Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL


“KASUS TERKAIT PRINSIP KEWARGANEGARAAN DAN
DOMICILE”
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah hukum perdata
internasional

Disusun oleh:

Kelompok 1

Agam Maulana 171010200573

Agnes Monica 171010200648

Ahmad Rayhan Nugraha 171010201027

Ajeng Riswanita Aulia 171010201225

Debi Sopiyan 171010201019

Erik Firman Susanto 171010200814

Fariz Agusta Raynaldi 171010201221

Fitra Nanda Armesta 171010200939

Frika Alfa Nurkhasani 171010200402

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah.Swt, Tuhan Yang Maha
Esa. Berkat limpahan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan Makalah
Hukum Perdata Internasional dengan lancar.

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas Makalah Hukum


Perdata Internasional tentang Kasus terkait Prinsip Kewarganegaraan dan
Domicile .

Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada dosen hukum perdata
internasional yang telah membimbing kami, karena atas pengarahan dan
bimbingannya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Oleh karena itu, pastinya makalah ini tidak lupa dari kesalahan. Kami
harap pada rekan seperjuangan dapat memberikan kritik dan saran kepada kami
dalam rangka mencapai kesempurnaan. Agar nantinya dapat bermanfaat bagi
rekan-rekan kita lainnya.

Tangerang Selatan, September 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3

2. Pengertian Prinsip Kewarganegaraan .......................................... 3

2.2 Pengertian Prinsip Domicile...................................................... 5

2.3 Status Personal........................................................................... 6

2.4 Kasus Prinsip Kewarganegaraan dan Domisili serta Penyelesaian


......................................................................................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakekatnya setiap negara yang berdaulat, memiliki hukum atau
aturan yang kokoh dan mengikat pada seluruh perangkat yang ada didalamnya.
Seperti pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstream
Hukum Positif untuk mengatur warga negaranya. Salah satu hukum positif yang
ada di Indonesia adalah Hukum Perdata Internasional yang nantinya akan dibahas
lebih detail.
Permasalahan mengenai keperdataan yang mengkaitkan antara unsur-
unsur internasional pada era globalisasi saat sekarang ini cukup berkembang
pesat. Aktor non-negara dan aktor individu mempunyai peran yang sangat
dominan. Pada saat sekarang ini berbagai perusahaan-perusahaan multi nasional
(Multi National Corporation) baik yang berorientasi pada keuntungan atau yang
tidak berorientasi pada keuntungan hilir mudik melintasi batas territorial suatu
negara untuk melakukan transaksi perdagangan, kerjasama, memecahkan
permasalahan, riset dan berbagai kegiatan lainnya. Begitu juga dengan aktor
individu, mereka-mereka yang mempunyai uang lebih atau ingin mencari uang
lebih keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan proses yang begitu
cepat. Terjadinya perkawinan dua warga negara yang berbeda, mempunyai
keturunan disuatu negara, mempunyai harta warisan dan lain sebagainya. Inilah
sebuah konsekwensi dari sebuah globalisasi, tak bisa dihindari, akan tetapi inilah
sebuah kebutuhan dan merupakan sifat dasar umat manusia.
Masalah-masalah keperdataan diatas diperlukan sebuah wadah untuk dapat
menjadi acuan dan rujukan bertindak dari aktor-aktor tersebut. Wadah tersebut
diperlukan agar dunia yang ditempati ini tidak didasari dengan hukum rimba,
yang kuat menang dan yang lemah akan tersingkir, secara arti luas yang kaya akan
menjadi semakin kaya dan yang miskin akan bertambah miskin. Keperluan-
keperuan akan suatu hal untuk mengatur permaslahan-permasalahan diataslah
menjadikan hukum tentang keperdataan perlu diatur dalam sutau kerangka-
kerangka hukum positif.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan prinsip kewarganegaraan dan prinsip
domicile?
2) Seperti apakah contoh kasus pada prinsip kewarganegaraan dan prinsip
domicile ?
3) Bagaimana penyelesaian kasus pada permasalahan prinsip
kewarganegaraan dan prinsip domicile?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Prinsip Kewarganegaraan


Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menyebutkan,
Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga
negara. Dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat
asas-asas kewarganegaraan umum ataupun universal. adapun asas-asas yang
dianut dalam undang-undang ini antara lain :
1. Asas Ius Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan
berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang
menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
3. Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal
kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini
merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan seorang
anak hanya apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan
ayahnya, dan hilangnya kewarganegaraan ayah atatu ibu tidak secara otomatis
menyebabkan kewarganegaraan seorang anak menjadi hilang.
Undang-Undang Kewarganegaraan di Indonesia
Beberapa peraturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan RI
setelah Indonesia merdeka antara lain sebagai berikut:
a. UUD 1945 pasal 26

3
b. Undang-Undang No.3 Tahun 1946
c. Hasil persetujuan Konfrensi Meja Bundar
d. Undang-Undang No.62 Tahun 1958
e. Undang-Undang No.3 Tahun 1976
f. Undang-Undang RI No.12 Tahun 2006

Cara untuk memperoleh Kewarganegaraan


Berdasarkan UU No.12 Tahun 2006 telah disebutkan beberapa cara untuk
memperoleh kewarganegaraan RI secara rimgkas.
 Memenuhi persyaratan pewarganegaraan RI.
 Pemohon mengajukan permohonan pewarganegaraan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan materai secukupnya kepada
Presiden melalui menteri yang disampaikan kepada pejabat.
 Pemohon wajib menyerahkan dokumen atau surat-surat
keimigrasian atas namanya kepada kantor imigrasi dalam waktu 14
hari kerja setelah pengucapan sumpah atau pernyataan jamji setia.
 Menteri mengumunkan nama orang yang telah memperoleh
kewarganegaraan dalam Berita Negar RI.
 Ketentuan lebih lanjut tentang tata caara mengajukan dan
memperoleh kewarganegaraan RI diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Hilangnya Kewarganegaraan RI
Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2006 seseorang warga negara
Indonesia akan kehilangan kewarganegaraannya bila memenuhi hal-hal berikut:
a. Memilih kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
b. Tidak menolak dan tidak melepaskan kewarganegaraan lain,
sedangkan orang yang bersangkutan mendapatkan kesempatan
untuk itu.
c. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin presiden.
d. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing.

4
e. Turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan
untuk suatu negara asing.

2.2 Pengertian Prinsip Domicile


Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup,
dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum
dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status personilnya. Prinsip
kewarganegaraan seringkali memerlukan bantuan domisili. Seringkali ternyata
prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu
prinsip-prinsip domisili.
Perancis, belgia, luxemburg, monaco, belanda, rumania, finlandia,
jerman, yunani, hungaria, montenegro, polandia, portugal, spanyol, swedia, turki,
iran, tiongkok, jepang, kostarika, republik dominika, equador, haiti, honduras,
mexico, panama, venezuela
Semua negara-negara inggris yang menganut “common law”, scotlandia,
afrika selatan, quebec, denmark, norwegia, iceland, negara-negara amerika latin,
argentina, brazilia, guatemala, nicaragua, paraguay, peru.
Pada dasarnya yang disebut dengan prinsip domisili adalah Negara
atau tempat menetap yang menurut hukum dianggap sebagai pusat kehidupan
seseorang (centre of his life). Pengertian hukum domisili ini sesungguhnya berasal
dari hukum inggris. Hukum domisili ini didasarkan pada kediaman permanen
seseorang .
Macam-macam domisili menurut hukum inggris, dikenal dengan
tiga macam domisili, yaitu :
 Domicile of origin. Pada konsep domisili ini, setiap orang memperoleh
domicile of origin nya pada waktu kelahirannya. Yaitu Negara dimana
ayahnya bedomisili pada saat ia dilahirkan.
 Domicile of Choice. Untuk memperoleh domisili ini, menurut system
hukum inggris diharuskan untuk memenuhi persyaratan, yaitu:
1. Kemampuan (capacity)
2. Tempat kediaman (residence)
3. Hasrat (intentioan)

5
 Domicile by Operation of The Law. Domisili ini adalah domisili yang
dimiliki orang-orang yang tergantung pada domisili orang lain
(dependent).
Doctrine of Revival
Sisi lain yang pantas mendapat perhatian adalah apa yang dinamakan
doctrine of revival. Menurut doktrin ini,apabila seseorang telah melepaskan
domisili semula, tetapi tidak memperoleh domisili yang lainnya, maka domicile of
origin-nya lah yang hidup kembali.

2.3 Status Personal


Dalam hukum perdata internasional terdapat yang namanya status
personal, yaitu penyelesaian suatu kasus HPI dengan menganut prinsip
kewarganegaraan. Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi
dalam hubum yang diberikan/ diakui oleh Negara untuk mengamankan dan
melindungi lembaga-lembaganya . Status personal ini meliputi hak dan
kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan bertindak di bidang hukum, yang
unsure-unsurnya tidak dapat berubah atas kemauan pemiliknya . Walaupun
terdapat perbedaan tentang status personal ini, pada dasarnya status personal
adalah kedudukan hukum seseorang yang umumnya ditentukan oleh hukum dari
Negara dimana ia dianggap sah secara permanen .
Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia
menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil
orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka.
Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum
yang berlaku di domisilinya.
Dalam hal ini terdapat istilah Pro kewarganegaraan:
1. Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara
tertentu , lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan
2. Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan
lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak
demikian mudah diubah-ubah seperti domiili, sedangkan status
personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin

6
3. Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
 pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada
domisili seseorang, arena adanya peraturan tentang
kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara yang bersangkutan
 Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu Negara
Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili.
Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup,
dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika
hukum dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status
personilnya. Prinsip kewarganegaraan seringkali memerlukan bantuan
domisili. Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip-prinsip domisili

2.4 Kasus Prinsip Kewarganegaraan dan Domisili serta Penyelesaian


1. Kasus Kewarganegaraan Ganda Irfan Bachdim
Indonesia memiliki seorang pemain sepakbola yang mempunyai banyak
penggemar, bukan hanya karena keterampilannya bermain sepakbola, tapi juga
karena postur dan parasnya yang menawan. Akan tetapi, di awal karir Irfan
Bachdim, ia pernah mendapat tekanan dari beberapa pihak karena kasus
kewarganegaraan ganda. Pada tahun 2009, Irfan Bachdim memulai karir
persebakbolaannya di Indonesia. Pada waktu itu ia berusia hampir 21 tahun dan
masih mempunyai dua kewarganegaraan.

Ia memiliki kewarganegaraan Indonesia dari ayahnya yang WNI, dan mempunyai


kewarganegaraan Belanda dari tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Menurut
undang-undang di Indonesia, kewarganegaraan seseorang yang
berkewarganegaraan ganda bisa diputuskan paling lambat 3 tahun setelah ia
menginjak usia 18 tahun. Agustus 2009 adalah batas akhir ia harus memilih
kewarganegaraannya. Karena jika tidak, ia akan kehilangan kesempatan mendapat
kewarganegaraan Indonesia. Jika ia tidak menjadi WNI, ia tidak akan bisa ikut
membela Indonesia dalam laga Internasional. Pasa waktu itu Irfan Bachdim
adalah pemain yang sangat diandalkan oleh timnas Indonesia untuk bertanding

7
dalam piala AFF (Asian Football Federation) tahun 2010. Pada akhirnya, putra
dari Noval Bachdim ini memilih untuk menjadi WNI sebelum usianya lebih dari
21 tahun.

2. Perceraian Pasangan Warga Negara Afrika Selatan yang Diajukan di


Pengadilan Negeri Denpasar berdasarkan Prinsip Domisili
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar dibawah register Nomor
172/PdtG/2014/Pn.Dps mengenai perceraian warga negara asing di Indonesia
merupakan salah satu kasus yang terkait dengan Hukum Perdata Internasional.
Gugatan ini diajukan oleh seorang suami yang sebut saja namanya Thomas yang
merupakan Warga Negara Afrika Selatan, pemegang Pasport No. M00096351 dan
KITAS (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Kantor
Imigrasi Ngurah Rai, yang saat ini beralamat di Badung Bali. Bahwa Thomas dan
Isteri nya sudah menikah sejak tanggal 12 Desember 1975 dan diterangkan dalam
Akte Perkawinan Lengkap yang telah dikeluarkan Oleh Departemen Dalam
Negeri Republik Afrika Selatan No. Q10424 pada tanggal 12 Desember 2005.
Bahwa sejak pernikahan dilangsungkan hingga sekarang mereka tidak di
karuniai seorang anak. Sudah 10 Tahun terakhir Thomas dan Isterinya sudah tidak
tinggal dalam satu rumah. Kedua pasangan suami isteri tersebut sama-sama
bekerja pada bidang perhotelan namun mereka bekerja pada hotel yang berbeda
sehingga mereka harus menjalani perjalanan ke luar negeri sendiri-sendiri yang
mengakibatkan mereka jarang bertemu satu sama lain. Karena sudah 10 Tahun
berpisah dalam arti mereka sudah tidak tinggal dalam satu rumah kemudian
Thomas mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri Denpasar dimana
ia dan isterinya berdomisili sekarang dan Isterinya pun menyetujui nya.
Kasus gugatan perceraian Thomas terhadap isteri nya ini masuk dalam
perkara Hukum Perdata Internasional, karena terdapat unsur asing yaitu Thomas
dan Isterinya yang berkewarganegaraan Afrika Selatan. Dimana dalam
menganalisa kasus ini yang menjadi fokus adalah gugatan perceraian yang
diajukan di Pengadilan Negeri Denpasar, Namun perkawinan kedua pasangan ini
dilangsungkan di Afrika Selatan. Dari uraian kasus diatas kami mencoba
menganalisis dengan pranata tradisional Teori Titik Taut, Teori Kualifikasi, Lex

8
Fori, dan Lex causae. Menurut Bayu Seto Hardjowahono (2013:84) Titik Taut
adalah fakta-fakta di dalam sekumpulan fakta perkara yang menunjukkan
pertautan antara perkara itu dengan suatu tempat tertentu, dan karena itu
menciptkan relevansi antara perkara yang bersangkutan dengan kemungkinan
berlakunya sistem atau aturan hukum intern dari tempat itu. Pertama-tama kami
menentukan apa yang menjadi Titik Taut Primer dari kasus tersebut.
Yang menjadi Titik Taut Primer dari kasus tersebut antara lain yaitu: 1)
Kewarganegaraan, karena Thomas dan isterinya mereka adalah pasangan suami
isteri yang berkewarganegaraan Afrika Selatan, 2) Domisili, Tempat tinggal tetap
Thomas dan Isterinya adalah di Bali sehingga Domisili masuk menjadi Titik Taut
Primer dalam kasus ini, 3) Tempat terjadinya perbuatan hukum, poin ke-3 ini
masuk menjadi Titik Taut Primer karena gugatan perceraian yang diajukan
Thomas terhadap Isterinya diajukan di Pengadilan Negeri Denpasar. Setelah
ditentukan mana yang menjadi Titik Taut Primer kemudian kita menentukan apa
yang menjadi Titik Taut Sekunder, yang menjadi Titik Taut Sekunder adalah
Hukum Kewarganegaraan (lex patriae) karena Thomas dan Isterinya termasuk
Warga Negara Asing.
Setelah ditentukan apa yang menjadi Titik Taut Primer dan Sekunder
kemudian kita mengkualifikasi kasus tersebut dari uraian fakta hukum yang sudah
dijabarkan diatas, kategori yuridis terhadap fakta yang ditemukan menjadikan
kasus ini masuk dalam kualifikasi hukum tentang orang karena yang menjadi
fokus utama nya adalah gugatan perceraian Warga Negara Asing yang diajukan di
PN Denpasar. Kemudian kami tentukan Lex Fori dari uraian fakta hukum diatas
adalah Hukum Indonesia, karena Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) ditegaskan bahwa, “tuntutan untuk
perceraian perkawinan, harus dimajukan kepada pengadilan negeri, yang mana
dalam daerah hukumnya, tatkala surat permintaan termaksud dalam Pasal 831
Reglemen Hukum Acara Perdata dimajukan, si suami mempunyai tempat
tinggalnya, atau dalam hal tak adanya tempat tinggal yang demikian, tempat
kediaman sebenarnya.

9
Jika si suami pada saat tersebut tak mempunyai tempat tinggal atau tempat
kediaman sebenarnya di Indonesia, maka tuntutan harus dimajukan kepada
Pengadilan Negeri tempat kediaman si istri sebenarnya. Hal ini di kuatkan dengan
pendapat Sudargo Gautama (1987:224) “pada saat perkara perceraian atau hidup
terpisah diajukan, haruslah salah satu ketentuan yang terinci dibawah ini
terpenuhi, yaitu Pihak tergugat mempunyai “habitual residence” nya (domisilinya)
dinegara tempat perceraian diucapkan. Setelah kita menemukan lex fori dari kasus
tersebut maka langkah selanjutnya menentukan lex causae dari kasus tersebut
menurut pasal 18 AB yang berisi “Bentuk dari tiap perbuatan ditentukan menurut
hukum dari negara atau tempat, dimana perbuatan itu dilakukan.” (locus regit
actum). Dari bunyi pasal tersebut yang merupakan Sumber Hukum Perdata
Internasional maka yang menjadi lex causae dari kasus ini adalah Hukum
Indonesia.
Dari hasil analisis kasus yang bersangkutan dapat disimpulkan bahwa
dalam menyelesaikan perkara perceraian yang diajukan oleh warga negara asing
di pengadilan Indonesia dapat diselesaikan di Indonesia, dengan syarat proses
peradilan tersebut sesuai dengan hukum formil dan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Selain itu, Pengadilan Negeri Denpasar memiliki
kewenangan untuk memeriksa dan mengadili dalam perkara perceraian Warga
Negara Asing berdasarkan tempat tinggal tergugat (forum rei) yaitu di Indonesia
dan pertimbangan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan perceraian
warga negara asing berkewarganegaraan Afrika Selatan telah sesuai prinsip-
prinsip Hukum Perdata Internasional maka hukum materil yang digunakan yaitu
hukum Indonesia sebagai dasar pemeriksaan gugatan yang diajukan oleh
Penggugat.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asas-asas umum hukum perdata internasional dalam bidang keperdataan
adalah asas-asas yang mana menjadi satu dasar atau prinsip dalam
menyelesaikan perkara-perkara perdata dalam ruang lingkup internasional .
Dengan demikian,pada pelaksanaan peneyelesaian perkara perdata
internasional dapat di gunakan asas-asas umum HPI ini untuk menyelesaikan
perkara-perkara tersebut.
Dalam hukum perdata internasional terdapat yang namanya status
personal, yaitu penyelesaian suatu kasus HPI dengan menganut prinsip
kewarganegaraan. Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi
dalam hubum yang diberikan/ diakui oleh Negara untuk mengamankan dan
melindungi lembaga-lembaganya . Status personal ini meliputi hak dan
kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan bertindak di bidang hukum,
yang unsure-unsurnya tidak dapat berubah atas kemauan pemiliknya

11
DAFTAR PUSTAKA

Khairandy, Ridwan. dkk, Pengantar Hukum Perdata Indonesia, Yogyakarta:Gama


Media, 1999
Lubis, Suhrawardi dkk. Hukum Waris Islam (Lengkap&Praktis). Jakarta: Sinar
Grafika.2004
Manasikana, Arina. Waris. Yogyakarta:Pustaka Insan Madani.2007
Purbacaraka, Purnadi. Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional. Jakarta:
Rajawali. 1983
Seto, Bayu. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, Cet. III, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001

12

Anda mungkin juga menyukai