SKRIPSI
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JANUARI 2017
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JANUARI 2017
ii Universitas Indonesia
adalah karya orisinal saya dan setiap serta seluruh sumber acuan telah ditulis
sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
dan telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji serta diterima sebagai
bagian persyaratan yang diwajibkan untuk memperoleh gelar: Sarjana Hukum
(S.H.) pada Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
TIM PENGUJI
Disahkan di : Depok
Tanggal : 4 Januari 2017
iv Universitas Indonesia
Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan memublikasikan skripsi saya selama tetap menyantumkan nama saya
sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta
Depok,
Yang menyetujui
v Universitas Indonesia
Hukum kontrak di Indonesia mengenal asas itikad baik, terutama dalam tahap
pelaksanaan kontrak. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, asas
itikad baik juga dikenal dalam tahap pra kontrak sehingga dalam suatu proses
negosiasi atau perundingan pun juga harus diterapkan. Skripsi ini akan
membandingkan hukum kontrak di Indonesia dengan sistem hukum common law,
yaitu mengenai itikad baik pada tahap pra kontrak dengan doktrin promissory
estoppel dan Pasal 1359 ayat (1) KUH Perdata dengan doktrin unjust enrichment.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan deskriptif komparatif.
Hasil penelitian menyarankan untuk menerapkan doktrin promissory estoppel
pada kondisi dimana salah satu pihak percaya bahwa sudah lahir perjanjian
diantara keduanya sehingga pihak tersebut melakukan tindakan demi tercapainya
janji-janji pihak lawan, dan juga doktrin unjust enrichment dalam kondisi apabila
salah satu pihak memperkaya diri sendiri secara tidak sah dari pengeluaran yang
dilakukan pihak lain. Asas itikad baik juga harus dijunjung tinggi mengingat tidak
adanya ketentuan dalam KUH Perdata yang mengatur mengenai pra kontrak
secara tersurat.
Kata Kunci:
Itikad baik, pra kontrak, promissory estoppel, unjust enrichment.
vi Universitas Indonesia
Contract law in Indonesia identify the principle of good faith, especially in the
implementation of the contract. Along with the development contract law, the
principle of good faith is also known in the pre-contractual phase so that in a
negotiation process this principle must be applied. This paper compares the law of
contracts in Indonesia with a common law system, which is about the good faith
in the pre-contractual phase with the doctrine of promissory estoppel and Article
1359 paragraph (1) of the Indonesian Civil Code with the doctrine of unjust
enrichment. This study is a normative juridical research with comparative
descriptive. Results of the study were advised to apply the doctrine of promissory
estoppel in circumstances where one party believes that it has been born an
agreement between the two so that the parties take action in order to achieve the
promises of the opposition, and also the doctrine of unjust enrichment in a state
where one party is enriching himself not legitimate expenses incurred from other
parties. The principle of good faith must also be upheld because of the absence of
any provision in the Civil Code concerning about pre-contractual phase.
Keywords:
Good faith, pre-contract, promissory estoppel, unjust enrichment.
Puji syukur kepada Allah swt. yang senantiasa memberikan karunia dan
hidayah-Nya kepada penulis. Tanpa kasih sayang-Nya yang melimpah dan tak
terhingga ini, penulis tentu tidak mungkin mampu menyelesaikan skripsi dan studi
pada Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dia-lah Maha
Rahman dan Rahim yang selalu memberikan hidayah di saat bahagia maupun
sulit.
Tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang senantiasa mendukung penulis.
1. Yang pertama dan selalu utama, kepada orang tua penulis, Teuku Sony
Tjut Lidansyah dan Hilda Tyasari. Terima kasih Ayah, walaupun Ayah
telah pergi, Ayah selalu menjadi motivasi dan penyemangat untuk menjadi
lebih baik. Terima kasih Ibu, karena selalu menyebutkan namaku di setiap
doa dan selalu mendukung tiada hentinya. Gelar ini sepenuhnya penulis
persembahkan untuk Ayah dan Ibu. Kepada kakakku, Teuku Priananda
Dewangga Lidansyah Budiman, terima kasih untuk dukungan dan sikap
positif yang diberikan selama ini.
2. Kepada Prof. Rosa Agustina, S.H., M.H. yang senantiasa membimbing
penulis dengan penuh kesabaran sampai selesai skripsi ini. Kepada para
dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah menempa dan
berkenan membagi ilmunya kepada penulis sejak penulis menjadi
mahasiswa baru sampai saat ini. Juga kepada seluruh staf pada Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
5. Kepada Edwina Warman Putri, teman seperjuangan penulis selama
menulis skripsi. Terima kasih telah menjalani beberapa bulan mengerjakan
skripsi ini bersama-sama, telah bersedia mendengar keluh kesah penulis,
susah senang bersama, saling mendoakan dan menguatkan. Semoga kita
senantiasa diberi kemudahan di jalan selanjutnya dan bisan melanjutkan
S2 keluar negeri.
6. Kepada sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis dan memberi dukungan di saat mudah dan sulit. Terima kasih
ix Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORISINALITAS iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI ix
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 6
1. Bagaimana perkembangan dan pengaturan Hukum Perjanjian
di Indonesia?
2. Apa yang dimaksud dengan doktrin promissory estoppel dan
unjust enrichment?
3. Bagaimana penerapan doktrin promissory estoppel dan
unjust enrichment dalam putusan pengadilan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian 7
D. Kerangka Konsepsional 7
E. Metode Penelitian 8
F. Sistematika Penulisan 10
x
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017 Universitas Indonesia
1. Pengertian Unjust Enrichment 58
2. Sejarah Unjust Enrichment 60
3. Unjust Enrichment dan Quantum Meruit 65
4. Restatement (Third) of Restitution and Unjust Enrichment 66
5. Hambatan dalam Unjust Enrichment 67
BAB 4 ANALISIS
A. Kasus Posisi 70
B. Analisis Kasus
1. Asas itikad baik pada tahap pra kontrak dan perbandingannya
dengan doktrinpromissory estoppels 72
2. Pasal 1359KUH Perdata dan perbandingannya dengan doktrin
unjust enrichment 79
BAB 5 PENUTUP
A. Kesimpulan 83
B. Saran 85
DAFTAR PUSTAKA 86
LAMPIRAN 90
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan masyarakat dalam masa pembangunan
menimbulkan pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum, terutama
hukum perjanjian. Perjanjian merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, baik yang dilakukan antar individu maupun hubungan antar
perusahaan. Perjanjian-perjanjian tersebut lahir dengan adanya kesepakatan antara
dua pihak atau lebih yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1
Menurut pendapat lain, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua
orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai
harta kekayaan. 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan Pasal 1313
KUH Perdata, yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Terjadinya persesuaian kehendak ini berupa lisan atau tertulis. Dari sini
timbul suatu usul dan suatu penerimaan, sehingga timbul hubungan antara dua
orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perjanjian, yaitu asas kebebasan
berkontrak seperti tersirat dalam pasal 1338 KUH Perdata, maka pihak-pihak yang
akan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerjasama dapat mendasarkan pada
ketentuan-ketentuan yang ada pada KUH Perdata. Akan tetapi, dapat pula
mendasarkan pada kesepakatan bersama, artinya dalam hal-hal ketentuan yang
memaksa, harus sesuai dengan ketentuan KUH Perdata, sedangkan dalam hal
ketentuan tidak memaksa, diserahkan kepada para pihak. Dengan demikian,
perjanjian kerjasama selain dikuasai oleh asas-asas umum hukum perjanjian, juga
dikuasai oleh apa yang secara khusus disepakati oleh kedua belah pihak.
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat,
yaitu timbulnya hak dan kewajiban bagi para pihak, hak adalah suatu kenikmatan
dan kewajiban adalah suatu beban3 Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi mengatur akibat hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa,
dimana Penyedia Jasa berkewajiban untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
konstruksi sesuai apa yang telah diperjanjikan dengan Pengguna Jasa sebelumnya,
sedangkan Pengguna Jasa berhak atas suatu pekerjaan konstruksi yang telah
dikerjakan oleh Penyedia Jasa. Adanya kontrak antara Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa ini, berfungsi untuk memberikan kepastian hukum para pihaknya
dan menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai ekonomi yang lebih rendah
menjadi nilai ekonomi yang lebih tinggi. 4
Hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa didasarkan atas
hukum dan dituangkan dalam bentuk kontrak kerja konstruksi. Kontrak kerja
konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum atara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 5
Pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi
yang didukung oleh dokumen pembuktiandari lembaga perbankan dan/atau
lembaga keuangan bukan bank. Dalam teori dan praktek, istilah konstruksi dan
pemborongan dianggap sama, terutama jika dikaitkan dengan istilah kontrak jasa
kontruksi. Sebenarnya istilah pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas
daripada istilah konstruksi. Sebab istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa
yang di borong tersebut bukan hanya konstruksinya/pembangunannya, melainkan
dapat juga berupa pengadaan barang saja. 6
Saat ini pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang dan jasa, termasuk
pemborongan, yang seluruh biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),
harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan, yaitu Peraturan Presiden
pengadilan tidak menerapkan asas itikad baik dalam proses negosiasi. Akibatnya
pihak-pihak yang dirugikan selama proses negosiasi tidak terlindungi. Sedangkan
di negara yang menganut sistem common law, seperti di Amerika Serikat,
pengadilan menerapkan doktrin promissory estoppel untuk memberikan
perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan karena percaya dan menaruh
pengharapan terhadap janji-janji yang diberikan lawannya dalam tahap pra
kontrak (preliminiary negotiation).9
Di Indonesia, pihak yang dirugikan karena telah melakukan perbuatan
karena percaya pada janji-janji yang diberikan pada tahap sebelum terjadinya
perjanjian, tidak dapat menuntut ganti rugi berdasarkan wanprestasi pada
gugatannya. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
gugatan berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum. Dalam hal ini perbuatan
melawan hukum dalam arti luas, yang meliputi melanggar hak subyektif orang
lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kaedah
kesusilaan, atau bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas
masyarakat terhadap diri dan orang lain.10
Hubungan antara pihak yang memberikan janji (promisor) dengan pihak
yang menerima janji (promisee) juga merupakan perikatan, yaitu perikatan yang
bersumber dari undang-undang. Perikatan yang bersumber dari undang-undang
sebagai akibat perbuatan orang maksudnya ialah bahwa dengan dilakukannya
serangkaian tingkah laku seseorang, maka undang-undang melekatkan akibat
hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut. Tingkah laku seseorang tadi
mungkin berupa perbuatan yang menurut hukum (dibolehkan undang-undang)
atau mungkin pula merupakan perbuatan yang tidak dibolehkan undang-undang
(melawan hukum). 11
Dengan dilakukannya perbuatan oleh promisee pada tahap sebelum adanya
perjanjian, apabila promisor menarik kembali janjinya atau tidak melaksanakan
kewajiban hukumnya untuk membayar manfaat yang telah ia terima, hal ini akan
9 Ibid, hlm.3.
10 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hlm. 38-40.
11 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan
mengakibatkan penambahan kekayaan yang tidak sah pada pihak promisor (unjust
enrichment). Doktrin unjust enrichment dikenal dalam sistem common law, di
Indonesia sendiri ada istilah yang serupa tercantum dalam Pasal 1359 ayat (1)
KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap pembayaran memperhatikan
adanya suatu utang dan apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan dapat
dituntut kembali.
Dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, tidak jarang terjadi pihak
pengguna jasa, yaitu pemerintah, tidak melakukan pembayaran penuh ataupun
sebagaian atas pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa. Karena
kedudukannya yang lebih tinggi, pengguna jasa dapat mengajukan berbagai dalih
yang dapat berujung pada penagihan pengembalian uang muka secara penuh dan
memasukkan penyedia barang/jasa dalam daftar hitam. Sementara itu, pihak
penyedia jasa akan berusaha untuk mengajukan berbagai alasan dan pembelaan.
Dengan demikian, pengadaan barang/jasa dapat menimbulkan berbagai sengketa
di antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Bontang Nomor 2815K/Pdt/2014, pihak
pengguna jasa konstruksi/Tergugat, yaitu dalam hal ini Pemerintah Kota Bontang
khususnya Dinas Pekerjaan Umum, tidak mengakui adanya hubungan hukum
dengan penyedia jasa konstruksi/Penggugat, yaitu Ungkap Simamora selaku
Direktur Utama PT. Perucha dalam tahap pra kontrak karena tidak adanya kontrak
kerja konstruksi dan Surat Perintah Kerja yang dibuat.
Sehubungan dengan tidak adanya kepastian hukum dalam permasalahan
yang terjadi pada saat sebelum terjadinya perjanjian atau pra kontrak tersebut,
dilakukan kajian atau tinjauan yuridis tentang penerapan doktrin promissory
estoppel dan unjust enrichment dalam putusan pengadilan di Indonesia.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan pokok yang akan
dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan dan pengaturan Hukum Perjanjian dalam hal
asas itikad baik di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu hukum,
terutama dalam bidang Hukum Perjanjian terkait dengan penerapan doktrin
promissory estoppel dan unjust enrichment ada putusan pengadilan di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Dalam penelitian ini, selain untuk mencapai tujuan umum di atas, terdapat
juga tujuan khusus. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
a. Memberikan gambaran mengenai perkembangan dan pengaturan Hukum
Perjanjian di Indonesia.
b. Memberikan gambaran mengenai doktrin promissory estoppel dan unjust
enrichment.
c. Memberikan penjelasan mengenai penerapan doktrin promissory estoppel
dan unjust enrichment dalam putusan pengadilan di Indonesia.
D. Kerangka Konsepsional
Definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-
subjek hukum, sehubungan dengan itu, seseorang mengikatkan dirinya
untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang
berhak atas sikap yang demikian itu. 12
E. Metode Penelitian
Dilihat dari bentuknya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan
yang yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan penerapan doktrin promissory estoppel dan unjust enrichment
pada putusan pengadilan di Indonesia.
22
bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Bentuk hasil
penelitian dari penelitian ini adalah skripsi.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab, dan di setiap Bab terbagi
dalam beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisannya ialah sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang masalah sehingga penulis
melakukan penelitian mengenai penerapan doktrin promissory estoppel dan unjust
enrichment pada putusan pengadilan di Indonesia. Bab ini juga berisikan pokok
permasalahan, tujuan penulisan, kerangka konsepsional, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Dalam bab ini akan dibahas mengenai penerapan doktrin promissory estoppel dan
unjust enrichment pada perkara antara Ungkap Simamora dengan Dinas Pekerjaan
Umum Kota Bontang.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari pembahasan yang
dijabarkan pada bab-bab sebelumnya. Kemudian penulis menyertakan saran bagi
pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang di bahas dalam skripsi ini.
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM PERJANJIAN
1987), hlm. 2
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
12
B. Pengertian Perjanjian
Perjanjian atau kontrak, dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih lainnya. Ketentuan pasal ini kurang tepat, karena ada
beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut antara
lain:7
1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata
kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak
dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan
diri”, jadi ada konsensus antara dua pihak.
2. Kata “perbuatan” mencakup juga konsensus. Dalam pengertian
“perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan
(zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang
tidak mengandung suatu consensus. Seharusnya dipakai istilah
“persetujuan”.
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau
dari perbuatan melanggar hukum”.
7 Muhammad, Hukum Perdata, hlm. 224.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
13
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
14
Asas pacta sunt servanda disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas
ini berhubungan dengan akibat dari perjanjian yang mengharuskan para pihak
serta hakim dan pihak ketiga untuk menghormati substansi perjanjian yang dibuat
oeh para pihak selayaknya undang-undang. Hal ini dapat disimpulkan dari
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.”
Asas ini pada mulanya dikenal di dalam hukum Gereja yang menyebutkan
bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dan
dikuatkan dengan sumpah. Ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang
diadakan oleh kedua belah pihak merupakan perbuatan yang sacral dan dikaitkan
dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangannya asas pacta sunt
servanda diberi arti pactum, yang artinya sepakat tidak perlu dikuatkan dengan
sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Adapun mudus pactum sudah cukup
dengan kata sepakat saja. 9
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
15
3. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dalam perjanjian berarti perjanjian sudah mengikat
para pihak yang membuatnya sejak detik tercapainya kata sepakat mengenai hal-
hal yang diperjanjikan. Dengan demikian, perjanjian sudah sah dan mengikat para
pihak tanpa perlu suatu formalitas atau perbuatan tertentu. Asas ini tercermin
dalam Pasal 1458 KUH Perdata tentang perjanjian jual beli. Dalam pasal tersebut,
10 Ibid, hlm. 2.
11 Akhmad Budi Cahyono dan Surini Ahlan Sjarif, Mengenal Hukum Perdata,
(Jakarta: CV Gitama Jaya, 2008), hlm. 134-135.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
16
jual beli dianggap telah terjadi dan mengikat secara hukum sejak tercapainya
kesepakatan mengenai barang dan harga, meskipun harga belum dibayar dan
barang belum diserahkan.
Pengecualian terhadap asas ini yaitu dalam perjanjian formil dan
perjanjian riel. Perjanjian formil ialah perjanjian yang disamping memenuhi syarat
kata sepakat juga harus memenuhi formalitas tertentu. Sedangkan perjanjian riel
adalah perjanjian yang harus memenuhi kata sepakat dan adanya pelaksanaan
perjanjian (riel) guna melahirkan perjanjian tersebut. 12
4. Asas Kepribadian
Asas kepribadian terdapat dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata yang
menjelaskan bahwa pada umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas
nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya
sendiri. Yang dimaksud disini ialah bahwa suatu perjanjian yang dibuat hanya
berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Ada beberapa
pengecualian dalam asas kepribadian, yaitu dalam bentuk perjanjian untuk pihak
ketiga dimana seorang membuat suatu perjanjian yang memperjanjikan hak-hak
bagi orang lain (Pasal 1317 KUH Perdata). Selanjutnya dalam perjanjian garansi
yang diatur dalam Pasal 1316 KUH Perdata. Pengecualian yang terakhir dalam hal
mengenai kewarisan dimana suatu perjanjian meliputi juga para ahli waris dari
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian (Pasal 1318 KUH Perdata).
12 Akhmad Budi Cahyono dan Surini Ahlan Sjarif, Mengenal Hukum Perdata,
hlm. 134.
Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono,
13
Hukum Perdata Suatu Pengantar, cet. 1, (Jakarta: CV Gitama Jaya, 2005), hlm. 146.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
17
merugikan pihak yang lemah dan tidak sesuai dengan rasa keadilan. Asas ini
merupakan pembatasan dari asas kebebasan berkontrak agar tidak terjadi
perjanjian yang berat sebelah.
6. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua belah pihak yang membuat perjanjian untuk
memenuhi dan melaksanakan kewajiban dari perjanjian tersebut. Asas ini
memberikan kekuatan bagi salah satu pihak untuk menuntut pelaksanaan prestasi
dari pihak lain namun pihak lain tersebut juga dapat menuntut pelaksanaan
prestasi dari pihak satunya. Dalam hal ini, apabila salah satu pihak lebih kuat
posisinya dari pihak lainnya, pihak tersebut memiliki kewajiban untuk
memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kedua belah pihak menjadi
seimbang.
D. Unsur-Unsur Perjanjian
Unsur-unsur pokok di dalam suatu perjanjian dapat dijadikan pedoman
dalam hal melakukan penggolongan suatu perjanjian ke dalam salah satu jenis
perikatan. Unsur-unsur tersebut ialah sebagai berikut:
1. Unsur Esensialia
Unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian,
bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang
dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat
menjadi beda, dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan
kehendak pada pihak. 14
2. Unsur Naturalia
Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara
diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dari
benda yang dijual (vrijwaring).15
3. Unsur Aksidentalia
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
18
E. Macam-Macam Perjanjian
Pada umumnya, perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu,
dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat tertulis, maka perjanjian ini bersifat
sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan. Untuk beberapa perjanjian
undang-undang menentukan bentuk tertentu, apabila bentuk itu tidak dituruti,
perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian, bentuk tertulis tadi tidak semata-mata
merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat adanya
(bestaanwaarde) perjanjian. Misalnya, perjanjian mendirikan perseroan terbatas
harus dengan akta notaris (Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).
Para ahli bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian
kontrak. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya,
bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. 18
Pada dasarnya, kontrak menurut namanya dibagi menjadi dua, yaitu
kontrak nominaat (bernama) dan inominaat (tidak bernama). Kontrak nominaat
merupakan kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata. 19 Hal-hal yang termasuk
dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa,
persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam,
pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. Kontrak
inominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam
27.
19 Lihat Pasal 1319 KUH Perdata dan 1355 KUH Perdata.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
19
masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan.
Kontrak yang termasuk dalam kontrak inominaat adalah kontrak surogasi, kontrak
terapeutik, perjanjian kredit, standar kontrak, perjanjian kemitraan, perjanjian
karya pengusahaan pertambangan batu bara, kontrak pengadaan barang, dan lain-
lain.20
Disamping itu, hukum perdata mengenal pula berbagai macam perikatan
yang agak lebih rumit. Bentuk-bentuk yang lain itu adalah:21
1. Perikatan bersyarat
2. Perikatan dengan ketepatan waktu
3. Perikatan mana suka (alternatif)
4. Perikatan tanggung-menanggung atau solider
5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
6. Perikatan dengan ancaman hukuman
Perikatan Bersyarat
Suatu perikatan adalah bersyarat, apabila ia digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara
menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu,
maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya
peristiwa tersebut. Dalam hal yang pertama, perikatan lahir hanya apabila
peristiwa yang dimaksud itu terjadi dan perikatan lahir pada detik terjadinya
peristiwa itu. Perikatan semacam ini dinamakan perikatan dengan suatu syarat
tangguh. Dalam hal yang kedua, suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir
atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Perikatan semacam
ini dinamakan perikatan dengan suatu syarat batal.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
20
suatu perjanjian atau perikatan. Apabila saya menyewakan rumah saya per 1
Januari 1964, ataupun menyewakan sampai tanggal 1 Januari 1969, maka
perjanjian sewa mengenai rumah itu adalah suatu perjanjian dengan ketetapan
waktu. Pengaksepan sebuah surat wesel yang hari bayarnya ditetapkan pada suatu
tanggal tertentu atau satu bulan sesudah hari pengaksepan, adalah suatu perjanjian
(antara pengaksep dan penarik wesel) dengan suatu ketetapan waktu.
Perikatan Tanggung-Menanggung
Dalam perikatan semacam ini, di salah satu pihak terdapat beberapa orang.
Dalam hal beberapa orang terdapat di pihak debitur (dan ini yang paling lazim),
maka tiap-tiap debitur dapat dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Dalam hal
beberapa terdapat di pihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut
pembayaran seluruh utang. Dengan sendirinya pembayaran yang dilakukan oleh
salah seorang debitur membebaskan debitur-debitur lainnya. Begitu pula
pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang kreditur membebaskan si
berutang terhadap kreditur-kreditur lainnya. Dalam hal si berutang berhadapan
dengan beberapa kreditur, maka terserah kepada si berutang untuk memilih
kepada kreditur yang mana ia hendak membayar utangnya selama ia belum
digugat oleh salah satu.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
21
Suatu perikatan, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prestasinya
dapat dibagi menurut imbangan, pembagian mana tidak boleh mengurangi
hakekat prestasi itu. Soal dapat atau tidak dapat dibaginya prestasi itu terbawa
oleh sifat barang yang tersangkut didalamnya, tetapi juga dapat disimpulkan dari
maksudnya perikatan itu. Dapat dibagi menurut sifatnya, misalnya suatu perikatan
untuk menyerahkan sejumlah barang atau sejumlah hasil bumi. Sebaliknya, tak
dapat dibagi kewajiban untuk menyerahkan seekor kuda, karena kuda tidak dapat
dibagi tanpa kehilangan hakekatnya. Perikatan ini hanya mempunyai arti apabila
lebih dari satu orang debitur atau lebih dari satu orang kreditur yang tersangkut
dalam perikatan tersebut.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
22
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
23
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
24
Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak
untuk mencapai kesepakatan adalah secara tertulis. Tujuan diadakan
kesepakatan secara tertulis ini agar memberikan kepastian hukum apabila
di kemudian hari terjadi sengketa.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
25
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
26
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
27
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
28
G. Tahapan Perjanjian
Dalam mempersiapkan perjanjian atau kontrak, ada dua prinsip hukum
yang harus diperhatikan. Pertama, beginselen der contrachtsvrijheid atau party
autonomy, yaitu para pihak bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka
inginkan, dengan syarat tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum, dan kesusilaan. Kedua, pacta sunt servanda, yaitu kepastian hukum. 31
Setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak harus dirancang dengan benar.
Dalam perancangan kontrak tersebut, harus diperhatikan berbagai tahap dalam
perancangannya. Para ahli berbeda pandangan tentang tahap-tahap dalam
perancangan kontrak. Hikmahanto Juwana mengemukakan ada tujuh tahap dalam
perancangan kontrak, khususnya kontrak bisnis. Ketujuh tahap itu meliputi
kesepakatan para pihak, pembuatan kontrak, penelaahan kontrak, negosiasi
rancangan kontrak, penandatangan kontrak, pelaksanaan, dan sengketa.
Pandangan ini kurang lengkap, karena tidak menganalisis tahap perancangan
kontrak pada tahap prakontraktual. Oleh karena itu, tahapan dalam perancangan
kontrak ada 8 (delapan), antara lain: 32
1. Penawaran dan penerimaan
Dalam sistem Anglo Amerika, tahap penawaran dan penerimaan
disebut offer dan acceptance. Offer (penawaran) adalah suatu janji untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang
akan datang. Penawaran ini ditujukan kepada setiap orang. Acceptance
adalah kesepakatan antara pihak penerima dan penawar tawaran terhadap
persyaratan yang diajukan penawar. Penerimaan itu harus disampaikan
penerima tawaran kepada penawar tawaran. Penerimaan itu harus bersifat
absolut dan tanpa syarat atas tawaran itu. Penerimaan yang belum
disampaikan kepada pemberi tawaran, belum berlaku sebagai penerimaan
tawaran. Akan tetapi, dalam perundingan yang dilakukan dengan
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
29
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
30
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
31
somasi sebanyak tiga kali berturut-turut. Ada dua cara yang akan ditempuh
oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, yaitu melalui penyelesaian
sengketa di luar pengadilan atau melalui litigasi (pengadilan).
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
32
34 Ibid.
35 Ibid.
36 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta:
Pascasarjana FHUI, 2003), hlm. 256.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
33
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
34
d. Penyelesaian akhir
Penyelesaian akhir merupakan upaya untuk membereskan
atau menyudahi naskah kontrak yang dibuat oleh para pihak dan
para pihak telah menyetujui naskah kontrak yang telah dirancang,
baik oleh salah satu pihak maupun dirancang secara bersama oleh
kedua belah pihak.
e. Penutup
Bagian penutup merupakan bagian akhir dari tahap
perancangan kontrak. Bagian ini merupakan tahap
penandatanganan kontrak oleh masing-masing pihak.
Penandatanganan kontrak merupakan wujud persetujuan atas
segala substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
3. Pascaperancangan kontrak
Apabila kontrak telah dibuat dan ditandatangani para pihak, maka
ada dua hal yang harus diperhatikan oleh para pihak, yaitu penafsiran
terhadap kontrak dan penyelesaian sengketa.
a. Pelaksanaan dan Penafsiran
Setelah kontrak disusun barulah dapat dilaksanakan.
Kadang-kadang kontrak yang telah disusun tidak jelas/tidak
lengkap sehingga masih diperlukan adanya penafsiran. Penafsiran
tentang kontrak diatur dalam Pasal 1342 s.d. Pasal 1351 KUH
Perdata. Pada dasarnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak
haruslah dapat dimengerti dan dipahami isinya. Namun, dalam
kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dimengerti oleh
para pihak. Di dalam Pasal 1342 KUH Perdata disebutkan bahwa
apabila kata-katanya jelas, tidak diperkenankan untuk menyimpang
daripadanya dengan jalan penafsiran. Ini berarti bahwa para pihak
haruslah melaksanakan isi kontrak dengan itikad baik. Apabila
kata-katanya tidak jelas, dapat dilakukan penafsiran terhadap isi
kontrak yang di buat para pihak. 38
b. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
35
hlm. 25-26.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
36
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
37
I. Hapusnya Perikatan
Dalam Pasal 1381 KUH Perdata, terdapat 10 (sepuluh) cara hapusnya
suatu perikatan, yaitu sebagai berikut:
1. Pembayaran
Pembayaran yang dimaksudkan disini ialah setiap pemenuhan perjanjian
secara sukarela. Dalam arti yang luas ini, tidak saja pihak pembeli membayar
harga pembelian, tetapi pihak penjual pun dikatakan “membayar” jika ia
menyerahkan barang yang dijualnya. Pengertian pembayaran tidak boleh
diartikan secara sempit. 43 Ditinjau dari segi yuridis teknis, pembayaran tidak
selamanya mesti berbentuk sejumlah uang atau barang tertentu, bisa saja
dengan pemenuhan jasa atau pembayaran dengan bentuk tak berwujud atau
yang immaterial. 44
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan
Perbuatan ini merupakan suatu cara pembayaran yang harus dilakukan
apabila kreditur menolak pembayaran. Barang atau uang yang akan
dibayarkan itu dibuat perinciannya dan ditawarkan secara resmi oleh seorang
notaris atau jurusita pengadilan kepada kreditur. Apabila kreditur menolak,
notaris atau jurusita akan mempersilakan kreditur menandatangani proses-
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
38
perbal dan apabila kreditur tidak bersedia menandatangani maka hal itu akan
dicatat oleh notaris atau jurusita di atas surat tesebut. Dengan demikian,
terdapatlah suatu bukti yang resmi bahwa kreditur menolak pembayaran.
Langkah selanjutnya, debitur mengajukan permohonan ke pengadilan agar
mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukannya. Setelah
disahkan, uang atau barang yang akan dibayarkan itu disimpan atau dititipkan
kepada Panitera Pengadilan Negeri dan dengan demikian hapuslah utang
debitur.45
3. Pembaharuan utang atau novasi
Novasi lahir atas dasar perjanjian, para pihak membuat perjanjian dengan
jalan menghapuskan perjanjian lama, dan pada saat yang bersamaan dengan
penghapusan tadi, perjanjian diganti dengan perjanjian baru. Dengan hakikat,
jiwa perjanjian baru serupa dengan perjanjian terdahulu. 46
Ada 3 (tiga) macam cara untuk melaksanakan pembaharuan utang atau
novasi menurut Pasal 1413 KUH Perdata, yaitu:47
a) Novasi obyektif, apabila seorang yang berutang membuat suatu
perikatan utang baru guna orang yang menghutangkannya, yang
menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya.
b) Novasi subyektif pasif, apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk
menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang
dibebaskan dari perikatannya.
c) Novasi subyektif aktif, apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru,
seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama,
terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya.
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
Pasal 1424 KUH Perdata menerangkan jika dua orang saling berutang satu
pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan dengan mana
utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Perlu diketahui bahwa
perjumpaan atau kompensasi ini tidak terjadi secara otomatis, tetapi harus
diajukan atau diminta oleh pihak yang berkepentingan. Agar dua utang dapat
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
39
diperjumpakan, perlulah dua orang itu seketika dapat ditetapkan besarnya atau
jumlah utangnya dan seketika dapat ditagih. 48
5. Percampuran utang
Apabila kedudukan sebagai orang yang berpiutang dan orang berutang
berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran
utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan. Misalnya, debitur dalam
suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau debitur
kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin. Hapusnya utang
piutang dalam percampuran ini terjadi demi hukum, dalam arti secara
otomatis.49
6. Pembebasan utang
Apabila kreditur dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi
dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan
perjanjian, maka perikatan – hubungan utang piutang – hapus. Pengembalian
sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur kepada debitur
merupakan bukti pembebasan utang. 50
7. Musnahnya barang yang terutang
Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian msnah, tidak lagi dapat
diperdagangkan, atau hilang, sehingga sama sekali tidak diketahui apakah
barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang tadi musnah
atau hilang diluar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. 51
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1444 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa perjanjian hapus dengan musnah atau hilangnya barang tertentu yang
menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk
menyerahkannya kepada kreditur.
8. Pembatalan
Pembatalan perjanjian dapat dimintakan apabila perjanjiannya tidak
memenuhi syarat obyektif sesuai Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut Pasal
1454 KUH Perdata untuk menuntut pembatalan secara aktif ditetapkan batas
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
40
waktu 5 tahun. Suatu perjanjian yang batal demi hukum maka tidak ada suatu
perikatan hukum yang dilahirkan karenanya dan barang sesuatu yang tidak ada
tentu saja tidak bisa dihapus.52
9. Berlakunya suatu syarat batal
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan
pada suatu peristiwa yang masih akan dating dan masih belum tentu akan
terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya
peristiwa maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak
terjadinya peristiwa tersebut. Dalam hukum perjanjian, suatu syarat batal
selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Berdasarkan Pasal
1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi,
menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan
semula seolah tidak pernah terjadi perjanjian. Syarat batal itu mewajibkan
deditur mengembalikan apayang diterimanya apabila peristiwa tersebut
terjadi.53
10. Lewat waktu
Pasal 1946 KUH Perdata menyatakan bahwa yang dinamakan daluwarsa
atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas
syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal ini, daluwarsa
untuk dibebaskan dari suatu perikatan (atau suatu tuntutan) dinamakan
daluwarsa extinctif.54
J. Wanprestasi
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk, 55
artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik
perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
41
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
42
2. Akibat Wanprestasi
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang
melakukannya sehingga ia diharuskan untuk memberikan ganti kerugian kepada
pihak yang dirugikan oleh perbuatannya. Terhadap kelalaian atau kealpaan
debitur, dapat dikenakan sanksi atau hukuman sebagai berikut:
a. Membayar ganti kerugian
b. Pembatalan perjanjian
c. Peralihan risiko
d. Membayar biaya perkara
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
43
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
44
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
45
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
46
risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di
luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi objek
perjanjian. Persoalan risiko ini merupakan masalah yang erat kaitannya dengan
keadaan memaksa (overmacht atau force majeur). Ketentuan ini hanya berlaku
bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.
Menurut Pasal 1460 KUH Perdata, risiko dalam jual beli barang tertentu
dipikulkan kepada si pembeli, meskipun barangnya belum diserahkan. Apabila si
penjual terlambat menyerahkan barangnya, maka kelalaian ini diancam dengan
mengalihkan risiko tadi dari si pembeli kepada si penjual. Jadi dengan lalainya
penjual, risiko dapat beralih kepadanya.
66 Ibid.
67 Ibid, hlm. 53.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
47
BAB III
TINJAUAN UMUM DOKTRIN PROMISSORY ESTOPPEL DAN
UNJUST ENRICHMENT
A. Promissory Estoppel
1. Pengertian Promissory Estoppel
Doktrin promissory estoppels merupakan doktrin yang lahir untuk
mengatasi kekakuan doktrin consideration yang ada di sistem hukum common
law. Promissory estoppel mencegah seseorang (promisor) untuk menarik kembali
janjinya, dalam hal pihak yang menerima janji (promisee) karena kepercayaannya
terhadap janji tersebut telah melakukan sesuatu perbuatan atau tidak berbuat
sesuatu, sehingga dia (promisee) akan menderita kerugian jika promisor
diperkenankan untuk menarik kembali janjinya (Paul Latimer, 1989: 280).1
Doktrin ini merupakan doktrin yang dihasilkan oleh equity courts, dimana
pengadilan (courts) ini merupakan pengadilan yang dibentuk untuk memperbaiki
keadaan yang diakibatkan oleh akibat hukum atas suatu perbuatan maupun
putusan yang dianggap tidak memenuhi unsur keadilan salah satu pihak yang
bersengketa. 2 Doktrin promissory estoppel lahir pada kondisi-kondisi tertentu
disaat salah satu pihak secara beralasan meyakini bahwa dirinya telah terikat
dalam suatu kontrak, walaupun dalam kenyataannya kontrak tersebut belum
dibentuk atau dilahirkan. 3 Keadaan tersebut bisa muncul apabila salah satu pihak
(promisee) menaruh pengharapan yang besar dari janji-janji yang diucapkan oleh
pihak lain (promisor) sehingga ia melakukan suatu perbuatan demi terpenuhinya
janji-janji tersebut. Menurut sistem common law, hal ini bukan merupakan
hubungan kontraktual, walaupun pada awalnya terkesan bahwa promisor akan
membuat kontrak di masa yang akan datang.
Apabila perbuatan yang dilakukan promisee atas dasar janji yang
diberikan promisor itu menimbulkan kerugian dikarenakan promisor tidak
menepati apa yang telah dikatakannya sebelumnya, maka perbuatan promisor
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
48
tersebut dapat dituntut atau dimintakan kompensasi berdasarkan hukum. 4 Hal itu
dapat dilakukan selama dapat dibuktikan bahwa perbuatan promisee benar-benar
didasarkan atas janji promisor, sehingga pada akhirnya promisor bertanggung
jawab dengan memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami oleh
promisee.5 Persyaratan untuk dapat diterapkannya doktrin promissory estoppel ini
adalah adanya perbuatan yang dilakukan oleh promisee berdasarkan atas janji dari
promisor sehingga promisee dapat menuntut ganti kerugian berdasarkan kerugian
nyata karena janji dari promisor tersebut.
Doktrin promissory estoppel tidak mengakibatkan pelaksanaan suatu
kontrak, tetapi sebagai dasar untuk pelaksanaan janji yang bersifat alternatif dan
mandiri. Dengan demikian, doktrin ini bukan berasal dari sebuah tawar menawar,
melainkan berasal dari suatu perbuatan yang menimbulkan ketergantungan dan
kepercayaan.6
4 Ibid.
5 Ibid.
6 Brian A. Blum, Contracts, ed. 4, (New York: Aspen Publishers, 2007), hlm.
207.
7 T. Antony Downes, A Textbook on Contract, ed. 5, (London: Blackstore Press
Limited, 1997), hlm. 126.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
49
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terdapat pihak yang
berjanji atau melakukan kesepakatan melalui tindakannya dan persetujuan mereka
sendiri atas suatu hal dalam suatu proses negosiasi, yang mana dalam persetujuan
tersebut menimbulkan asumsi salah satu pihak bahwa perjanjian tersebut belum
akan dilaksanakan selama proses penundaan, maka dalam kondisi seperti itu pihak
lain yang dianggap dapat melaksanakan perjanjian untuk mendapatkan hak
tersebut, tidak dapat melaksanakannya karena akan menimbulkan kondisi yang
tidak adil dan tidak sesuai dengan apa yang sudah disepakati para pihak sejak
awal. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diketahui bahwa doktrin ini
mengedepankan prinsip keadilan para pihak yang telah melakukan perjanjian,
tanpa harus perjanjian tersebut mengandung consideration.9
Salah satu yurisprudensi yang paling berpengaruh dalam munculnya
doktrin promissory estoppel adalah kasus antara Central London Property Trust
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
50
Ltd. v. High Trees House Ltd.10 Kasus ini merupakan kasus yang membuktikan
bahwa dapat muncul suatu perjanjian atau kontrak yang tidak memerlukan suatu
consideration namun tetap dianggap mengikat para pihak. Kasus ini bermula dari
hubungan sewa menyewa antara penggugat yang merupakan pemilik sebuah blok
rumah susun (flats) di London yang disewakan kepada tergugat seharga 2.500
poundsterling per tahun. Pada tahun 1939 setelah Perang Dunia II terjadi, tergugat
tidak dapat menemukan rumah susun yang dapat disewakan kembali karena
begitu banyak masyarakat yang meninggalkan kota London. Oleh karena itu,
penggugat setuju untuk menurunkan harga sewanya sebesar 50% (lima puluh
persen) menjadi 1.250 poundsterling per tahun. Pengaturan mengenai pembayaran
ini berlanjut hingga setelah perang berakhir pada tahun 1945 dan kondisi sulit
untuk mencari rumah susun pun sudah tidak terjadi lagi. Lalu, penggugat pun
meminta tergugat untuk membayar kembali biaya sewanya seperti harga awal
serta mempertanyakan apakah mereka tidak berhak untuk mengklaim setengah
dari harga yang dibayarkan selama waktu perang, mengingat janji untuk
menerima harga tersebut (1.250 poundsterling) tidak didukung oleh adanya
consideration. Dalam kasus ini, hakim Denning J menyatakan bahwa penggugat
dalam hal ini tidak berhak untuk meminta tambahan uang untuk menutupi
kerugiannya pada masa-masa perang tersebut karena di dalamnya terdapat general
equitable principle yang bermakna “a promise intended to be binding, intended to
be acted upon, and in fact acted on, is binding so far as its terms properly apply.”
Hal ini berarti bahwa selama suatu kondisi ataupun persyaratan sudah ditentukan
untuk perjanjian dapat berlaku, maka janji tersebut dapat dianggap mengikat dan
dapat dilakukan.
Pendapat dari Lord Denning tersebut menggambarkan bahwa yang
dibutuhkan dalam suatu perjanjian untuk dapat dianggap mengikat ataupun dapat
dilaksanakan atau tidak adalah dengan melihat apakah pihak yang menerima janji
tersebut telah melakukan suatu perbuatan hukum yang didasarkan atau dilakukan
atas kepercayaan atau ketergantungan promisee terhadap janji yang telah
diberikan kepadanya itu (has acted in reliance on it). Dengan kata lain, hal
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
51
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
52
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
53
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
54
c. Doktrin ini hanya dapat digunakan sebagai perisai, bukan pedang (as
a shield not a sword)
Istilah ini memiliki makna bahwa doktrin promissory estoppel
hanya dapat digunakan sebagai pertahanan untuk membela hak yang telah
dilanggar sebelumnya oleh salah satu pihak atas dasar kepercayaan
terhadap janji yang diberikan tersebut, bukan sebagai alasan untuk
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
55
menuntut sesuatu yang terdapat pada masa yang akan datang. Hal ini
mendukung syarat sebelumnya yakni penggunaan doktrin promissory
estoppel hanya dapat diterapkan pada hubungan hukum yang sudah atau
sedang terdapat pada para pihak, bukan untuk membuat suatu hubungan
hukum baru.
e. Doktrin ini bersifat hanya menunda akibat yang akan terjadi di masa
mendatang (suspensory in its effect)
Pembatasan yang kelima ini masih diragukan dan tergantung pada
kondisi kasus masing-masing. Dalam beberapa, bahkan mayoritas, kondisi
dimana promissory estoppel diterapkan, sifat yang muncul adalah
menunda akibat-akibat dari pelanggaran janji tersebut yang dapat terjadi di
masa mendatang. Dengan kata lain, janji tersebut hanya berlaku untuk
jangka waktu tertentu. 17 Selain itu, promissory estoppel juga dapat
membuat suatu hak salah satu pihak terpenuhi dan menunda hak dari pihak
lainnya. Hal ini seperti yang terjadi dalam kasus High Trees dimana hak
untuk menerima bayaran sewa seharga penuh selama perang terjadi tidak
dapat dipenuhi karena diterapkannya doktrin promissory estoppel. namun,
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
56
18 Ingeborg Schwenzer, Pascal Hachem, dan Cristopher Kee, Global Sale and
Contract Law, (New York: Oxford University Press Inc, 2012), hlm. 276.
19 Section 242 (Performance in good faith): An obligor has a duty to perform
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
57
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
58
B. Unjust Enrichment
1. Pengertian Unjust Enrichment
Dalam beberapa literatur, istilah unjust enrichment dipersamakan dengan
restitution. Kedua istilah ini memiliki perbedaan dalam pengertian dan
penggunaannya. Sebuah gugatan berdasarkan unjust enrichment dikenal sebagai
gugatan restitution atau ganti kerugian. Penggugat meminta pengadilan untuk
mengembalikan manfaat yang telah diperoleh tergugat atas pengeluaran
penggugat. Gugatan ini dikenal dengan gugatan ganti kerugian yang berdasarkan
atas doktrin unjust enrichment. Namun, restitution dan unjust enrichment berada
dalam satu bidang hukum disampinng contract dan tort. Dengan kata lain, unjust
enrichment merupakan sebab dan restitution merupakan akibat.
Doktrin unjust enrichment menjelaskan bahwa seseorang tidak boleh
memperkaya dirinya sendiri karena pengeluaran pihak lain secara tidak adil 23 .
Dalam Black’s Law Dictionary, unjust enrichment merupakan “doctrine is
general principle that one person should not be permited unjustly to enrich
himself at ekspense of another but should be required to make restitution of or
property or benefits received, retained or appropriated, where it is just and
equitable that such restitution be made, and where such action violation or
frustration of law or opposition to publik policy, either directly or indirectly”.
Artinya, suatu prinsip umum bahwa seseorang tidak boleh memperkaya dirinya
secara tidak adil yaitu dengan biaya dari pihak lain dan karena itu harus
mengembalikan harta atau manfaat keuntungan yang telah diterimanya,
ditahannya atau diambilnya, dan pengambilan ini dirasakan adil dan layak serta
tidak bertentangan atau menghalangi hukum atau berlawanan dengan kepentingan
umum baik secara langsung maupun tidak langsung.
Doktrin ini biasanya berlaku dalam kasus antara owner dan kontraktor.
Tidak semua perbuatan hukum dapat dikatakan unjust enrichment, hal ini
bergantung pada 3 (tiga) keadaan:24
a. Kontraktor telah menyediakan barang atau jasa untuk kepentingan pemilik
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
59
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
60
27Ibid, hlm. 4.
28 P. C. Tulsian, Business Law, 2nd ed, (New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, 2000), hlm. 173
https://books.google.co.id/books?id=DbbneyBacdcC&pg=SA11-
PA1&dq=quasi+contract&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwju1ejW0bjQAhUBNY8KHZcICi
EQ6AEISDAE#v=onepage&q=quasi%20contract&f=false diakses 21 November 2016
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
61
arising from contract but which, because they do not owe their existence to
wrongdoing, are said to arise as though from a contract’ 29 yang berarti suatu
kewajiban yang mana tidak bisa semata-mata dilihat timbul dari kontrak, karena ia
tidak menggantungkan keberadaannya berdasarkan adanya suatu kesalahan,
meskipun demikian dapat dikatakan timbul berdasarkan kontrak. Hal ini yang
kemudian menyadarkan bahwa quasi-contract bukanlah nama yang tepat untuk
bidang hukum ini.
Perkembangan unjust enrichment di Inggris memiliki pola yang sama
dengan Roman Law. Pada awalnya, sistem common law menyatakan bahwa
unjust enrichment berkaitan dengan utang piutang. Misalnya, utang piutang
melawan kepala biara dimana seorang biarawan membeli sebuah barang yang
digunakan untuk biara. Asal muasal keadaan ini menunjuk kepada quasi kontrak
di Roman Law.30
Setelah tahun 1648, pengadilan dalam sistem common law mulai
membolehkan seseorang mengajukan gugatan dengan mendalilkan unjust
enrichment yang dikenal dengan indebitatus assumpsit, daripada dengan utang
piutang. Gugatan ini berisi tentang dugaan penggugat bahwa tergugat berhutang
(indebitatus) dan menjanjikan untuk membayar (assumpsit) tapi gagal untuk
membayar utang tersebut. Salah satu anggapan yang paling umum mengenai
indebitatus assumpsit ialah mengenai ‘money had and recieved’ yang berasal dari
janji yang sungguh-sungguh (genuine promises). Tergugat memiliki dan
menerima uang (money had and recieved) untuk penggunaan kepentingan
penggugat dan harus membayarnya kembali karena demikianlah yang dijanjikan.
Keadaan ini kemudian mengarah pada janji-janji palsu (fictional promises) yang
selanjutnya termasuk juga gugatan ganti kerugian yang dikenal dengan unjust
enrichment.31 Pada tahun 1802 dalam essay Sir William Evans, On the Action for
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
62
Money Had and Received, on the Law of Insurances, and on the Law of Bills of
Exchange and Promissory Notes. Sir William Evans mengidentifikasi bahwa
suatu tindakan memiliki dan menerima uang (action for money had and received)
merupakan unjust enrichment.32
Pada pertengahan abad ke-18, Lord Mansfield menjelaskan mengenai
unjust factor atau faktor tidak adil dalam kasus Moses v. Macferlan sebagai
berikut:
“If the defendant be under an obligation, from the ties of natural justice,
to refund; the law implies a debt, and gives this action, founded in the
equity of the plaintiff’s case, as it were upon a contract (quasi ex
contractu, as the Roman Law expresses it). This species of assumpsit, (for
money had and received to the plaintiff’s use) lies in numberless
instances…”33
Dari pernyataan Lord Mansfield tersebut, dapat diartikan bahwa apabila tergugat
berada dalam sebuah kewajiban, berdasarkan keadilan, untuk mengembalikan
uang maka hukum menyatakannya sebagai utang, dan keadaan ini, jika dilihat dari
keadilan bagi penggugat, seolah-olah berdasarkan kontrak (dalam Romman Law
dinyatakan sebagai quasi ex contractu).
Salah satu pengaruh yang paling penting dalam perkembangan unjust
enrichment modern di Anglo-Australian Law ialah tulisan dari Professor James
Barr Ames. Ames mengajarkan bahwa “the equitable principle which lies at the
foundation of the great bulk of quasi contracts, namely, that one person shall not
unjustly enrich himself at the expense of another”. Dalam sebuah artikel di tahun
1888, Ames menyebutkan 3 (tiga) kategori dari quasi kontrak: (1) judgment debts;
(2) statutory (and customary) dues; (3) the fundamental principle of justice that
no one ought unjustly to enrich himself at the expense of another.34
Di Amerika Serikat, James Barr Ames dikenal sebagai founding father
doktrin unjust enrichment. Ames dikenal sebagai seorang sejarawan hukum dan
BggQ6AEIGTAA#v=onepage&q=history%20of%20unjust%20enrichment&f=false
diakses 17 November 2016
32 W Swain,’ Unjust Enrichment and the Role of Legal History in England and
Australia’ dalam University of New South Wales Law Journal Research Paper No. 14-
02, hlm. 1033.
33 James Edelman dan Elise Bant, Unjust Enrichment, hlm. 99.
34 Ibid, hlm. 101.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
63
“Once is often bound by those same ties of justice and equity to pay for an
unjust enrichment enjoyed at the expense of another, although no money
has been received. The quasi-contractual liability to make restitution is the
same in reason, whether, for example, one who has converted another’s
goods turns them into money or consumes them.”35
Dari pernyataan tersebut, Ames menyatakan bahwa setiap orang terikat kewajiban
untuk membayar apabila ia menikmati pengeluaran orang lain demi memperkaya
diri sendiri berdasarkan keadilan dan kesetaraan, meskipun ia tidak menerima
uang. Tanggung jawab quasi-kontrak untuk memberi ganti kerugian adalah sama
alasannya baik yang menjual barang tersebut maupun yang mengkonsumsinya.
Pemikiran Ames juga bermula pada kasus Moses v. Macferlan pada tahun
1760. Kasus ini berkaitan dengan sengketa mengenai promissory notes. Kasus
Penulis-penulis berikutnya memperdebatkan apakah kasus ini termasuk dalam
unjust enrichment atau tidak. Namun, Ames berpendapat bahwa kasus tersebut
jika dikombinasikan dengan Roman Law maka termasuk dalam doktrin unjust
enrichment. Sejak awal doktrin unjust enrichment sebagian besar merupakan
ciptaan law school di Amerika Serikat. Doktrin ini bermula di Harvard dan karena
muncul berbagai badan literatur, unjust enrichment mulai dikenal di tempat lain. 36
Seorang kolega Ames, Professor Keener, menggambarkan berdasarkan
tulisan Ames bahwa contoh pertanggungjawaban dalam quasi kontrak
disandarkan pada doktrin bahwa seseorang tidak dibolehkan memperkaya dirinya
sendiri secara tidak adil karena pengeluaran orang lain. Dalam konteks quasi
kontrak, pada tahun 1913, dua kategori pertama Ames diabaikan dan quasi
kontrak disamakan artinya dengan unjust enrichment. Setengah abad kemudian,
pandangan ini dikonfirmasi dengan munculnya United States Restatement of the
Law of Restitution. Selanjutnya termasuk juga gugatan ganti kerugian yang
dikenal dengan unjust enrichment.37
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
64
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
65
Dengan kata lain berarti “mendapat kompensasi atau ganti kerugian sebanyak
yang sepantasnya diterima”. Quantum meruit dirancang untuk mengimbangi
kurangnya ketentuan yang spesifik mengenai pembayaran dalam suatu perjanjian
kerja. Apabila ada kesepakatan untuk melakukan pekerjaan, dan dapat dipahami
bahwa pekerjaan tersebut harus dibayar, pengadilan akan menyimpulkan suatu
jumlah pembayaran yang masuk akal. Misalnya, A menyewa B untuk mengecat
rumahnya, tetapi sebelum A dan B sepakat mengenai ketentuan pembayaran, B
muncul dan melakukan pekerjaan. Disini jelas bahwa B telah melakukan
pekerjaan yang A inginkan dan A telah menerima manfaat, sehingga B berhak
mendapat pembayaran yang sesuai. Quantum meruit akan memberikan jumlah
yang sewajarnya, misalnya biaya cat dan biaya jasa B. Jumlah tersebut mungkin
akan lebih sedikit dari yang akan B dapatkan jika disepakati dalam perjanjian,
tetapi dalam hal ini B tidak akan pergi dengan tangan kosong. Berbeda dengan
unjust enrichment, quantum meruit dapat timbul meskipun suatu pekerjaan
sama sekali tidak memberi keuntungan.42
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
66
https://books.google.co.id/books?id=0_A8BzUQo7YC&pg=PA155&dq=quantum+me
ruit+and+unjust+enrichment&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiCvJqo2bjQAhXGQY8KHf
TxBQsQ6AEIMDAD diakses 21 November 2016
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
67
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
68
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
69
Dalam contoh kasus ini, hal penting yang harus diperhatikan bagi
kontraktor ialah untuk membuktikan bahwa dua orang karyawan tersebut
bertindak atas nama pemerintah dan pemerintah mendapatkan manfaat dari
pekerjaan yang dilakukan kontraktor. Agar ganti kerugian dapat terpenuhi,
kontraktor harus membuktikan bahwa karyawan tersebut mempunyai
kewenangan yang cukup untuk memerintahkan perbaikan jalan.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
70
BAB IV
ANALISA PENERAPAN DOKTRIN PROMISSORY ESTOPPEL DAN
UNJUST ENRICHMENT PADA PUTUSAN NO. 2815K/PDT/2014 ANTARA
UNGKAP SIMAMORA MELAWAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA
BONTANG
A. Kasus Posisi
Perkara bermula dari penunjukan langsung untuk proyek Pembangunan
Jembatan Jalan Perjuangan, Kelurahan Kanaan, Bontang Barat yang dilakukan
oleh Pemerintah Kota Bontang Cq. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bontang
(Tergugat) kepada Ungkap Simamora selaku Direktur Utama PT. Perucha
(Penggugat) dengan nilai Rp1.624.295.000,00 (satu miliar enam ratus dua puluh
empat juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah).
Dalam dalil gugatannya, Penggugat menyatakan bahwa pelaksanaan
proyek tersebut pernah diawasi oleh pegawai Tergugat dan setelah proyek selesai
dikerjakan, Penggugat menagih pembayaran proyek tersebut kepada Tergugat.
Namun, Tergugat menolak untuk membayar, bahkan meragukan dengan berbagai
dalih dan menyangkal kesepakatan dengan cara penunjukan langsung.
Berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pelaksanaan proyek dinyatakan
bahwa Penggugat merupakan Direktur Utama PT. Perucha yang sah sesuai
kesepakatan secara penunjukan oleh Tergugat. Dengan tidak dikeluarkannya Surat
Perintah Kerja (SPK) oleh Tergugat mengakibatkan Penggugat mengalami
kerugian karena telah mengeluarkan banyak biaya untuk mengerjakan proyek
tersebut. Tindakan Tergugat yang tidak mau membayar nilai proyek yang telah
Penggugat kerjakan adalah tindakan melawan hukum, sehingga berdasarkan
hukum Penggugat memohon agar Tergugat dihukum untuk mengerjakan nilai
proyek yang telah Penggugat kerjakan. Dalam petitumnya, Penggugat memohon
untuk menyatakan Penggugat adalah pelaksana proyek yang sah dari Tergugat dan
menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat adalah perbuatan
wanprestasi.
Berdasarkan gugatan tersebut, Tergugat mengajukan eksepsi yang pada
pokoknya menyatakan bahwa gugatan Penggugat obscuur libel dan error in
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
71
B. Analisis Kasus
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
72
Dari ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa pemilihan Penyedia Jasa salah
satunya dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Sesuai dengan syarat
yang berlaku, 2 penunjukan langsung dapat dilakukan dalam perkara ini karena
proyek yang dikerjakan oleh Penggugat merupakan keadaan darurat dalam hal
penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang
pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda akibat kerusakan sarana/prasarana
yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik
Perlu juga diperhatikan Pasal 20 ayat (4) Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
73
3 Pasal 29 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
74
itikad baik. Ketentuan ini menyebutkan penerapan asas itikad baik hanya pada
pelaksanaan kontrak saja, bukan pada tahap pra kontrak. Berbeda dengan negara-
negara maju dalam sistem civil law, seperti Perancis, Belanda, dan Jerman,
pengadilan memberlakukan asas itikad baik bukan hanya dalam tahap
penandatanganan dan pelaksanaan kontrak tetapi juga dalam tahap perundingan
(the duty of good faith in negotiation), sehingga janji-janji pra kontrak
mempunyai akibat hukum dan dapat dituntut ganti rugi jika janji tersebut
diingkari.5
Pengaturan itikad baik dalam KUH Perdata tidak hanya terdapat dalam
Pasal 1338 ayat (3) saja, melainkan juga dalam Pasal 530, 531, 548, 1965, 1966,
dan 1977 ayat (1) yang disebut dengan itikad baik subjektif. Itikad baik dalam
pasal-pasal tersebut berbeda maknanya dengan Pasal 1338 ayat (3), yaitu itikad
baik objektif. Wirjono Prodjodikoro memahami itikad baik dalam anasir subjektif
ini sebagai itikad baik yang ada pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan
hukum. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya hubungan hukum biasanya
berupa pengiraan dalam hati sanubari yang bersangkutan, bahwa syarat-syarat
yang diperlukan bagi mulai berlakunya hubungan hukum itu sudah dipenuhi
semua. Jika kemudian ternyata sebenarnya ada syarat yang tidak terpenuhi, maka
pihak yang beritikad baik ini dianggap seolah-olah syarat tersebut telah dipenuhi
semua. Dengan kata lain, pihak yang beritikad baik tidak boleh dirugikan sebagai
akibat dari tidak dipenuhinya syarat tersebut. 6 Jika diperhatikan secara seksama,
konsep itikad baik subjektif atau itikad baik pada waktu mulai berlakunya
hubungan hukum ini merupakan itikad baik pada tahap pra kontrak. Dengan
demikian, hukum kontrak di Indonesia pun mengenal itikad baik pada tahap pra
kontrak meskipun tidak ada pasal yang menyatakannya secara tersurat.
Dalam yurisprudensi di Indonesia sendiri sudah banyak perkara yang
menerapkan asas itikad baik pada tahap pra kontrak, terutama dalam perjanjian
jual beli. Salah satunya dalam kasus Fatimah cs v. M. Saleh,7 itikad baik pada
tahap pra kontrak harus ditunjukan oleh kedua belah pihak, dalam hal ini penjual
5 Ibid, hlm. 3.
6 Wijono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perdata, cet. 11, (Bandung: Sumur, 1992),
hlm. 61-62.
7 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan No 4340/K/Pdt 1986.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
75
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
76
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
77
Isian Proyek (DIP) Kota Bontang Tahun Anggaran (TA) 2005/2006 yang
pelaksanaannya pada tahun 2007. Perjanjian tertulis antara kontraktor dengan
Pemerintah Kota Bontang memang tidak ada, namun 85% proyek-proyek pada
periode sebelum tahun 2005 dikerjakan tanpa SPK (Surat Perintah Kerja) dan
setelah proyek selesai dikerjakan oleh kontraktor, baru dibuatkan SPK. SPK
adalah surat resmi yang berisi perintah untuk mengerjakan proyek. Dari
keterangan tersebut, terlihat bahwa Tergugat tidak beritikad baik dalam
menjalankan kewajibannya untuk mengeluarkan SPK yang seharusnya
dikeluarkan sebelum proyek dikerjakan.
Itikad buruk dari Tergugat juga dapat dilihat dari sisi perolehan manfaat
yang didapat oleh Tergugat atas pekerjaan yang dilakukan Penggugat. Pekerjaan
konstruksi yang telah selesai dilakukan Penggugat memberikan keuntungan bagi
Tergugat karena Tergugat tidak perlu mengerjakan proyek tersebut untuk
kepentingan umum yang seharusnya menjadi tanggung jawab Tergugat. Di
samping itu, dengan selesainya pembangunan jembatan yang menjadi proyek
dalam perkara ini, manfaatnya sangat dirasakan juga oleh masyarakat sekitar
karena sangat mempengaruhi kelancaran lalu lintas dan masalah banjir sehingga
keluhan terhadap Tergugat pun akan berkurang. Seharusnya dengan hal yang
demikian, Tergugat melakukan pembayaran kepada Penggugat atas pekerjaannya
meskipun tidak ada kontrak diantara keduanya, tetapi berdasarkan itikad baik.
Oleh karena itu, itikad baik merupakan asas yang paling penting dalam suatu
hubungan hukum.
Suatu kondisi dimana Tergugat tidak menunjukan itikad baik pada tahap
pra kontrak dengan Penggugat, dalam sistem common law serupa dengan doktrin
promissory estoppel. Pada hakekatnya, doktrin ini lahir pada kondisi-kondisi
tertentu disaat salah satu pihak secara beralasan meyakini bahwa dirinya telah
terikat dalam suatu kontrak, walaupun dalam kenyataannya kontrak tersebut
belum dibentuk atau dilahirkan sehingga doktrin ini sangat erat kaitannya dengan
itikad baik pada tahap pra kontrak seperti pada hukum kontrak di Indonesia.
Keadaan tersebut bisa muncul apabila salah satu pihak (promisee) menaruh
pengharapan yang besar dari janji-janji yang diucapkan oleh pihak lain (promisor)
sehingga ia melakukan suatu perbuatan demi terpenuhinya janji-janji tersebut.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
78
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
79
satu pihak diberi hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak
yang lain itupun bersedia dibebankan dengan kewajiban untuk menunaikan
prestasi. Seperti dalam ketentuan doktrin promissory estoppel, pertimbangan
majelis hakim tersebut mencegah timbulnya kerugian bagi Pemohon
Kasasi/Penggugat apabila Termohon Kasasi/Tergugat diperkenankan untuk
menarik kembali janjinya. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, doktrin promissory
estoppel ini relevan dan dapat diterapkan pada perkara ini.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
80
hal yang bukan haknya, orang tersebut dikatakan telah memperkaya diri sendiri
secara tidak sah dan diwajibkan untuk mengembalikan pembayaran tersebut.
Sementara itu, dalam doktrin unjust enrichment, seseorang memperkaya dirinya
sendiri karena tidak membayar suatu hal yang seharusnya menjadi kewajibannya
sehingga ia memperoleh keuntungan/manfaat dari biaya yang dikeluarkan orang
lain.
Sama halnya dengan Pasal 1359 ayat (1) KUH Perdata yang termasuk
dalam perikatan berdasarkan undang-undang, doktrin ini tidak dapat dilakukan
terhadap kontrak yang nyata/eksplisit atau contracts implied in fact. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, kesepakatan di antara Penggugat dan Tergugat
tercapai pada tahap pra kontrak, yaitu tahap sebelum lahirnya suatu kontrak yang
nyata.
Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Kota
Samarinda, putusan PN Bontang dibatalkan. Hal yang menarik dalam putusan
tingkat banding ini ialah adanya dissenting opinion dari salah satu Hakim
Anggota. Hakim Anggota mendasarkan pertimbangannya pada yurisprudensi
putusan Mahkamah Agung terdahulu bahwa dasar gugatan Penggugat apakah
merupakan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi tidak perlu
dipertentangkan dalam kasus ini. Bahwa di dalam perkara ini terdapat kenyataan
hukum yang tidak dapat dibantah oleh Tergugat, yaitu:
a. bahwa Penggugat telah selesai mengerjakan pekerjaan proyeknya
b. bahwa dengan selesainya pekerjaan ternyata telah memberi manfaat bagi
masyarakat sekitar
c. bahwa semua pihak tahu bahwa Penggugat telah mengerjakan pekerjaan
dan menyelesaikan pekerjaannya
d. bahwa Penggugat dari mulai sampai dengan selesai mengerjakan
pekerjaan adalah tanpa Surat Perintah Kerja (SPK) dan/atau tanpa
membuat ikatan dengan pihak Tergugat.
Selain itu, Hakim Anggota tersebut juga menyatakan bahwa terlepas apakah
pekerjaan tersebut tidak termasuk dalam proyek APBD atau tidak, jenis pekerjaan
yang dikerjakan adalah tanggung jawab Pemerintah dan dirasa tidak adil jika
Penggugat tidak diberikan pembayaran atas pekerjaan yang dilakukannya dengan
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
81
biaya sendiri, sedangkan pekerjaan tersebut adalah demi kepentingan umum dan
sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Hakim Anggota menekankan segi
“manfaat” yang diperoleh dari hasil pekerjaan yang dilakukan Penggugat dan
“ketidakadilan” bagi Penggugat jika Tergugat tidak membayar ganti kerugiannya.
Dalam sistem common law, kondisi tersebut seperti penekanan yang ada dalam
doktrin unjust enrichment. Penggugat telah menyelesaikan pekerjaan
pembangunan jembatan yang diminta oleh Tergugat dimana Tergugat jelas
mendapatkan keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan Penggugat. Dengan
selesainya pembangunan jembatan tersebut sangat memberikan manfaat bagi
masyarakat Bontang, lalu lintas menjadi lancar dan masalah banjir dapat teratasi.
Karena sifat dari pekerjaan ini pada dasarnya merupakan tanggung jawab
Tergugat, sudah sewajarnya Penggugat mengharapkan pembayaran atas biaya-
biaya yang telah dikeluarkannya unuk pembangunan jembatan tersebut.
Dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan
Pemohon Kasasi/Penggugat dengan alasan bahwa Judex Facti/Pengadilan Tinggi
Kalimantan Timur di Samarinda telah salah menerapkan hukum dengan
pertimbangan bahwa pada dasarnya perbuatan ingkar janji adalah perbuatan yang
telah melanggar hak subjektif pihak lain yang esensinya juga merupakan
perbuatan melawan hukum. Secara formal memang tidak ada dasar hukum tertulis
(SPK) yang mendasari hubungan hukum antara Pemohon dengan Termohon
Kasasi, namun faktanya selama proses pengerjaan proyek tersebut tidak ada
keberatan dari pihak Termohon Kasasi dan pekerjaan yang pada dasarnya menjadi
tanggung jawab Termohon Kasasi telah selesai dan bermanfaat bagi masyarakat
maka menjadi kewajiban Termohon Kasasi untuk membayar segala biaya dalam
pekerjaan proyek tersebut.
Dari pertimbangan hakim tersebut, majelis hakim juga memberi
penekanan pada manfaat yang telah diperoleh Termohon Kasasi/Tergugat.
Pemohon Kasasi/Penggugat telah mengerjakan pekerjaan Pembangunan Jembatan
di Kelurahan Kanaan, Bontang Barat, dengan biaya sendiri, yang oleh Tergugat
tidak mau dibayar karena Penggugat dalam mengerjakan pekerjaan tersebut
adalah tanpa ada ikatan atau hubungan hukum antara keduanya. Faktanya,
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
82
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam perancangan kontrak di Indonesia, dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pra
perancangan, perancangan, dan pasca perancangan kontrak. Permasalahan
sering terjadi apabila kesepakatan telah tercapai pada tahap pra perancangan
kontrak dimana kontrak tertulis belum dibuat. Hukum perjanjian di Indonesia
menganut teori klasik hukum kontrak dimana asas itikad baik tidak
melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak karena
dalam tahap ini perjanjian belum memenuhi syarat hal tertentu. Ketentuan
mengenai itikad baik terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang
menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Ketentuan ini menyebutkan penerapan asas itikad baik hanya pada
pelaksanaan kontrak saja, bukan pada tahap pra kontrak. Selain dalam Pasal
1338 ayat (3), itikad baik juga diatur dalam Pasal 530, 531, 548, 1965, 1966,
dan 1977 ayat (1) yang disebut dengan itikad baik subjektif. Itikad baik dalam
pasal-pasal tersebut berbeda maknanya dengan Pasal 1338 ayat (3), yaitu
itikad baik objektif. Itikad baik subjektif merupakan itikad baik pada waktu
mulai berlakunya hubungan hukum, biasanya berupa perkiraan dalam diri
yang bersangkutan, bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi mulai
berlakunya hubungan hukum itu sudah dipenuhi semua. Jika kemudian
ternyata sebenarnya ada syarat yang tidak terpenuhi, maka pihak yang
beritikad baik ini dianggap seolah-olah syarat tersebut telah dipenuhi semua.
Jika diperhatikan dengan baik, konsep itikad baik subjektif atau itikad baik
pada waktu mulai berlakunya hubungan hukum ini merupakan itikad baik
pada tahap pra kontrak. Dengan demikian, dalam perkembangannya hukum
kontrak di Indonesia pun mengenal itikad baik pada tahap pra kontrak
meskipun tidak ada pasal yang menyatakannya secara tersurat. Selain itu,
itikad baik pada tahap pra kontrak juga banyak diterapkan dalam putusan-
putusan hakim terdahulu dimana hakim lebih menjunjung tinggi keadilan
daripada kepastian hukum.
2. Doktrin promissory estoppel dan unjust enrichment merupakan doktrin yang
lahir dari perkembangan hukum kontrak di sistem hukum common law.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
84
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
85
proyek tersebut tidak ada bantahan dari pihak Tergugat dan pekerjaan tersebut
yang pada dasarnya menjadi tanggung jawab Tergugat telah selesai dan
memberi manfaat bagi masyarakat, maka menjadi kewajiban Tergugat untuk
membayar segala biaya dalam pekerjaan pembangunan jembatan yang
dikeluarkan oleh Penggugat. Dalam hal ini, majelis hakim menerapkan asas
itikad baik dimana asas ini tidak hanya diterapkan pada tahap pelaksanaan
kontrak saja, tetapi juga pada tahap pra kontrak. Dalam sistem common law,
itikad baik pada tahap kontrak ini erat kaitannya dengan doktrin promissory
estoppel. Selain itu, majelis hakim juga menekankan manfaat yang diperoleh
Tergugat karena pekerjaan yang dilakukan Penggugat sehingga tidak
menghilangkan kewajibannya membayar ganti rugi meskipun tidak ada
kontrak tertulis. Aspek perolehan manfaat atau keuntungan tersebut berkaitan
dengan Pasal 1359 ayat (1) KUH Perdata yang dalam sistem common law
dapat dibandingkan dengan doktrin unjust enrichment. Persamaan dari kedua
ketentuan dari dua sistem hukum yang berbeda ini ialah bahwa pada dasarnya
seseorang tidak boleh memperkaya diri sendiri secara tidak sah/tidak adil.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, doktrin promissory estoppel dan unjust
enrichment relevan untuk diterapkan dalam perkara ini.
B. Saran
1. Pada hakikatnya, proses beracara dalam sistem hukum di Indonesia masih
bersifat formal. Seperti negara-negara yang menganut teori hukum modern,
ada baiknya sistem hukum di Indonesia cenderung untuk menghapuskan
syarat-syarat formal bagi kepastian hukum dan lebih menekankan pada
keadilan. Apabila tidak ada peraturan yang mengatur mengenai tahap pra
kontrak, hakim diharapkan dapat mengedepankan asas-asas dalam hukum
perjanjian, salah satunya itikad baik pada tahap pra kontrak. Terlepas dari ada
tidaknya suatu kontrak, pihak yang sudah mengeluarkan biaya karena percaya
dan menaruh harapan terhadap janji-janji yang telah diberikan dalam proses
perundingan lebih mudah untuk menuntut ganti kerugian yang dideritanya atas
perbuatan pihak lain seperti dalam perkara ini. Selain itu, pemanfaatan
yurisprudensi yang sudah ada juga memberikan peran penting. Putusan hakim
yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan tanggung jawab pemerintah.
Universitas Indonesia
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
86
DAFTAR PUSTAKA
Syahrani, Riduan. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni,
2006.
Syaifuddin, Muhammad. Hukum Kontrak. Bandung: Mandar Maju, 2012.
Vollmar. H. F. A.. Pengantar Studi Hukum Perdata. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1995.
JURNAL
Moss, Giuditta Cordero. “The Function of Letters of Intent and their Recognition
in Modern Legal Systems” dalam New Features in Contract Law.
Munchen: Sellier. European Law Publishers, 2007.
Swain, W. “Unjust Enrichment and the Role of Legal History in England and
Australia”, University of New South Wales Law Journal Research Paper
No. 14-02. Hlm. 1033.
PERATURANAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh
Subekti
dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramitha, 2008.
Indonesia. Undang-Undang Jasa Konstruksi, UU No. 18 Tahun 1999. TLN No.
3833
Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, PP No.
59 Tahun 2010. LN No. 95.
Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden
No. 54 Tahun 2010 t
Indonesia. Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, Keppres No. 80 Tahun 2003. LN No. 120.
INTERNET
Edelman, James dan Elise Bant. Unjust Enrichment. Australia: Hart Publishing,
2006.
https://books.google.co.id/books?id=3gqGDAAAQBAJ&pg=PT97&dq=history+
of+unjust+enrichment&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjW65X6la_QAhVMOo8K
HQo-
BggQ6AEIGTAA#v=onepage&q=history%20of%20unjust%20enrichment&f=fal
sehttps://books.google.co.id/books?id=3gqGDAAAQBAJ&pg=PT97&dq=history
+of+unjust+enrichment&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjW65X6la_QAhVMOo8
KHQo-
BggQ6AEIGTAA#v=onepage&q=history%20of%20unjust%20enrichment&f=fal
se diakses 17 November 2016
Stone, Richard. Contract Law. 5th ed. (London: Cavendish Publishing Limited.
2003). hlm. 34
https://books.google.co.id/books?id=HXsvJKb0bqkC&pg=PA34&dq=limitation+
promissory+estoppel&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj6pJS8tfbQAhVHNo8KHXP
aCzAQ6AEIGTAA#v=onepage&q=limitation%20promissory%20estoppel&f=fal
se diakses 14 Desember 2016
Tulsian, P. C. Business Law. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company
Limited, 2000. https://books.google.co.id/books?id=DbbneyBacdcC&pg=SA11-
PA1&dq=quasi+contract&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwju1ejW0bjQAhUBNY8K
HZcICiEQ6AEISDAE#v=onepage&q=quasi%20contract&f=false diakses 21
November 2016
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
PUTUSAN
R
Nomor 2815 K/Pdt/2014
si
ne
ng
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai
do
gu berikut dalam perkara:
UNGKAP SIMAMORA, bertempat tinggal di Jalan Awang Long,
In
A
Gang Adhyaksa, Nomor 24, RT. 11, Kelurahan Bontang Baru,
Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, dalam hal ini memberi
ah
ik
Pelabuhan RT. 10 Nomor 13, Kelurahan Tanjung Laut Indah,
l
Kecamatan Bontang Selatan, Kota Bontang, Kalimantan Timur,
m
ub
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 2 April 2012;
Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding;
ka
ep
Melawan
PEMERINTAH KOTA BONTANG Cq. DINAS PEKERJAAN UMUM
ah
si
Kelurahan Bontang Lestari, Kecamatan Bontang Selatan, Kota
Bontang;
ne
ng
do
gu
lik
ub
rupiah);
ep
2. Bahwa selama proyek tersebut berjalan pernah diawasi oleh Pegawai dari
ah
Dinas Pekerjaan Umum Kota Bontang dan kemudian setelah proyek selesai
R
ng
Umum Kota Bontang dimana proyek itu dikeluarkan, namun saat ditagih
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
kepada Tergugat agar membayar kewajibannya, Tergugat menolak
R
membayar, bahkan meragukan dengan berbagai dalih dan menyangkal
si
kesepakatan dengan cara penunjukan langsung dan tindakan Tergugat
ne
ng
yang tidak mau menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) terhadap
Penggugat yang telah melaksanakan proyek Tergugat tersebut
mengakibatkan Penggugat mengalami kerugian karena telah banyak uang
do
gu yang Penggugat keluarkan untuk mengerjakan proyek tersebut, tindakan
Tergugat yang tidak mau membayar nilai proyek yang telah Penggugat
In
A
kerjakan adalah tindakan melawan hukum karena telah mengakibatkan
Penggugat mengalami kerugian, sehingga berdasar hukum jika Penggugat
ah
memohon agar Tergugat dihukum untuk membayar nilai proyek yang telah
ik
Penggugat kerjakan;
l
3. Bahwa berdasarkan RAB pelaksana proyek dinyatakan sebagai Direktur
m
ub
Utama PT. Perucha yang sah sesuai kesepakatan secara penunjukan
yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bontang Cq. Dinas Pekerjaan Umum
ka
ep
Kota Bontang sesuai paket yang dikerjakan oleh Penggugat yakni
Pembangunan Jembatan Jalan Perjuangan, Kelurahan Kanaan Bontang
ah
Barat;
R
si
4. Bahwa akibat perbuatan tersebut maka menimbulkan kerugian bagi
Penggugat dimana uang yang dipinjam dari Bank dengan bunga 5%
ne
ng
tersendat selama kurang lebih sejak tahun 2007 sampai sekarang diperinci
sebagai berikut:
do
gu
b. Kerugian Immateril lebih kurang mulai dana tersebut tidak dibayar sampai
sekarang ditaksir Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
ah
lik
ub
bergerak maupun tidak bergerak, maka berdasar hukum jika diletakan Sita
Jaminan (Conservatoir Beslag);
ka
6. Bahwa gugatan ini sesuai dengan Pasal 191 Rbg/180 HiR maka putusan
ep
dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu sekalipun ada banding,
ah
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
(dwangsom) sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) setiap hari
R
keterlambatan pelaksanaan putusan ini;
si
8. Bahwa kebijakan Pemerintah Kota Bontang Cq Dinas Pekerjaan Umum
ne
ng
Kota Bontang mengeluarkan proyek dengan cara penunjukan telah
merugikan Penggugat dan beberapa Direktur Pelaksana Proyek yang lain.
Untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan bertambahnya orang-
do
gu orang Direktur PT yang tertipu akibat perbuatan Tergugat tersebut, maka
beralasan hukum jika segala hal ini yang mengeluarkan proyek secara
In
A
penunjukan dihentikan sekarang;
9. Bahwa Penggugat telah berupaya untuk menyelesaikan perkara ini secara
ah
ik
berusaha menghindari kewajibannya, sehingga berdasar hukum jika
l
Tergugat dihukum untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara
m
ub
ini;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat mohon
ka
ep
kepada Pengadilan Negeri Bontang untuk memberikan putusan sebagai berikut:
I. Dalam Provisi:
ah
1. Memerintahkan kepada Tergugat dan atau siapa saja atas kuasa atau
R
si
perintah Tergugat untuk menghentikan segala macam aktifitas yang
mengatas namakan Tergugat dan atau untuk atas nama Dinas Pekerjaan
ne
ng
do
gu
lik
ub
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
6. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian immateril yang dialami
R
oleh Penggugat sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
si
7. Menghukum Tergugat menyerahkan seluruh asset milik Tergugat baik
ne
ng
bergerak maupun tidak bergerak;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) setiap hari keterlambatan,
do
gu terhitung sejak perkara ini telah mempunyai kekuatan hukum yang sah;
9. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam
In
A
perkara ini;
Dan atau;
ah
ik
(Ex Aquo Et Bono);
l
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan
m
ub
eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Gugatan Penggugat merupakan gugatan kabur (Obscuur Libel);
ka
ep
- Gugatan Penggugat adalah gugatan mengenai perbuatan melawan
hukum, sekalipun demikian isi gugatan sama sekali tidak menguraikan
ah
si
- Bahkan Penggugat dalam posita gugatan sama sekali tidak
mencantumkan satu pasal pun dari ketentuan hukum yang berlaku yang
ne
ng
do
gu
Tergugat;
- Berdasarkan alasan hukum tersebut di atas, jelas dan tegas bahwa
ah
lik
gugatan Penggugat adalah kabur (obscuur libel). Oleh karena itu cukup
alasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan gugatan Penggugat tidak
m
ub
dapat diterima;
2. Gugatan Penggugat mengandung cacat error in persona;
ka
ng
gugatan Penggugat;
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Bontang telah
R
memberikan Putusan Nomor 13/Pdt.G/2013/PN.BTG. tanggal 5 September
si
2013, dengan amar sebagai berikut:
ne
ng
I. Dalam Eksepsi:
- Menyatakan Eksepsi Tergugat seluruhnya tidak dapat diterima;
II. Dalam Provisi:
do
gu - Menyatakan tuntutan provisi Penggugat tidak dapat diterima;
III. Dalam Pokok Perkara:
In
A
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat adalah Pelaksana Proyek dari Pemerintah Kota
ah
ik
3. Menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat adalah Perbuatan
l
Melawan Hukum;
m
ub
4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat
sebesar Rp1.624.295.000,00 (satu miliar enam ratus dua puluh empat
ka
ep
juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) ditambah bunga sebesar
2% perbulan, selama 60 bulan sehingga totalnya sebesar
ah
Rp3.573.449.000,00 (tiga miliar lima ratus tujuh puluh tiga juta empat
R
si
ratus empat puluh sembilan ribu rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
ne
ng
do
gu
lik
ub
MENGADILI SENDIRI
Dalam Eksepsi:
ka
Dalam provisi:
ah
diterima;
es
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
- Menyatakan gugatan Penggugat/Terbanding tidak dapat diterima (niet
R
ontvankelijk verklaard);
si
- Menghukum Penggugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara
ne
ng
dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan
sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
do
gu Penggugat/Terbanding pada tanggal 1 Juni 2014 kemudian terhadapnya oleh
Penggugat/Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat
In
A
Kuasa Khusus tanggal 2 April 2012 diajukan permohonan kasasi sebagaimana
ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 20 Juni 2014 yang dibuat oleh
ah
ik
memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan
l
Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 4 Juli 2014;
m
ub
Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat/Terbanding
tersebut telah diberitahukan kepada Tergugat/Pembanding pada tanggal 8 Juli
ka
ep
2014;
Bahwa kemudian Termohon Kasasi/Tergugat/Pembanding mengajukan
ah
si
Bontang pada tanggal 21Juli 2014;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya
ne
ng
do
gu
sebagai berikut:
1. Bahwa pada halaman 6 alenia ke 4 (empat) Putusan Pengadilan Tinggi
ah
lik
ub
Pembanding soal gugatan kabur tersebut, karena hal itu berkaitan erat
ah
dikualifikasikan sebagai gugatan yang kabur (obsduur libel) dan patut untuk
M
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Menanggapi hal ini bahwa tampak dengan jelas sikap Pengadilan Tinggi
R
Samarinda yang membuat keputusan dengan lebih mengedepankan segi
si
formalitasnya ketimbang menemukan substansi permasalahan penyebab
ne
ng
timbulnya sengketa lalu berupaya menegakkan keadilan dan kebenaran
dengan mengedepankan argumentasi hukum dan kondisi wajar yang
berkembang dimasyarakat. serta hati nuraninya;
do
gu Bahwa M. Yahya Harahap dalam buku Hukum Acara Perdata tentang
gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian, dan putusan pengadilan
In
A
(halaman 456) berpendapat bahwa dalam putusan tersebut posita gugatan
didasarkan atas perjanjian, namun dalam petitum dituntut agar tergugat
ah
ik
dianggap menimbulkan kontradiksi (obscuur libel) berarti terlalu bersifat
l
formalitas karena jika petitum itu dihubungkan dengan posita, Hakim dapat
m
ub
meluruskannya sesuai denga maksud posita;
Bahwa demikian pula dengan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 194 K/
ka
ep
Pdt/1996 tanggal 28 Desember 1998 dipertimbangkan sebagai berikut:
• Bahwa Pengadilan Tinggi dalam putusannya telah mengabulkan eksepsi
ah
dan menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima atas dasar dalil
R
si
gugatan telah mencampur aduk antara wanprestasi dengan Perbuatan
Melawan Hukum yang berakibat gugatan mengandung cacat obscuur
ne
ng
libel;
• Bahwa pendapat dan kesimpulan Pengadilan Tinggi tersebut berpijak pada
do
gu
pendekatan hukum yang sangat kaku (stric law) dan dianggap pendapat
ini bersifat formalistik (Formalistic Legal Thingking). Menghadapi dalil
demikian semestinya Hakim menyesuaikan dengan peristiwa atau fakta
In
A
lik
ub
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
batalnya putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi Kalimantan-Timur
R
Samarinda);
si
Bahwa disamping kelalaian yang telah dilakukan oleh Judex Facti
ne
ng
sebagaimana uraian tersebut di atas, yang dengan demikian itu pula Judex
Facti juga telah melanggar Asas Audi et Alteram Partem dimana Hakim
harus mendengarkan kedua pihak. Hakim tidak memihak, para pihak
do
gu diperlakukan sama;
Bahwa adalah tidak mungkin Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bontang
In
A
melakukan kecerobohan sebagaimana yang disinyalir oleh Judex Facti
dalam statement atau pernyataannya serta pertimbangannya;
ah
ik
Pengadilan Negeri Bontang "tidak mungkin tidak" dan "bisa dipastikan"
l
sudah melakukan atau membuat pertimbangan-pertimbangan sebelum
m
ub
membuat putusan dimana pertimbangan maupun Putusan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Bontang tersebut adalah sudah tepat dan benar karena
ka
ep
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bontang dalam membuat pertimbangan
dan putusannya sudah melalui tahapan-tahapan proses; mempelajari,
ah
si
pendukungnya yang diajukan dipersidangan, bahkan dengan melihat secara
langsung objek perkara pada acara Pemeriksaan Setempat (PS) sesuai
ne
ng
dengan peran dan wewenangnya. Sehingga sekali lagi dalam hal ini Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Bontang dalam pertimbangan dan keputusannya
do
gu
adalah sudah tepat dan benar karena didasari oleh peran dan
wewenangnya dalam menilai kebenaran fakta-fakta gugatan Penggugat,
Jawaban Tergugat, bukti-bukti, dan keterangan saksi-saksi dibawah
In
A
lik
ub
panjang dari mereka yang masih hidup akan munculnya keajaiban dalam
ah
mereka,... karena salah satu dari mereka sudah tak sanggup lagi menunggu
es
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dunia) ..Innalillahi Wainna llaihi Roojiun, (datangnya dari Allah kembali ke
R
Rakhmatullah),.. selamat jalan kawan.. dan rasa dan sentuhan jiwa akan
si
hal-hal ini justru tidak dimiliki dan dirasakan oleh Judex Facti (Pengadilan
ne
ng
Tinggi Kalimantan-Timur Samarinda Kecuali Hakim Aanggota I yang telah
melakukan Dissenting Opinion);
Bahwa adapun alat-alat bukti/keterangan saksi yang nyata-nyata ada yang
do
gu muncul dipersidangan dan sudah dijadikan bahan pertimbangan dimaksud
antara lain adalah:
In
A
a. Bahwa saksi Barnabas, dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa pada tahun 2005-2006 saksi adalah salah satu team delegasi
ah
ik
RT,Kelurahan, Kecamatan sampai dengan Musrenbang tingkat Kota
l
Bontang, sehingga saksi dapat mengetahui keberadaan proyek-proyek
m
ub
sejak dari diusulkannya oleh masyarakat hingga disetujuinya usulan
proyek-proyek tersebut oleh Pemerintah Kota Bontang yang ditandai
ka
ep
dengan masuknya usulan proyek tersebut ke dalam DIP (Daftar Isian
Proyek) Kota Bontang TA (Tahun Anggaran) 2005/2006 yang
ah
si
- Bahwa perjanjian tertulis antara kontraktor dengan Pemerintah Kota
Bontang memang tidak ada, namun 85% proyek-proyek pada priode
ne
ng
sebelum tahun 2005 dikerjakan tanpa SPK (Surat Perintah Kerja) dan
setelah proyek selesai dikerjakan oleh kontraktor, baru dibuatkan SPK;
do
gu
lik
ub
dan setelah itu baru dibuatkan SPK. Bahwa H. Rusdi sudah pernah
M
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
yang bersangkutan tidak mau dengan alasan "takut". Disamping proyek
R
pembangunan jembatan di belakang Bank Dhanarta tersebut menurut
si
sepengetahuan saksi ada proyek lain yang juga sudah dibayar oleh
ne
ng
Pemerintah yakni proyek Expo;
- Bahwa untuk proyek lainnya (yang saat ini sedang disidangkan)
sebenarnya juga pada waktu itu sudah akan dibuatkan SPKnya karena
do
gu semua pekerjaan proyeknya sudah selesai dikerjakan yang ditandai
dengan adanya opname oleh Dinas PU, namun karena adanya
In
A
keributan yang dimotori oleh oknum pengusaha kontraktor sendiri
dengan mengatasnamakan masyarakat sehingga pihak Kejaksaan
ah
ik
munculnya surat pemberhentian pekerjaan proyek dari Dinas PU Kota
l
Bontang dalam kondisi dimana proyek-proyek terebut saudah selesai
m
ub
dikerjakan oleh para kontraktor. Bahwa saksi juga menerangkan
Pemerintah Kota Bontang bekerjasama dengan DPRD Kota Bontang
ka
ep
pernah menawarkan untuk melakukan approach/pendekatan dengan
pihak BAPPENAS di Jakarta dalam rangka untuk mendapatkan payung
ah
si
pihak kontraktor harus menyediakan/menyiapkan dana sejumlah
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Namun karena pihak
ne
ng
do
gu
lik
ub
baru" adalah tidak dapat disetujui oleh para kontraktor karena nilai
ah
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
rupiah) sedangkan kemampuan para kontraktor hanya mampu
R
menyediakan dana sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
si
Sedangkan opsi ke tiga adalah bahwa team menyarankan kepada para
ne
ng
kontraktor untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri guna
mendapatkan payung hukum untuk membayar dana para kontraktor
dimaksud (sebagaimana sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim ini)
do
gu Bahwa saksi juga menerangkan ada pertemuan di Hotel Sintuk
Bontang pada detik-detik kemenangan Adi Darma menjadi Walikota
In
A
Bontang dimana para kontraktor diminta untuk segera melengkapi
dokumen dalam rangka pembayaran dana mereka. Bahwa saksi juga
ah
ik
Bontang yang dalam hal ini diwakili oleh Bapak Asmudin Hamzah
l
selaku Sekretaris Daerah Kota Bontang dan difasilitasi oleh Bapak
m
ub
KAJARI (Kejaksaan Negeri) Kota Bontang, bertempat diruang kerja
Sekda Kota Bontang dalam rangka mencarikan solusi dari
ka
ep
permasalahan para kontraktor. Bahwa saksi memohon kepada Majelis
Hakim agar kepada pihak-pihak yang telah saksi sebutkan namanya
ah
si
dikonfirmasikan guna membuktikan kebenaran kesaksiannya. Dan
saksi juga memohon kepada Majelis Hakim agar diberi izin untuk
ne
ng
do
gu
lik
ub
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dua ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah) yang telah dibaca dan
R
dipelajari dengan saksama serta dapat disimpulkan bahwa adalah
si
RAB dimaksud valid dan dapat dipastikan dibuat oleh konsultan
ne
ng
yang profesional dengan mengikuti kaidah-kaidah atau norma
standar penyusunan Rencana Anggaran Biaya Proyek Pemerintah
yang benar dan tidak mungkin dibuat oleh kontraktor biasa.
do
gu Disamping itu saksi ahli berkeyakinan pula bahwa konsultan tidak
mungkin membuat RAB tersebut tanpa berkoordinasi dengan pihak
In
A
Pemberi Pekerjaan, dalam hal ini pihak Tergugat karena data-data
dan fakta-fakta yang dituangkan kedalam RAB sangat dipastikan
ah
ik
Adapun data dan fakta dimaksud antara lain adalah:
l
- Nama paket pekerjaan,
m
ub
- Lokasi pekerjaan;
- Format penyusunan RAB;
ka
ep
- Koefisien perhitungan penyusunan RAB;
- Daftar harga satuan bahan;
ah
si
- dll.
Bahwa saksi menyakini bahwa RAB tersebut dapat diterapkan atau
ne
ng
do
gu
lik
ub
juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) telah dikerjakan
ep
Kota Bontang;
M
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
b. Bahwa saksi Umar Tanatta, Ketua DPRD Kota Bontang Tahun
R
2004-2009, di bawah sumpah memberikan keterangan sebagai
si
berikut:
ne
ng
- Bahwa Dewan pada Tahun 2006-2007 menyerap aspirasi
masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan dengan Skala
Prioritas;
do
gu - Bahwa Dewan menganggap penting usulan masyarakat dengan
Skala Prioritas tersebut dan diajukan dalam Rapat Pleno DPRD
In
A
Kota Bontang;
- Bahwa hasil Rapat Pleno pada dasarnya menyetujui usulan
ah
ik
kepada Walikota Bontang;
l
- Bahwa jawaban lisan dari Walikota Bontang atas usulan Dewan
m
ub
tersebut adalah : "... akan diselesaikan".
- Bahwa saksi berpendapat bahwa proyek Skala Prioritas tersebut
ka
ep
sangat bermanfaat bagi masyarakat karena itu harus dibayar
oleh Pemerintah apalagi sudah dimanfaatkan;
ah
si
perintah tidak ada yang mau mengerjakan;
- Bahwa saksi juga meyakini pasti proyek Pemerintah yang
ne
ng
do
gu
Bahwa dalam hal ini Judex Facti telah melakukan kesalahan dalam
menerapkan hukum;
ah
lik
Bahwa menyangkut hal ini M.Yahya Harahap dalam buku Hukum Acara
Perdata tentang gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian, dan putusan
m
ub
ditolehkan. Hal ini dapat dilihat dari yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung
ep
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Hakim dapat mempertimbangkan bahwa dalil gugatan itu dianggap
R
wanprestasi;
si
Hal yang serupa juga dapat ditemui dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
ne
ng
886K/Pdt/2007 tanggal 24 Oktober 2007 Majelis Hakim dalam
pertimbangannya menyatakan:
Bahwa sesungguhnya dalam gugatan terdapat posita wanprestasi dan
do
gu Perbuatan Melawan Hukum akan tetapi dengan tegas diuraikan secara
terpisah, maka gugatan demikian yang berupa kumulasi objektif dapat
In
A
dibenarkan;
Bahwa dalam buku yang sama M. Yahya Harahap berpendapat; bahwa
ah
ik
dalam petitum dituntut agar tergugat dinyatakan melakukan PMH (perbuatan
l
melawan hukum). Apabila hal ini dianggap menimbulkan kontradiksi (obscuur
m
ub
libel) berarti terlalu bersifat formalitas karena jika petitum itu dihubungkan
dengan posita, Hakim dapat meluruskannya sesuai denga maksud posita;
ka
ep
Bahwa demikian juga dengan Keterangan Saksi ahli Prof. DR. Herawati
Poesoko S.H., M.H., Guru Besar dan Dekan Fakultan Hukum Universitas
ah
si
lain menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa perjanjian lahir karena adanya kesepakatan menurut Pasal 1330
ne
ng
do
gu
sebagai berikut:
a. Adanya hubungan hukum yang erat;
ah
lik
ub
- Bahwa kumulasi gugatan yang diajukan oleh Penggugat dalam perkara ini
R
ng
dan Perbuatan Melawan Hukum dalam perkara ini adalah korelasi antara
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
satu perbuatan dengan perbuatan lainnya , yang merupakan satu kesatuan
R
yang tidak dapat dipisahkan (Koneksitas) sehingga penggabungan gugatan
si
dapat dibenarkan sebab ketentuan acara yang dianut dalam perkara ini
ne
ng
adalah Hukum Acara yang bersifat umum. Sedangkan perkara yang lainnya
tunduk pada Hukum Acara yang bersipat umum (Vide Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 677 K/SI P/1972, tanggal 20 Desember 1972;
do
gu 4. Bahwa pada Putusan Pengadilan Tinggi Dalam Eksepsi angka 2 menyatakan
bahwa gugatan Penggugat mengandung cacat error in persona, karena
In
A
Penggugat tidak memiliki Persona standi in judisia didepan Pengadilan dan
tidak mempunyai kapasitas atau kedudukan hukum untuk digugat dan
ah
ik
Umum bukan Dinas Pekerjaan Umum sebagaimana termuat dalam gugatan
l
Penggugat;
m
ub
Menanggapi hal ini untuk diketahui bahwa yang benar yang digugat dalam
gugatan Penggugat adalah Pemerintah Kota Bontang Cq Dinas Pekerjaan
ka
ep
Umum (Pu) Kota Bontang;
Bahwa yang dimaksud Pemerintah Daerah menurut Undang-Undang Nomor
ah
si
perangkat daerah sebagai urusan penyelenggara Pemerintahan Daerah;
Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
ne
ng
do
gu
lik
Berkenaan dengan hal hal tersebut diatas maka tentu adalah tidak beralasan
mengatakan Gugatan Penggugat Kabur (Obcscuur Libel);
m
ub
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
6. Bahwa Hakim Anggota I Eduard Manalip., S.H., M.H., telah menguraikan
R
disenting opinionnya dalam pertimbangan-pertimbangan tentang:
si
I. Formalitas pengajuan gugatan oleh Penggugat/Terbanding dan
ne
ng
II. tentang substansi Pokok Gugatan Penggugat/Terbanding yang terinci pada
Putusan Nomor 107/PDT/2013/PT.KT.SMDA, dari halaman 8 (delapan)
sampai dengan halaman 25 (dua puluh lima) dan yang kesimpulannya
do
gu sebagaimana tertuang pada halaman 25 alenia 3 serta halaman 26
sebagai berikut:
In
A
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Tergugat/Pembanding telah
ah
ik
Terbanding;
l
Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan pertimbangan-pertimbangan
m
ub
tersebut di atas, maka Putusan Pengadilan Negeri Bontang tanggal 5
September 2013 Perdata Nomor 13/Pdt.G/2013/PN.Btg, dapat dikuatkan
ka
ep
dengan perbaikan-perbaikan sebagaimana tersebut di atas maupun pada
amar putusan sebagaimana tersebut di bawah ini:
ah
I. Dalam Eksepsi:
R
si
Menyatakan Eksepsi Tergugat/Pembanding seluruhnya tidak dapat
diterima;
ne
ng
do
gu
lik
ub
Rp3.573.449.000,00 (tiga miliar lima ratus tujuh puluh tiga juta empat
ah
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Bahwa adapun pointers materi disenting opinion Hakim Anggota I Bpk.
R
Eduard Manalif., S.H., M.H., kiranya dapat dirangkum sebagai berikut:
si
a. Bahwa apa yang telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama
ne
ng
tentang eksepsi menurut Hakim Anggota I sudah tepat dan dapat
dibenarkan;
b. Bahwa tentang dalil Penggugat/Terbanding yang merupakan dasar
do
gu Penggugat/Terbanding dalam mengajukan gugatannya kepada
Tergugat/Pembanding apakah merupakan perbuatan melawan hukum
In
A
atau wanprestasi menurut Hakim Anggota I tidak perlu dipertentangkan
in casu dapat di konstatir;
ah
ik
menghubungkannya dengan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 194
l
K/Pdt/1996 tanggal 26 Desember 1998 dan Putusan Mahkamah Agung
m
ub
Nomor 204K/Pdt/1998 Tanggal 30 Juni 1999;
c. Bahwa dalam perkara in casu didapat kenyataan hukum yang tak
ka
ep
dibantah dan diakui oleh Tergugat/Pembanding maupun oleh Tergugat/
Pembanding yaitu:
ah
si
pekerjaan proyeknya ;
b) Bahwa dengan selesainya pekerjaan a quo ternyata telah memberi
ne
ng
do
gu
lik
Tergugat/Pembanding;
d. Bahwa semua perkerjaan-perkerjaan in casu yang dikerjakan
m
ub
sekali tidak masuk sebagai proyek APBD dan otomatis tidak tertata
M
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dilakukan menurut Kepres Nomor 80 Tahun 2003 dengan segala
R
perubahan dan peraturan pelaksanaannya, in casu tidak mungkin
si
kepada Penggugat/Terbanding diberikan SPK dan atau tidak mungkin
ne
ng
antara Penggugat/Terbanding dengan Tergugat/Pembanding dibuat
surat perjanjian kerja secara tertulis;
f. Bahwa, terlepas apakah pekerjaaan dimaksud tertata atau telah masuk
do
gu dalam DIPA APBD Kota Bontang akan tetapi menurut Hakim Anggota I
pekerjaan a quo adalah jenis pekerjaan yang karaktetristiknya adalah
In
A
menjadi tanggung jawab Pemerintah in casu Pemerintah dalam hal ini
Dinas Pekerjaan Umum/Tergugat/Terbanding harus bertanggung jawab
ah
ik
mengerjakan;
l
g. Bahwa pertentangan antara Penggugat/Terbanding dengan Tergugat/
m
ub
Pembanding akan tetap merupakan sengketa yang sepertinya sulit,
sebab dari satu sisi apa yang merupakan alasan Tergugat/Pembanding
ka
ep
untuk tidak membayar kepada Penggugat/Terbanding adalah bisa saja
dibenarkan karena tidak ada ikatan hukum atau perjanjian tertulis antara
ah
si
Penggugat/Terbanding diperintahkan untuk mengerjakan pekerjaan
a quo, akan tetapi dari rasa keadilan adalah sangat tidak adil kepada
ne
ng
do
gu
lik
ub
oleh APBD Kota Bontang, in casu belum tertata dalam DIPA Kota
es
Bontang. Dan untuk itu jelas-jelas tidak ada dana yang tersedia dan lalu
M
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Terbanding untuk mengerjakan pekerjakan tersebut, maka menurut
R
hukum dan harus demikian Tergugat/Pembanding (sebagai pihak
si
Pemerintah) yang bertanggung jawab akan pekerjaan-pekerjaan
ne
ng
Pemerintah dipandang telah melakukan persetujuan secara diam-diam
dan untuknya Tergugat/Pembanding terikat atas persetujuan secara
diam-diam tersebut dan resikonya Tergugat/Pembanding harus
do
gu membayar semua biaya yang dikeluarkan oleh Penggugat/Terbanding
untuk mengerjakan pekerjaan dimaksud;
In
A
Bahwa disamping apa yang telah dipertimbangkan oleh Hakim tingkat
pertama, Pengadilan Tinggi memberikan pertimbangan sebagai berikut:
ah
ik
pembangunan, diketahui oleh Pemerintah dalam hal ini tentu
l
Tergugat/Pembanding akan tetapi Tergugat/Pembanding
m
ub
membiarkan terus sampai pekerjaan a quo selesai dikerjakan oleh
Penggugat/Terbanding kendati Tergugat/Pembanding tahu persis
ka
ep
dan menyadari bahwa pekerjaan a quo tidak ada anggaran karena
belum tertata dalam APBD/DIPA Kota Bontang. Hal mana dianggap
ah
si
merugikan Penggugat/Terbanding;
• Bahwa disamping itu pula dengan tidak dialokasikannya dana untuk
ne
ng
do
gu
lik
ub
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Bahwa seluruh pertimbangan Putusan Pengadilan Negeri
R
Bontang sudah tepat dan benar di dalam menerapkan hukum.
si
Yang dengan demikian justru Judex Facti (Pengadilan Tinggi
ne
ng
Kalimantan-Timur) yang melakukan kelalaian yang mengancam
dibatalkannya putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi
Kalimantan-Timur) Nomor 106/PDT/2013/PT.KT.SMDA
do
gu tertanggal 8 April 2014;
3. Bahwa Hakim Anggota I (Bpk. Eduard Manalif, S.H., M.H.,)
In
A
Majelis Pengadilan Tinggi Samarinda dalam Disenting
Opinionnya menyimpulkan dan berpendapat bahwa dari
ah
ik
8 sampai dengan halaman 26 Putusan Pengadilan Tinggi
l
Samarinda Nomor 107/PDT/2013/PT.KT.SMDA, Tergugat/
m
ub
Pembanding, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang
merugikan Penggugat/Terbanding;
ka
ep
4. Bahwa sesungguhnya adalah benar apa yang disinyalir oleh
Hakim Anggota I dalam Disenting Opinionnya bahwa antara
ah
si
terjadi kesepakatan diam-diam dan jika hal tersebut
dihubungkan dengan bukti P-7 dimana dana untuk pekerjaan
ne
ng
do
gu
Pembanding;
5. Bahwa putusan Pengadilan Negeri Bontang Nomor
ah
lik
ub
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
berdampak pada kalah/lemahnya argumentasi hukum dari
R
Pemohon Kasasi/Terbanding/Penggugat serta kalah/lemahnya
si
pertimbangan hati nurani Majelis Hakim Yang Mulia maka
ne
ng
tentunya secara hukum kekalahan itu dapat dimaknai/diartikan
sebagai alasan pembenar bagi Pemohon Kasasi/Terbanding/
Penggugat untuk membatalkan investasi yang sudah tertanam
do
gu selama lebih dari 6 (enam) tahun dan menarik/mengambil
kembali asset-asset baik dalam bentuk fisik atau lainnya)
In
A
bersama 26 (dua puluh enam proyek lainnya) yang tersebar
Kota Bontang;
ah
ik
berpendapat:
l
Bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex
m
ub
Facti/Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda telah salah
menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
ka
ep
Bahwa pada dasarnya perbuatan ingkar janji adalah perbuatan yang
telah melanggar hak subjektif pihak lain yang esensinya juga merupakan
ah
si
Bahwa terbukti pihak Pemohon Kasasi telah menyelesaikan pekerjaan
pembangunan jembatan Jalan Perjuangan, Kelurahan Kanaan, Kecamatan
ne
ng
Bontang Barat sedangkan pihak Termohon Kasasi tidak membayar biaya yang
telah dikeluarkan oleh pihak Pemohon Kasasi dengan alasan tidak adanya
do
gu
faktanya, selama proses pengerjaan proyek tersebut tidak ada keberatan dari
pihak Termohon Kasasi dan pekerjaan yang pada dasarnya menjadi tanggung
ah
lik
jawab Termohon Kasasi telah selesai dan bermanfaat bagi masyarakat maka
mejadi kewajiban Termohon Kasasi untuk membayar segala biaya dalam
m
ub
putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) dalam perkara ini telah bertentangan
ah
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
KT-SMDA, tanggal 8 April yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri
R
Bontang Nomor 13/PDT.G/2013/PN.Btg, tanggal 5 September 2013 serta
si
Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan
ne
ng
sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Kasasi berada di pihak yang
kalah, maka dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat
do
gu peradilan;
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
In
A
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-
ah
ik
Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan;
l
MENGADILI:
m
ub
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi UNGKAP
SIMAMORA tersebut;
ka
ep
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda
Nomor 107/PDT/2013/PT-KT-SMDA tanggal 8 April yang membatalkan
ah
si
05 September 2013;
MENGADILI SENDIRI:
ne
ng
I. Dalam Eksepsi:
- Menyatakan Eksepsi Tergugat tidak dapat diterima;
do
gu
lik
ub
Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat
ka
juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) ditambah bunga sebesar
ah
Rp3.573.449.000,00 (tiga miliar lima ratus tujuh puluh tiga juta empat
es
ng
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
am
ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Menghukum Termohon Kasasi/Tergugat/Pembanding untuk membayar
R
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini
si
ditetapkan sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
ne
ng
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Rabu tanggal 8 Juli 2015 oleh H. Mahdi Soroinda Nasution,
S.H., M.Hum, Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
do
gu sebagai Ketua Majelis, Dr. Yakup Ginting, S.H., C.N., M.Kn. dan Dr. Nurul
Elmiyah, S.H., M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai anggota dan diucapkan dalam
In
A
sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan
dihadiri para anggota tersebut dan dibantu oleh Liliek Prisbawono Adi,
ah
l ik
Hakim-hakim Anggota Ketua Majelis
m
ub
ttd./ Dr. Yakup Ginting, S.H., C.N., M.Kn. ttd./
ttd./ Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H. H. Mahdi Soroinda Nasution, S.H., M.Hum,
ka
ep
Biaya – biaya : Panitera Pengganti
ah
si
3. Administrasi perkara
kasasi perdata …………. Rp489.000,00
ne
ng
J u m l a h……………….. Rp500.000,00
do
gu
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
In
A
lik
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
gu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Penerapan Doktrin..., Cut Talitha Azaria, FH UI, 2017
h
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 1999
TENTANG
JASA KONSTRUKSI
Menimbang :
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat,
keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan
demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 3
BAB III
USAHA JASA KONSTRUKSI
Bagian Pertama
Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha
Pasal 4
(1) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan
konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh
perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(2) Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan
konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi
pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.
(3) Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan
konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari
penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.
(4) Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan
maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai
dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.
Pasal 5
(1) Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.
(2) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil,
yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil.
(3) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selaku perencana konstruksi atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan
yang sesuai dengan bidang keahliannya.
(4) Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang
berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau
badan usaha asing yang dipersamakan.
Pasal 6
Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal
dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya.
Pasal 7
Bagian Kedua
Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan
Pasal 8
Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan
usaha harus :
Pasal 9
(1) Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat
keahlian.
(2) Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan
sertifikat keahlian kerja.
(3) Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau
pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus
memiliki sertifikat keahlian.
(4) Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana
konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.
Pasal 10
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab Profesional
Pasal 11
(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian
sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan
profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.
(3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
(1) Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan
efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta
antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.
(2) Usaha perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembangkan ke arah usaha
yang bersifat umum dan spesialis.
Pasal 13
Untuk mengembangkan usaha jasa konstruksi diperlukan dukungan dari mitra usaha melalui :
BAB IV
PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Bagian Pertama
Para Pihak
Pasal 14
a. pengguna jasa;
b. penyedia jasa.
Pasal 15
(1) Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dapat menunjuk wakil untuk
melaksanakan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi.
(2) Pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang
didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan
bukan bank.
(3) Bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwujudkan dalam
bentuk lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran
(4) Jika pengguna jasa adalah Pemerintah, pembuktian kemampuan untuk membayar
diwujudkan dalam dokumen tentang ketersediaan anggaran.
(5) Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan
pekerjaan konstruksi.
Pasal 16
(1) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri dari:
a. perencana konstruksi;
b. pelaksana konstruksi;
c. pengawas konstruksi.
(2) Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh tiap-tiap penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi.
(3) Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara
terintegrasi dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi
canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan
konstruksi.
Bagian Kedua
Pengikatan Para Pihak
Pasal 17
(1) Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan
yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.
(2) Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus
prakualifikasi.
(3) Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan
langsung atau penunjukan langsung.
(4) Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara
kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa.
(5) Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
(6) Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada
pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi
secara bersamaan.
Pasal 18
(2) Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip
keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa.
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi kedua
pihak dan salah satu pihak tidak dapat mengubah dokumen tersebut secara sepihak sampai
dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi.
(4) Pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan suatu kontrak kerja konstruksi untuk menjamin
terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta dilandasi
dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pasal 19
Jika pengguna jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis, atau penyedia jasa
mengundurkan diri setelah diterbitkannya penetapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) huruf b, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, maka
pihak yang mengubah atau membatalkan penetapan, atau mengundurkan diri wajib dikenai ganti
rugi atau bisa dituntut secara hukum.
Pasal 20
Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi untuk
mengerjakan satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa
melalui pelelangan umum ataupun pelelangan terbatas.
Pasal 21
(1) Ketentuan mengenai pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 berlaku juga dalam pengikatan antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17, penerbitan dokumen dan penetapan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Kontrak Kerja Konstruksi
Pasal 22
(1) Pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(3) harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi.
(3) Kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak
atas kekayaan intelektual.
(4) Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.
(5) Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat
memuat ketentuan tentang sub-penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen
bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.
(6) Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja
konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(7) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku
juga dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa.
(8) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hak atas
kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemberian insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dan mengenai pemasok dan/atau komponen bahan bangunan dan/atau
peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENYELENGGARAAN
PEKERJAAN KONSTRUKSI
(1) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan
beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan,
pengerjaan, dan pengakhiran.
(3) Para pihak dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan untuk menjamin berlangsungnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(2) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
(3) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi hak-hak subpenyedia
jasa sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan
subpenyedia jasa.
(4) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi kewajiban-
kewajibannya sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan
subpenyedia jasa.
BAB VI
KEGAGALAN BANGUNAN
Pasal 25
(1) Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.
(2) Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama
10 (sepuluh) tahun.
(3) Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga
selaku penilai ahli.
Pasal 26
(1) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau
pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka
(2) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi
dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib
bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
Pasal 27
Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam
pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna
jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.
Pasal 28
Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 serta tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban
Pasal 29
Pasal 30
Masyarakat berkewajiban :
a. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa
konstruksi;
b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan
umum.
Bagian Kedua
Masyarakat Jasa Konstruksi
Pasal 31
(1) Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan
dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
(3) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang
independen dan mandiri.
Pasal 32
(1) Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) terdiri atas unsur-unsur :
(2) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk berperan dalam upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional yang
berfungsi untuk :
Pasal 33
(1) Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (3) beranggotakan wakil-wakil dari:
Pasal 34
Ketentuan mengenai forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PEMBINAAN
Pasal 35
(1) Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan,
dan pengawasan.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan peraturan
perundang-undangan dan standar-standar teknis.
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap usaha jasa
konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan
perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama-
sama dengan masyarakat jasa konstruksi.
(6) Sebagian tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 36
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(3) Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para
pihak yang bersengketa.
Pasal 37
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-
masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
(2) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
(3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat jasa konstruksi.
Bagian Ketiga
Gugatan Masyarakat
Pasal 38
(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan secara :
a. orang perseorangan;
b. kelompok orang dengan pemberian kuasa;
c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan.
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat,
Pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Pasal 39
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk melakukan
tindakan tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata, dengan tidak menutup
kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 40
Tata cara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1)
diajukan oleh orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan
mengacu kepada Hukum Acara Perdata.
BAB X
SANKSI
Pasal 41
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas
pelanggaran Undang-undang ini.
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada
penyedia jasa berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada
pengguna jasa berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
(3) Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak
10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
(2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau
tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun
penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.
(3) Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan
sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi
melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima)
tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang
telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku
sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 46
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
AKBAR TANDJUNG
JASA KONSTRUKSI
I. U M U M
3. Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh anggota
masyarakat di berbagai tingkatan sebagaimana terlihat dari makin besarnya jumlah
perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi.
Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi
dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu
pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, dan teknologi
dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan.
Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan
keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional.
Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan
konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa
konstruksi nasional.
Kondisi jasa konstruksi nasional dewasa ini sebagaimana tercermin dalam uraian
tersebut di atas disebabkan oleh dua faktor:
1) pada umumnya jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam manajemen,
penguasaan teknologi, dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil;
2) struktur usaha jasa konstruksi nasional belum tertata secara utuh dan kokoh yang tercermin
dalam kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam
berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi;
Dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang dimilikinya, dalam dua dasa warsa terakhir,
jasa konstruksi nasional telah menjadi salah satu potensi Pembangunan Nasional dalam
mendukung perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan penerimaan
negara. Dengan demikian potensi jasa konstruksi nasional ini perlu ditumbuhkembangkan agar
lebih mampu berperan dalam pembangunan nasional.
Kedua fenomena tersebut merupakan tantangan bagi jasa konstruksi nasional untuk
meningkatkan kinerjanya agar mampu bersaing secara profesional dan mampu menghadapi
dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri.
5. Peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional memerlukan iklim usaha yang
kondusif, yakni :
1) persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi;
3) tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil
pekerjaannya;
4) terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi: kesehatan dan keselamatan
kerja, serta jaminan sosial;
5) terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan
yang sehat;
6) pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antarpihak
dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan
sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing
secara konsisten;
Pasal 1
Angka 1
Dalam jasa konstruksi terdapat 2 (dua) pihak yang mengadakan hubungan kerja berdasarkan
hukum yakni pengguna jasa dan penyedia jasa.
Angka 2
Pekerjaan arsitektural mencakup antara lain : pengolahan bentuk dan masa bangunan
berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi.
Pekerjaan sipil mencakup antara lain : pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api,
pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan,
reklamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan.
Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain: pembangunan jaringan transmisi dan distribusi
kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya.
Pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain: pekerjaan pengolahan dan penataan akhir
bangunan maupun lingkungannya.
Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukan
baik yang ada di atas, di bawah tanah dan/atau air.
Dalam pengertian menyatu dengan tempat kedudukan terkandung makna bahwa proses
penyatuannya dilakukan melalui penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Hasil pekerjaan konstruksi ini dapat juga dalam bentuk fisik lain, antara lain : dokumen, gambar
rencana, gambar teknis, tata ruang dalam (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau
penghancuran bangunan (demolition).
Angka 3
Pengertian orang perseorangan adalah warga negara, baik Indonesia maupun asing. Pengertian
badan adalah badan usaha dan bukan badan usaha, baik Indonesia maupun asing.
Badan usaha dapat berbentuk badan hukum, antara lain, Perseroan Terbatas (PT), Koperasi,
atau bukan badan hukum, antara lain: CV, Firma.
Badan yang bukan badan usaha berbentuk badan hukum, antara lain instansi dan lembaga-
lembaga Pemerintah.
Angka 4
Pengertian orang perseorangan dan badan usaha, penjelasannya sama dengan penjelasan pada
angka 3.
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat berfungsi sebagai subpenyedia
jasa dari penyedia jasa lainnya yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Kesalahan penyedia jasa adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar dan direncanakan atau
akibat ketidaktahuan atau kealpaan yang menyimpang dari kontrak kerja konstruksi sehingga
menimbulkan kerugian.
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Pasal 2
Asas Kejujuran dan Keadilan
Asas Kejujuran dan Keadilan mengandung pengertian kesadaran akan fungsinya dalam
penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban
guna memperoleh haknya.
Asas Manfaat
Asas Manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus
dilaksanakan berlandaskan pada prinsip-prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung
jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi
para pihak dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional.
Asas Keserasian
Asas Keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan
penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi.
Asas Keseimbangan
Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan
penyedia jasa dan beban kerjanya. Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib
mematuhi asas ini, untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain
dapat memberikan peluang pemerataan yang proporsional dalam kesempatan kerja pada
penyedia jasa.
Asas Kemandirian
Asas Kemandirian mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa
konstruksi nasional.
Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga
memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparansi dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara
Asas Kemitraan
Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka,
bersifat timbal balik, dan sinergis.
Pasal 3
Huruf a
Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam sistem pembangunan nasional,
untuk mendukung berbagai bidang kehidupan masyarakat dan menumbuhkembangkan berbagai
industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c.
Peran masyarakat meliputi baik peran yang bersifat langsung sebagai penyedia jasa, pengguna
jasa, dan pemanfaat hasil pekerjaan konstruksi, maupun peran sebagai warganegara yang
berkewajiban turut melaksanakan pengawasan untuk menegakkan ketertiban penyelenggaraan
pembangunan jasa konstruksi dan melindungi kepentingan umum.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pekerjaan perencanaan konstruksi dapat dilakukan dalam satu paket kegiatan mulai dari studi
pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi atau perbagian
dari kegiatan.
Studi pengembangan mencakup studi insepsion, studi fasibilitas, penyusunan kerangka usulan.
Ayat (3)
Pekerjaan pelaksanaan konstruksi dapat diadakan dalam satu paket kegiatan mulai dari
penyiapan lapangan sampai dengan hasil akhir pekerjaan atau per bagian kegiatan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Penyelenggaraan jasa konstruksi berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna jasa dan
penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil.
Untuk tertib penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan misalnya
sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap tergantung kondisi setempat.
Namun penerapan ketentuan perikatan dapat disederhanakan dan pemilihan penyedia jasa
dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukkan langsung sesuai ketentuan
Pasal 17 ayat (3).
Pasal 9
a. Standar klasifikasi dan kualifikasi keterampilan kerja dan keahlian kerja adalah
pengakuan tingkat keterampilan kerja dan keahlian kerja setiap orang yang
bekerja di bidang usaha jasa konstruksi ataupun yang bekerja orang
perseorangan.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Mekanisme pertanggungan dimaksud dapat dilakukan melalui antara lain sistem asuransi. Di
samping itu untuk memenuhi pertanggungjawaban kepada pengguna jasa, dikenakan sanksi
administratif yang menyangkut profesi.
Pasal 12
Ayat (1)
Dengan pendekatan ini diharapkan terwujud restrukturisasi bidang usaha jasa konstruksi yang
menunjang efisiensi usaha, karena kemampuan penyedia jasa baik dalam skala usaha maupun
kualifikasi usaha akan saling mengisi dalam kemitraan yang sinergis dan komplementer, karena
saling memerlukan, yang dalam hubungan transaksionalnya dilandasi oleh kesetaraan dalam hak
dan kewajiban.
Ayat (2)
Dalam pengembangan usaha tersebut, dimungkinkan tumbuhnya jasa antara lain dalam bentuk
manajemen proyek, manajemen konstruksi, serta bentuk jasa lain sesuai dengan tuntutan dan
pertumbuhan dunia jasa konstruksi.
Ayat (3)
Sama dengan penjelasan ayat (2).
Pasal 13
Untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dapat
ditempuh melalui pertanggungan dengan mitra usaha antara lain : Jaminan penawaran, jaminan
pelaksanaan, jaminan uang muka, jaminan sosial tenaga kerja, Construction All Risk Insurance,
Professional Liability Insurance, Professional Indemnity Insurance.
Di samping itu jasa konstruksi juga memerlukan dukungan sumber informasi mengenai
ketersediaan peralatan, bahan dan komponen bangunan.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "wakil" adalah orang perseorangan atau badan yang diberi kuasa secara
hukum untuk bertindak mewakili kepentingan pengguna jasa secara penuh atau terbatas dalam
hubungannya dengan penyedia jasa.
Penunjukan wakil tersebut tidak melepaskan tanggung jawab pengguna jasa atas semua
kewajiban dalam pekerjaan konstruksi yang harus dipenuhi kepada penyedia jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "bukti kemampuan membayar dalam bentuk lain" antara lain jaminan
dalam bentuk barang bergerak dan/atau tidak bergerak.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "kelengkapan yang dipersyaratkan" adalah berbagai surat keterangan
dan izin yang harus dimiliki oleh pengguna jasa yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
konstruksi.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam model penggabungan
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta
model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build) dengan tetap
menjamin terwujudnya efisiensi.
Dalam pemilihan penyedia jasa untuk pekerjaan tersebut di atas, tetap diwajibkan mengikuti
ketentuan pengikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 17.
Pasal 17
Ayat (1)
Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan penyedia jasa pada
kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan pekerjaan
konstruksi. Dalam setiap tahapan proses ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak
yang adil dan serasi yang disertai dengan sanksi.
a. diakuinya kedudukan yang sejajar antara pengguna jasa dan penyedia jasa;
b. terpenuhinya ketentuan asas keterbukaan dalam proses pemilihan dan
penetapan;
c. adanya peluang keikutsertaan dalam setiap tahapan persaingan yang sehat bagi
penyedia jasa sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan;
d. keseluruhan pengertian tentang prinsip persaingan yang sehat tersebut dalam
huruf a, b, dan c dituangkan dalam dokumen yang jelas, lengkap, dan diketahui
dengan baik oleh semua pihak serta bersifat mengikat.
Dengan pemilihan atas dasar prinsip persaingan yang sehat, pengguna jasa mendapatkan
penyedia jasa yang andal dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan rencana konstruksi
ataupun bangunan yang berkualitas sesuai dengan jangka waktu dan biaya yang ditetapkan. Di
sisi lain merupakan upaya untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung tumbuh dan
berkembangnya penyedia jasa yang semakin berkualitas dan mampu bersaing.
Pemilihan yang didasarkan atas persaingan yang sehat dilakukan secara umum, terbatas,
ataupun langsung. Dalam pelelangan umum setiap penyedia jasa yang memenuhi kualifikasi
yang diminta dapat mengikutinya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Keadaan tertentu antara lain meliputi :
Ayat (4)
Pertimbangan antarkesesuaian bidang serta keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja
serta kinerja penyedia jasa dimaksudkan agar penyedia jasa yang terpilih betul-betul memiliki
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "prinsip keahlian dalam menyusun dokumen penawaran" adalah dengan
mengindahkan prinsip profesionalisme, kesesuaian, dan pemenuhan ketentuan sebagaimana
tersebut dalam dokumen pemilihan dan dokumen tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "mengikat", adalah bahwa materi yang tercantum dalam dokumen
penawaran yang disampaikan penyedia jasa, atau dokumen pemilihan yang diterbitkan oleh
pengguna jasa tidak diperkenankan diubah secara sepihak sejak penyampaian dokumen
penawaran sampai dengan penetapan secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Yang dimaksud dengan "perusahaan terafiliasi" adalah perusahaan yang saham mayoritasnya
dimiliki oleh satu perusahaan induk. Pemberian pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi
dengan pengguna jasa tersebut dapat dibenarkan apabila pemilihannya didasarkan pada proses
pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
Pasal 21
Ayat (1)
Pada dasarnya subpenyedia jasa adalah penyedia jasa. Oleh karena itu sebagaimana perlakuan
terhadap penyedia jasa yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama, subpenyedia jasa
mempunyai kewajiban yang sama dalam keikutsertaan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi
melalui persaingan yang sehat sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "identitas para pihak" adalah nama, alamat, kewarganegaraan,
wewenang penandatanganan, dan domisili.
Huruf b
Lingkup kerja meliputi hal-hal berikut.
2. Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak
dalam mengadakan interaksi.
Nilai pekerjaan, yakni jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk
pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan.
Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup
pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.
Huruf c dan d
Cukup jelas
Dokumen tersebut, antara lain, meliputi izin mendirikan bangunan dan dokumen
penyerahan penggunaan lapangan untuk bangunan beserta fasilitasnya.
Huruf f
Pembayaran dapat dilaksanakan secara berkala, atau atas dasar persentase tingkat kemajuan
pelaksanaan pekerjaan, atau cara pembayaran yang dilakukan sekaligus setelah proyek selesai.
Huruf g
Cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi:
Yang dimaksud dengan tanggung jawab, antara lain, berupa pemberian kompensasi,
penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil
pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, atau pemberian ganti rugi.
Huruf h
Penyelesaian perselisihan memuat ketentuan tentang tatacara penyelesaian perselisihan yang
diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian, penafsiran, atau
pelaksanaan berbagai ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi serta ketentuan tentang tempat
dan cara penyelesaian.
Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi, arbitrase, ataupun
pengadilan.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Keadaan memaksa mencakup:
1. keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak
mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya;
2. keadaan memaksa yang bersifat tidak mutlak (relatif), yakni bahwa para pihak
masih dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya;
Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak, antara lain,
melalui lembaga pertanggungan (asuransi).
Huruf l
Perlindungan pekerja disesuaikan dengan ketentuan undang-undang mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja, serta undang-undang mengenai jaminan sosial tenaga kerja.
Ayat (3)
Kekayaan intelektual adalah hasil inovasi perencana konstruksi dalam suatu pelaksanaan
kontrak kerja konstruksi baik bentuk hasil akhir perencanaan dan/atau bagian-bagiannya yang
kepemilikannya dapat diperjanjikan.
Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang sudah dipatenkan harus dilindungi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "insentif" adalah penghargaan yang diberikan kepada penyedia jasa atas
prestasinya, antara lain, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih awal daripada yang
diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Tahapan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi adalah perencanaan yang meliputi :
prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan perencanaan teknik; serta
pelaksanaan beserta pengawasannya yang meliputi : pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba,
dan penyerahan bangunan.
b. pengerjaan, yaitu ;
Ayat (2)
Ketentuan tentang keteknikan meliputi : standar konstruksi bangunan, standar mutu hasil
pekerjaan, standar mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan standar mutu peralatan.
Ayat (3)
Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi :
a) menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk mendapatkan
persetujuan pengguna jasa;
memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja dan menanggung semua risiko atas
ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam
kontrak kerja;
mempelajari, meneliti kontrak kerja, dan melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak kerja
baik teknik dan administrasi, dan menanggung segala risiko akibat/kelalaiannya.
memenuhi tanggung jawabnya sesuai kontrak kerja kepada penyedia jasa yang telah berhasil
mengakhiri dan melaksanakan serah terima akhir secara teknis dan administratif kepada
pengguna jasa sesuai kontrak kerja.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Pengikutsertaan subpenyedia jasa dibatasi oleh adanya tuntutan pekerjaan yang memerlukan
keahlian khusus dan ditempuh melalui mekanisme subkontrak, dengan tidak mengurangi
tanggung jawab penyedia jasa terhadap seluruh hasil pekerjaannya.
Bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan subpenyedia jasa harus mendapat persetujuan
pengguna jasa.
Pengikutsertaan subpenyedia jasa bertujuan memberikan peluang bagi subpenyedia jasa yang
mempunyai keahlian spesifik melalui mekanisme keterkaitan dengan penyedia jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hak-hak subpenyedia jasa, antara lain adalah hak untuk menerima pembayaran secara tepat
waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin oleh penyedia jasa. Dalam hal ini pengguna jasa
mempunyai kewajiban untuk memantau pelaksanaan pemenuhan hak subpenyedia jasa oleh
penyedia jasa.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penetapan kegagalan hasil pekerjaan konstruksi oleh pihak ketiga selaku penilai ahli
Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang atau lembaga yang disepakati
para pihak, yang bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan
profesional.
Pasal 26
Ayat (1)
Pelaksanaan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang
pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi
perencana dan pengawas konstruksi.
Ayat (2)
Pertanggungjawaban pelaksana konstruksi di bidang usaha dikenakan kepada pelaksana
konstruksi maupun sub pelaksana konstruksi dalam bentuk sanksi administrasi sesuai tingkat
kesalahan.
Besaran ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pelaksana konstruksi dalam hal terjadi
kegagalan hasil pekerjaan konstruksi diperhitungkan dengan mempertimbangkan antara lain
tingkat kegagalannya.
Pasal 27
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Hak masyarakat dalam melakukan pengawasan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pekerjaan, maupun pemanfaatan hasil-hasilnya.
Penggantian yang layak diberikan kepada yang dirugikan sepanjang dapat membuktikan bahwa
secara langsung dirugikan sebagai akibat perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan
pekerjaan konstruksi didasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 30
Kewajiban dimaksud mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam
menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang jasa konstruksi.
Pasal 31
Cukup jelas
Ayat (1)
Asosiasi perusahaan jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi dan atau
himpunan para pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi untuk memperjuangkan
kepentingan dan aspirasi para anggotanya.
Asosiasi profesi jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi atau himpunan
perorangan, atas dasar kesamaan disiplin keilmuan di bidang konstruksi atau kesamaan profesi
di bidang jasa konstruksi, dalam usaha mengembangkan keahlian dan memperjuangkan aspirasi
anggota.
Asosiasi bersifat independen, mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi.
Mitra usaha asosiasi perusahaan barang dan jasa adalah orang perseorangan atau badan usaha
yang kegiatan usahanya di bidang penyediaan barang atau jasa baik langsung maupun tidak
langsung mendukung usaha jasa konstruksi.
Wakil-wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam forum jasa konstruksi adalah pejabat yang
ditunjuk oleh instansi Pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi pembinaan dalam bentuk
pemberdayaan dan pengawasan di bidang jasa konstruksi.
Peran Pemerintah dalam pembinaan jasa konstruksi masih dominan, dengan Undang-Undang
ini, pengembangan usaha jasa konstruksi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat jasa
konstruksi.
Dalam tahap awal pelaksanaan Undang-Undang ini peran Pemerintah masih diperlukan untuk:
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam lembaga adalah yang ditunjuk oleh instansi yang
mempunyai tugas dan fungsi pembinaan di bidang jasa konstruksi.Dalam mewujudkan peran
lembaga, pada tahap awal Pemerintah dapat mengambil inisiatif dalam menetapkan
pembentukan lembaga, serta memberikan dukungan fasilitas termasuk pendanaan
operasionalnya.
Ayat (2)
Huruf a
Pengembangan jasa konstruksi yang dilakukan oleh lembaga dimaksudkan, antara lain:
1) agar penyedia jasa mampu memenuhi standar-standar nasional, regional, dan internasional;
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
a. menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsinya serta hak dan
kewajibannya dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
Pasal 36
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan para pihak yang
bersengketa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan yang berbeda
mengenai suatu sengketa jasa konstruksi untuk menjamin kepastian hukum.
Pasal 37
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini untuk mempertegas bahwa sengketa jasa konstruksi dapat terjadi pada
kegiatan para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Ayat (2)
Sejalan dengan ketentuan tentang kontrak kerja konstruksi para pihak telah menyetujui bahwa
sengketa diantara mereka dapat diselesaikan dengan menggunakan jasa pihak ketiga sesuai
dengan ketentuan yang berlaku tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa.
Penunjukan pihak ketiga tersebut dapat dilakukan sebelum sesuatu sengketa terjadi, yaitu
dengan menyepakatinya dan mencantumkannya dalam kontrak kerja konstruksi.
Dalam hal penunjukan pihak ketiga dilakukan setelah sengketa terjadi, maka hal itu harus
disepakati dalam suatu akta tertulis yang ditandatangani para pihak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Jasa pihak ketiga yang dimaksud di atas antara lain: arbitrase baik berupa lembaga atau ad-hoc
yang bersifat nasional maupun internasional, mediasi, konsiliasi atau penilai ahli.
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hak mengajukan gugatan perwakilan" pada ayat ini adalah hak
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang
dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan
karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan
membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu:
a. memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan
kewajibannya atau tujuan dari kontrak kerja konstruksi;
b. menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melanggar hukum
karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja
konstruksi;
c. memerintahkan seseorang (salah satu pihak) yang melakukan usaha/kegiatan jasa
konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para
pekerja jasa konstruksi.
Yang dimaksud dengan "biaya atau pengeluaran riil" adalah biaya yang nyata-nyata dapat
dibuktikan sudah dikeluarkan oleh masyarakat dalam kaitan dengan akibat kegiatan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas