
Orgnisasi Internasional yang diikuti Indonesia salah satunya adalah World Trade Organization (WTO).
Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang
pengesahan (ratifikasi) Agreement Establising the World Trade Organization , maka Indonesia
secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada didalamnya telah sah
menjadi bagian dari legislasi nasional. WTO adalah salah satu organisasi internasional yang
memegang peran penting dalam mengatur masalah-masalah perdagangan dunia dengan maksud
pendirian untuk menciptakan kesejahteraan negara-negara anggota melalui perdagangan internasional
yang lebih bebas. Menjadi anggota WTO berarti terikat dengan adanya hak dan kewajiban. Disamping
itu pula , WTO bukan hanya menciptakan peluang (opportunity), tetapi juga ancaman (threat).

Page 4 of 23

BAB II
TEORI
Dalam bab ini akan dibahas mengenai sejarah, fungsi dan keanggotaan WTO beserta dua perangkat
persetujuan yang utama, yaitu GATT dan GATS.

1. WTO (World Trade Organization)


WTO adalah salah satu organisasi internasional yang memegang peran penting dalam mengatur
masalah-masalah perdagangan dunia, dan merupakan satu-satunya badan internasional yang
secara khusus mengatur masalah perdagangan antar Negara dengan maksud pendirian untuk
menciptakan kesejahteraan negara-negara anggota melalui perdagangan internasional yang lebih
bebas, mendorong terciptanya liberalisasi perdagangan dan menghasilkan aturan-aturan
perdagangan multilateral yang transparan, adil dan predictable. Organisasi ini memiliki kedudukan
yang unik karena ia berdiri sendiri dan terlepas dari badan kekhususan PBB.
Tugas utamanya adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan
hambatan-hambatan perdagangan seprti tariff dan non tariff (misalnya regulasi); menyediakan
forum perundingan perdagangan internasional; penyelesaian sengketa dagang dan memantau
kebijakan perdagangan di negara-negara anggotanya.
Sejarah Berdiri
WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah
ada setengah abad yang lalu. World Trade Organization atau WTO adalah organisasi perdagangan
dunia yang dihasilkan dari Putaran Uruguay General Agreement on Tariffs and Trade atau GATT
(1986 1994). Pembentukan WTO ini merupakan realisasi dari cita cita lama negara negara
pada waktu merundingkan GATT pertama kali yaitu pada tahun 1948, yang hendak mendirikan
suatu organisasi perdagangan internasional bernama Internasional Trade Organization (ITO).
Namun upaya atau usulan yang dilontarkan oleh Amerika Serikat, setelah mengalami beberapa
tahun perundingan (1945 1948) mengalami hambatan, ternyata Kongres Amerika Serikat menolak
menandatangani Piagam Pendirian ITO. Kebetulan pada waktu Piagam ITO dirancang di Konfrensi
Jenewa, pada waktu yang bersamaan dirancang pula GATT.
WTO merupakan metamorfosis dari Perjanjian Umum Bea Masuk dan Perdagangan atau GATT
(General Agreement on Tariff and Trade) yang didirikan tahun 1947, sebagai bagian dari
kesepakatan di Bretton Woods, Amerika. Sejak 1947 ada delapan perundingan dagang dimana
Putaran Uruguay adalah perundingan paling akhir yang terpanjang (berlangsung dari September
1986 hingga April 1994), rumit dan penuh kontroversi sebelum melahirkan WTO.
Keanggotaan
Hingga saat ini WTO mempunyai 160 negara anggota serta 24 negara pengamat yang
sudah mendaftar untuk menjadi anggota. Berikut adalah nama-nama negara anggota
beserta tahun keikutsertaannya :
1. Albania 8 September 2000
2. Angola 23 November 1996

3. Antigua and Barbuda 1 January 1995


4. Argentina 1 January 1995

Page 5 of 23

5. Armenia 5 February 2003


6. Australia 1 January 1995
7. Austria 1 January 1995
8. Bahrain, Kingdom of 1 January 1995
9. Bangladesh 1 January 1995
10. Barbados 1 January 1995
11. Belgium 1 January 1995
12. Belize 1 January 1995
13. Benin 22 February 1996
14. Bolivia, 12 September 1995
15. Botswana 31 May 1995
16. Brazil 1 January 1995
17. Brunei Darussalam 1 January 1995
18. Bulgaria 1 December 1996
19. Burkina Faso 3 June 1995
20. Burundi 23 July 1995
21. Cabo Verde 23 July 2008
22. Cambodia 13 October 2004
23. Cameroon 13 December 1995
24. Canada 1 January 1995
25. Central African Republic 31 May 1995
26. Chad 19 October 1996
27. Chile 1 January 1995
28. China 11 December 2001
29. Colombia 30 April 1995
30. Congo 27 March 1997
31. Costa Rica 1 January 1995
32. Cte d'Ivoire 1 January 1995
33. Croatia 30 November 2000
34. Cuba 20 April 1995
35. Cyprus 30 July 1995
36. Czech Republic 1 January 1995
37. Democratic Republic of the Congo 1 Jan 1997
38. Denmark 1 January 1995
39. Djibouti 31 May 1995
40. Dominica 1 January 1995
41. Dominican Republic 9 March 1995
42. Ecuador 21 January 1996
43. Egypt 30 June 1995
44. El Salvador 7 May 1995
45. Estonia 13 November 1999
46. European
Union
(formerly
European
Communities) 1 January 1995
47. Fiji 14 January 1996
48. Finland 1 January 1995
49. France 1 January 1995
50. Gabon 1 January 1995
51. The Gambia 23 October 1996
52. Georgia 14 June 2000

53. Germany 1 January 1995


54. Ghana 1 January 1995
55. Greece 1 January 1995
56. Grenada 22 February 1996
57. Guatemala 21 July 1995
58. Guinea 25 October 1995
59. Guinea-Bissau 31 May 1995
60. Guyana 1 January 1995
61. Haiti 30 January 1996
62. Honduras 1 January 1995
63. Hong Kong, China 1 January 1995
64. Hungary 1 January 1995
65. Iceland 1 January 1995
66. India 1 January 1995
67. Indonesia 1 January 1995
68. Ireland 1 January 1995
69. Israel 21 April 1995
70. Italy 1 January 1995
71. Jamaica 9 March 1995
72. Japan 1 January 1995
73. Jordan 11 April 2000
74. Kenya 1 January 1995
75. Korea, Republic of 1 January 1995
76. Kuwait, the State of 1 January 1995
77. Kyrgyz Republic 20 December 1998
78. Lao Peoples Democratic Republic 2 Feb 2013
79. Latvia 10 February 1999
80. Lesotho 31 May 1995
81. Liechtenstein 1 September 1995
82. Lithuania 31 May 2001
83. Luxembourg 1 January 1995
84. Macao, China 1 January 1995
85. Madagascar 17 November 1995
86. Malawi 31 May 1995
87. Malaysia 1 January 1995
88. Maldives 31 May 1995
89. Mali 31 May 1995
90. Malta 1 January 1995
91. Mauritania 31 May 1995
92. Mauritius 1 January 1995
93. Mexico 1 January 1995
94. Moldova, Republic of 26 July 2001
95. Mongolia 29 January 1997
96. Montenegro 29 April 2012
97. Morocco 1 January 1995
98. Mozambique 26 August 1995
99. Myanmar 1 January 1995
100. Namibia 1 January 1995
101. Nepal 23 April 2004

Page 6 of 23

102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.

Netherlands 1 January 1995


New Zealand 1 January 1995
Nicaragua 3 September 1995
Niger 13 December 1996
Nigeria 1 January 1995
Norway 1 January 1995
Oman 9 November 2000
Pakistan 1 January 1995
Panama 6 September 1997
Papua New Guinea 9 June 1996
Paraguay 1 January 1995
Peru 1 January 1995
Philippines 1 January 1995
Poland 1 July 1995
Portugal 1 January 1995
Qatar 13 January 1996
Romania 1 January 1995
Russian Federation 22 August 2012
Rwanda 22 May 1996
Saint Kitts and Nevis 21 February 1996
Saint Lucia 1 January 1995
Saint Vincent & the Grenadines 1 Jan 1995
Samoa 10 May 2012
Saudi Arabia,Kingdom of 11 December 2005
Senegal 1 January 1995
Sierra Leone 23 July 1995
Singapore 1 January 1995
Slovak Republic 1 January 1995
Slovenia 30 July 1995
Solomon Islands 26 July 1996
South Africa 1 January 1995

133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
160.

Spain 1 January 1995


Sri Lanka 1 January 1995
Suriname 1 January 1995
Swaziland 1 January 1995
Sweden 1 January 1995
Switzerland 1 July 1995
Chinese Taipei 1 January 2002
Tajikistan 2 March 2013
Tanzania 1 January 1995
Thailand 1 January 1995
The former Yugoslav Republic of Macedonia
(FYROM) 4 April 2003
Togo 31 May 1995
Tonga 27 July 2007
Trinidad and Tobago 1 March 1995
Tunisia 29 March 1995
Turkey 26 March 1995
Uganda 1 January 1995
Ukraine 16 May 2008
United Arab Emirates 10 April 1996
United Kingdom 1 January 1995
United States of America 1 January 1995
Uruguay 1 January 1995
Vanuatu 24 August 2012
Venezuela, Bolivarian Republic of 1 Jan 1995
Viet Nam 11 January 2007
Yemen 26 June 2014
Zambia 1 January 1995
Zimbabwe 5 March 1995

Berikut adalah nama negara negara pengamat / belum menjadi anggota :


1. Afghanistan
13. Iran
2. Algeria
14. Iraq
3. Andorra
15. Kazakhstan
4. Azerbaijan
16. Lebanese Republic
5. Bahamas
17. Liberia, Republic of
6. Belarus
18. Libya
7. Bhutan
19. Sao Tom and Principe
8. Bosnia and Herzegovina
20. Serbia
9. Comoros
21. Seychelles
10. Equatorial Guinea
22. Sudan
11. Ethiopia
23. Syrian Arab Republic
12. Holy See (Vatican)
24. Uzbekistan
*sumber www.wto.org

Page 7 of 23

Perjanjian WTO mengikat secara hukum. Negara anggota yang tidak mematuhi perjanjian bisa
diadukan oleh Negara anggota lainnya karena merugikan mitra dagangnya, serta menghadapi
sanksi perdagangan yang diberlakukan oleh WTO. Karena itu sistem WTO bisa sangat berkuasa
terhadap anggotanya dan mampu memaksakan aturan-aturannya, karena anggota terikat secara
legal (legally-binding) dan keputusannya irreversible artinya tidak bisa ditarik kembali.
Kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan WTO dilakukan oleh General Council. Di bawahnya
terdapat badan-badan subsider yang meliputi dewan, komite, dan sub-komite yang bertugas untuk
melaksanakan dan mengawasi penerapan perjanjian-perjanjian WTO oleh negara anggota. Badan
tertinggi dalam struktur WTO adalah Ministerial Conference (MC) yaitu pertemuan tingkat menteri
perdagangan negara anggota WTO yang diadakan sekali dalam dua tahun. Ministerial Conference
ini mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan atas semua hal-hal yang dirundingkan
ditingkat bawah dan menetapkan masalah-masalah yang akan dirundingkan dimasa mendatang.
Struktur dibawah Ministerial Conference adalah General Council (GC) yang membawahi 5 badan
yaitu :
1. Council For Trade in Goods (CTG)
Yaitu badan yang menangani masalah perdagangan barang yang membawahi berbagai komite
ditambah Kelompok Kerja (Working Group) serta badan yang khusus menangani masalah
texstil dan pakaian jadi yaitu Textiles Monitoring Body (TMB). Komite dibawah CTG adalah
Komite Market Access, Komite Agriculture, Komite Sanitary and Phytosanitary, Komite Rules of
Origin, Komite Subsidies and Countervailing measures, Komite Custom Valuation, Komite
Technical Barriers to Trade, Komite Anti-dumping Practices, Komite Import Licencing dan
Komite Safequard.
2. Council For Trade in Services (CTS)
Council For Trade in Services hanya membawahi satu committee yaitu Committee Trade in
Financial Services ditambah dengan tiga Negotiating Group (NG) yaitu NG on Maritime
Transport Services, NG. On Basic Telecommunication dan NG on Movement of Natural
Persons ditambah lagi dengan satu Working Party (WP) yaitu WP . on Professional Services.
3. Council For Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Council For TRIPs).
4. Dispute Setlement Body (DSB)
5. Trade Policy Review Body (TPRB).
Disamping itu terdapat pula empat Komite yang karena sifat dan subtansinya pengawasannya
berada dibawah Ministerial Conference dan General Council yaitu : (1) Komite Trade and Environ
ment; (2) Komite Trade and Development; (3) Komite Balance of Payments dan (4) Komite BudgetFinance and Administration. Sedangkan dibawah General Council terdapat pula dua buah Komite
dan badan internasional yang menangani perjanjian-perjanjian yang sifatnya plurilateral yaitu (1)
Komite Trade in Civil Aircraft dan (2) Komite Government Procurement, International Dairy Council
dan International Meat Council.
5 (lima) prinsip dasar WTO yaitu :
1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment-MFN)
2. Pengikatan Tarif (Tariff binding)

Page 8 of 23

3. Perlakuan nasional (National treatment)


4. Perlindungan hanya melalui tarif.
5. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special dan Differential
Treatment for developing countries S&D).
Tiga isu besar yang berada di bawah WTO adalah:
1. Perjanjian Umum tentang Barang tariff dan barang (General agreement on Tariifs and
Trade/GATT) yang merupakan perjanjian umum mengenai liberalisasi barang. Terdiri dari
beberapa perjanjian lagi di bawahnya seperti pertanian, inspeksi perkapalan, pengaturan anti
dumping; tekstil dan produk tekstil.
2. Perjanjian Umum Perdagangan Jasa-jasa (General Agreement on Trade in Services/GATS).
Dalam perluasan akses pasar sector jasa, setiap Negara menyusun komitmen liberalisasi dan
jadwal pelaksanaan untuk seberapa banyak pemasok jasa dari luar dapat memberikan
jasanya di lokal.
3. Hak atas Kekayaan Intelektual yang Terkait dengan Perdagangan (Trade-Related Aspects of
Intellectual Property Rights/TRIPS)
Hambatan Kebijakan WTO
Kontroversi tentang manfaat liberalisasi perdagangan terus menjadi diskusi global. Sebagian
pendapat memandang liberalisasi perdagangan secara negatif yaitu liberalisasi perdagangan
dianggap turut berperan dalam menciptakan ketimpangan global (global inequality) sehingga hanya
akan membawa manfaat bagi negara ekonomi maju sebaliknya menjadi musibah bagi negara
ekonomi terbatas.
WTO sebagai penyetir perdagangan internasional yang diharapkan dapat menghilangkan
hambatan perdagangan baik dalam bentuk tariff dan non tariff barriers, meningkatkan
kesejahteraan penduduk dunia secara keseluruhan, dan menghapuskan kemiskinan di dunia saat
ini justru menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah kebijakan-kebijakan dalam WTO benar-benar
direalisasikan? Bagaimana dampaknya terhadap negara-negara anggota khususnya negara
berkembang dan LDCs?
Telah dikemukakan di bahasan sebelumnya bahwa negara-negara anggota WTO terikat berbagai
ketentuan berlaku dalam perdagangan internasional yang memberikan keuntungan dan juga
kerugian. Kurang terimplementasikannya perjanjian-perjanjian WTO, termasuk ketentuanketentuan S&D, telah menjadi faktor utama keprihatinan dan keluhan dari negara berkembang
yang dikemukakan baik di dalam maupun di luar WTO.
Indonesia sebagai salah satu negara pendiri WTO pun belum merasakan manfaat perdagangan
internasional melalui kebijakan WTO secara maksimal dikarenakan oleh berbagai hal. Indonesia
diharuskan melakukan berbagai standardisasi yang menyulitkan. Produk-prosuk Indonesia sulit
menembus perdagangan internasional sedangkan produk asing dalam pasar dalam negeri justru
melimpah sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami tantangan berarti. Selain itu, Indonesia
merasakan diskriminasi sebagai negara berkembang. Kemudian dengan kebijakan hambatan
perdagangan internasional oleh WTO membuat Indonesia yang sejatinya belum siap menghadapi

Page 9 of 23

perdagangan bebas, mau tidak mau dipaksa harus menghadapi. Jadi tidaklah mengherankan jika
kuota barang impor di Indonesia melonjak naik secara signifikan, tetapi tidak diiringi dengan
pelonjakan ekspor yang cukup signifikan.
Proses negosiasi dalam berbagai pertemuan WTO yang juga berjalan alot dan beberapa kali
terhenti tidak dapat memuaskan kepentingan negara-negara anggota WTO dan masyarakat di luar.
Dampaknya, mulai muncul persepsi bahwa perundingan yang berjalan di WTO merupakan suatu
proses yang tidak transparan dan merugikan negara-negara berkembang.

2. GATT
GATT adalah suatu perjanjian dagang internasional multilateral yang disepakati pada tahun 1988
dimana tujuan pokoknya adalah untuk menciptakan perdagangan internasional yang bebas,
membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembanguna. Sewaktu GATT didirikan adalah
satu-satunya sarana multilateral yang memuat prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan
perdagangan internasional yang mana anggotanya waktu itu 125 anggota yang dinamakan
contracting parties yang menyetujui prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
Tujuan GATT
Dalam rangka untuk mencapai tujuannya, GATT bekerja pada dua tingkatan yang saling
melengkapi yaitu:
1. Sebagai perkumpulan aturan yang mencakup Genereal Agreemeet itu sendiri serta bebragai
ranah hukum yang telah dirundingkan di bawah perlindungan GATT
2. Sebagai wadah ia tetap yang memantau perkembagan perdagangan internasional, mengatur
perundingan-perundingan untuk menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan
perdagangan internasional dan menyelesaikan perselisihan-perselisihan perdagangan
4 Prinsip dasar GATT :
1. Trade without Discrimination
Prinsip utama GATT adalah Most Favourite Nation Close (MFNC) yang berarti bahwa
perdagangan internasional harus didasarkan pada prinsip non-diskriminasi. Artinya setiap
negara anggota harus memberikan perlakuan yang sederajat dalam kebijakan perdagangannya
kepada negara lain. Setiap negara harus saling memberikan perlakuan yang sama dan timbalbalik (reciprocity) dalma hubungan perdagangan internasional.
2. Protection Though Tariffs
Suatu negara yang ingin melindungi industri dalam negerinya dapat memberikan perlindungan
hanya melalui tarif dan tidak melalui hambaan-hambatan perdagangan non tarif.
3. Prinsip Tranparansi/Keterbukaan
Perlakuan dan kebijakan perdagangan yang dilaksanakkan suatu negara harus transparan,
jelas dan terbuka. Dengan kata lain, perlakuan dan kebijaksanaan tersebut harus dapat
diketahui oleh seluruh mitra dagangnya, misalnya suatu negara mengeluarkan peraturan baru
tentang impor, maka seluruh mitra dagangnya harus diberitahu untuk memahami peraturan
tersebut.
4. The Stable Basics for Trade

Page 10 of 23

GATT juga bertujuan untuk menciptakan stabilitas perdagangan, untuk mencapai tujuan
tersebut GATT membuat suatu peraturan tentang pengikatan tarif (tariffs bendings) melalui
perundingan yang dilakukan antara negara anggota.

3. GATS
General Agreement on Trade in Services, yang selanjutnya disebut dengan GATS merupakan suatu
perjanjian yang relatif baru. GATS merupakan hasil dari perundingan Uruguay Round, dari kurun
waktu 1986 sampai dengan 1993, dan juga merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang
pertama di bidang jasa.17 GATS merupakan hasil suatu proses panjang yang dimulai dengan
inisiatif Amerika Serikat saat Tokyo Round. Saat itu Amerika Serikat mulai berusaha meyakinkan
para peserta untuk mendukung prakarsanya memasukkan Trade in Services dalam GATT. Usaha
ini berhasil pada tahun 1986 ketika diambil suatu keputusan yang tegas saat Deklarasi Punta Del
Este tahun 1986.
Dalam perundingan ini negara berkembang berhasil menempatkannya dalam peraturan tersendiri di
luar kerangka hukum dari GATT/WTO. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan
persilangan antara masalah-masalah GATT/WTO mengenai perdagangan barang dan perdagangan
jasa. Negara berkembang juga berhasil dalam usaha agar perkembangan ekonomi dan
pertumbuhan dimasukkan sebagai tujuan dari setiap persetujuan yang dicapai. Kerangka hukum
tersebut melahirkan GATS. Pengaturan GATS dipandang sebagai suatu cara memajukan
pertumbuhan ekonomi bagi semua negara pelaku perdagangan dan pembangunan negara-negara
berkembang. Dimasukkannya pengaturan mengenai perdagangan jasa dalam kerangka
GATT/WTO dianggap sebagai suatu langkah kemajuan penting bagi GATT/WTO. Tujuannya adalah
memperdalam dan memperluas tingkat libralisasi sektor jasa di negara-negara anggota, sehingga
diharapkan perdagangan jasa di dunia bisa meningkat.
Peranan GATS dalam perdagangan jasa dunia, pada dasarnya tidak terlepas dari dua (2) pilar
berikut; pertama adalah memastikan adanya peningkatan transparansi dan prediktabilitas dari
aturan maupun regulasi yang terkait, kedua adalah upaya mempromosikan proses liberalisasi
berkelanjutan melalui putaran perundingan.
Kewajiban-kewajiban bagi pihak dalam GATS dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Kewajiban umum dan disiplin (general obligation and disciplines) adalah kewajiban yang
diterapkan terhadap semua sektor jasa oleh semua negara anggota sesuai dengan sectoral
annex (lampiran) yang ada. Kewajiban ini termasuk perlakuan Most Favoured Nation (MFN),
ketentuan transparansi, ketersediaan prosedur hukum, konsultasi terhadappraktek-praktek
bisnis, dan konsultasi terhadap subsidi yang mempengaruhi perdagangan.
2. Kewajiban khusus yaitu kewajiban-kewajiban dalam kaitannya dengan komitmen khusus
(obligation related to specific commitment). Yang dimaksud dengan kewajiban khusus adalah
kewajiban yang mengikat negara tertentu sesuai dengan komitmen yang dibuat sebagaimana
tercantum dalam Schedule of Commitments (SoC). Hal-hal yang termasuk dalam kategori
kewajiban khusus ini antara lain; prinsip-prinsip perlakuan nasional (Nationat Treatment) dan
akses pasar (Market Acces).

Page 11 of 23

Berdasarkan kewajiban khusus, maka setiap negara anggota harus memperlakukan jasa dan
pemasok jasa dari negara lain sekurang-kurangnya sama dengan yang telah disetujui dan dicatat
dalam Schedule of Commitments (SoC). Di samping itu setiap negara anggota juga harus
memberikan perlakuan yang adil kepada jasa dan pemasok jasa dari anggota lain dibandingkan
dengan yang diberikannya kepada jasa dan pemasok jasa sejenis miliknya (domestik).
Jenis perdagangan jasa berdasarkan ketentuan GATS :
1. Jasa bisnis (business services)
Seperti real estate, pekerjaan pemasangan, manufaktur dan konsultasi, termasuk disini jasa
profesional dan jasa komputer.
2. Jasa telekomunikasi (communication services)
Termasuk di dalamnya adalah jasa pos dan giro, kurir, telepon, teleks dan telegraf, transmisi
data, faksimili, radio, televisi, distribusi film, surat kabar, perpustakaan, dan kearsipan.
3. Jasa konstruksi dan jasa terkait lainnya (construction and related engineering services)
Termasuk di dalamnya pembangunan gedung, jembatan dan lainnya.
4. Jasa distribusi (distribution services)
5. Jasa pendidikan (educational services)
6. Jasa lingkungan (environmental services)
7. Jasa keuangan (financial services)
Termasuk di dalamnya adalah jasa deposito, jasa administrasi di bursa keuangan, leasing,
perkreditan, jasa yang berhubungan dengan pasar uang, pialang, asuransi dan perbankan,
bursa efek, penanaman modal dan kepemilikan.
8. Jasa kesehatan dan jasa sosial (health-related and social services)
Seperti jasa kesehatan manusia yaitu rumah sakit, praktek medis dan jasa kesehatan hewan.
9. Jasa pariwisata (tourism and travel-related services)
Termasuk di dalamnya hotel dan restaurant, akomodasi hotel, pelayanan makanan dan
minuman.
10. Jasa hiburan, kebudayaan dan olahraga (recreational, cultural and sporting services)
11. Jasa transportasi (transport services)
Termasuk di dalamnya jasa pengangkutan laut, udara, kereta api, jalan raya, pengangkutan
penumpang, penyewaan (charter) dan jasa tambahan untuk transportasi seperti kargo,
penyimpanan dan gudang.
12. Jasa-jasa lain (other services)
Prinsip-prinsip Pengaturan Perdagangan Jasa dalam GATS
1.

Most Favoured Nation (MFN)


Prinsip Most Favoured Nation dikenal juga sebagai dengan prinsip non diskriminasi. Most
Favoured Nation merupakan suatu kewajiban umum (general obligation) dalam GATS.
Kewajiban ini bersifat segera (immediately) dan otomatis (unconditionally). Most Favoured
Nation adalah suatu kemudahan yang diberikan kepada suatu negara yang juga harus
diberikan kepada negara lain. Berdasarkan prinsip Most Favoured Nation ini, maka GATS
menghendaki adanya kesetaraan kesempatan bagi produk jasa dan penyedia jasa dari negara

Page 12 of 23

anggota lain. Most Favoured Nation berarti memberikan perlakuan sama kepada semua mitra
dagang dari negara-negara anggota. Di bawah GATS, jika suatu negara memperbolehkan
pihak asing turut bersaing dalam suatu sektor, kesempatan yang sama harus diberikan untuk
pengusaha jasa dari negara anggota lainnya.
2. National Treatment
Prinsip National Treatment mensyaratkan bahwa setiap negara anggota untuk memperlakukan
jasa-jasa dan pemberi jasa dari negara-negara anggota lainnya harus sama dengan perlakuan
yang diberikan terhadap jasa atau pemberi jasa dari negaranya. Untuk pemberlakuan prinsip
National Treatment dalam GATS berbeda dengan pemberlakuan prinsip National Treatment
dalam GATT, karena dalam GATS pemberlakuan prinsip National Treatment hanya terbatas
dan tidak berlaku umum. Adapun bentuk pembatasan terhadap penerapan prinsip National
Treatment pada umumnya meliputi nasionalitas atau persyaratan wilayah tinggal bagi
eksekutif, persyaratan untuk menanamkan modal tertentu pada usaha lokal, pembatasan
pembelian tanah kepada penyedia jasa asing, subsidi khusus maupun keringanan pajak yang
diberikan kepada penyedia jasa domestik, dan persyaratan modal serta pembatasan
operasional tertentu bagi penyedia jasa asing.
3. Transparansi
Setiap negara anggota harus mempublikasikan dengan segera, terkecuali dalam keadaan
darurat, selambat-lambatnya pada saat membuka perdagangan jasa, seluruh regulasi yang
terkait dengan perdagangan jasa termasuk perjanjian internasional lain yang ditandatangani
oleh negara anggota yang bersangkutan yang terkait dengan perdagangan jasa. Namun
apabila proses publikasi tersebut tidak dapat dilaksanakan, negara anggota harus tetap
menjamin bahwa informasi mengenai seluruh regulasi yang terkait dengan perdagangan jasa
harus dapat diakses secara terbuka. setiap negara anggota harus mempublikasikan dengan
segera, terkecuali dalam keadaan darurat, selambat-lambatnya pada saat membuka
perdagangan jasa, seluruh regulasi yang terkait dengan perdagangan jasa termasuk perjanjian
internasional lain yang ditandatangani oleh negara anggota yang bersangkutan yang terkait
dengan perdagangan jasa. Namun apabila proses publikasi tersebut tidak dapat dilaksanakan,
negara anggota harus tetap menjamin bahwa informasi mengenai seluruh regulasi yang terkait
dengan perdagangan jasa harus dapat diakses secara terbuka. Akan tetapi tidak ada
kewajiban untuk mempublikasikan informasi rahasia.
4. Regulasi Domestik
Regulasi domestik merupakan instrument yang paling signifikan bagi pemerintah untuk
melakukan intervensi atau mengendalikan kegiatan sektor jasa. Intervensi atau pengaturan
oleh pemerintah dilakukan untuk berbagai maksud yang mestinya bermuara pada pencapaian
tujuan nasional. GATS mensyaratkan bahwa setiap negara anggota harus menjamin bahwa
semua ketentuan yang berlaku umum dan memiliki dampak terhadap perdagangan jasa harus
dilaksanakan secara reasonable, objektif dan tidak memihak. Dalam hal ini, setiap negara
anggota diwajibkan untuk, sesegera mungkin, membentuk lembaga penyelesaian sengketa
atau arbitrase yang independen guna menangani penyelesaian sengketa yang terkait dengan
perdagangan jasa, kecuali hal tersebut bertentangan dengan konstitusi atau sistem hukum
negara yang bersangkutan.

Page 13 of 23

5. Prinsip Pengakuan (Recognition)


Prinsip ini berkaitan dengan perjanjian-perjanjian bilateral mengenai pengakuan atas
kualifikasi-kualifikasi tertentu. Misalnya mengenai pengakuan lisensi atau sertifikasi terhadap
pemberi jasa. Negara harus memberi kesempatan terhadap anggota lainnya yang
menginginkan menegoisasikan hal tersebut. Pemberian pengakuan ini tidak boleh diberikan
dengan cara mendiskriminasikan negara-negara anggota dalam penerapan standar atau
kriteria untuk otorisasi, lisensi atau sertifikasi pemasok jasa atau menimbulkan hambatan
terselubung terhadap perdagangan jasa.
6. Prinsip Pembukaan Pasar (Market Accesss)
Prinsip ini mensyaratkan bahwa komitmen negara-negara anggota terhadap sektor-sektor
perdagangan jasa harus dicantumkan dalam National schedule (daftar nasional). Daftar ini
mencantumkan berbagai kegiatan jasa yang akses pasarnya ke dalam negeri.
7. Komitmen-komitmen Spesifik (Spesific Commitments)
Komitmen spesifik dimuat dalam suatu skedul komitmen (Schedule of Commitments) yang
terdiri dari daftar sektor-sektor yang dibuka, seberapa besar akses pasar yang diberikan
(pembatasan atas kepemilikan asing) dan pembatasan akibat perlakuan nasional.
8. Liberalisasi Bertahap (Progressive Liberalization)
Dalam konteks GATS, liberalisasi dilakukan secara bertahap sehingga suatu negara anggota
dapat melakukan pembatasan-pembatasan atas keberlakuan ketentuan GATS dengan
kemampuan negara anggota.

Page 14 of 23

BAB III
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas keterlibatan dan peran serta Indonesia dalam beberapa konferensi yang
cukup menonjol, serta pembahasan mengenai tindakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan
keikutsertaan Indonesia dalam WTO.

1. KONFERENSI TINGKAT MENTERI IV WTO DI DOHA


KTM IV WTO dilaksanakan di Doha, Qatar pada 9-14 November 2001 telah dihadiri oleh 142
Negara. Konferensi tersebut dilaksanakan dalam bayangan peristiwa serangan teroris terhadap
Amerika Serikat yang dikenal dengan Peristiwa 11 September, sebagai ancaman terhadap
keamanan global sehingga negara-negara bersatu dalam membangun tata dunia yang aman dan
damai.
Hasil KTM IV
1. Deklarasi Doha
KTM ke-4 menghasilkan dokumen utama berupa Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) yang
menandai diluncurkannya putaran perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk
pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI), penyelesaian sengketa dan peraturan WTO.
Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya
konsensus mengenai Singapore Issues yang mencakup isu-isu: investasi, kebijakan kompetisi
(competition policy), transparansi dalam pengadaan pemerintah (goverment procurement), dan
fasilitasi perdagangan. Namun perundingan mengenai isu-isu tersebut ditunda hingga
selesainya KTM V WTO pada tahun 2003, jika terdapat konsensus yang jelas (explicit
concensus) dimana para anggota menyetujui dilakukannya perundingan. Deklarasi juga
memuat mandat untuk meneliti program-program kerja mengenai electronic commerce, negaranegara kecil (small economies), serta hubungan antara perdagangan, hutang dan alih teknologi.
Deklarasi Doha juga telah memberikan mandat kepada para anggota WTO untuk melakukan
negosiasi di berbagai bidang, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan pelaksanaan persetujuan
yang ada. Perundingan dilaksanakan di Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiations
Committee/TNC) dan badan-badan dibawahnya (subsidiaries body). Selebihnya, dilakukan
melalui program kerja yang dilaksanakan oleh Councils dan Commitee yang ada di WTO.
2. Doha Development Agenda
Keputusan-keputusan yang telah dihasilkan KTM IV ini dikenal pula dengan sebutan Agenda
Pembangunan Doha (Doha Development Agenda) mengingat didalamnya termuat isu-isu
pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling terbelakang
(Least developed countries/LDCs), seperti: kerangka kerja kegiatan bantuan teknik WTO,
program kerja bagi negara-negara terbelakang, dan program kerja untuk mengintegrasikan
secara penuh negara-negara kecil ke dalam WTO.

Page 15 of 23

Mengenai perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment), Deklarasi
tersebut telah mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan Persetujuan
mengenai Perlakuan khusus dan berbeda (Framework Agreement of Special and Differential
Treatment/S&D), namun tidak mengusulkan suatu tindakan konkrit mengenai isu tersebut.
Para menteri setuju bahwa masalah S&D ini akan ditinjau kembali agar lebih efektif dan
operasional.
Sejak dicanangkannya Doha Development Agenda (DDA), perundingan Putaran Doha telah
mengalami banyak pasang surut yang ditandai dengan beberapa kali kemacetan sebagai
akibat timbulnya perbedaan yang tajam antara negara negara kunci dalam perundingan isu
isu contentions, khususnya Pertanian, Non Agricultural Market Access (NAMA) dan jasa.
Selain itu, perundingan untuk membahas penekanan aspek pembangunan sebagaimana
dimandatkan dalam Doha Development Agenda juga sangat lamban dan sering mengalami
berbagai kebuntuan. Kebuntuan ini disebabkan karena besarnya kepentingan ekonomi negara
negara (baik berkembang maupun maju) terhadap isu isu pertanian, NAMA, jasa dan
pembangunan. Kondisi ini merupakan salah satu faktor utama sulitnya negara negara
anggota, khususnya negara negara kunci dalam perundingan WTO, untuk merubah posisi
pada keempat isu tersebut secara substansial yang pada gilirannya berujung pada macetnya
perundingan Putaran Doha.
3. Isu-isu yang disetujui untuk dirundingkan lebih lanjut
Deklarasi Doha mencanangkan segera dimulainya perundingan lebih lanjut mengenai
beberapa bidang spesifik, antara lain di bidang pertanian. Perundingan di bidang pertanian
telah dimulai sejak bulan sejak bulan Maret 2000. Sudah 126 anggota (85% dari 148 anggota)
telah menyampaikan 45 proposal dan 4 dokumen teknis mengenai bagaimana perundingan
seharusnya dijalankan. Salah satu keberhasilan besar negara-negara berkembang dan negara
eksportir produk pertanian adalah dimuatnya mandat mengenai pengurangan, dengan
kemungkinan penghapusan, sebagai bentuk subsidi ekspor.
Mandat lain yang sama pentingnya adalah kemajuan dalam hal akses pasar, pengurangan
substansial dalam hal program dukungan/subsidi domestik yang mengganggu perdagangan
(trade-distorting domestic suport programs), serta memperbaiki perlakukan khusus dan
berbeda di bidang pertanian bagi negara-negara berkembang.
Paragraf 13 dari Deklarasi KTM Doha juga menekankan mengenai kesepakatan agar
perlakuan khusus dan berbeda untuk negara berkembang akan menjadi bagian integral dari
perundingan di bidang pertanian. Dicatat pula pentingnya memperhatikan kebutuhan negara
berkembang termasuk pentingnya ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan
Posisi Indonesia dalam Putaran Perundingan Doha
1. Pertanian
Isu yang paling banyak diangkat dalam perundingan ini adalah mengenai isu pertanian.
Perundingan di sektor pertanian meliputi 3 (tiga) isu utama, yaitu Akses Pasar, Subsidi Ekspor

Page 16 of 23

dan Subsidi Domestik. Selain tiga isu utama tersebut, perundingan juga membahas isu special
and differential treatment yang bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi negara-negara
berkembang khususnya dalam mengatasi masalah food security, rural development, dan
poverty alleviation.
Peta posisi masing masing negara secara umum terbagi atas 4 (empat) kelompok, antara lain:
a. Kelompok AS dan EC, yang ingin mempertahankan pemberian subsidi yang berlebihan
kepada petaninya dan mengupayakan agar negara berkembang membuka pasarnya.
b. Kelompok G-10 terdiri dari Swiss, Jepang, Norwegia, Korea, Maritius dan Israel, yang ingin
mempertahankan pemberian subsidi bagi petaninya, namun tidak ingin membuka pasar
negara. Kelompok ini tidak agresif dalam usaha membuka pasar negara berkembang.
c. Kelompok G-20 dan Cairns Group, yang berusaha menghapuskan seluruh subsidi yang
diberikan oleh negara negara maju dan meliberalisasi perdagangan di bidang pertanian.
d. Kelompok G-33 dikoordinasi oleh Indonesia, yang berusaha agar produk pertanian tertentu
dari negara berkembang dikecualikan dari liberalisasi. Kelompok ACP, LDC dan Afrika,
ingin agar preference yang diberikan oleh negara negara maju tetap dipertahankan.
Kepentingan utama Indonesia yaitu Special Product (SP), Special Mechanism (SSM), dan
subsidi kategori de minimis framework Annex A dalam keputusan Dewan Umum WTO, telah
banyak mengakomodasi kepentingan negara berkembang. Untuk itu isu isu tersebut bahasa
yang digunakan dalam Annex A, telah banyak disesuaikan dengan proposal dan permintaan
Indonesia serta Kelompok G-33 yang dikoordinir oleh Indonesia[13].
Perundingan sektor pertanian tetap menjadi isu perundingan yang mendapatkan sorotan utama
dari seluruh negara anggota mengingat masih terdapatnya pertentangan antara negara
berkembang dan negara maju pada ketiga pilar perundingan pertanian. Sebagai Koordinator G33, Indonesia memainkan peran yang sangat krusial dalam perundingan sektor ini.
Di bidang akses pasar, usulan Indonesia atau G-33 agar negara berkembang diberikan
fleksibilitas dalam menetapkan beberapa tariff lines sebagai SPs yang didasarkan pada
indikator yang terkait dengan food security, livehoo security and rural development needs, telah
disepakati. Negara negara berkembang juga menggunakan volume trigger dan price trigger
untuk mengatasi banyaknya impor. Dengan demikian upaya Indonesia untuk menggolkan
konsep SP dan SSM yang lebih menguntungkan negara berkembang telah diterima oleh negara
anggota lainnya[14].
2. Akses Pasar untuk Produk non Pertanian (Non Agricultural Market Access / NAMA)
Perundingan Akses Pasar untuk produk non pertanian diwarnai dengan tingkat ambisi yang
berbeda beda. Negara negara maju dan beberapa negara berkembang memiliki tingkat
ambisi yang tinggi dan menghendaki agar perundingan berdampak kepada penurunan drastis
bahkan penghapusan tariff dunia. Sedangkan sebagian besar negara berkembang memiliki
tingkat ambisi yang lebih moderat, sehingga mereka menghendaki hasil perundingan tidak
menurunkan tarif secara drastis. Salah satu isu penting yang masih menjadi kendala dalam
proses perundingan Akses Pasar untuk produk non pertanian adalah formula penurunan tarif
yang akan digunakan. Apakah akan menggunakan penurunan tarif secara linear seperti yang

Page 17 of 23

diusulkan negara berkembang, atau menggunakan penurunan tarif secara terbuka seperti yang
diusulkan negara maju.
Pada KTM VI di Hong Kong, dalam perundingan akses pasar produk nonpertanian (NAMA),
Indonesia termasuk kedalam kelompok NAMA 11 sebagai kelompok kunci perundingan sektor
NAMA tetap konsisten dalam mengupayakan fleksibilitas bagi negara berkembang dalam
modalitas perundingan NAMA. Negara berkembang dalam hal ini mendapatkan jangka waktu
implementasi penurunan tarif yang lebih lama, pengecualian produk tertentu dari formula
penurunan tarif dan pemberlakuan status unbound untuk sejumlah produk tertentu. Mengenai
penurunan tarif sektoral, negara anggota menyepakati prinsip penurunan tarif sektoral yang
sejalan dengan posisi Indonesia yang menolak penurunan tarif sektoral secara mandatory.
Selanjutnya, negara anggota juga menyepakati mekanisme penanganan hambatan non tarif
dan perlakuan terhadap unbound tariff. Modalitas di bidang NAMA harus diselesaikan paling
palmbat tanggal 30 April 2006 dan draft jadwal yang komprehensif berdasarkan modalitas harus
disampaikan paling lambat tanggal 31 Juli 2006
3. Jasa
Perundingan jasa merupakan salah satu isu yang menjadi perdebatan sengit antara kelompok
negara maju dan negara berkembang, dimana negara maju dengan tingkat ambisi yang tinggi
menuntut negara berkembang untuk membuka akses pasar atau membuat komitmen yang lebih
besar dari tingkat komitmen yang telah ada. Hal ini mendapatkan tantangan sangat keras dari
kelompok negara berkembang, termasuk Indonesia, dengan argumentasi bahwa liberalisasi
yang lebih luas harus didasarkan kepada fleksibilitas, tingkat pertumbuhan ekonomi dan sektor
yang merupakan kepentingan masing masing negara serta prioritas kebijakan pembangunan
nasional.
Deklarasi Doha memasukkan mandat mengenai perdagangan sektor jasa jasa dalam suatu
program kerja yang lebih luas dan dalam suatu rangkaian perundingan yang harus diselesaikan
sebelum Januari 2005. Deklarasi Doha menetapkan batas waktu penyampaian initial request
dan initial offers. Saat ini Indonesia sedang mempersiapkan initial offers, yang kemungkinan
besar akan disampaikan kepada WTO pada tahun 2005. Hal ini dimaksudkan agar Indonesia
mempunyai waktu untuk menganalisa substansi dan cakupan initial offers-nya, yang akan
dibahas bersama bersama negara negara mitra runding dalam berbagai pertemuan bilateral
pada sidang jasa bulan Februari 2005.

2. KONFERENSI TINGKAT MENTERI IX WTO DI BALI


Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri ke-9, yang diadakan di Bali, 3 7
Desember 2013. KTM di Bali menjadi strategis untuk Indonesia karena kredibilitas WTO yang
didominasi oleh negara-negara maju tergantung pada hasil perundingan yang akan dipimpin
Indonesia. Pertemuan ini memuat isu-isu pertanian, fasilitas perdagangan dan termasuk
kepentingan negara-negara yang baru berkembang dan berbagai pihak, mulai dari pemerintah
negara anggota hingga kalangan bisnis, akademisi, dan pemerhati perdagangan, pada umumnya
menyambut baik disepakatinya Paket Bali setelah melalui proses perundingan yang cukup alot.

Page 18 of 23

Konferensi ini sempat harus diundur penutupannya yang seharusnya pada tanggal 6 Desember
2013 dikarenakan alotnya suasana perundingan yang membuat para delegasi harus melakukan
lobi-lobi hingga dini hari. Kesepakatan di Bali ini membangkitkan kembali semangat perdagangan
multilateral yang sejak WTO didirikan tidak pernah mengalami kesepakatan dan selalu terjadi
kebuntuan.
Hasil KTM IX : Paket Bali
Kesepakatan perdagangan yang tertuang dalam paket Bali ini mencakup tiga bidang yakin Fasilitas
Perdagangan, Pertanian, dan Kapasitas Negara Miskin (LDC). Pemerintah mengklaim bahwa ketiga
poin kesepakatan tersebut telah mengakomodir permintaan negara berkembang.
1. Fasilitas Perdagangan
kesepakatan ini adalah perjanjian yang memberi peluang ke pada swasta agar arus logistik
perdagangan baik ekspor dan impor dapat berjalan secara efisien serta mudah tanpa
hambatan. Artinya negara tidak banyak mengatur kelancaran arus logistic perdagangan karena
semuanya dapat ditata secara teratur melalui peran swasta, mereka akan membangun banyak
pelabuhan, fasilitas penyimpanan logisitik yang dibangun secara mandiri dengan lebih
meminimalkan peran dari negara ataupun pemerintah. Perjanjian di bidang fasilitas
perdagangan ini akan melahirkan jumlah tenaga kerja baru namun bisa dipastikan
sifatnyakontrak seperti (buruh panggul, supir kontainer, satpam penyimpanan logistik, timer,
pengatur kontainer di pelabuhan, dsb). Kesepakatan lain yang tertuang pada poin ini adalah
penyederhanaan aturan untuk kelancaran arus logistik barang yakni dengan mengurangi serta
mempelonggar berbagai prasyarat pengiriman maupun penerimaan barang. Agar lebih efisien
maka prosesnya menggunakan media internet, di mana demi kelancaran arus logistik barang
tersebut setiap negara wajib mefasilitasi informasi dan pedaftaran arus barang melalui media
internet.
2. Pertanian
Di sektor ini proses kesepakatannya cukup dramatis. Sebelumnya India menolak keras bidang
ini di agendakan menjadi perjanjian multilateral karena negaranya sangat kuat mensubsidi
petaninya agar peran negara untuk melindungi rakyatnya bisa terjamin penuh.Namun karena
begitu dinamisnya suasana perundingan akhirnya India melunak dan mensetujui perjanjian
bidang pertanian ini. Dalam kesepakatan paket Bali, bidang pertanian disepakati setelah melalui
kompromi bahwa negara berkembang dapat memberikan subsidi kepada pertanian agar
melindungi para petani dari serbuan produk pangan impor. Negara berlembang dapat
memberikan tariff tinggi ketika ada produk impor masuk ke negaranya, sementara negara maju
pun diharuskan untuk menerapkan tarif yang rendah agar bisa menerima produk dari negara
berkembang sehingga ini peluang bagi petani untuk lebih banyak memproduksi agar dapat
menjadi eksportir di bidang pertanian
3. Kapasitas Negara Miskin / Least Development Countries (LDCs)
Paket untuk negara miskin atau Least Development Countries (LDCs), dimana negara miskin
mendapatkan kemudahan sistem lalu lintas dan fasilitas perdagangan yang bisa dilakukan oleh
negara tersebut. Dalam isi perjanjiannya negara kurang berkembang ini akan mendapat
kemudahan berupa transfer teknologi dan peningkatan sumber daya manusia.

Page 19 of 23

Dampak Sosial Budaya Paket Bali


Secara umum klausul perjanjian WTO yang ada dalam paket Bali memiliki implikasi sosial budaya
yang cukup signifikan. Ketika berbicara kesepakatan dalam fasilitas perdagangan,maka akan
banyak pelabuhan-pelabuhan dan fasilitas logistik perdagangan yang dibangun oleh pihak swasta
dan ini bisa melahirkan konflik baru dimasyarakat khsususnya di bidang pertanahan karena akan
terjadi banyak pembebasan lahan agar proses pembangunan fasilitas tersebut cepat terlaksana. Di
bidang pertanian, para petani khususnya buruh tani akan semakin sulit mengejar target produksi
apalagi kondisi alam saat ini mengalami perubahan akibat pemanasan global. Belum lagi petani
harus berjuang mengejar standarisasi yang mungkin nantinya berlaku secara internasional bukan
lagi secara lokal dan yang paling mengerikan mereka harus menghadapi serbuan produk impor
yang bisa jadi lebih cepat datangnya sebelum panen terjadi. Buruh tani yang tidak memiliki lahan
dan tidak mengenyam pendidikan yang memadai pasti akan kelelahan hadapi persaingan bebas
tersebut sehingga mereka mengalihkan pekerjaannya menjadi buruh panggul di pelabuhan atau
industri tersebut.

3. LANGKAH DAN TINDAKAN DALAM NEGERI


Telah kita lihat bahwa WTO sebenarnya memberikan dampak luar biasa pada Indonesia. Untuk
memaksimalkan peluang dan manfaat dari ketentuan WTO, Indonesia tengah melakukan langkahlangkah antara lain:ISI
a. Ikut serta dalam perundingan WTO guna memperjuangkan kepentingan Indonesia;
b. Mengetahui kekutan dan kelemahan sektor perdagangan Indonesia;
c. Memahami aturan main dan persetujuan yang ada di WTO;
d. Memahami tingkat tariff (schedule of commitments) dan aturan-aturan perdagangan negara
anggota lain ;
e. Perluasaan pasar ke non-traditional market dengan memanfaatkan kepemimpinan Indonesia
diberbagai badan kerjasama antar negara berkembang (AASROC, G-15, G-77, dll)
f. Diversifikasi pasar ekspor, mengingat
masih terbatasnya pasar ekspor Indonesia, yakni
Jepang(US$ 14,1 milyar), China (US$ 10,8 milyar), dan Singapura (US$ 8,4 milyar);
g. Peningkatan produk manufaktur, saat ini produk manufaktur memberikan kontribusi peningkatan
ekspor yang signifikan, antara lain kapal laut (meningkat US$ 542,8 juta naik 294,9% dari
periode yang sama tahun sebelumnya), produk alas kaki (US$ 176,8 juta naik 9,9%), dan
pakaian jadi (US$ 74,9 juta naik 3,9%);
h. Akselerasi hilirisasi industri berbasis agro (CPO, kakao, karet, rotan), industri berbasis sumber
daya mineral (besi, aluminium, nikel, tembaga) dan industri berbasis migas (petrokimia), serta
pengembangan industri berbasis sumber daya manusia dan teknologi yang tengah gencargencarnya diupayakan pemerintah RI. Hal ini didasari bahwa potensi alam perlu diolah, tidak
hanya berorientasi ekspor bahan mentah, sehingga memiliki nilai tambah ekonomi;
i. Revitalisasi tambak-tambak. Angka ekspor udang Indonesia ke AS sebesar 71 ribu ton dengan
nilai 634 juta dollar AS (38 % dari total ekspor perikanan);
j. Melakukan penyesuaian atas berbagai kebijakan yang dianggap kurang sejalan dengan
ketentuan WTO.

Page 20 of 23

Selain langkah-langkah tersebut, Pemerintah Indonesia juga tengah berupaya untuk meningkatkan
produk dalam negeri dengan melakukan perbaikan dan dukungan di berbagai sektor, yaitu:
a. Dukungan untuk memperbaiki iklim investasi, mengembangkan produk unggulan, peningkatan
daya saing produk barang dan jasa serta berbagai upaya peningkatan kualitas;
b. Pegoptimalan dan dukungan penanganan di bidang kelautan dan perikanan. Indonesia
merupakan produsen South Sea Pearls (SSP) terbesar, memasok 43 persen untuk pasar dunia
dan bersaing dengan produk dari Australia, Philipina, Myanmar dan Malaysia
c. Penerapan Indonesia Incorporated sebagai sinergi dari semua pihak;
d. Perbaikan infrastruktur hukum yang mendukung perdagangan internasional dan capacity
building penegak hukum untuk memenangkan sengketa perdagangan internasional dan
ketentuan-ketentuan S&D;
e. Perbaikan koodinasi antar institusi dan kemitraan Indonesia dengan pelaku bisnis dan pihak
terkait lainnya dalam melakukan negoisasi perundingan kerja sama perdagangan internasional
dan memenangkan persengketaan;
f. Perbaikan industri nasional agar menghasilkan produk yang berstandar internasional;
g. Pengembangan industri harus diarahkan pada basis kemampuan sumber daya manusia
termasuk penguasaan teknologi, inovasi dan kreativitas;
h. Dukungan peningkatan nilai tambah dan kemampuan dalam diplomasi ekonomi;
i. Meningkatkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri pada masyarakat Indonesia agar produk
domestik dapat menjadi raja di pasar nasional atau negeri sendiri.

Page 21 of 23

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Dengan bernaungnya Indonesia dibawah WTO, siap atau tidak siap Indonesia harus bersiap untuk
membuka pangsa pasar dalam negeri seluas-luasnya dan menciptakan iklim yang baik bagi produk
dalam negeri berorientasi ekspor. Hal ini sejalan dengan mandat WTO untuk menciptakan dan
menjalankan peraturan perdagangan bebas menuju dunia tanpa batas negara.
Kesiapan dari Pemerintah Indonesia juga harus didukung dengan berani menyuarakan kepentingan
nasional baik dalam forum WTO maupun diluar WTO melalui diplomasi ekonomi yang baik sehingga
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki hak yang sama dengan negara maju. Dan atas
permasalahan serta keluhan yang selama ini disuarakan oleh negara berkembang, WTO harus
berani untuk secara transparan menentukan kebijakan. Karena jika tidak diselesaikan, masalah
bukan hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju yang akhirnya
keberlangsungan WTO sendiri dipertaruhkan.
Dengan bergabung ke dalam organisasi internasional seperti WTO, negara-negara berkembang
secara bersama dapat menghadapi negara maju. Dengan kata lain, lebih mudah menghadapi
negara maju secara multilateral daripada menghadapi secara bilateral.Dengan WTO negara-negara
berkembang dapat memindahkan sengketa dan policy marking ke prosedur multilateral WTO dalam
mengurangi tekanan unilateral negara maju. Dengan bergabung ke dalam organisasi internasional
seperti WTO, negara-negara berkembang dapat membuka akses pasar untuk barang ekspor.
Jikalau terjadi sengketa antara negara maju dan negara berkembang, negara berkembang dapat
meminta agar paling tidak satu panelis berasal dari negara berkembang.
Ada manfaat yang dapat dirasakan oleh Indonesia sebagai anggota dari WTO dan adapula
kerugian mengikuti organisasi ini, terlebih Indonesia masih merupakan negara berkembang yang
belum kuat stabilitas perekonomiannya. Meskipun demikian bukan berarti posisi Indonesia lemah di
dalam WTO, hal ini bisa dilihat dari peran aktif Indonesia dalam Putaran Perundingan Doha, tuan
rumah KTT IX di Bali, Indonesia adalah koordinator dalam kelompok G-33 banyak mengajuka
usulan usulan di berbagai sektor penting seperti sektor pertanian, Akses Pasar Produk NonPertanian (NAMA) yaitu dengan mengupayakan pemberian fleksibilitas dalam menetapkan tariff
lines. Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok NAMA 11, kelompok kunci dalam perundingan,
konsisten mengupayakan fleksibilitas bagi negara berkembang dalam modalitas perundingan
NAMA. Hingga negara berkembang mendapatkan jangka waktu implementasi penurunan tarif yang
lebih lama, pengecualian produk tertentu dari formula penurunan tariff dan pemberlakuan status
unbound untuk sejumlah produk tertentu.
Pada isu pembangunan, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang terlibat dalam
pembahasan di bidang Green Room tetap berupaya memberikan kontribusinya dengan
menyampaikan perbaikan teks, yang memberikan penekanan lebih besar terhadap komitmen
negara maju terhadap negara berkembang termasuk least-developed countries (LDCs). Secara
umum, kepentingan negara negara berkembang banyak terakomodasi dalam Keputusan Dewan

Page 22 of 23

Umum WTO tersebut, khususnya pada sektor pertanian dan hal ini sudah merupakan suatu
kemajuan yang cukup berarti dalam upaya membentuk suatu sistem perdagangan produk pertanian
yang lebih seimbang.

2. Saran
Pemerintah ketika sudah berani dan siap membuka perjanjian perdagangan bebas maka ada
konsekuensi konsekuensi yang lebih memiliki dampak di masyarakat. Pemerintah sebaiknya lebih
membuka dialog dengan masyarakat umum bukan dengan yang mengklaim mewakili masyarakat,
kecenderungannya para pemangku kebijakan di negeri ini lebih mengandalkan kemampuan dirinya
serta kelompok sosialnya tanpa harus melihat kondisi realitas sehari-hari masyarakat yang dialami.
Untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di kancah dunia, sebaiknya produk Indonesia
terlebih dulu berjaya di negeri sendiri. Ini lah pr pemerintah & kementrian terkait melakukan
berbagai cara untuk meningkatkan mutu produk dalam negeri, meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam menkonsumsi produk lokal & menjaga iklim perdagangan dalam negeri.

Page 23 of 23

Anda mungkin juga menyukai