Disusun oleh:
Kelompok 1
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah.Swt, Tuhan Yang Maha
Esa. Berkat limpahan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan Makalah
Hukum Perdata Internasional dengan lancar.
Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada dosen hukum perdata
internasional yang telah membimbing kami, karena atas pengarahan dan
bimbingannya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Oleh karena itu, pastinya makalah ini tidak lupa dari kesalahan. Kami
harap pada rekan seperjuangan dapat memberikan kritik dan saran kepada kami
dalam rangka mencapai kesempurnaan. Agar nantinya dapat bermanfaat bagi
rekan-rekan kita lainnya.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
3.1 Kesimpulan................................................................................ 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan prinsip kewarganegaraan dan prinsip
domicile?
2) Seperti apakah contoh kasus pada prinsip kewarganegaraan dan prinsip
domicile ?
3) Bagaimana penyelesaian kasus pada permasalahan prinsip
kewarganegaraan dan prinsip domicile?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Undang-Undang No.3 Tahun 1946
c. Hasil persetujuan Konfrensi Meja Bundar
d. Undang-Undang No.62 Tahun 1958
e. Undang-Undang No.3 Tahun 1976
f. Undang-Undang RI No.12 Tahun 2006
Hilangnya Kewarganegaraan RI
Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2006 seseorang warga negara
Indonesia akan kehilangan kewarganegaraannya bila memenuhi hal-hal berikut:
a. Memilih kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
b. Tidak menolak dan tidak melepaskan kewarganegaraan lain,
sedangkan orang yang bersangkutan mendapatkan kesempatan
untuk itu.
c. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin presiden.
d. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing.
4
e. Turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan
untuk suatu negara asing.
5
Domicile by Operation of The Law. Domisili ini adalah domisili yang
dimiliki orang-orang yang tergantung pada domisili orang lain
(dependent).
Doctrine of Revival
Sisi lain yang pantas mendapat perhatian adalah apa yang dinamakan
doctrine of revival. Menurut doktrin ini,apabila seseorang telah melepaskan
domisili semula, tetapi tidak memperoleh domisili yang lainnya, maka domicile of
origin-nya lah yang hidup kembali.
6
3. Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada
domisili seseorang, arena adanya peraturan tentang
kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara yang bersangkutan
Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu Negara
Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili.
Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup,
dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika
hukum dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status
personilnya. Prinsip kewarganegaraan seringkali memerlukan bantuan
domisili. Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip-prinsip domisili
7
dalam piala AFF (Asian Football Federation) tahun 2010. Pada akhirnya, putra
dari Noval Bachdim ini memilih untuk menjadi WNI sebelum usianya lebih dari
21 tahun.
8
Fori, dan Lex causae. Menurut Bayu Seto Hardjowahono (2013:84) Titik Taut
adalah fakta-fakta di dalam sekumpulan fakta perkara yang menunjukkan
pertautan antara perkara itu dengan suatu tempat tertentu, dan karena itu
menciptkan relevansi antara perkara yang bersangkutan dengan kemungkinan
berlakunya sistem atau aturan hukum intern dari tempat itu. Pertama-tama kami
menentukan apa yang menjadi Titik Taut Primer dari kasus tersebut.
Yang menjadi Titik Taut Primer dari kasus tersebut antara lain yaitu: 1)
Kewarganegaraan, karena Thomas dan isterinya mereka adalah pasangan suami
isteri yang berkewarganegaraan Afrika Selatan, 2) Domisili, Tempat tinggal tetap
Thomas dan Isterinya adalah di Bali sehingga Domisili masuk menjadi Titik Taut
Primer dalam kasus ini, 3) Tempat terjadinya perbuatan hukum, poin ke-3 ini
masuk menjadi Titik Taut Primer karena gugatan perceraian yang diajukan
Thomas terhadap Isterinya diajukan di Pengadilan Negeri Denpasar. Setelah
ditentukan mana yang menjadi Titik Taut Primer kemudian kita menentukan apa
yang menjadi Titik Taut Sekunder, yang menjadi Titik Taut Sekunder adalah
Hukum Kewarganegaraan (lex patriae) karena Thomas dan Isterinya termasuk
Warga Negara Asing.
Setelah ditentukan apa yang menjadi Titik Taut Primer dan Sekunder
kemudian kita mengkualifikasi kasus tersebut dari uraian fakta hukum yang sudah
dijabarkan diatas, kategori yuridis terhadap fakta yang ditemukan menjadikan
kasus ini masuk dalam kualifikasi hukum tentang orang karena yang menjadi
fokus utama nya adalah gugatan perceraian Warga Negara Asing yang diajukan di
PN Denpasar. Kemudian kami tentukan Lex Fori dari uraian fakta hukum diatas
adalah Hukum Indonesia, karena Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) ditegaskan bahwa, “tuntutan untuk
perceraian perkawinan, harus dimajukan kepada pengadilan negeri, yang mana
dalam daerah hukumnya, tatkala surat permintaan termaksud dalam Pasal 831
Reglemen Hukum Acara Perdata dimajukan, si suami mempunyai tempat
tinggalnya, atau dalam hal tak adanya tempat tinggal yang demikian, tempat
kediaman sebenarnya.
9
Jika si suami pada saat tersebut tak mempunyai tempat tinggal atau tempat
kediaman sebenarnya di Indonesia, maka tuntutan harus dimajukan kepada
Pengadilan Negeri tempat kediaman si istri sebenarnya. Hal ini di kuatkan dengan
pendapat Sudargo Gautama (1987:224) “pada saat perkara perceraian atau hidup
terpisah diajukan, haruslah salah satu ketentuan yang terinci dibawah ini
terpenuhi, yaitu Pihak tergugat mempunyai “habitual residence” nya (domisilinya)
dinegara tempat perceraian diucapkan. Setelah kita menemukan lex fori dari kasus
tersebut maka langkah selanjutnya menentukan lex causae dari kasus tersebut
menurut pasal 18 AB yang berisi “Bentuk dari tiap perbuatan ditentukan menurut
hukum dari negara atau tempat, dimana perbuatan itu dilakukan.” (locus regit
actum). Dari bunyi pasal tersebut yang merupakan Sumber Hukum Perdata
Internasional maka yang menjadi lex causae dari kasus ini adalah Hukum
Indonesia.
Dari hasil analisis kasus yang bersangkutan dapat disimpulkan bahwa
dalam menyelesaikan perkara perceraian yang diajukan oleh warga negara asing
di pengadilan Indonesia dapat diselesaikan di Indonesia, dengan syarat proses
peradilan tersebut sesuai dengan hukum formil dan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Selain itu, Pengadilan Negeri Denpasar memiliki
kewenangan untuk memeriksa dan mengadili dalam perkara perceraian Warga
Negara Asing berdasarkan tempat tinggal tergugat (forum rei) yaitu di Indonesia
dan pertimbangan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan perceraian
warga negara asing berkewarganegaraan Afrika Selatan telah sesuai prinsip-
prinsip Hukum Perdata Internasional maka hukum materil yang digunakan yaitu
hukum Indonesia sebagai dasar pemeriksaan gugatan yang diajukan oleh
Penggugat.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asas-asas umum hukum perdata internasional dalam bidang keperdataan
adalah asas-asas yang mana menjadi satu dasar atau prinsip dalam
menyelesaikan perkara-perkara perdata dalam ruang lingkup internasional .
Dengan demikian,pada pelaksanaan peneyelesaian perkara perdata
internasional dapat di gunakan asas-asas umum HPI ini untuk menyelesaikan
perkara-perkara tersebut.
Dalam hukum perdata internasional terdapat yang namanya status
personal, yaitu penyelesaian suatu kasus HPI dengan menganut prinsip
kewarganegaraan. Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi
dalam hubum yang diberikan/ diakui oleh Negara untuk mengamankan dan
melindungi lembaga-lembaganya . Status personal ini meliputi hak dan
kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan bertindak di bidang hukum,
yang unsure-unsurnya tidak dapat berubah atas kemauan pemiliknya
11
DAFTAR PUSTAKA
12