Disusun oleh :
Ahmad Hadi Restu Fauzy (20320044)
PROGRAM STUDI
HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT DAARUL QUR’AN
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1. Latar Belakang..........................................................................................1
2. Rumusan Masalah.....................................................................................1
3. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Istilah dan Pengertian Perikatan dan Hukum Perikatan............................3
B. Sumber Hukum Perikatan.........................................................................3
C. Jenis Perikatan...........................................................................................3
D. Istilah dan Defenisi Perjanjian..................................................................7
E. Bagian-bagian dari Perjanjian...................................................................7
F. Syarat Sah Perjanjian................................................................................8
G. Wanprestasi.............................................................................................10
H. Bentuk dan Syarat Wanprestasi..............................................................11
I. Penyebab Terjadinya Wanprestasi..........................................................12
J. Akibat Hukum Wanprestasi....................................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. Kesimpulan.............................................................................................16
B. Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya lah kami dapat menelesaikan tugas makalah yang berjudul Perikatan,
Perjanjian, Dan Wanprestasi (Hukum Perdata).
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh Bapak Hisyam Asyiqin, S.Sy., M.H pada mata kuliah Fiqh
Muamalah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang hukum tata negara bagi para pembaca dan juga bagi penullis.
Kami juga mengucapkan teruma kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat waktu. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih ada kesalahan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat sehari - hari banyak orang yang tidak
sadar bahwa disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal kecil seperti
membeli suatu barang, sewa menyewa, pinjam meminjam, hal- hal ini adalah
termasuk suatu perikatan. Perikatan di Indonesia, diatur dalam buku III KUH
Perdata (Burgerlijk Wetboek). Hukum perdata, banyak sekali cakupannya, salah
satunya adalah perikatan.
Perikatan merupakan salah satu hubungan hukum dalam harta kekayaan antara
dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu barang dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu barang . Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan atau perjanjian.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Perikatan, Perjanjian dan Wanprestasi?
2. Bagaimana Sumber Hukum Perikatan?
3. Apa saja bagian-bagian dari perjanjian?
4. Apa saja bentuk dan syarat wanprestai?
3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari Perikatan, Perjanjian dan Wanprestasi.
2. Mengetahui Sumber Hukum Perikatan.
3. Mengetahui bagian-bagian dari perjanjian.
4. Mengetahui bentuk dan syarat wanprestai.
1.
BAB II
PEMBAHASAN
Buku ketiga KUH Perdata tidak memberikan penjelasan yang spesifik tentang
pengertian perikatan, namun demikian, para ahli memberikan pengertian tentang
perikatan ini diantaranya yang disampaikan oleh Mariam Darus Badrulzaman,
bahwa perikatan dimaknai sebagai ”hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua
orang atau lebih, yang terletak di bidang harta kekayaan, dengan pihak yang satu
berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut” (1994:
3), sedangkan Hukum Perikatan dimaknai sebagai seperangkat aturan yang
memberikan pengaturan terhadap dilaksanakannya perikatan.
C. Jenis Perikatan.
Perikatan menurut para ahli dibedakan dalam berbagai jenis sebagai
berikut:Harta atau bendanya berharga.
Pasal 1239 KUH Perdata sebagai pasal awal, pada bagian ketiga dari Bab
Kesatu tentang Perikatan-Perikatan Umum menyatakan bahwa, “Tiap-tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila
si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya
dalam kewajibannya memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”.
Ketentuan Pasal tersebut di atas, memberikan pengaturan tentang tuntutan
ganti rugi yang dapat diajukan oleh si yang berpiutang, ketika yang
berutang tidak memenuhi perikatannya.
c. Perikatan Bersyarat (Pasal 1253, 1259 – 1267 KUH Perdata): Pasal 1253
KUH Perdata menyatakan bahwa “Perikatan adalah bersyarat jika
digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih
belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan, sehingga
terjadinya peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya
peristiwa tersebut”.
Syarat tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam perikatan. Namun
batasan terhadap syarat tersebut telah diatur dalam undang-undang yaitu:
1) bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan;
2) bertentangan dengan kesusilaan;
3) dilarang undang-undang;
4) pelaksanaannya tergantung dari kemauan orang yang terikat. Pasal
1266 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang “Ingkar janji
yang merupakan syarat batal dalam suatu perjanjian timbal balik”.
5) Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1268 – 1271 KUH
Perdata); Perikatan dengan ketetapan waktu adalah suatu perikatan
yang tidak menangguhkan perikatan, hanya menangguhkan
pelaksanaannya.
d. Perikatan manasuka/alternative (Pasal 1272 – 1277 KUH Perdata);
Dalam perikatan alternative ini, debitur dibebaskan jika ia menyerahkan
salah satu barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat
memaksa yang berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu
dan sebagian dari barang yang lain.
e. Perikatan Tanggung Renteng/ Tanggung Menanggung (Pasal 1278 – 1303
KUH Perdata):
Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng terjadi antara
beberapa orang berpiutang, jika didalam perjanjian secara tegas kepada
masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang,
sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan
orang yang berhutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah
atau dibagi antara orang yang berpiutang tadi.
Tanggung renteng dibedakan yang aktif dan pasif. Tanggung renteng aktif
adalah perikatan tanggung menanggung yang pihaknya terdiri dari
beberapa kreditur. Sedangkan yang pasif adalah terjadinya suatu perikatan
tanggung menanggung diantara orang-orang yang berutang yang
mewajibkan mereka melakukan suatu hal yang sama. salah seorang dari
kreditur dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan dari salah
seorang membebaskan orang-orang berutang lainnya terhadap si
berpiutang/kreditur.
f. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (Pasal 1296 –
1303 KUH Perdata);
pada perikatan ini, objeknya adalah mengenai suatu barang yang
penyerahannya, atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat dibagi-
bagi, baik secara nyata ataupun perhitungan.
g. Perikatan dengan ancaman hukuman (Pasal 1304 – 1312 KUH Perdata).
Ancaman hukuman adalah suatu keterangan, yang sedemikian rupa
disampaikan oleh seseorang untuk adanya jaminan pelaksanaan perikatan.
Maksud adanya ancaman hukuman ini adalah :
1) untuk memastikan agar perikatan itu benar-benar dipenuhi;
2) untuk menetapkan jumlah ganti rugi tertentu apabila terjadi
wanprestasi dan untuk menghindari pertengkaran tentang hal
tersebut.
Ancaman hukuman ini bersifat accessoir. Batalnya perikatan pokok
mengakibatkan batalnya ancamanhukuman. Batalnya ancaman hukuman
tidak berakibat batalnya perikatan pokok.
KUH Perdata juga memberikan pengaturan umum atas syarat sah perjanjian selain
yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata ini dibagi atas syarat sah
subjektif dan syarat sah objektif. Syarat sah subjektif adalah memenuhi unsur
adanya konsensus atau kesepakatan para pihak. Maknanya, ketika kesepakatan
telah dicapai oleh para pihak maka di antara para pihak telah tercapai kesesuaian
pendapat tentang hal-hal yangmenjadi pokok perjanjiannya. Kesepakatan yang
telah tercapai ini juga tidak boleh diakibatkan oleh adanya paksaan, penipuan
maupu kesilapan dari para pihak.
Selain itu, unsur yang harus dipenuhi dalam syarat sah subjektif adalah adanya
kecakapan atau wenang berbuat oleh para pihak. Kewenangan berbuat ini oleh
hukum dianggap sah apabila perjanjian yang dilakukan oleh orang-orang ataupun
subjek yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Tidak dipenuhinya salah satu dari syarat subjektif dalam perjanjian akan
mengakibatkan timbulnya konsekwensi yuridis bahwa perjanjian tersebut “dapat
dibatalkan” atau dalam bahasa lain voidable, vernietigebaar. Pembatalan ini dapat
dilakukan oleh pihak yang berkepentingan. Seandainya tidak dibatalkan maka,
kontrak tersebut dapat dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.
Syarat sah objektif berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata terdiri dari perihal
tertentu dan kausa halal atau kausa yang diperbolehkan. Perihal tertentu
maksudnya adalah bahwa yang menjadi objek dalam suatu perjanjian haruslah
berkaitan dengan hal tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum.
Syarat kausa yang halal atau yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa
kontrak tersebut tidak boleh dibuat untuk melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum.
Konsekwensi yuridis yang timbul dari tidak dipenuhinya salah satu syarat objektif
ini akan mengakibatkan kontrak tersebut “tidak sah” atau “batal demi hukum”
(null and void).
2. Syarat Sah Khusus
a. syarat tertulis untuk kontrak tertentu;
b. syarat akta notaris untuk kontrak tertentu;
c. syarat akta pejabat untuk kontrak tertentu;
d. syarat izin dari yang berwenang.
G. Wanprestasi
Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar
janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan
apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan.
Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur kesengajaan
atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan pada diri debitur yang dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya. Kelalaian adalah peristiwa dimana seorang
debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap
yang diambil olehnya akan timbul kerugian.
Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak
debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana
tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan. Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena
keadaan memaksa tersebut timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur.
Ganti rugi adalah membayar segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya
barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Untuk menuntut ganti rugi
harus ada penagihan atau (somasi) terlebih dahulu, kecuali dalam peristiwa-
peristiwa tertentu yang tidak memerlukan adanya teguran.
Ketentuan tentang ganti rugi diatur dalam pasal 1246 KUHPerdata, yang terdiri
dari tiga macam, yaitu: biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran
atas pengongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur sedangkan
bunga adalah segala kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
Ganti rugi itu harus dihitung berdasarkan nilai uang dan harus berbentuk uang.
Jadi ganti rugi yang ditimbulkan adanya wanprestasi itu hanya boleh
diperhitungkan berdasar sejumlah uang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya kesulitan dalam penilaian jika harus diganti dengan cara lain.
b. Pembatalan perjanjian
Sebagai sangsi yang kedua akibat kelalaian seorang debitur yaitu berupa
pembatalan perjanjian. Sangsi atau hukuman ini apabila seseorang tidak dapat
melihat sifat pembatalannya tersebut sebagai suatu hukuman dianggap debitur
malahan merasa puas atas segala pembatalan tersebut karena ia merasa
dibebaskan dari segala kewajiban untuk melakukan prestasi.
c. Peralihan risiko
Akibat wanprestasi yang berupa peralihan risiko ini berlaku pada perjanjian yang
objeknya suatu barang, seperti pada perjanjian pembiayaan leasing. Dalam hal ini
seperti yang terdapat pada pasal 1237 KUHPerdata ayat 2 yang menyatakan‚ Jika
si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya
kebendaan adalah atas tanggungannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum
antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. Suatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian maupun undang-undang
dapat berakhir karena beberapa hal diantaranya adalah karena pembayaran,
kompensasi, pembayaran utang dll. Sementara itu, hapusnya suatu perjanjian
berbeda dengan perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus, sedangkan
persetujuannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada.
B. Saran
Kami sebagai penulis tentunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta
kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
C.S.T. Kansil., 1989, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Balai
Pustaka, Jakarta.
https://www.dppferari.org/pengertian-bentuk-penyebab-dan-hukum-wanprestasi/