Anda di halaman 1dari 7

KEDUDUKAN NOMINEE AGREEMENT DALAM ATURAN HUKUM DI

INDONESIA (Law Firm Rudolf Naibaho & Partners)

Konsep nominee atau kadang disebut konsep trust  tidak dikenal dalam


sistem hukum civil law yang berlaku di Indonesia.
Konsep nominee pada awalnya hanya terdapat pada sistem
hukum common law, namun seiring berjalannya waktu Konsep Nominee
Agreement lambat laun dan bahkan sudah marak terjadi di sistem
hukum civil law di Indonesia.
Para pemodal pada umumnya memilih perseroan terbatas, sebagai
bentuk dari badan hukum untuk menjalankan kegiatan investasinya di
Indonesia secara langsung atau direct investment. Pendirian perseroan
terbatas menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, untuk selanjutnya disebut “UUPT”, Pasal 7 ayat (1),
dapat dilakukan oleh 2 orang atau lebih. Syarat mendirikan perseroan
terbatas melalui perjanjian yang menyebabkan pendirian perseroan
terbatas harus dilakukan oleh 2 orang atau lebih sebagai pemegang
saham, karena tidak mungkin satu orang mengadakan perjanjian
dengan dirinya sendiri.
Praktek saham pinjam nama  atau yang lazim dikenal dengan
sebutan Nominee Arrangement adalah merupakan  perjanjian yang
menyatakan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk
dan atas nama orang lain. Praktek saham pinjam nama tersebut saat ini
sering dijumpai di Negara Indonesia, yang mana disatu sisi dalam akta
pendirian suatu Perseroan Terbatas disebutkan bahwa nama yang
tercantum dalam akta tersebut yang merupakan pemilik lembaran
saham yang sah tercantum didalamnya, namun disisi lain adanya akta
yang lain yang terbit dan menyatakan bahwa lembaran saham
sebagaimana dalam akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut
bukanlah milik orang yang sebagaimana yang disebutkan dalam akta
pendirian Perseroan Terbatas tersebut namun merupakan milik orang
lain atau nama yang disebutkan dalam Akta Nominee tersebut.

Pihak yang menunjuk nominee seringkali dikenal sebagai


pihak beneficiary. Nominee mewakili kepentingan-kepentingan
dari beneficiary dan karenanya nominee dalam melakukan tindakan-
tindakan khusus harus sesuai dengan yang diperjanjikan dan tentunya
harus sesuai dengan perintah yang diberikan oleh pihak beneficiary.
Apabila dilihat dari seluruh pengertian di atas, maka dapat diketahui
bahwa dalam konsep nominee dikenal dua pihak, yaitu
pihak nominee yang tercatat secara hukum dan pihak beneficiary yang
menikmati setiap keuntungan dan kemanfaatan dari tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh pihak yang tercatat secara hukum.
Secara de jure, nominee adalah pemegang hak yang sah atas benda
tersebut, yang tentunya memiliki hak untuk mengalihkan, menjual,
membebani, menjaminkan serta melakukan tindakan apapun atas benda
yang bersangkutan, sedangkan pihak beneficiary secara de facto tidak
diakui sebagai pemilik atas benda secara hukum.

Dasar Hukum
Dari hal tersebut diatas sesungguhnya terhadap perbuatan
hukum Nominee Agreement bertentangan dengan aturan hukum yang
berlaku di Indonesia, hal mana dapat dilihat pada Undang- Undang
Nomor  40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 48
Ayat (1) yang menyebutkan “Saham perseroan dikeluarkan atas nama
pemiliknya”, jadi saham itu wajib atas nama si pemegang saham, tidak
boleh nama pemegang saham berbeda dengan pemilik
sebenarnya. Nominee Agreement  juga bertentangan dengan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
(UUPM) Pasal 33 Ayat (1) da (2) yang menyebutkan:
 Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang
melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas
dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan
bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas
nama orang lain.

 Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing
membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan BATAL
DEMI HUKUM.
Maka sebagaimana pada ayat (2) diatas Mengenai
perjanjian nominee yang menyatakan kepemilikan seluruh saham
perseroan adalah milik orang lain, berdasarkan Pasal 33 ayat (1)
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
dinyatakan bahwa seseorang dilarang mengadakan
perjanjian nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku
sebagai pemegang saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai
pemegang saham dalam anggaran dasar suatu perseroan, maka
keberadaannya tidak diakui, perjanjiannya seperti itu tidak memiliki
causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi BATAL DEMI
HUKUM.
Kalau kita lihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bahwa
sebagaimana dalam Pasal 1337 yang menyebutkan “ Suatu sebab
adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang”, maka
oleh karena itu terhadap praktik saham pinjam nama yang dilarang
dalam sistem hukum di Indonesia sehingga perjanjiannya
menjadi BATAL DEMI HUKUM.
Melihat hal tersebut maka pada Undang-Undang Penanaman Modal,
yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, pemerintah memasukkan larangan mengenai perjanjian dan/atau
pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam
perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain pada pasal 33 ayat
(1) Undang-undang Penanaman Modal. Larangan tersebut memiliki
tujuan untuk menghindari terjadinya kepemilikan perseroan yang
berbeda.

Bahwa terhadap praktik saham pinjam nama tersebut walaupun dilarang


secara tegas oleh undang-undang yang disebutkan diatas, namun hal
tersebut masih terus terjadi, terkadang memang terhadap praktik saham
pinjam nama tersebut selagi terjalinnya hubungan yang harmonis antara
orang yang dipinjam namanya dengan orang yang merupakan pemilik
saham yang sesungguhnya maka tidak akan ada masalah, namun
apabila dikemudian hari terjadi suatu hubungan yang tidak harmonis
lagi, maka ini yang akan berujung kepada suatu permasalahan hukum,
dan kadang harus sampai kepada proses hukum di pengadilan, namun
dalam hal ini terhadap siapa yang merupakan pemilik saham adalah
sebagaimana nama pemilik saham yang tercantum dalam akta pendirian
perusahaan tersebut, karena sebagaimana dalam Undang-undang
Perseroan Terbatas didalam penjelasan Pasal 48 Ayat (1) dengan jelas
dinyatakan bahwa perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan
saham atas nama pemiliknya dan pereroan tidak boleh mengeluarkan
saham atas tunjuk, maka terhadap pemilik saham yang tercantum dalam
akta lain diluar akta pendirian perseroan terbatas tersebut secara hukum
tidak diakui, dan terhadap akta perjanjian dan atau pernyataan yang
dibuat diluar akta perseroan terbatas tersebut secara hukum dinyatakan
BATAL DEMI HUKUM.

Batal Demi Hukum mempunyai pengertian secara otomatis akta tersebut


Batal Demi Hukum tanpa harus dibatalkan, hal tersebut sebagaimana
bunyi dari undang-undang yang mengaturnya, namun pihak yang
merasa dirugikan tentunya tidak secara sukarela membiarkan hal
tersebut, ujung-ujungnya masuk kedalam proses hukum di pengadilan.

Pelaksanaan nominee agreement di Indonesia seperti yang telah


dijelaskan di atas, menemui beberapa kendala. Pelanggaran terhadap
syarat obyektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai sebab yang
halal dan penjabarannya mengenai sebab yang halal dalam Pasal 1337
KUHPerdata bahwa nominee agreement tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang menjadi alasan nominee saham di Indonesia
tidak dapat dituntut pemenuhannya atau pelaksanaannya dihadapan
hukum. Hal ini dikarenakan saham pinjam nama bertentangan dengan
Pasal 52 ayat (4) UUPT mengenai konsep kepemilikan saham
secara dominium plenum (kepemilikan saham secara penuh atau
mutlak).
 
Kesimpulan
Berdasarkan nominee agreement, dapat dilihat bahwa unsur-unsur atau
ciri-ciri dalam penggunaan nominee memperlihatkan terdapatnya 2
pihak, yaitu pihak yang diakui secara hukum dan pihak yang berada di
belakang pihak yang diakui secara hukum tersebut, dimana 2 pihak
tersebut dalam kepemilikan saham melahirkan pemisahan kepemilikan
atas suatu benda yaitu pemilik yang diakui secara hukum
(pihak nominee) dan pemilik yang sebenarnya atas benda
(pihak beneficiary). Biasanya Selain nominee agreement terdapat
beberapa perjanjian dan kuasa yang biasanya ditandangani oleh
pihak nominee dan pihak beneficiary sebagai komponen pendukung.
Perjanjian dan kuasa-kuasa tersebut dibutuhkan untuk memberikan
kepastian ataupun perlindungan kepada beneficiary sebagai pemilik
sebenarnya atas benda yang dimiliki oleh nominee secara hukum.
Regulasi sudah mengatur untuk pelarangan praktek nominee saham ini,
yang diatur dalam pasal 33 ayat 1 dan 2 dalam Undang-undang No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Perjanjian nominee saham
tidak hanya terdiri dari satu perjanjian saja, melainkan terdiri dari
beberapa perjanjian yang apabila dihubungkan satu sama lain akan
menghasilkan nominee saham inilah yang dapat dikatakan
sebagai nominee arrangement, Hal ini dapat dikatakan sebagai
penyelundupan hukum pada perjanjian nominee saham dalam
prakteknya di Indonesia.

Apabila terhadap perkara saham pinjam nama ini masuk keranah


pengadilan, maka disinilah hakim yang memeriksa dan mengadili
perkaranya harus memperhatikan aturan terkait yaitu undang-undang
yang telah tegas mengaturnya yang tidak perlu lagi memberikan
penafsiran yang terjemahannya menjadi berbeda dari apa yang
disebutkan oleh undang-undang yang telah mengaturnya, dikarenakan
sudah sangat jelas aturannya, kalau tadinya tidak diatur secara tegas,
maka untuk mengisi kekosongan hukum maka dapat memberikan suatu
penafsiran lain.

By: RUDOLF NAIBAHO, S.H (LAW FIRM RUDOLF NAIBAHO &


PARTNERS)

Anda mungkin juga menyukai