PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PEMBAGIAN
WARIS TERHADAP ANAK ASTRA DI BALI
Oleh
TESIS
Pada
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
NIM : P3600211061
berjudul
pemikiran orang lain. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis
Yang menyatakan,
DI BALI”.
Wayan Sri Murthini), Adik (Ni Nyoman Ayu Puspawati), Istri (Ni
Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H., Wakil Dekan II, Dr. Anshori, S.H.,
5. Dr. Sri Susyanti Nur, S.H, M.H selaku pembimbing utama yang
waktu.
tesis ini.
pendidikan
tesis ini.
oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran
Penulis
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………1
A. Latar Belakang .................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................9
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ........................................................ 10
E. Orisinalitas..................................................................... 12
G. Kerangka Teoritis...................................................................... 37
H. Kerangka Pikir……………………………………………………... 44
F. Analisis .................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tujuan yang sama yaitu untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin
perkawinan akan lebih lengkap bilamana ada anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut. Hal ini juga dikarenakan salah satu hakikat dari
penerus keturunan.
Anak yang lahir dari perkawinan antara seorang pria dan seorang
wanita, akan beribu pada wanita yang melahirkannya dan berayah pada
suami dari wanita itu. Keadaan tersebut merupakan suatu peristiwa yang
perkawinan, yaitu:
1
I Gst. Ketut Kaler, Cudami Perkawinan Dalam Masyarakat Hindu di Bali,
Percetakan Bali (offset), 1990, hal 16
menurut kepercayaan dalam hukum adat Bali sehingga anak-anak yang
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat dari perkawinan yang sah”.
dikenal dengan sebutan anak astra, implikasinya lebih lanjut telah diatur
ibu dan dengan keluarga ibunya, tetapi tidak termasuk hak warisnya
terhadap keluarga ibu, ia hanya berhak atas warisan yang dimiliki oleh
ibunya saja.
menjadi 2 (dua), yaitu anak bebinjat dan anak astra. Perbedaan anak
siapa ayah biologis si anak tersebut. Bilamana ayah biologis si anak tidak
astra. Dengan catatan kasta laki-laki yang membenihi lebih tinggi dari
kasta ibunya.
diakui oleh laki-laki yang merupakan ayah biologisnya, maka anak yang
dilakukan oleh kedua orang tuanya setelah anak tersebut terlahir maka
anak tersebut dinyatakan sebagai anak luar kawin yang hanya memiliki
hal ini maka kedudukan hukum dari anak yang dilahirkan di luar
2
K.M.R.H. Soeripto, Beberapa Bab Tentang Hukum Adat Waris Bali, UNEJ,
Jember, 1973, hal 33
3
Ibid, hal. 30-33
perkawinan yang sah adalah sama dengan seorang anak sah dalam
gadis yang telah hamil terlebih dahulu dan diakui oleh seorang laki-laki
wanita sudah memasuki lebih dari lima bulan, maka kedua mempelai
status sebagai anak astra atau dinamakan anak astra . Anak astra
sah, sehingga tidak ada hubungan perdata antara anak astra tersebut
dengan keluarga sedarah, yaitu ayah yang telah kawin sah dengan ibunya
dibagi dari pewaris kepada para ahli waris dari generasi ke generasi
4
Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Edisi II, Tarsito, Bandung,
1984, hal. 14
berikutnya. Dengan demikian pewarisan itu mengandung tiga unsur yaitu
Dalam hukum waris yang menjadi subjek adalah pewaris dan ahli
waris, demikian pula halnya dalam hukum waris adat. Pewaris adalah
yang terlahir dari perkawinan yang sah, dimana dalam ajaran Hindu
Sesuai dengan status anak astra sebagai anak astra yaitu anak
yang lahir diluar perkawinan yang sah menurut hukum adat Bali tentu
5
Hilman Hadikusuma, Pengantar Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung, 1992,
hal. 211
6
Korn, VE, Hukum Adat Waris di Bali, diterjemahkan serta diberi catatan oleh I
Gde Wajan Pangkat, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas
Udayana, 1972, h. 7
kedudukannya tidak dapat disamakan dengan sentana. Anak astra
orang tuanya melakukan perkawinan yang sah, akan tetapi anak astra
ayahnya.
Anak astra yang tidak diakui sebagai anak sah dalam keluarga
bagian warisnya.
hukum dan rasa keadilan terhadap anak dalam memperoleh hak sebagai
ahli waris
yang sah tidaklah merupakan suatu masalah yang luar biasa, sehingga
sering kali terjadi kelahiran seorang anak di luar suatu ikatan perkawinan
yang sah. Anak astra yang lahir di luar suatu ikatan perkawinan sah dan
lahir dari hubungan orang tua yang berbeda kasta, dalam kehidupan
sehari-hari pada masyarakat adat Bali di sebut sebagai anak haram, yaitu
anak tak menentu siapa ayahnya. Artinya anak yang lahir tersebut hanya
ayah, walaupun anak astra diketahui siapa ayah biologisnya dari golongan
berkasta di Bali.
apa yang menjadi hak-hak seorang anak , yang dalam hal ini mengenai
B. Rumusan Masalah
Februari 2012?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
di Bali.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
E. Orisinalitas
Tesis dengan judul Kedudukan Hukum Anak Astra Dalam Hukum Waris
hukum waris adat Bali di Lombok setelah orang tua biologisnya kawin
anak sah, anak yang kedua orang tua biologisnya kawin sah tidak berhak
Tesis dengan judul Kedudukan Anak astra Akibat Delik Adat Lokika
menurut hukum adat Bali?; Penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang
lahir sebagai akibat delik adat lokika sanggraha secara garis besarnya
berhak mewarisi kepunyaan ibunya saja. Selain itu setelah upacara adat
yaitu di nikahkan dengan sebilah keris maka anak yang lahir karena delik
lokika sanggraha ini akan mewaris atas harta kakeknya sama dengan
ibunya tersebut.
Ketiga, dilakukan oleh Cokorda Gede Sri Narebdra 2008, tesis
dengan judul Status Anak Astra Dalam Hukum Adat Keluarga Dan Waris
ini yaitu: 1).Bagaimana status anak astra dalam hukum adat keluarga dan
Adat Bali yang mengatur tentang status anak astra dengan hukum
inipun hilang pada saat si ibu kawin secara sah dengan ayah
hukum nasional.
tetapi yang ingin dikaji tidak sama, yaitu yang menyangkut pengaturan
gugatan dari ahli waris lainnya. Dengan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan solusi dan kepastian hukum dalam penyelesaian masalah in
TINJAUAN PUSTAKA
hukum “waris” sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun di
materiil maupun yang immateriil yang manakah dari seseorang yang dapat
7
Soepomo,.R, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986,
hal.79.
8
Ter Haar Bzn, Azas-azas dan Susunan Hukum Adat, diterjemahkan oleh K. Ng.
Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985. hal. 202
9
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, CV. Haji
Masagung, Jakarta, 1988, hal. 161.
kekayaan baik materiil maupun immateriil dari suatu angkatan ke
angkatan berikutnya.10
benda immateriil.
Putu Nantri adalah: Suatu proses penerusan dari pewaris kepada ahli
yang mana hal ini berarti bahwa penerusan ini menyangkut penerusan
dimana penerusan atau pengalihan atas harta yang berwujud benda dan
10
Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta,
1981, hal. 35.
11
Ayu Putu Nantri, Kedudukan Ahli Waris Adat yang beralih Agama Menurut
Hukum Adat Waris di Kabupaten Badung, Laporan Penelitian. Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Denpasar, 1982, hal. 35
b. Aturan hukum tersebut mengandung proses penerusan harta
warisan.
“nyentana”.
“nilar kawitan”.
laki-laki lain dan hidup bercampur, setelah laki -laki yang kedua
isi kandungan.
menjadi ahli waris tetapi kedudukan tiap-tiap anak tersebut diatas tidak
menduduki tempat itu. Selain dari anak tersebut di atas disebutkan pula
yang berhak sebagai ahli waris pada masyarakat hukum adat di Bali
adalah anak astra yaitu anak bebinjat dan anak astra, yang mempunyai
mewaris apabila anak tersebut seorang anak laki-laki, jika seorang anak
Selain itu hukum Hindu juga menentukan pengaruh tingkah laku ahli
disimpulkan dalam diskusi hukum adat waris di Bali bahwa seorang anak
laki yang berstatus ahli waris tidak akan menjadi ahli waris (mewaris)
karena durhaka terhadap leluhur dan orang tua. Semua ini karena
adat dalam ikatan kekerabatan meliputi hubungan hukum antara orang tua
dengan anak, antara anak dengan anggota keluarga pihak ayah dan ibu
serta tanggungjawab mereka secara timbal balik dengan orang tua dan
keluarga.
12
Hilman Hadikusuma, Pokok-pokok Pengertian Hukum Adat, Alumni , Bandung,
1980 (selanjutnya disingkat Hilman Hadikusuma II), hal. 140
13
Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Tarsito, Bandung, 1984,
hal.113
Menurut Gede Panetje, Hukum Kekeluargaan di Bali adalah:
keluarganya. 14
Tetapi disini bukan berarti hubungan si anak dengan keluarga ibunya tidak
melalui garis ayah, ayah dari ayah terus ke atas sehingga kemudian
14
Gde Penetje, Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali, CV. Kayumas Agung,
Denpasar, 1990, hal.23
15
I.G.N. Sugangga, Hukum Waris Adat, (Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro), 2005, hal. 8.
dijumpai seorang laki-laki sebagai moyang. (contoh ; Batak, Bali, Seram,
anggotanya menarik garis ke atas melalui ibu, ibu dari ibu terus ke atas
atau bilateral yakni suatu sistem dimana para anggotanya menarik garis
keturunannya ke atas melalui garis ayah dan ibu, terus ke atas sehingga
kedudukan lebih utama karena semua kewajiban dari orang tuanya akan
beralih kepada anaknya, dan anak laki-laki itu akan mendapatkan harta
1 . Unsur-unsur Pewarisan
a. Adanya pewaris
terbagi-bagi.16
Kedudukan seorang pewaris itu bisa ayah, ibu, paman, kakek dan
nenek. Orang itu disebut pewaris karena ketika hidupnya atau wafatnya
atau harta peninggalan yang akan beralih atau diteruskan kepada ahli
ayah yang meninggal dunia sedangkan jika si ibu yang meninggal dunia
16
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundang-undangan,
Hukum Adat, Hukum Agama Hindu, Islam, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991
(selanjutnya disingkat Hilman Hadikusuma III), hal. 9-10.
17
Cokorde Istri Putra Astiti, I Wayan Beni, Ni Nyoman Sukerti, Hukum Adat Dua
(Bagian Dua), Biro Dokumentasi dan Publikasi Hukum Fakultas Hukum Universitas
Udayana, Denpasar, 1984, hal. 50.
18
I Ketut Artadi, Hukum Adat Bali Dengan Aneka Masalahnya Dilengkapi
Yurisprudensi, Cetakan Kedua, Setia Kawan, 1987, hal.33.
kekuasaan atas harta kekayaan keluarga ada di tangannya. Hal ini sesuai
Bali.
1. Harta pusaka :
a. Harta pusaka yang tidak dapat dibagi -bagi ialah warisan yang
mempunyai nilai magis religius.
2. Harta bawaan :
3. Harta perkawinan :
19
Hilman Hadikusuma II, Op.cit, hal. 33.
4. Hak yang didapat dari masyarakat, seperti: mempergunakan
kuburan 20
tersebut. Ahli waris itu bisa anak, cucu, ayah, ibu, paman, kakek
dan nenek. Pada dasarnya semua ahli waris berhak mewaris kecuali
karena tingkah laku atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh ahli
20
Lembaga Pembinaan hukum Nasional, Kedudukan Wanita Dalam Hukum
Waris Menurut Hukum Adat Bali, Hasil-hasil Diskusi Hukum Adat Waris di Bali,
Sekretariat Panitia Diskusi Hukum Adat Waris di Denpasar, 1997, hal. 4.
21
Hilman Hadikusuma III, Op.cit, hal. 53
b. Setiap sentana rajeg selama tidak terputus haknya untuk
menerima warisan. 22
Anak yang dikatakan sebagai ahli waris adalah anak kandung dan
terhadap harta warisan orang tuanya, anak kandung disini adalah anak
kandung laki-laki yakni anak yang lahir dari perkawinan sah orang tuanya.
ada anak laki-laki maka anak perempuan itu dapat diangkat statusnya
tersebut dapat sebagai ahli waris dari harta warisan orang tuanya. Anak
agar mantap dan tidak ada keragu-raguan maka pengangkatan anak ini
melepaskan anak itu dari ikatan atau hubungan dengan orang tua
22
Lembaga Pembinaan Hukum Nasional, Op.cit, hal.2.
kandungnya dan sekaligus memasukkan anak itu ke dalam keluarga yang
sendiri.
utama.
keturunannya
waris lainnya baru berhak atas harta warisan, apabila yang meninggal itu
tidak mempunyai anak, artinya jika seorang anak lebih dulu meninggal
23
Soerjono Soekanto dan Sulaiman b. Taneko, Hukum Adat Indonesia, CV.
Rajawali, Jakarta, 1994, hal. 287.
dunia daripada si peninggal warisan dan anak tersebut meninggalkan
tidak ada lagi maka sebagai ahli waris adalah orang tua pewaris (ayah
dan ibu) sebagai kelompok keutamaan II, kemudian kalau orang tua
pewaris sudah meninggal dunia maka sebagai ahli waris adalah kelompok
sudah tidak ada lagi sehingga ahli waris penggantinya adalah kakek dan
c. Bila tidak ada anak barulah jatuh kepada anak yang bukan
sedarah yang karena hukum ia berhak menjadi ahli waris
misalnya anak angkat.
d. Bila tidak ada anak dan tidak ada anak angkat, hukum
Hindu membuka kemungkinan adanya penggantian
melalui penggantian atas kelompok ahli waris dengan hak
keutamaan kepada kelompok dengan hak penggantian
lainnya yang memenuhi syarat menurut Hukum Hindu. 24
Prinsipnya yang menjadi ahli waris adalah yang terdekat dengan pewaris
ahli waris di dalam hukum adat di Bali. Jika tak ada anak laki-laki dan anak
24
I Gde Pudja , Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan Ajaran
Hindu Dharma, Cet. IV, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha
Departemen Agama Republik Indonesia, 1982 (selanjutnya disingkat I Gde Pudja I), hal.
42.
25
I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, Liberty,
Yogyakarta, 1987, hal. 60-61
3. Sistem kewarisan mayorat, dalam sistem kewarisan ini,
harta peninggalan secara keseluruhan atau sebagian
besar akan diwarisi oleh seorang ahli waris misalnya
dapat dijumpai pada pewarisan terhadap karang desa
dalam masyarakat adat Bali.
harta warisan berupa tanah, sawah dan ladang setelah orang tuanya
wafat. Tetapi dalam kewarisan mayorat anak laki-laki tertualah yang diberi
adalah sistem kewarisan kolektif yakni ahli waris akan mendapat warisan
dan mayorat.26
26
Cokorde Istri Putra Astiti, I Wayan Beni, Ni Nyoman Sukerti, Op.cit, hal. 51.
setelah pewaris meninggal dunia, tidak saja di kalangan masyarakat yang
parental tetapi juga terjadi pada masyarakat patrilinial dan matrilinial. Hal
adanya penyelesaian yang rukun dan damai tidak saja terbatas pada para
keputusan menang atau kalah sehingga salah satu pihak tidak merasakan
27
Hilman Hadikusuma I, Op.cit, hal. 116-117
Selaras dengan pendapat Hilman Hadikusuma, maka Soerojo
aturan atau hukum adat yang berlaku. Jika masih juga terdapat
kasta laki-laki yang membenihi lebih tinggi dari kasta ibunya disebut anak
astra. Dalam hukum adat Bali anak astra tersebut dikenal dua istialah
28
Soerojo Wignjodipoero, Op.cit, hal. 181.
yaitu anak bebinjat dan anak astra. Anak bebinjat adalah anak astra,
biasanya tidak diakui karena tidak diketahui siapa ayah biologisnya atau
tidak ada laki-laki yang mengakui anak tersebut adalah dari benihnya,
sebagai ayah biologis dari anak tersebut lebih tinggi dari kasta ibunya. 29
Perbedaan dari kedua anak astra tersebut yaitu mengenai diketahui dan
tidaknya ayah biologisnya dari anak astra tersebut dimana anak bebinjat
bahasa Bali yang disusun oleh J. Kresten, yang benyatakan anak astra
sedang ibunya dari golongan biasa dari hubungan yang tidak di sahkan
sahkan dalam suatu perkawinan dimana ada perbedaan kasta antara ibu
dari anak astra tersebut yang berasal dari golongan Sudra sedangkan
kedudukan dan fungsi anak astra dalam hukum keluarga dan hukum waris
adat Bali. Dengan diketahuinya status anak astra tersebut, maka akan
29
K.R.M.H, Soeripto, Beberapa Bab Tentang Hukum Adat Waris Bali, UNEJ,
Jember,1973, hal.33
diketahui pula bagaimana kedudukan anak astra tersebut dalam
Menurut hukum adat anak yang lahir diluar perkawinan yang sah
keluarga ibunya, begitu pula bila anak itu meninggal dunia dan
Untuk mengatasi agar anak tidak terlahir tanpa ada ayahnya maka
30
Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Pionir Jaya,
Dengan disediakannya lembaga-lembaga ini menyebabkan tidak banyak
dari kasta yang berbeda dan jika orang tuanya menikah menurut hukum
astra sebagai anak astra menurut hukum adat pada umumnya. Anak astra
mempunyai ayah atau diturunkan dari garis leluhur ibunya dan kedudukan
Nomor 1 tahun 1974 status hukumnya sama dengan anak astra yakni
hubungan hukum dengan ayahnya. Hal tersebut antara lain akan terlihat
bernama siapa, hari dan tanggal kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan
tanggal kelahiran ibu (menyebut nama ibu saja, tidak menyebut nama
ayah si anak). Demikian diatur dalam Pasal 55 ayat (2) huruf a PP No. 37
Administrasi Kependudukan.
dengan ayah biologis, tak lagi hanya kepada ibu dan keluarga ibu.
dan anak secara hukum juga berakibat anak astra tidak mendapat warisan
luar kawin mempunyai hubungan hukum dengan ayah biologis, tak lagi
hanya kepada ibu dan keluarga ibu dan memiliki kedudukan sebagai ahli
G. Kerangka Teoritis
penelitian ini adalah teori-teori seperti teori Aliran Mazhab sejarah yang
dikemukan oleh Ter Har, teori social engineering oleh Roscoe Pound,
Teori receptio in complexu dikemukakan oleh Mr. W.C. van den Berg.
Selain teori-teori tersebut teori-teori dari para ahli hukum Indonesia juga
Teori Aliran Mazhab sejarah yang dipelopori oleh Friedrich Carl von
tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa dan tiap-tiap bangsa
adalah proses yang tidak disadari dan organis, oleh karena itu
31
Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, cet. VII, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, hal. 69
perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan dengan
adat kebiasaan.
teknis. Tetapi ahli hukum tetap merupakan suatu organ dari kesadaran
umum terikat pada tugas untuk memberi bentuk pada apa yang ia
menyusul pada tingkat akhir; oleh karena ahli hukum sebagai pembuat
menekankan bahwa bahasa dan hukum adalah sejajar juga tidak dapat
dapat dilihat dalam hukumnya oleh karena itu sangat penting untuk
sejarah. 32
32
W. Friedmann, Legal Teori, alih bahasa Mohammad Arifin, Teori dan Filsafat
Hukum : Idealisme Filosofis dan Problem Keadilan, cet. I, CV. Rajawali, Jakarta,1990,
hal. 61
Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa bagi Indonesia,
dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan
juga menyatakan bahwa hukum adat dapat timbul dari keputusan warga
masyarakat.
33
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masvarakat dan Pembinaan Hukum
Nasional, Lembaga Penelitian dan Kriminologi FH UNPAD, Penerbit Binacipta, Bandung,
1976, hal. 4
34
Surojo Wignjodipuro, Op.Cit, hal 9-10
Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan
persekutuan tersebut.
tiga kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum, yaitu public interest,
tetapi juga harus ditegakkan sedemikian rupa oleh para yuris sebagai
benar logika, sejarah, adat, istiadat, pedoman prilaku yang benar agar
35
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 66
Keputusan hukum yang adil dapat digunakan sebagai sarana untuk
Teori receptio in complexu oleh Mr. Van den berg Intinya adalah
pribumi ikut agamanya, karena jika memeluk agama harus juga mengikuti
keseluruhan itu. 36
36
Surojo Wignjodipuro, Op.Cit., 1990, hal. 21
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-
Dasar Hukum
F. Kerangka Pikir
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bab XII tentang Pewarisan Karna Kematian
Awig-awig
kepada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini,
sebagai berikut :
adat Bali dibukukan dalam bentuk buku yang mengatur tingkah laku
b. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus
37
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998,
hal.3
dengan kata lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan
ketika masih hidup atau setelah ia meninggal dunia untuk dikuasai atau
f. Anak astra adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah
menurut hukum adat Bali (anak astra) dimana ibunya berasal dari
kasta biasa dan ayahnya berasal dari kasta yang lebih tinggi .
METODE PENELITIAN
(sosio yuridis) yaitu menggali pola prilaku yang hidup dalam masyarakat
B. Lokasi Penelitian
38
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Surabaya, 2011, hal 34
beberapa pemahaman yang berbeda mengenai konsep persepsi apa
hukum antara anak dengan ayah, keluarga ayah, dan keluarga ibu dari
anak astra tersebut terhadap kedua orang tua dan keluarga orang tuanya.
kasus anak astra. Populasi dalam penelitian ini dipilih dari beberapa
Kabupaten Buleleng.
2. Teknik Sampel
39
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukumdan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, Cetakan ke-V, 1999, h.34
40
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grop,
mewakili populasi dalam penelitian. Dalam penelitian teknik pengambilan
berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling tepat
untuk dijadikan sampel penelitian dimana dalam penelitian ini akan dipilih
tersebut.
primer (primary data) dan data sekunder (secondary data). Data primer
serta keluarganya.
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Data sekunder
buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah hasil
seminar.
42
Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1995, hal. 65.
43
Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, Universitas Indonesia (UI)
Press, 1986, hal.52
44
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit. 1999, hal. 12
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi
kamus-kamus.
anak astra.
45
Ronny Hanitijo Soemitro, Loc.Cit.
46
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit. 1999, hal.51
47
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan
Kelima, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hal.59
mencari jawaban atas pelaksanaan pembagian waris bagi anak
astra.
F. Analisis
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
Anak astra pada masyarakat adat Bali sudah sejak dahulu dikenal
dan kedudukannya di dalam hukum waris menurut hukum adat Bali telah
raja/isteri penawing yang berasal tidak dari kasta triwangsa melainkan dari
kasta biasa atau sudra. Pada masa itu menyandang status sebagai anak
sosial seperti anak bebinjat atau anak luar kawin dari ayah biologisnya
yang berasal dari kasta biasa. Menyandang sebagai anak astra bahkan
Hal ini dikarenakan untuk dapat dijadikan selir/isteri penawing oleh raja
olah raja. Selain itu anak astra pada masa itu pada umumnya akan
mendapat kedudukan yang baik dalam status sosial masyarakat dan juga
akan memperoleh penghidupan yang baik dari raja atau keluarga raja
yang kaya.
yang berkasta biasa atau sudra dengan ayah dari kalangan kerajaan atau
kasta ksatria melainkan juga dari kasta triwangsa yaitu kasta brahmana
dan wesya. Pada umumnya kasta triwangsa pada masa itu merupakan
disebabkan karena pada saat ini anak astra belum tentu memperoleh
Dengan disamakannya anak astra dengan anak luar kawin maka akibat
saudara-saudara tirinya.
Kedudukan anak astra dan hak warisnya dalam hukum adat Bali
membedakannya, yakni:
1. Pengakuan Ayah Biologis
untuk menyebut anak luar kawin yaitu anak bebinjat dan anak astra, yang
masalah kasta.
anak astra tersebut, maka anak yang bersangkutan menjadi anak sah.
tuanya melakukan perkawinan sah atau jika orang tuanya tidak melakukan
perkawinan yang sah. Ditinjau dari orang tua anak astra yang melakukan
merta sebagai anak sah. Hal ini berkaitan pula dengan masalah kasta
secara sah, namun setelah diketahui oleh sesepuh adat Sanur ternyata
usia kehamilan sang calon pengantin wanita sudah memasuki lebih dari
setelah jabang bayi lahir dengan status sebagai anak astra dan tidak
ibunya yang telah kawin sah menurut hukum adat Bali dengan ayah
biologisnya.
Kedudukan Anak Astra yang orang tua biologisnya kawin sah tidak
karena ia telah berada dalam kandungan ibunya lebih dari lima bulan
tersebut tidak dapat dilaksanakan, baru setelah anak astra itu lahir
Sanur.48
anak astra yaitu seorang anak yang bernama Gede Bagus Djodi adalah
merupakan anak astra. Beliau anak astra dari hasil hubungan luar nikah
antara ayahnya yang telah memiliki istri sah dan dari kasta brahmana
dengan ibunya yang berkasta sudra. Pada saat kelahirannya tidak diakui
sebagai anak sah meskipun pada saat ini ayahnya mengakui secara de
berbeda yaitu posisi kasus pertama, I Made Pice berasal dari Kecamatan
Karangasem merupakan anak astra. Beliau adalah anak astra yang dalam
48
Wawancara tanggal 1 Maret 2013 dengan tokoh agama di Griya Abian
Buruwan Sanur, Kodya Denpasar..
49
Wawancara tanggal 2 Maret 2013 dengan tokoh agama di Kecamatan Agung
Amlapura, Desa Karangasem Banjar Adat Pekandelan, Kabupaten Karangasem.
berkasta sudra. Pada saat hamil lima bulan karena ada perselisihan
dengan ayahnya, si ibu pulang kerumah orang tuanya. Dan karena dalam
jangka waktu tuju belas hari tidak kembali kerumah ayahnya maka
diceraikanlah ibunya tersebut. I Made Pice ini lahir setelah orang tuanya
bercerai dan merupakan anak ketiga dari orang tuanya. Dia tidak diakui
brahmana dan tidak memperoleh warisan, namun pada saat ini ayahnya
Keputusan yang diambil oleh orang tua dari anak astra tersebut
diatas adalah sangat bijak dan sesuai dengan Hak Asasi Manusia dimana
Perbedaan itu ada bukan saja karena si anak astra itu lahir diluar
bahwa bila seorang wanita berkasta biasa hamil lebih dari 5 (lima) bulan
dan diketahui ayah si anak tersebut berasal dari kasta yang lebih tinggi,
50
Ibid.
dari leluhur ayah biologisnya, sehinggga anak tersebut tetap dinyatakan
sebagai anak astra. Begitu pula juga anak dari ibu yang berkasta biasa
dengan ayah biologisnya berkasta lebih tinggi terlahir anak yang diketahui
pada saat perkawinan sah kedua orang tuanya usia kandungan melebihi 5
(lima) bulan, maka anak tersebut juga di sebut sebagai anak astra seperti
tetap dianggap sebagai anak astra menurut hukum adat di daerah tertentu
biologisnya.
yang meninggal dunia sudah pasti akan meninggalkan harta benda yang
yang masih hidup. Harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang yang
sebagai calon ahli waris dari harta benda yang ditinggalkan oleh si
pewaris.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh agama di Buleleng,
yang sama mengenai kewarisan anak luar kawin. Pendapat tersebut yaitu
bahwa menurut hukum adat Bali, anak yang lahir di luar perkawinan yang
sah yang disebut anak luar kawin yang hanya dapat mewaris terhadap
harta peninggalan ibunya dan dari keluarga ibunya, begitupula bila anak
warisan, sehingga pada saat warisan tersebut sudah terbuka dan bisa
rumusan dan uraian yang beragam tentang hukum waris, pada umumnya
51
Wawancara tanggal 13 Maret 2013.
52
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata Indonesia , Cetakan Pertama,
Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006, hal. 275
53
Andasasmita, Pokok-Pokok Hukum Waris, Catatan Pertama, IMNO Unpad,
Bandung, 1984, hal. 3
Di Indonesia pada umumnya dan pada khususnya di Bali tentang
sistem hukum waris belum dapat disimpulkan secara jelas hukum waris
dalam masyarakat masih kuat dipengaruhi oleh hukum adat dan agama
hukum yang berada di luar bidang yang bersifat netral kiranya sulit untuk
Hal ini sejalan dengan teori aliran mazhab sejarah yang dipelopori oleh
agama itu dengan setia, jadi secara tegas kalau suatu masyarakat itu
agama, sosial, dan adat istiadat serta sistem kekeluargaan yang hidup
55
Wawancara tanggal 3 Maret 2013 dengan Rohaniawan di Griye Sanur
Kabupaten Badung
56
Notopuro Hardjito, 1971, Op.Cit., hal. 24.
waris di Indonesia pun beragam. Mengenai hukum yang mengatur tentang
warisan, di Indonesia terdapat tiga jenis hukum waris yang berlaku. Ketiga
jenis hukum waris tersebut yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris
Islam.
karena itu, pokok pangkal uraian tentang hukum waris adat bertitik tolak
dipengaruhi oleh sifat etnis yang ada. Secara umum sifat dan sistem
hukum waris adat tersebut terbagi atas tiga sistem besar yaitu Sistem
57
Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hal. 282.
berlaku pada masyarakat yang bersangkutan yakni garis keturunan nenek
1. Pewaris
58
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, Cetakan Kedua, Refika Aditama,
Bandung, 2007, hal. 41-42.
masih hidup kekuasaan atas harta kekayaan keluarga ada di tangannya.
2. Harta warisan
seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Harta warisan itu
terdiri dari :
anak.
b. Harta perkawinan
keturunannya.
Adalah harta yang akan diterima oleh ahli waris, tetapi karena
59
Wawancara tanggal 7 Maret 2013 dengan tokoh adat di Kabupaten Badung.
Pada masyarakat hukum adat Bali harta warisan tersebut dapat
berupa:
oleh orang tua kepada anak sah maupun anak angkatnya atau
dalam perkawinan.
a. Jiwa Dana adalah harta pemberian secara tulus ikhlas oleh orang
tua kepada anak sah maupun anak angkatnya atau oleh suami
juga mengenal harta pusaka baik yang tidak dapat dibagi-bagi berupa
harta warisan yang mempunyai nilai magis maupun harta yang dapat
turun temurun.
perkawinan, dan harta pusaka ibunya. Anak astra tidak mewaris dari
3. Ahli waris
yakni anak kandung, orang tua, saudara, ahli waris pengganti (pasambei),
kawin yang diakui sah, yang biasanya diberikan bagian harta warisan dari
ahli waris bila para ahli waris membagi harta warisan di antara mereka.
Selain itu, bisa juga diberikan harta dari pewaris baik melalui wasiat
anak luar kawin maka tidak merupakan ahli waris dari ayah biologisnya
tetapi hanya berhak mewaris harta warisan dari ibunya, hal ini dipertegas
Artinya anak astra hanya sebagai ahli waris dari harta warisan ibunya, dan
ibunya.62
dengan hukum waris yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dapat
dalam hukum waris adat Bali disamakan dengan anak luar kawin yang
61
Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Catatan Pertama, Sinar
Grafika, Jakarta, 2008, hal. 2-6.
62
Wawancara tanggal 5 Maret 2013 dengan tokoh agama di Kabupaten
Buleleng.
tidak mewaris dari ayah biologisnya. Meskipun anak astra tersebut diakui
sehingga bukan merupakan ahli waris dan tidak mendapat bagian harta
warisan sesuai porsi anak luar kawin yang diakui berdasarkan BW.
Berkaitan dengan ahli waris tidak semua calon ahli waris dianggap
menjadi tidak patut atau tidak cakap mewaris karena kematian, yaitu
sebagai berikut :
63
Eman Suparman, Op.cit, hal. 39
Apabila ternyata ahli waris yang tidak patut itu menguasai sebagian
telah dinikmatinya.
ahli waris di tempat asalnya yang disebutkan diatas dalam hukum adat
Bali keadaan tersebut dikatakan sebagai anak yang durhaka dan tidak
faktor lain dalam hukum adat Bali yang mengakibatkan ahli waris terputus
haknya sebagai ahli waris yaitu jika melakukan kawin nyeburin. Keadaan
ini juga berlaku bagi anak astra yang merupakan ahli waris dari ibunya
dasar hukum bagi ahli waris untuk mewaris sejumlah harta warisan yang
64
Zainuddin Ali, Op.cit, hal. 85.
Akan tetapi apabila ternyata seseorang tidak menentukan sendiri ketika ia
hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya maka
karena dengan sendirinya para ahli waris akan menerima harta warisan
undang-undang.
harta peninggalan pewaris juga melalui cara ditunjuk dalam surat wasiat.
dunia dan tidak dapat ditarik kembali. Surat wasiat tersebut dapat diubah
Seseorang dalam hal ini seorang ibu pada masyarakat hukum adat
hartanya dengan surat wasiat. Tindakan tersebut dalam hukum adat Bali
65
Eman Suparman, Op.cit, hal. 29
66
Eman Suparman, Op.cit, hal. 32
diatur dalam awig-awig desa. Apabila seseorang hanya menetapkan
Denpasar dapat diberikan oleh ibu kepada kepada anak astranya untuk
memberi perlindungan hak kepada anak astra tersebut. Hal ini biasa
dilakukan jika si ibu akan melakukan perkawinan dengan laki-laki lain dan
ada kemungkinan memiliki anak dari perkawinan tersebut. Selain itu pula
dalam perkawinan menurut hukum adat Bali akan membaur menjadi harta
mengatur bahwa yang menjadi ahli waris yaitu suami atau istri yang
ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Ahli waris
a. Golongan Pertama
67
Zainuddin Ali, Op.cit, hal. 85
Golongan Pertama adalah keluarga dalam garis lurus ke bawah,
istri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama, suami atau
istri yang hidup paling lama ini diakui sebagai ahli waris pada
mewarisi.
b. Golongan Kedua
c. Golongan Ketiga
ketiga terdiri atas keluarga dari garis lurus ke atas setelah ayah
dan ibu, yaitu kakek dan nenek serta terus ke atas tanpa batas
dari pewaris.
d. Golongan Keempat
ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan
menutup hak anggota keluarga lainnya dalam garis lurus ke atas maupun
tentu sebab ahli waris seperti ini tergantung pada kehendak si pembuat
tersebut tidak ada maka anak astra dapat menggantikan sebagai ahli
waris.
68
Oemarsalim,Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, Cetakan Keempat, Rineka
Cipta, Jakarta, 2006, hal. 69
Hasil wawancara dengan kelian adat di kota Denpasar mengenai
anak astra sebagai pengganti ahli waris dalam hukum adat Bali tidaklah
sampai IV dalam keluarga tersebut. Anak astra bisa saja menjadi ahli
anak astra sebagai ahli waris dalam keluarga ayah biologisnya didasarkan
keputusan keluarga dan pemuka adat dalam keluarga tersebut dan telah
waris Bali serta dalam hal memulihkan hukum melalui suatu keputusan
atau suatu ketetapan dari pejabat yang berwenang. Dari keadaan tersebut
waris anak astra menurut hukum adat Bali sesuai dengan teori keputusan
dari Ter Haar dimana akhirnya keputusan oleh tokoh masyarakat adat
yang dilakukan secara konkret, memberi bentuk konkret kepada apa yang
69
Ibid.
Hasil keputusan tersebut nantinya akan dijadikan dasar dalam
dapat dikuti dalam keadaan yang serupa. Hal ini sejalan dengan teori dari
sedemikian rupa oleh para yuris sebagai upaya sosial control dalam arti
pembangunan.
mencantumkan anak astra dalam keluarga tersebut sebagai anak sah dari
dalam pembangunan.
tersebut sebagai konsekwensi ahli waris dari hak yang diterimaya. Anak
astra yang juga merupakan ahli waris dari ibunya dan keluarga ibunya
ataupun sebagai ahli waris dari ayah biologisnya jika ia disahkan sebagai
yaitu:
70
Wawancara tanggal 8 Maret 2013, dengan klian adat.
menyemayamkan arwahnya di tempat persembahyangan
keluarga (sangah/merajan);
Anak astra yang belum disahkan sebagi ahli waris oleh ayah
dan keluarga ibunya. Anak astra juga berhak menerima hibah wasiat dari
ibunya jika ibunya kawin keluar, serta berhak menerima harta jiwa dana
maupun harta tatadan dari ayah biologisnya. Konsekwensi dari hak yang
kewajiban sebagai ahli waris menurut hukum adat bali baik kewajiban
pemeliharaan terhadap pewaris dalam hal ini ibunya dan keluarga ibunya
71
P. Windia Wayan dan Sudantra ketut , Penganantar Hukum Adat Bali, Cetakan
Pertama, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar, 2006, hal. 120
sedangkan kewajiban-kewajiban keagamaan dan adat di tempat ayah
mewakili keluarga dalam undangan adat hanya dapat diwakili oleh anak
Anak astra jika telah disahkan sebagai anak sah dikeluarga ayah
tersebut. Anak astra yang demikian berhak atas bagian waris terhadap
hukum waris adat Bali. Lembaga adat yang dimaksud adalah suatu
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat adat yang terdiri dari anggota
kawin atau untuk dapat disahkan sebagai anak sah yang bisa menjadi ahli
orang tua atau kasta ayah biologis karena faktor tersebut bersifat kumulatif
yaitu berlaku secara umum dan sama di banyak daerah di Bali, dibanding
juga faktor lembaga adat yang hanya bersifat alternatif yaitu dalam
yang dalam mayarakat Bali disebut meras pianak atau meras sentana.
dalam keluarga besar dan banjar agar masyarakat tahu bahwa sianak
telah masuk sebagai ahli waris keluarga tersebut. Hal tersebut penting
dilakukan agar jelas tanggung jawab kepada anak tersebut untuk memikul
Tahun 1974 selama ini dianggap tidak cukup memadai dalam memberikan
meskipun dalam kedudukan kasta dan sebagai ahli waris sah dalam
kuat.
diartikan sebagai suatu hak dan kewajiban secara timbal balik antara anak
kekuasaan orang tua terhadap anaknya.73 Hak dan kewajiban orang tua
72
Wawancara tanggal 16 Maret 2013, di Karangasem.
73
Soeripto, Op.Cit, hal. 270
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana dirumuskan
Pasal 45
Pasal 49
BW) mengatur tentang kekuasaan orang tua yang mencakup hak dan
diatur dalam Bab XIV yang diawali dari Pasal 329 huruf b, dimana
kekuasaan orang tua pada prinsipnya dibagi menjadi 3 bagian antara lain:
perwalian akan dipegang oleh pihak ibu hal ini sebagai akibat dari pasal
hubungan hukum antara anak luar kawin dengan ayah biologisnya yang
nyata dan terbukti bahwa antara anak dan si ayah memiliki hubungan
75
Soeripto, Op.Cit., hal. 14
maka hak alimentasi antara anak luar kawin dengan ayah biologisnya
menjadi terjalin.76
membuktikan seorang laki-laki yang mereka tunjuk adalah ayah yang telah
lingkup hukum waris, maka hak mewaris dari anak anak luar kawin
76
Ibid, hal. 269
77
Andy Hartono, Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut BW, Cetakan Ketiga,
Laksbang Presindo, Yogyakarta, 2012, hal. 20
terhadap ayah biologisnya juga meliputi hak mewaris ayah biologis
terhadap anak luar kawin, jika si anak meninggal lebih dulu daripada ayah
biologisnya dan tidak meninggalkan ahli waris dalam peringkat yang lebih
tinggi.
ayah biologisnya dapat dianalogikan dengan anak luar kawin yang telah
Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan hal ini didasarkan pada tidak
seorang anak yang telah diakui oleh orang tuanya memiliki hubungan
kedudukan waris anak astra tetap tidak sama dengan kedudukan waris
yang sah.78 “Yang diatur dalam pasal 863 BW, bila pewaris meninggal
luar kawin yang diakuinya mewaris hanya sepertiga bagian, dari yang
mereka sediakan”.79
78
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga, Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin,
Cetakan Pertama, Prestasi Pustaka, Publisher, Jakarta, 2012, hal. 273
79
Afandi, Ali, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut KUH
Perdata (BW), Catatan Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 156
b. Kewajiban pemeliharaan (alimentasi) dari anak luar kawin
anak namun juga secara berbanding terbalik akan menimbulkan hak bagi
jika si anak telah dewasa. Hal itu sebagai bentuk timbal balik yang bersifat
luar kawin tidak sebesar hak waris dari anak yang sah, namun terhadap
orang tua lebih bersifat kemanusiaan dari pada sifat hubungan hukumnya.
80
D.Y. Witanto, Op.cit, hal. 281
Kewajiban pemeliharaan yang akan ditanggung oleh si anak adalah
sampai si ayah meninggal, baik biaya hidup selama si ayah hidup sampai
penyakit dan beban itu akan ditanggung bersama dengan anak-anak dan
ayah biologis dari seorang anak luar kawin dan hakim telah menjatuhkan
terhadap anak luar kawin yang telah dinyatakan melalui putusan hakim
(inkracht), hal ini banyak dipengaruhi oleh keadaan pihak si suami jika ia
81
Andy Hartono, Op.cit, hal. 45
sehingga pada umumnya kewajiban-kewajiban terhadap mantan istri dan
dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang
dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang
82
Soeryono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan kedua, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2009, hal. 57
Penting untuk dicatat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi
Konstitusi ini berkaitan dengan status hukum dan pembuktian asal usul
Karena pada saat pembuatan akta kelahiran, status sang anak masih
sebagai anak luar kawin yang hanya diakui memiliki hubungan darah dan
kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan tanggal kelahiran ibu menyebut
83
Wawancara tanggal 15 Maret 2013.
Pelaksanaan UU RI No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
Ada dua cara untuk dapat menjadikan anak luar kawin memiliki
tersebut.
biologis dari si anak luar kawin tersebut, apabila si ayah tidak mau
anak tersebut status menjadi anak luar kawin, dalam hukum adat Bali
disebut dengan anak bebinjat. Dengan diakuinya anak luar kawin oleh
ayah biologisnya, maka pada saat itulah timbul hubungan perdata dengan
proses pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut, maka anak luar
berkepentingan yang dalam hal ini si ibu atau si anak harus membuktikan
perempuan akibatnya hanya ditimpakan kepada pihak ibu dan anak yang
Memang harus diakui bahwa jika ditelaah dari dua sudut pandang
pandangan akan hal itu, sepanjang hak-hak anak yang lahir di luar
hukum atau setidaknya dapat hidup dan tumbuh layaknya anak-anak pada
pemersatu dua insan yang diakui secara resmi dalam hukum kenegaraan
84
Soeryono Soekanto, Op.Cit., hal. 201
Anak yang lahir di luar perkawinan atau sebagai akibat hubungan
suami istri yang tidak sah, hanya mempunyai hubungan nasab, hak dan
kewajiban nafkah serta hak dan hubungan kewarisan dengan ibunya serta
dan si anak itu sendiri. Begitu juga ayah/ayah alami (genetik) tidak sah
menjadi wali untuk menikahkan anak alami (genetiknya). Jika anak yang
status hukumnya sama dengan anak luar kawin hasil zina yakni hanya
anak yang lahir dari kawin siri dan juga zina, secara hukum negara tidak
akan terlihat dari akta kelahiran si anak. Dalam akta kelahiran anak yang
lahir dari perkawinan siri tercantum bahwa telah dilahirkan seorang anak
bernama siapa, hari dan tanggal kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan
85
Soeryono Soekanto, Op.Cit., hal. 224
86
Wawancara tanggal 18 Maret 2013 dengan tokoh agama di Kabupaten
Karangasem.
tanggal kelahiran ibu (menyebut nama ibu saja, tidak menyebut nama
ayah si anak). Demikian diatur dalam Pasal 55 ayat (2) huruf a PP RI No.
Administrasi Kependudukan. 87
secara hukum juga berakibat anak luar kawin tidak mendapat warisan dari
anak yang lahir di luar kawin mempunyai hubungan hukum dengan ayah
positif dan negatif. Positif ketika para pelaku nikah siri dan zina
tatanan hukum yang telah lama dilaksanakan. Untuk mengkaji hal tersebut
lebih lanjut, maka selain digunakan sebagai tugas terstruktur, kajian ini
87
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Cetakan Pertama,
Hidakarya Agung, Jakarta, 1979, hal. 176.
88
Hasil wawancara tanggal 17 Maret 2013 di Buleleng.
89
Mahmud Yunus, Op.Cit. hal. 179.
mahkamah konstitusi sebenarnya tidak beralasan karena putusan
pada prinsipnya anak tersebut tidak berdosa dan kelahiran itu di luar
yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang
status anak luar kawin dari pandangan hukum harus dilihat dari dua aspek
antara lain:
dilakukan oleh kedua orang tua si anak atau mungkin yang sama sekali
tidak pernah ada perkawinan, maka penulis akan dapat melihat beberapa
90
D.Y. Witanto, Op cit, hal. 274
karena ia memiliki peran yang besar atas kelahiran anak
tersebut.
anak-anak dari hubungan yang tidak sah, maka hukum juga tidak
hukum.
dapat terjadi seperti anak astra pada kasus di Buleleng yang mana ibunya
tidak dikawinkan oleh ayah biologisnya dan kasus di Karang asem anak
astra yang terlahir dari ibu yang telah diceraikan oleh ayah biologisnya.
adalah merupakan anak astra. Beliau adalah anak astra dalam pernikahan
antara ayahnya dari kasta brahmana dengan ibunya yang berkasta sudra.
pihak orang tuanya meminta anak-anak tersebut sebagai anak astra agar
Kawitannya.
91
Wawancara tanggal 15 Maret 2013.
dengan hukum adat Bali. Menurut hukum adat Bali
ayah biologisnya.
biologisnya.
keputusan pemberian kedudukan anak astra sebagai ahli waris dari ayah
A. Kesimpulan
diberikan harta berupa jiwa dana dan tatadan namun itu bukan
adatnya.
ada kasus anak astra, anak ini akan jelas kedudukan hak dan
A. Buku-buku
Andy Hartono, 2012, Hak Waris Anak astra Menurut BW, Cetakan
Ketiga, Laksbang Presindo, Yogyakarta.
Ayu Putu Nantri, 1982, Kedudukan Ahli Waris Adat yang beralih Agama
Menurut Hukum Adat Waris di Kabupaten Badung, Laporan
Penelitian. Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
Korn, VE, 1972, Hukum Adat Waris di Bali, diterjemahkan serta diberi
catatan oleh I Gde Wajan Pangkat, Fakultas Hukum dan
Pengetahuan Masyarakat Universitas Udayana.
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007, Dasar-dasar Filsafat dan Teori
Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Penetje Gde, 1999, Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali, CV.
Kayumas Agung, Denpasar.
Soeripto, K.M.R.H, 1973, Beberapa Bab Tentang Hukum Adat Waris Bali,
UNEJ, Jember.
Ter Haar Bzn, 1985, Azas-azas dan Susunan Hukum Adat, diterjemahkan
oleh K. Ng. Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan: