SKRIPSI
OLEH :
KHAIRIL AKRAM
No.Stb : 040.2011.0256
FAKULTAS HUKUM
MAKASSAR
2016
YAYASAN WAKAF
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
FAKULTAS HUKUM
Sekretariat : FH-UMI Jl. Urip Sumoharjo Km.5 Kampus II UMI Tlp.:0411-44871 Fax.:0411-447936 Mks,90231
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Dasar Penetapan
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Telah mengikuti ujian Skripsi dan disahkan oleh tom penguji pada hari kamis,
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program
Adapun judul yang penulis ajukan adalah sebagai berikut : “Tinjauan Yuridis
sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagai
suatu karya ilmiah. Hal ini disebabkan oleh faktor keterbatasan penulis sebagai
manusia yang masih berada dalam proses pembelajaran. Selain daripada itu, dalam
penulisan skripsi ini penulis menganggap bahwa dalam menulis tugas akhir
merupakan salah satu cara ampuh dalam melawan rasa malas. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan partisipasi aktif dari semua pihak berupa saran dan
Alimuddin yang semenjak lahir hingga sekarang telah mendidik penulis dengan
v
ikhlas dan tiada henti-hentinya memberikan motivasi. Ibunda Hasna yang telah
hidup semoga beliau dapat beristirahat dengan tenang di alam sana. Tidak lupa pula
dengan Ibunda Juderiah yang penuh cinta dan kasih sayang membesarkan penulis
tersayang Uli, Lia dan Riri, serta seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan serta bantuan moril selama ini. Ucapan terima kasih terkhusus buat nenek
kasih sayang pengganti kasih sayang seorang ibu ketika penulis lahir semoga beliau
tenang di peristirahatan terakhirnya. Untuk itu hanya do’a yang dapat penulis
panjatkan semoga senantiasa mendapat berkah, rahmat dan tetap dalam lindungan-
Nya. Amin.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Said Sampara, SH.,MH., selaku dosen Pembimbing I dan Hj.Fauziah
2. Dr. Andi Abidin, SH., MH., dan Hasanuddin Kanenu, SH., MH., selaku dosen
penguji yang telah banyak memberikan saran dan petunjuk kepada penulis
3. Hj. Muryani Sufran, SH., MH., selaku Penasehat Akademik penulis selama
vi
4. Dr. H. Muhammad Syarif Nuh, SH., MH., selaku Dekan Fakultas Hukum
Hukum dan penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang
setimpal atas bantuan dan jasa-jasa semua pihak yang telah berupaya membantu
Penulis
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a) Monumen ........................................................................................11
viii
5) Kawasan Cagar Budaya .........................................................23
a) Penyelamatan .........................................................................29
b) Pengamanan ...........................................................................30
c) Zonasi ....................................................................................31
d) Pemeliharan ...........................................................................33
e) Pemugaran .............................................................................33
a) Penelitian ...............................................................................35
b) Revitalisasi .............................................................................36
c) Adaptasi .................................................................................36
ix
a) Pendaftaran ............................................................................47
b) Pengkajian ..............................................................................48
c) Penetapan ...............................................................................50
a. Hak .........................................................................................52
b. Kewajiban ..............................................................................53
x
e. Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Makassar ..............................119
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia di masa lampau yang kini masih banyak tersebar di pelosok negeri, perlu
penanganan secara khusus agar tinggalan budaya tersebut dapat diselamatkan dan
Undang – Undang Dasar 1945 Amandemen keempat pada Pasal 32 ayat (1) yang
berbunyi :
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Bahkan di dalam Islam pun terdapat
ayat suci Al-Qur’an yang berkenaan dengan wujud kebudayaan bendawi, yaitu :
1
2
Artinya : Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta
benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah
manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata
kehidupan dalam masyarakat tertentu merupakan pencerminan yang konkrit dari nilai
Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda. (Munandar, 2000 : 186) Dengan kata
lain dapat disimpulkan bahwa hasil kebudayaan yang bersifat kebendaan (tangible)
yaitu tinggalan budaya yang berwujud atau berupa benda dan hasil kebudayaan
pada dasarnya adalah tinggalan budaya yang bersifat kebendaan dalam hal ini
tersirat makna bahwa yang tergolong sebagai cagar budaya hanyalah tinggalan
budaya yang benda atau berwujud dengan kata lain tinggalan budaya yang tak
Cagar budaya merupakan benda hasil pikiran dan karya manusia yang berasal
dari masa lampau atau biasa disebut jaman purbakala memiliki sifat rapuh, unik,
langka, terbatas, dan tidak terbarui, sudah barang tentu sebagian diantaranya telah
hancur, rusak bahkan ada yang tinggal hanya puing-puing belaka sangat besar
3
tehnis tertentu untuk menyelamatkannya. Begitu pula keberadaan cagar budaya itu,
ada di darat (perkotaan, pedesaan, pegunungan, lembah atau di hutan) serta di air
(laut, danau, sungai atau di rawa) memerlukan pengaturan secara seksama untuk
menjamin eksistensinya.
2010 Nomor. 130 TLN tahun 2010 Nomor 5168, sebagai landasan hukum dalam
perizinan (membawa benda cagar budaya antar tempat, kota, pulau, mancanegara
dengan berlakunya Perda Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya,
dan ditingkat provinsi dengan berlakunya Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang
budaya di wilayah ini, sehingga warisan budaya nenek moyang kita, dapat
selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
budaya.
C. Tujuan Penelitian
perundang-undangan.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan judul penulisan dan rumusan masalah yang diajukan tersebut, maka
a. Segi Teori
penetapan hukum cagar budaya sebagai salah satu bahan pelajaran dalam
b. Segi Praktik
2) Bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang ingin mengetahui hak-hak,
budaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara etimologi cagar budaya berasal dari dua kata yaitu cagar dan budaya,
cagar berarti perlindungan dan kata budaya berarti hasil pikiran, akal budi manusia.
Jadi cagar budaya dapat diartikan sebagai suatu upaya perlindungan terhadap hasil
pikiran, akal budi dari manusia. Untuk hal pengistilahan cagar budaya memiliki
istilah yang berbeda-beda terlebih karena sudut pandang yang berbeda dan
perundang-undangan yang tidak lain wujudnya adalah hasil kebudayaan masa silam
yang berwujud benda atau warisan budaya bendawi , dalam pergaulan sehari-hari
dikalangan masyarakat sering kali digunakan istilah seperti barang antik, benda
Sebagai ilmu yang sangat erat kaitannya dengan cagar budaya, Ilmu Arkeologi
budaya hingga penggunaan yang spesifik seperti artefak, ekofak, fitur dan situs.
Menurut Collin Renrew dan Paul Bahn (1996: 11-12) sumberdaya budaya
adalah hasil aktifitas masa lalu, dapat berupa artefak, fitur, struktur, dan situs yang
meliputi benda, bangunan, serta lansekap dan sebagai bukti peristiwa pada suatu
lokasi tertentu. Kemudian oleh Carman (2002: 11-12) menjelaskan bahwa istilah
7
8
berkenaan dengan keseluruhan dari kehidupan masyarakat masa lampau, dan semua
fakta fisik tersebut digunakan sebagai data untuk merekonstruksi pola-pola hidup
satu lembaganya yaitu Unesco (United Nations Educational, Scientific and Cultural
memberikan definisi terkait warisan budaya yaitu ; secara garis besar warisan
budaya terdiri dari monumen, kawasan bangunan dan situs. Monumen yang
elemen atau struktur yang bersifat arkeologis, prasasti, gua hunian dan kombinasi
ciri-ciri yang memiliki nilai universal dan luar biasa dari sudut pandang sejarah,
seni atau ilmu pengetahuan. Kawasan bangunan yang dimaksud yaitu suatu
arsitektur dalam suatu lanskap tertentu memiliki nilai universal dan luar biasa yang
di pandang dari sudut sejarah, seni atau ilmu pengetahuan. Situs yaitu suatu wilayah
karya manusia atau gabungan karya manusia dengan alam termasuk situs arkeologi
(kepurbakalaan) yang memiliki nilai universal dan luar biasa dari dari sudut
pandang sejarah, estetika, titik etnologis atau antropologi. (Unesco, 1972 : 2).
Istilah cagar budaya itu sendiri sebenarnya telah lama digunakan di kalangan
antara lain:
Budaya di daerah Sulawesi selatan, dalam keputusan ini, selain istialah cagar
dan Purbakala “.
Dengan demikian istilah cagar tidak lain adalah peninggalan sejarah dan purbakala
yang berwujud benda, atau peninggalan purbakala, benda kuno, barang anti dan
lahirlah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992, maka istilah yang dipakai adalah
otonomi daerah.
11
a) Monumen
mengeluarkan peraturan guna melindungi cagar budaya, pada waktu itu pemerintah
jenis yakni monumen dapat berupa benda bergerak atau benda tak bergerak bisa
dalam bentuk kesatuan atau berkelompok serta bisa berupa sisa-sisa benda, dapat
berupa tanah atau lokasi yang didalamnya terdapat benda-benda bergerak atau tidak
begerak dimaksud, bisa juga wujud benda lain seperti tanaman, bangunan, atau
Dinas Purbakala, serta dapat berupa fosil manusia. Dari pengertian di atas juga
budaya memiliki cakupan benda-benda yang amat banyak yakni benda-benda yang
lokasi, benda-benda lainnya yang terdaftar dalam daftar monumen pusat serta fosil
dan lain sebagainya dari manusia dalam masyarakat masa lampau, dapat diteliti dan
dihimpun berdasarkan data-data atau bukti-bukti baik yang berupa bukti tertulis
maupun tidak tertulis dan bukti itulah yang biasa disebut sumber sejarah seperti:
bendanya yakni batas usia benda 50 tahun yang mengacu kepada peraturan
Monumen Staatsblad 1931 nomor 238. Meskipun sejarah terjadinya sangat relatif
bisa beberapa saat lalu, hari, bulan atau tahun yang lalu, dengan demikian sumber-
13
sumber sejarah yang berwujud benda, yang berumur 50 tahun (kuno) dapat
benda cagar budaya amat luas jika dibandingkan dengan pengertian monumen
menurut MO Staatblad 1931 Nomor 238 yang mengatur benda bergerak dan benda
14
tidak bergerak berumur 50 tahun yang memiliki nilai penting pagi prasejarah,
dengannya yang terdaftar pada daftar monumen pusat. Sedangkan benda cagar
disebutkan tersebut di atas, juga meliputi benda berharga yang tidak diketahui
dan Pemanfaatan Benda Berharga, bahwa benda berharga adalah benda yang
mempunyai nilai sejarah, budaya, ekonomi dan lainnya, sedangkan ketentuan Pasal
tersembunyi atau terpendam, yang mana tiada seorangpun dapat membuktikan hak
Dengan demikian benda berharga asal muatan kapal tenggelam didasar laut
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992. Begitu pula benda bergerak dan tidak
bergerak baik buatan tangan manusia maupun benda alam serta situs atau lokasi,
c) Cagar Budaya
Pengertian cagar budaya menurut ketentuan umum pasal 1 ayat (1) Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2010, yang selanjutnya diatur dalam pasal 1 ayat (8) Perda
Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa cara budaya itu merupakan benda
berwujud (tangible), tempatnya bisa di darat atau di air serta karena memiliki nilai
Agar lebih mudah dipahami dan lebih konkrit penulis akan menjelaskan unsur-
Ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 dan ketentuan
Pasal 1 ayat (9) Peraturan Daerah Kota makassar Nomor 2 Tahun 2013, berbunyi,
sebagai berikut:
kebendaan ini telah diatur secara jelas dalam Buku II Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata :
Berkaitan dengan benda bergerak maupun benda tak bergerak dalam hubungannya
dengan pengertian benda cagar budaya, Prof. DR. Ny. Sri Soedewi Masjchoen
pengertian menurut hukum terdapat kesamaan yaitu sifatnya yang bergerak dan
tidak bergerak. Namun pada sisi tertentu terdapat juga perbedaan terutama dari segi
Adapun kriteria cagar budaya, Pasal 5 Undang-undang nomor 11 tahun 2010 jo.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 jo. Pasal 6 Perda Nomor 2 Tahun
Benda cagar budaya dapat berupa kesatuan atau kelompok, bergerak dan
tidak bergerak, misalnya keramik asing, keramik lokal (gerabah), meja, perhiasan,
keris, makam kuno atau sejenisnya, gapura dan sebagainya, baik itu dalam kondisi
memenuhi kriteria 50 tahun atau memiliki masa gaya yang khas/mewakili masa
gaya 50 tahun seperti benda yang memiliki ornamen atau ukiran, arsitektur
tradisonal yang bersal dari 50 tahun yang lalu serta memiliki nilai penting bagi
18
Ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 dan
ketentuan Pasal 1 ayat (10) dan ayat (11) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun
bergerak. Menurut hukum pada umumnya karena sifatnya yang tidak bergerak,
kolonial atau gedung-gedung lainnya yang tentunya hasil buatan manusia maupun
bersifat alami.
“berunsur tunggal “ adalah bangunan yang dibuat dari satu jenis bahan dan tidak
yang dibuat lebih dari satu jenis bahan dan dapat dipisahkan dari kesatuannya,
19
sedangkan yang dimaksud “berdiri bebas“ adalah bangunan yang tidak terikat
dengan formasi alam, kecuali yang menjadi tempat kedudukannya. Kemudian yang
dimaksud dengan “menyatu dengan formasi alam“ adalah struktur yang dibuat di
atas tanah atau pada formasi alam lain, baik seluruh maupun bagian-bagian
strukturnya.
memberikan gambaran bahwa benda yang berasal dari jaman dahulu (dengan batas
usia 50 tahun) yang memiliki masa gaya yang khas serta memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang mempunyai ruangan dan beratap,
bisa berdinding atau tidak berdinding, buatan manusia atau benda alam dalam ilmu
seperti rumah adat, masjid tua, bangunan kolonial dan sebagainya termasuk ke
dalam jenis cagar budaya yang berupa “ bangunan cagar budaya “. Abri sous roche
adalah sebuah gua atau ceruk yang terbuat dari batu karang yang digunakan
manusia purba sebagai tempat tinggal untuk melindungi diri dari cuaca hujan dan
panas (Soekmono, 1990 : 41), selain dari itu gua-gua prasejarah semacam itu
Ketentuan Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 dan Pasal 1 ayat
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jenis cagar budaya ini agak berbeda
bagian atap dan dinding, pada bangunan cagar budaya diisyaratkan beratap serta
berdinding atau tidak berdinding, sedangka pada struktur cagar budaya tidak secara
tegas disebutkan adanya atap dan dindning, dapat menyatu dengan alam, sarana dan
prasarana.
tahun 2010 dan Pasal 8 Perda Kota Makassar Nomor 2 tahun 2013, berbunyi
sebagai berikut:
cagar budaya itu, dapat berupa benteng, pagar, saluran air atau kanal, jalan,
bendungan, dan sebagainya. Hal ini terdapat persamaan pengertian benda tak
sebelumnya.
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013 pada Bab 1 ketentuan
umum Pasal 1 ayat (12) dan Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 11 tahun
“situs cagar budaya“ ini sudah dikenal pada awal pengaturannya di Indonesia,
mengatur tentang “monumen“, perkataan yang digunakan untuk menyebut situs ini
tahun 2010, yaitu di darat dan/atau di air, oleh karena itu situs cagar budaya itu
merupakan suatu lokasi atau lahan atupun bisa perairan, rawa, sungai, danau, laut
Lokasi itu harus ada bukti hasil kegiatan manusia masa lalu yang
mengandung pengertian bahwa bukan hanya benda cagar budaya, sturktur cagar
budaya dan/atau bangunan cagar budaya yang utuh, akan tetapi termasuk situs
kejadian masa silam. Ringkasnya apabila di atas atau di dalam situs tersebut
Situs merupakan suatu lokasi, dan lokasi ini tidak lain adalah tanah yang
mengandung peninggalan sejarah dan purbakala, atau dengan kata lain tanpa
adanya suatu benda, bangunan, struktur cagar budaya didalam tanah itu, maka tanah
bangunan, struktur cagar budaya merupakan dua sisi mata uang, atau dua hal yang
tak terpisahkan bahkan dari sudut pandang hukum keperdataan yang menganut azas
“ accessie “ yaitu hak milik atas sebidang tanah meliputi segalah apa yang ada di
atas dan di dalam tanah itu (Pasal 571 KUHPerdata) ; segala bangunan yang
didirikan diatas tanah atau pekarangan dan melekat menjadi satu, adalah kepunyaan
pemilik tanah/pekarangan (Pasal 601 KUHPerdata) dan Pasal 588, bahwa segala
apa yang melekat menjadi satu benda, adalah hak milik dari pemilik benda tersebut.
Persoalan lain yang berkaitan dengan prinsip hukum adat, yaitu azas “horizontale
scheiding“ atau azas pemisahan horizontal antara tanah dan bangunan, hukum adat
menganut prinsip bahwa secara yuridis bahwa tanah terpisah dengan segala
bangunan atau tanaman yang ada di atasnya (Sri Soedewi Masjchum Sofwan, 1981
: 45-46).
menentukan : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai
23
ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2), mengatur mengenai hak mengusai oleh negara
memberi wewenang:
Negara dan instansi pemerintah menurut tata hukum di Indonesia tidak dapat
hubungan-hubungan hukum atas tanah, tentunya termasuk dalam hal ini situs cagar
timbul pertanyaan sejauh mana kewenangan negara atau pemerintah itu terhadap
cagar budaya, hal inilah yang akan menjadi penelitian dalam penulisan skripsi ini.
Ketentuan Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 dan Pasal 1
ayat (13) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, berbunyi sebagai berikut:
gambaran bahwa:
Satuan ruang geografis itu merupakan suatu areal tanah yang cukup
luas;
24
Di dalamnya terdapat paling sedikit dua areal situs cagar budaya atau
dengan berbagai jenis yaitu dapat berupa benda cagar budaya, bangunan cagar
budaya ataupu struktur cagar budaya sebagai contoh di kota makassar memliki ciri
tata ruang yang khas dengan kehadiran bangunan yang berasal dari peninggalan
Sebagai perbandingan ciri khas tata ruang di kabupaten maros dan Kabupaten
Gowa dengan cagar budaya berupa situs makam raja-raja dan Mesjid tua, kesemua
sumber alam). Cagar budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh,
unik, langkah, terbatas dan tidak terbarui, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya
perkembangan, serta tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat, oleh karena
pelaksanaan dan evaluasi yang baik dalam upaya pelindungan, pengembangan dan
pemanfaatan cagar budaya sebagai sumberdaya budaya bagi kepentingan yang luas.
Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Pasal 1 ayat (22) dan Pasal 1 ayat 25 Peraturan
tidak mengalami kemusnahan atau hancur begitu saja, mengingat nilai-nilai budaya
yang terkandung di dalam sangat penting bagi ilmu pengetahuan dan jatidiri bangsa
secara keseluruhan.
sebagai unsur dari penentuan keberadaan dan variabel tersendiri dalam cagar
budaya. Menariknya dalam penjelasan nilai penting yang dijelaskan oleh Supriadi
cagar budaya. Perbedaan penilaian terhadap cagar budaya sangat berbeda antara
26
negara, antara keyakinan, dan antara stakeholder serta sangat ditentukan oleh
landasan filosofi yang memberi nilai. “Nilai penting cagar budaya bervariasi dan
atau tafsiran tentang masa lampau bersifat relatif dan terus berubah dari waktu ke
waktu. Penafsiran juga sangat tergantung pada konteks sosial budaya sang penafsir.
Lokasi yang berbeda juga akan memberi makna yang berbeda pula terhadap cagar
Nilai penting Sejarah, apabila tinggalan budaya tersebut dapat menjadi bukti
yang berbobot dari peristiwa yang terjadi pada masa prasejarah dan sejarah,
potensi untuk diteliti lebih lanjut dalam rangka menjawab masalah -masalah
hanya mencakup bidang sosial, tapi juga berkaitan dengan bidang ilmu non
ini. Antropologi, untuk mengkaji prinsip- prinsip umum dalam bidang ini,
dan politik, dan proses-proses sosial lainnya. Arsitektur dan Teknik Sipil,
teknologi dan materi baru pada masa dibangun. Ilmu-ilmu Kebumian, untuk
alam yang dikaji dalam bidang ilmu ini. Ilmu-ilmu lain, mengandung
informasi yang sangat khusus bagi kajian ilmu -ilmu tertentu yang belum
menjadi jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas tertentu. Misalnya
28
sosial, sistem kepercayaan, dan mitologi yang semuanya merupakan jati diri
unsur-unsur keindahan baik yang terkait dengan seni rupa, seni hias, seni
keserasian antara bentang alam dan karya budaya (saujana budaya); menjadi
kini dan mendatang. Selain etnik dan estetik, nilai publik juga berpotensi
sekarang; berpotensi atau telah menjadi fasilitas rekreasi; dan berpotensi atau
memiliki peran penting dalam bidang pendidikan baik bagi anak-anak dan
tinggalan budaya yang dapat menjadi landasan dari sistem beragama dalam
beragama pada suatu wilayah tertentu. Agama merupakan suatu sistem atau
29
prinsip kepercayaan terhadap Tuhan atau Yang Maha Esa ataupun dengan
a) Penyelamatan
atau kemusnahan (Pasal 1 ayat (24) UU.No.11/2011 dan Pasal 1 Perda Kota
tindakan yang lebih bersifat tehnis seperti melakukan pemetaan situs cagar,
terpendam di dalam tanah, semua itu memerlukan metode tertentu, ilmiah serta
8), Ekskavasi penyelamatan (Salvage atau Rescue Excavation) yaitu ekskavasi yang
mengenai kondisi data dan situs arkeologi, sebagai bahan pertimbangan tentang
diketahui, baik melalui penemuan tidak sengaja maupun sengaja, yang kemudian
terancam punah.
b) Pengamanan
budaya dari ancaman dan/atau gangguan (Pasal 1 ayat (25) UU.No.11 Thn 2011
dan Pasal 1 ayat (29) Perda Kota Makassar No. 2 Thn 2013), adapun wujud
dari faktor alam atau binatang maupun ulah manusia atau vandalis, mencegah
ancaman dari binatang atau ternak dapat dilakukan dengan menjaga cagar budaya
atau melakukan pemagaran situs cagar budaya, sedangkan pengamanan dari ulah
tindakan yang dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi suatu tindak kejahatan
memberantas adanya tindak pidana. (G.W. Bawengan, 1977: 197) Melihat dari
yang dapat menimbulkan kerugian terhadap cagar budaya yang berasal dari
perbuatan manusia maupun alam baik dengan cara yang bersifat teknis arkeologis
c) Zonasi
ruang cagar budaya berdasarkan hasil kajian (pasal 72 ayat (1) UUNo.11/2011 dan
pasal 51 ayat (1) Perda Kota Makassar No.2 Thn. 2013). Sistem zonasi tersebut
32
ditegaskan dalam Pasal 73 ayat UU.No.11/2011 dan Pasal 52 ayat (3) Perda Kota
a) Zona inti;
b) Zona penyangga;
d) Zona penunjang.
Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil
terkait dengan pembagian lapisan zonasi yang dimaksud sebelumnya ; Wilayah inti
merupakan wilayah cagar budaya yang harus diamankan dan dilindungi secara total
situs tidak diperbolehkan terjadi dalam wilayah ini. Wilayah penyangga yaitu
wilayah yang terdapat disekitar (di luar) wilayah inti dapat berupa bagian lahan
yang terdapat di sisi wilayah inti, atau berupa lahan yang mengelilingi wilayah inti
yang berfungsi sebagai wilayah penyangga (buffer zone) untuk melindungi wilayah
inti dari segala bentuk ancaman, baik akibat ulah manusia maupun akibat aktifitas
alami atau biasa disebut wilayah hijau. Wilayah pengembangan merupakan wilayah
yang diperuntukkan bagi pemanfaatan cagar budaya untuk masyarakat berupa lahan
pengunjung agar tidak terlalu banyak melakukan aktifitas pada wilayah inti. (Andi
pengembangan.
33
d) Pemeliharaan
menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari (Pasal 1 ayat (27)
UU.No 11/2010 dan Pasal 1 ayat (31) Perda Kota Makassar No.2 Thn. 2013).
Sistem pemeliharaan ini diselenggarakan dengan cara manual dan kemis, secara
,cetok, linggis dan sebagainya, sedangkan secara kemis menggunakan bahan kimia
guna membasmi mikro organisme yang dapat merusak keberadaan cagar budaya.
e) Pemugaran
berusaha mengembalikan kondisi fisik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya
dan struktur cagar budaya yang rusak, sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata
letak, dan/atau teknik pengerjaan guna memperpanjang usianya (Pasal 1 ayat (28)
UU.No11/2010 dan Pasal 1 ayat (32) Perda Kota Makassar No.2/2013). Pemugaran
bangunan cagar budaya atau struktur cagar budaya yang rusak dilakukan untuk
34
yang pada umumnya bahan-bahan bangunan asli sudah banyak hilang. Dalam
hal ini kita dapat menggunakan bahan-bahan bangunan yang baru seperti cat
warna atau bahn lainnya yang bentukya harus disesuaikan dengan bangunan
yang aslinya.
keaslian bentuk bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya yang dapat
Selain perlindungan cagar budaya, hal yang penting dalam melestarikan cagar
potensi nilai, informasi dan promosi. Pengembangan merupakan upaya teknis yang
keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat pada suatu cagar
a) Penelitian
metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi
kebudayaan (Pasal 1 ayat (30) UU.No 11/2010 dan Pasal 1 ayat (34) Perda Kota
Makassar No.2 Thn. 2013). Penelitian yang dimaksud ditinjau dari tujuaannya
dapat berupa penelitian murni dan penelitian terapan atau kajian. Penelitian murni
dan Sumber Daya Mineral yang meneliti terkait Paleontologi. Penelitian terapan
atau kajian (applied research) adalah penelitian yang diarahkan untuk mendapatkan
individual maupun kelompok. Salah satu bentuk penelitian terapan yaitu kajian
zonasi yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan amanat
b) Revitalisasi
fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai
budaya masyarakat (Pasal 1 ayat (31) UU.No 11/2010 dan Pasal 1 ayat (35) Perda
Kota Makassar No.2 Thn. 2013). Revitalisasi cagar budaya dapat dilakukan dengan
istirahat (gazebo, dan tempat duduk), taman, MCK, dan sarana umum lainnya.
c) Adaptasi
lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas
yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada
37
bagian yang mempunyai nilai penting (Pasal 1 ayat (32) UU.No 11/2010 dan Pasal
1 ayat (36) Perda Kota Makassar No.2 Thn. 2013). Konsep adaptasi pada suatu
cagar budaya lebih menekankan pada kebutuhan masa kini. Sebagi contoh sebuah
bangunan cagar yang sifatnya living monument (warisan budaya yang masih
berfungsi semula) yang karena kebutuhan masa kini akan dibuat atau ditambahkan
fasilitas umum (toilet) yang bertujuan menyesuaikan fungsi suatu bangunan cagar
budaya.
kelestariannya. (Pasal 1 ayat (33) UU.No 11/2010 dan Pasal 1 ayat (37) Perda Kota
Makassar No.2 Thn. 2013) Pemanfaatan cagar budaya dimaksudkan segala bentuk
upaya berbagai pihak untuk memanfaatkan cagar budaya demi kepentingan dan
sebagai tempat beribadah. Sebagai contoh Mesjid Tua Katangka yang ada di
budaya yang hingga sekarang tetap dijadikan tempat beribadah umat muslim
setempat.
cagar budaya tak bergerak berupa Menhir (batu tegak) yang berada di
kabupaten Toraja hingga sekarang tetap dijadikan objek upacara adat dalam
dijadikan salah satu objek wisata yang dapat menarik pengunjung lokal
5. Pemanfaatan cagar budaya untuk kepentingan ekonomi dalam hal ini suatu
situs ataupun kawasan cagar budaya yang telah dimanfaatkan sebagai objek
wisata dapat berdampak pada warga sekitar situs atau kawasan cagar budaya
berada terkhusus warga yang memiliki usaha seperti toko campuran. Hal ini
dari kata autonomie dari bahasa Yunani, yakni terdiri dari kata autos berarti sendiri
sebagian urusan pemerintah yang diserahkan atau dibiarkan sevagai urusan runah
otonomi dimaknai sebagai kemandirian atau kebebasan, tetapi otonomi tetap bukan
mengurus pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangganya. (Bagir Manan &
Dalam cerminan pemberian tanggung jawab ini Wirjono Prodjodikoro (1983 : 116)
(desentralisasi) dan
(dekonsentrasi)
40
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Adapun dalam pengaplikasian prinsip
bagi pelaksanaan azas tugas pembantuan (medewind). Dengan kata lain, Undang-
undang No. 32 Th. 2004 ini menganut tiga azas dalam penyelenggaraan
1. Azas Desentralisasi
berasal dari bahasa latin yaitu de berarti lepas dan centrum berarti pusat. Sehingga
oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
dalam Pasal 12 ayat (1) dipertegas bahwa ; Urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab Daerah sepenuhnya. Dalam hal
perangkat Daerah itu sendiri, yaitu terutama Dinas-dinas Daerah (1981 : 77).
2. Azas Dekonsentrasi
Oleh karena itu tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah
pembiayaannya.
tersebut dapat terjadi dari pemerintah (Presiden, Menteri, Direktur Jenderal, dan
lain-lain) kepada pejabat-pejabat Pemerintah (pusat) di daerah, yang dalam hal ini
terdiri dari dua kelompok yaitu Gubernur sebagai wakil pemerintah dan Kepala
Instansi Vertikal. Pelimpahan wewenang dapat terjadi pula dari Kepala Wilayah
kepada Kepala Wilayah tingkat bawahan atau dari Kepala Instansi Vertikal kepada
Kepala Instansi Vertikal tingkat bawahannya, (Solly Lubis, 1992 : 159). Tetapi
42
Tahun 2004 juga membedakan desentralisasi dengan tugas pembantuan sebagai dua
azas yang berbeda satu sama lain. Padahal menurut berbagai literatur baik di
tugas pembantuan hanya bersifat “gradual” (Bagir Manan & Kuntana Magnar, 1997
: 275-276). Dalam Pasal 1 ayat 9 UU No. 32 Tahun 2004, Tugas pembantuan adalah
penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi
lapangan hukum tata negara dan hukum administrasi negara merupakan akibat dari
perbuatan hukum. Sebuah negara hukum yang menjadikan azas legalitas sebagai
tertentu.
43
Utrecht berpendapat bahwa “tugas” itu adalah functie atau kekuasaan dan
tugas eksekutif dan tugas yudikatif). Pernyataan ini di pertegas A.L.N. Kramer Sr
dalam kamus Hukum Belanda (Belanda – Indonesia dan Indonesia – Belanda) yang
sebagai regeeringstaak. (Solly Lubis, 1992 : 55) Dalam literatur lain menjelaskan
organ tertentu.
Kemudian dalam hal pelestarian cagar budaya Pemerintah Kota Makassar sesuai
dengan Pasal 12 Perda Kota Makassar No. 2 Thn. 2013 memiliki Tugas sebagai
berikut :
Sr. menerjemahkan macht en recht hebbend, dan pada bagian lain menerjemahkan
adalah pelaksana teknis urusan yang dimaksud dalam tugas. Kemudian mengenai
perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara (Ridwan HR, 2010 : 102) yaitu ;
Daerah Kota Makassar No. 2 Tahun 2013 tentang wewenang pemerintah dan
Pasal 13
Pasal 14
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (8) Perda Kota Makassar No.2 Tahun
2013 dan Pasal 1 ayat (1) UU.No.11 Tahun 2010, bahwa cagar budaya merupakan
suatu “warisan budaya” yang melalui proses penetapan, atau dengan kata lain
warisan budaya itulah yang ditetapkan menjadi cagar budaya dengan demikian
pejabat administrasi dapat dikatakan cagar budaya tersebut tidak ada melainkan
hanya suatu warisan budaya bendawi. Penetapan warisan budaya menjadi cagar
dan penetapan.
a) Pendaftaran
Ketentuan Pasal 24 Perda Kota Makassar No. 2 Tahun 2013 yang berbunyi :
(Pasal 24 ayat (4) Perda Kota Makassar No.2 Tahun 2013 dan Pasal 29 ayat (5)
benda, bangunan, struktur, lokasi yang diduga sebagai cagar budaya (Pasal
2010);
diduga sbagai cagar budaya (Pasal 23 ayat (1) UU.No. 11 tahun 2010);
b) Pengkajian
Hasil pendaftaran diserahkan kepada tim ahli cagar budaya untuk dikaji
kelayakannya sebagai cagar budaya atau bukan cagar budaya (Pasal 26 ayat (1)
Perda Kota Makassar No. 2 Tahun 2013 dan Pasal 31 ayat (1) UU.No.11 tahun
49
klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis
yang disusulkan untuk ditetapkan sebagai cagar budaya (Pasal 26 ayat (2) Perda
Kota Makassar No.2 Tahun 2013 dan Pasal 31 ayat (2) UU.No.11 Tahun 2010).
Pengkajian dilakukan oleh tim ahli cagar budaya, yaitu kelompok ahli pelestarian
dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan
ayat (13) UU.No.11 Tahun 2010), dan kurator melakukan pengkajian terhadap
koleksi Museum yang selanjutnya diserahkan kepada tim ahli cagar budaya.
Tim ahli cagar budaya dibentuk dan ditetapkan (Pasal 31 ayat (3) UU.No.11 Tahun
2010) dengan:
Dalam melakukan, Tim Ahli Cagar Budaya dapat dibantu oleh Unit Pelaksana
Tehnis atau kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang cagar
budaya (Pasal 26 ayat (3) Perda Kota Makassar No. 2 Tahun 2013).
c) Penetapan
lama 30 ( tiga puluh ) hari setelah rekomendasi diterima dari tim ahli cagar budaya
geografis yang didaftarakan layak sebagai cagar budaya (Pasal 33 ayat (1)
2010), kemudian setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik
cagar budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa (Pasal 33 ayat (2)
Situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya yang berada di 2 (dua)
situs cagar budaya atau Kawasan cagar budaya yang berada di 2 (dua ) Provinsi
atau lebih ditetapkan sebagai cagar budaya Nasional (Pasal 34 ayat (1) dan (2)
UU.No.11 Tahun 2010). Kemudian benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan
ruang geografis yang memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia
tim ahli cagar budaya sesuai dengan tingkatannya (Pasal 36 UU.No. 11 Tahun
2010).
pemanfaatan zona cagar budaya untuk tujuan rekreatif, adukatif, apresiatif, dan/atau
religi. System zonasi cagar budaya terdiri atas : zona inti, zona penyangga, zona
yang dapat dilakukan terhadap lingkungan alam di atas cagar budaya baik di darat
dan/atau di air. Sedangkan mengenai luas, tata letak, dan fungsi masing-masing
peningkatan kesejahteraan rakyat (Pasal 52 Perda Kota Makassar No. 2 tahun 2013)
Tim Ahli cagar Budaya. Kemudian ditetapkan dengan Peraturan Walikota (Pasal
e. Jumlahnya terbatas.
a. Hak
Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk (Pasal 15 Perda Kota Makassar
negara (Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) Perda Kota Makassar No.2 Tahun
2013);
- Setiap orang yang memiliki dan menguasai cagar budaya yang telah
Walikota (Pasal 21 ayat (3) Perda Kota Makassar No.2 Tahun 2013);
- Setiap orang yang telah ikut serta dan berperan serta dalam kegiatan
- Setiap orang yang memiliki dan menguasai cagar budaya yang akan
pemerintah daerah atas upaya pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau
yang dikuasai (Pasal 41 ayat (1) Perda Kota Makassar No.2 Tahun 2013);
atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat atau yang memaksa untuk
2013)
b. Kewajiban
cagar budaya budaya (Pasal 16 ayat (1) Perda Kota Makassar No. 2 Tahun
2013);
budaya, struktur cagar budaya, dan/atau lokasi yang diduga situs cagar
budaya (Pasal 17 ayat (1) Perda Kota Makassar No.2 Tahun 2013);
- Setiap yang rusak, hilang, atau musnah cagar budaya yang dikuasai dan/atau
memperhatikan fungsi sosialnya (Pasal 20 ayat (1) Perda Kota Makassar No.2
Tahun 2013);
- Setiap orang yang memiliki dan menghuni cagar budaya yang telah
pada bagian yang mudah dilihat (Pasal 21 ayat (4) Perda Kota Makassar No.2
Tahun 2013);
dikuasainya (Pasal 21 ayat (6) Perda Kota Makassar no.2 tahun 2013);
budaya wajib menjaga dan merawat cagar budaya dari pencurian, pelapukan,
atau kerusakan baru (Pasal 45 ayat (3) Perda Kota Makassar No.2 Tahun
2013);
- Setiap orang wajib melakukan pengamanan atas cagar budaya yang memiliki
dan/atau dienguasainya (Pasal 46 ayat (2) Perda Kota Makassar No.2 Tahun
2013);
dikuasainya (Pasal 53 ayat (1) Perda Kota Makassar No.2 Tahun 2013)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
penelitian ini yaitu hukum sebagai law in action, dideskripsikan sebagai gejala
sosial yang empiris. Dengan pendekatan yuridis empiris diharapkan pada penelitian
lapangan dapat dilihat fakta-fakta yang terdapat pada pengaturan pelestarian cagar
budaya di Kota Makassar. Atau dengan kata lain, kesesuaian antara law in books
dengan law in action atau kesesuaian antara das sollen dengan das sein.
B. Lokasi Penelitian
Ruang lingkup lokasi dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah administrasi
maupun wilayah teritorial laut yang ada di Kota Makassar. Lokasi penelitian
Selatan ataupun instansi Pemerintah Pusat yang ada di Kota Makassar. Pemilihan
lokasi Kota Makassar selain karena berdasarkan judul penelitian dan juga karena
Kota Makassar merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan laju
bendawi. Selain itu, perhatian khusus telah mulai tertuju pada pelesatarian warisan
budaya bendawi secara Internasional maupun nasional yang dijadikan sebagai bukti
56
57
penelitian yang berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan sumbernya, data terdiri
dari data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan data
sekunder.
1. Sumber Data
a. Data lapangan, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan
b. Data kepustakaan, yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber atau
penelitian.
2. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya.
terdiri dari :
atau makalah.
dan informasi lain yang ada dengan permasalahan yang akan diteliti dalam
E. Analisis Data
Analisis data yaitu pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian
Terhadap data primer yang didapat dari lapangan terlebih dahulu diteliti
primer inipun terlebih dahulu di korelasi untuk menyelesaikan data yang paling
relevan dengan perumusan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Data
sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis,
sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil data penelitian
Deskriptif adalah pemaparan hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu
gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematis terutama mengenai fakta yang
pencerminan jati diri bangsa Indonesia yang beraneka ragan bentuk, jenis dan
Menurut macamnya ada berupa benda-benda bergerak dan tak bergerak, misalnya
arca, ukiran, alat-alat rumah tangga, alat-alat upara, naskah, gedung, rumah, bekas
settlement, benteng dan lain-lain. Menurut bahannya ada peninggalan sejarah dan
kepurbakalaan yang dibuat dari batu, tulang, logam, kertas, kulit dan lain-lain.
Sedangkan menurut fungsinya ada yang berupa Candi, Kuil, Klenteng, Gereja,
Kraton, Pura, Mesjid, Punden berudak, alat perhiasan, alat atau benda upacara
warisan budaya yang berhasil di inventarisasi melalui data yang diperoleh dari
Balai Pelestarian Cagar Kota Makassar wilayah kerja propinsi Sulawesi Selatan,
Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara, dimana Badan tata usaha Negara ini
kepurbakalaan.
61
62
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Daerah Kota Makassar No. 2
Tahun 2013 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya di Kota Makassar
terdapat beberapa jenis warisan budaya seperti benda cagar budaya, bangunan
cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar
bentuk yang berbeda – beda agar nantinya tidak terjadi salah kaprah dalam
menentukan suatu benda yang dapat digolongkan sebagai cagar budaya. Untuk
jenis dan bentuk warisan budaya yang masih memerlukan identifikasi untuk
Tabel 1.
Jumlah Warisan Budaya yang telah terinventarisasi
Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar
2. Benteng 90 7,99 %
3. Makam Kuno
334 29, 66 %
4. Mesjid Kuno
33 2,93 %
5. Peninggalan Prasejarah
251 22,29 %
6. Perkampungan Tua
6 0,53 %
7. Rumah Adat
49 4,35 %
8. Situs Bawah Air
29 2,58 %
Warisan budaya
9.
Bergerak 4 0,35 %
terdapat sedikitnya 11 jenis warisan budaya dengan jumlah total mencapai 1.126
pada tahun 2016, kesemuanya warisan budaya tersebut tersebar ditiga provinsi
atau dengan kata lain berada dalam wilayah kerja Balai Pelestarian Pninggalan
64
Perwira Kodam XIV Hasanuddin jalan Sungai Katangka, Rumah Sakit Stella
Jenis makam kuno, sebanyak 334 buah atau berkisar 29,66 % meliputi
warisan budaya seperti ; Makam para tokoh Islam, Kompleks Makam Raja-raja
kuno meliputi bangunan – bangunan mesjid 33 buah atau 2,93 % yang telah
dibangun pada masa periodesasi Islam berkembang maupun bangunan Islam yang
dibangun pada masa kolonial dan pasca kemerdekaan yang memiliki nilai penting
seperti ; Mesjid Tua Katangka, Mesjid Agung Keraton Buton, Mesjid Kuno
benteng 90 buah 7,99 % baik yang berasal pada masa penjajahan, masa pasca
yang mencirikan suatu suku ataupun wilayah tertentu contohnya seperti ; Rumah
Adat Tongkonan, Rumah Adat, Istana Datu Luwu, Rumah Adat Bola Soba di
Bone, Istana Balla Lompoa, dan sejenis lainnya. Jenis warisan budaya
yang berwujud suatu kompleks wilayah adat baik yang terdiri atas rumah, lahan
bercocok tanam, lahan dan benda – benda untuk upacara adat, kompleks
Peninggalan prasejarah ada 251 buah atau berkisa 22,29 % dapat berupa
seperti ; artefak batu, manik-manik, moko, perhiasan dari logam, gerabah. Punden
berundak, Gua atau leang misalnya Taman Gua Prasejarah Leang- Leang di
Kemudian jenis warisan budaya yang berwujud suatu situs bawah air
tercatat 29 lokasi atau sekitar 2,8 % merupakan suatu lokasi di bawah air baik itu
di laut, rawa, sungai, danau, dan jenis perairan lainnya, dimana ditemukan benda
– benda kuno seperti keramik asing, bangkai pesawat tua, kapal tua yang karam,
meriam kuno, jangkar kapal tua dan lainnya contoh situs bawah air yaitu ; situs
66
kodingareng keke, situs Taka Bulango di Pangkep, Situs Kapal Karam di Perairan
Buton, ataupun Situs Kapal Karam VOC di sungai di kabupaten Malili.- dan
sebagainya.
Klasifikasi jenis warisan budaya bergerak dan warisan budaya tak bergerak
ada 24 buah atau 2,13 % merupakan wujud paling dasar dalam pengelompokan
jenis warisan budaya yang ada, karena kedua jenis (warisan budaya bergerak dan
tak bergerak) ini nantinya menjadi cikal bakal benda cagar budaya yang
sebagainya, baik itu berasal dari zaman prasejarah maupun zaman setelah
Uang Kuno, Alat Musik Kuno dan lain sebagainya. Sedangkan contoh jenis
warisan budaya tak bergerak seperti ; Menhir (Batu Tegak) di Toraja, Lumpang
Batu, Arca, dan lain sebagainya. Klasifikasi yang terakhir yaitu digunakan istilah
dapat berupa bagian atau sisa-sisa suatu bangunan, struktur yang dapat
digolongkan sebagai warisan budaya sehingga data yang didapatkan tidak begitu
warisan budaya semacam ini perlu pengkajian dan penelitian lebih lanjut untuk
Jumlah
No. Jenis warisan
Warisan Persentase
budaya Keterangan
Budaya (%)
Bangunan
1. 149 76,80
Kolonial
2. Benteng 9 4,64
6. Lain-lain 3 1,55
Data pada tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa warisan budaya yang ada di
Kota Makassar didominasi bangunan colonial terdapat 149 bangunan dari jumlah
194 warisan budaya atau berkisar 76,80 %, atau dengan kata lain dari 230
Makassar, kemudian benteng ada 9 lokasi atau 10 %, Makam kuno 26 atau 7,78
%, Mesjid tua 4 bangunan atau 12,12 %, Situs bawah air 3 atau 10,34 %, dan
68
lainnya 3 lokasi atau 3,95 % semua warisan budaya yang ada di Kota Makassar
yang dihitung dari total warisan budaya yang terinventarisasi di tiga Provinsi.
orang, dan yang dikuasai oleh Negara, serta yang tidak diketahui pemiliknya, hasil
Hasil pendaftaran tersebut diserahkan kepada Tim ahli Cagar Budaya untuk
struktur, lokasi dan stuan ruang geografis yang didaftar layak sebagai cagar
budaya atau bukan cagar budaya (Pasal 26 Perda No.2 Tahun 2013)
Adapun kriteria benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang georafis
didasarkan pada nilai sejarah, nilai ilmu pengetahuan, nilai pendidikan, nilai
agama, nilai kebudayaan, nilai arsitektur, dan nilai sosial serta keaslian,
kelangkaan, kejamakan, dan umurnya (Pasal 38 ayat (1) Perda No.2 Tahun 2013).
cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak
benda atau warisan budaya sebagaimana pada tabel 3, koleksi UPTD Museum
69
Kota Makassar, bahkan jenis warisan budaya bergerak ini banyak dikuasai
dan/atau dimiliki oleh masyarakat dan banyak sekali bentuk dan macamnya,
dalamnya. Demikian pula benda-benda yang ditemukan atau terdapat dalam situs
bawah air pada umumnya berasal dari muatan kapal tenggelam ataupun kapalnya
sendiri, dapat berupa keramik asing, perhiasan dan sebagainya. Benda - benda
atau warisan budaya yang dijelaskan sebelumnya itulah yang akan ditetapkan
Tahun 2013, memberi pengertian bahwa bangunan cagar budaya adalah suatu
susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau buatan manusiauntuk
budaya yang berupa bangunan kolomial, dan Mesjid kuno yang ada di Kota
Makassar, tersebut pada tabel 2 yang akan ditetapkan sebagai “ Bangunan Cagar
Budaya “.
Begitu pula pengertian Pasal 1 ayat (11) Perda Kota Makassar Nomor 2
Tahun 2013, bahawa struktur cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat
dari benda alam dan/atau buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung
struktur atau warisan budaya yang berupa Benteng sebagaimana pada tabel 2,
secara signifikan, sebagian ada yang memasukkan sebagai struktur, sebagian ada
yang menggolongkan sebagai benda tak bergerak, hal ini dengan mengambil
Struktur, oleh karena tidak beratap, dan “Candi Prambanan“ atau Candi Loro
Hal mengenai warisan budaya “Lain - lain“ pada tabel 2 serta jenis warisan
budaya berupa makam kuno, tidak dijelaskan lebih jauh dalam skripsi ini, akan
lebih baik jika hal ini menjadi wilayah Tim ahli cagar budaya.
Tahun 2013, memberikan pengertian bahwa Situs cagar budaya adalah lokasi
yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya,
bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan
manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Ketentuan ini memberikan gambaran
bahwa lokasi atau lahan tempat warisan budaya : benda, bangunan dan/atau
struktur sebagaimana pada tabel 2, itulah yang akan ditetapkan menjadi situs
Kawasan cagar budaya menurut ketentuan Pasal 1 ayat (13) adalah satuan
ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya
dengan kawasan cagarbudaya ini, sebagaimana data pada tabel 2 , terdapat 149
buah bangunan kolonial atau 76,80 % dari seluruh warisan budaya yang ada di
71
Kota Makassar, ini berarti ada 149 bangunan yang menempati ruang atau lokasi
yang akan ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya dan situs cagar budaya.
Sebagai contoh kondisi tata ruang yang khas, beberapa bangunan beserta
Makassar dan seterusnya, merupakan potensi ruang yang dapat ditetapkan sebagai
kerakyatan.
hak untuk berbuat atau tidak berbuat, dalam hukum, kewenangan sekaligus berarti
hak dan kewjiban (rechten en plichten), dalam kaitan dengan otonomi daerah
Nomor 2 Tahun 2013 tentang pelestarian cagar budaya. Dengan demikian dapat
desentralisasi.
73
Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Pemerintah daerah
didelegasikan kepada Gubernur dan Walikota sebagai Badan atau pejabat yang
pelimpahan suatu weweang yang telah ada oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara lainnya, jadi suatu delegasi
Pelestarian Cagar Budaya ( Lembaran Daerah Kota Makassar Tahun 2013 Nomor
Pasal 1
Pasal 2
Memerintahkan kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Pasal 3
Pasal 4
harus dilaksanakan oleh Kepala Dinas, sebagai pejabat atau organ bawahannya.
John Austin bahwa perintah yang dibuat oleh pribadi-pribadi tertentu atau badan
tertentu ada yang disebut dengan perintah hukum, yang dipersenjatai sengan
otoritas, selama perintah tersebut sah secara hukum dan dilakukan sesuai dengan
dijalankan dan bagi yang mengabaikannya dapat dikenakan sanksi hukum. (Munir
Fuady, 2014 : 96 ).
beberapa konsep yang satu sama lain berbeda arti dan penekanan yang terbit dari
dapat diartikan sebagai suatu “perintah hukum“ kepada Kepala Dinas untuk
administrasi Negara.
.... pada Mandat disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru
maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau pejabat TUN yang satu
Dinas untuk :
2013) ;
dengan juknis;
penyusunan juknis.
Perangkat Daerah Kota Makassar ini merupakan instansi daerah yang berperan
sebagai lini sektor pelestarian cagar budaya di Kota Makassar, melalui tugas
77
pokok dan fungsi yang dimiliki, yang bekerja di bawah Undang-undang Nomor
11 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013.
Kebudayaan kota Makassar sebagai salah satu Satuan Perangkat Daerah Kota
Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
dalam penguasaannya;
Berdasarkan uraian ketentuan tersaebut di atas, maka salah satu tugas pokok
yang dikaitkan tugas pokok dan fungsi Dinas tersebut, maka pengaturan
dalam arti kewenangan berada pada Kepala Dinas selaku Badan atau Pejabat Tata
sendiri sebagian urusan pemerintah yang diserahkan atau dibiarkan sebagai urusan
rumah tangga satuan pemerintanhan lebih rendah yang bersangkutan. Jadi esensi
jawab sendiri dalam mengatur dan mengurus pemerintahan yang menjadi urusan
rumah tangganya.
Kebudayaan yaitu Bapak Rukkudin sebagai Kepala Bidang Kebudayaan dan Ibu
Andi Nilam sebagai Kepala Seksi Cagar Budaya mengemukakan bahwa hingga
saat ini dalam menjalankan serangkaian tupoksi dinas pendidikan dan kebudayaan
khususnya bidang cagar budaya masih dalam tahap pendataan untuk menghimpun
keseluruhan data – data warisan budaya yang nantinya akan diverifikasi oleh Tim
menjadi hal yang paling mendesak dalam rangka pelestarian cagar budaya. Beliau
kendala utama yang dihadapi oleh pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,
kegiatan pendataan warisan budaya sangat lamban karena kedua varibel tersebut
Sarundajang, 1999 : 27 (dikutip dari Agus Santoso : 3013 : 122-123) bahwa sifat
dalamnya ciri-ciri :
yang seluruhnya bukan terdiri dari pejabat pusat, tetapi pegawai pemerintah
daerah;
sendiri.
Pandangan yang dinyatakan baaik oleh Bagir Manan dan Kuntana Magnar,
maupun oleh Sarudajang tersebut tersirat makna, bahwa urusan rumah tangga
dalam hal ini pengaturan pelestarian cagar budaya telah menjadi otonomi
dengan inisiatif Dinas selaku lini sektor baik pengaturan, pelaksanaan dan
dan pelestarian cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13
Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013 (sebagaimana telah diuraikan dalam
Merujuk pada prinsip otonomi pelestarian cagar budaya, maka hal-hal yang
cagar budaya dan/atau struktur cagar budaya (Pasal 18 dan Pasal 28 ayat (2)
2. Peraturan mengenai pemberian insentif bagi setiap orang yang memiliki dan
setiap orang yang memiliki cagar budaya yang telah ditetapkan (Pasal 21
dikuasainya (Pasal 21 ayat (6) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013);
6. Peraturan mengenai izin Walikota bagi setiap orang yang akan mengalihkan
Tahun 2013);
10. Peraturan mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan sanksi administrasi
Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013 ), yang bersifat mengikat setiap orang atau
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum,
bentuk “Peraturan“ yang bersifat abstracto dan mengikat setiap orang. Suatu
Kepala Dinas, sesuai dalam Peraturan walikota Makassar Nomor 82 Tahun 2013
merupakan perintah tata usaha yakni Kepala Dinas selaku instansi yang
1. Izin Walikota, pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya
lingkungan cagar budaya (Pasal 21 ayat (8) Perda Kota makassar Nomor 2
Tahun 2013 );
5. Izin pemugaran bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya, oleh
suatu cagar budaya (Pasal 57 ayat (2) Perda Kota Makassar Nomor 2 tahun
2013) ;
7. Izin Walikota, mengubah fungsi ruang situs cagar budaya dan kawasan
cagar budaya, berdasarkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang dan
85
wilayah Kota Makassar (Pasal 60 ayat (1) Perda kota Makassar Nomor 2
Tahun 2013);
8. Izin untuk mengubah fungsi ruang dan bangunan situs cagar budaya yang
berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur cagar
dan promosi cagar budaya (Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3) Perda Kota
10. Izin Pemerintah daerah atas pemanfaatan cagar budaya yang dapat
yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dan dapat
11. Izin Walikota, pemanfaatan cagar budaya peringkat kota dengan cara
perbanyakan (Pasal 65 ayat (1) dan ayat (3) Perda Kota makassar Nomor
2 Tahun 2013).
2013 bahwa:
(1) Pengelolaan cagar budaya yang telah memiliki izin wajib menyesuaiakan
peraturan perundang-undangan. N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge ( dalam Ridwan
HR, 2011 : 199) antara lain mengemukakan bahwa dengan memberi izin,
tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu
atasnya.
DPRD.
secara umum dapat dikatakan, kewenangan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha
umum Pasal 1 ayat (4) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, bahwa yang
dimaksud Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Makassar, dan Pasal 1 ayat
(5) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, bahwa yang dimaksud dengan
Izin yang diberikan dengan persetujuan DPRD. Hal lain yang menarik, yaitu
ketentuan Pasal 60 ayat (1) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, bahwa
setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang situs cagar budaya atau kawasan
cagar budaya peringkat kota baik sebagian maupun seluruhnya, kecuali dengan
Ketentuan Pasal 60 ayat (2), disana diatur larangan pemberian izin oleh
Walikota untuk mengubah fungsi ruang dan bangunan situs cagar budaya yang
berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur cagar budaya
Intinya adalah bahwa norma atau kaedah dalam hal revitalisasi yaitu untuk
mengubah fungsi ruang cagar budaya berupa situs cagar budaya dan kawasan
cagar budaya hanya dapat dilakukan atas dasar izin dari Walikota, sedangkan
norma atau kaedah dalam hal revitalisasi yaitu mengubah fungsi ruang situs cagar
budaya cagar budaya yang berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya,
dan struktur cagar budaya yang menjadi asset Pemeruntah daeah harus dengan
persetujuan DPRD.
88
Kranenburg Vegting dan Van Der Pot (dalam E.utrecht, 1954 : 130),
perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang
izin yang dikeluarkan oleh Walikota Makassar berdasarkan Pasal 60 ayat (2)
Makassar Sebagai Badan atau pejabat Tata Usaha Negara, yang dikecualikan
menurut Pasal 60 ayat (2) adalah cagar budaya yang merupakan asset Pemerintah
dalam hal dispensasi peristiwa yang diberi dispensasi itu harus terbatas/tertentu,
: 53)
yang diberikan oleh pemerintah Daerah atau Pemerintah Kota Makassar dan izin
Makassar.
peraturan dasar menentukan bahwa persetujuan instansi lain itu diperlukan karena
instansi lain tersebut akan terlibat dalam akibat hukum yang akan ditimbulkan
dengan cagar budaya yang bukan aset pemerintah kota, artinya membedakan
cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, namun tak kalah
penemuan benda yang diduga benda cagar budaya, bangunan yang diduga
banguan cagar budaya, struktur yang diduga struktur cagar budaya dan/atau
90
lokasi yang diduga situs cagar budaya (Pasal 23 ayat 1 UU.No.11 Tahun
2010 dan Pasal 17 ayat (1) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013),
(tiga puluh ) hari, sejak penemuan dimaksud ( Pasal 17 ayat (1) Perda
alih oleh Pemerintah daerah (Pasal 17 ayat (1) Perda Kota Makassar
diambil alih oleh pemerintah daerah (Pasal 17 ayat (2) Perda Kota
dan Pasal 21 ayat (1) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, adapun
lama 30 ( tiga puluh ) hari sejak rusak, hilang atau musnahnya cagar
dan Pasal 21 ayat (1) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013);
dalam waktu 30 hari, dapat diambil alih oleh Pemerintah daerah (Pasal
atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar budaya disita oleh
aparat penegak hukum, apabila diminta oleh aparat penegak hukum. Dalam
ruang geografis yang diduga cagar budaya yang disita oleh aparat
b) Cagar budaya atau benda, bangunan, struktur, lokasi atau satuan ruang
geografis yang diduga sebagai cagar budaya yang disita oleh aparat
kebudayaan.
tata Usaha Negara yaitu Kepala Dinas pendidikan dan Kebudayaan sebagai
Undang-udang Nomor 11 Tahun 2010 maupun oleh Perda Kota Makassar nomor
93
dengan ketiga hal yang diuraikan tersebut sebagai wujud dari bagian
Makassar.
Kota Makassar, Satuan Kerja Perangkat Daerah ini memiliki tugas pokok dan
fungsi di bidang kebudayaan, dengan posisi yang demikian itu, maka seyogyanya
tersedia dan cukup memadai, langkah yang paling tepat adalah merumuskan atau
wewenang Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara membuat peraturan kebijakan
dengan azas-azas umum Pemerintahan yang layak- antara lain azas persamaan
lain-lain.
Hal sama juga dikemukakan oleh philipu M.Hadjon dkk ( 1999 : 152 )
tertentu, antara lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan
kebijakan (beleidsregel, policy rule). Produk semacam peraturan ini tidak terlepas
dari kaitan penggunaan freies ermessen, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha
bahwa pengaturan pelestarian cagar budaya di Kota Makassar, atau denganj kata
Badan atau Pejabat tata Usaha Negara diberi tugas dan tanggung jawab di bidang
ini.
atas, dalam rangka pelestarian cagar budaya di Kota Makassar, Perda Kota
2013);
budaya, lokasi sebagai situs cagar budaya atau satuan ruang geografis
sebagai kawasan benda cagar (Pasal 28 ayat (1) Perda Kota Makassar
7) Penetapan sistem zonasi sesuai dengan keluasan Situs cagar budaya atau
2013);
Pejabat Tata Usaha yang bersangkutan, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Makassar sebagai badan yang diberi tugas dan wewenang untuk
peraturan apabila isinya berlaku secara umum dan keputusan selalu ketetapan
96
apabila isinya berlaku dan mengikat seseorang atau individu saja. Akan tetapi
peraturan itu tidak selalu keputusan sebab keputusan itu dapat merupakan
Penting diketahui bahwa semua warisan budaya baik itu mengenai, benda,
Pasal 1 ayat (8) dan Perda Kota makassar Nomor 2 tahun 2013 dan
menjadi cagar budaya, maka warisan budaya itu memperoleh status hukum
adanya penetapan , maka belum dapat dikatakan cagar budaya, yang ada adalah
warisan budaya.
secara lintas sektoral dan wilayah terhadap berbagai instansi atau badan-badan
Salah satu Lembaga tehnis yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Dinas pendidikan dan kebudayaan, yaitu Unit Pelaksana Teknis Daerah
Badan tata usaha daerah ini mempunyai tugas pokok dan fungsi, sebagai berikut :
permuseuman;
Makassar;
dan
Untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi tersebut UPTD Museum Kota
sebagai warisan budaya bergerak, menurut Kepala Museum Ibu Nurul Chamisany
nantinya akan menjadi cagar budaya, lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa
dalam memaksimalkan tugas pokok dan fungsinya museum kota makassar sering
melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal
Republik Indonesia.
99
Tabel 3.
Warisan Budaya bergerak Koleksi
Museum Kota Makassar
koleksi tersebut cukup banyak dipandang perlu menjadi data awal bagi
Badan Pertanahan Nasional yang merupakan salah satu badan tata usaha
Sebagaimana telah diuraikan pada Bab II, bahwa cagar budaya umumnya
tidak dapat dipisahkan dengan tanah, baik itu berupa bangunan, struktur, lokasi,
pelestariannya.
operasional pertanahan tentunya hal ini diemban oleh Badan Pertanahan Nasional
Indonesia Nomor 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Subbagian Dan Seksi Pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan
Uraian Tugas Urusan Dan Subseksi Pada Kantor Pertanahan, adalah sebagai
berikut:
provinsi;
di provinsi;
Nasional telah menjalin koordinasi dengan Dinas Tata Ruang Kota Makassar
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata
pelestarian cagar budaya pihak Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar belum
memiliki data- data terkait situs – situs warisan budaya yang ada di kota
103
Makassar, lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa oleh karena tidak adanya
ketentuan mengenai cagar budaya dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor
6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015
menjadikan tidak adanya ruang –ruang khusus mengenai penataan tanah terkait
hak atas tanah yang sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
hak-hak atas tanah, badan tata usaha Negara ini banyak bersentuhan langsung
tetapi mencakup warisan budaya yang berada di atas tanah pemilikan dan/atau
penguasaan masyarakat.
Selain dari itu lembaga ini memiliki tugas pokok dan fungsi dalam upaya
hal ini dimaksudkan karena warisan budaya sebagaimana diuraikan pada table 2
di atas, berupa benda, bangunan, struktur, lokasi, tidak dapat dipisahkan dengan
areal tanah sebagai tempat warisan budaya itu berada bahkan tidak menutup
kemungkinan terdapat satuan ruang geografis yang dapat ditetapkan sebagai cara
104
cagar budaya dan Peratutan Daerah kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Dinas tata ruang dan bangunan merupakan salah satu Satuan Perangkat
Tahun 2009 tentang pembentukan dan susunan organisasi perangkat daerah Kota
Makassar , dimana ketentuan Pasal 15 ayat (1) mengatur bahwa: Dinas Tata
Dalam melaksanakan tugas pokok dan funsinya tersebut Dinas Tata Ruang dan
Bangunan Kota Makassar, mengacu pada Peraturan daerah Nomor 4 Tahun 2015
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2015 – 2034, tanggal, 13
(1) Rencana pola ruang wilayah Kota Makassar ditetapkan dengan tujuan
kawasan lindung dan kawasan budidaya berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
105
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
budidaya;
bahwa pola penataan ruang dalam kota Makassar dibagi menjadi dua yaitu
kawasan lindung dan kawasan budidaya, dalam kaitannya dengan cagar budaya
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) terdiri atas:
budaya;
Lebih lanjut diatur dalam Pasal 47 Perda tata ruang bahwa kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya, ditetapkan dalam
alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan, dan pembangunan pada
yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Kawasan suaka alam,
kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya, yang terdiri atas:
strategi kota, yakni strategi pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya
penetapan kawasan cagar budaya. ( Pasal 16 Ayat (5) Perda Kota Makassar
Selain dari itu, kawasan cagar budaya juga dimasukkan dalam pola tata
ruang kota dengan indikasi program utama perwujudan pola ruang wilayah kota
Ketentuan Pasal 84 ayat (4) huruf d perda Kota Makassar Nomor 4 Tahun
dimaksud Pasal 60 ayat (1) Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, yaitu
107
terhadap situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya, baik seluruh maupun
wilayah. Kecuali yang diatur dalam Ketentuan Pasal 13 huruf p Perda Kota
menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya cagar budaya, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya.
Pasal 47 ayat (2) huruf b ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi budaya
monumen;
menurut Perda Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Tata Ruang dan
Wilayah dengan pengertian Kawasan cagar budaya yang dimaksud Perda Kota
telah dikemukakan pada Bab II, bahwa pengertian Kawasan cagar budaya
menurut pengertian Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, adalah satuan
ruang ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan cirri tata ruang yang khas. Dengan
Perda Kota Makassar Tahun 2015, pada dasarnya merupakan situs menurut Perda
Kawasan cagar budaya yang ditetapkan sebagaimana Pasal 49 ayat (2) huruf
b, di atas, tidak dapat dikatakan kawasan cagar budaya maupun sebagai situs
cagar budaya, karena belum terdeteksi adaya warisan budaya berupa benda,
budaya dimaksud, serta belum ada suatu hasil pendataan dan hasil kajian
Salah satu Kawasan yang ditetapkan dalam Pasal 49 Perda Kota Makassar
Nomor 4 Tahun 2015, yaitu Kawasan Makam Raja-Raja Tallo dapat dikatakan
kawasan apabila penetapannya mencakup seluruh struktur (Benteng Tallo), hal ini
mengingat Benteng Tallo memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan, serta telah teriventarisasi sebagai warisan budaya oleh Balai
Makassar Nomor 4 Tahun 2015 dan pengertian Kawasan Cagar Budaya menurut
Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, mencerminkan ke dua Perda Kota
hukum yang saling kontradiktif, tentu dalam hal ini hanya satu aturan saja yang
berlaku. Jadi hanya satu aturan hukum tersebut yang valid atau yang lebih valid
dari yang satunya lagi. Untuk itu diperlukan beberapa teori, seperti:
e) Jika belum ada hukum yang baru, maka hukum yang lama masih dianggap
berlaku;
Ruang Kota Makassar No. 4 Tahun 2015, yang meliputi : Kawasan pariwisata
b) Kawasan Situs Bersejarah Pusat Kerajaan Gowa Benteng Somba Opu dan
Kecamatan Tallo;
Kecamatan Wajo;
Kecamatan Tallo;
Kecamatan Ujungpandang;
Kecamatan Panakkukang;
Ujungpandang;
Bontoala;
111
Ujung pandang;
Kecamatan Wajo;
di atas merupakan situs cagar budaya, sesuai dengan data warisan budaya yang
dilestariakan di wilayah kota Makassar, hal ini didasarkan pada data hasil
zonasi kawasan cagar budaya menurut Perda Rencana Tata Ruang Kota Makassar
No. 4 Tahun 2015, yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 101 ayat (3) yang
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu
huruf a yang tidak mengganggu fungsi kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan; dan
yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan, kegiatan yang merusak kekayaan
112
dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai
dengan rencana rinci tata ruang, peraturan zonasi berisi ketentuan yang boleh dan
tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang, yang dapat terdiri atas
ketentuan tentang amplop ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan
lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif,
Pasal 87 Ayat (2) Huruf a Perda Rencana Tata Ruang Kota Makassar No. 4 Tahun
2015).
Sistem zonsi cagar budaya, terdiri atas : zona inti; zona penyangga; zona
pengembangan; dan/atau zona penunjang. Penetapan luas, tata mletak, dan fungsi
Tahun 2013 ). Tindak lanjut mengenai penetapan dan persyaratan yang diperlukan
bagi system zonasi, baik menurut Perda Nomor Kota Makassar Nomor 2 Tahun
2013, maupun menurut Perda Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2015, merupakan
Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
berikut ;
lingkungan hidup;
f) Pelaksanaan kesekretariatan;
Lingkungan Hidup Kota Makassar Bapak Muhammad Kilat, S.PI, M.Si dalam
DPRD Kota Makassar dan Walikota Makassar dalam waktu dekat akan
akan menjadi angin segar bagi pengelolaan lingkungan hidup yang ada di Kota
Makassar.
Kawasan lindung yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) UU No. 32 Tahun
daftar kawasan tersebut adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau
Peraturan Menteri tersebut sesuai yang disebutkan sebelumnya pada Bab II bahwa
dalam penjelasan Pasal 23 ayat (1) Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009
bahwa Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib
dilengkapi dengan amdal antara lain “ proses dan kegiatan yang hasilnya akan
Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan
yang wajib memliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Pasal 3 Ayat
(1) bahwa rencana Usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan dalam kawasan
Amdal.
dampak terhadap lingkungan hidup. (Pasal 1 ayat (2) Permen LH No.5 Tahun
mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan (Pasal 1 ayat (3)
budaya, antara lain : Kantor Walikota Makassar yang telah di banguni sebuah
gedung bertingkat seperti menara, demikian pula gedung pengadilan Negeri Kelas
1 Makassar, kedua bangunan tersebut tergolong warisan budaya yang ada di Kota
Makassar. (Lihat Tabel 2) Kemudian survei di lokasi Benteng Tallo dimana lokasi
tersebut juga terdapat kompleks Makam Raja – Raja Tallo yang ditetapkan
Tahun 2015. Kelurahan Tallo memiliki Luas 59,520 Ha. Sebelah utara berbatasan
dengan Selat Makassar, sebelah selatan Kelurahan Buloa dan Kelurahan Kaluku
Bodoa Kecamatan Tallo, sebelah timur Sungai Tallo , dan sebelah barat
118
Tallo adalah wialyah Kelurahan Tallo, dan selebihnya yaitu kurang lebih 15 %
mengenai kondisi lingkungannya dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut ini :
Tabel 4
Kondisi Demografi dan Lingkungan Benteng Tallo,
Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo Kota Makassar.
JUMLAH
NO URAIAN JML KK
LAKI LAKI PEREMPUAN JIWA
1 RW. 1 = 6 RT 377 907 923 1.830
2 RW. 2 = 5 RT 282 815 751 1.566
3 RW. 3 = 5 RT 373 893 822 1.715
4 RW. 4 = 6 RT 515 1.048 1.018 2.066
5 RW. 5 = 4 RT 430 1.072 999 2.071
TOTAL 1.977 4.735 4.513 9.248
Sumber Data : Kantor Kelurahan Tallo, 2016
bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri (Pasal
58 ); dan
warisan budaya Kota Makassar tersebut dapat dipastikan bahwa baik menara
Balai Kota, dan bangunan baru di sebalah barat Gedung Pengadilan maupun
lindung sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 2009 dan Permen
LH No. 5 Tahun 2012 : secara tegas berada dalam perlindungan cagar budaya.
disekitarnya. Pada kondisi seperti ini dibutuhkan telaah dan kajian yang lebih
lanjut bangunan mana saja berada dalam areal pelestarian cagar budaya dan mana
saja yang berbatasan dengan areal cagar budaya, tentunya hasil pengamatan dan
Kebudayaan. Badan Tata Usaha Negara ini mempunyai wilayah kerja yang
Balai Pelestarian Cagar Budaya, Balai Pelestarian Cagar Budaya ini, memiliki
budaya;
budaya;
budaya;
cagar budaya;
kerumahtanggaan Balai;
Tahun 2010, seluruh kebijakan dan pengelolaan pelestaria cagar budaya yang ada
budaya sekarang dalam keadaan transisi, dengan berlakunya Perda Kota Makassar
cagar budaya, berada di daerah dalam hal ini, khususnya di Kota Makassar
pelestarian cagar budaya, telah dikemukakan pada Bab II, gambaran tersebut
budaya.
2010 dan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013, sebagai sarana
social, setiap orang, dunia usaha, maupun para stockholder, belum terlaksana
sebagaiman mestinya.
Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2013 ), seharusnya menjadi pedoman bagi
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di bidang ini, dalam mewujudkan,
jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pelestarian cagar budaya (Pasal
Makassar Nomor 4 Tahun 2015) sebagai salah satu ikon pariwisata budaya, ilmu
puluh) hektar, 59,520 Ha, selebihnya masuk dalam wilayah Kelurahan Buloa,
memiliki jumlah penduduk 9.248 jiwa yang tercakup dalam 1.977 kepala
keluarga (KK), sarana pendidikan, sarana ibadah dan pergudangan dan situs
Dari luas areal situs warisan budaya BentengTallo menggambarkan bahwa betapa
kekuasaan pada masa silam, jika Benteng Somba opu dapat diselamatkan dari
Kompleks Makam Raja-Raja tallo yang notabene berada di areal Benteng tampak
rapi dan lestari ? masih mungkinkah Benteng Tallo sebagai bukti sejarah masa
silam dapat diwariskan kepada generasi muda? . Kondisi terkini Benteng Tallo
tinggal sisianya, dapat dikatakan rata dengan tanah disertai dengan pemukiman
menjelaskan bahwa beberapa bagian benteng Tallio berupa Bastion masih dapat
areal yang ditempati perkampungan tersebut adalah di atas struktur Benteng Tallo.
hak dan kewajibannya melestarikan warisan budaya, Benteng Tallo dan Makam
Raja-Raja Tallo.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia yang memliki nilai – nilai luhur yang harus dilestarikan. Dalam praktek
hukum yang sesuai dengan teori sistem hukum yang dikemukan oleh Lawrence M.
Friedman bahwa suatu sistem hukum yang efektif dan berhasil penegakan
hukumnya bergantung pada tiga unsur sistem hukum yaitu, struktur hukum,
substansi hukum dan budaya hukum. (Achmad Ali, 1996 : 213) Berdasarkan oleh
Sesuai dengan dua permasalahan yang diajukan pada rumusan masalah, dapat
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
126
127
yang memiliki tugas pokok dan fungsi diatur dalam Peraturan Daerah Kota
Makassar Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi belum dapat
Makassar Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya. Penyerahan dan
secara atribusi, delegasi maupun mandat sesuai dengan amanat Undang – Undang
kelembagaan terkait pelestarian cagar budaya belum pula terjalin sesuai dengan
cagar budaya khususnya situs cagar budaya. Begitu pula terhadap Dinas Tata Ruang
yang ada di kota Makassar belum melakukan tindakan pelestarian cagar budaya
pelestarian cagar budaya. Hal – hal tersebut disebutkan akan mempengaruhi tingkat
keberadaan warisan budaya yang jumlah 194 yang dikelola oleh Balai Pelestarian
Cagar Budaya Makassar dan 123 warisan budaya bergerak yang dikelola oleh
dengan cagar budaya. Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis
B. Saran
segera dalam waktu dekat ini sesuai dengan instruksi Undang – Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Daerah Kota
2. Hal yang paling mendasar yaitu adanya revisi terhadap Peraturan Daerah
Kota Makassar terkait dengan penjabaran tugas pokok dan fungsi Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar dalam hal sebagai lini sektor
BUKU
Bagir Manan dan Kuntana Magnar. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia. Bandung : Alumni.
Collin Renrew dan Paul Bahn, 1996. Archaeology : Theories, Methods, and
Practice. Second Edition. London. Thames and Hudson Ltd.
Sadirin Hr. 1997. Teknik Konservasi Koleksi Benda Cagar Budaya di Museum.
Jakarta. Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Said Sampara , et al. 2009. Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta:
Total Media
Timothy Darvill. 1995. Managing Archaeology. Cooper dkk. (ed). New York: Tj
Press Ltd
Peraturan Daerah Kota Makassar 2 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya.
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Perangkat Daerah Kota Makassar
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015
Peraturan daerah Nomor 4 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Makassar 2015 – 2034
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
INTERNET
http://marsability.blogspot.com/2012/07/jenis-jenis-penelitian_04.html. Diakses
tanggal 11 November 2015