Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN GANDA
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Roedy Susanto, ST, M.Sos

Oleh Kelompok 8:
1. PUTRI NUR ANISA (P17440213043)
2. QURROTU A’YUNIN (P17440213049)
3. TRI TANAYA KENAKA (P17440213050)
4. MARSEKAL ORION TORAYA PIRADE (P17440214053)
5. MUHAMMAD DIMAS AFFANDI (P17440214061)
6. SYNDIKA RAYA ANGGRARETA (P17440214062)
7. ABDUL HADI PURNAMA (P17440214068)
8. TIARA WAHYU ARIANTI (P17440214069)
9. GALUH NISAULKHOIRIYAH FATHAH (P17440214073)

KELAS 1B
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BANK DARAH
JURUSAN KESEHATAN TERAPAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang MahaKuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kewarganegaraan Ganda” tepat waktu.
Makalah “Kewarganegaraan Ganda” disusun guna memenuhi tugas dosen
pada Mata Kuliah Kewarganegaraan dan Pancasila di Poltekkes Kemenkes
Malang. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang “Kewarganegaraan Ganda”.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Roedy
Susanto, ST, M.Sos selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 7 Agustus 2021

Penulis
Daftar Isi

JUDUL …………………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR …………………………….……………………….….. ii


DAFTAR ISI …………………………………………..……………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah …………………..……..……………………. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………..……………………….... 5
1.3 Tujuan Pembahasan ……...……………...…...………………………... 5
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Status Kewarganegaraan Dalam Perspektif Hukum Internasional ….... 6
3.2 Status Kewarganegaraan Bagi Pemerintah …………………………… 6
3.3 Peraturan Dalam Kewarganegaraan Ganda ………………………….... 8
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan …………………………………………………..……..… 9
4.2 Saran ………………………………………………………………...… 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdirinya suatu negara harus memenuhi beberapa syarat, yaitu harus ada
wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga
syarat ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa adanya
wilayah tertentu adalah tidak mungkin untuk mendirikan suatu negara dan begitu
pula adalah mustahil untuk menyebutkan adanya suatu negara tanpa rakyat yang
tetap. Walaupun kedua syarat ini wilayah dan rakyat telah dipenuhi, namun
apabila pemerintahannya bukan pemerintahan yang berdaulat yang bersifat
nasional, belumlah dapat dinamakan negara itu negara yang merdeka. Berbicara
mengenai rakyat, rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu, dalam
hubungannya dengan negara disebut dengan warga negara. Warga negara
mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sekaligus mempunyai hak-
hak yang wajib diberikan dan dilindungi oleh negara. Warga negara secara
sendiri-sendiri merupakan subjek-subjek hukum yang menyandang hak-hak dan
sekaligus kewajiban-kewajiban dari dan terhadap negara. Setiap warga negara
mempunyai hak yang wajib diakui (recognized) oleh negara dan wajib
dihormati (respected), dilindungi (protected), dan difasilitasi (facilitated), serta
dipenuhi (fullfilled) oleh negara. Sebaliknya, setiap warga negara juga
mempunyai kewajiban-kewajiban kepada negara yang merupakan hak-hak negara
yang juga wajib diakui (recognized), dihormati (respected), dan ditaati atau
ditunaikan (complied) oleh setiap warga negara. Keberadaan warga negara
merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Pentingnya
status kewarganegaraan karena kewarganegaraan adalah bukti formal yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat individu tersebut dengan suatu
wilayah yang berkekuasaan (negara) dan setiap warga negara berhak
memperoleh perlindungan, kehidupan dan peradilan yang mutlak. Pasal 28D ayat
(4) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas
status kewarganegaraan”.
Status hukum kewarganegaraan menunjukan pada hubungan hukum antara
individu dengan negara disamping menunjuk pada ada tidaknya pengakuan dan
perlindungan secara yuridis hak-hak dan kewajiban yang melekat, baik pada
individu maupun kepada warga yang bersangkutan. Permasalahan
kewarganegaraan adalah suatu permasalahan pokok yang mendasar tentang
bagaimana seseorang hidup pada suatu wilayah negara dimana pada masing-
masing negara itu memiliki aturan hukum sendiri.
Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat-syarat
untuk menjadi warga negara. Terkait dengan syarat-syarat menjadi warga negara
dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan, yaitu asas ius-
sanguinis dan asas ius-soli. Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya
bahwa status kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya.
Sedangkan asas ius-sanguinis adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya
bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh orang tuanya. Adanya
ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan adalah sangat penting
bagi tiap negara, karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang apatrida
dan yang bipatrida. Ketentuan-ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak
dan kewajiban-kewajiban bagi warga negara dan bukan warga negara. Ketentuan-
ketentuan yang mengatur persoalan kewarganegaraan di Indonesia tercantum
dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia yaitu Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia menyatakan bahwa asas-asas yang dianut oleh Undang-Undang
Kewarganegaraan Republik Indonesia adalah asas ius sanguinis, ius soli, asas
kewarganegaraan tunggal serta asas kewarganegaraan ganda terbatas bagi anak
hasil perkawinan campuran. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa
“dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan
Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah
satu kewarganegaraannya”.
Kemudian terkait dengan terjadinya kewarganegaraan ganda berlaku bagi
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
Indonesia dan ibu warga negara asing, anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia, anak yang
lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui
oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu
dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin serta anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada
waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya. Hal tersebut
dinyatakan dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I Undang-Undang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Contohnya adalah apabila seorang anak dari pasangan suami istri
berkewarganegaraan Indonesia lahir di negara Amerika yang menganut asas ius
soli, maka anak tersebut dinyatakan berkewarganegaraan ganda karena di satu sisi
anak tersebut merupakan warga negara Indonesia karena lahir dari keturunan
warga negara Indonesia, kemudian anak tersebut merupakan warga negara
Amerika karena Amerika menganut asas ius soli dan menyebabkan anak yang
lahir di negara Amerika merupakan bagian dari warga negara Amerika. Dengan
adanya kewarganegaraan ganda terhadap anak, maka setelah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya.
Hak asasi manusia (HAM) dipercayai sebagai memiliki nilai universal. Nilai
universal berarti tidak mengenal batas ruang dan waktu. Nilai universal ini yang
kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai
negara untuk melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Status
kewarganegaraan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Setelah amandemen
kedua Undang-Undang Dasar 1945 dan keluarnya ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang hak asasi manusia, perkembangan hak asasi manusia di Indonesia semakin
pesat. Hal ini ditandai dengan adanya kebebasan berpendapat, dan penegakkan
hukum yang tegas terhadap para pelanggar HAM. Pasal 10 TAP MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang
berhak atas status kewarganegaraan.
Persoalan tentang perbedaan sistem hukum kewarganegaraan yang dianut oleh
pasangan suami-isteri yang melakukan perkawinan campuran, juga berpengaruh
pada status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran. Perkawinan
campuran adalah perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dengan
Warga Negara Asing (WNA), baik antara perempuan Indonesia dengan laki-laki
asing ataupun sebaliknya, cukup memberikan dampak yang berarti terhadap status
kewarganegaraan anak yang dihasilkan dari perkawinan campuran tersebut dan
bagi perjalanan hukum kewarganegaraan Indonesia.
Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan lama, kewarganegaraan untuk
anak hasil perkawinan campuran mengikuti kewarganegaraan ayahnya, apabila
anak yang lahir dalam suatu perkawinan campuran dari ibu WNI dan ayahnya
WNA, anak tersebut secara otomatis menjadi WNA, sehingga terjadi perbedaan
kewarganegaraan anak yang lahir tersebut dengan ibunya yang WNI. Perbedaan
kewarganeraan antara anak WNA dan ibunya WNI menimbulkan banyak masalah
hukum, baik selama masa perkawinan campuran itu berlangsung maupun setelah
putusnya perkawinan campuran.
Terdapat banyak kasus yang muncul, dimana undang-undang
kewarganegaraan lama tidak dapat melindungi anak-anak yang lahir dari seorang
ibu WNI suatu perkawinan campuran, terlebih pada saat putusnya perkawinan dan
anaknya yang WNA harus berada dalam pengasuhan ibunya WNI serta tempat
tinggal di dalam negara Indonesia yang notabene merupakan negara ibunya
sendiri.
Disisi lain, wacana perlunya pengaturan kewarganegaraan ganda yang tidak
terbatas kian mengemuka dan menjadi isu yang terus diperjuangkan para diaspora
Indonesia di berbagai negara di belahan dunia. Wacana ini sempat digemakan
terutama pada saat kongres diaspora pertama di Los Angeles pada tahun 2012,
kemudian disusul dengan acara serupa di Wisma Indonesia, Sydney dengan
mengusung tema “forum dual citizenship”. Acara tersebut bertujuan untuk
mengawal aspirasi petisi diaspora Indonesia tahun sebelumnya setelah
diserahkannya 600 nama lebih dari sekitar 8 juta warga Indonesia tersebut di 5
(lima) benua, dan mereka berdomisili di kurang lebih 90 negara dan sebanyak 4.6
juta dari antara mereka tetap mempertahankan kewarganegaraan Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana status kewarganegaraan dalam perspektif hukum
internasional?
2. Bagaimana pengaturan kewarganegaraan ganda menurut Undang-Undang
No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia?
3. Bagaimana status kewarganegaraan ganda bagi Pemerintah Indonesia?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui status kewarganegaraan dalam perspektif hukum internasional
2. Mengetahui pengaturan kewarganegaraan ganda menurut Undang-Undang
No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
3. Mengetahui status kewarganegaraan ganda bagi Pemerintah Indonesia
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Status Kewarganegaraan Dalam Perspektif Hukum Internasional


Upaya perlindungan yang diberikan oleh negara dilakukan melalui
Perwakilan negara RI di negara yang di tempati WNI. Negara melalui Pemerintah
memberikan perlindungan kepada WNI yaitu dengan memberikan bantuan,
perlindungan, menghimpun WNI di wilayah yang aman, serta mengusahakan
untuk memulangkan mereka kembali ke Indonesia dengan biaya ditanggung oleh
Negara sebagaimana amanat undang-undang. Status kewarganegaraan dapat
dikatakan sebagai precious right (hak yang sangat berharga), karena dengan
kehilangan status kewarganegaraan seseorang akan menjadi stateless yang di
mana berdampak pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai warga negara.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan status hukum WNI
yang melakukan tindak pidana terorisme di luar teritorial Indonesia masih dan
tetap berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) selama tidak melakukan
hal-hal sebagaimana ketentuan-ketentuan yang termaktub di dalam Pasal 23 UU
No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

3.2 Status Kewarganegaraan Bagi Pemerintah


Pada UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, terkandung
asas perlindungan maksimum, yaitu bahwa pemerintah berkewajiban untuk
memberikan perlindungan kepada setiap WNI di manapun dan dalam keadaan
apapun. Jika didasarkan pada UU tersebut, maka seorang WNI yang terlibat aksi
teroris masih berhak mendapatkan perlindungan hukum dari Negara.
Status kewarganegaraan ditentukan berdasarkan kesepakatan di dalam
suatu negara. Ketentuan itu menjadi pedoman menentukan status
kewarganegaraan. Penentuan status kewarganegaraan didasarkan pada
kewarganegaraan yang diperoleh seseorang. Kewarganegaraan seseorang
diperoleh berdasarkan tempat kelahiran atau Ius Soli dan kewarganegaraan yang
diperoleh berdasarkan hubungan darah atau Ius Sanguinis.
Perbedaan asas Ius Soli dan Ius Sanguinis mengakibatkan munculnya
kewarganegaraan ganda. Sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Australia,
Kanada, Selandia Baru, Swiss, Turki, Jamaika menganut kewarganegaraan ganda.
Sampai saat ini, setidaknya terdapat 44 negara yang menerapkan
kewarganegaraan ganda. Kewarganegaraan ganda lahir karena negara-negara itu
memiliki persyaratan kewarganegaraan berbeda.
Status kewarganegaraan bagi individu adalah suatu hal yang sangat
penting. Warga negara merupakan salah satu unsur atau syarat berdirinya
negara. Negara dan warga negara mempunyai hubungan timbal balik. Individu
yang menjadi warga negara wajib mematuhi segala ketentuan hukum yang dibuat
negara dan negara wajib melindungi warga negara di mana pun berada. Prinsip Ius
Soli mendefinisikan semua orang yang lahir di Indonesia adalah Warga Negara
Indonesia. UU No. 12 Tahun 2006 mengakomodasi penerapan status
kewarganegaraan ganda secara terbatas bagi anak yang lahir dari perkawinan
campuran.
Pembentuk undang-undang mengatur status kewarganegaraan ganda
secara terbatas untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan dari perkawinan
campuran. Permasalahan itu dapat terjadi selama perkawinan berlangsung ataupun
setelah berakhirnya perkawinan. Kewarganegaraan ganda terbatas menimbulkan
konsekuensi pada anak hasil perkawinan campuran, di mana anak diharuskan
tunduk pada dua yurisdiksi dari orang tua yang berbeda kewarganegaraan.
Namun, dalam pelaksanaan penerapan status kewarganegaraan ganda dalam UU
No. 12 Tahun 2006 menimbulkan permasalahan. Permasalahan terjadi, karena
ketentuan tersebut tidak memberikan status kewarganegaraan Indonesia secara
otomatis bagi wanita Warga Negara Asing yang menikah dengan pria Warga
Negara Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Hal ini mengakibatkan perbedaan kewarganegaraan dalam keluarga suatu
perkawinan campuran. Faktor perbedaan kewarganegaraan diantara para pihak
yang membedakan suatu perkawinan campuran dengan perkawinan tidak
campuran. Perbedaan kewarganegaraan tidak saja terjadi saat awal dimulainya
suatu perkawinan campuran, tetapi dapat berlanjut setelah terbentuknya suatu
keluarga perkawinan campuran.
Memilih kewarganegaraan merupakan hak asasi manusia.
Sehingga, siapapun termasuk negara tidak dapat memaksakan kehendak kepada
seseorang menentukan kewarganegaraan. Perkawinan campuran yang berbeda
kewarganegaraan merupakan dampak dari interaksi antar umat manusia di
dunia. Perkawinan campuran tidak dapat dilarang, karena ini merupakan hak asasi
manusia untuk memilih seseorang menjadi pasangan hidup. Perkawinan campuran
berdampak hukum pada status kewarganegaraan suami dan istri serta anak yang
hadir dari hasil perkawinan tersebut.

3.3 Peraturan Dalam Kewarganegaraan Ganda


Adapun beberapa peraturan tentang kewarganegaraan di Indonesia antara
lain sebagai berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga
Negara dan Penduduk Negara;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1947 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk
Negara;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia;
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia; serta
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bahwa jika ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), maka
pemberian status kewarganegaraan ganda tidak terbatas maupun yang terbatas
terhadap anak diaspora pada prinsipnya tidak melanggar/bertentangan dengan
HAM, karena setiap orang berhak atas status kewarganegaraan sebagaimana
dijamin dalam instrument hukum internasional dan nasional. Namun demikian
masing-masing Negara berhak pula untuk menentukan siapa yang menjadi warga
Negara berdasarkan asas-asas yang dianutnya sepanjang tidak bertentangan
dengan Hukum Internasional, Kebiasaan Internasional dan Perjanjian
Internasional. Ketentuan kewarganegaraan ganda sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2006 masih mengandung problem hukum, yakni jika
anak tidak melakukan pilihan hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6
ayat (1) UU No. 12 Tahun 2006.

4.2 Saran
Untuk memperjelas ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2006, dan juga
untuk mengakomodir perkembangan terkait diaspora maka perlu diberi
kesempatan bagi anak-anak memiliki kewarganegaraan ganda terbatas, hanya saja
terbatas yang dimaksud tidak semata-mata pada batasan umur tetapi juga materi
misalnya terkait ekonomi ataupun sosial.
DAFTAR PUSTAKA

http://risalah.unram.ac.id/index.php/risalah/article/view/10/9

http://urnal.penerbitsign.com/index.php/sjh/article/view/v2n1-43-54

Anda mungkin juga menyukai