Umrah
Dosen Pengampu :
Edi Haskar, SH.,MH
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarga dan sahabatnya
sampai generasi akhir zaman.
Makalah ini dapat terselesaikan atas izin Allah SWT. Serta bantuan dan dukungan
dosen serta teman yang memberikan semangat dan motivasi kepada kelompok kami dan
kami menyadari bahwa dalam penyusun makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan kemampuan kami.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Masalah.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................2
A. Pengertian Perjanjian.....................................................................................2
B. Asas-Asas Hukum Perjanjian.........................................................................2
C. Pertanggung Jawaban Hukum Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Haji dan
Umrah.............................................................................................................4
D. Tanggung jawab penyelenggara / pemerintah................................................6
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1
perjanjian haji da umrah
4. Untuk menjelaskan Bagaimana tanggung jawab pemerintah mengenai pelaksaan
perjanjian haji dan umrah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian
1
Aulia Muthiah, ‘Pertanggungjawaban Hukum Pada Pengelolaan Dana Haji Untuk
Investasi Infrasturktur’, Al-Adl : Jurnal Hukum, 14.1 (2022), 65 <https://doi.org/10.31602/al-
adl.v14i1.5965>.
3
2. Asas kebebasan berkontrak
Setiap penduduk diperbolehkan untuk membuat kontrak. Hal ini
dikenal dengan aturan peluang kesepakatan atau kerangka terbuka.
Hal ini dimaksudkan agar diberikan kesempatan yang seluas-luasnya
oleh peraturan kepada daerah untuk melakukan pengaturan mengenai
apa saja. Penting untuk dicatat bahwa pemahaman tersebut tidak
bertentangan dengan hukum, permintaan publik, dan kualitas
etika.Besaran standar peluang terjadinya kesepakatan menurut peraturan
Perjanjian di Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Peluang untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu kesepakatan.
b. Kesempatan untuk memilih dengan siapa akan membuat
kesepakatan.
c. Kesempatan untuk memutuskan atau memilih alasan dibuatnya
persetujuan.
d. Legitimasi untuk memutuskan objek pengaturan.
e. Legitimasi untuk menentukan jenis perjanjian.
f. Kesempatan untuk mengakui atau menyimpang dari pengaturan
diskresi.
3. Asas Konsensualisme
Aturan ini mengandung arti bahwa suatu perjanjian adalah sah dan
membatasi apabila telah tercapai kesepahaman di antara para pihak,
tentunya sepanjang perjanjian itu memenuhi syarat-syarat sah yang
ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Umum.
Perlu diingat bahwa standar konsensus tidak membuat perbedaan
terhadap pengaturan formal. Penggunaan pedoman konsensualisme
yang ditunjukkan oleh peraturan perjanjian Indonesia menjabarkan
standar peluang terjadinya kesepakatan. Tanpa adanya kesepakatan dari
salah satu pihak yang sepakat untuk mencapai kesepahaman, maka
kesepakatan yang telah dibuat dapat gugur. Seseorang tidak bisa dipaksa
untuk menyetujuinya.
4
Pemahaman yang diberikan secara paksaan merupakan
inkonsistensi interminis. Adanya keterpaksaan menunjukkan bahwa
tidak adanya kesepahaman yang dapat dilakukan oleh pihak lain
hanyalah memberinya suatu keputusan, lebih khusus lagi persetujuan
untuk mengikatkan dirinya pada pengaturan yang dimaksud. Sesuai
dengan peraturan perjanjian di Indonesia, seseorang diperbolehkan
untuk melakukan perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya.
Undang-undang hanya mengarahkan orang-orang tertentu yang tidak
mampu melakukan pengaturan, pedoman mengenai hal ini harus
dilihat dalam
Pasal 1330 Kitab Undang-undang Umum. Mengingat pengaturan ini,
maka sangat beralasan bahwa setiap individu diperbolehkan memilih
pihak yang ingin diputuskan secara kesepahaman, sepanjang pihak
tersebut bukan pihak yang kikuk secara sah.
2
Miranti Widiayunita, ‘Pertanggungjawaban Hukum Biro Penyelenggara Perjalanan Haji
Khusus Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemberangkatan Calon Jamaah Haji Khusus’, 3 (2023),
8567–80.
5
Calon jamaah Haji dan umrah adalah pihak yang mendaftar dan
membayar biaya pemberangkatan ibadah Haji dan umrah kepada
penyelenggara ibadah Haji dan umrah. Calon jamaah Haji dan umrah harus
memenuhi persyaratan syar'i, kesehatan, dan administrasi.
Perjanjian Haji dan umrah adalah perjanjian tertulis antara
penyelenggara ibadah Haji dan umrah dengan calon jamaah Haji dan umrah
yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk biaya,
fasilitas, jadwal, dan perlindungan yang diberikan kepada calon jamaah Haji
dan umrah. Perjanjian Haji dan umrah harus dibuat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip hukum perjanjian.
Pertanggung jawaban hukum terhadap pelaksanaan perjanjian Haji dan
umrah dapat berupa tanggung jawab hukum perdata, pidana, atau administrasi,
tergantung pada jenis dan dampak pelanggaran atau wanprestasi yang terjadi.
Tanggung jawab hukum perdata adalah tanggung jawab yang timbul akibat
adanya perbuatan melawan hukum atau wanprestasi yang menyebabkan
kerugian bagi pihak lain. Dalam konteks perjanjian Haji dan umrah, tanggung
jawab hukum perdata dapat berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian, atau
pelaksanaan paksa perjanjian.Contoh kasus tanggung jawab hukum perdata
adalah ketika penyelenggara ibadah Haji dan umrah tidak memberangkatkan
calon jamaah Haji dan umrah sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, atau
ketika calon jamaah Haji dan umrah tidak membayar biaya pemberangkatan
sesuai dengan perjanjian.
Tanggung jawab hukum pidana adalah tanggung jawab yang timbul
akibat adanya perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan diancam
dengan hukuman pidana. Dalam konteks perjanjian Haji dan umrah, tanggung
jawab hukum pidana dapat berupa pidana penjara, denda, atau pencabutan izin
usaha. Contoh kasus tanggung jawab hukum pidana adalah ketika
penyelenggara ibadah Haji dan umrah melakukan penipuan, penggelapan, atau
pemalsuan dokumen terkait dengan pemberangkatan ibadah Haji dan umrah,
atau ketika calon jamaah Haji dan umrah melakukan tindak pidana terorisme,
narkotika, atau imigrasi di negara tujuan.
Tanggung jawab hukum administrasi adalah tanggung jawab yang
6
timbul akibat adanya pelanggaran terhadap ketentuan administratif yang
berlaku dalam penyelenggaraan ibadah Haji dan umrah. Dalam konteks
perjanjian Haji dan umrah, tanggung jawab hukum administrasi dapat berupa
teguran, sanksi administratif, atau pembekuan izin usaha.
Contoh kasus tanggung jawab hukum administrasi adalah ketika
penyelenggara ibadah Haji dan umrah tidak melaporkan data keuangan, jumlah
jamaah, atau fasilitas yang diberikan kepada Kementerian Agama, atau ketika
calon jamaah Haji dan umrah tidak melengkapi dokumen administrasi yang
diperlukan, seperti paspor, visa, atau sertifikat kesehatan.
3
Wahyu Hidayat and Agus Sarono, ‘Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa
Umroh/Haji Dalam Perbuatan Melawan Hukum’, Notarius, 15.1 (2022), 283–95
<https://doi.org/10.14710/nts.v15i1.46041>.
7
8. Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan
menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme.
9. Membantu menjalankan pemerintahan negara dengan mendukung program-
program pembangunan nasional dan daerah.
8
- Pemerintah bertanggung jawab untuk menetapkan regulasi yang jelas
terkait penyelenggaraan perjanjian haji dan umroh.
- Pengawasan terhadap penyelenggara menjadi kunci dalam
memastikan kepatuhan terhadap aturan dan standar yang ditetapkan.
3. Proteksi Konsumen
- Perlindungan konsumen termasuk dalam tanggung jawab pemerintah.
Mekanisme harus ada untuk menangani keluhan, dan jamaah perlu
diberikan informasi yang jelas mengenai hak-hak mereka.
5. Transparansi
- Informasi yang transparan mengenai biaya, akomodasi, transportasi,
dan semua layanan terkait harus disediakan kepada jamaah.
Pemerintah harus memastikan penyelenggara memberikan informasi
yang jujur dan akurat.
4
No Juli and others, ‘Qawanin Jurnal Ilmu Hukum Analisis Dan Tanggung Jawab Biro
Travel Umrah Atas Kegagalan Pemberangkatan Jemaah Umrah Kota Makassar ( Studi Kasus
Travel PT . Global Tours ) .’, 1.1 (2021), 1–19.
9
dan umroh.
7. Penegakan Hukum
- Pemerintah harus memiliki mekanisme penegakan hukum yang efektif
untuk menindak penyelenggara yang melanggar aturan, memastikan
bahwa pelanggaran memiliki konsekuensi yang sesuai.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Juli, No, Sitti Ainun, Jariyah Amha, Hj Nurjaya, and Aan Azwari, ‘Qawanin
Jurnal Ilmu Hukum Analisis Dan Tanggung Jawab Biro Travel Umrah
Atas Kegagalan Pemberangkatan Jemaah Umrah Kota Makassar ( Studi
Kasus Travel PT . Global Tours ) .’, 1.1 (2021), 1–19
12