Anda di halaman 1dari 16

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta
Hukum Tata Negara Program Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Syariah dan Hukum Islam IAIN Bone

Oleh :

Kelompok 10

A.NURHAISA
742352019094
WIWI KARDIANA
742352019072
RIRIN RISMA
742352019093

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2022
KATA PENGANTAR
‫ِبْس ِم ِهللا الَّرْح َمِن الَّر ِح ْيم‬

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah dengan judul “Warga Negara Dan Kewarganegaraan” ini
tepat pada waktunya. Shalawat serta Salam kita kirimkan kepada Baginda
Rasulullah Muhammad Saw. Yang telah membawa ummatnya dari alam
kebodohan (jahiliyah) ke alam yang penuh dengan penerangan.

Ucapan terimakasih tak lupa kami haturkan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari titik kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan agar makalah ini
mengalami perubahan kearah yang lebih baik.

Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi para Pembaca serta
bagi Penulis sendiri.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Watampone, 21 April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1-3
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Makalah....................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4-11
A. Hubungan Negara Dan Warga Negara.................................................4
B. Pengaturan Kewarganegaraan Di Indonesia.........................................8
BAB III PENUTUP.........................................................................................12
A. Kesimpulan..........................................................................................12
B. Saran....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Warga negara memiliki peran yang vital bagi keberlangsungan sebuah
negara. Oleh karena itu, hubungan antara warga negara dan negara sebagai
institusi yang menaunginya memiliki aturan atau hubungan yang diatur dengan
peraturan yang berlaku di negara tersebut. Agar dapat memiliki status yang jelas
sebagai warga negara, pemahaman akan pengertian, sistem kewarganegaraan serta
hal-hal lain yang menyangkut warga negara hendaknya menjadi penting untuk
diketahui. Dengan memiliki status sebagai warga negara, orang memiliki
hubungan dengan negara. Hubungan ini nantinya tercermin dalam peran, hak dan
kewajiban secara timbal balik antara warga negara dengan negaranya.
Dalam beberapa literatur, dikenal istilah warga negara, rakyat dan
penduduk. Istilah warga negara secara umum mengandung arti peserta, anggota,
atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan
dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk
kepentingan bersama (Tim ICCE UIN Jakarta). Istilah rakyat lebih merupakan
konsep politis. Rakyat menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah satu
pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat umumnya
dilawankan dengan penguasa. Sedangkan penduduk, menurut Soepomo dalam
Hartono Hadisoeprapto (1999), adalah orangorang yang dengan sah bertempat
tinggal tetap dalam suatu negara. Sah artinya tidak bertentangan dengan dengan
ketentuan-ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam
negara yang bersangkutan. Orang yang berada di suatu wilayah negara dapat
dibedakan menjadi penduduk dan non penduduk. Adapun penduduk negara dapat
dibedakan menjadi warga negara dan orang asing atau bukan warga negara.
Warga negara adalah salah satu fundamen penting dalam keberadaan
sebuah negara, sudah selayaknya mendapat kepastian hukum dan jaminan hukum
yang layak dari negara. Sepeti dikemukakn oleh para ahli, sudah menjadi
kenyataan yang berlaku umum bahwa syarat untuk berdirinya sebuah negara yang

1
2

merdeka harus sekurang-kurangnya ada tiga syarat, yaitu adanya wilayah,


adanya rakyat (warga negara) yang tetap, adanya pemerintahan yang berdulat dan
adanya pengakuan dari Negara lain. Seorang warga negara indonesia harus
mendapat jaminan perlindungan dan kepastian hukum atas hak-hak yang
dimilikinya, sekaligus kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya
sebagai warga negara dari suatu negara.
Warga negara atau kewarganegaraan merupakan salah satu unsur
konstitutif keberadaan suatu negara , warga negara merupakan bagian dari suatu
penduduk dan menjadi sebuah unsur negara dan konstitusi mempunyai hubungan
yang tidak terputus dengan tanah airnya dan dengan UUD negaranya sekalipun
yang bersangkutan berada diluar negri.1
Warga negara merupakan salah satu yang bersifat prinsipal dalam
bernegara, tidak mungkin ada sebuah negara kalau tidak memiliki warga negara
begitupun sebaliknya tidak mungkin ada warga negara tanpa negara. Dewasa ini
semakin banyak permasalahan di bidang politik, , ekonomi, sosial, dan budaya
menyebabkan semakin kompleknya pekerjaan pemerintah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berkaitan dengan konsep yang
dikemukakan oleh Steven Pinch tentang Welfare State yaitu : “ memastikan setiap
warga negara diberikan minimum standar kesejahteran , pelayaan kesehatan ,
pelayanan orang-orang sakit, pengangguran, lansia, serta memberikan hakhak
warga negara tanpa memandang perbedaan status, kelas ekonomi , dan perbedaan
lainnya”.
Warga negara merupkan salah satu pendukung negara tapi dalam hal
memahai warga negara masih sering ditemukan kekeliruan mengenai penduduk
dan warga negara . dalam beberapa kasus , istilah penduduk sering digunakan
untuk menjelaskan pengertian warga negara , dan sebaliknya. Untuk menghindari
kesalahpahaman tersebut pasal 26 UUD 1945 memberikan batasan atau
pengertian antara pendudukan dan warga negara. Menurut pasal 26 ayat (1)
disebuutkan bahwa yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang

1
Wahidin, “Pendidikan Kewarganegaraan”, (Ttp: in media , 2015), h. 17
3

sebagai warga negara. Sedangkan penduduk menurut paasal 26 ayat (2)


disebutkan bahwa penduduk ialah warga negara indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di indonesia.3 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bawa
keduanya berbeda, warga negara merupakan unsur hakiki yang menjadi pokok
suatu negara, karena itu seperti apa yag dijelaskaan pada pasal 26 ayat (1) setiap
masyarakat akan memiliki status kewarganegaraan yang menimbulkan hubungan
timbal balik antar warga negara dan negaranya.2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hubungan Negara Dan Warga Negara?
2. Bagaimana pengaturan kewarganegaraan di Indonesia?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui Hubungan Negara Dan Warga Negara.
2. Untuk Mengetahui pengaturan kewarganegaraan di Indonesia.

2
Winarno, “Prradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 142
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Negara Dan Warga Negara


Pengertian warga negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)
adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat
kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai
seorang warga dari negara itu. Sementara itu, AS Hikam dalam Ghazalli (2004)
mendefinisikan warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah
anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara seperti yang tertulis dalam
UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara adalah Bangsa Indonesia asli
dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”.
Selanjutnya dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU
Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan
kepada peraturan yang menyatakan bahwa Warga Negara Republik Indonesia
adalah orangorang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-
perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945
sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Warga negara memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting
bagi kemajuan dan bahkan kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu,
seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh
Undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan
siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui
bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana
dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. pernyataan ini mengandung makna
bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan
menjadi:

4
5

a. Warga Negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan


orangorang bangsa lain yang disahkan dengan dengan undang-undang
sebagai warga negara.
b. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat
sementara sesuai dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan
tinggal sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju)
yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya
orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang
bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan
bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Dari sudut hubungan antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S.
mendefinisikan warga negara dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota
negara, warga negara mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia
mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap
negaranya.3
Rakyat merupakan salah satu unsure dari adanya Negara. Di dalam teori
kedaulatan rakyat, terbentuknya Negara tidak lain disebabkan oleh adanya
perjanjian masyarakat (contract social). Sehubungan dengan hal ini, Bierens de
Haan sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi, menyatakan bahwa
Negara adalah lembaga manusia, manusialah yang membentuk Negara. Dan
manusia yang membentuk Negara itu merupakan makhluk perorangan
(edelwelzen) dan merupakan juga makhluk social (gameenschapswezen).
Meskipun masyarakat bangsa terbagi dalam kelompok-kelompok, Negara
membentuk satu kesatuan bulat dan mewakili sebuah cita (een idée
vertegenwoordngt).
Selanjutnya, berkaitan dengan hubungan antara rakyat dengan Negara,
digambarkan oleh R.G. Kartasapoetra bahwa rakyat merupakan salah satu unsure
bagi terbentuknya suatu Negara, di samping unsure wilayah dan unsure
pemerintah. Suatu Negara tidak akan terbentuk tanpa adanya rakyat walaupun

3
Rowland B. F. Pasaribu, “Kewarganegaraan”, (Rown Collection: 2015), h.27-28
6

mempunyai wilayah tertentu dan pemerintah yang berdaulat. Demikian juga kalau
rakyat ada pada wilayah tertentu akan tetapi tidak memiliki pemerintahan sendiri
yang berdaulat ke dalam dan ke luar, maka Negara itupun jelas tidak bakal ada.4
Menurut Hestu Handoyo, keterkaitan antara Negara dan rakyat
menunjukkan hal-hal sebagai berikut: pertama, Antara Negara dan rakyat tidak
dapat dipisahkan sehingga memberikan tanda bahwa pembahasan mengenai
hokum tata Negara tidak mungkin akan melepaskan diri dari peran dan fungsi
warganegara. Kedua, Masalah kewarganegaraan termasuk di dalmnya
menyangkut hak-hak asasi manusia menjadi pokok bahasan yang tidak akan
ditinggalkan dalam mempelajari hokum tata Negara. Ketiga, Unsur utama Negara
sebagai organisasi kekuasaan adalah adanya rakyat yang bertindak sebagai
anggota sekaligus sebagai unsure pembentuk organisasi Negara tersebut.5
Negara sebagai lembaga yang diciptakan oleh manusia jelas membutuhkan
warganegara. Akan tetapi persoalannya adalah siapakah yang dapat mengklaim
bahwa seseorang itu merupakan warganegara atau bukan dan apakah setiap orang
mempunyai hak untuk disebut sebagai warganegara dari suatu Negara. Menurut
Pasal 1 Konvensi Den Haag (1930), penentuan warganegara merupakan hak
mutlak dari negara yang bersangkutan. Namun demikian, hak mutlak ini dibatasi
oleh general principles, yaitu: pertama, tidak boleh bertentangan dengan
konvensi-konvensi internasional. Kedua, tidak boleh bertentangan dengan
kebiasaan internasional. Ketiga, tidak boleh bertentangan dengan prinsipprinsip
hokum umum yang secara internasional diterapkan dalam hal penentuan
kewarganegaraan.
Meskipun Negara mempunyai hak mutlak untuk menentukan status
kewarganegaraan seseorang, namun menurut Pasal 5 Deklarasi Universal HAM
(1948) ditentukan bahwa setiap orang berhak atas kewarganegaraan dan tidak
seorangpun dapat dengan sewenang-wenang dicabut kewarganegaraannya atau

4
Isharyanto, “Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan
Status Hukum Kewarnegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan)”, (CV. Absolute Media,
Yogyakarta: 2015), h.15
5
Isharyanto, “Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan
Status Hukum Kewarnegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan)”, (CV. Absolute Media,
Yogyakarta: 2015), h.16
7

tidak dapat diingkari hak untuk mengganti kewarganegaraannya. Dari dua


konstruksi hokum internasional tersebut, menurut Hestu Handoyo jika diterapkan
akan menimbulkan perbenturan hak.
Di satu sisi Negara mempunyai kewenangan mutlak untuk menentukan
status kewarganegaraan seseorang tetapi di sisi lain setiap orang juga berhak atas
suatu status kewarganegaraan. Dengan adanya perbenturan hak dan kewenangan
itu, maka menurut teori hukum umum akan menimbulkan kewajiban diantara
keduanya. Kewajiban yang dimaksud tidak lain adalah bahwa Negara ditntutu
atau wajib memberikan pengakuan dan perlindungan bagi setiap orang yang
berkeinginan atau sudah menjadi warganegara. Sementara itu, bagi setiap orang
dituntut dan wajib untuk mengambil ketegasan mengenai status kewarganegaraan
melalui melalui tata cara yang telah dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Jika dikaitkan dengan status kewarganegaraan, maka pada setiap fase
kehidupan manusia sebagaimana diuraikan di muka sudah harus mendapatkan
kepastian hokum. Artinya, status kewarganegaraan sudah dibutuhkan pada setiap
tahapan fase kehidupan tersebut. Dengan adanya kepastian hokum akan status
kewarganegaraan seseorang, maka akan dapat ditentukan juga hak-hak dan
kewajiban yang diperoleh sehubungan dengan status tersebut. Begitu pentingnya
hak-hak warganegara in, sehingga sering dianggap sebagai hak yang utama
disbanding hak politik dan hak social.
Menurut Suparman Marzuki, hal ini dikarenakan apabila hak warga
Negara ini benar-benar dimiliki oleh warganegara, barulah hak politik dan hak
social dapat mempunyai arti. Dalam ranah teori konstitusi, jaminan akan
perlindungan hak-hak kewarganegaraan itu dicantumkan di dalam konstitusi. Pada
kajian hokum tata Negara, norma yang terkandung di dalam UUD merupakan
sumber hokum (rechtsgulle) bagi aturan yang ada di bawahnya. Konstruksi ini
mempunyai makna bahwa norma-norma yang adalam UUD harus mengalir dalam
perundang-undangan di bawahnya, apakah berupa norma original atau norma
jabaran yang lebih konkrit. Norma tersebut dapat mengalir begitu saja dalam
perundang-undangan yang lebih rendah atau perundangan yang lebih rendah dapat
8

memberikan norma tafsiran dari norma yang lebih tinggi tersebut. Dengan
mengutip pendapat Rudolf Stammler, Firdaus menyebut norma HAM yang
terdalam konstitusi merupakan “bintang pemandu” (Leitstern) bagi pembuatan
undang-undang di bawahnya agar selaras dengan nilai-nilai HAM.6

B. Pengaturan Kewarganegaraan Di Indonesia


Pengaturan mengenai kewarganegaraan biasanya ditentukan berdasarkan
salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ius soli atau prinsip ius sanguinis. Ius soli
adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah
kelahiran, sedangkan ius sanguinis mendasarkan diri pada prinsip hubungan dar
ah. Berdasarkan prinsip ius soli, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah
hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan
dari negara tempat kelahirannya itu.
Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di eropa termasuk
menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja
yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga
negara. oleh karena itu, sering terjadi warganegara indonesia yang sedang
bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti
pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh
Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal
kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak
sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena
direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di
luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih
baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih
menjamin kesehatan dalam proses persalinan.7

6
Isharyanto, “Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan
Status Hukum Kewarnegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan)”, (CV. Absolute Media,
Yogyakarta: 2015), h.17-19
7
Andryan, “Kapita Selekta Hukum Tata Negara”, (CV. Pustaka Prima, Medan: 2021), h.
138
9

Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia


melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu
tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang
bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang
menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double
citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali
(stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip
ius sanguinis yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status
orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya
berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya
dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi,
dalam dinamika pergaulan antarbangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak
dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status
kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status
kewarganegaraan yang berbedabeda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas
dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing- masing negara
asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang
melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan
berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka. oleh karena
itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas
dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan.8
1. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan
karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu
negara, terutama yang menganut prinsip “ius soli” sebagaimana
dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung
mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan
ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya.

8
Andryan, “Kapita Selekta Hukum Tata Negara”, (CV. Pustaka Prima, Medan: 2021), h.
139-140
10

2. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan


melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses
pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada
instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat
mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status
yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
3. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti
yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai
penjuru dunia, banyak warg- anya yang bermukim di daerah-daerah koloni
dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup
ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-
anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara
resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ius soli,
maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anakanak
warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pen- dudukan tersebut
tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga
negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan
mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak
dapat diterima. karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan
melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga indonesia yang berada
di Amerika Serikat yang menganut prinsip “ius soli”, melahirkan anak,
maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status
sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki
anaknya tetap berkewarganegaraan indonesia, maka prosesnya cukup
melalui registrasi saja.9
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu
dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu:
a. kewarganegaraan karena kelahiran atau citizenship by birth,
b. kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau citizenship by
naturalization, dan
9
Andryan, “Kapita Selekta Hukum Tata Negara”, (CV. Pustaka Prima, Medan: 2021), h.
141
11

c. kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau citizenship by registration.


Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ius
sanguinis, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status
kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga
keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki
dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia
dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang
yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan
dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia
karena kelahiran. kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar
yang dianut, sekurangkurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan
mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses
naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama
sekali.10

10
Andryan, “Kapita Selekta Hukum Tata Negara”, (CV. Pustaka Prima, Medan: 2021), h.
143
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Warga negara memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting
bagi kemajuan dan bahkan kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu,
seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh
Undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan
siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui
bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana
dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945.
Proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu:
1. kewarganegaraan karena kelahiran atau citizenship by birth,
2. kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau citizenship by
naturalization, dan
3. kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau citizenship by registration.

B. Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan
menambah wawasan kita tentang Warga Negara Dan Kewarganegaraan. Kami
memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan dalam makalah
ini. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca demi untuk menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

12
Andryan. Kapita Selekta Hukum Tata Negara. CV. Pustaka Prima, Medan: 2021.
Isharyanto. Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan
Status Hukum Kewarnegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan).
CV. Absolute Media. Yogyakarta: 2015.
Pasaribu, Rowland B. F. Kewarganegaraan”, (Rown Collection: 2015), h.27-28
Wahidin. Pendidikan Kewarganegaraan. Ttp: in media , 2015.
Winarno. Prradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi. Jakarta: sinar grafika. 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai