ORANG DI INDONESIA
Disusun Oleh :
SABRINA ANDJANI 170200160
Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat rahmat dan inayahnya makalah sederhana ini dapat diselesaikan
dengan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai sumber acuan
dan referensi bagi teman-teman dan kita semua.
Harapannya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
dapat menambah pengetahuan kita semua mengenai bagaimana perbandingan
hukum orang di belanda dengan hukum orang di indonesia
Tidak dapat dipungkiri bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya,
karena penyusun yang masih kurang pengalaman. Jadi, penyusun berharap agar
para pembaca memberikan saran dan kritik yang membangun agar penyusun
dapat memperbaiki makalah ini sehingga menjadi lebih baik.
Penyusun
( Sabrina Andjani )
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Perbandingan Hukum Orang Di Belanda Dengan Hukum Orang Di
Indonesia..............................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum orang dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit.Dalam arti
luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum dan
kekeluargaan. Sedangkan dalam arti sempit meliputi ketentuan orang sebagai
subjek hukum.Orang (pribadi) dalam hukum disebut sebagai subjek hukum,
subjek hukum artinya setiap pendukung hak dan kewajiban. Berbicara dengan
subjek hukum erat kaitannya dengan istilah cakap dalam arti hukum,
artinyaDidalam buku I KUHPerdata yang disebut subjek hukum ialah hanya orang
yang disebut pribadi kodrat tidak termasuk badan hukum yang disebut dengan
pribadi hukum. namun dalam perkembangan selanjutnya badan hukum tidak
dimasukkan menjadi subjek hukum yang diatur dalam kitab undang-undang
hukum dagang, sehingga subjek hukum itu meliputi
1. Orang disebut pribadi kodrati
2. Badan hukum disebut pribadi hukum
Orang sebagai subjek hukum mulai sejak lahir hingga meninggal dunia.Terhadap
asas ini ada pengecualian yaitu sebagai perluasan yang diatur dalam pasal 2
KUHPerdata yang mengatakan bahwa bayi yang masih berada dalam kandungan
ibunya dianggap telah dilahirkan hidup apabila ada kepentingan bayi itu yang
menghendaki.Jadi walaupun anak itu belum lahir dapat dianggap sebagai subjek
hukum.terhadap asas ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Anak telah dibenihkan pada saat timbul kepentingan anak.
2. Anak dilahirkan hidup pada saat dilahirkan walaupun sekejap dan
meninggal.
3. Ada kepentingan anak yang menghendaki bahwa anak dianggap telah
lahir.
Adapun tujuan pembentukan undang-undang untuk melindungi
kepentingan anak yang masih dalam kandungan kalau kemudian dilahirkan
hidup.Berbicara syarat subjek hukum berkaitan dengan soal cakap dalam arti
hukum artinya undang-undang mengatur juga golongan orang-orang yang tak
cakap dalam arti hukum yang diatur dalam pasal 1330 KUH perdata yaitu :
1. Orang yang belum dewasa.
2. Orang yang ditawan dibawah pengampunan.
3. Wanita yang telah bersuami (di Indonesia tidak berlaku lagi berdasarkan
Keputusan Mahkamah Agung No 3/1963)
1
w.d. kolkman leon, et al., hukum tentang orang, hukum keluarga dan hukum waris di
belanda dan indonesia, (denpasar: pustaka larasan, 2012), hlm.15.
2
ibidhlm.29
Ada pengecualian untuk aturan yang ditetapkan dalam Pasal 1:234 BW.
Khususnya, jika seorang anak yang belum dewasa telah mencapai usia enam belas
tahun maka ada lebih banyak kemungkinan. Misalnya, dari titik itu dan
seterusnya anak yang belum dewasa dapat membuatwasiat yang sah secara hukum
(Pasal 4:55 BW). Dari usia enam belas dan seterusnya seorang anak yang belum
dewasa juga secara legal kompeten untuk menjadi pihak dalam sebuah kontrak
kerja (Pasal 7:612 BW). Sehubungan dengan kontrak kerja itu, anak yang belum
dewasa tersebut sama dengan orang yang sudah berusia penuh (dewasa) dalam
segala hal dan boleh masuk dalam proses hukum tanpa bantuan dari kuasa
hukumnya. Jika dikaitkan dengan perkawinan, anak-anak yang berusia 16 tahun
atau lebih boleh menikah dengan syarat bahwa pihak wanita mengajukan sertifikat
medis yang menyatakan bahwa ia hamil atau telah memiliki anak, berdasarkan
pasal 1:31 BW.
Di Indonesia, jika kita berbicara mengenai apa itu dewasa dalam lingkup
subjek hukum, maka yang harus dibicarakan pertamakali ialah mengenai
kecakapan dari subjek hukum itu sendiri. Dalam pasal 1330 KUHPerdata,
disebutkan kondisi apa saja yang termasuk kedalam kategori ketidakcakapan
dimuka hukum. yaitu:
- Orang yang belum dewasa
- Orang yang berada dibawah pengampuan
- Wanita yang telah bersuami (tidak berlaku lagi berdasarkan putusan MA
no. 3/1963)
Sehingga sebagai seorang subjek hukum yang ingin dikatakan cakap
hukum, maka syarat utamanya ialah subjek hukum tersebut haruslah dewasa.
Namun terdapat ketidakseragaman mengenai pengaturan usia yang dapat
dikatakan seseorang telah menjadi dewasa di mata hukum. Pada pasal 330
KUHPerdata, disebutkan bahwa yang belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.Namun
terdapat suatu upaya yang dapat membuat orang yang belum genap berusia 21
tahun untuk dikatakan dewasa.Yaitu ada yang dinamakan pendewasaan, yang
aturannya terdapat pada pasal 419 – 432 KUHPerdata.Defisini dari pendewasaan
ialah suatu upaya hukum untuk mempersamakan kedudukan seseorang yang
masih dibawah umur dengan seseorang yang dewasa baik untuk seluruh hak
maupun untuk sebagian hak untuk bertindak dalam lalu lintas hukum.
Pengampuan (Curatele)
Pengampuan atau curatele dapat dikatakan sebagai lawan dari
Pendewasaan (handlichting). Karena adanya pengampuan, seseorang yang sudah
dewasa (meerderjarig) karena keadaan-keadaan mental dan fisiknya dianggap
tidak atau kurang sempurna, diberi kedudukan yang sama dengan seorang anak
yang belum dewasa (minderjarig).Menurut ketentuan Pasal 433 Burgerlijk
Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), ada 3 alasan untuk
pengampuan3, yaitu:
1. Keborosan (verkwisting)
2. Lemah akal budinya (zwakheid van vermogen), misalnya imbisil atau
debisil
3. Kekurangan daya berpikir: sakit ingatan (krankzinnigheid), dungu
(onnozelheid), dan dungu disertai sering mengamuk (razernij).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 436 Burgerlijk Wetboek, yang berwenang
untuk menetapkan pengampuan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman orang yang akan berada di bawah pengampuan.
Sedangkan menurut Pasal 434 Burgerlijk Wetboek, orang-orang yang berhak
untuk mengajukan pengampuan adalah:
1. Untuk keborosan oleh setiap anggota keluarga sedarah dan sanak
keluarga dalam garis ke samping sampai derajat ke-4 dan istri atau
suaminya.
2. Untuk lemah akal budinya oleh pihak yang bersangkutan sendiri apabila
ia merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri
3. Untuk kekurangan daya berpikir oleh:setiap anggota keluarga sedarah
dan istri atau suami&Jaksa, dalam hal ia tidak mempunyai istri atau
suami maupun keluarga sedarah di wilayah Indonesia
Orang yang ditaruh di bawah pengampuan disebut curandus.Sedangkan
3
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga
(Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University Press, 1991, Hlm. 237
orang yang menjadi pengampu disebut curator.Pengampuan mulai berlaku sejak
hari diucapkannya putusan atau ketetetapan pengadilan.Dengan adanya putusan
tersebut maka curandus yang berada di bawah pengampuan karena alasan
kekurangan daya berpikir dinyatakan tidak cakap dalam melakukan perbuatan
hukum dan semua perbuatan yang dilakukannya dapat dinyatakan batal.
Sedangkan bagi curandus yang berada di bawah pengampuan karena keborosan,
maka ia hanya tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang berkaitan
dengan harta kekayaan. Sedangkan untuk perbuatan hukum lainnya, misalnya
perkawinan tetap sah.Untuk curandus yang berada di bawah pengampuan karena
alasan lemah akal budinya, terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli
hukum.Sebagian berpendapat bahwa curandus hanya tidak cakap dalam
melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan saja.Namun
yang lainnya berpendapat bahwa curandus tidak cakap dalam melakukan segala
perbuatan hukum.Sekalipun curandus tidak cakap dalam melakukan perbuatan
hukum, namun apabila curandus melakukan perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad), ia tetap harus bertangung gugat dengan membayar ganti
rugi untuk kerugian yang terjadi karena kesalahannya.
Pengampuan dapat berakhir karena alasan absolut dan alasan relative:
1. Secara Absolut
Curandus meninggal dunia
Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan
alasan-alasan di bawah pengampuan telah hapus.
2. Secara Relatif
Curator meninggal dunia
Curator dipecat atau dibebastugaskan
Suami diangkat sebagai curator yang dahulunya bersatus sebagai curandus
(dahulu berada di bawah pengampuan curator karena alasan-alasan tertentu)
Berakhirnya pengampuan tersebut, menurut Pasal 141 Burgerlijk Wetboek
harus diumumkan sesuai dengan formalitas-formalitas yang harus dipenuhi.
Di Belanda, pengaturan mengenai pengampuan juga dijelaskan pada BW,
tepatnya pada pasal 1:378 – 1:391 BW. Jika dilihat secara menyeluruh isi dalam
aturan tersebut tidak beda jauh dengan peraturan di Indonesia. Pada aturan di
Belanda, yang termasuk kedalam pengampuan selain pemborosan dan sakit pada
ingatan terdapat pula orang-orang yang dalam keadaan mabuk alcohol yang
merugikan sekitar dan diri sendiri.Hal tersebut disebutkan pada pasal 1:378 BW.
Lalu sesuai dengan pasal 1:378 ayat 2 bahwa anak dibawah umur dapat
juga minta permohonan pengampuan jika melakukan hal-hal yang disebutkan
pada ayat sebelumnya.Yang mana di Indonesia pengampuan diberikan kepada
orang yang sudah dewasa. Dan pada ayat 3 disebutkan bahwa ketika proses
hukum tertunda karena menunggu permintaan pengampuan, pengadilan dapat
menempatkan orang yang bersangkutan dibawah pengampuan.
Mengenai pihak yang dapat memintakan curatele tersebut, pada aturan
belanda tidak dibagi pihak yang dapat meminta pengampuan antara orang yang
sakit ingatan ataupun orang yang boros.Sehingga pada pasal 1:379 BW, yang
dapat mengajukan pengampuan tersebut ialah orang itu sendiri, istri, keluarga
sampai garis keturunan keempat, serta penuntut umum.Dan terlihat sedikit
perbedaan antara aturan di Belanda dan di Indonesia.
Keadaan Tak Hadir
Keadaan tidak hadir dalam Hukum Belanda atau Dutch Civil Law diatur
dalam buku 1 bab 18. Dalam pasal 1:413 BW yaitu perintah pengadilan untuk
deklarasi orang hilang adalah dimana keadaan orang tersebut tidak diketahui dan
telah melebihi periode lima tahun, seseorang dapat meminta permohonan kepada
pengadilan negeri untuk memanggil orang tersebut ke pengadilan untuk memberi
kepastian orang tersebut masih hidup. Namun apabila tidak terbukti bahwa orang
tersebut masih hidup pengadilan dapat memutuskan asumsi hukum bahwa orang
hilang tersebut telah meninggal dunia. Periode lima tahun tersebut dihitung dari
tanda kehidupan terakhir dari orang hilang/orang tidak hadir tersebut. Putusan
pengadilan yang menyatakan orang tersebut hilang dinyatakan apabila orang
tersebut tidak mendatangi pengadilan atau tidak ada orang yang datang
meyakinkan bahwa orang tersebut masih hidup.
Masa waktu lima tahun tersebut dalam pasal 1:413 -2b BW, dapat
dipersingkat menjadi satu tahun apabila orang itu hilang dalam rentang waktu
tersebut dan terdapat keadaan tertentu yang membuat pandangan orang tersebut
telah meninggal. Apabila setelah dinyatakan meninggal ternyata orang tersebut
masih ada dan kembali dan dalam posisi bahwa aset-asetnya telah
dipindahtangankan maka terdapat hak dan kewajiban dari orang tersebut yang
diatur dalam pasal 1:422, 1:423, dan 1:425 BW.4
Dalam Hukum di Indonesia, keadaan tak hadir atau orang yang hilang
adalah suatu keadaan dimana seseorang meninggalkan tempat tinggalnya dengan
tidak memberikan kuasa pada seseorang untuk mengurus kepentingan-
kepentingannya. 5Perihal mengenai keadaan tak hadir ini dijelaskan pada pasal
463 KUHPerdata. Terdapat 3 masa keadaan tak hadir seseorang, yaitu :
Masa Pengambilan tindakan sementara
Masa yang pertama terjadi apabila seseorang meninggalkan tempat
tinggalnya tanpa mewakilkan kepentingannya pada seseorang.Pada keadaan ini
tindakan sementara hanya diambil jika ada alasan-alasan yang mendesak untuk
mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya.Tindakan sementara tersebut
dimintakan kepada pengadilan negri oleh orang yang mempunya kepentingan
harta kekayaannya. Yang selanjutnya hakim akan memerintahkan BHP untuk
mengurus seluruh atau sebagian harta serta kepentingan orang yang tak hadir.
Masa Ada Dugaan Hukum Mungkin Telah Meninggal
- Ia tidak hadir selama 5 tahun tanpa meninggalkan surat kuasa
- Ia tidak hadir selama 10 tahun; surat kuasa ada, tetapi masa berlakunya
sudah habis
- Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya termasuk awak atau
penumpang kapal laut atau pesawat udara
- Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya hilang pada suatu
peristiwa fatal yang menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara
Permohonan persangkaan meninggal dunia tersebut diajukan oleh pihak –
pihak yang berkepentingan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal orang yang
tidak hadir dan dilakukan pemanggilan sebanyak tiga kali. Panggilan tersebut
dilakukan melalui harian yang ditentukan oleh hakim dan ditempelkan di pintu
pengadilan negeri serta kantor walikota. Akibat-akibat dari keterangan
persangkaan meninggal dunia adalah timbul wewenang dari orang-orang yang
dianggap sebagai ahli waris untuk mengambil harta kekayaan dan meminta
4
Dutch Civil Law
5
Subekti, Op.Cit.,hlm.57.
penyerahan barang-barang dan perincian perhitungan serta pertanggungjawaban
kepada pengurus Balai Harta Peninggalan. Selain itu istri/suami yang ditinggalkan
dan telah kawin dengan kebersamaan harta atau dengan perjanjian kawin
diberikan dua pilihan:
1. Meneruskan keadaan yang telah ada untuk jangka waktu maksimum 10
tahun
2. Segera dilakukan pembagian harta kekayaan.
Masa kedua atau masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal dapat
berakhir dalam hal:
a. Orang yang diduga sudah meninggal tersebut ternyata hadir kembali atau
ada kabar tentang hidupnya;
b. Ia meninggal dunia; atau
c. Masa pewarisan definitif dimulai
6
Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris,( Jakarta: Inchtiar Baru
Van Hoeve, 2007), Hlm. 44-45.
Jadi terlihat terdapat perbedaan antara hukum di Belanda dan di
Indonesia.Di Belanda ketentuan mengenai keadaan tidak hadir tidak diatur
kedalam tiga masa seperti pada hukum di Indonesia.Dan penentuan mengenai
telah meninggalnya atau tidak seseorang yang meninggalkan tempat tanpa kabar
berbeda. Di Belanda dalam waktu 5 tahun, pengadilan dapat memutuskan bahwa
orang tersebut telah meninggal dan mungkin dalam 1 tahun juga dapat diputuskan
mengenai hal tersebut jika ada alasan tertentu yang mendukung putusan tersebut.
Dan dalam BW belanda tidak menyinggung mengenai orang yang hilang tersebut
memberikan kuasa atau tidak, sehingga berbeda antara pengaturan di Belanda dan
Indonesia.
Domisili
Dalam Hukum Belanda yang diatur dalam Dutch Civil Law atau BW
Belanda, dalam buku 1 hukum tentang orang dan keluarga dalam bab 1.3 tentang
domisili menyatakan dalam pasal 1:10 BW, bahwa domisili seseorang ialah
terletak pada tempat tinggalnya yang sudah biasa/lama ditinggali dan apabila tidak
ditemukan, maka domisili orang tersebut adalah tempat tinggal sebenarnya.
Dalam pasal selanjutnya dapat dikatakan bahwa seseorang kehilangan tempat
tinggalnya dengan memperlihatkan niat untuk menelantarkannya. Di dalam
peraturan ini juga terdapat pengaturan mengenai domisili dari orang yang tidak
memiliki kecakapan hukum seperti orang yang dibawah pengampuan
sebagaimana diatur dalam pasal 1:12 BW, dinyatakan domisili orang dibawah
pengampuan adalah alamat yang sama dengan curator dari orang yang dibawah
pengampuan tersebut. Selanjutnya dalam pasal 1:15 BW seseorang dapat memilih
domisilinya, maksudnya orang tersebut dapat memlilih domisili yang berbeda dari
domisili yang sebenarnya apabila hukum memaksanya untuk hal itu.7
Mengenai domisili atau tempat kediaman dari subjek hukum, di Indonesia
diatur pada pasal 17 – 25 KUHPerdata. Pada pasal 17 KUHPerdata dijelaskan
bahwa “setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal dimana dia
menempatkan pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat kediaman yang
7
Dutch Civil Code., Op.Cit.
demikian, maka tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai tempat
tinggalnya.” Tempat kediaman sesungguhnya dibedakan atas :
Tempat kediaman sukarela yaitu dimana seseorang dengan bebas
menurut kehendaknya sendiri menciptakan keadaan-keadaan ditempat
tertentu.
Tempat kediaman wajib yaitu didasarkan padanya hubungan antara
sesorang dengan orang lain.
10
Ibid.,
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Leon, W.D. Kolkman, et al. Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga dan Hukum Waris
di Belanda dan Indonesia, Denpasar: Pustaka Larasan, 2012
Dutch Civil