Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HUKUM ORANG/KELUARGA

DAN PERLINDUNGAN ANAK

DOSEN PENGAMPU : SURYADI S. HI., M. H

NAMA : SELPIA
NIM : 21.400.0044

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM DAN BISNIS
UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA
PSDKU KAPUAS
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dalam
penyelesaian makalah berjudul “Hukum Orang/Keluarga dan
Perlindungan Anak”.
Penyusunan makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang
diberikan oleh bapak Suryadi S. HI., M. H.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah terselesaikannya makalah ini. Demikian banyak pihak
yang turut serta membantu sehingga tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu. Mudah-mudahan semua bantuan dari amal baiknya
mendapat imbalan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Penulis percaya bahwa tidak ada hasil karya manusia
yang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini sebagai makalah yang dapat memberikan
sumbangan atau kajian yang bermanfaat bagi pendidikan di
sekolah dan masyarakat.

Kuala Kapuas, 13 Januari 2023

Selpia
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi
Bab I pembahasan
1. Pengertian Hukum Orang/Keluarga
2. Pengertian Hukum Perorangan dalam arti luas dan sempit
3. Objek Hukum
4. Badan Hukum
5. Badan Hukum berdasarkan eksistensinya
6. Syarat-syarat Badan Hukum
7. Prosedur Badan Hukum
8. Prosedur Pembentukan Badan Hukum
9. Pembentukan Koperasi
10. Jenis-jenis Catatan Sipil
11. Tujuan diadakannya Catatan Sipil
12. Pengertian Domisili
13. Macam-macam tempat tinggal ( domisili )
14. Peristiwa Hukum ( rechtsfeit )
15. Hubungan Hukum
16. Keadaan Tidak Hadir
17. Tindakan Sementara
18. Pengertian Hukum Benda
19. Asas-asas Hukum Benda
20. Hukum Perlindungan Anak ( UU Perlindungan Anak No. 22
Tahun 2002 )
21. Hak dan Kewajiban Anak
22. Kesehatan
23. Istirahat
24. Pengasuhan Orang Tua
25. Kuasa Asuh
26. Perwalian
27. Pengangkatan Anak
28. Anak yang dilahirkan dari Perkawinan Campuran ( Pasal 29
ayat 1-3 UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 )
29. Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua (
Pasal 26 ayat 1-2 UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 )
30. Perlindungan Khusus ( Pasal 59 UU Perlindungan Anak No.
23 Tahun 2002 )
31. Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( Pasal 74 UU
Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 )

BAB II PENUTUP
Kesimpulan
Saran
BAB I
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Orang/Keluarga


Hukum orang menurut Subekti ialah peraturan tentang manusia sebagai subyek
dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban
untuk bertindak sendiri, melaksanakan hak- haknya itu. Ada beberapa istilah hukum
orang, yakni Personenrecht (Belanda), Personal Law (Inggris), dan H.F Volmar Hukum.
Badan Pribadi (Van Personen).
Setiap orang mempunyai hak-hak keperdataan yang dapat dipertahankan terhadap
siapa saja, kapan saja, dimana saja. “Hak” tersebut dilindungi oleh “hukum”, artinya
apabila ada pihak- pihak yang mengganggu hak seseorang maka negara akan memberi
sanksi hukum. Dalam Hukum, perkataan Orang (Persoon) berarti pembawa hak dan
kewajiban atau Subyek Hukumyang artinya setiap orang atau manusia pembawa hak
tidak memilih laki-laki ataupun perempuan, anak-anak atau orang dewasa bahkan secara
anggapan (fiksi).
hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda) atau law of
familie (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit adalah suami, anak, dan istri.
Sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat dekat.
Adapun pendapat-pendapat lain terkait pengertian hukum keluarga adalah sebagai
berikut:
1) Van Apeldoorn
”Hukum keluarga adalah peraturan hubungan hukum yang timbul dari hubungan
keluarga”.
2) C.S.T Kansil
“Hukum keluarga memuat rangkaian peraturan hukum yang timbul dari pergaulan
hidup kekeluargaan”.
3) R. Subekti
“Hukum keluarga adalah hukum yang mengatur perihal hubungan-hubungan hukum
yang timbul dari hubungan kekeluargaan”.
4) Rachmadi Usman
“Hukum kekeluargaan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai
hubungan antar pribadi alamiah yang berlainan jenis dalam suatu ikatan
kekeluargaan”.
5) Djaja S. Meliala
“Hukum keluarga adalah keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum
antara keluarga sedarah dan keluarga kerena terjadinya perkawinan”.
6) Sudarsono
“Hukum kekeluargaan adalah keseluruhan ketentuan yang menyangkut hubungan
hukum mengenai kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan”.
Jika dikaji pendapat para ahli di atas terkait pengertian hukum keluarga, ada dua hal
pokok yang menjadi aspek penting dalam pendapat mereka, yaitu hubungan sedarah dan
perkawinan.
Adapun pertalian keluarga karena turunan disebut keluarga sedarah,artinya sanak
saudara yang senenek moyang. Keluarga sedarah ini ada yang ditarik menurut garis
bapak yang disebut matrinial dan ada yang ditarik menurut garis ibu dan bapak yang
disebut parental atau bilateral.
Pertalian keluarga karena perkawinan disebut keluarga semenda, artinya sanak
saudara yang terjadi karena adanya ikatan perkawinan, yang terdiri dari sanak saudara
suami dan sanak saudara istri. Sedangkan pertalian keluarga karena adat disebut keluarga
adat, artinya yang terjadi karena adanya ikatan adat, misalnya saudara angkat.
2. Pengertian Hukum Perorangan dalam arti luas dan sempit
1) Hukum Perorangan dalam Arti luas: Hukum Perorangan, adalah keseluruhan
kaedah hukum yang mengatur kedudukan manusia sebagai subjek hukum dan
wewenang untuk memperoleh, memiliki, dan mempergunakan hak – hak dan
kewajiban ke dalam lalu lintas hukum serta kecakapan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak – haknya, juga hal – hal yang mempengaruhi kedudukan subjek
hukum.
2) Hukum Perorangan dalam arti sempit : Hukum yang mengatur tentang orang
sebagai subjek hukum.
3. Objek Hukum
Cakupan pengertian perlindungan dan tujuan perlindungan anak sejalan dengan
konvensi hak dan perlindungan HAM yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar RI
Tahun 1945. Pasal 22 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
menegaskan, “Setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
4. Badan Hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan pada setiap
warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan perlindungan terhadap hak
anak yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pemerintah Indonesia dalam
usahanya untuk menjamin dan mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak adalah
melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Dan dalam rangka penyesuaian terhadap beberapa ketentuan maka dilakukan
beberapa perubahan terhadap pasal-pasal tertentu maka diundangkan Undang-Undang
nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahana atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Perlindungan Anak tersebut adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
5. Badan Hukum berdasarkan eksistensinya
Perlindungan anak terkait erat dengan lima pilar yakni, orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan negara. Kelimanya memiliki keterkaitan
satu sama lain sebagai penyelenggara perlindungan anak. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan.
Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya menjamin bahwa anak-anak
akan menerima apa yang mereka butuhkan agar mereka dapat bertahan hidup,
berkembang dan tumbuh. Akan tetapi pada kenyataannva kondisi anak-anak di Indonesia
masih sangat memprihatinkan terutama yang menyangkut masalah pekerja anak, anak
jalanan, dan anak-anak korban kekerasan seksual, eksploitasi seksual, dan eksploitasi
seksual komersial.
6. Syarat-syarat Badan Hukum
7. Prosedur Badan Hukum
8. Prosedur Pembentukan Badan Hukum
9. Pembentukan Koperasi
Adanya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memang sudah
merubah aturan dalam perkoperasian, salah satunya tentang Pendirian Koperasi. Pada
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa untuk mendirikan
koperasi minimal harus 20 orang, yang tercantum pada Pasal 6, ayat 1: Koperasi Primer
dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) orang. Namun sejak adanya Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan sudah dikuatkan dengan adanya
Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, Dan
Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, bahwa saat ini
Pendirian/pembentukan Koperasi bisa dibentuk oleh oleh 9 (sembilan) orang. Hal
tersebut tercantum pada Pasal 3, ayat 1: Koperasi primer dibentuk paling sedikit oleh 9
(sembilan) orang.
10. Jenis-jenis Catatan Sipil
Jenis-Jenis catatan Sipil meliputi :
1. Akta kelahiran
2. Akta kematian
3. Akta perkawinan
4. Akta perceraian
5. Akta pengakuan anak
6. Akta pengesahan anak
7. Pencatatan pengangkatan anak
8. Pencatatan perubahan nama
9. Pencatatan perubahan status kewarganegaraan
10. Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya.

11. Tujuan diadakannya Catatan Sipil


Catatan sipil adalah suatu lembaga yang bertugas untuk mencatat atau mendaftar
setiap peristiwa yang dialami oleh warga masyarakat, misalnya kelahiran, perkawinan,
kematian dan sebagainya. Tujuannya untuk mendapatkan data selengkap mungkin agar
status warga masyarakat dapat diketahui.
Catatan sipil adalah suatu lembaga yang sengaja diadakah oleh pemerintah yang
bertugas untuk mencatat, mendaftarkan, serta membukukan selengkap mungkin tiap
peristiwa penting bagi status keperdataan seseorang, misalnya perkawinan, kelahiran,
pengakuan/pengesahan anak, perceraian dan kematian serta ganti nama.
12. Pengertian Domisili
Istilah domisili berasal dari kata domicile atau woonplaats yang memiliki arti tempat
tinggal. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan domisili adalah
kediaman dan bertempat tinggal. Sementara mengutip laman Badan Pusat Statistik (BPS),
domisili adalah alamat tinggal sekarang.
Masih menurut BPS, domisili juga bisa berarti alamat di mana seseorang biasa
bertempat tinggal. Alamat domisili adalah alamat yang sesuai dengan tempat tinggal
seseorang saat ini. Meski demikian, alamat domisili kadang kala bisa berbeda dengan
alamat yang tercantum dalam identitas penduduk seperti KTP.
 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
Domisili adalah tempat dimana seseorang memenuhi kewajiban dan melakukan hak-
haknya meskipun pada kenyataannya saat sekarang ini dia sedang tidak berada di tempat
tersebut.
13. Macam-macam tempat tinggal ( domisili )
1. Domisili Terikat
Domisili terikat adalah domisili yang menentukan seseorang harus menyesuaikan
dengan keadaan orang sekitarnya, dalam hal ini keluarga. Misalnya, seorang istri yang
berdomisili di tempat tinggal suami. Lalu seorang anak yang berdomisili di tempat
tinggal orang tuanya. Undang-Undang yang mengatur tentang domisili terikat ini adalah:
Tempat tinggal istri sama dengan tempat tinggal suami (pasal 32 UU No.1 Tahun
1974).
Tempat tinggal anak mengikuti tempat tinggal orang tua (pasal 47 UU No.1 tahun
1974).
Tempat tinggal orang di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal
pengampunya/walinya (pasal 50 UU No.1 tahun 1974).
2. Domisili Bebas
Tak sama dengan domisili terikat, domisili bebas adalah macam domisili di mana
seseorang tidak terikat sama sekali dengan keadaan orang sekitarnya, dalam hal ini
keluarga. Bisa diartikan pula, seseorang berhak secara bebas menentukan domisili atau
tempat tinggalnya. Domisili bebas terbagi menjadi dua, yakni domisili bebas terkait
wewenang perdata dan penunjukkan. Undang-Undang yang mengatur tentang domisili
bebas ini adalah:
Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang. (pasal 106:2
KUHPdt).
Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya tempat tinggal yang dipilih
secara sukarela harus dilakukan secara tertulis artinya harus dengan akta, bila ia pindah
maka untuk tindakan hukum yang dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat
yang lama. (pasal 24:1 KUHPdt).
14. Peristiwa Hukum ( rechtsfeit )
Peristiwa Hukum adalah setiap peristiwa atau kejadian dalam masyarakat yang
membawa akibat yang diatur oleh hukum. artinya akibat peristiwa itu diatur oleh hukum
berupa timbulnya atau dihapusnya hak maupun kewajiban tertentu bagi subjek hukum
tertentu yang terkait pada peristiwa itu.
dilihat dari timbulnya, peristiwa Hukum dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
A. peristiwa Hukum karena perbuatab subjek Hukum.
yaitu peristiwa Hukum yang terjadi akibat perbuatan subjek hukum (orang atau badan
hukum). misalnya peristiwa jual-beli, sewa-menyewa, hibah, wasiat. peristiwa tersebut
terjadi karena adanya perbuatan subjek hukum yaitu penjual dengan pembeli, penyewa
dengan yang menyewakan, yang menghibahkan dengan penerima hibah, yang memberi
wasiat dengan penerima wasiat. peristiwa Hukum ini tidak akan pernah ada atau terjadi
tanpa perbuatan aktif dari masing-mading subjek hukum tersebut.
B. peristiwa Hukum yang bukan perbuatan subjek hukum.
yaitu berupa peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi bukan karena perbuatan subjek
hukum. misalnya peristiwa kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, kadaluwarsa
(lewat waktu).
dalam hal ini terjadi peristiwa hukum bukan karena adanya perbuatan yang dilakukan
oleh subjek hukum tetapi terjadi dengan sendirinya namun dengan terjadinya peristiwa
itu, telah menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum.
dalam hal kelahiran telah menimbulkan kewajiban bagi orang tua untuk memelihara
dan mengurus kepentingan si anak dan sianak tadi berhak mendapat pemeliharaan dari
orang tuanya.
dalam peristiwa kematian seseorang (bukan karena dibunuh atau karena tindak
pidana lainnya tetapi karena mati secara alami). peristiwa itu menimbulkan akibat bagi
ahli waris yang meninggal yaitu masalah warisan atas harta kekayaan yang di tinggalkan
oleh orang yang meninggal tersebut. demikian juga peristiwa kadaluarsa atau lewat
Waktu merupakan suatu peristiwa Hukum karna menimbulkan akibat yang diatur oleh
hukum. lewat waktu adalah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu
alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan
terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang (pasal 1946 KUH
Perdata).
15. Hubungan Hukum
Hubungan hukum merupakan kebutuhan individu dalam melangsungkan kehidupan
Setiap hubungan hukum yang dilakukan tersebut, diatur oleh hukum yang berlaku
dengan sifat mengikat dan memaksa.
Hubungan hukum merupakan hubungan antara dua subjek atau lebih, di mana hak
dan kewajiban suatu pihak bertemu dengan hak dan kewajiban pihak lain. Hukum
sebagai himpunan peraturan-peraturan mengatur hubungan sosial. Hubungan hukum
memberikan suatu hak kepada subjek hukum untuk berbuat sesuatu atau menuntut
sesuatu yang diwajibkan oleh hak itu, serta terlaksananya kewenangan/hak dan
kewajiban yang dijamin oleh hukum.
Hubungan hukum terdiri atas ikatan antara individu dengan individu, individu
dengan masyarakat, dan seterusnya. Adapun hubungan yang tidak diatur oleh hukum
bukan merupakan hubungan hukum.
Hubungan hukum memiliki dua segi, yaitu segi bevoegdheid (kewenangan/hak)
dengan segi plicht (kewajiban). Kewenangan yang diberikan hukum kepada subjek
hukum dinamakan hak.
Logemann yang dikutip Soeroso berpendapat, setiap hubungan hukum terdapat pihak
yang berwenang meminta prestasi yang disebut dengan prestatie subject.
Sedangkan pihak yang wajib melakukan prestasi disebut plicht subject.
16. Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir adalah suatu keadaan tidak adanya seseorang di tempat
kediamannya karena bepergian atau meninggalkan tempat kedaiamnnya, baikdengan izin
maupun tanpa izin dan tidak diketahui di mana tempat dia berada. Keadaan tidak hadir
(Afwezigheid) diatur dalam Bab ke-delapan belas Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata).
Pasal 463 BW menyatakan “jika terjadi, seorang telah meninggalkan tempat
tinggalnya, dengan tidak memberi kuasa seorang wakil, guna mewakili dirinya dan
mengurus harta kekayaannya, pun ia tidak mengatur urusan-urusan dan kepentingan-
kepentingan itu, atau pun jika pemberian kuasa kepada wakilnya tidak berlaku lagi, maka
jika ada alasan yang mendesak guna mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaan itu,
atau guna mengadakan seorang wakil baginya”.
Pasal 467 BW melanjutkan: “jika terjadi, seorang telah meninggalkan tempat
tinggalnya, dengan tidak memberi kuasa kepada seorang wakil, guna mewakili dirinya
dan mengurus harta kekayaannya, pun ia tidak mengatur urusan-urusan dan
kepentingannya itu, dan jika 5 tahun telah lewat setelah keberangkatannya dari tempat
tinggal itu, atau lima tahun setelah setelah diperoleh kabar terakhir yang membuktikan
bahwa pada waktu itu ia masih hidup; sedangkan dalam lima tahun itu tak pernah ada
tanda-tanda tentang masih hidup atau telah meninggalnya si tak hadir tadi…dan
seterusnya”. Rumusan pasal ini panjang, di bawah titel bagian kedua tentang ‘pernyataan
barangkali meninggal dunia’.
17. Tindakan Sementara
Tindakan Sementara adalah tindakan yang diambil untuk mencegah berlanjutnya
Kerugian dalam masa penyelidikan pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara atau
Bea Masuk Imbalan Sementara. Definisi Tindakan Sementara juga digunakan di dalam 1
Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Tindakan sementara dapat menjadi instrumen yang efektif untuk melindungi hak para
pihak dalam arbitrase. Meskipun tidak ada definisi yang diterima secara luas, tindakan
sementara adalah, umumnya, pemulihan atau pemulihan yang bertujuan untuk
melindungi hak-hak para pihak parties.
Dalam arbitrase internasional, aturan institusional umumnya diam mengenai standar
dan prinsip pemberian tindakan sementara. meskipun begitu, arbiter umumnya diberikan
keleluasaan yang luas untuk mengatur standar-standar tersebut. Dalam melakukannya,
arbiter dapat merujuk pada hukum nasional, contohnya, hukum kursi arbitrase, atau
hukum penegakan penghargaan. Aturan arbitrase dan hukum kasus arbitrase juga dapat
memberikan panduan kepada arbiter (contohnya, beberapa keputusan yang disunting
ICC tentang tindakan sementara tersedia untuk umum).
18. Pengertian Hukum Benda
Hukum benda adalah terjemahann dari istilah bahasa Belanda, yaitu “zakenrecht”.
Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, hukum kebendaan ialah semua kaidah hukum
yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak – hak atas benda.
Adapun menurut Prof. L.J.Apeldoorn, hukum kebendaan adalah peraturan mengenai hak
– hak kebendaan.
Menurut Prof. sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang diatur dalam Hukum Benda,
ialah pertama-tama mengatur pengertian dari benda, kemudian pembedaan macam-
macam benda, dan selanjutnya bagian yang terbesar mengatur mengenai macam-macam
hak kebendaan. Jadi hukum benda adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
mengenai hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak (P.N.H.Simanjuntak, 2015 :177
19. Asas-asas Hukum Benda
Adapun sepuluh asas hukum benda menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan adalah
sebagai berikut.

1) Merupakan hukum memaksa atau dwingendrecht: suatu benda hanya dapat


diadakan hak kebendaannya sebagaimana disebutkan dalam undang-undangan.
2) Dapat dipindahkan: semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali
hak pakai dan hak mendiami.
3) Asas individualiteit: objek dari hak kebendaan adalah suatu barang yang dapat
ditentukan. Dengan kata lain orang tidak dapat mempunyai hak kebendaan selain
barang yang ditentukan, baik jenis dan jumlahnya.
4) Asas totaliteit: hak kebendaan selalu melekat atas keseluruhan daripada objeknya.
Dengan kata lain, yang memiliki hak kebendaan berarti memiliki hak kebendaan
atas keseluruhan barang dan atas bagian-bagiannya. Lalu, jika benda itu sudah
lebur dalam benda lain, hak kebendaan atas benda yang pertama (sebelum lebur)
menjadi lenyap, namun ada beberapa konsekuensi lain sebagaimana diatur dalam
KUH Perdata, misalnya milik bersama atas barang baru (Pasal 607 KUH Perdata);
leburnya benda itu dalam benda lain (Pasal 602, 606, dan 608 KUH Perdata); dan
ada hubungan hukum antara kedua pemilik yang bersangkutan (lihat Pasal 714,
725, dan 1567 KUH Perdata).
5) Asas tidak dapat dipisahkan: pemilik tidak dapat memindahtangankan sebagian
hak kebendaan yang ada padanya.
6) Asas prioriteit: semua hak kebendaan memberikan kewenangan yang sejenis
dengan kewenangan dari eigendom, sekalipun luasnya berbeda.
7) Asas percampuran: hak kebendaan terbatas wewenangnya. Hanya mungkin atas
benda orang lain, dan tidak mungkin atas hak miliknya sendiri.
8) Asas perlakuan yang berlainan terhadap benda bergerak dan benda tidak
bergerak: berhubungan dengan penyerahan, pembebanan, bezit, dan kedaluarsa
benda bergerak dan benda tidak bergerak berlainan.
9) Asas publicitet: penyerahan benda yang tidak bergerak berlaku kewajiban untuk
didaftarkan dalam pendaftaran (register) umum. Sedangkan untuk benda yang
bergerak, cukup diserahkan, tanpa pendaftaran dalam pendaftaran umum.
10) Sifat perjanjian: orang yang mengadakan hak kebendaan, misalnya hak
memungut hasil, gadi, hipotek, dan lain-lain sama halnya sedang mengadakan
perjanjian. Dalam arti ini, perjanjian yang diadakan adalah perjanjian untuk
mengadakan hak kebendaan.

20. Hukum Perlindungan Anak ( UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 23 TAHUN 2002

TENTANG

PERLINDUNGAN

ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan


tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang
merupakan hak asasi manusia;

b. bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;

c. bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara padamasa
depan;

d. bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,
maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak
mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-
haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;

e. bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak


diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undanganyang
dapat menjamin pelaksanaannya;

f. bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai


anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspekyang berkaitan
dengan perlindungan anak;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, e, dan fperlu


ditetapkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak;

Mengingat :

1. Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), dan Pasal 34
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak


(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3143);

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk


Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Eliminationof all
Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277);

4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak


(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3668);

5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat


(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3670);

6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO


Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to
Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan
Bekerja) (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3835);

7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran


Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3886);

8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention


No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action forThe
Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182
mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk- bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 30,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941);

Dengan persetujuan :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK


INDONESIA
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)


tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan


melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.

3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari


suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus
keatas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

4. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu
tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.

5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya


menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

6. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi


kebutuhannyasecara wajar, baik fisik, mental, spiritual,
maupun sosial.

7. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang


mengalamihambatan fisik dan/atau mental sehingga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.

8. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang


mempunyaikecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi
dan/atau bakat istimewa.

9. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan


kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkananak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang
tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

10. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau
lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan,
pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu
orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak
secara wajar.

11. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh,


mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang
dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
12. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib
dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan negara.

13. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan


organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
14. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai
kompetensiprofesional dalam bidangnya.

15. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan


kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
dieksploitasisecara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat,
dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

16. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

17. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah


Pusatdan Pemerintah Daerah.

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan


berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak
meliputi :

a. non diskriminasi;

b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Pasal 3

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak


anakagar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan
sejahtera.
21. Hak dan Kewajiban Anak

Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan


berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

Pasal 5

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.

Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan


berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua.

Pasal 7

(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan
diasuh oleh orang tuanya sendiri.

(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka
anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau
anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan


sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Pasal 9

(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam


rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya.

(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus
bagianak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,


mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan.

Pasal 11

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,


bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri.
Pasal 12

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,


bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 13

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak
lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan
segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 14

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali
jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan
bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :

a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;


dan

e. pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16

(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran


penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi.

(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan


hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya


dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 17

(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya


dipisahkan dari orang dewasa;

b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara


efektifdalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan


anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang
tertutupuntuk umum.

(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

Pasal 19

Setiap anak berkewajiban untuk :

a. menghormati orang tua, wali, dan guru;

b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

22. Kesehatan
Hukum Kesehatan ialah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan
yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik. Kesehatan yang dimaksud adalah keadaan
yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas
dari cacat, penyakit dan kelemahan”.
23. Istirahat
Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79, hak ini dicantumkan secara jelas.
Perusahaan wajib memberi waktu istirahat dan cuti pada setiap karyawan. Secara jelas misalnya,
terkait waktu istirahat, disebutkan bahwa karyawan memiliki hak untuk mendapatkan istirahat
antara jam kerja minimal setangah jam setelah bekerja selama empat jam.
24. Pengasuhan Orang Tua
25. Kuasa Asuh
KUASA ASUH

Pasal 30

(1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,
melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan
tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.

(2) Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa


asuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
penetapan pengadilan.

Pasal 31

(1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat
ketiga, dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk
mendapatkan penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa
asuh orang tua atau melakukan tindakan pengawasan apabila
terdapat alasan yang kuat untuk itu.

(2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai
dengan derajat ketiga, tidak dapat melaksanakan fungsinya, maka
pencabutan kuasa asuh orang tua sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat juga diajukan oleh pejabat yang berwenang atau
lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu.
(3) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat menunjuk orang perseorangan atau lembaga
pemerintah/masyarakat untuk menjadi wali bagi yang
bersangkutan.

(4) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak sebagaimana


dimaksud dalam ayat (3) harus seagama dengan agama yang dianut
anak yang akan diasuhnya.

Pasal 32

Penetapan pengadilan sebagaimana di?maksud dalam Pasal 31 ayat (3)


sekurang-kurangnya memuat ketentuan :

a. tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua


kandungnya;

b. tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk


membiayaihidup anaknya; dan

c. batas waktu pencabutan.


26. Perwalian
PERWALIAN

Pasal 33

(1) Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan
hukum,atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya,
maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan
dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.

(2) Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1)dilakukan melalui penetapan pengadilan.

(3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


agamanyaharus sama dengan agama yang dianut anak.

(4) Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat


(2)wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan.

(5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 34

Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 33, dapat mewakili anak untuk melakukan
perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak.

Pasal 35

(1) Dalam hal anak belum mendapat penetapan pengadilan mengenai


wali, maka harta kekayaan anak tersebut dapat diurus oleh Balai
Harta Peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai
kewenangan untuk itu.

(2) Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain sebagaimana


dimaksuddalam ayat (1) bertindak sebagai wali pengawas untuk
mewakili kepentingan anak.

(3) Pengurusan harta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
harus mendapat penetapan

Pasal 36

(1) Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari tidak
cakap melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan
kekuasaannyasebagai wali, maka status perwaliannya dicabut dan
ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan.

(2) Dalam hal wali meninggal dunia, ditunjuk orang lain sebagai
walimelalui penetapan pengadilan.
27. Pengangkatan Anak
Pengangkatan Anak

Pasal 39

(1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan


yangterbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak


memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan
orangtua kandungnya.

(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut
oleh calon anak angkat.

(4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir.

(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama
anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk
setempat.

Pasal 40

(1) Orang tua angkat wajib membe?ritahukan kepada anak


angkatnyamengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.

(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
kesiapananak yang bersangkutan.

Pasal 41

(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan


terhadap pelaksanaan pengangkatan anak.

(2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

28. Anak yang dilahirkan dari Perkawinan Campuran ( Pasal 29 ayat 1-3 UU Perlindungan
Anak No. 23 Tahun 2002 )

Anak yang Dilahirkan dari


Perkawinan Campuran
Pasal 29

(1) Jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara Republik


Indonesia dan warga negara asing, anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari
ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

(2) Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana


dimaksuddalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau
berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah
satu dari kedua orang tuanya.

(3) Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya
berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik
anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban
mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak
tersebut.

29. Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua ( Pasal 26 ayat 1-2 UU
Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 )

Kewajiban dan Tanggung


JawabKeluarga dan Orang Tua

Pasal 26

(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan,


bakat, dan minatnya; dan

c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya,
atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada
keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

30. Perlindungan Khusus ( Pasal 59 UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 )

Perlindungan Khusus

Pasal 59

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung


jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam
situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak
korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang
cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

31. Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( Pasal 74 UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun
2002 )

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA

Pasal 74

Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan


anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia yang bersifat independen.
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://www.studocu.com/id/document/universitas-mataram/ilmu-hukum/hukum-perdata-
hukum-
orang/12702092#:~:text=Hukum%20Orang%20Hukum%20orang%20menurut,%2C%20mel
aksanakan%20hak%2D%20haknya%20itu. ( diakses tgl : 15-01-2023)
https://an-nur.ac.id/pengertian-hukum-keluarga-sumber-asas-serta-ruang-
lingkupnya/#Pengertian_Hukum_Keluarga( diakses tgl : 15-01-2023)
http://juraganmakalah.blogspot.com/2014/03/hukum-perorangan_28.html( diakses tgl : 15-01
-2023)
https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&
ved=0CAMQw7AJahcKEwiow9Dn-
tz8AhUAAAAAHQAAAAAQAg&url=http%3A%2F%2Frepository.umy.ac.id%2Fbitstrea
m%2Fhandle%2F123456789%2F15072%2Ff.%2520BAB%2520II.pdf%3Fsequence%3D6%26
isAllowed%3Dy&psig=AOvVaw2cTOhBdA6eMn-cAK8kEVRF&ust=1674537824897343( diak
ses tgl : 15-01-2023)
https://koperasi.kulonprogokab.go.id/detil/892/penyuluhan-pendirian-koperasi-di-kelompok-
masyarakat-pengelola-bank-sampah( diakses tgl : 15-01-2023)
https://disdukcapil.badungkab.go.id/artikel/17825-pengertian-catatan-
sipil#:~:text=Catatan%20sipil%20adalah%20suatu%20lembaga%20yang%20bertugas%20u
ntuk%20mencatat%20atau,status%20warga%20masyarakat%20dapat%20diketahui%E2%
80%9D. ( diakses tgl : 17-01-2023)
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&
ved=2ahUKEwju986yhN38AhUUg-
YKHdgdD80QFnoECAgQAw&url=http%3A%2F%2Fwww.disdukcapil.banggaikab.go.id%
2Fpage%2Fakta-akta-capil%2F&usg=AOvVaw3F9rN8RXvGtHMuK7raCSJ0 ( diakses tgl :
17-01-2023)
https://www.merdeka.com/jatim/domisili-adalah-sebutan-untuk-tempat-tinggal-ketahui-
pengertian-dan-macamnya-kln.html( diakses tgl : 17-01-2023)
http://www.kedaihukum.com/2021/06/peristiwa-hukum-rechtsfeit.html( diakses tgl : 17-01-
2023)
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-apa-itu-hubungan-hukum-
lt62e7a7b36fa7e/( diakses tgl : 17-01-2023)
https://www.researchgate.net/publication/355108164_KEADAAN_TIDAK_HADIR_AFWEZ
IGHEID_DAN_AKIBAT_HUKUMNYA_MENURUT_HUKUM_PERDATA_INDONESIA(
diakses tgl : 22-01-2023)
https://www.international-arbitration-attorney.com/id/provisional-measures-in-
international-arbitration/( diakses tgl : 22-01-2023)
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/e3e052b3f4ef47971bef9be05daad0fa.pdf( dia
kses tgl : 23-01-2023)
https://www.hukumonline.com/berita/a/asas-asas-hukum-benda-lt633a57d3a3781?page=2( di
akses tgl : 23-01-2023)
http://repository.iainpalopo.ac.id/id/eprint/303/1/LAYOUT%20-
%20PENGANTAR%20HUKUM%20KESEHATAN.pdf( diakses tgl : 23-01-2023)
https://disnakertrans.ntbprov.go.id/hak-hak-perusahaan-dan-karyawan-dalam-undang-
undang-ketenagakerjaan/( diakses tgl : 23-01-2023)

Anda mungkin juga menyukai