Anda di halaman 1dari 22

REVIEW BUKU

PENGANTAR STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas individu dalam Mata Kuliah Teori Ilmu Hubungan Internasional.

Dosen Pembimbing : Dr. Suwarti Sari, S.IP., M.Si.

Disusun Oleh :

HELEN GRACIELA

NPM : 6211181093

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2019
IDENTITAS BUKU

Judul buku : Pengantar Studi Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan

Judul Asli : Introduction to International Relations: Theories and Approaches

Penulis : Robert Jackson & Georg Sorensen

Penerbit : Pustaka Pelajar

Kota Penerbit : Yogyakarta

Tahun Terbit : 2013

Penerjemah : Dadan Suryadipura & Pancasari Suyatiman

Desain Cover : Heppy L.Rais

Tata Letak : Diah K.K

Cetakan : -Edisi Kelima- Cetakan II, 2016

ISBN : 978-602-229-315-6

Tebal Halaman : XIX + 624 halaman

Jumlah Bagian : IV Bagian (11 Sub Bagian)

Harga buku : Rp 90.000


BAB I

PENDAHULUAN

Secara etimologi, resensi berasal dari bahasa latin, dari kata kerja revider eatau
recensere yang memilik arti melihat kembali, menimbang atau menilai. Dalam bahasa
Belanda dikenal dengan recensie sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
review.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI), resensi diartikan sebagai pertimbangan
atau pembicaraan tentang buku dan sebagainya. Secara garis besar resensi diartikan sebagai
kegiatan untuk mengulas atau menilai sebuah hasil karya baik itu berupa buku, novel, maupun
film dengan cara memaparkan data-data, sinopsis, dan kritikan terhadap karya tersebut.

Resensi buku di samping membuat kita tahu akan banyak hal, juga melatih untuk aktif
membaca karena orang yang menyukai aktivitas membaca, hasilnya, mereka tidak akan
berpikir sempit ketika menghadapi masalah-masalah yang sedang dialaminya serta mempunya
potensi dan kecenderungan yang bijak dalam menyikapi kejadian-kejadian disekitarnya. Tapi,
bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja
tidak cukup. Mereka perlu memiliki keterampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku.

Resensi buku non fiksi di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini memang
membuat kita enggan melakukannya karena memang lebih minat meresensi buku fiksi. Akan
tetapi meresensi buku non fiksi seperti buku Pengantar Studi Hubungan Internasional sudah
pasti sangat berguna terlebih untuk mahasiswa jurusan Ilmu Hubungan Internasional yang
akan terjun dalam dunia Hubungan Internasional (HI), sudah tentu harus dipahami dasar-
dasarnya.

Sebagai mahasiswa Hubungan Internasional, wajib memahami teori-teori dalam


Hubungan Internasional, seperti: Realisme, Liberalisme, Masyarakat Internasional dan
Ekonomi Politik Internasional. Pemikiran-pemikiran dasar tersebut menjadi kajian dalam
Ilmu Hubungan Internasional dan perdebatan besar sejak HI menjadi subjek akademik di
akhir perang dunia pertama. Perdebatan besar yang pertama adalah liberalisme utopia dan
realisme, yang kedua antara pendekatan tradisional dan behavioralisme, yang ketiga antar
neorealisme dan neoliberalisme.
Makalah ini berbentuk critical review mengenai bagaimana Robert Jackson dan Georg
Sorensen menjelaskan Teori-Teori dan Pendekatan dalam Ilmu Hubungan Internasional.
Tulisan yang ditinjau terdapat dalam buku berjudul Pengantar Studi Hubungan Internasional
atau dengan judul asli Introduction to Internasional Relation yang disusun bersama oleh
Jackson dan Sorensen pada tahun 2013. Buku ini merupakan pengantar yang komprehensif
tentang teori, konsep, dan perdebatan yang paling penting dalam Ilmu Hubungan
Internasional.
BAB II

REVIEW

2.1 BAGIAN I. Mempelajari Hubungan Internasional.

2.1.1 Mengapa Mempelajari HI?

Fakta bahwa seluruh penduduk dunia terbagi dalam wilayah komunitas politik yang
terpisah, atau negara-negara merdeka yang sangat mempengaruhi cara hidup manusia adalah
alasan utama mengapa kita harus mempelajari HI. Negara–negara merdeka satu sama lain
secara hukum memiliki kedaulatan dan setiap negara saling berdekatan dan mempengaruhi
maka mereka harus hidup berdampingan dengan baik. Ketika suatu negara terasing dan
terputus hubungan dengan negara lain, baik akibat pemerintahannya sendiri ataupun akibat
kekuatan asing, maka dampak yang besar akan dirasakan oleh rakyat, mereka akan sangat
menderita.

Hubungan Internasional (HI) adalah subjek akademis yang dapat didefinisikan sebagai
studi hubungan dan interaksi antara negara-negara, termasuk aktivitas dan kebijakan
pemerintah, organisasi internasional, organisasi non pemerintah dan perusahaan multi
nasional. HI sering dianggap sebagai cabang ilmu politik, tetapi juga merupakan subjek yang
dipelajari pakar sejarah,dan pakar ekonomi. HI juga merupakan bidang studi legal (hukum
internasional publik) dan bidang filsafat. HI menjadi disiplin akademik yang tepat di awal
abad ke-20. Hubungan internasional berubah bersamaan dengan berubahnya segala sesuatu:
politik, ekonomi, ilmu, teknologi, pendidikan, budaya, dan seterusnya. Contoh-contoh
dampak perubahan sosial terhadap hubungan internasional hampir tidak ada habisnya dalam
hal jumlah dan macamnya.

Sebagai warga dari suatu negara manusia pada umumnya ada lima nilai dasar sosial
yang biasanya kita harapkan dijaga oleh negara: keamanan, kebebasan, ketertiban, keadilan,
dan kesejahteraan. Namun pada faktanya penyelewengan terhadap nilai tersebut kerap terjadi.
Seperti contohnya Perang Dunia Pertama dan Perang Dunia Kedua. Dari kasus-kasus yang
terjadi dalam negara, muncul dua pandangan berbeda terhadap negara yaitu pandangan
tradisional yang menganggap negara adalah lembaga yang berharga dan diperlukan: mereka
memberikan keamanan, kebebasan, ketertiban keadilan, dan kesejahteraan; serta pandang
alternative atau revisionis yang menganggap negara dan sistem negara menciptakan lebih
banyak masalah daripada yang mereka selesaikan. Selain itu dali kasus-kasus yang terjadipun
muncul teori- teori dan fokus dalam HI yaitu realisme, liberalime, masyarakat internasional,
dan teori-teori EPI.

2.1.2 HI Sebagai Subyek Akademik

 Liberalisme Utopian: Studi Awal HI

Perang Dunia Pertama (1914-1918) mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan


mendasari terbentuknya subjek akademi HI yang terpisah. Lalu hal itu didorong juga
oleh ketetapan hati yang dirasakan secara luas yang tidak akan membiarkan
penderitaan manusia semacam itu terjadi lagi.

Disiplin baru HI muncul dengan sangat dipengaruh oleh pemikiran-pemikiran


liberal. Bagi para pemikir liberal Perang Dunia Pertama berada dalam skala yang luas
dikaitkan dengan perhitungan dalam salah satu pemikiran egois dan tanpa fikir
panjang dari para pemimpin otoraktis dalam negara yang militernya sangat kuat
terutama Jerman dan Austia.

 Realisme dan Krisis 20 tahun

Idealisme liberal bukanlah petunjuk intelektual yang baik bagi hubungan


internasional pada 1930-an. Interdepedensi tidak menghasilkan kerjasama yang damai;
Liga Bangsa-Bangsa tidak berguna dalam menghadapi politik kekuatan kaum
ekspansionis yang dilakukan oleh rezim otoriter di Jerman, Italia, dan Jepang. HI
akademik mulai berbicara bahasa kaum realis klasik dari Thucydides, Marchiavelli,
dan Hobbes dimana tata bahasa dan kosa kata power adalah intinya.

E. H. Carr, seorang pakar HI Inggris, dalam The Twenty Year’s Cisis


berargumen bahwa para pemikir HI liberal salah menilai fakta sejarah dan salah
memahami sifat hubingan internasional. Mereka salah meyakini bahwa hubungan
semacam itu dapat didasarkan pada harmoni kepentingan antara negara-negara dan
masyarakat.
Hans J. Morgenthau membawa realisme ke Amerika Serikat, dan dengan
keberhasilan besar. Bukunya Politics Among Nations: The Struggle for Power and
Peace, pertama kali dipublikasikan di tahun 1984 merupakan buku HI Amerika yang
paling berpengaruh. Morgenthau memberikan ringkasan pernyataan dasar realisme
terjelas dan mendapatkan sambutan yang luas dari para penstudi HI dan siswa-
siswinya. Perdebatan antara liberalism Utopian pada tahun 1920-an dan realisme pada
1930-an-1950-an dimenangkan oleh Carr, Morgenthau dan para pemikir realis lainnya.
Realisme menjadi cara berpikir yang dominan.

 Aliran Behavioralisme Dalam HI

Behavioralisme merupakan metode baru dan bukan teori baru dalam HI.
Behavioralisme lebih tertarik terhadap fakta yang dapat diamati dan pengumpulan data
yang dapat diukur, dalam perhitungan yang tepat agar mendapatkan pola perilaku yang
berulang ‘hukum-hukum’ hubungan internasional. Menurut kaum behavioralisme,
fakta-fakta terpisah dari nilai-nilai. Tidak seperti fakta, nilai-nilai tidak dapat
dijelaskan secara ilmiah. Tugas utama Behaviroralisme adalah mengumpulkan data
empiris tentang HI, lebih disukai data dalam jumlah yang banyak, yang kemudian
dapat digunakan untuk pengukuran, klasifikasi, generalisasi dan akhirnya pengesahan
hipotesis-hipotesis yaitu pola perilaku yang dijelaskan secara ilmiah.

 Neoliberalisme: Institusi-Institusi dan Interdepedensi

Kaum neoliberal menerima dan menggunakan ide-ide kaum liberal lama


tentang kemungkinan kemajuan dan perubahan, tetapi mereka menolak idealism.
Perdebatan antara liberalism dan realisme berlanjut. Teoritis kaum neoliberal lainnya
mempelajari bagaimana integrasi menghidupi dirinya sendiri: kerjasama di suatu
wilayah transaksi membuka jalan bagi kerjasama di wilayah lainnya (Haas 1958;
Keohane dan Nye 1957). Aliran-aliran neoliberalisme yang berbeda saling mendukung
dalam memberikan suatu argument menyeluruh yang konsisten untuk hubungan
internasional yang lebih damai dan kooperatif.
 Neorealisme: Bipolaritas dan Konfrontasi

Kenneth Waltz mengemukakan teori kaum realis yang sangat berbeda yang
diilhami oleh ambisi behavioralisme. Waltz menggali landasan baru dalam bukunya
Theory of International Politics (1979). Teorinya sering dianggap sebagai
‘neoralisme’.

Sistem Internasional yang muncul setelah perang dunia kedua didominasi oleh
dua superpower, Amerika Serikat dan Uni Soviet: yaitu sistem bipolar. Waltz percaya
bahwa negara-negara berkekuatan besar akan selalu cenderung menyeimbangkan satu
sama lain. Kedua, negara-negara berkekuatan kecil dan lemah akan memiliki
kecenderungan mengaliansikan dirinya dengan negara-negara berkekuatan besar agar
dapat mempertahankan otonomi maksimumnya. Pernyataan terakhir itu merupakan
serangan balik neorealisme terhadap kaum neoliberal.

 Masyarakat Internasional: Aliran Inggris

Aliran HI telah muncul sepanjang periode perang dingin di inggris yang


berbeda dalam dua hal penting, ia menekankan pendekatan tradisional yang
berasarkan pada pemahaman, penilaian, norma-norma, dan sejarah manusia. Dua
teoretisi masyarakat internasional terkemuka pada abad ke-20 adalah Martin Wigh dan
Hedley Bull. Masyarakat internasional merupakan suatu pendekatan yang
menceritakan kepada kita mengenai dunia negara-negara berdaulat di mana kekuatan
dan hukum, keduanya hadir.

 Ekonomi Politik Internasional (EPI)

Ekonomi politik internasional (EPI) adalah perdebatan besar ketiga dalam HI


mengenai kesejahteraan internasional dan kemiskinan internasional. EPI pada
dasarnya membahas tentang siapa mendapatkan apa dalam sistem ekonmi dan politik
internasional. Perdebatan ini menggeser subjek jauh dari isu-isu politik dan militer
menuju isu-isu sosial dan ekonomi, juga disebabkan ia menunjukan masalah-masalah
sosio-ekonomi tertentu negara-negara berkembang. Perdebatan ketiga mengambil
bentuk kritik kaum neomarxis terhadap perekonomian dunia kapitalis bersamaan
dengan jawaban kaum EPI liberal dan kaum EPI realis berkenaan dengan hubungan
antara ekonomi dan politik dalam HI. Kaum realis dan kaum liberal memiliki
pandangan bspesifik pada EPI dan pandangan tersebut diserang oleh neo-Marxisme.

 Aliran penentang : Pendekatan Alternatif Pada HI

Dewasa ini perdebatan keempat sedang berlangsung dalam HI. Perdebatan ini
menimbulkan beragam kritik terhadap tradisi yang mapan oleh pendekatan-
pendekatan alternatif, kadang-kadang dikenal sebagai post-positivisme. Para filosof
dan penstudi yang menolak pandangan-pandangan yang mapan dan mencoba
menggantikannya dengan alternatif-alternatif. Tetapi dalam beberapa tahun
belakangan, aliran-aliran ini telah meningkat jumlahnya. Kebanyakan pakar
berpendapat bahwa keempat perdebatan HI telah dibuka pada 1990-an antara tradisi
yang telah mapan di satu sisi dan aliran-aliran batu di sisi lain.

2.2 BAGIAN II. Teori-Teori Klasik

2.2.1. Realisme

Realisme diyakini sebagai salah satu pemikiran dasar dalam Ilmu Hubungan
Internasional. Ada beberapa tahapan dialektika pemikiran dalam Ilmu Hubungan Internasional
dan dari beberapa sumber, bahwa pemikiran Realisme seringkali menempati posisi khusus
dan jelas dalam dialektika tersebut.

Untuk pemikiran Realisme Klasik, Jackson dan Sorensen memberi pengelompokan


antara Pemikiran Realisme Klasik dan Neoklasik. Thucidydes (1972) dengan cerita
“Peloponnesian War” dan konsep dunia anarki, Machiavelli (1984) “power (the lion) and
deception (the fox)” dengan konsep tentang aspek normatif dalam aplikasi kepentingan
nasional sebuah negara, dan Hobbes (1946) yang mengajak kita mengenal konsep security
dilema dikelompokkan dalam pemikiran Realisme Klasik.

Menghadapi masalah keamanan, dan masing-masing pemikir realis klasik ini mencoba
untuk mengidentifikasi elemen pokoknya. Sederhananya, karakter tersebut menggambarkan
kondisi permanen kehidupan manusia. Pemikiran pesimistik ini kemudian menjadi pemicu
Morgenthau (1965) dalam pemikiran Realisme Neoklasiknya. Ada banyak konsep yang
bermunculan dalam dinamika pemikiran ini, diantaranya “Politic is a struggle for power”, dan
etika politik yang dijabarkan dalam enam prinsip realisme politik hasil kembangan
Morgenthau dari teori Thucidydes dan Machiavelli tentang doktrin normatif dalam politik.

Fokus pemikiran klasik dan neoklasik ini terletak pada sikap normatif yang menjadi
nilai subjektif antar-aktor, baik negara, maupun negarawannya dalam sistem politik
internasional. Sedangkan, untuk tradisi pemikiran Realisme Kontemporer, struktur dan proses
merupakan ruang lingkup kajian sistem politik internasionalnya. Struktur yang dimaksudkan
disini adalah bagaimana struktur pembagian kekuasaan. Sedangkan, perubahan penerapan
sistem yang tercipta adalah penjelasan tentang aspek proses dari sistem internasional.

Scheling (1980) yang mendeskripsikan interaksi politik internasional dalam dua sikap
umum, yakni brutal dan diplomasi, juga Waltz (1979) dengan teorinya tentang sistem politik
internasional yang disebut mewakili pemikiran sistem neorealis, adalah pemikir yang dipilih
Jackson dan Sorensen untuk mewakili karakter pemikiran Realis Kontemporer. Dalam sistem
politik internasional yang ditinjau menurut struktur dan distribusi kekuasaan yang ada, peran
negarawan secara tidak langsung didesak dalam kontinuitas yang pasti. Oleh karena itu,
sistem dan struktur menjadi aspek yang lebih prioritas dalam pemikiran kontemporer.

Para pemikir Realisme Klasik sadar bahwa ada nilai dasar yang dipertaruhkan dalam
politik internasional. Ini dikembangkannya dalam teori politik dan etika dalam Ilmu
Hubungan Internasinal. Sedangkan, pemikir Realisme Kontemporer sebagian besar tidak
mengindahkan aspek ini dan membatasi fokus analisis mereka hanya pada struktur dan proses
sistem politik internasional. Kolaborasi Realisme Klasik, Neoklasik, dan Kontemporer ini
membantu Jackson dan Sorensen merumuskan asumsi dasar pemikiran Realisme, yaitu: (1)
pandangan pesimis atas sifat manusia; (2) keyakinan bahwa hubungan internasional pada
dasarnya konfliktual dan pada akhirnya diselesaikan melalui perang; (3) menjunjung tinggi
nilai-nilai keamanan nasional dan survivabilitas; (4) skeptisisme dasar bahwa terdapat
kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik.

Viotti dan Kauppi menjelaskan secara rasional bahwa ada beberapa pengelompokan
pemikiran dalam Realisme. Pertama, cukup masuk akal jika kelompok pemikir Realis Klasik
lebih menekankan dampak dari sejarah, hukum internasional, dan tindakan yang diambil oleh
pemimpin negara, sedangkan pemikir Neorealis menekankan pembahasan inti Realisme
berangkat dari pembagian kekuasaan dalam sistem politik internasional. Tradisi pemikiran
yang dikembangkan Viotti dan Kauppi ini berangkat pada keyakinan bahwa sudut pandang
suatu metodologi pemikiran bergantung pada asumsinya. Dan asumsi dasar dari pemikiran
Realisme Klasik dan Neorealis memang memiliki asumsi yang berbeda.

Jackson dan Sorensen langsung mengelompokkan tradisi pemikiran Realismenya


menjadi Realisme Klasik dan Kontemporer. Tokoh dan Konsep kunci yang dibawa oleh
masing-masing tokoh yang dikenalkan oleh Jackson dan Sorensen secara deskriptif menjadi
jembatan pemaknaan tentang sketsa tradisi pemikiran Realisme yang dirumuskannya.
Dampak kemudian, setiap tokoh atau pemikir seakan diidentikkan dengan satu konsep khusus.
Misalnya saja, Thucidydes dan konsep anarki, Hobbes dan security dilemma, Waltz dan
sistem internasional, Morgenthau dan realisme politik, dan sebagainya.

Ekspansi NATO ke Eropa Timur adalah kasus yang diangkat untuk menguji analisa
pemikiran Realisme dalam membaca kasus internasional. Dialog akademik ini berujung pada
penegasan pemikiran Realisme yang mengakui adanya perkembangan sistem politik
internasional, akan tetapi tetap memberi penekanan pada penggunaan Kekuatan dan
Kekuasaan Besar dalam sistem politik internasional.

2.2.2 Liberalisme
Kaum liberal mengambil pandangan positif tentang sifat manusia dengan mengakui
bahwa individu selalu mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap suatu hal. Tetapi
mereka juga percaya bahwa individu-individu memiliki banyak kepentingan dan dengan
dengan demikian dapat terlibat dalam aksi sosial yang kolaboratif dan kooperatif, baik
domestik maupun internasional, yang menghasilkan manfaat besar bagi setiap orang baik di
dalam negeri maupun luar negeri.
Pascaperang liberalisme terbagi menjadi empat aliran pemikiran utama :
1. Liberalisme Sosiologis yang berpandangan bahwa HI bukan hanya tentang hubungan
negara-negara; tetapi juga tentang hubungan transnasional, yaitu hubungan antara
masyarakat, kelompok-kelompok, dan organisasi-organisasi yang berasal dari negara
yang berbeda.
2. Liberalisme Interdependensi yang melihat modernisasi meningkatkan derajat dan
ruang lingkup interdepedensi antara negara-negara.
3. Liberalisme Institusional yang beranggapan bahwa institusi internasional adalah
suatu organisasi internasional dan membantu memajukan kerjasama antara negara-
negara; serta
4. Liberalisme Republikan yang menekankan bahwa perdamaian demokratis lebih
merupakan proses dinamika daripada suatu kondisi yang tetap.

2.2.3 Masyarakat Internasional


Hadley Bull (1969:20) meringas pendekatan masyarakat intenasional “tradisonal”
sebagai pendekatan masyarakat internasional berasal dari “filsafat, sejarah dan hukum” dan
dicirikan khususnya oleh ketergantungan secara nyata pada pelaksanaan keputusan. Dengan
pelaksanaan keputusan, Bull mengartikan bahwa penstudi HI seharusnya memahamai
sepenuhnya bahwa kebijakan luar negeri kadang-kadang meluncurkan pilihan moral yang
sulit yaitu pilihan tentang tujuan dan nilai politik yang bertentangan. Bull membedakan 3
macam ketertiban dalam politik dunia (Bull: 3-21) yaitu ketertiban dalam kehidupan sosial,
ketertiban internasional dan ketertiban dunia. Menurut Bull, masyarakat internasional
memberikan hirauan bukan hanya tentang ketertiban tetapi juga tentang keadilan.
Ada 4 kunci yang ditekankan dalam teori masyarakat internasional. Pertama,
ditekankan pada pemikiran operatif terkemuka yang terlihat membentuk pemikiran, kebijakan
dan aktifitas dari rakyat yang terlibat dalam HI (warga negara khususnya). Kedua, ditekankan
pada dialog antar pemikiran, nilai, dan keyakinan. Ketiga, ditekankan pada dimensi sejarah
dari HI. Keempat, ditekankan pada aspek HI yang paling mendasar dan yang paling singkat
yaitu aspek nomatif seperti yang terlihat dalam keterangan sejarah.
Terdapat tiga tingkatan tanggung jawab yang berbeda yang berkaitan dengan tradisi Wright.
1. Tanggung jawab nasional, dimana negarawan bertanggung jawab bagi kesejahteraan
negaranya. Satu-satunya hubungan yng harusnya dianut dalam kebijakan luar
negerinya adalah kepentingan nasional nya sendiri.
2. Tanggung jawab internasional, berarti negarawan memiliki kewajiban luar negeri yang
berasal dari keanggotaan negaranya dalam masyarakat internasional, yang melibatkan
hak dan kewajiban seperti yang ditentukan oleh hukum internasional.
3. Tanggung jawab kemanusiaan yang melihat bahwa negarawan pertama dan paling
utama adalah manusia dan dengan sendirinya mereka memiliki kewajiban mendasar
untuk menghargai hak asasi manusia bukan hanya di negara mereka sendiri tetapi
disemua negara diseluruh dunia.
Beberapa kritisisme besar dapat dibuat terhadap pendekatan masyarakat internasional
dalam HI. Pertama, terdapat kritik kaum realis bahwa bukti dari norma internasional sebagai
penentu kebijakan dan perilaku negara adalah lemah atau tidak kuat. Kedua, terdapat kritik
kaum liberal bahwa tradisi masyarakat internasional mengabaikan politik domestik yaitu
demokrasi dan tidak dapat menjelaskan perubahan progresif dalam politik internasional.
Ketiga, terdapat kritik EPI bahwa tradisi masyarakat internasional gagal memberikan
penjelasan tentang hubungan ekonomi internasional.

2.2.4 Ekonomi Politik Internasional: Teori-Teori Klasik


Salah satu teori EPI, yaitu Merkantilisme, adalah pandangan dunia tentang elit-elit politik
yang berada pada garis depan pembangunan negara modern. Merkantilisme melihat
perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang
bertentangan, sebagai wilayah kerjasama dan saling menguntungkan. Dalam bentuk
sebenarnya, teori stabilitas hegemonik yang berhutang budi pada pemikiran merkantilisme
tentang politik yang memimpin ekonomi. Tetapi teori stabilitas hegemonik tidak murni
merkantilisme. Amerika serikat pada saat itu adalah kekuatan yang dominan, hegemonik,
tetapi tidak berkeinginan mengambil tanggung jawab untuk menciptakan tatanan eonomi
dunia yang liberal.
EPI berkonsentrasi pada isu pembangunan dan keterbelakangan di dunia ketiga (Asia-
Afrika dan Amerika Latin ). Pernyataan tentang masalah pembangunan di dunia ketiga hampir
tidak pernah ditemukan sebelum tahun 1950an ketika angka rata-rata pertumbuhan di negara
maju dalam dekade paska perang, banyak negara dunia ketiga menemukan kesulitan dalam
memulai menjalankan pembangunan ekonominya.
Ada aspek tambahan yang menunjukkan pergeseran menuju sistem ekonomi yang
menglobal interpendensi ekonomi yang intensif melibatkan lebih dari yang sama, dalam artian
bahwa interaksi erat ekonomi antar perekonomian nasional meningkat. Globalisasi ekonomi
yang nyata, dengan demikian menimbulkan pergeseran kualitatif menuju perekonomian dunia
yang tidak lagi berdasarkan pada perekonomian nasional yang otonom, melainkan
berdasarkan pada pasar global yang kuat bagi produksi, distribusi, dan konsumsi.
2.3 BAGIAN III. Pendekatan dan Perdebatan Kontemporer

2.3.1 Ekonomi Politik Internasional : Perdebatan Kontemporer


Negara yang dominan memerlukan sejumlah sumber daya kekuatan yang berbeda
untuk menjalankan peran hegemon (Keohane, 1984:32). Perekonomian dunia yang terbuka
akan jauh lebih sulit untuk bertahan tanpa adanya hegemon. Diperlukan kontrol terhadap
empat rangkaian sumber daya ekonomi dunia: bahan mentah, modal, pasar, dan keuntungan
kompetetif hegemon dalam produksi barang yang dapat mempunyai nilai yang sangat tinggi.
Menurut teori stabilitas hegemonik, keperluan akan hegemon harus terkait dengan
sifat barang yang disediakan. Ekonomi dunia liberal juga disebut barang publik atau barang
kolektif yang merupakan barang atau jasa yang disuplai, menciptakan manfaat bagi setiap
orang. Sistem mata uang untuk pembayaran internasional, atau kemungkinan untuk berdagang
di pasar bebas adalah contoh dari barang publik.
Politik tidak dapat dikatakan berada dalam kontrol ekonomi sepenuhnya, seperti yang
diminta merkantilis kepada kita untuk diyakini, namun benar bahwa regulasi politik
menciptakan kerangka kerja bagi aktivitas ekonomi. Juga tidak dapat dikatakan bahwa
ekonomi menentukan politik, tetapi benar bahwa ekonomi merupakan lingkungan masyarakat
yang otonom adalah menyesatkan, tetapi benar bahwa ketika regulasi politik menciptakan
ekonomi pasar, ekonomi tersebut mempunyai dinamikanya sendiri.
Menurut kaum ekonomi liberal, negara-negara berkembang seharusnya diharapkan untuk
mengikuti jalur pembangunan yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya oleh negara-
negara maju di Barat. Pembangunan berarti mengatasi hambatan produksi pra-industri,
keterbelakangan institusi, dan sistem nilai picik yang menghalangi proses pertumbuhan dan
modernisasi.
Kritik ekonomi liberal yang paling radikal berasal dari teori keterbelakangan Neo-Marxis
yang juga dikenal dengan ‘teori dependensi’. Titik awal teori dependensi adalah
keterbelakangan, yaitu proses di mana kekuatan kapitalis meluas menundukkan dan
memiskinkan negara-negara berkembang. Kapitalisme global dalam satu proses tunggal
menghasilkan pembangunan dan kekayaan serta keterbelakangan dan kemiskinan.

2.3.2 Konstruktivisme Sosial


Konstruktivisme adalah kesadaran manusia atau kesadaran dan tempatnya dalam
urusan dunia. Konstruktivisme merupakan kerangka berpikir analitis yang memuat tentang
aktor dan faktor yang tidak ditemukan, diperhatikan, dan dimuat dalam paradigma realisme
atau neoralisme dan liberalism atau neoliberalisme. Kaum konstruktivis berfokus pada
pendistribusian kekuatan material. Cara pandang para konstruktivis mengenai karakter antara
aktor internasional dikonseptualisasikan oleh Alexander Wendt (1992) menjadi sebuah
proporsi “Anarchy is what states make of it” yang berkembang dan menjadi ciri khas
konstruktivisme itu sendiri.
Konstruktivis menekankan pandangan terhadap pentingnya ‘makna’ dan ‘pemahaman’
(Fierke dan Jorgensen, 2001). Ide, pemikiran dan keyakinan adalah yang paling penting
sebagai awalan dalam berbagai bidang kehidupan dengan realitas entitasnya berupa benda-
benda yang telah di ciptakan contohnya dalam keamanan internasional yang memiliki aset
fisik persenjataan yang tidak akan memiliki atau berfungsi tanpa pemikiran dan komponen
intelektual. Kontsruktivis mengklaim bahwa kebeneran tentang subjek yang telat mereka teliti
dengan mengakui bahwa klaimnya selalu tidak pasti dan interpretasi terhadap parsial dunia
yang kompleks (Price dan Reus-Smit, 1998: 272). Kebenaran dan kekuasaan tidak dapat di
pisahkan karena kebenaran selalu dihubungkan dengan cara berpikir dunia yang berbeda baik
yang dominan maupun tidak.
Interaksi yang antar negara menciptakan dan memberi contoh struktur identitas dan
kepentingan daripada lainnya; struktur tidak mempunyai eksistensi atau kekuatan kausal
selain dari proses (Wendt,1992: 392). Budaya anarki yang dapat di internlisasikan dalam
derajat yang berbeda ada tiga. Derajat pertama adalah komitmen yang relatif lemah untuk
berbagi; derajat ketiga adalah komitmen yang kuat (Wendt,1999: 254). Derajat kedua dapat di
ungkapkan sebagai komitmen yang cukup aman atau seimbang.
Analisis konstruktivis Wendt menurut Dale Copeland sangat mengecilkan fakta bahwa
negara mengalami kesulitan memperoleh informasi akurat mengenai motif dan niat negara
lain. Kaum konstruktivis mempelajari perubahan melalui analisis interaksi sosial
‘Menyangkut mekanisme perubahan, kognitif, perubahan epistemik, dan siklus kehidupan
norma yang melibatkan institusional pengetahuan, praktik dan wacana masyarakat (Adler,
2001: 102). Tantangan utama bagi konstruktivis adalah menunjukan bahwa ide-ide jauh lebih
bermanfaat dari pada perspektif teori dalam HI.
2.3.3 Post-Positivisme dalam HI
Post-positivis mengangkat berbagai isu substansial dengan tiga pokok bahasan, yaitu :
1. Post-strukturalis, yang melihat teori empiris sebagai mitos, sehingga memutuskan
tidak realitas yang objektif melainkan bersifat subjektif. Dengan mempertanyakan
teori dan teori tradisional, post-strukturalis menunjukan banyak ‘skeptisisme’ (George
dan Campbell, 1990: 280).
2. Post-kolonialisme, merupakan cara-cara melakukan proses dekolonisasi intelektual
secara kritis. Tugasnya ialah mengabaikan cara berpikir dan menawarkan analisis yang
berbeda dalam memperlakukan dan menghormati wilayah yang didominasi dengan
istilah mereka sendiri.
3. Feminis HI, yang berfokus pada ketidaksetaraan dasar antara pria dan wanita serta
konsekuensi ketidaksetaraan tersebut untuk politik dunia. Feminisme turut serta secara
kritis dengan bias maskulin menginformasikan HI agar dapat mengembangkan catatan
yang sensitif mengenai gender untuk menyoroti dan memperbaiki posisi kaum
perempuan.

2.3.4 Kebijakan Luar Negeri


Kebijakan luar negeri terdiri dari tujuan-tujuan dan tindakan-tindakan yang
dimaksudkan untuk memandu keputusan dan tindakan pemerintah menyangkut urusan-urusan
eksternal, terutama hubungan dengan negara-negara asing. Kebijakan luar negeri umumnya
melibatkan pemeriksaan dengan teliti kebijakan-kebijakan eksternal negara dan
mendapatkannya dalam konteks ilmu pengetahuan akademis yang lebih luas.

Pendekatan untuk analisis kebijakan luar negeri antara lain (1)Pendekatan tradisional:
fokus pada pembuatan keputusan, (2) Kebijakan luar negeri komparatif: behaviorisme dan
pra-teori, (3) Struktur dan proses birokrasi: pembuatan keputusan selama krisis, (4) Proses
kognitif dan psikologi, (5)Multilevel, multidimensional: teori-teori umum, serta giliran kaum
kontruktivis yaitu (6) identitas di depan kepentingan

Pendekatan level analis dalam kebijakan luar negeri dibagi menjadi tiga level. Pertama,
level sistemik seperti distribusi kekuasaan di antara negara-negara dan saling ketergantungan
ekonomi dan politiknya. Kedua, level negara-negara seperti tipe pemerintah demokratis atau
otoriter, hubungan diantara alat negara dan kelompok dalam masyarakat, dan birokrasi yang
menyusun alat negara. Terakhir, Level pembuat keputusan individual yang menyangkut cara
berpikirnya, keyakinan dasar, serta prioritas pribadi.

2.4 BAGIAN IV. Kebijakan dan Isu-Isu


2.4.1 Terorisme Internasional
Terosisme adalah tindakan yang melanggar hukum atau kekerasan yang mengancam
perdaban dengan mencapai tujuan politis, agama, dan lainnya yang serupa. Biasanya
melibatkan teritori atau warga negara lebih dari satu negara.
Sebagian besar terorisme bersifat nasional yang terkait dengan perjuangan politik,
biasanya ditemukan di negara yang lemah dimana politik demokrasi rapuh atau pemimpin
yang dianggap tidak sah. Selama 1980-an ada peningkatan kejadian yang telah menjadi
fenomena terkait dengan kelompok – kelompok muslim radikal dan yang paling terkenal,
yaitu al-Qaeda.
Kaum liberal berpendapat bahwa terorisme merupakan aktor bukan negara yang
mempengaruhi agenda internasional. Sedangkan, realisme difokuskan pada ancaman
keamanan antar negara. Aktor negara seringkali diabaikan oleh kaum realis, karena
dibandingkan negara mereka kurang signifikan. Sedangkan kaum liberal mengapresiasi aktor–
aktor non-negara dan lebih siap menerima jika kelompok teroris internasional mengklaim
prioritas pada agenda internasional. Kaum liberal lebih siap menekankan perlunya kerja sama
dalam menghadapi ancaman teroris.
Kaum realis dalam kebijakan pemerintahan rice tentang pemahaman hubungan
internasional adalah ‘state-centric’. Tujuannya untuk kepentingan nasional sendiri dengan
sarana dari hak istimewanya yaitu militer maka kaum realis menerjemahkan teroris sebagai
ancaman dari negara lain dan meresponnya dengan kekuatan militer. Kaum post-strukturalis
mencatat perbadaan persepsi terorisme dalam kaum liberal dan realis tentang subjek.

2.4.2 Agama Dalam HI: Suatu Benturan Peradaban


Otoritas zaman pertengahan tersebar diantara pemimpin hierarki pemimpin agama
disatu sisi dan disisi lain mereka saling berkompetisi demi kekuasaan dan pengaruh. Ini yang
dirasakan perang tiga puluh tahun di Eropa yang berakhir dengan perjanjian Westphalia,
dengan menjanjikan kebebasan para penguasa Eropa dari otoritas agama-politik Christendom.
Mereka menyimpulkan bahwa agama tidak hilang, tetapi keyakinan agama dihalau dari
kehidupan politik dan publik. Agama menjadi urusan politik yang terpisah dari politik.
Realisme tidak mengingkari peran keyakinan agama dalam masalah internasional,
realisme klasik memfokuskan pada sifat manusia dan cara–cara dimana kepentingan
didefinisikan. Akan tetapi kaum realis structural berpendapat bahwa didunia anarki, masalah
keamanan selalu didahulukan.
Teoretisi liberal dan masyarakat internasional memfokuskan pada norma-norma dan
institusi internasional. Mereka dipersenjatai dengan baik untuk meneliti kemunculan dan
signifikasi norma agama dan institusi di arena internasional.

2.4.3 Lingkungan
Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka semakin banyak aktivitas ekonomi
dan sosial manusia berjalan dengan cara yang mengancam lingkungan. Dalam lima puluh
tahun terakhir, penduduk semakin bertambah daripada millennium sebelumnya. Semakin
banyak penduduk maka semakin meningkat yang mengejar standar hidup lebih tinggi adalah
ancaman potensial lingkungan.
Produksi pangan sebagai contohnya. Semakin banyak penduduk maka semakin besar
kebutuhan suplai pangan untuk memenuhi kebutuhan primer manusia. Akan tetapi suplai
tidak didistribusikan secara merata, ada surplus yang besar di negara maju dan keterbatasan di
negara miskin. Keterbatasan air di Timur Tengah juga menjadi isu internasional sehingga
mereka saling berebut untuk mendapatkan air jernih. Inilah cerminan dari kelangkaan sumber
daya lingkungan dapat memperburuk konflik antarnegara.
Satu sisi perdebatan ini dikemukakan oleh kaum modernis yang percaya bahwa
perbaikan kelanjutan dalam ilmu pengetahuan ilmiah dan kompetensi teknologi akan
mempertinggi kemampuan dan teknik dalam mengonsumsi dengan cara yang ramah
lingkungan. Sedangkan kaum ekoradikal berpikir bahwa ekosistem mempunyai daya dukung
yang terbatas. Keterbatasan tersebut mendefinisikan seberapa besar populasi spesies dapat
terjadi sebelum menggunakan secara berlebihan sumber daya yang ada dalam ekosistem.
Mereka mengalihkan gaya hidup masyarakat modern kerarah lebih ramah lingkungan yang
tidak menghasilkan limbah.
Isu-isu lingkungan ini dapat diatasi menggunakan pendekatan–pendekatan tradisional.
Bagi kaum realis, isu lingkungan semata merupakan sumber konflik yang dapat diterangkan
di antara negara – negara. Bagi kaum liberal, lingkungan menambah isu lagi, walaupun suatu
isu yang sangat penting untuk agenda kerja sama internasional dan pembentukan rezim.
Mereka berpikir bahwa ini salah satu aspek perekonomian global. Kaum modernis dan
ekoradikal juga berbeda. Modernis berpendapat bahwa manusia berada diatas alam, yang
berarti manusia terlah ditakdirkan untuk mengeksploitasi lingkungan dalam pembangunan.
Sedangkan ekoradikal berpendapat bahwa perubahan yang jelas tidak hanya dalam ekonomi
tetapi juga dalam organisasi politik, juga negara lebih bermasalah daripada solusi untuk isu
lingkungan.

2.4.4 Pola Perang dan Perdamaian Baru: Perubahan dalam Status sebagai Negara
(Statehood)
Perkembangan konflik bersenjata yang semakin banyak terjadi di negara lemah
dihubungkan dengan perubahan dalam statehood. Negara kapitalis maju lebih bersifat
postmodern daripada modern. Negara lemah semakin rapuh dan tidak mandiri. Negara lemah
memiliki tiga karakteristik yaitu, perekonomian kurang baik, hubungan antar masyarakat
tidak membentuk komunitas, dan tidak adanya institusi negara yang efektif dan responsif.
Kekuatan politik dan integrasi ekonomi relevan dimanapun dan ia lebih lanjut
mengurangi relevansi keamanan. Dua faktor dasar berperan ada pada proses demokratisasi
dan liberalisasi, juga memodernkan negara–negara seperti china mengetahui bahwa jalan
menuju kebesaran melibatkan fokus pada perbaikan pembuatan dan keterlibatan yang
mendalam pada gobalisasi ekonomi.
Kaum neorealis mempertahankan fokus sistem bahwa tidak perlu melihat di dalam
negara untuk dapat memahami hubungan internasional dan pola perang serta perdamaian.
Tetapi negara yang lemah dan postmodern merupakan entisitas yang berbeda dengan dilema
keamanan yang khas. Maka mereka akan menjawab bahwa negara–negara besar tidak akan
terlalu terpengaruh dengan sistem internasional yang sedang berlaku.
Kaum liberal lebih dapat baik mengakomodasi transformasi dari negara modern
karena berada dalam cara–cara utama perkembangan lebih lanjut perdamaian demokratik
liberal yang didasarkan pada demokrasi liberal, institusi internasional umum, dam
interdependensi ekonomi.
BAB III

KEKUATAN DAN KELEMAHAN BUKU

3.1 Kekuatan.

Isi buku menggunakan bahasa ilmiah dalam ilmu sosial yang menambah pengetahuan,
bahasanya baku dan terperinci, selain itu setiap materi dijelaskan secara berurutan mulai dari
perkenalan Ilmu HI hingga Isu-isu Internasional, dan yang terpenting ialah setiap sub-bab
pembahasan selalu dikaitkan dengan Ilmu Hubungan Internasional dan disertai pertanyaan-
pertanyaan latihan untuk dijawab sebagai penguji pengetahuan mahasiswa mengenai materi
yang sudah didapat dalam buku ini.

Kekuatan utama buku terdapat pada bagian dua dimana pembahasannya sangat
menarik serta sistematis sehingga mudah dipahami. Karakteristik Realisme yang digambarkan
Jackson dan Sorensen kadang memberi peluang pada identifikasi penyempitan pandangan
akan konsep dan tokoh dalam Ilmu Hubungan Internasional. Namun demikian, struktur
bahasanya yang sederhana cukup memudahkan. Selain itu, penegasannya tentang asumsi
dasar Realisme di awal dan akhir adalah ide yang cerdas untuk menjaga imajinasi pembaca
selama menjelajah tentang Realisme dan tradisi pemikirannya. Jackson dan Sorensen
merumuskan sketsa tradisi pemikiran Realisme berdasarkan karakter yang sejalan dengan
pemikiran awal masing-masing dalam kelompok klasik, neoklasik, dan kontemporer atau
neorealis.

3.2 Kelemahan.

Mayoritas pembahasan yang berbelit-belit dan tidak sistematis di beberapa bagian


membuat pembaca menjadi bingung mengenai alur isi buku. Sering terjadi pengulangan
pembahasan, terdapat kesalahan pada tanda baca serta pembentukan kalimat yang kurang
efektif sehingga sulit dicerna, dan yang terakhir ialah setiap pembahasan sub-bagian belum
dapat dijelaskan secara singkat padat dan jelas.
BAB IV

KONTRIBUSI BUKU TERHADAP STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Buku dengan judul “Pengantar Studi Hubungan Internasional” karya Robert Jackson
dan Georg Sorensen ini sangat direkomendasikan bagi penstudi dalam bidang ilmu Hubungan
Internasional baik yang baru memulai pengenalan mengenai HI dan juga yang sudah lama
berkecimpung dalam dunia HI.
Buku ini berisi pembahasan mengenai HI yang dilakukan secara tuntas dan mendalam,
dapat juga dikaitkan dengan permasalahan politik yang ada, sistem-sistem yang ada dalam
kenegaraan serta isu-isu Internasional yang telah dijelaskan dalam buku ini dengan Ilmu
Hubungan Internasional. Dengan menggunakan buku ini dalam pembelajaran diyakini
mahasiswa dapat lebih memahami pengetahuan mendasar mengenai Ilmu Hubungan
Internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Jackson, Robert, & Sorensen, Georg. 2013. Pengantar Studi Hubungan Internasional: Teori
dan Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Viotti, Paul R., & Kauppi, Mark V. 2010. International Relations Theory, 4th Edition. New
York: Pearson Education

Anda mungkin juga menyukai