Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN


PERJANJIAN HAJI DAN UMRAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
terstruktur dalam mata kuliah Aspek Hukum Haji dan

Umrah

Di susun oleh: Kelompok 2


Cindy Ardita : 3622030
Zahara Rahmatullah : 3622033
Meisha melta cantiqa : 3622039
Jerry Alfajri : 3622042
Nurul Marlisa : 3622047
Fiola Arista widia : 3622049
Dinda Arifah : 3622050
Ahmad Alwi : 3622051

Dosen Pengampu :
Edi Haskar, SH.,MH

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH KELAS B


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SJECH M. DJAMIL
DJAMBEK BUKITTINGGI
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarga dan sahabatnya
sampai generasi akhir zaman.

Makalah ini dapat terselesaikan atas izin Allah SWT. Serta bantuan dan dukungan
dosen serta teman yang memberikan semangat dan motivasi kepada kelompok kami dan
kami menyadari bahwa dalam penyusun makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan kemampuan kami.

Pemakalah menyusun makalah ini sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas


mata kuliah Aspek Hukum Haji dan Umrah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Kami juga memahami dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Dan apabila terdapat kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf atas
kekurangannya karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.

Bukittinggi, 21 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Masalah.............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................2
A. Pengertian Perjanjian.....................................................................................2
B. Asas-Asas Hukum Perjanjian.........................................................................2
C. Pertanggung Jawaban Hukum Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Haji dan
Umrah.............................................................................................................4
D. Tanggung jawab penyelenggara / pemerintah................................................6

BAB III PENUTUP.........................................................................................................10


A. Kesimpulan..................................................................................................10
B. Saran.............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertanggung jawaban hukum terhadap pelaksanaan perjanjian haji dan


umroh berkaitan dengan perlindungan konsumen dan kepatuhan terhadap
peraturan yang berlaku. Pada umumnya, perjanjian haji dan umroh
melibatkan agen perjalanan dan jamaah. Hukum menuntut transparansi,
kejujuran, serta perlindungan terhadap hak dan kewajiban kedua belah
pihak. Pertanggungjawaban hukum dapat mencakup aspek seperti informasi
yang akurat, penyediaan layanan sesuai janji, dan perlindungan terhadap
dana jamaah. Selain itu, adanya regulasi yang mengatur operasional agen
perjalanan dan ketentuan perlindungan konsumen dapat menjadi dasar
pertanggungjawaban hukum. Dalam konteks ini, negara biasanya memiliki
undang-undang atau peraturan yang mengatur sektor perjalanan, termasuk
haji dan umroh, untuk memastikan bahwa hak-hak konsumen terlindungi
dan transaksi dilakukan dengan itikad baik. Pelanggaran terhadap peraturan
tersebut dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak yang
bertanggung jawab.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa rumusan


masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa pengertian perjanjian?
2. Apa saja asas hukum perjanjian?
3. Bagimana pertanggung jawaban hukum terhadap pelaksaan perjanjian haji da
umrah?
4. Bagaimana tanggung jawab pemerintah mengenai pelaksaan perjanjian haji dan
umrah?
C. Tujuan Masalah

1. Untuk menjelaskan pengertian perjanjian


2. Untuk menjelaskan asas hukum perjanjian
3. Untuk menjelaskan Bagimana pertanggung jawaban hukum terhadap pelaksaan

1
perjanjian haji da umrah
4. Untuk menjelaskan Bagaimana tanggung jawab pemerintah mengenai pelaksaan
perjanjian haji dan umrah?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Umum


memberikan definisi yang menyertainya:“ perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”.Subekti menyatakan bahwa kesepahaman adalah suatu
peristiwa dimana seseorang memberikan jaminan kepada orang lain atau
duaorang berikrar untuk menyelesaikan sesuatu, dari situlah timbul suatu
kesepahaman1. Abdul Kadir Muhammad merumuskan kembali pengertian Pasal
1313 Kitab Undang-undang Hukum Umum sebagai berikut, bahwa yang disebut
pengertian adalah suatu pengaturan yang dengannya sedikitnya dua orang saling
mengikatkan diri untuk menyelesaikan sesuatu di bidang sumber daya.

B. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas-asas


penting, yaitu:
1. Asas Itikad baik dan kepatutan
Pasal 1338 ayat 3 membaca: Pengaturan hendaknya dilaksanakan
dengan niat yang tulus. Niat murni dalam melaksanakan pemahaman
menyiratkan bahwa kita harus menguraikan pengaturan tersebut
berdasarkan keadilan dan kepantasan. Menguraikan pemahaman adalah
menentukan hasil yang terjadi. Pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum
Umum (KUHPerdata) Pengaturan tidak sekedar membatasi terhadap hal-
hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga terhadap
segala sesuatu yang menurut gagasan pemahamannya
diharapkanoleh kehormatan, adat istiadat, atau peraturan .

1
Aulia Muthiah, ‘Pertanggungjawaban Hukum Pada Pengelolaan Dana Haji Untuk
Investasi Infrasturktur’, Al-Adl : Jurnal Hukum, 14.1 (2022), 65 <https://doi.org/10.31602/al-
adl.v14i1.5965>.

3
2. Asas kebebasan berkontrak
Setiap penduduk diperbolehkan untuk membuat kontrak. Hal ini
dikenal dengan aturan peluang kesepakatan atau kerangka terbuka.
Hal ini dimaksudkan agar diberikan kesempatan yang seluas-luasnya
oleh peraturan kepada daerah untuk melakukan pengaturan mengenai
apa saja. Penting untuk dicatat bahwa pemahaman tersebut tidak
bertentangan dengan hukum, permintaan publik, dan kualitas
etika.Besaran standar peluang terjadinya kesepakatan menurut peraturan
Perjanjian di Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Peluang untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu kesepakatan.
b. Kesempatan untuk memilih dengan siapa akan membuat
kesepakatan.
c. Kesempatan untuk memutuskan atau memilih alasan dibuatnya
persetujuan.
d. Legitimasi untuk memutuskan objek pengaturan.
e. Legitimasi untuk menentukan jenis perjanjian.
f. Kesempatan untuk mengakui atau menyimpang dari pengaturan
diskresi.

3. Asas Konsensualisme
Aturan ini mengandung arti bahwa suatu perjanjian adalah sah dan
membatasi apabila telah tercapai kesepahaman di antara para pihak,
tentunya sepanjang perjanjian itu memenuhi syarat-syarat sah yang
ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Umum.
Perlu diingat bahwa standar konsensus tidak membuat perbedaan
terhadap pengaturan formal. Penggunaan pedoman konsensualisme
yang ditunjukkan oleh peraturan perjanjian Indonesia menjabarkan
standar peluang terjadinya kesepakatan. Tanpa adanya kesepakatan dari
salah satu pihak yang sepakat untuk mencapai kesepahaman, maka
kesepakatan yang telah dibuat dapat gugur. Seseorang tidak bisa dipaksa
untuk menyetujuinya.

4
Pemahaman yang diberikan secara paksaan merupakan
inkonsistensi interminis. Adanya keterpaksaan menunjukkan bahwa
tidak adanya kesepahaman yang dapat dilakukan oleh pihak lain
hanyalah memberinya suatu keputusan, lebih khusus lagi persetujuan
untuk mengikatkan dirinya pada pengaturan yang dimaksud. Sesuai
dengan peraturan perjanjian di Indonesia, seseorang diperbolehkan
untuk melakukan perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya.
Undang-undang hanya mengarahkan orang-orang tertentu yang tidak
mampu melakukan pengaturan, pedoman mengenai hal ini harus
dilihat dalam
Pasal 1330 Kitab Undang-undang Umum. Mengingat pengaturan ini,
maka sangat beralasan bahwa setiap individu diperbolehkan memilih
pihak yang ingin diputuskan secara kesepahaman, sepanjang pihak
tersebut bukan pihak yang kikuk secara sah.

C. Pertanggung Jawaban Hukum Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Haji


dan Umrah

Pertanggung jawaban hukum terhadap pelaksanaan perjanjian Haji dan


umrah adalah tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh para pihak yang
terlibat dalam perjanjian tersebut, baik penyelenggara ibadah Haji dan umrah
maupun calon jamaah Haji dan umrah, apabila terjadi pelanggaran atau
wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, penyelenggara ibadah Haji dan
umrah adalah pihak yang menyediakan jasa pemberangkatan, penyelenggaraan,
dan pemulangan jamaah Haji dan umrah, baik yang berbentuk badan usaha
maupun badan hukum non usaha. Penyelenggara ibadah Haji dan umrah harus
memiliki izin usaha dari Kementerian Agama dan memenuhi persyaratan
administratif, teknis, dan finansial.2

2
Miranti Widiayunita, ‘Pertanggungjawaban Hukum Biro Penyelenggara Perjalanan Haji
Khusus Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemberangkatan Calon Jamaah Haji Khusus’, 3 (2023),
8567–80.

5
Calon jamaah Haji dan umrah adalah pihak yang mendaftar dan
membayar biaya pemberangkatan ibadah Haji dan umrah kepada
penyelenggara ibadah Haji dan umrah. Calon jamaah Haji dan umrah harus
memenuhi persyaratan syar'i, kesehatan, dan administrasi.
Perjanjian Haji dan umrah adalah perjanjian tertulis antara
penyelenggara ibadah Haji dan umrah dengan calon jamaah Haji dan umrah
yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk biaya,
fasilitas, jadwal, dan perlindungan yang diberikan kepada calon jamaah Haji
dan umrah. Perjanjian Haji dan umrah harus dibuat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip hukum perjanjian.
Pertanggung jawaban hukum terhadap pelaksanaan perjanjian Haji dan
umrah dapat berupa tanggung jawab hukum perdata, pidana, atau administrasi,
tergantung pada jenis dan dampak pelanggaran atau wanprestasi yang terjadi.
Tanggung jawab hukum perdata adalah tanggung jawab yang timbul akibat
adanya perbuatan melawan hukum atau wanprestasi yang menyebabkan
kerugian bagi pihak lain. Dalam konteks perjanjian Haji dan umrah, tanggung
jawab hukum perdata dapat berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian, atau
pelaksanaan paksa perjanjian.Contoh kasus tanggung jawab hukum perdata
adalah ketika penyelenggara ibadah Haji dan umrah tidak memberangkatkan
calon jamaah Haji dan umrah sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, atau
ketika calon jamaah Haji dan umrah tidak membayar biaya pemberangkatan
sesuai dengan perjanjian.
Tanggung jawab hukum pidana adalah tanggung jawab yang timbul
akibat adanya perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan diancam
dengan hukuman pidana. Dalam konteks perjanjian Haji dan umrah, tanggung
jawab hukum pidana dapat berupa pidana penjara, denda, atau pencabutan izin
usaha. Contoh kasus tanggung jawab hukum pidana adalah ketika
penyelenggara ibadah Haji dan umrah melakukan penipuan, penggelapan, atau
pemalsuan dokumen terkait dengan pemberangkatan ibadah Haji dan umrah,
atau ketika calon jamaah Haji dan umrah melakukan tindak pidana terorisme,
narkotika, atau imigrasi di negara tujuan.
Tanggung jawab hukum administrasi adalah tanggung jawab yang

6
timbul akibat adanya pelanggaran terhadap ketentuan administratif yang
berlaku dalam penyelenggaraan ibadah Haji dan umrah. Dalam konteks
perjanjian Haji dan umrah, tanggung jawab hukum administrasi dapat berupa
teguran, sanksi administratif, atau pembekuan izin usaha.
Contoh kasus tanggung jawab hukum administrasi adalah ketika
penyelenggara ibadah Haji dan umrah tidak melaporkan data keuangan, jumlah
jamaah, atau fasilitas yang diberikan kepada Kementerian Agama, atau ketika
calon jamaah Haji dan umrah tidak melengkapi dokumen administrasi yang
diperlukan, seperti paspor, visa, atau sertifikat kesehatan.

D. Tanggung jawab penyelenggara / pemerintah

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh lembaga negara atau pemerintah


daerah dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.3Beberapa tanggung jawab
penyelenggara/pemerintah antara lain adalah:

1. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-


undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mempertahankan
serta memelihara keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia.
2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberikan pelayanan publik
yang berkualitas, adil, dan merata.
3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat dengan menegakkan
hukum dan hak asasi manusia.
4. Melaksanakan kehidupan demokrasi dengan menghormati hak-hak politik
dan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan.
5. Menjaga stabilitas keamanan, politik, hukum, HAM, dan budaya.
6. Menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif, aman, dan harmonis.
7. Menjadi penghubung antara negara dengan rakyatnya dengan menjalin
komunikasi, koordinasi, dan kerjasama yang baik.

3
Wahyu Hidayat and Agus Sarono, ‘Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa
Umroh/Haji Dalam Perbuatan Melawan Hukum’, Notarius, 15.1 (2022), 283–95
<https://doi.org/10.14710/nts.v15i1.46041>.

7
8. Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan
menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme.
9. Membantu menjalankan pemerintahan negara dengan mendukung program-
program pembangunan nasional dan daerah.

Tanggung jawab penyelenggara / pemerintah dalam


menyelemggarakan haji dan umrah :
1. Menyelenggarakan ibadah Haji dan umrah secara aman, nyaman, tertib,
lancar, dan sesuai dengan syariat Islam.
2. Mengoordinasikan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pelayanan
ibadah Haji dan umrah yang meliputi transportasi, akomodasi, konsumsi,
kesehatan, dokumen perjalanan, administrasi, dan pembinaan, serta
pelindungan jemaah.
3. Memberikan bimbingan manasik, pendidikan, dan pembinaan kepada
jemaah Haji dan umrah sebelum, selama, dan sesudah melaksanakan
ibadah.
4. Memberikan jaminan keberangkatan dan kepulangan jemaah Haji dan
umrah sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
5. Memberikan perlindungan hukum kepada jemaah Haji dan umrah yang
mengalami masalah atau pelanggaran hak-haknya dalam pelaksanaan
ibadah.
6. Memberikan sanksi administratif atau pidana kepada penyelenggara
perjalanan umrah dan Haji khusus yang tidak melaksanakan tanggung
jawabnya dengan baik atau melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Tanggung jawab penyelenggara dan pemerintah terhadap


pelaksanaan perjanjian haji dan umroh mencakup sejumlah aspek
yang penting untuk memastikan keamanan, kesehatan, dan hak-hak
jamaah. Berikut adalah penjelasan lebih lengkap:

1. Regulasi dan Pengawasan

8
- Pemerintah bertanggung jawab untuk menetapkan regulasi yang jelas
terkait penyelenggaraan perjanjian haji dan umroh.
- Pengawasan terhadap penyelenggara menjadi kunci dalam
memastikan kepatuhan terhadap aturan dan standar yang ditetapkan.

2. Lisensi dan Izin


- Pemerintah harus menerapkan sistem lisensi dan izin untuk
penyelenggara haji dan umroh. Hal ini membantu memfilter
penyelenggara yang memenuhi standar dan memiliki kapabilitas yang
cukup.

3. Proteksi Konsumen
- Perlindungan konsumen termasuk dalam tanggung jawab pemerintah.
Mekanisme harus ada untuk menangani keluhan, dan jamaah perlu
diberikan informasi yang jelas mengenai hak-hak mereka.

4. Standar Keamanan dan Kesehatan


- Pemerintah harus menetapkan standar keamanan dan kesehatan yang
ketat untuk memastikan perlindungan jamaah dari risiko dan ancaman
potensial selama perjalanan haji dan umroh.4

5. Transparansi
- Informasi yang transparan mengenai biaya, akomodasi, transportasi,
dan semua layanan terkait harus disediakan kepada jamaah.
Pemerintah harus memastikan penyelenggara memberikan informasi
yang jujur dan akurat.

6. Pendidikan dan Informasi


- Pemerintah dapat memiliki peran dalam menyediakan edukasi kepada
calon jamaah mengenai persiapan, aturan, dan tata cara pelaksanaan haji

4
No Juli and others, ‘Qawanin Jurnal Ilmu Hukum Analisis Dan Tanggung Jawab Biro
Travel Umrah Atas Kegagalan Pemberangkatan Jemaah Umrah Kota Makassar ( Studi Kasus
Travel PT . Global Tours ) .’, 1.1 (2021), 1–19.

9
dan umroh.

7. Penegakan Hukum
- Pemerintah harus memiliki mekanisme penegakan hukum yang efektif
untuk menindak penyelenggara yang melanggar aturan, memastikan
bahwa pelanggaran memiliki konsekuensi yang sesuai.

8. Kerja Sama Internasional


- Kerja sama dengan negara-negara lain diperlukan untuk memastikan
bahwa penyelenggara dari berbagai negara beroperasi sesuai dengan
standar internasional.

Pentingnya kolaborasi antara pemerintah, otoritas keagamaan,


dan pihak terkait lainnya adalah kunci untuk menjaga integritas dan
keberhasilan penyelenggaraan perjanjian haji dan umroh.
Penyelenggaraan perjanjian haji dan umroh melibatkan
tanggung jawab pemerintah dalam mengawasi dan memastikan
pelaksanaannya sesuai dengan hukum. Ini mencakup pengaturan
kebijakan, perlindungan konsumen, serta penegakan standar
keamanan dan kesehatan untuk jamaah. Pemerintah juga
bertanggung jawab memastikan transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan perjanjian tersebut.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanggung jawab penyelenggara dan pemerintah terhadap


hukum pelaksanaan perjanjian haji dan umroh mencakup
pengaturan, pengawasan, dan perlindungan terhadap jamaah.
Dengan menetapkan regulasi, memberikan izin, melibatkan
perlindungan konsumen, dan menegakkan standar keamanan,
pemerintah berperan penting dalam memastikan penyelenggaraan
ibadah haji dan umroh berjalan sesuai dengan norma hukum dan
memberikan pengalaman yang aman serta bermartabat bagi jamaah.
Hukum menuntut transparansi, kejujuran, serta perlindungan
terhadap hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pelanggaran
terhadap peraturan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi hukum
bagi pihak yang bertanggung jawab.

B. Saran

Dalam pembahasan ini dapat diambil makna yaitu bahwa


pertanggung jawaban pemerintah terhadap pelaksanaan haji dan
umrah sangat diperlukan. Oleh karena itu penulis menyarankan
kepada para pembaca agar bisa memahami pengertian dari
perjanjian, pertanggungjawaban pelaksanaan dan penyelenggara haji
dan umrah sesuai dengan hukum yang berlaku.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Wahyu, and Agus Sarono, ‘Perlindungan Hukum Terhadap


Konsumen Jasa Umroh/Haji Dalam Perbuatan Melawan Hukum’,
Notarius, 15.1 (2022), 283–95
<https://doi.org/10.14710/nts.v15i1.46041>

Juli, No, Sitti Ainun, Jariyah Amha, Hj Nurjaya, and Aan Azwari, ‘Qawanin
Jurnal Ilmu Hukum Analisis Dan Tanggung Jawab Biro Travel Umrah
Atas Kegagalan Pemberangkatan Jemaah Umrah Kota Makassar ( Studi
Kasus Travel PT . Global Tours ) .’, 1.1 (2021), 1–19

Muthiah, Aulia, ‘Pertanggungjawaban Hukum Pada Pengelolaan Dana Haji


Untuk Investasi Infrasturktur’, Al-Adl : Jurnal Hukum, 14.1 (2022), 65
<https://doi.org/10.31602/al-adl.v14i1.5965>

Widiayunita, Miranti, ‘Pertanggungjawaban Hukum Biro Penyelenggara


Perjalanan Haji Khusus Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemberangkatan
Calon Jamaah Haji Khusus’, 3 (2023), 8567–80

12

Anda mungkin juga menyukai