Anda di halaman 1dari 90

SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS KEBERLANSUNGAN HUKUM ADAT

DALAM RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PIDANA TAHUN 2022

Diajukan Untuk Menempuh Sidang Skripsi pada Fakultas Hukum

Universitas Doktor Husni Ingratubun Tual

Nama : Isro Silaratubun

NIM : 190674201064

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DOKTOR HUSNI INGRATUBUN TUAL
TAHUN 2023

i
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

“NIAT YANG BAIK DAN KUAT MERUPAKAN PENDORONG AGAR


KITA BISA MERAIH APA YANG KITA CITA-CITAKAN”
(Maulana Al- Habib Lutfi Bin Yahya)

Skripsi ini Ku Persembahkan Kepada :

1. Segala perjuangan saya hingga titik ini saya persembahkan pada

kedua orang paling berharga ayah dan ibunda tercinta Taufik

Silaratubun dan Fatimah Silaratubun/Wear. Yang menjadikan dalam

hidup saya menjadi begitu mudah dan lancar ketika kita memiliki orang

tua yang lebih memahami saya dari pada saya yang memahami sendiri.

Terima kasih telah menjadi orang tua yang sempurna. Tak ada yang

bisa saya berikan selain seuntai do’a yang tulus dari hati semoga kedua

orang tuaku Selalu dan senantiasa dalam lindungannya. Aamiin

Allahumma Aamiin.

2. Saudari-Saudaraku Tercinta, (Faliu, Fikar, Firsa) yang saya kasihi serta

sayangi

3. Kelurga sehimpun saya, TDM, Aswaja Center Tual-Malra, Majelis

Dhiaulhaq, Himpunan Mahasiswa Islam, KOMPAK, yang ada sebagai

wadah memberikatan metode pembelajar yang efektif sehinggah

sejauh ini penulis dapat mampu belajar dan menelah yang sifatnya

positif bagi saya sendiri dan untuk orang banyak.

ii
4. Merampungkan skripsi jelas bukanlah momen mudah yang harus

penulis jalani sebagai mahasiswa. Terima kasih,pada para Pembimbing

, karena telah meluangkan waktu untuk membimbing saya serta

Seluruh Civitas Akademik Uningrat Tual selama untuk mewujudkan

semuanya.

5. Kepada seluruh rekan-rekan, yang terlibat dalam membantu penulis

dalam melakukan penulisan karya ilmia serta bertukar sapa dalam

pemikiran guna melahirkan penulisan yang baik semoga kita semua di

berikan kesehatan dan kemudahan dalam mejalani semua aktivitas

Aamiin.

Tual, Juli 2023


Mahasiswa

Isro Silaratubun
NIM. 190674201064

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS YURIDIS KEBERLANSUNGAN HUKUM ADAT DALAM

RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TAHUN

2022

Disetujui Pada Tanggal Juli 2023

Oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Hindarto Ingsaputra, S.H., M.H. J. A.,Ingratubun S.H., M.H.,M.Kn.


NIDN. 1217088701 NIDN. 1209079301

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Hukum,

Atmanur Hajar Wagiman., S.H., M.H.


NRP. 202109054

iv
PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Analisis Yuridis Keberlansungan

Hukum Adat Dalam Rancangan

Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Tahun 2022

Nama : Isro Silaratubun

Nomor Induk Mahasiswa : 190674201064

Program Studi : Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Dasar Penetapan Pembimbing : 029/UNINGRAT-FH/SKEP/2023

Telah diperiksa dan dapat disetujui untuk diajukan dalam ujian


Skripsi.

Tual, Juli 2023


Dekan Fakultas Hukum

Junaidi. Abdullah. Ingratubun, S.H,.M.H


NRP. 1901032

v
PERNYATAAN
ORISINALITAS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Isro Silaratubun

NIM : 190674201064

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : Analisis Yuridis Keberlangsungan Hukum

Adat Dalam Rancangan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Tahun 2022

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang


pengetahuan saya, didalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat Karya Ilmiah
yang pernah di ajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik
di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis
dikutip dalam naskah ini disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar
pustaka.
Apabila didalam naskah Skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur Plagiasi, saya bersedia Skripsi ini digugurkan dan gelar akademik
yang telah saya peroleh (SARJANA HUKUM) dibatalkan, serta diproses
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Tual, Juli 2023


Mahasiswa

Isro Silaratubun
NIM. 74291993

vi
RIWAYAT HIDUP

A. KETERANGAN DIRI :
1. Nama : Isro Silaratubun
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Danar Ternate, 18-10-2001
3. NIM : 190674201064
4. Jurusan : Ilmu Hukum
5. Jenis Kelamin : Laki-Laki
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
8. Alamat : Desa Danar Ternate Kecamatan Kei
Kecil Timur Selatan Kab.
MalukuTenggara
9. Riwayat Pendidikan : SDK Ohoiseb, SMPN 5 Danar, SMA
Raudah Danar
10. Riwayat Organisasi :-
- Pernah Menjabat sebagai Ketua PLT BEM STIH Muhammad Thaha
Tual ,
- Ketua Umum Kumunitas Mahasiswa Pelajar Kreatif,
- Sekartaris Umum HMI Komisariat STIE Umel Tual,
- Kader MATAN Tual
- Kader di Gp. Ansor Kota Tual

Tual, Juli 2023


Mahasiswa

Isro Silaratubun
NIM. 74291993

vii
KATA PENGANTAR

Puji sanjung dan rasa syukur hanya milik Allah Azza waa Jalla, yang
telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga
Proposal Penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Keberlansungan
Hukum Adat Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Tahun 2022”, ini pada akhirnya dapat penulis selesaikan dengan baik dan
lancar. Proposal Penelitian ini diajukan untuk memenuhi sebagian dari
syarat-syarat tugas akhir guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Doktor Husni Ingratubun Tual.
Sungguh suatu yang tidak bisa disangkal bahwasanya Allah Azza waa
Jalla, selalu mendampingi dan memberikan kekuatan yang luar biasa
kepada penulis, sehingga tanpa anugerah dan bimbingan-Nya akan
mustahil Proposal Penelitian ini bisa terwujud sedemikian rupa. Demikian
halnya dengan berbagai pihak yang dengan sangat tulus hati dan terbuka
membantu, baik materiil, moril maupun immateriil dalam proses
penyelesaian penulisan Proposal Penelitian ini. Untuk itu, dengan
kerendahan hati dan rasa hormat penulis sampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas partisipasi yang sangat besar kepada
penulis.
Pada kesempatan ini, penulis tak lupa menyampaikan rasa hormat dan
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. H. M. H. Ingratubun, S.E., S.H., M.M., M.H., selaku Ketua Umum
Yayasan Muhammad Thaha.
2. Dr. B. S. Ingratubun, S.E., S.H., M.M., M.H., selaku Rektor Universitas
Doktor Husni Ingratubun Tual.
3. Ikram Mubarak Djodding, S.E., M.Si., selaku Wakil Rektor I Universitas
Doktor Husni Ingratubun Tual.
4. George P. Ohoiledwarin, S.Sos., S.E., M.Si., Selaku Wakil Rektor II
Universitas Doktor Husni Ingratubun Tual.
5. Junaidi Abdullah Ingratubun, S.H., M.H., M.Kn., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Doktor Husni Ingratubun Tual, sekaligus sebagai
Pembimbing II yang selama ini selalu memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis

viii
6. Abdul Said Difinubun, S.HI., M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Doktor Husni Ingratubun Tual
7. Atmanur Hajar Wagiman, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Doktor Husni Ingratubun
Tual.
8. Hindarto Ingsaputra, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang selama ini
selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
9. Kepada seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Doktor Husni
Ingratubun Tual, yang selama ini telah memberikan bimbingan dan
arahan untuk mendalami Ilmu Hukum.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun pustaka
yang ditinjau, penulis menyadari bahwa Proposal Penelitian ini masih
banyak kekurangan dan perlu pengembangan lebih lanjut agar benar-
benar bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran agar Proposal Penelitian ini lebih sempurna serta sebagai
masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah di masa
yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap Proposal Penelitian ini memberikan
manfaat bagi kita semua, terutama untuk pengembangan ilmu hukum di
masa yang akan datang

Tual, 13 April 2023


Mahasiswa

Isro Silaratubun
NIM. 190674201064

ix
ABSTRAK

Isro Silaratubun, “Analisis Yuridis Keberlansungan Hukum Adat Dalam

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2022”

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan secara yuridis

mengenai eksistensi hukum adat dalam R-KUHP sebagai hukum naisonal

Indonesia dan untuk mendeskripsikan mengenai keberlansungan hukum

adat dalam R-KUHP sebagai hukum nasional Indonesia.

Metode Penelitian yang di gunakan adalah jenis penelitian Normatif

yaitu metode penelitian yang di lakukan dengan megkaji bahan hukum

utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, dan asas-asas

hukum, peraturan perundang-undangan serta keputusan pengadailan dan

pendapat-pendapat ahli hukum. yang berhubungan dengan penelitian ini.

Oleh karena itu, telaah dilakukan dengan menggunakan metode

Deskripstif Analitis

Hasil penelitian menunjukan bahwa efektifitas tentang keberlansungan

adat (hukum yang hidup dalam masyarakat) sebagai pidana tambahan

dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana tahun 2022 dapat

di jadikan pidana tambahan dan juga dapat mengisi kekosongan hukum

yang tidak ada bandingnya dalam hukum pidana yang hakikatnya

merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial

(termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai/menunjang

tujuan hukum untuk mencapai keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat

x
DAFTAR ISI

Halaman
Sampul ....................................................................................
Motto dan Persembahan........................................................ ii
Halaman Persetujuan ............................................................ Iv
Persetujuan Ujian Skripsi...................................................... V
Pernyataan Orisionalitas Skripsi........................................... vi
Riwayat Hidup ........................................................................ vii
Kata Pengantar....................................................................... Viii
Abstrak.................................................................................... x
Daftar Isi ................................................................................. xi
Daftar Gambar Teks............................................................... xi
Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
1.2. Batasan Masalah .......................................................... 10
1.3. Rumusan Masalah ........................................................ 10
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................... 10
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................ 11
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.1 . Landasan Teori
2.1.1. Teori Penegakan Hukum....................................... 13
2.1.2. Teori Kepastian..................................................... 18
2.1.3. Teori Analisis Yuridis............................................. 16
2.1.4. Teori Adat.............................................................. 23
2.1.5. Teori Hukum Adat.................................................. 22
2.1.6. Teori Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Tahun 2022............................................... 35
2.2. Penelitian Terdahulu...................................................... 38

2.3. Keranka Pikir.......................................................................... 39

xi
2.4. Hipotesis................................................................................ 43

Bab III. Metode Penelitian


3.1. Waktu Penelitian............................................................ 44
3.2. Jenis Penelitian ............................................................. 44
3.3. Pendekatan Penelitian................................................... 44
3.4. Jenis dan Sumber Data ................................................. 45
3.5. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 54
3.6. Analisis Data ................................................................. 54
3.7. Defenisi Operasional ..................................................... 54
Bab IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
4.1. Eksistensi Hukum Adat Dalam Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2022................ 56
4.2. Hukum Adat Di Tinjau Dari Asas Legalitas................... 63
Bab V. Penutup
5.1.Kesimpulan..................................................................... 68
5.2.Saran.............................................................................. 70
Daftar staka............................................................................. 72

xii
i
i
DAFTAR GAMBAR TEKS

Halaman

Skema Kerangka Pikir............................................................... 42

1
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Masyarakat indonesia ialah masyarakat yang majemuk yang

terdiri dari berbagai suku, agama, budaya yang ialah satu kesatuan

dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia jauh sebelum

kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 Masyarakat indonesia

tersebar di berbagai kepulauan dan tunduk kepada hukum adat dan

budayannya masing-masing.

Maka Mengingat aturan adat yang semenjak permulaan tidak di

kodifikasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang

merupakan rujukan aturan yang sangat penting di Indonesia. Upaya

untuk merevisi KUHP telah berlangsung dalam kurun waktu yang

cukup lama. untuk membenahi dan melakukan pembaharuan aturan

lebih-lebih aturan pidana dan ilmu aturan pidana bukanlah

merupakan yang masalah baru.

Rancangan Undang-Undang seputar Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (RUU KUHP) merupakan salah satu dari beberapa

rancangan undang-undang yang dikebut pembahasannya. Sikap pro

dan kontra menyertai proses pembahasan RUU ini. Aliansi

masyarakat sipil menyerukan penundaan pengesahaan RUU KUHP

sebab banyak ketentuannya dianggap terlalu mengintervensi ruang

privat warna negara.

2
Beberapa ketetapan sebagaimana tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2023 Perihal Kitab Undang-Undang Tertib

Pidana. pasal dalam RUU ini berpotensi mengancam kebebasan

beranggapan dan juga kepentingan kategori dalam masyarakat.

Disamping itu, salah satu ketetapan yang juga menjadi pro kontra

merupakan pengaturan „aturan yang hidup dalam masyarakat‟

(aturan adat). Gagasan ini secara implisit mengacu pada Tertib Adat

yang, dalam Pasal 2 RUU KUHP, diposisikan untuk menjadi

pengecualian kepada Asas Orisinilitas. Artinya, meskipun tak

diancam pidana dalam undang-undang, penegak aturan bisa

memulai proses pidana dengan berlandaskan aturan adat.

Disamping itu, RUU KUHP juga menggunaan „aturan yang hidup‟

sebagai pertimbangan dalam pemidanaan dan format-format (sanksi)

pidana. Perumus RUU KUHP meyakini bahwa hal ini merupakan

upaya pengakuan bagi aturan adat yang masih berlaku di Indonesia.

Konsepsi ini telah menjadi topik pada sebagian kegiatan ilmia yang

sering/lama dibincangkan di pelbagai forum seminar nasional

ataupun internasional. Tetapi tidak berarti merupakan “dilema basi”,

karena pembaharuan undang-undang pada dasarnya merupakan

pembaharuan/pembangunan yang berkelanjutan. Yang dalam istilah

sebagaimana yang di kemukakan dalam jurnal yang di tulis oleh

Rudini Hasyim Rado dan Marlyn Jane Alputila seputar Relevansi

Undang-undang Adat Kei Larvul Ngabal Dalam Pembaharuan

3
Undang-undang Pidana Nasional bahwa kajian ini disebut sebagai

kajian yang “bergenerasi”.Dan memperlihatkan seputar adanya

pembaharuan undang-undang yang pada prinsipnya merupakan

dilema yang seharusnya dikaji secara terus menerus. Keinginan

untuk membangun metode undang-undang nasional semenjak

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945

merupakan keinginan pemerintah untuk menghasilkan pembangunan

metode undang-undang nasional. Metode undang-undang nasional

yang di bangun saat ini merupakan format kongkret akan undang-

undang yang di inginkan dan di cita-citakan bangsa indonesia

semenjak lama (Ius Konstituendum)

Harapan dan usaha untuk menjalankan kajian mengenai

peraturan yang hidup menampilkan kecenderungan adanya krisis

kepercayaan, ketidakpuasan, penyesuaian perkembangan serta

kebutuhan masyarakat dalam perubahan sosial poin-poin maupun

kebutuhan peraturan dari berjenis-jenis macam golongan

masyarakat ke dalam metode peraturan terhadap kebijakan

peraturan yang ada selama ini. Karenanya dengan adanya Sanksi

pidana tambahan “pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau

kewajiban menurut peraturan yang hidup dalam masyarakat” juga

bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap korban.

Dalam proses metode peradilan pidana keterlibatan korban masih

belum kongkret nampak dalam mempertimbangkan dan mencari

4
keadilan yang diharapkan dan diidam-idamkan. Penyelesaian lewat

konsep Tertib Adat yang telah diketahui oleh masyarakat semenjak

lama semestinya dapat dibuat dalam mencari keadilan di tiap-tiap

tahap peradilan pidana, yaitu dengan melibatkan segala pihak untuk

memberikan Baru dapat secara terbuka untuk didengar dan

mempertimbangkan konsep penyelesaian dan pemberian sanksi

yang seadil-adilnya bagi kepentingan korban atau keluarganya.

Pada dasarnya, terminologi hukum adat berasal dari kata adatrecht


yang dipergunakan oleh Snouck Hurgronye dan dipakai sebagai
terminologi teknis yuridis oleh Van Vollenhoven. Kemudian,
terminologi hukum adat dikenal di zaman Hindia Belanda dan
diatur dalam ketentuan Pasal 11 Algemene Bepalingen van
Wetgeving voor Indonesia atau di singkat (AB). Dikaji dari
Peraturan Perundang-undangan saat ini (ius constitutum),
terminology hukum adat dikaji dari perspektif teoritis dan praktik
dikenal dengan istilah, “hukum yang hidup dalam masyarakat”,
“hukum adat”, “nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat”, “hukum tidak tertulis”, “hukum kebiasaan”.
untuk menyatakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum
adat. Eksistensi berlakunya hukum adat selain di kenal dalam
instrumen hukum nasional juga di atur dalam instrumen hukum
internasional dalam rekomendasi dari kongres perserikatan
bangsa-bangsa (PBB) tentang “The Prevention Of Crime and the
Treatment Of Offenders” dinyatakan vahwa hukum pidana yang
selama ini ada di beberapa negara (terutama yang berasal/diimpor
dari hukum asing semasa zaman kolonial), pada umumnya
bersifat “absolete and unjust” (ketinggalan zaman dan tidak sesuai
dengan kenyataan). Alasannya, karena sistem hukum di beberapa
negara tidak brakar pada nilai-nilai budaya dan bahkan ada
“diskrepansi” dengan aspirasi masyarakat, serta tidak responsif
terhadap kebutuhan sosisal masa kini. Kondisi demikian oleh
kongres PBB di nyatakan sebagai faktor kontribusi untuk
terjadinya kejahatan .(Lilik Mulyadi,2013:1).

Seandainya dikatakan perbuatan yang bertentangan dengan tata

tertib adat, karenanya mesti diistilahkan lebih luas dari istilah belanda

“onrechtmatigedaad” sebagimana disuarakan dalam Pasal 1365


5
KUHPerdata (BW) yang menyuarakan tiap perbuatan melanggar tata

tertib yang merugikan itu mengganti kerugian. Tindakan melanggar

tata tertib BW ini lebih sempit artinya dari pengertian perbuatan

melanggar.

Pada pembahasanya keberlansungan tata tertib adat dalam

metode tata tertib nasional sejauh ini masih terdapat kontroversial

pandangan mengenia ada dan tidaknya tata tertib adat di sertakan

dalam metode tata tertib nasional indonesia sebagai pidana

tambahan untuk pemenuhan kewajiban adat setempat pada

rancanan kitab undang-undang tata tertib pidana (RUU-KUHP).

Proses pembaharuan tata tertib pidana indonesia ini berdampak

pada etika-etika baru yang berbeda dengan KUHP dikala ini.

Pembaharuan dalam rancangan undang-undang (RUU) ini

menyisahkan berita krusial, salah satunya dengan memasukan

elemen tata tertib yang hidup dalam masyarakat (tata tertib adat)

sebagai dasar untuk menetukan seseorang dapat di pidana atau

dasar penuntutan

Seperti KUHP yang berlaku saat ini, Konsep RKUHP Nasional

juga mengenal pidana tambahan. Berturut turut pidana tambahan

yang di cantumkan adalah;

1. Pencabutan hak tertentu;

2. Perampasan barang tertentu;

3. Pengumuman keputusan hakim

6
4. Pengenaan kewajiban ganti rugi;

5. Pengenaan kewajiban agama

6. Pemenuhan kewjiban adat setempat.

Pidana tambahan sebagaimana di sebutkan pada nomor 1, 2 dan

3 suda semenjak lama di ketahui sebab itu ialah konsep KUHP yang

di warisi kolonial belanda. Tapi penulis tidak akan membahas satu

persatu namun lebih menekan pada aspek pembahasan mengenai

judul dalam tulisan ini ialah macam pidana tambahan seputar

“Pemenuhan keharusan adat setempat”

Karenanya perlu untuk di ketahui bahwa Secara yuridis eksistensi

undang-undang adat sudah diungkapkan dalam Pasal 18B ayat 2

UUD 1945 menyebutkan bahwa, “Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat undang-undang adat

beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan cocok

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang dikontrol dalam Undang-undang”.

Berikutnya dalam pasal 28 I Ayat 3 mengungkapkan bahwa

“identitas kebiasaan dan hak masyarakat tradisional di hormati serasi

dengan perkembangan zaman dan peradaban

Pengakuan dan penghormatan kesatuan-kesatuan masyarakat

adat beserta hak-khak tradisionalnya tersebut ialah pengakuan yang

7
bersifat semu, secara yuridis yang menetukan akan eksistensi

hukum adat.

Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 jo Undang-

undang Nomor 4 Tahun 2004, sebagaimana sudah diubah dengan

Undang-Undang no 48 tahun 2009 seputar Ketetapan-ketetapan

Pokok Kekuasaan Kehakiman dalam beberapa pasalnya terdapat

ketetapan yang bisa dibuat dasar bagi hukum pidana adat.

Sebagaimana tertuang dalam ketetapan Pasal pasal 5 ayat 1 , pasal

10 ayat 1 dan pasal 50 ayat 1.

Dalam hubungannya dengan undang-undang pidana nasional

tertulis yang belum lengkap itulah kenapa norma-norma hukum adat

berfungsi sebagai pelengkapnya cara undang-undang di indonesia.

Hukum adat sebagai komplemen dalam pembentukan undang-

undang pidana nasional juga bisa kita lihat dari beberapa model

pada Putusan seperti yang di muat dalam jurnal yang di tulis

Nyoman Sarikat Putra Jaya Perihal “Hukum (Sanksi) Pidana Hukum

Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional” ialah putusan

Mahkamah Agung RI Nomor 1644 K/Pid/1988 tanggal 15 Mei 1991

dimana dalam putusan diceritakan bahwa bila seseorang melanggar

undang-undang adat kemudian Kepala dan Para Pemuka Hukum

memberikan respon adat (hukuman adat) karenanya yang

bersangkutan tidak bisa diajukan lagi (untuk kedua kalinya) sebagai

terdakwa dalam persidangan Badan Peradilan Negara (Pengadilan

8
Negeri) dengan dakwaan yang sama melanggar undang-undang

adat dan dijatuhkan pidana penjara berdasarkan ketetapan KUH

Pidana. (Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-undang darurat Nomor 1

Tahun 1951) seputar tindakan sementara untuk menyelenggarakan

satuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan sehingga dalam

keadaan demikian pelimpahan berkas perkara serta tuntutan

Kejaksaan di Pengadilan Negeri patut diungkapkan tidak bisa

diterima (niet ontvankelijk Verklaard).

Yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut menerangkan bahwa

Mahkamah Agung sebagai Badan Peradilan Tertinggi di Indonesia

menghormati putusan Kepala Hukum terhadap pelanggar undang-

undang adat diberi hukuman adat serta pelaku yang sudah diberi

hukuman atas perbuatannya tidak bisa diperbaiki mengadili untuk

kedua kalinya pelanggar undang-undang adat tersebut dengan cara

memberikan pidana penjara.

Hukum adat dari tinjauan yuridis, filosofis dan sosiologis

hakikatnya diakui dan dihormati eksistensnya dalam upaya

menciptakan cara undang-undang yang berkeadilan cocok dengan

skor-skor yang dianut dalam masyarakat dan disesuaikan dengan

keperluan dalam pembangunan nasional berdasarkan pancasila dan

Undang- Undang Dasar 1945

9
1.2. Batasan Masalah
Dalam penulisan penulis menggunakan batasan masalah yang

lebih menekankan pada pembahasan untuk di jadikan rujukan

sebagai penilitian yaitu hukum pidana nasional atau yang lebih

spesifik tentang rancangan kitab undang-undang hukum pidana

dimana dalam penulisan ini di dasarkan pada penelitian mengenai

analisis yuridis keberlansungan hukum adat dalam rancagan kitab

undang-undang hukum pidana tahun 2022 yang berkaitan langsung

dengan rumusan masalah.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan

permasalahan yang penulis sajikan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana eksistensi hukum adat dalam Rancangan Kitab

Undang-undang Hukum Pidana?

2. Bagaimana Kedudukan Hukum adat di tinjau dari asas legalitas

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian di laksanakan dengan tujuan agar penilitian tersebut

dapat memberikan manfaat sesuai dengan apa yang di kehendaki.

Adapun tujuan penelitian ini adalah,

10
1.4.1. Tujuan Objektif

a. Untuk mendeskripsikan secara yuridis mengenai eksistensi

hukum adat dalam R-KUHP sebagai hukum naisonal

Indonesia

b. Untuk mendeskripsikan mengenai keberlansungan hukum

adat dalam R-KUHP sebagai hukum nasional Indonesia

1.4.2. Tujuan Subjektif

a. Untuk mengetahui dan mengkaji serta menambah

pengetahuan penulis tentang eksistensi hukum adat dalam

R-KUHP

b. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan

hukum sebagai syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan

dalam bidang hukum pada Universitas Doktor Husni

Ingratubun Tual

1.5. Manfaat Penelitian

2.1.7. Manfaat Teoritis


a. Penelitian ini dapat berguna di bidang ilmu hukum pada

umumnya dan hukum pidana pada khusunya tentang

tentang keberlansungan hukum adat sebagai sistem

hukum nasional dalam R-KUHP

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam

pemecahan atas permasalahan yang berkaitan dengan

keberadaan hukum adat sebagai sistem hukum nasional

dalam R-KUHP
11
2.1.8. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang

konstruktif bagi semua pihak yang ingin mengkaji lebih

dalam mengenai restorative justice; dengan pendekatan

analisis secara yuridis tentang keberlansungan hukum adat

dalam R-KUHP

b. Dengan penulisan ini di harapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum

sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Penegakan Hukum

Hukum sebagai alat sosial digunakan oleh pelopor perubahan yang

diberi kepercayaan oleh masyarakat sebagai pemimpin untuk

mengubah masyarakat seperti yang dikehendaki atau

direncanakan.Regulasi sebagai permintaan tingkah laku yang

mengendalikan orang dan merupakan permintaan paksaan, agar

regulasi dapat berhasil mengubah tingkah laku dan kekuatan

individu untuk melaksanakan sifat-sifat yang terkandung dalam

hukum dan ketertiban, hukum harus disebarluaskan sehingga dapat

disistematisasikan dengan baik dalam masyarakat. mata publik.

Terlepas dari standardisasi regulasi di mata publik, penegakan

hukum sebagai bagian dari proses legitimasi adalah fundamental.

Regulasi dalam das sollen dipersepsikan sebagai susunan aturan

sebagai perintah dan larangan yang mengatur permintaan sosial.

(Moeljatno, 2008 : 9). Kendati aturan hukum kerap dilanggar

masyarakat, maka penegakan hukum dijadikan solusi dalam

menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian bagi

perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya.

Pemolisian diharapkan untuk kegiatan pengaturan (persetujuan

13
manajerial) dan kegiatan hukum yang menggabungkan kasus-

kasus umum (biaya pembayaran atau reklamasi alami) serta

tuduhan pidana (otorisasi kriminal). (Harun M. Husen, 1990 : 58).

Pemolisian upaya untuk mengakui pemikiran dan gagasan yang

sah yang diharapkan individu untuk menjadi kenyataan. Pemolisian

merupakan interaksi yang mencakup banyak hal. (Dellyana Shant,

1988 : 32). Dalam hal ini penegakan hukum diartikan sebagai suatu

usaha dalam mewujudkan cita-cita dan aturan-aturan hukum yang

telah diinginkan atau dicita-citakan oleh masyarakat sehingga

menjadi kenyataan dan penegakan hukum dalam hal ini merupakan

suatu proses yang melibatkan banyak hal seperti aparat penegak

hukum dan masyarakat.

Mengawasi sebuah siklus yang dapat menjamin kepastian hukum,

permintaan dan keamanan yang sah dengan tetap menjaga

keserasian, keseimbangan dan kesesuaian antara kualitas

mendalam yang sama dengan kualitas asli dalam masyarakat yang

berbudaya. (Barda Nawawi Arief, 2007 : 23). Pemolisian, yang

dijelaskan secara lugas, adalah siklus untuk mewujudkan keinginan

yang sah seperti yang diharapkan. (Satjipto Rahardjo, 1983 : 24).

Dalam hal ini keinginan hukum yang dimaksud ialah hal-hal yang

telah di rumuskan di dalam peraturan-peraturan hukum yang telah

di buat dan di wujudkan dengan bagaimana penegakan hukum

tersebut dijalankan.Dengan pengertian lain, penegakan hukum

14
diusahakan untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum

dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan dengan menerapkan

sanksi-sanksi.Dengan pengertian lain, penegakan hukum

diusahakan untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum

dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan dengan menerapkan

sanksi-sanksi.

Pemolisian negara dilakukan secara preventif dan keras. (Teguh

Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2005 : 111). Penegakan

secara preventif dilakukan sebagai upaya untuk mencegah agar

tidak terjadinya pelanggaran hukum oleh masyarakat. Sementara

itu, penindakan pemolisian dilakukan dengan pemaksaan sanksi

dengan anggapan upaya preventif telah selesai, begitu saja, upaya

untuk mengabaikan hukum belum dilakukan (mulai dari

pemeriksaan, pemeriksaan, sampai dengan penggunaan

persetujuan otoritatif dan otorisasi pidana). (Moeljatno, 2008 : 11).

Penegakan hukum secara teoristis yang dihubungkan hukum

pidana, memiliki konsep bahwa hukum dijadikan sebagai sarana

pidana untuk menanggulangi kejahatan dan pelanggaran dalam

keadaan dan situasi tertentu. Penegakan hukum tersebut

melibatkan berbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian,

kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan, termasuk didalamnya

tentu saja lembaga penasehat hukum.

15
Sudikno Mertokusumo (1986: 187), mengemukakan

pandangannya tentang cara yang paling tepat untuk memutuskan

pelaksanaan kepolisian, terkait dengan hukum pidana dan

enkapsulasinya. Pertama, pelaksanaannya mempunyai keyakinan

yang sah (rechtssicherheit), yaitu adanya jaminan yang sah

terhadap kegiatan yang tidak menentu, harus berlaku, dan tidak

boleh menyimpang. Kedua, penegakan hukum memiliki manfaat

(zweckmassigkeit), yakni hukum yang dilaksanakan atau

ditegakkan timbul adanya keresahan. Ketiga, persyaratan memiliki

pemerataan (gerechtigkeit), yaitu adanya standar keseragaman dan

tergantung pada kebutuhan.

Menilik penjelasan di atas, pemolisian memiliki 2 (dua)

pemahaman hipotetis, baik secara luas maupun sempit. penegakan

hukum secara luas adalah dijalankannya atau tidak dijalankannya

aturan normatif dengan mendasarkan pada norma aturan hukum

atau undang-undang yang berlaku, mencakup pada nilai-nilai

keadilan yang berisi bunyi standar formal dan keuntungan dari

ekuitas yang ada di mata publik. Kedua, Pemolisian terbatas

Pemolisian khusus untuk memastikan dan menjamin tertib hukum

berjalan sebagaimana mestinya.

Indonesia sebagai negara hukum secara tegas dinyatakan pada

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, bahwa kepastian hukum ditujukan agar masyarakat

16
memperoleh kepastian, ketertiban dan asuransi halal yang berpusat

pada kebenaran dan keadilan serta memberikan rasa aman dan

harmonis.

Menurut Biezveld, pemolisian merupakan kegiatan kekuasaan oleh

otoritas publik untuk melaksanakan pedoman khusus yang

dipengaruhi oleh berbagai elemen termasuk variabel dalam dan

faktor luar. berasal dari faktor non-teknis. (Siti Sundari, 2005 : 45).

Dalam hal ini, pemerintah dalam menjalankan suatu aturan

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal ialah faktor dari kebijakan penegakan

hukum itu sendiri maksudnya ialah kebijakan yang ada di dalam

pemerintahan tersebut dalam melaksanakan suatu penegakan

hukum seperti aturan hukumnya seperti apa, aparat penegak

hukumnya siapa, dan sarana prasarana dalam menjalankan

penegakan hukumnya seperti apa.

2.1.2. Kepastian Hukum

Kata "pasti", yang berarti "pasti", "tetap", "tidak boleh", atau

"tidak", mengacu pada sesuatu yang pasti. (W.J.S.

Poerwadarminta, 2006 : 847). Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), juga memiliki pengertian bahwa dalam keadaan

17
tertentu, hukum juga harus pasti. Selain itu juga dapat dilihat

dengan peraturan perundang-undangan yang diciptakan secara

pasti dengan begitu akan mengakomodir dengan jelas dan masuk

akal. (C.S.T Kansil, 2009 : 385). Peraturan perundang-undangan

dapat menunjukkan kepastian karena kepastian merupakan salah

satu jenis penelitian normatif. Menurut Gustav Radbruch dalam

Achmad Ali (2010 : 288), terdapat tiga ide dasar hukum yang mana

oleh banyak pakar teori hukum dan filsafat hukum diartikan sebagai

tiga tujuan hukum, menghitung ekuitas yang sah, keuntungan yang

sah, dan keyakinan yang sah.

Kemanfaatan hukum dan kepastian hukum mendekati tujuan yang

realistis. Positivisme menggarisbawahi jaminan yang sah,

sementara Fungsionalis menekankan pada manfaat hukum, dan

jika cenderung dinyatakan bahwa "kumpulkan ius, summa injuria,

summa lex, summa core" dan itu menyiratkan hukum yang

Meskipun keadilan bukan satu-satunya tujuan hukum, keadilan

adalah tujuan utamanya karena kekerasan dapat merugikan

seseorang kecuali keadilan dapat membantunya. (Dosminikus

Rato, 2010 : 59).

Kepastian hukum adalah tentang hukum itu sendiri. Terdapat empat

hal yang memiliki hubungan dengan makna kepastian hukum

sebagaiman pendapat Achmad Ali (2010 : 292-293), antara lain:

18
a. Bahwa hukum itu positif, yang artinya hukum itu adalah

perundang-undangan (gesetzliches Recht);

b. Hukum didasarkan kepada fakta (Tatsachen), bukan

didasarkan kepada sebuah rumusan tentang penilaian yang

nantinya dilakukan oleh hakim, seperti kemauan baik dan

kesopanan.

c. Bahwa kenyataan harus diketahui dengan gamblang untuk

menghindari kesalahan dalam penerjemahan, selain itu juga mudah

dilakukan.

d. Hukum positif tidak boleh untuk sering diubah.

Kepastian hukum, menurut Utrecht, dapat dipikirkan dalam dua hal:

pertama, adanya aturan umum yang membuat orang tahu tindakan

apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan; kedua, sebagai

perlindungan hukum terhadap kesewenang-wenangan pemerintah

karena dengan aturan yang bersifat umum, masyarakat dapat

mengetahui apa saja yang dapat dilakukan Negara terhadap

dirinya. Ajaran yuridis-dogmatis didasarkan pada positivisme, suatu

aliran pemikiran di bidang hukum yang cenderung memandang

hukum sebagai sesuatu yang otonom dan berdiri sendiri. Penganut

mazhab ini berkeyakinan bahwa tujuan hukum tidak lebih dari

menjamin terwujudnya hukum umum. Kepastian hukum ini

bersumber dari ajaran tersebut. Sifat umum hukum menunjukkan

19
bahwa satu-satunya tujuannya adalah kepastian daripada keadilan

atau keuntungan. (Riduan Syahrani, 1999 : 23).

Kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan merupakan tiga faktor

yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum. Kompromi harus

dicapai, dan ketiga aspek ini harus mendapat perhatian yang sama.

Namun, mencapai keseimbangan yang proporsional antara ketiga

aspek tersebut dapat menjadi tantangan dalam praktiknya.

Masyarakat menjadi bingung apa yang harus dilakukan jika hukum

tidak jelas sehingga menimbulkan kecemasan. Namun, penekanan

yang berlebihan pada kepastian hukum dan ketaatan pada

peraturan hukum akan menimbulkan kekakuan dan rasa

ketidakadilan.

Adanya kepastian legitimasi merupakan harapan bagi para pencari

keadilan terhadap aktivitas kepolisian yang tidak menentu yang

sesekali konsisten lancang dalam menjalankan kewajibannya

sebagai penguasa regulasi. Orang akan dapat memahami dengan

jelas hak dan kewajiban hukumnya jika ada kepastian hukum.

Orang tidak akan tahu apa yang harus dilakukan atau apa yang

dikatakan hukum boleh atau tidak boleh jika tidak ada kepastian

hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui norma yang

baik dan jelas dalam suatu Undang-Undang dan akan jelas pula

penerapannya.

20
Dengan demikian, kepastian yang sah menyiratkan bahwa hukum

itu tepat, subjek dan pasalnya dan bahaya disiplin. Kepastian

hukum, sebaliknya, tidak boleh dianggap remeh setiap saat;

sebaliknya, metode yang digunakan harus didasarkan pada prinsip

dan keadaan.

2.1.3. Teori Anlisis yuridis

Analisis Yuridis yang dimaksud yakni menjalankan analitik dari

segi regulasi, pengertian analisis yuridis yakni suatu kajian yang

membahas mengenai masalah hukum yang terjadi seperti macam

tindak pidana apakah, terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur delik,

pertanggungjawaban pidana serta pelaksanaan hukuman terhadap

pelaku tindak pidana.

Analisis Yuridis yakni sesuatu aktivitas aktivitas dalam memeriksa

atau dalam meneliti, menyelidiki, mengumpulkan bahan hukum

yang dikerjakan secara sistemasis dan objektif untuk menuntaskan

problem menurut hukum dan dari segi regulasi. Istilah yuridis

berasal dari bahasa Inggris, khususnya yuridis yang disamakan

dengan arti kata guideline atau regularizing yang mengandung arti

penelaahan atau pemeriksaan terhadap suatu masalah menurut

ketentuan dan peraturan Paulus. Schotten menyuarakan yakni

interprestasi dan penafsiran hukum yakni masalah yang betul-betul

penting dalam kehidupan. Demikian juga halnya dengan undang-

undang yang baru, yang segera diambil kedalam struktur


21
keseluruhan hal yang demikian maka oleh itu seandainya orang

mau memberi arti pada suatu undang-undang tertentu maka dia

mesti melakukanya di dalam konteks yang sedemikian rupa. Dalam

relasi ini maka kata-kata suatu undang-undang mungkin tidak cuma

baru menjadi terang manakala dipahami dalam hubungannya

dengan yang lain, tapi juga untuk memahami masing-masing

perundang-undangan seperti sedemikan rupa agar satu kesatuan

yang berhubungan satu sama lain. (Satjipto Raharjo, 2006:13)

Karenanya dapat di katakan bahwa yang telah diterangkan diatas

analisis yuridis memuat analisis melalui intreprestasi aturan hukum

dan perundang-undangan, penalaran, pengaplikasian dasar-dasar

teori regulasi dalam penganalisaan suatu permasalahan.

Teori Adat

Jika kita berbicara tentang adat dan hukum adat, ini merupakan

dua hal yang tidak dapat di lepas pisahkan karena memiliki

keterkaitan antara satu sama yang lain tetapi jika di kaji lebih dalam

maka dari itu penulis ingin membahas lebih dulu tentang yang di

maksud dengan adat.

Adat merupakan suatu tradisi kebudayaan suatu daerah pada

masing-masing wilaya yang di yakini merupakan suatu yang di

lakukan secara berulang pada waktu yang di tentukan dan menjadi

kebiasan dalam lingkungan daerah tersebut.

22
Menurut Jalaludi Tunsam, yang dalam tulisannya pada tahun

1660 menyatakan bahwa “adat” berasal dari bahasa arab yang

merupakan bentuk jamak dari “adah” yang memiliki arti cara atau

kebiasaan. (Mario Florentino, 2022:248)

Menurut Soetoto Secara etimologis adat merupakan kebiasaan.

Sedanglan pengertian adat secara istilah atau terminilogi ialah

kebiasaan atau tingkah laku seseorang yang secara continue (terus

menerus) di lakukan dengan cara tertentu dan di ikuti oleh orang

lain dalam rentan waktu yang cukup lama. (Moh. Mujibur Rohman,

Ade Risna Sari, Abdul Hamid, Nur Syamsiah, Mutiah Septarina,

Mahrida, Ningrum Ambarsari, Iwan Hendri Kusnadi, Mohsi dan Mia

Amelia., 2022:2)

Adat menurut Umar Said S ,dalam (Dr.Hilman Syahril Haq,

2020:20-22). Merupkan pencerminan keperibadian suatu bangsa,

sebagai penjelmaan dari jiwa bangsa yang cukup lama bahkan

berabad-abad. Setiap bangsa tentunya mempunyai adat yang

berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Ketidak samaan ini

memperlihatkan bahwa adat merupakan unsur yang penting dalam

pergaulan hidup kemasyarakatan

Adat merupakan kaidah-kaidah yang bukan hanya di kenal, di

akui dan di hargai akan tetapi juga di taati. Adat istiadat mempunyai

ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuatan

23
mengikat tergantung pada masyarakat yang mendukung adat

istiadat tersebut yang terutama berpangkal pada perasaan

keadilan.

Kusumadi menjelaskan bahwa adat adalah tingkah laku yang

oleh dan dalam suatu masyarakat (sudah, sedang, akan ) di

adatkan. Aturan-aturan tingkah laku manusia dalam masyarakat

seperti yang di maksud tadi merupakan aturan-aturan adat.

Soerjono Soekanto dalam menerangkan bahwa adat adalah

kompleks adat istiadat yang tidak dikitabkan, tidak di kodifisir dan

bersifat paksaan. Tetapi mempunyai akibat hukum. Dari penertian

tampak bahwa ciri utama hukum adat terletak pada adanya sanksi

atau akibat hukum.

Adat merupakan suatu kebiasaan yang biasa di lakukan secara

terus menerus oleh masyarakat pada suatu wilayah tertentu. Adat

adalah adanya suatu peristiwa yang terjadinya dan di ulang-ulang

Dari satu keturunan ke keturunan berikutnya secara turun-temurun

oleh manusia.

2.1.4. Teori Hukum adat

Seperti diketahui, peraturan perundang-undangan yang baku disusun,


dikembangkan dan diciptakan dari budaya Indonesia dan
merupakan salah satu peraturan positif yang tidak tertulis, hukum
24
suatu negara merupakan gambaran atau cerminan dari
pandangan hidup negara tersebut. yang bersangkutan karena
hukum bagian dari kebudayaan. Dengan memahami regulasi
standar secara menyeluruh, diyakini akan menjelaskan
pemahaman regulasi standar sebagai bagian dari budaya
Indonesia
Regulasi baku adalah keseluruhan keputusan yang diwujudkan dari
pilihan para pejabat yang sah (dalam perspektif ekspansif) yang
memiliki kewenangan (macht, kewenangan) dan berdampak
serta yang secara praktis berlaku seketika (segera) dan dipatuhi
dengan sungguh-sungguh. (I Gede A.B. Wiranata, 2005:14)
Kata hukum dalam bahasa Arab berasal dari kata “hukm” yang berarti
ketertiban. Dua kata "hukum" dan "adat" inilah yang memberikan
etimologi istilah "hukum adat". Sedangkan kata “adat” yang
berarti kebiasaan merupakan akar katanya (Dr.Hilman Syahrial
Haq, 2020:9)
Istilah hukum adat pertama sekali di perkenalkan oleh snouck hurgroje
pada tahun 1983 dalam bukunya De Atjehnese. Ia
mendefinisikan istilah "Adatrect" (hukum adat) dalam buku itu,
yang merujuk pada hukum yang berlaku bagi penduduk asli
Indonesia dan Timor Timur pada zaman Hindia Belanda. Hukum
adat baru mempunyai pengertian secara teknis yuridis setelah C
Van Vollenhoven mengeluarkan buku yang berjudul Adatrecht.
Dialah yang pertama sekali menyatakan bahwa hukum adat
merupakan hukum yang berlaku bagi rakyat Indonesia asli dan
menjadikannya sebagai objek ilmu pengetahuan hukum positif
serta di jadikan sebagai mata kuliah tersendiri. Dia juga
mengangkat hukum adat sebagai hukum yang harus di terpkan
oleh hakim Gubernemen. (Dr. Siska Lis Sulistiani, 2021:19)

Peraturan baku adalah hukum pertama masyarakat yang mencerminkan


cara hidup negara Indonesia, memiliki corak tertentu yang unik
dalam kaitannya dengan bangsa yang berbeda. Sistem hukum
adat berdasarkan pada alam pikiran dan budaya bangsa
indonesia yang berbeda dengan cara berpikir sistem hukum
Barat. Untuk memahami sistem hukum adat harus memahami
cara berpikir masyarakat indonesia.
Hukum adat suatu daerah adalah hukum yang bersumber dan
berkembang dalam masyarakat. Adapun pengertian hukum adat
menurut Hartjiti Notopuro bahwa hukum adat adalah hukum tidak
tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas yang merupakan
pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata

25
keadilan dan kesejatraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan.
(Marco Manarisip, 2012:25)
Hukum adat menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam (Dr.Siska Lis
Sulistiani, 2021:21). Aturan tidak tertulis hidup dalam kelompok
masyarakat asli suatu daerah dan akan terus hidup selama
daerah setempat benar-benar memenuhi standar peraturan yang
telah diwariskan kepada mereka dari nenek moyang sebelum
mereka.
Adapun beberapa pengertian hukum adat menurut parah ahli lainnya
yang sangat beragam, di antaranya sebagai berikut.
1. Menurut soepomo:
Karena mencerminkan perasaan masyarakat yang sebenarnya sesuai
dengan kodratnya, maka hukum adat merupakan hukum yang
hidup. Hukum adat terus menerus tumbuh dan berkembang
seperti masyarakatnya sendiri.
2. Menurut cornelis van Vallenhoven:
Hukum adat adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku
bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak, mempunyai
sanksi, di anggap patut, dan mengikat para anggota
masyarakatnya yang bersifat hukum, oleh karena kesadaran
keadilan umum, bahwa aturan-aturan atau peraturan itu harus di
pertahankan oleh parah petugas hukum dan petugas masyarakat
dengan upaya pemaksa atau ancaman hukuman (sanksi)
3. Menurut Soerjono Soekanto:
Peraturan baku pada dasarnya adalah peraturan baku, kecenderungan-
kecenderungan signifikansi yang mempunyai akibat yang halal
(sein-sollen). Berbeda dengan kebiasaan belaka, kebiasan yang
merupakan hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang di
ulang-ulang dalam bentuk yang sama yang menuju pada
rechtsvardigordening der samenlebing yang artinya organisasi
masyarakat yang sah.
Adapun hukum adat menurut soekanto bahwa hukum adat hakikatnya
merupakan hukum kebiasaan yang mempunyai akibat hukum
atau sanksi (das sein das sollen. Artinya hukum adat merupakan
hukum adat itu merupakan keseluruhan adat yang tidak tertulis
dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilahan, kebiasaan dan
kelaziman,yang mempunyai akibat hukum atau sanksi.
(Marhaeni Ria Siombo dan Henny Wiludjeng, 2020:5)
Manfaat praktis dalam praktik peradilan adalah hukum adat dapat
dipergunakan untuk memutus perkara yang terjadi antara warga

26
masyarakat yang tunduk pada hukum adat. Penyelesaian
perkara akan sederhana jika di lakukan menurut hukum adat
sesuai dengan corak/sifatnya yang masi mengedepankan
kepentingan bersama secara kekeluargaan berdasarkan
musyawara mufakat, dengan menggunakan mediator para
fungsionaris adat di wilayah itu, (ketua adat, kepala desa di
wilayahnya). (Marhaeni Ria Siombo dan Heny Wiludjeng,
2020:10)
Dalam tulisannya sejalan dengan unsur-unsur pendekatan Keadilan
Restoratif (Restorative Justice) untuk mencapai rasa keadilan
dalam masyarakat yang mengedepakan musyawarah dengan
melibatkan kedua belah pihak.
Adapun dalam perkembangannya Beberapa hal yang perlu di ketahui
dalam hukum adat itu sendiri yakni sebagai berikut;
a. Ciri-ciri hukum adat;
Prof. Koesnoe memberikan pengertian ciri-ciri dalam hal ini di artikan
sebagai tanda-tanda dari sesuatu yang memberikan petunjuk
yang berlainan dari sesuatu yang lain. Sebagaimana yang di
kemukakan oleh Prof. Koesnoe dalam perkembangan adat
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut;
1. Sebagian besar hukum adat tidak tertulis.
2. Standar peraturan standar tertuang dalam himbauan yang memuat
standar kehidupan di mata masyarakat.
3. Standar digambarkan sebagai aksioma, pilihan, bagian, cerita, anekdot.
4. Kepala standar selalu diizinkan untuk menengahi dalam segala hal.
5. Faktor-faktor dari segala kepercayaan atau agama sering tidak dapat di
pisahkan karena erat terjalin dengan segi hukum dalam arti yang
sempit.
6. Sulit membedakan faktor kepentingan diri sendiri dari faktor
kepentingan pribadi.
7. Rasa harga diri setiap anggota masyarakat menjadi landasan utama
ketaatan dalam menjalankannya.
b. Dasar berlakunya hukum adat;
Regulasi standar sebagian besar tidak tertulis atau tidak tertulis, yaitu
standar kompleks yang dimulai dari perasaan individu tentang
kesetaraan yang terus-menerus diciptakan, mencakup aturan
perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari, secara konsisten
dianggap mengingat fakta bahwa mereka memiliki hasil yang sah
atau dukungan.
27
Dari definisi yang di kemukakan dapat di simpulkan bahwa hukum adat
merupakan bentuk hukum tidak tertulis atau tidak di kodifikasikan
dan mempunyai sanksi bagi mereka yang melanggar. Dan di
terapkan dalam kehidupan masyarakat pada masing-masing
daerah yang memiliki hukum adatnya masing-masing.
Bentuk hukum adat adalah sebagian besar adalah tidak tertulis padahal
berlakunya asas legalitas menyatakan secara jelas bahwa tidak
ada hukum selain yang di tuliskan dalam hukum (Marco
Manarisip, 2012:25)
Sebagimna yang di kemukakan oleh Jeschek dan weigend dalam
(Wikipedia, asas legalitas) bahwa terdapat beberapa makna
salah satunya yang terkandung dalam asas legalitas di
antaranya:
1. Ketuntuan pidana harus tertulis dan tidak boleh di pidana
berdasarkan hukum kebiasaan (nullum crimen nulla poena sine
lege scripta);

Hal ini tentunya untuk menjamin kepastian hukum. Namum di suatu


sisi ketika hakim tidak menemukan hukum dalam hukum tertulis,
maka seorang hakim harus wajib dapat menemukan hukumnya
dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Di akui atau tidak
namum hukum adat mempunyai peran penting dalam sistem
hukum nasional di indonesia.
Asas legalitas di atur dalam pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang menentukan bahwa “ suatu perbuatan tidak
dapat di pidana, kecuali berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang telah ada. Rancangan Undang-Undang
(RUU) KUHP draf tahuan 2010 masih mempertahankan asas
Legalitas Sebagai asas fuldamental.
Namum asas legalitas tersebut mengalamai perluasan makna
dalam ketentuan berikutnya. Walaupun perbuatan itu tidak diatur
dalam undang-undang ini, pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa
ketentuan tersebut pada ayat 1 tidak membatalkan berlakunya
undang-undang yang ada dalam masyarakat dan menentukan
bahwa seseorang patut dipidana.
Sebagai yang di kemukakan oleh Lilik Mulyadi dalam jurnal yang di
tulis oleh Rudini Hasyim Rado dan Marlyn Jane Alputila bahwa
Pada prinsipnya asas legalitas formal dikenal dengan
istilah“principle of legality”, kaidah normatif ini tertuang di Pasal 1
ayat (1) KUHP yaitu: “tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali
28
berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan pidana yang
telah ada terlebih dahulu”. Dari prespektif di atas, asas legalitas
formal dari Wetboek van Strafrecht (WvS), nyatalah asas ini lahir
dan hidup dalam alam liberalism. Di mana pada dimensi kekinian
ternyata alam liberalism demikian tidak cocok diaplikasikan dalam
realitas masyarakat Indonesia yang lebih bersifat pluralistis
sehingga konsekuensinya perlu ditemukan suatu formula berupa
adanya keinginan mencapai keseimbangan monodualistik antara
asas legalitas material dan formal.
Asas legalitas dalam R-KUHP sangat berlainan dengan yang dianut
KUHP, asas legalitas dari prespektif R-KUHP di samping mengatur
asas legalitas formal juga memberikan eksistensi asas legalitas
materiel sebagaimana redaksional lengkap sebagai berikut:
“Tidak ada satu pun demonstrasi yang dapat dikenakan sanksi atau
tindakan yang berpotensi mengejutkan, kecuali yang merupakan
kekuatan dari pedoman pidana dalam peraturan dan pedoman
yang ada sebelum demonstrasi dilakukan,” baca pasal 1 ayat 1 .
“Dilarang untuk menggunakan analogi dalam menentukan ada atau
tidaknya suatu tindak pidana,” bunyi Pasal 1 ayat 2. Pasal 2 :
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak
mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat,
yang menegaskan bahwa seseorang harus dilawan meskipun
demonstrasi tidak diarahkan dalam Peraturan ini,” adalah yang
pertama kalimat paragraf tersebut. diarahkan dalam Peraturan ini”.
Hukum yang hidup menurut rakyat pada umumnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berlaku di manapun hukum itu hidup dan
selama tidak diatur dalam Pedoman ini dan sesuai dengan sifat-
sifat yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia, kebebasan
dasar rakyat, dan standar legitimasi umum yang dirasakan oleh
masyarakat yang terdidik.
Adapun beberapa aspek mengenai dasar pemberlakuan hukum
adat di antaranya sebagai berikut:
1. Dasar filosofis
Menurut Ahdiana Yuni Lestari “Dasar filosofis dari hukum adat
adalah sebenarnya nilai-nilai dan sifat hukum adat sangat identik
dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir pancasila.
Sebagaimana contoh, religio magnis, gotong royong, musyawarah
mufakat dan keadilan. Selanjutnya Pancasila merupakan
kristalisasi dari peraturan baku, “Lalu, pada saat itu.

29
2. Dasar sosiologis
Secara empiris berlakunya hukum adat telah di terimah dan di
laksanakan oleh masyarakat secara sukarela tanpa ada paksaan.
Jadi hukum adat merupakan hukum yang hidup the living law.
3. Dasar yuridis
“Negara memandang dan menghormati peraturan baku satuan
daerah beserta hak-hak adatnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara kesatuan
nasional,” bunyi Pasal 18B UUD 1945 alinea 2. Keadaan Kesatuan
Republik Indonesia yang diarahkan dalam Pedoman"
48 tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman dalam beberapa pasalnya terdapat ketentuan yang
dapat dijadikan dasar bagi hukum pidana adat. “Tidak henti-
hentinya hakim konstitusi wajib menyelidiki, mengikuti dan mencari
tahu sifat-sifat hukum dan rasa keadilan yang hidup di mata
masyarakat,” bunyi Pasal 5 ayat 1.
Menurut Pasal 10 ayat 1, “Pengadilan dilarang menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih tidak ada atau tidak jelas undang-undangnya, tetapi
wajib memeriksa dan mengadilinya."
Lebih lanjut, pengaturan Pasal 50 ayat (1) juga dapat diartikan
bahwa “Putusan pengadilan selain wajib memuat alasan dan
alasan pemilihan, juga memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan
dan pedoman yang bersangkutan atau sumber peraturan yang
tidak tertulis. yang dijadikan alasan yang sah untuk mediasi".
Barda Nawawi Arief menegaskan learning living law tidak serta
merta mengubah hukum pidana agama dan adat menjadi hukum
pidana positif nasional. Kesamaan antara asas-asas hukum pidana
dan norma-norma yang hidup perlu ditelaah. Berbagai asas dan
norma yang serupa dapat diangkat menjadi asas dan norma hukum
pidana positif nasional setelah mempelajari dan menguji nilai-nilai
kebangsaan, khususnya Pancasila. (Lidya Suryani Widayati,
2020:4)

Eksistensi tentang keberlansungan dan pemberlakuan hukum adat


dalam kenyataannya secara yuridis telah ada dan berlansung
dalam kehidupan masyarakat indonesia sebagai wujud dari

30
mekanisme kontrol sosial yang tumbuh dan berkembang di
indonesaia.
2.1.5. Teori Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP)

merupakan suatu kitab hukum yang di kodifikasi sebagai

pembaharuan dari kitab undang-undang hukum pidana yang lebih

dulu ada tentang perbuatan yang di larang dan di ancam pidana

bagi mereka yang melaggar larangan tersebut.

Menurut Barda Nawawi Arief bahwa penyusunan RUU KUHP

pada hakikatnya merupakan suatu upaya pembaharuan/

rekontruksi/ restrukturisasi keseluruhan sistem hukum pidana

substantive yang terdapat dalam KUHP (WvS) peninggalan zaman

Hindia Belanda “Restrukturisasi mengandung arti Menata kembali

dan hal ini sangat dekat dengan makna “Rekontruksi” yaitu

Membangun kembali jadi RUU KUHP bertjuan melakukan penataan

ulang membangun sistem hukum pidana nasional hal ini tentu

berbeda dengan pembuatan dan penyusunan Rancangan undang-

undang biasa yang di buat selama ini. Kebijakan yang di tempuh

oleh bangsa indonesia dalam melaksankan pembaharuan hukum

pidana, Melalui dua jalur yaitu:

1. Pembuatan rancangan kitab undang-undang hukum pidana

yang maksudnya untuk menggantikan HUHP yang berlaku

sekarang.

31
2. Pembaharuan perundang-undangan pidana yang

maksudnya mengubah, menambah, dan melengkapi KUHP

yang berlaku sejarang.

Oleh karena itu penyusunan RUU KUHP di letakan dalam

kerangka politik hukum yang tetap memandang perlu penyusunan

hukum pidana dalam bentuk kodifikasi dan unifikasi yang di

maksudkan menciptakan dan menegakan konistensi, keadilan,

kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum dengan dengan

memperhatikan keseimbangan antara kepentingan nasional,

kepentingan masyarakat, dan kepentingan individu dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia

Rancangan kitab undang-undang hukum pidana mengemban

misi:

1. Dekolonisasi KUHP peninggalan/ warisan kolonial dalam

bentuk rekodifikasi kitab undang-undang hukum pidana.

2. Demokratisasi hukum pidana, yang di tandai dengan di

masukkannya tindak pidana terhadap HAM, hapusnya tindak

pidana penaburan permusuhan atau kebencian (“haatzaai-

artikelen”), yang merupakan tindak pidana formil dan di

rumuskan kembali sebagai tindak

3. pidana penghinaan yang merupakan tindak pidana

materil.Konsolidasi hukum pidana, karena sejak kemerdekaan

32
perundang-undangan hukum pidana mengalami pertumbuhan

yang sangat pesat baik di dalam maupun di luar KUHP

dengan berbagai kekhasannya sehingga perlu di taati kembali,

sehingga perlu di tata kembali dalam kerangka asas-asas

hukum pidana yang di atur dalam buku 1 KUHP.

4. Adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan

hukum ,yang terjadi baik sebagai akibat perkembangan di

bidang pengetahuan hukum pidana, maupun perkembangan

nilai-nilai, standar-standar serta norma yang diakui oleh

bangsa-bangsa beradab di dunia internasional.

Rancangan kitab undang-undang hukum pidana merupakan

rekodifikasi peraturan hukum yang di jadikan sebagai lex generalis,

tujuan dari pembentukan RKUHP adalah sejalan dengan semangat

dekolonisasi dan partikularisasi sehingga memasukan unsur hukum

yang hidup dalam masyarakat sebagai ketentuan dasar penuntutan

dalam norma di anggap sebagai ciri kas dari kodifikasi hukum

pidana indonesia.

2.2. Penelitian Terdahulu

Adapun kajian-kajian dari penelitian terdahulu yang memi liki

keterkaitan dan relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut;

No Peneliti Judul Tahun

1 Tongat, Said Noor Prasetyo, Hukum Yang Hidup Dalam 2019

Nu’man Aunuh , Dan Yaris Masyarakat Dalam

33
Adhial Fajrin; Pembaharuan Hukum Pidana

Fakultas Hukum Univesitas

Muhammadiyah Malang.

2 Fery kurniawan; Hukum pidana adat sebagai 2019

Universitas pamulang sumber pembaharuan hukum

pidana nasional.

3 Tody sasmitha jiwa utama; Hukum Yang Hidup Dalam 2020

Fakultas hukum universitas Rangcangan Kitab Undang-

gadja mada. Undang Hukum Pidana

Antara Akomodasi dan

Negasi

2.3. Kerangka Pikir

Beberapa waktu yang lalu, telah disahkan Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana baru yang merupakan serangkaian aturan hukum

yang akan digunakan dalam penyelesaian permasalahan hukum

pidana. Berbagai pro dan kontra muncul, sebab masih ada beberapa

pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru

dianggap kontroversial. Salah satunya mengenai pengakuan hukum

adat untuk mengategorikan suatu perbuatan sebagai tindak pidana

kendati peraturan perundang-undangan tidak mengkategorikan

perbuatan tersebut sebagai tindak pidana. Hal ini dianggap

mendistorsi kepastian hukum dan adanya asas legalitas. Penulis

34
menjabarkan legalitas dengan menyatakan bahwa setiap

keberlakuan hukum hanya dapat ditentukan dalam undang-undang,

dan yang berhak untuk melakukan hal tersebut adalah pembuat

undang-undang dan di laksanakan oleh alat negara sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku selama tidak bertantangan dengan

nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila serta UUD 1945 sebagai

dasar pembentukan hukum di indonesia.

Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hak-hak

masyarakat dan manusia sebagai bagian dari konsekuensi logis

kedudukan Indonesia sebagai negara hukum. Pasal 27 ayat (1) UUD

NRI 1945 menerangkan bahwa “Segala warga negara bersamaan

kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Hal ini

sangat identik dengan adanya kepastian hukum dan perlakuan

hukum yang adil bagi setiap orang. Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 39 tahun 1999 (UU HAM) menjelaskan bahwa, “Setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan

hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan

yang sama di depan hukum.” Sebagaimana kita ketahui bahwa salah

satu dari anasir negara hukum adalah kepastian hukum.

Jika merujuk kepada draf final Rancangan Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana, terdapat berbagai pasal yang memberikan jaminan

pemberlakuan hukum adat, beberapa diantaranya sebagai berikut,

35
1. Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak

mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat

yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun

perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.”

Pasal ini merupakan pengecualian dari Pasal 1 ayat (1) yang

menyatakan bahwa, “Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat

dikenai sanksi pidana dan atau tindakan kecuali atas kekuatan

peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang

telah ada sebelum perbuatan dilakukan.”

2. asal 66 ayat (1) huruf f yang menyatakan bahwa, “Pidana

tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b

terdiri atas: f. pemenuhan kewajiban adat setempat.” Pasal

tersebut memberikan pengakuan atas adanya sanksi adat

terhadap pelaku tindak pidana.

3. Pasal 601 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Setiap Orang

yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup

dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang

diancam dengan pidana.” Berdasarkan hal tersebut tampak

jelas bahwa makna tindak pidana tidak hanya terbatas pada

yang dinyatakan menurut perundang-undangan, namun juga

berdasarkan hukum pidana adat.

36
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, maka skema kerangka

pikir yang dapat disusun untuk menjelaskan fokus penelitian dengan

judul ″Analisis Yuridis Keberlangsungan Hukum Adat Dalam

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2022”,

adalah sebagai berikut:

SKEMA KERANGKA PIKIR

Peraturan Perundang-Undangan,
UUD 1945;
RKUHP Tahun 2022;
UU RI Nomor 48 Tahun 2009;

Penerapan Hukum

Keberlangsungan Hukum Adat


Dalam RKHUP Tahun 2022
Pengaturan Delik Adat dalam
RKHUP Tahun 2022;
Pengakuan dan Keberlakuan
Hukum Adat dan/atau
Eksistensi Hukum Adat Hukum yang Hidup dalam
dalam RKUHP Tahun masyarakat di dalam 37
2022; RKUHP Tahun 2022.
Hukum Adat ditinjau dari
Asas Legalitas.
Akan menimbulkan ketidakpastian
hukum dan menyebabkan terjadinya
overkriminalisasi dalam sistem hukum
pidana di Indonesia.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir di atas, dapat ditarik beberapa

hipotesis sebagai berikut:

1. Bahwa eksistensi Hukum Adat dalam Rancangan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2022 akan

menimbulkan ketidakpastian hukum.

2. Bahwa kedudukan hukum adat jika ditinjau dari asas legalitas

akan menyebabkan terjadinya overkriminalisasi dalam sistem

hukum pidana di Indonesia.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian

ini dilaksanakan sejak selesainya seminar propsal dalam kurun

waktu kurang lebih 1 (satu) bulan, 2 (dua) minggu pengumpulan data

3.2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Normatif yaitu metode

penelitian yang di lakukan dengan mengkaji bahan hukum utama

dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, dan asas-asas

39
hukum, peraturan perundang-undangan serta keputusan

pengadailan dan pendapat-pendapat ahli hukum. yang berhubungan

dengan penelitian ini. Oleh karena itu, telaah dilakukan dengan

menggunakan metode Deskripstif Analitis

3.3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian Terkait Analisis Yuridis

Keberlansungan Hukum Adat Dalam Rancangan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Tahun 2022 adalah menggunakan

pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Pendekatan perundang-undangan yang digunakan berkenaan

dengan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan tema sentral penelitian ini.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menggunakan sumber

data pustaka. Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang

berasal dari sumber yang berbeda, yaitu:

Bahan Hukum Primer; data yang diperoleh dengan kajian

kepustakaan yakni terdiri dari publikasi tentang hukum yang

merupakan dokumen-dokumen resmi, yakni:

a. Buku :
_ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung

40
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 2007, Pedoman Pelaksanaan
P4GN (Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan
dan Peredaran Gelap Narkoba) Melalui Peran Serta
Kepala Desa/Lurah, Babinkamtibmas dan PLKB Di
Tingkat desa/Kelurahan, Perpustakaan BNN, Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar


Baru, Bandung.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat


Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya.

_ _ _ _ _ _ _ _ _, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar


Baru, Bandung.

_ _ _ _ _ _ _ _ _, 2005, Patologi Sosial, Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

A.R. Sujono dan Bony Daniel, 2013, Komentar Dan


Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, Sinar Grafika, Jakarta.

Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) &


Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Undang-
Undang (Legisprudence) Volume I Pemahaman Awal,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1,


Penerbit Raja Gravindo Persada, Jakarta.

Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana Memahami


Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana
sebagai Syarat Pemidanaan, Penerbit Rangkang
Education Yogyakarta & PuKAP Indonesia,
Yogyakarta.

A. Simandjuntak, 1980, Pengantar Kriminologi dan


Patologi Sosial, Tarsito, Bandung.

Badan Narkotika Nasional, 2010, Pencegahan dan


Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN) Bidang Pemberdayaan
Masyarakat, Perpustakaan BNN, Jakarta.

41
Badra Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan
Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan
Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata


Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

C.S.T. Kansil, 2009, Kamus Istilah Aneka Hukum, Ed. 1 Cet.


1, Jala Permata, Jakarta.

Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty,


Yogyakarta.

Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty,


Yogyakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus


Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Dosminikus Rato, 2010, Filasafat Hukum Mencari dan


Memahami Hukum, PT Presindo, Yogyakarta.

Dr. Siska Lis Sulistiani, (2021) Hukum Adat di Indonesia.


Sinar Grafika.
Dr.Hilman Syahril Haq (2020). Pengantar Hukum Adat
Indonesia. Penerbit Lakeisha

Eli Wuria Dewi, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen,


Graha Ilmu, Yogyakarta.

Fakultas Hukum, 2022, Pedoman Penulisan Skripsi,


Cetakan Ke 3, Universitas Doktor Husni Ingratubun, Tual.

Gatot Supramono, 2004, Hukum Narkoba Indonesia,


Djambatan, Jakarta.

Hadiman, 2005, Pengawasan Serta Peran Aktif Orangtua


Dan Aparat Dalam Penanggulangan dan
Penyalahgunaan Narkoba, Badan Kerjasama Sosial
Usaha Bersama Warga Tama, Jakarta.

Harun M. Husen, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum


di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

42
Harun M. Husen, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum
di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

I Dewa Gede Atmadja, I Nyoman Putu Budiartha, 2018, Teori-


Teori Hukum, Setara Press, Malang.

I Gede A.B. Wiranata, (2005). Hukum Adat Indonesia


Perkembangan dari Masa ke Masa. Penerbit PT. Citra
Aditya Bakti Bandung

I Made Pasek Diantha, 2016, Metode Penelitian Hukum


Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, PT. Kharisma
Putra Utama, Jakarta.

Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi (2015), Cepat dan Muda


Memahami Hukum Pidana. Penerbit Kencana Prenada
Media Group

Jonaedi Efendi, 2020, Metode Penelitian Hukum Normatif


Dan Empiris, Kencana, Jakarta.

Kartini Kartono, 2017, Patologi Sosial, Rajawali Pers,


Jakarta:Laurensius

Arliman, 2015, Penegakan Hukum dan Kesadaran


Masyarakat, Deepublish, Yogyakarta.

Laurensius Arliman, 2015, Penegakan Hukum dan


Kesadaran Masyarakat, Deepublish, Yogyakarta.

Marhaeni Ria Siambo dan Henywulidjeng, (2020). Hukum


Dalam Perkembangannya. Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya.

Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta,


Jakarta.
Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta,
Jakarta.

Moh. Mujibur Rohman, Ade Risna Sari, Abdul Hamid, Nur


Syamsiah, Mutiah Septarina, Mahrida, Ningrum
Ambarsari, Iwan Hendri Kusnadi, Mohsi dan Mia Amelia.,
(2022). Hukum Adat. PT. Global Eksekutif Teknologi.

43
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi
Investor di Indonesia, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian
Hukum Empiris & Normatif, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori dan


Kebijakan Pidana, Cet. II, Penerbit Alumni, Bandung.

Mulyadi, L, (2013). Eksistensi Hukum Pidana Adat Di


Indonesia: Pengkajian Asas, Norma, Teori, Praktik dan
Prosedurnya. Penerbit. PT Alumni.

Mulyono Anton, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Balai Pustaka, Jakarta.

Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern


(Rechtstaat), Refika Aditama, Jakarta.

Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern


(Rechtstaat), Refika Aditama, Jakarta.

Nyoman Serikat Putra Jaya, 2005, Relevansi hukum pidana


adat dalam pembaharuan hukum pidana nasional,
Citra Aditya Bakti, Bandung.

O.C. Kaligis dan Soejono Dirdjosisworo, 2006, Narkoba dan


Peradilannya; Reformasi Hukum Pidana Melalui
Perundangan dan Peradilan, O.C. Kaligis & Associates,
Jakarta.

P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana


Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Philipus M. Hadjon, 2011, Pengantar Hukum Administrasi


Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Ramly Hutabarat, 1985, Persamaan Di Hadapan Hukum


( Equality Before the Law) di Indonesia, Ghalia
Indonesia, Jakarta.

Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum,


Citra Aditya, Bandung.

44
Romli Atmasasmita, 2007,Teori dan Kapita Selekta
Kriminologi, Refika Aditama, Bandung.

Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Beberapa Masalah Dalam


Studi Hukum dan Masyarakat, Remaja Karya, Bandung.

Sadly Hasan, 2000, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia,


Jakarta.
Satjipto Rahardjo, 2011, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan
Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta.

Satjipto Rahardjo, 2011, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan


Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta.

Setiono, 2004, Supremasi Hukum, UNS, Surakarta.

Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan


Kebijakan Lingkungan Nasional, Cetakan ketiga,
Airlangga University Press, Surabaya.

Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan


Kebijakan Lingkungan Nasional, Cetakan ketiga,
Airlangga University Press, Surabaya.

Soedarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto Fakultas


Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

Soerjono Soekanto, 2016, Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Penegakan Hukum, Edisi Pertama,
Cetakan Keempatbelas, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2016, Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Penegakan Hukum, Edisi Pertama,
Cetakan Keempatbelas, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum (Suatu


Pengantar), Liberty, Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum (Suatu


Pengantar), Liberty, Jakarta.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik


Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik


Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

45
W. J. S. Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

Yusuf Apandi, 2010, Katakan Tidak Pada Narkoba, Simbiosa


Rekatama Mebia, Bandung.

b. Peraturan Perundang-Undangan;

Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;


Undang-Undang N0 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana Untuk Seluruh Indonesia dan Mengubah Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1964


Tentang Penertiban Perjudian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun


1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1964 Tentang Penertiban
Perjudian

Undang Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun


1951 Tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk
Menyelenggarakan Satuan Susunan Kekuasaan Dan
Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil; Lembaran Negara
Reoublik Indonesia. 1951/Nomor 09.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009


Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman;
Lembaran Negara Republik Indonesia. 2009/Nomor 157.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023
Tantang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Lembaran
Negara Republik Indonesia. 2023/Nomor 1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009


Tentang Narkotika; Lembaran Negara Republik Indonesia.
2009/Nomor 143

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997


tentang Psikotropika; Lembaran Negara Republik
Indonesia. 1997/Nomor 5

46
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah; Lembaran Negara Republik
Indonesia. 2014/Nomor 244

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004


tentang Kejaksaan; Lembaran Negara Republik Indonesia.
2021/Nomor 298

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002


tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Lembaran
Negara Republik Indonesia. 2002/Nomor 2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004


tentang Komisi Yudisial; Lembaran Negara Republik
Indonesia. 2002/Nomor 89

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun


2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja; Lembaran
Negara Republik Indonesia. 2018/Nomor 72

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007


Tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika
Provinsi, Dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota;

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010


Tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban
Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam
Lambaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial jo.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2011
tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban
Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika kedalam
Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalam Putusan Nomor


Reg. 15/mil/2000, tertanggal 27 Januari 2001;

Bahan Hukum Sekunder; data yang diperoleh dari jurnal,


dokumen-dokumen, dan lain-lain yang erat kaitannya dengan objek
penelitian yakni;

c. Jurnal;
Anwar, M. (2020), Paradigma Holistik Kontradiksi Asas
Ultimum Remidium Terhadap Asas Legalitas Dalam
Penegakan Hukum Pidana Lingkungan. Fakultas
Hukum Unila.
47
Dara Pustika Sukma, (2023), Pemberlakuan Delik Adat
Dalam Hukum Pidana Nasional. Fakultas Hukum,
Universitas., Surakarta
Elrick Christovel Sanger, “Penegakan Hukum Terhadap
Peredaran Narkoba Di Kalangan Generasi Muda,”
Jurnal Lex Crimen Vol. II/No. 4/Agustus/2013.
Florentino, M, (2022). Pengaruh Adat Istiadat Terhadap
Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Di Kota
Maumere. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar.
Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 1 Tahun 2021),
dengan Judul “Implementasi Pasal 303 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Terkait Tindak Pidana
Perjudian Cap Jiki Di Kabupaten Buleleng”, oleh Gede
Damma Vijananda, Ni Putu Rai Yuliartini, dan Dewa Gede
Sudika Mangku, e-mail:
dammavijananda1999@gmail.com
raiyuliartini@gmail.com
dewamangku.undiksha@gmail.com

Jurnal Preferensi Hukum | ISSN: XXXX | E-ISSN: XXXX Vol. 1


No. 1 – Juli 2020 hal. 91-96, dengan judul “Pengaturan
Sanksi Kumulatif Dalam Tindak Pidana Korupsi”, oleh I
Made Sandi Cahyadi, I Nyoman Putu Budiartha, I Made
Minggu Widyantara, Fakultas Hukum Universitas
Warmadewa, Denpasar - Bali, Indonesia.
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juprehu
m
Jurnal Solusi , ISSN Print 0216-9835; ISSN Online 2597-680X,
dengan judul “Aspek Hukum Pidana Dalam Perjudian
Secara Online”, oleh Dody Tri Purnawinata, Sekolah
Tinggi Ilmu Hukum Serasan, E-mail:
dodytriputrawinata@perguruanserasan.ac.id

Karmila Wijaya Kusumah, 2021, “Analisis Pencegahan Dan


Pemberantasan Narkoba Di Kabupaten Sidenreng
Rappang”, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Marco Manarisip, (2012) Eksistensi Pidana Adat Dalam


Hukum Nasional.Fakultas hukum Unsrat.
Nanik Latifah, Maesaroh, M.Si. Efektifitas Program
Pencegahan Penanganan Penyalahgunaan Dan
peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Oleh Badan
48
Narkotika Nasional Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Kebijakan dan Manajemen Publik, Vol. 9 No 1 (Tahun
2020).

Satjipto Raharjo, (2006), Penegakan Hukum Suatu Tinjauan


Sosiologis. PT. Citra Aditya Bakti., Bandung
Sri Rejeki, “Penanggulangan Narkoba Di Kalangan
Remaja”, Majalah Ilmiah Pariyatan, Vol. XXI No. 1, (2014).

Tenriawaru., W. M. N. M., Efan Apturedi., B. M. S., & Dimas


Pranowo, (2022). Perbandingan Penerapan Sistem
Hukum Progresif (Plea Bargain VS Restorative
Justice). Penerbit Adab.
Yuli Ardiansyah dan Lalu Abdurrahman,” Penyuluhan
Pencegahan Bahaya Narkoba terhadap Anak-anak
Usia Dini,” Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Volume 2
Nomor II ( Mei, 2013).

c. Internet :
http://hukumonline.com. Berita KUHP Baru Tidak (Jadi)
Melanggar Asas Legalitas – Hukumonline
http://mediaindonesia.com/› opini Asas Legalitas dalam
Sistem Hukum di Indonesia, Relevankah?

https://eprints.umm.ac.id/46131/3/BAB%20II.pdf

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan

dengan cara studi kepustakaan suatu jenis data yang mengategorikan

data secara tertulis untuk mendapatkan data yang mendalam dan

lebih bermakna dan juga untuk menambah wawasan dan

pengetahuan.

1.6. Analisis Data

49
Dalam penyusunan skripsi ini mengunakan metode analisis

Interpretasi Sistematis dan Deskriptif Analitis

1. Interpretasi Sistematis, yakni teknik analisa data yang

menghubungkan Pasal-Pasal yang berkaitan dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

2. Deskriptif Analitis, teknik analisa data yang mengelompokkan

dan menyeleksi data yang berhubungan dengan hipotesis

kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan

kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan.

1.7. Definisi Operasional

1. Analisis Yuridis; adalah suatu kajian yang membahas mengenai

permasalahan hukum yang terjadi seperti jenis tindak pidana

apakah, terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur delik,

pertanggungjawaban pidana serta penerapan sanksi terhadap

pelaku tindak pidana

2.Hukum Adat; adalah hukum yang hidup dan di akui di lingkungan

masyarakat yang mempunyai sanksi dan dimiliki oleh masing-

masing daerah tertentu.

3. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; suatu kitab

hukum yang di kodifikasi sebagai pembaharuan dari kitab undang-

undang hukum pidana yang lebih dulu ada tentang perbuatan yang

50
di larang dan di ancam pidana bagi mereka yang melaggar

larangan tersebut

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan

4.1.1. Eksistensi Hukum Adat Dalam Rancangan Kitab Undang-


Undang Hukum Pidana Tahun 2022

51
Mengengenai Eksestensi Hukum sebagaimna yang di jelaskan

dalam jurnal yang di tulis Rudini Hasyim Rado Dan Marlyn Jane

Alputila tantang Relevansi Hukum Adat kei Larvul ngabal dalam

pembaharuan hukum nasional indonesia bahwa Setelah

kemerdekaan, terdapat berbagai dinamika dan perkembangan untuk

mengkaji, mengevaluasi bahkan menggantikan sama sekali

KUHP/WvS (Staatblad 1915, No. 732) di dalam negara yang sudah

merdeka ini. Ideologi liberalisme yang mendasari WvS, jelas secara

diametral bertolak belakang dengan ideologis komunalisme bangsa

Indonesia. Dengan demikian pengoperan hukum asing ke dalam

hukum nasional setidak-tidaknya sampai saat ini telah menyebabkan

bangsa mengalami kebangkrutan dalam berhukum. Apalagi, bila

ditelisik jauh sebelum kehadiran kaum kolonial, Indonesia telah

memiliki hukum asli yang lahir dari Rahim Ibu Pertiwi yaitu hukum

adat yang belum disentuh oleh hukum pidana kita.

RKUHP merupakan pembaharuan peraturan hukum pidana dari

HUHP yang sebelumnya yang dijadikan sebagai peraturan hukum

pidana yang umum, dengan di bentuknya RKUHP adalah sejalan

dengan semangat dekolonisasi dan partikularisasi sehingga

memasukkan unsur hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai

ketentuan dasar penuntutan dalam norma dianggap sebagai ciri khas

dari hukum pidana Indonesia.

52
Dalam jurnal tentang Pemberlakuan Delik Adat Dalam Hukum

Pidana Nasiounal yang di tulisan oleh Dara Pustika Sukma

mengemukakan tanggapan Menurut Lilik Mulyadi, terdapat 3 (tiga)

jenis putusan yang mengakomodir ketentuan hukum adat, di

antaranya adalah:

a. Putusan Pengadilan Menerapkan Padanan Delik Adat dengan


Ketentuan KUHP Penjatuhan putusan dengan karekteristik ini
pernah dijatuhkan pada saat pemeriksaan perkara dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 666 K/Pid/1984. Putusan
tersebut tidak menggunakan sanksi adat terhadap delik yang
dilakukan oleh terdakwa. Pengadilan Judex Factie dan
Pengadilan Judex Juris menggunakan sanksi pidana
sebagaimana diatur di dalam KUHP, dan mengesampingkan
hukum adat. Peradilan adat yang Membatalkan Putusan
Pemidanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor
1644/K/Pid/1988 memuat pertimbangan meniadakan
pemidanaan terhadap seorang terdakwa yang telah dijatuhi
sanksi adat oleh Kepala Adat. Pertimbangan dalam putusan ini
dapat dikatakan menerapkan perluasan terhadap asas nebis in
idem yang menyatakan seseorang tidak dapat dihadapkan ke
pengadilan untuk kedua kalinya terhadap perkara yang sama.

b. Pengadilan Menjatuhkan Pemidanaan dengan Menggunakan


Sanksi adat Putusan Mahkamah Agung Nomor 854/K/Pid/1983
membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Klungkung Nomor
33/Pid/Sumir/1983 yang membebaskan terdakwa dari dakwaan
Pasal 378 KUHP dan Delik Lokika Sanggraha. Pembuktian
terhadap Pasal 378 KUHP memang dianggap lemah oleh
karena unsur-unsurnya tidak terpenuhi, akan tetapi Delik Adat
Lokika Sanggraha tetap dinyatakan terbukti sehingga terdakwa
tidaklah pantas dijatuhkan putusan bebas atas perbuatan yang
dilakukannya.

Karakteristik dari ketiga jenis putusan tersebut telah membuktikan

bahwa penerapan hukum adat ke dalam hukum pidana nasional

sudah pernah diterapkan. Perbedaan karakteristik putusan di atas

didasarkan pada pertimbangan ada dan tidaknya delik adat dengan

53
ketentuan KUHP, tujuan dari pemidanaan, dan penggunaan delik

adat untuk mengisi kekosongan hukum pidana.

Selain ketiga karakteristik putusan yang menjadi dasar

memperkuat eksistensi hukum adat tersebut sehingga perlu di

cermati secara yuridis formal saparuh perbuatan hukum yang di

anggap oleh sebagian kalangan masyarakat marupakan suatu

pelanggaran yang tidak di atur dalam hukum kitab undang-undang

hukum pidana bahkan peratuan pidana lainnya namun secara tegas

di atur dalam hukum adat , sebagaimana halnya dalam hukum adat

Larvul ngabal di suatu daerah di kepulan kei kota tual maluku

tenggara.yaitu :

1. Rasung smu (santet) Santet adalah ilmu hitam (black magic)


untuk merugikan orang lain, selain itu juga dapat berarti
“kepandaian dan sebagainya untuk mengetahui (meramalkan)
sesuatu yang gaib (seperti meramal nasib). Dalam pandangan
masyarakat Kei santet dikenal dengan istilah lain yaitu
“suanggi” yang merupakan suatu perbuatan yang tercela dan
dilarang karena dapat menyusahkan atau mencelakakan orang
lain atau masyarakat luas dengan menggunakan “ilmu hitam
atau sihir”. Sebenarnya istilah populer yang disebut sebagai
santet ini, bukan hanya monopoli dalam masyarakat Kei, tetapi
sudah merupakan terminologi umum yang tersebar di wilayah
Indonesia, di mana mencocoki perbuatan sebagaimana
dijelaskan di atas. “doti”, “parakang”, “tuju”, “teluh”, “tenung”,
“nyampokng nyawa/padi”, atau “sarapo”. Walaupun santet
dipandang oleh khalayak masyarakat Indonesia sebagai
perbuatan pantang. Perbuatan santet dalam perkembangan
penyusunan R-KUHP kemudian dijadikan delik, yaitu sejak
1977 sampai terakhir dalam konsep 2019. Santet ini
dituangkan di Pasal 252 ayat (1) R-KUHP “Setiap orang yang
menyatakan namun pada KUHP saat ini, perbuatan tersebut
tidak ditetapkan sebagai suatu delik.

54
2. Maryain vo ivun (Persetubuhan di luar perkawinan
mengakibatkan kehamilan) Maryain vo ivun dapat diartikan
sebagai seorang perempuan yang dihamili oleh seorang laki-
laki di luar perkawinan, namun kemudian tidak mengawini
perempuan yang bersangkutan. Perbuatan ini bertentangan
dengan hukum adat Kei. Muncul filosofi Kei “Luun mas” (air
mata emas), artinya adalah air mata perempuan diibaratkan
bernilai seperti emas sehingga tidak boleh sembarangan
ditumpahkan/dilecehkan. Terhadap delik adat semacam ini,
sebagaimana praktik di masyarakat Kei, para pihak tersebut
dikawinkan sepanjang yang bersangkutan saling
menghendaki,namun jika tidak menghendaki, maka
diasingkan. Delik adat ini di wilayah Bali dikenal dengan istilah
“lokika sanggraha”, sedangkan di dalam KUHP tidak dijumpai
ketentuan demikian. Patut dicermati ketentuan persetubuhan di
luar perkawinan pengaturannya sempat diadopsi dalam
konsep R-KUHP 2015 sebagaimana dirumuskan Pasal 485
ayat (2) yang berbunyi: “Laki-laki yang tidak beristri bersetubuh
dengan perempuan tidak bersuami dengan persetujuan
perempuan tersebut, yang mengakibatkan perempuan tersebut
hamil dan tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk
kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-
undangan di bidang perkawinan dipidana penjara paling lama
5 tahun atau denda paling banyak kategori IV”. Namun yang
disayangkan pengaturan tersebut ditiadakan dalam
perkembangan penyusunan konsep R-KUHP Tahun 2019.

3. Dos sa te’en yanat te urwair tunan (inses) Istilah inses


(incest) diadopsi dari terminologi Latin ”incesture”. Incest ialah
delik adat, termasuk bagi masyarakat Kei yang berupa
larangan selayaknya suami istri antara mereka yang terikat
dalam hubungan sedarah/kekerabatan dekat (menurut garis
lurus maupun ke samping). Dalam UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan Pasal 8 juga melarang perkawinan antara
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga antara lain
sesama saudara kandung/anak sendiri, sehingga dilarang
hidup bersama atau kawin selayaknya suami istri oleh adat
dan agama. Inses dipandang sebagai perbuatan buruk atau
sangat tercela oleh masyarakat, tidak hanya dalam konsepsi
masyarakat Kei, namun termasuk juga oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Atas pelanggaran tersebut, tentu selain
dipandang suatu perbuatan asusila juga dinilai dapat
menganggu keseimbangan kosmis. Menurut masyarakat Kei,
perbuatan tersebut sepatutnya dinyatakan sebagai perbuatan
terlarang dan diberi sanksi adat bagi pelakunya. Meskipun
perbuatan ini sebagai perbuatan yang sangat tercela, namun

55
yang mengherankan adalah perbuatan tersebut tidak
ditemukan pengaturannya dalam KUHP. Terkecuali dalam
Pasal 294 KUHP apabila yang menjadi obyek inses adalah
anak di bawah umur, sekaligus juga melanggar Pasal 81 UU
Perlindungan Anak. Kini, tindak pidana adat inses tersebut
telah dirumuskan di Pasal 419 R-KUHP 2019 yang berbunyi:
”Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan
seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut
merupakan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau
ke samping sampai derajat ketiga dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun”. Penjelasan dikatakan bahwa
tindak pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal dengan
perbuatan sumbang (inses). (Rudini Hayim Rado dan Marlyn
Jane Alputila.2020:604-607)

Dari uraian penjelasan tentang kutipan di atas mengenai

perzinahan/persetubuhan di luar perkawinan mengakibatkan

kehamilan termasuk perbuatan santet sangatlah tidaklah sejalan

dengan nilai-nilai etika dan moral yang di akomodir dalam Pancasila.

Perbuatan demikian tidak ada bandingya dalam KUHP Namun

secara jelas di atur dalam hukum adat pada suatu daerah hal

demikian memungkinkan di masukannya hukum yang hidup dalam

masyarakat sebagai seuatu ketentuan sanksi pemidanaan terhadap

barang siapa yang melanggar larangan tersebut delik adat demikin

dapat memberikan celah bagi hakim dalam memutus suatu perkara

berdasarkan kewenangan yang di muat dalam pasal tantang

undang-undang pokok kekuasaan kehakiman sebagaimana

mestinya demi tercapainnya suatu keadilan. Yang sesuai sistem

hukum Pancasila dan UUD 1945, maka harus berlandaskan pada

56
sistem hukum pidana yang berlandaskan Pancasila Dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Maka perlu untuk di ketahui bahwa Secara yuridis eksistensi

hukum adat telah dinyatakan dalam Pasal 18B ayat 2 UUD 1945

menyatakan bahwa, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

diatur dalam Undang-undang”.

Selanjutnya dalam pasal 28 I Ayat 3 menyatakan bahwa “identitas

budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan

perkembangan zaman dan peradaban Pengakuan dan

penghormatan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta

hak-khak tradisionalnya tersebut dalam uddang-undang dasar yang

menjadi acuan dasar dalam pembentukan setiap peraturan

perundang-undangan merupakan pengakuan yang yuridis yang

menetukan akan eksistensi hukum adat.

Selain memuat jenis putusan dan dasar pengakuannya sebagai

terang bahwa penerapan hukum adat ke dalam hukum pidana

nasional indonesia telah di akui keberadaannya dan suda di

laksanakan namun masi terdapat ketentuan pasal yang termuat

dalam peraturan perundang-undangan sebagaimna penulis uraikan

pada latar belakang masalah yang menjadi landasan memperkuat


57
ekisitensi hukum adat di indonesia sebagai pidana tambahan dalam

hukum pidana indonesia sebagaimna termuat dalam ketentuan pasal

67 ayat 1 huruf e tantang pemenuhan kewajiban adat setempat

dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat.

Sebagai dasarnya di perkuat dengan adanya kewajiban hukum

yang harus di penuhi yaitu dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 48 tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman, menerangkan bahwa “Hakim dan hakim

konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 48 tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman, menerangkan bahwa “Pengadilan di larang

menolak untuk memeriksa, mengadili, dan mumutus suatu perkara

yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang

jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Dan

ketentuan Pasal 50 ayat (1) menjelaskan pula bahwa “Putusan

pengadilan selain selain harus memuat alasan dan dasar putusan,

juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan

yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang di jadikan

dasar hukum untuk mengadili”.

4.1.2. Hukum Adat Di Tinjau Dari Asas Legalitas

58
Pembaharuan di dalam RKUHP ini menyisakan isu krusial, salah

satunya dengan memasukan unsur hukum yang hidup dalam

masyarakat (the living law) dan menjadikan hukum yang hidup dalam

masyarakat sebagai dasar untuk menentukan seseorang dapat

dipidana atau dasar penuntutan yang di anggap bertantangan

dangan asas legalitas. Dalam hukum pidana asas legalitas di atur

secara jelas dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang menyatakan “Tidak

ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau

tindakan kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan

perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.

Adapaun beberapa prinsip yang terdapat dalam asas legalitas.

Dalam pandangan moeljatno pengertian yang ada dalam asas

legalitas yaitu:

1. Tidak ada perbuatan yang di larang dan di ancam dengan

pidana kalau hal itu terlebih dahuluh belum di atur dalam

peraturan perundang-undangan hukum pidana indonesia

2. Untuk menentukan perbuatan adanya perbuatan pidana tidak

boleh menggunakan analogi.

3. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut

Asas legalitas sebagaimna yang di maksud secara umum di atur

dalam hukum pidana nasional indonesia yang berlaku hingga saat

ini. Dan di atur pula dalam beberepa kali perumusan untuk

59
pembaharuan hukum nasional indonesia setelahnya kemudian di

atur kembali dalam pasal 1 ayat 1 Rancangan Kitab Undang-Undang

hukum Pidana 2022 yang menentukan bahwa “tiada seorang pun

dapat di pidana atau dikenahi sanksi pidana kecuali perbuatan

tersebut di atur dalam telah di nyatakan sebagai seuatu perbuatan

pidana yang di atur dalam peraturan perundang-undangan yang ada

saat perbuatan itu di lakukan. Begitu juga dengan Pasal 1 Ayat 2

RKUHP yang menyatakan, “Dalam menetapkan adanya tindak

pidana dilarang menggunakan analogi”.

Keberadaan hukum tidak tertulis (Hukum Adat) di anggap

bertolak belakang dengan makna implisit di dalam asas legalitas

yang seyogianya menjadikan hukum tertulis sebagai dasar

pemidanaan.

Tetapi dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) menerangkan bahwa

ketentuan sebgaimna yang di maksud dalam pasal 1 ayat (1) tidak

mengurai berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang

menentukan bahwa seseorang patut di pidana walaupun perbuatan

tersebut tidak di atur dalam undang-undang ini. Dalam pasal 2 ayat

(2) menyatakan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana

yang di maksud pada ayat 1 berlaku dalam tempat hukum itu hidup

dan sepanjang di atur dalam undang-undang ini dan sesuai dengan

nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, Undang-Undang Dasar

60
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia dan

asas hukum umum yang di akui masyarakat beradab.

Dalam uraian tersebut dalam tinjauannya bahwa asas legalitas

sebagaimana di maksudkan dalam rancangan kitab undang-undang

hukum pidana tidak hanya menentukan asas legalitas formil seperti

undang undang hukum pidana sebelumnya tetapi juga menetukan

asas legalitas materil dikenal dengan istilah afwezigheids van alle

materiel wederrechtelijkheid (AVAW) maka dangan dimasukannya

hukum yang hidup dalam masyarakat (hukum adat). Dari ketentuan

tersebut terangnnya terbukti bahwa hukum adat pidana dapat

diterapkan terhadap suatu tindak pidana, sepanjang tindak pidana

tersebut tidak ada padanannya/persamaannya/ bandingannya dalam

kitab undang-undang hukum pidana .

Penerapan hukum adat sebagai pidana tambahan dalam rancangan

kitab undang-undang hukum pidana , tumbuh dan berkembang di

dalam masyarakat mendapatkan dasar dan pembenaran dalam ius

constituendum. Hal tersebut ditandai dengan memberlakukan

ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) R KUHP sebagai pengakuan

hukum yang tidak tertulis serta dasar pembenaran lain sebagaimana

penulis jelaskan dalam penulisan ini.

Asas legalitas salah satu prinsip hukum yang mengedepankan

tentang kepastian hukum sebagai perlindungan agar alat negara

61
(penegak hukum) tidak sewenang-wenang menjatuhi hukuman.

Namum pada suatu sisi hakim di tuntut dan di berikan kewenangan

untuk menggali hukum tidak tertulis sebagaimana di maksudkan

dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman sehingga hakim perlu menalaah

secara jelas jenis peraturan hukum yang berlaku di masyarakat

(hukum tidak tertulis) dan menjadikannya sebagai dasar pemidanaan

selama tidak di atur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Karena sebagai perbandingannya ketika seseorang melakukan

suatu tindakan atau perbuatan yang di anggap merupakan suatu

kejahatan atapun pelanggaran dan ketika itu perbuatan tersebut

tidak di nyatakan dalam peraturan perundang-undangan hukum

pidana indonesia maka hakim tidak harus serta merta manjadikan

perundang-undangan lain sebagai dasar dalam menjatuhkan

hukuman yang dimana peraturan hukum tersebut tidak mengatur

perbuatan tersebut, karena hal demikian sangatlah bertantangan

dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam asas legalitas yaitu di

larang menggunakan analogi.

Analogi sebegaimana Scaffmeister dan Heijder Tidak di

perkenakan menggunakan analogi (pengenaan suatu undang-

undang terhadap suatu perbuatan yang pada dasarnya tidaklah

62
perbuatan tersebut di atur dalam undang-undang hukum pidana

hukum pidana.(Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi 2015:19-20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

63
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai skripsi

yang penulis himpun dengan judul “Analisis Yuridis Keberlansunagn

Hukum Adat Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Tahun 2022” maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

Selain memuat jenis putusan dan dasar pengakuannya sebagai

terang bahwa penerapan hukum adat ke dalam hukum pidana

nasional indonesia telah di akui keberadaannya dan suda di

laksanakan namun masi terdapat pasal-pasal dalam peraturan

perundang-undangan sebagaimna penulis uraikan pada latar

belakang masalah dan pembahasan yang menjadi landasan

memperkuat ekisitensi hukum adat di indonesia sebagai pidana

tambahan dalam hukum pidana indonesia sebagaimna termuat

dalam ketentuan pasal-pasal tantang pemenuhan kewajiban adat

setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam

masyarakat.

Bahwa dapat disimpulkan makna dan hakikat

pembentukan/pembaharuan hukum pidana sebagai berikut yaitu :

a. pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan

bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial

(termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka

mencapai/menunjang tujuan hukum (kesejahteraan masyarakat

dan sebagainya)

64
b. Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum

pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya

perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan

kejahatan). Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum ,

pembaharuan hikum pidana pada hakikatnya merupakan

bagian dari upaya memperharui substansi hukum (legal

substance) dalam rangka mengefektifkan penegak hukum

c. Sebagai dasarnya di perkuat dengan adanya kewajiban hukum

yang harus di penuhi yaitu dalam Pasal yang suda penulis

sebutkan dalam bab IV mengenai hasil dan pembahasan yang

di kemas secara rinci guna pembaca dengan muda dapat

memahami isi kandungan dalam penulisan secara yuridis.

Dengan memasukan unsur hukum yang hidup dalam masyarakat

(the living law) dan menjadikan hukum yang hidup dalam masyarakat

tersebut sebagai dasar untuk menentukan seseorang dapat dipidana

atau dasar penuntutan yang di anggap bertantangan dangan asas

legalitas.

5.2. Saran

Dalam uraian latar belakang hingga bab per bab yang di kebut

sebagai pembahasan tentang eksistensi hukum adat dalam

rancangan kitab undang-undang hukum pidana tahun 2022 serta


65
pula tantang hukum adat yang di tinjau dari asas legalitas yang

mengalamai perluasan dalam RUU KUHP sehingga ada hal-hal yang

di anggap urgen untuk di jadikan sarapan sebagai berikut :

1. Penulis menyarankan agar pembentukan hukum ini harus lah

lebih efektif dalam penjelasan maksud pasal pada ayat-ayat

lainnya sebagaimana tercamtum dalam pasal-pasal yang

kaitannya dengan hukum yang hidup dalam masyarakat dalam

Rancangan kitab undang-undang hukum pidana mengenai apa

yang di sebutkan sebagi hukum yang hidup dalam masyarakat

itu sendiri. Saran ini di maksud agar masyarakat dengan muda

dapat memahami dan mengerti maksud dari penjabaran pasal-

pasal yang berkaitan tentang hukum yang hidup dalam

masyarakat

2. Pembentukan peraturan tentang kitab undang-undang hukum

pidan perlu menyebutkan maksud pasal dalam pemidanaan

tentang hukum yang hidup dalam masyarakat yang di jadikan

dasar penuntutan dalam pasal tambahan RUU tersebut apakah

yang di maksudkan hanya pidana ringan atau termasuk pula

pidana berat sehingga menimbulkan tidak interprestasi yang

baru selain yang di anggap bertantangan dengan asas legalitas

3. Hukum yang hidup dalam masyarakat agar dikodifikasi untuk di

atur secara khusus dalam rancangan undang-undang tentang

masyarakat adat sepaya masyarakat lebih tau akan kearifan

66
lokal hukum adat dan betapa penting untuk dijadikan dasar

sebagai norma hukum yang mengatur tentang tata tertib pada

lingkungan daerah hukumnya masing-masing.

4. Kodifikasi mengenai hukum adat perlu di muat dalam perturan

daerah dan mekanisme hukumnya agar dapat dengan mudah

di akses oleh alat alat negara dalam menegakan hukum dan

keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

B. Buku
_ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 2007, Pedoman Pelaksanaan P4GN


(Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran

67
Gelap Narkoba) Melalui Peran Serta Kepala Desa/Lurah,
Babinkamtibmas dan PLKB Di Tingkat desa/Kelurahan,
Perpustakaan BNN, Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru,


Bandung.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat


Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya.

_ _ _ _ _ _ _ _ _, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru,


Bandung.

_ _ _ _ _ _ _ _ _, 2005, Patologi Sosial, Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

A.R. Sujono dan Bony Daniel, 2013, Komentar Dan Pembahasan


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
Sinar Grafika, Jakarta.

Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori
Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Undang-Undang
(Legisprudence) Volume I Pemahaman Awal, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.

Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Penerbit


Raja Gravindo Persada, Jakarta.

Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana Memahami Tindak


Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana sebagai Syarat
Pemidanaan, Penerbit Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP Indonesia, Yogyakarta.

C. Simandjuntak, 1980, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial,


Tarsito, Bandung.

Badan Narkotika Nasional, 2010, Pencegahan dan Pemberantasan,


Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Bidang
Pemberdayaan Masyarakat, Perpustakaan BNN, Jakarta.

Badra Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan


Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum


Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

68
C.S.T. Kansil, 2009, Kamus Istilah Aneka Hukum, Ed. 1 Cet. 1, Jala
Permata, Jakarta.

Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty,


Yogyakarta.

Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty,


Yogyakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus Besar


Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Dosminikus Rato, 2010, Filasafat Hukum Mencari dan Memahami


Hukum, PT Presindo, Yogyakarta.

Dr. Siska Lis Sulistiani, (2021) Hukum Adat di Indonesia. Sinar


Grafika.

Dr.Hilman Syahril Haq (2020). Pengantar Hukum Adat Indonesia.


Penerbit Lakeisha

Eli Wuria Dewi, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Graha Ilmu,


Yogyakarta.

Fakultas Hukum, 2022, Pedoman Penulisan Skripsi, Cetakan Ke 3,


Universitas Doktor Husni Ingratubun, Tual.

Gatot Supramono, 2004, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan,


Jakarta.

Hadiman, 2005, Pengawasan Serta Peran Aktif Orangtua Dan


Aparat Dalam Penanggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba,
Badan Kerjasama Sosial Usaha Bersama Warga Tama, Jakarta.

Harun M. Husen, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum di


Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Harun M. Husen, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum di


Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

I Dewa Gede Atmadja, I Nyoman Putu Budiartha, 2018, Teori-Teori


Hukum, Setara Press, Malang.

69
I Gede A.B. Wiranata, (2005). Hukum Adat Indonesia
Perkembangan dari Masa ke Masa. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti
Bandung

I Made Pasek Diantha, 2016, Metode Penelitian Hukum Normatif


dalam Justifikasi Teori Hukum, PT. Kharisma Putra Utama,
Jakarta.

Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi (2015), Cepat dan Muda


Memahami Hukum Pidana. Penerbit Kencana Prenada Media Group

Jonaedi Efendi, 2020, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan


Empiris, Kencana, Jakarta.

Kartini Kartono, 2017, Patologi Sosial, Rajawali Pers,


Jakarta:Laurensius

Arliman, 2015, Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat,


Deepublish, Yogyakarta.

Laurensius Arliman, 2015, Penegakan Hukum dan Kesadaran


Masyarakat, Deepublish, Yogyakarta.

Marhaeni Ria Siambo dan Henywulidjeng, (2020). Hukum Dalam


Perkembangannya. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Moh. Mujibur Rohman, Ade Risna Sari, Abdul Hamid, Nur Syamsiah,
Mutiah Septarina, Mahrida, Ningrum Ambarsari, Iwan Hendri
Kusnadi, Mohsi dan Mia Amelia., (2022). Hukum Adat. PT. Global
Eksekutif Teknologi.

Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor


di Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum
Empiris & Normatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori dan Kebijakan


Pidana, Cet. II, Penerbit Alumni, Bandung.

Mulyadi, L, (2013). Eksistensi Hukum Pidana Adat Di Indonesia:


Pengkajian Asas, Norma, Teori, Praktik dan
Prosedurnya. Penerbit. PT Alumni.

70
Mulyono Anton, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.

Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat),


Refika Aditama, Jakarta.

Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Refika


Aditama, Jakarta.

Nyoman Serikat Putra Jaya, 2005, Relevansi hukum pidana adat


dalam pembaharuan hukum pidana nasional, Citra Aditya Bakti,
Bandung.

O.C. Kaligis dan Soejono Dirdjosisworo, 2006, Narkoba dan


Peradilannya; Reformasi Hukum Pidana Melalui Perundangan
dan Peradilan, O.C. Kaligis & Associates, Jakarta.

P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,


Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Philipus M. Hadjon, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,


Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Ramly Hutabarat, 1985, Persamaan Di Hadapan Hukum ( Equality


Before the Law) di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra


Aditya, Bandung.

Romli Atmasasmita, 2007,Teori dan Kapita Selekta Kriminologi,


Refika Aditama, Bandung.

Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Beberapa Masalah Dalam Studi


Hukum dan Masyarakat, Remaja Karya, Bandung.

Sadly Hasan, 2000, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta.


Satjipto Rahardjo, 2011, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan
Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta.

Satjipto Rahardjo, 2011, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan


Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta.

Setiono, 2004, Supremasi Hukum, UNS, Surakarta.

71
Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijakan
Lingkungan Nasional, Cetakan ketiga, Airlangga University
Press, Surabaya.

Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijakan


Lingkungan Nasional, Cetakan ketiga, Airlangga University Press,
Surabaya.

Soedarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto Fakultas Hukum


Universitas Diponegoro, Semarang.

Soerjono Soekanto, 2016, Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Penegakan Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Keempatbelas, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2016, Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Penegakan Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Keempatbelas, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),


Liberty, Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),


Liberty, Jakarta.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik Hukum


Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik Hukum


Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

W. J. S. Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia,


Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

Yusuf Apandi, 2010, Katakan Tidak Pada Narkoba, Simbiosa


Rekatama Mebia, Bandung.

D. Jurnal :
Anwar, M. (2020), Paradigma Holistik Kontradiksi Asas Ultimum
Remidium Terhadap Asas Legalitas Dalam Penegakan Hukum
Pidana Lingkungan. Fakultas Hukum Unila.
Dara Pustika Sukma, (2023), Pemberlakuan Delik Adat Dalam
Hukum Pidana Nasional. Fakultas Hukum, Universitas., Surakarta

72
Elrick Christovel Sanger, “Penegakan Hukum Terhadap Peredaran
Narkoba Di Kalangan Generasi Muda,” Jurnal Lex Crimen Vol.
II/No. 4/Agustus/2013.
Florentino, M, (2022). Pengaruh Adat Istiadat Terhadap
Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Di Kota Maumere.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar.
Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha Program
Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 1 Tahun 2021), dengan Judul
“Implementasi Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Terkait Tindak Pidana Perjudian Cap Jiki Di Kabupaten
Buleleng”, oleh Gede Damma Vijananda, Ni Putu Rai Yuliartini, dan
Dewa Gede Sudika Mangku, e-mail:
dammavijananda1999@gmail.com raiyuliartini@gmail.com
dewamangku.undiksha@gmail.com

Jurnal Preferensi Hukum | ISSN: XXXX | E-ISSN: XXXX Vol. 1 No. 1 – Juli
2020 hal. 91-96, dengan judul “Pengaturan Sanksi Kumulatif Dalam
Tindak Pidana Korupsi”, oleh I Made Sandi Cahyadi, I Nyoman Putu
Budiartha, I Made Minggu Widyantara, Fakultas Hukum Universitas
Warmadewa, Denpasar - Bali, Indonesia.
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juprehum

Jurnal Solusi , ISSN Print 0216-9835; ISSN Online 2597-680X, dengan


judul “Aspek Hukum Pidana Dalam Perjudian Secara Online”,
oleh Dody Tri Purnawinata, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Serasan,
E-mail: dodytriputrawinata@perguruanserasan.ac.id

Karmila Wijaya Kusumah, 2021, “Analisis Pencegahan Dan


Pemberantasan Narkoba Di Kabupaten Sidenreng Rappang”,
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Marco Manarisip, (2012) Eksistensi Pidana Adat Dalam Hukum


Nasional.Fakultas hukum Unsrat.
Nanik Latifah, Maesaroh, M.Si. Efektifitas Program Pencegahan
Penanganan Penyalahgunaan Dan peredaran Gelap Narkoba
(P4GN) Oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, Vol. 9 No 1 (Tahun 2020).

Satjipto Raharjo, (2006), Penegakan Hukum Suatu Tinjauan


Sosiologis. PT. Citra Aditya Bakti., Bandung
Sri Rejeki, “Penanggulangan Narkoba Di Kalangan Remaja”, Majalah
Ilmiah Pariyatan, Vol. XXI No. 1, (2014).

73
Tenriawaru., W. M. N. M., Efan Apturedi., B. M. S., & Dimas Pranowo,
(2022). Perbandingan Penerapan Sistem Hukum Progresif
(Plea Bargain VS Restorative Justice). Penerbit Adab.
Yuli Ardiansyah dan Lalu Abdurrahman,” Penyuluhan Pencegahan
Bahaya Narkoba terhadap Anak-anak Usia Dini,” Jurnal Inovasi
dan Kewirausahaan, Volume 2 Nomor II ( Mei, 2013).

C. Peraturan Perundang-Undangan :

Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang N0 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana


Untuk Seluruh Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1964 Tentang


Penertiban Perjudian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 Tentang


Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1964
Tentang Penertiban Perjudian

Undang Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1951


Tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan
Satuan Susunan Kekuasaan Dan Acara Pengadilan-Pengadilan
Sipil; Lembaran Negara Reoublik Indonesia. 1951/Nomor 09.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang


Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman; Lembaran Negara
Republik Indonesia. 2009/Nomor 157.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 Tantang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Lembaran Negara Republik
Indonesia. 2023/Nomor 1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang


Narkotika; Lembaran Negara Republik Indonesia. 2009/Nomor
143

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika; Lembaran Negara Republik Indonesia. 1997/Nomor
5

74
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah; Lembaran Negara Republik Indonesia.
2014/Nomor 244

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang


Kejaksaan; Lembaran Negara Republik Indonesia. 2021/Nomor
298

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang


Kepolisian Negara Republik Indonesia; Lembaran Negara
Republik Indonesia. 2002/Nomor 2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang


Komisi Yudisial; Lembaran Negara Republik Indonesia.
2002/Nomor 89

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018


tentang Satuan Polisi Pamong Praja; Lembaran Negara Republik
Indonesia. 2018/Nomor 72

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007 Tentang


Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, Dan Badan
Narkotika Kabupaten/Kota;

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 Tentang


Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan
Pecandu Narkotika Ke Dalam Lambaga Rehabilitasi Medis Dan
Rehabilitasi Sosial jo. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03
Tahun 2011 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban
Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika kedalam Lembaga
Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalam Putusan Nomor Reg.


15/mil/2000, tertanggal 27 Januari 2001;

D. Internet ;
http://hukumonline.com. Berita KUHP Baru Tidak (Jadi) Melanggar
Asas Legalitas – Hukumonline
http://mediaindonesia.com/› opini Asas Legalitas dalam Sistem Hukum
di Indonesia, Relevankah?

https://eprints.umm.ac.id/46131/3/BAB%20II.pdf
75
76

Anda mungkin juga menyukai