Anda di halaman 1dari 6

Nama : Helen Graciela

NIM : 6211181093
Kelas :C
Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional
Mata Kuliah : Organisasi Internasional
Dosen Pengampu : Angga Nurdin Rachmat, S.IP., MA

TUGAS 2: CRITICAL REVIEW JURNAL

EMPOWERING THE UNITED NATIONS



Boutros Boutros-Ghali

Secara garis besar, jurnal ini berisi mengenai pemberdayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) sebagai organisasi yang berfungsi untuk menangani masalah-masalah internasional dalam
berbagai aspek untuk menjaga perdamaian dan keamanan di dunia sesuai dengan tujuannya yang
dimuat dalam piagam PBB. Komitmen PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan
internasional terlihat dalam bagaimana PBB mengerahkan pasukan yang disediakan oleh negara-
negara anggota yang bertugas dibawah komando jenderal keamanan PBB untuk menyelesaikan
konflik di empat benua dalam operasi-operasi perdamaian serta menyelesaikan isu-isu ekonomi
dan sosial di berbagai negara.
Dalam menjalankan tujuannya, tentunya terdapat banyak hambatan yang dihadapi oleh PBB
dan jurnal ini membahas mengenai bagaimana cara memberdayakan PBB untuk tetap
melaksanakan tujuannya meskipun dihadapi berbagai hambatan.
Pada akhir perang dingin, permintaan negara-negara mengenai “layanan” PBB untuk
menjaga perdamaian pun melonjak. Dalam merespon banyaknya permintaan ini, dibutuhkan
respon yang cepat oleh Dewan Keamanan PBB. Respon ini memerlukan tiga bidang yang
terpenting, yaitu (1) Bidang keuangan, dimana negara-negara anggota PBB wajib menyediakan
modal kerja bagi Sekertaris Jenderal sebagai modal awal pembentukan operasi perdamaian baru.
Prosedur keuangan juga perlu direvisi agar Sekertaris Jenderal memiliki kewenangan untuk
menggunakan dana yang ada, dalam batas wajar, segera setelah pengesahan operasi perdamaian
baru; (2) Personil dan (3) Peralatan, dimana negara-negara anggota secara sukarela tetap siap
(kapanpun dan dimanapun saat dibutuhkan) untuk memberikan personil dan peralatan yang akan
mereka kontribusikan, segera setelah pengesahan operasi perdamaian baru. Namun, dalam
menjalankan operasi perdamaiannya, PBB juga dihadapkan dengan masalah seperti negara
anggota yang tidak memenuhi komitmennya untuk memberikan bantuan dalam tiga bidang yang
telah dijelaskan. Hal ini menghambat keberlangsungan misi operasi perdamaian dan mengancam
kredibilitas PBB itu sendiri.
Dalam jurnal ini, operasi pemeliharaan perdamaian yang dilakukan PBB dikhususkan
mengenai pemantauan urusan gencatan senjata, penarikan pasukan, penyediaan zona penyangga
antara kekuatan yang berlawanan dan membantu penyelesaian konflik, sedangkan dewasa ini,
operasi pemeliharaan perdamaian bersifat multidimensional ditengah perubahan lingkungan
geopolitik global. Sementara pilihan-pilihan dari beberapa fitur masih terhitung lebih standar
dalam operasi perdamaian yang notabene lebih mengacu pada elemen yang mengingatkan pada
proses perwalian PBB untuk dekolonialisasi.
Operasi pemeliharaan perdamaian multi-dimensi merupakan operasi yang kompleks,
derajatnya sangat penting untuk mendorong perdamaian di dunia. Kasus yang pernah menjadi
sasaran operasi ini adalah Referendum Timor Leste (sebelumnya Timor Timur). Operasi ini
dikatakan berhasil karena pelaksanaannya diperlengkapi dengan baik melalui sistem dan
pendekatan yang komprehensif.
Perkembangan operasi pemeliharaan perdamaian PBB yang bersifat multi-dimensional
sebagian besar merupakan jawaban atas berkembangnya konflik sipil pasca Perang Dingin.
Konflik-konflik yang muncul biasanya seringkali dipicu oleh berbagai macam perselisihan seperti
kurangnya struktur politik yang kredibel, tidak adanya mekanisme pengalihan kekuasaan secara
tertib, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan ketidaksetaraan sosial. Oleh karena itu, strategi
untuk mengatasi konflik semacam ini harus mengambil pendekatan yang luas jika ingin efektif.
Pemeliharaan perdamaian tidak hanya harus memenuhi kebutuhan mendesak, tetapi juga harus
melakukan upaya untuk membangun pondasi untuk perdamaian yang berkelanjutan. Upaya-
upaya ini harus mencakup keseluruhan, membantu untuk menempa institusi politik dan sipil yang
layak, memperkuat mekanisme hak asasi manusia, dan mempromosikan hukum dan ketertiban.
Operasi pemeliharaan perdamaian multidimensi telah dilakukan sejak awal tahun 1990-
an. Pada tahun 1992, mantan Sekretaris Jenderal PBB, Boutros Ghali, pernah mengeluarkan
“Agenda for Peace” dengan menawarkan definisi dasar tentang pemeliharaan perdamaian yang
gambarannya adalah:
“Penyebaran kehadiran PBB di lapangan, sampai saat ini dengan persetujuan
semua pihak yang berkepentingan, biasanya melibatkan personil militer dan atau
polisi PBB dan seringkali melibatkan warga sipil. Penjagaan perdamaian adalah
teknik yang memperluas kemungkinan untuk pencegahan konflik dalam upaya
perdamaian”.
Agenda ini menyatakan bahwa agar operasi perdamaian benar-benar berhasil, harus
mencakup upaya-upaya komprehensif untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur yang akan
cenderung mengkonsolidasikan perdamaian dan memajukan rasa percaya diri dan kesejahteraan
di antara orang-orang yang ada didalamnya. Agenda ini juga mengutip sejumlah tugas yang
berfokus pada kebutuhan pembangunan politik atau institusi, sebagai contoh kegiatan
pembangunan perdamaian. Kondisi ini termasuk mempromosikan partisipasi politik, pekerjaan
elektoral, pelucutan senjata, hak asasi manusia, dan profesionalisasi personil keamanan.
Dalam perkembangannya, PBB memulai operasi kompleks di Kamboja, Somalia,
Mozambik dan Bosnia, yang mana masyarakat sipil, ekonomi dan institusi politiknya hancur
akibat perang selama bertahun-tahun. Misi PBB di negara-negara ini memberikan fokus, serta
mekanisme koordinasi untuk pekerjaannya. Keberhasilan dan kemunduran yang dialami PBB
memberikan bukti lebih lanjut perlunya pendekatan yang luas, dan pentingnya dukungan politik
dan keuangan yang kuat serta berkelanjutan dari negara-negara anggota untuk mencapai
kemajuan yang diinginkan.
Menurut Laporan Reformasi 1997 dari Kofi Annan, Sekretaris Jenderal PBB pada masa
itu, kegiatan kemanusiaan dan pembangunan dapat menjadi penting untuk upaya pembangunan
perdamaian, asalkan peruntukannya secara politik relevan, karena dapat mengurangi risiko
konflik, dan dapat dilanjutkan serta mempromosikan rekonsiliasi dan rekonstruksi.
Mengingat kemunduran PBB, seperti di Bosnia dan Rwanda, Laporan Panel tentang
Operasi Perdamaian PBB (biasanya disebut sebagai Laporan Brahimi) yang dipublikasikan pada
tahun 2000 menjadi kajian yang memberikan penilaian komprehensif tentang kemampuan PBB
untuk melakukan operasi perdamaian secara efektif. Laporan ini menjelaskan bahwa beberapa
misi dalam dekade terakhir akan sangat sulit untuk dicapai karena cenderung menyebarkan
konflik dan tidak menghasilkan kemenangan untuk pihak manapun, dimana kebuntuan militer
atau tekanan internasional atau keduanya telah diusahakan agar dihentikan, tetapi beberapa pihak
yang berkonflik tidak berkomitmen serius untuk mengakhiri konfrontasi.
Pembangunan perdamaian didefinisikan oleh laporan ini sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan disisi yang jauh dari konflik untuk menyusun kembali dasar-dasar perdamaian dan
melihat perdamaian serta keamanan sebagai sesuatu yang lebih daripada hanya “The absence of
war”. Pembangunan perdamaian tidak hanya menghasilkan kondisi aman sementara, tetapi juga
tidak terbatas pada kebebasan individu masyarakat sipil, memperkuat supremasi hukum
(misalnya melalui pelatihan dan restrukturisasi polisi lokal, dan reformasi peradilan dan
pemasyarakatan), meningkatkan penghormatan HAM melalui pemantauan, pendidikan, dan
investigasi atas pelanggaran masa lalu dan yang ada saat ini, memberikan bantuan teknis untuk
pembangunan demokratis (termasuk bantuan elektoral dan dukungan untuk media) serta
mempromosikan resolusi konflik dan teknik rekonsiliasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa operasi Peacekeeping PBB seperti Otoritas
Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Slavonia Timur, Baranja dan Western Sirmium
(UNTAES), telah terlibat dalam pembangunan perdamaian. UNTAES dinilai berhasil
melaksanakan mandatnya secara damai dengan mende-militarisasi wilayah, memastikan bahwa
karakter multi-etnis daerah dipertahankan dan menumbuhkan kepercayaan diantara penduduk
lokal dari berbagai etnis. UNTAES juga diberi mandat untuk memungkinkan para pengungsi
kembali dengan selamat ke tempat tinggalnya, mempromosikan pembangunan kembali dan
rekonstruksi wilayah, dan untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan adil.
Keberhasilan UNTAES didasari oleh mandat yang kuat dan dapat dijalankan, misi yang
terorganisir dengan sangat baik dan kesatuan komando dan kontrol sangat efektif.
Kegiatan PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan sebaiknya dilakukan dengan
tidak mengesampingkan tanggung jawabnya dalam aspek pembangunan sosial dan ekonomi.
Tanggung jawab PBB dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial merupakan salah satu
tujuan piagam PBB. Pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional tidak dapat
dilepaskan dengan kemajuan dan stabilitas ekonomi dan sosial. Kemunduran kondisi ekonomi
dan sosial dapat menimbulkan perselisihan politik dan konflik militer.
Dimensi kedaulatan universal yang berada di seluruh umat manusia mendasari hak
individu dan hak masyarakat untuk terlibat secara sah dalam masalah-masalah yang
mempengaruhi dunia secara keseluruhan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat kesadaran yang
meluas bahwa negara dan pemerintahannya tidak dapat menyelesaikan masalah tanpa kerjasama
internasional. Dalam hal ini, PBB, sebagai organisasi yang memiliki jaringan global yang luas
(untuk mengumpulkan informasi dari pemerintah-pemerintah pusat hingga ke bagian terkecil
setiap negara) akan berperan penting dan harus diterima karena hanya PBB yang dapat
mengadakan pertemuan para menteri dan kepala negara atau pemerintah dalam skala global untuk
memeriksa isu-isu kompleks dan mengusulkan pendekatan terpadu, dimana pertemuan semacam
ini dapat memberi efek yang besar untuk kebaikan dunia.
Dalam proses mereformasi PBB, Boutros-Ghali membuat kebijakan untuk memulai
reformasi dari dalam yaitu mereformasi organisasi dan badan-badan khusus didalam PBB dengan
meniadakan duplikasi dan redudansi serta menghapus pelapisan kantor dan tugas yang berlebih
di kantor pusat. Boutros-Ghali juga mengusung konsep “post-conflict peace building” dimana
proyek kerjasama yang menghubungkan dua negara atau lebih (seperti perjalanan antarnegara
yang lebih bebas, pertukaran budaya, pemberdayaan pemuda, perubahan dalam praktik
pendidikan) tidak hanya berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan sosial tetapi juga
meningkatkan kepercayaan antarnegara yang penting untuk menjaga perdamaian.
Untuk mewujudkan rencana dan mencapai tujuan dari reformasi PBB, dibutuhkan
hubungan maupun kerjasama yang baik antara anggota PBB. Namun banyaknya pertikaian dan
konflik yang terjadi antar anggota maupun kasus yang melibatkan anggota PBB dapat
menghambat proses reformasi PBB. Contohnya adalah kasus yang melibatkan hubungan pribadi
Amerika Serikat dengan Israel yang menyebabkan Amerika cenderung tidak bersifat objektif
adalah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel kepada Palestina, Amerika Serikat yang
biasanya giat menyuarakan mengenai perlindungan HAM pun tidak memberikan tindakan yang
tegas bagi kejahatan yang dilakukan Israel. Disisi lain, Amerika Serikat yang merupakan anggota
Dewan Keamanan tetap PBB, memberikan veto pada resolusi Dewan Keamanan PBB yang
menuntut perlindungan internasional bagi rakyat Palestina dan mengecam tindakan Israel atas
warga sipil di Gaza. Pelaksanaan reformasi PBB akan sulit diwujudkan ataupun jika terlaksana
maka tidak akan efektif jika masih terdapat sifat subjektifitas serta ketidakselarasan pikiran
maupun pendapat antara anggota PBB yang sulit diselesaikan.
DAFTAR RUJUKAN

Boutros-Ghali, Boutros. (1992). An Agenda For Peace: Preventive Diplomacy, Peacemaking,


And Peace-Keeping. New York: United Nations Securtiy Council.
Boutros-Ghali, Boutros. (1992). Empowering The United Nations. Vol 71(5), 89-102. Council of
Foreign Relations: JSTOR. (https://www.foreignaffairs.com/articles/1992-12-
01/empowering-united-nations. Diakses pada 16 Oktober 2019)
Boutros-Ghali, Boutros. (1996). Challenges Of Preventive Diplomacy: The Role Of The United
Nations And Its Secretary General. New York: Basic Books.
Rubin, Barnett R., & Jones, Bruce D. (2007). Prevention Of Violent Conflict: Tasks And
Challenges For The United Nations. Journal of Global Governance, 13(3), 391-
408. (http://www.jstor.org/stable/27800668. Diakses pada 18 Oktober 2019)
Saputra, Eka Yudha. Amerika Serikat Veto Resolusi DK PBB Untuk Palestina. Minggu, 3 Juni
2018. 17:25. (https://dunia.tempo.co/read/1095021/amerika-serikat-veto-resolusi-
dk-pbb-untuk-palestina. Diakses pada 19 Oktober 2019)
UNDP. (2015). Conflict Prevention and Peacebuilding.
(http://www.undp.org/content/undp/en/home/ourwork/democratic-governance-
and-peacebuilding/conflict-prevention-and-peacebuilding/. Diakses pada 19
Oktober 2019)
United Nations. (2000). United Nations Official Document: Report Of The Panel On United
Nations Peace Operations.
(http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/55/305. Diakses pada
19 Oktober 2019)
UNTAES. (1997). Report of The Secretary General Sums Up UNTAES'
Successfully Completed Basic Objectives.
(https://peacekeeping.un.org/en/mission/past/untaes_b.htm. Diakses pada 19
Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai