Anda di halaman 1dari 10

Disusn Oleh Kelompok 5

Nipa Arnila:3622053

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2023

KATA PENGANTAR
Penulis

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

BAB II
PEMBAHASAN
A.Problematika pelaksanaan haji dan umrah
Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukunIslam. Ibadah haji juga
mengintegrasikan seluruhtataran syariah di dalamnya, bahkan ibadah hajimerupakan
investasi syiar dan kekuatan Islam yang dahsyat. Hal ini terefleksi dalam prosesi
wukuf,thawaf, sa’i dan jamarat.
Dasar dan payung hukum pelaksanaanpenyelenggaraan ibadah haji berdasarkan
padaUndang-undang Nomor 13 Tahun 2008 TentangPenyelenggaraan Ibadah Haji.
Eksistensi undang undang Nomor 13 Tahun 2008 ini belum menjawab tuntutan dan
harapan masyarakat. Karena substansidan cakupannya belum sepenuhnya
dapatmempresentasikan terselenggaranya ibadah hajisecara paripurna (professional) .
Undang-undang nomor 13 Tahun 2008 dalam prakteknya akan selalumemunculkan
masalah, yaitu antara lain karena:regulasi dan operasi terpusat dalam satu
institusi,satuan kerja yang bersifat ad hoc, subsidiAPBN/APBD, penetapan BPIH,
pelayanan(akomodasi, transportasi, katering, serta kesehatan),koordinasi lintas instansi
dan Stake
Holders.
Sampai saat ini, masih terdapat sejumlah isu isu aktual yang masih dirasakan
dalampenyelenggaraan haji, antara lain: bunga tabungan,dana talangan, dana abadi
umat, daftar tunggu, dansertifikat manasik.

1.Berkaitan dengan isu bungatabungan di latar belakangi oleh fakta bahwatabungan


haji dari setoran awal jamaah calon hajiyang kini mencapai sekitar Rp. 40 Trilyun
denganbunga rata-rata Rp. 1,5 -2 Trilyun pada setiap tahunnya dikuasai oleh
Kementerian Agama dandipergunakan untuk mensubsidi jama’ah yangberangkat
(jama‟ah) yang masih menunggu mensubsidi jama‟ah yang berangkat) .
Halmemunculkan persoalan, apakah hukum dankeabsahan bunga tabungan yang
dimanfaatkan tanpaizin dari jamaah calon haji. Selain itu, jumlah bungayang besar itu
berpotensi rawan penyimpangan dan penyelewengan, sebagaimana ditelisik oleh
KomisiPemberantasan Korupsi (KPK) .
2.Berkaitan dengan dana talangan hajiyang dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan
dankini menjadi tren di masyarakat pada hakekatnyatelah mendistorsi syarat istitha
‟ah haji. Meski dengan dalih sebagai akad qardh (piutang) dan ijarah(sewa menyewa
jasa) tetapi secara syar’i,penggabungan antara piutang dan jual beli itudilarang. Di
samping dana talangan itu menimbulkan manhaj.praktik rentenir dan sangat
memberatkan masyarakat.Selama masa penantian banyak dari mereka yangharus
tersiksa dengan cicilan piutang. Bahkansepulang menunaikan ibadah haji pun,
seringkali masih menanggung beban cicilan biaya perjalananhajinya.
3.berkaitan dengan dana Abadi Umatyaitu sejumlah dana yang diperoleh dari hasil
pengembangan Dana Abadi Umat dan/atau sisa biayaoperasional Penyelenggaraan
Ibadah Haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat. Kini,jumlah dana
tersebut konon telah mencapai sekitarRp. 2,5 Trilyun. Dana itu tidak dapat
dimanfaatkansejak dibekukan pada tahun 2005. Semestinya sesuaidengan ketentuan
perundangan-undangan,peruntukan DAU harus ditujukan kepadakemaslahatan umat
yang meliputi kegiatan pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah,
kesehatan,sosial keagamaan, ekonomi, serta pembangunansarana dan prasarana
ibadah.

4.berkaitan dengan daftar tunggu.Secara nasional daftar tunggu calon jamaah


hajihingga kini sudah mencapai sekitar 1,9 juta orang,sementara kuota haji Indonesia
setiap tahunnya hanya 211.000 orang, sehingga semakin hari semakinpanjang daftar
tunggu (waitinglist) untukkeberangkatan haji. Meski Pemerintah telahmengajukan
permohonan agar diberikan kuota tambahan sebanyak 30.000 orang kepada
PemerintahArab Saudi, tetapi itu bukan solusi. Hal ini perlukebijakan yang tepat, tegas
dan cerdas untukmengatasinya.
5. berkaitan dengan sertifikat manasik.Sebagaimana diketahui, manasik haji yang
lazimdilakukan sebelum calon jamaah haji berangkatmenunaikan ibadah haji saat
initerasakurang intensifdan bahkan terkesan hanya formalitas belaka,sehingga kurang
berdampak pada kemampuan danpenguasaan seseorang terhadap substansi
manasikapalagi manafi ’ haji. Padahal kemampuan danpenguasaan terhadap Manasik
Haji akan menentukan kualitas ibadah haji.

B. Permasalahan haji dan umroh


Ada permasalahan haji padasaat ini yang mungkin sangat tidak bisa di lewatkan
bagi kaum Muslimin, diantaranya :

1. Haji tidak lepas dengan Permasalahan Perbankan, bagi seorang Muslim yang
ingin menjauhkan dari perbankan karena di dalamnya ada unsur riba, maka
seorangJama’ah haji pasti tidak akan bisa menghindarinya, karena sejak mulai
pendaftaranharus lewat perbankan.

2. Hajimemungkinkan seseorang untuk intiqolulmadzhab.Umat Islam Indonesia


kebanyakanadalah penganutSyafi’iyyah,dimana bersentuhan kulit antara laki-laki dan
perempuan dapat membatalkan wudhu, sedangkan dalam kondisi pelaksanaan Ibadah
haji kurang-lebih 2 juta umat manusiadaripenjuru duniakumpul di Makkah, ini sangat
sulit menghindari persentuhan kulit tersebut, maka jalan yang di tempuh adalah
intiqolul madzhab.

3. Penundaan masahaid bagiwanitaPadadasarnyaadaduafaktoryang menjadialasan


bagiwanitauntuk memakai obatpengatur siklus haid, yaitu: Untuk keperluan ibadah
dan untuk keperluan diluaribadah.
4. Permasalahan miqod
Ada 2 macam miqot, yaitu :
Miqot zamaniyahyaitu bulan-bulan haji, mulai dari bulanSyawwal, Dzulqo’dah, dan
Dzulhijjah. Miqotmakaniyahyaitu tempat mulai berihrambagi yang punyaniatan haji
atau umroh. Ada lima tempat:
a. Dzulhulaifah (Bir ‘Ali),miqot penduduk Madinah.
b. Al Juhfah,miqot penduduk Syam.
c. Qornul Manazil (As Sailul Kabiir) .
d. Yalamlam (As Sa’diyah), miqot penduduk Yaman.
e. Dzat ‘Irqin (Adh Dhoribah), miqot penduduk Iraq. Bagi penduduk daerahtersebut
danyang melewatimiqot itu.Sebagian jama’ah haji dari negeri kita, meyakini bahwa
Jeddah adalah tempatawal ihram. Mereka belumlah berniat ihram ketika di pesawat
saat melewati miqot,namun beliau tidak menetapkannya sebagai miqot. Inilah
pendapat mayoritas ulamayang menganggap Jeddah bukanlah miqot. Ditambah lagi
jika dari Indonesia yangberada di timur Saudi Arabia, berarti akan melewati miqot
terlebih dahulu sebelummasuk Jeddah, bisajadimerekamelewatiQornul Manazil, Dzat
‘Irqin atau Yalamlam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Akhir kata penulis memnyarankan kepada bapak dosen pengampu mata kuliah
Manajemen perbankan syariah dan teman-teman bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran sebagai acuan untuk membantu penulis dalam pembuatan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai