Anda di halaman 1dari 80

ANALISIS HUKUM KEGIATAN PENAMBANGAN NIKEL ILEGAL

PADA PUTUSAN NOMOR 459/Pid-Sus/2019/PN.Kdi

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

OLEH:

NURSAIN
H1A119303

BAGIAN HUKUM PIDANA


JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
2023
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing I dan pembimbing II untuk


dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi pada program studi ilmu hukum
bagian Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

Judul : Analisis Hukum Kegiatan Penambangan Nikel Ilegal Pada


Penelitian Putusan Nomor 459/Pid-Sus/2019/PN.Kdi
Nama : Nursain

Stambuk : H1A1 19303

Program Studi : Ilmu Hukum


Bagian : Hukum pidana

Kendari, 2 Maret 2023

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Oheo K. Haris, S.H., M,Sc., LL.M. Iksan Rompo, S.H., M.H.
NIP. 197306162002121001 NIP. 198504082008121003

ii
ABSTRAK

NURSAIN (H1A119303) “Analisis Hukum Kegiatan Penambangan


Nikel Ilegal Pada Putuan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi”, dibawah
bimbingan Bapak Dr. Oheo K. Haris, S.H., M.Sc., LL.M, selaku pembimbing I dan
Bapak Iksan Rompo, S.H., M.H selaku pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian Putusan Nomor
459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi dengan rumusan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Metode penelitian hukum yang digunakan adalah Penelitian Hukum
Normatif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Pendekatan Undang-
Undang dan Pendekatan Konseptual. Selain itu Teknik Pengumpulan Bahan
Hukum yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kepustakaan yang
kemudian hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yaitu analisis terhadap
bahan hukum.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa Putusan Nomor
459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi tidak sesuai dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2020 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara karena terdakwa melakukan kegiatan
penambangan tanpa mengantongi dan/atau memiliki Izin Usaha Jasa
Pertambangan. Kemudian majelis hakim haruslah mempertimbangkan isi
perjanjian kerjasama dengan memperhatikan apakah perjanjian kerjasama tersebut
memperoleh persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM, hal ini sesuai Pasal 177
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi pemegang IUP dan IUPK wajib
menyusun dan menyampaikan RKAB Tahunan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan kepada menteri.

Kata Kunci: Putusan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi, Izin Usaha Jasa


Pertambangan

iii
ABSTRACT

NURSAIN (H1A119303) "Legal Analysis of Illegal Nickel Mining


Activities in Putuan Number 459/Pid.Sus/2019/PN. Kdi", under the guidance of
Dr. Oheo K. Haris, S.H., M.Sc., LL.M, as supervisor I and Mr. Iksan Rompo, S.H.,
M.H as supervisor II.
This study aims to determine the suitability of Decision No.
459/Pid.Sus/2019/PN. Kdi with the formulation of Article 158 of Law Number 3 of
2020 concerning Mineral and Coal Mining.
The legal research method used is Normative Legal Research. The
research approach used is the Legal and ShortApproach to Conceptual. In addition,
the Legal Material Collection Technique used in this study is a literature study
which then the results obtained are analyzed descriptively, namely the analysis of
legal materials.
Based on the results of the study, it shows that Decision Number 459 /
Pid.Sus / 2019 / PN. Kdi is not in accordance with Article 158 of Law Number 3 of
2020 Amendment to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining
because the defendant carries out mining activities without pocketing and/or having
a Mining Service Business License. Then the panel of judges must consider the
content of the cooperation agreement by taking into account whether the
cooperation agreement obtained RKAB approval from the Ministry of Energy and
Mineral Resources, this is in accordance with Article 177 of Government
Regulation Number 96 of 2021 concerning the Implementation of Mineral and Coal
Mining Business Activities which reads that IUP and IUPK holders are required to
compile and submit the Annual RKAB as a guideline in the implementation of
mining business activities to the minister.

Keywords: Verdict No. 459/Pid.Sus/2019/PN. Kdi, Mining Services Business


License

iv
KATA PENGANTAR

ِ ‫الرحْ َم ِن هللاِ بِس‬


‫ْـــــــــــــــــم‬ َّ ِ‫الرحِ يْم‬
َّ

Alhamdulillah dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji

dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, petunjuk

hidayah dan karunia-Nyalah sehingga skripsi ini dengan judul “Analisis Hukum

Penambangan Nikel Ilegal pada Putusan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi”

dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam penyusunan skripsi banyak

tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, namun dengan kesabaran dan kerja

keras diiringin do’a sehingga semua dapat teratasi. Shalawat serta salam penulis

kirimkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para sahabatnya,

keluarganya serta para pengikutnya yang masih istiqomah di jalan Islam.

Sembah serta sujud penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis

yaitu Ibunda tercinta dan tersayang Wa Titi dan Ayahanda lelaki terhebat Kardin

yang menjadi panutan saya dan motivasi untuk saya segera menyelesaikan skripsi

ini sesegera mungkin, yang juga tak henti-henti memberikan bimbingan dan arahan

menuju jalan yang lebih baik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada saudara

kandung penulis yaitu Kak Ayu, Adik Yeyen dan Adik laki-laki tercinta Arulken.

Kepada kalian berdua orang terkasih, saya ucapkan terimakasih dari lisan ini bagi

kalian berdua secerca cahaya surga di bumi. Berkat doa, perrhatian dan pesan-pesan

yang mereka sampaikan kepadaku, menghantarkan ku untuk menyelesaikan skripsi

ini.

v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan

serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Oheo K. Haris.S.H.,

M.Sc., LL.M. selaku Pembimbing I dan Bapak Iksan Rompo, S.H., M.H. selaku

Pembimbing II yang telah sangat banyak memberikan bantuan, bimbingan, dengan

tulus ihklas dan saran dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Selama skripsi ini tentunya penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai

pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis. Oleh karena itu, penulis

banyak mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, S.Si., M.Si., M.Sc. selaku

Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Dr. Herman, S.H., LL.M. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Halu Oleo.

3. Bapak Dr. Guasman Tatawu, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari.

4. Ibu Sitti Aisah Abdullah, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Bidang

Administrasi Umum, Perencanaan Dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas

Halu Oleo Kendari.

5. Bapak Lade Sirjon, S.H., LL.M. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari.

6. Bapak La Ode Muh. Sulihin, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Fakultas

Hukum Universitas Halu Oleo Kendari.

vi
7. Bapak Iksan, S.H., M.H. selaku Wakil Ketua Jurusan Fakultas Hukum

Universitas Halu Oleo Kendari.

8. Bapak Ahmad Firman Tarta, S.H., M.H. selaku Ketua Konsentrasi/Bagian

Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari.

9. Ibu Dr. Sabrina Hidayat, S.H., M.H. selaku penaseshat akademik penulis

yang telah memberikan bimbingan selama di bangku kuliah.

10. Kepada Tim Penguji Bapak Herman, S.H., LL.M., Bapak La Ode

Muhammad Sulihin S.H., M.H. dan Bapak Ahmad Firman Tarta, S.H.,

M.H.

11. Kepada Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf dan karyawan Fakultas Hukum

Universitas Halu Oleo

12. Selajutnya penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat penulis sejak SMA

kepada Sunartin Musairi yang selalu mensupport dan mendorong penulis untuk

tetap semangat untuk menyelesaikan studi perkuliahan.

13. Terima kasih juga kepada teman-teman sejurusan dan seperjuangan penulis

untuk memperoleh gelar S.H yaitu Nursfaria Sitti Intan Mulia Citra

(H1A119302), Resya Febrianti (H1A119318), Sitti Nurzalifah (H1A119340),

Trisnawati D. (H1A119356), Selfikasari (H1A119335) dan Andi Surya Saputri

(H1A19398).

14. Selanjutnya terima kasih juga kepada sepupu penulis yaitu Isna dan Sukma yang

selalu bersama-sama berjuang bersama penulis baik suka maupun duka untuk

kuliah di Universitas Halu Oleo sampai dengan sekarang.

vii
15. Seluruh teman-teman KKN MBKM 2022 terkhusus Posko KKN Desa Watu

Wula Kecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara.

16. Selanjurnya yang terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua saudara-

saudari, teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu namanya yang telah mendukung dan mendoakan penulis

sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan demi kesempurnaan

penyusunan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang

membutuhkan.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan semoga Allah SWT melimpahkan karunianya dalam setiap amal

kebaikan kita dan diberikan balasan setimpal Aamiin.

Kendari, Februari 2023

Penulis

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii

ABSTRAK ........................................................................................................... iii

ABSTRACT ......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

E. Keaslian Penelitian ............................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruang Lingkup Penegakan Hukum ................................................... 9

1. Pengertian Penegakan Hukum ....................................................... 9

2. Aspek Penegakan Hukum.............................................................. 11

3. Penegakan Hukum Tindak Pidana Ilegal Mining .......................... 15

B. Ruang Lingkup Hukum Pertambangan .............................................. 18

1. Pengertian Hukum Pertambangan ................................................. 18

2. Asas-asas Hukum Pertambangan .................................................. 19

3. Tujuan Hukum Pertambangan ....................................................... 20

4. Sumber-sumber Hukum Pertambangan ......................................... 21

ix
C. Kewenangan Pemerintah dalam Pemberian Izin ................................ 23

D. Izin yang Diperlukan Melakukan Usaha Pertambangan .................... 25

1. Izin Lingkungan............................................................................. 25

2. Izin Usaha Pertambangan .............................................................. 25

3. Izin Usaha Pertambangan Khusus ................................................. 26

4. Izin Pertambangan Rakyat ............................................................. 27

E. Tindak Pidana di Bidang Pertambangan ............................................ 27

1. Tindak Pidana Melakukan Pertambangan Tanpa Izin ................... 27

2. Tindak Pidana Menyampaikan Data Laporang Palsu ................... 28

3. Tindak Pidana Sebagai Pemegang IUP Eksplorasi Tidak

Melakukan Kegiatan Operasi Produksi ......................................... 28

4. Tindak Pidana Menghalangi Kegiatan Usaha Pertambangan ....... 28

F. Subjek Pidana dalam Tindak Pidana di Bidang Pertambangan ......... 29

1. Orang Perorangan .......................................................................... 29

2. Badan Hukum ................................................................................ 30

G. Macam-Macam Putusan

1. Putusan Bebas (Vrijspraak/Acquittal) ........................................... 31

2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag van Alle

Rechtsvervolging) .......................................................................... 35

3. Putusan Pemidanaan (veroordeling) ............................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ................................................................................. 39

B. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 39

x
C. Sumber Bahan Hukum ..................................................................... 39

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ............................................... 41

E. Analisis Bahan Hukum ................................................................... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kesesuaian Putusan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi dengan Pasal

158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara .............................................................................. 43

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................... 63

B. Saran ................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan Sumber Daya Alam.

Patutnya Sumber Daya Alam yang telah disediakan dan berlimpah dapat

dimanfaatkan dengan semestinya. Pada pokoknya Indonesia sebagai negara hukum

dapat menjamin pengelolaan sumber daya alam agar menjamin kesejahteraan

rakyat dengan mempertimbangkan kelestarian dan keseimbangan lingkungan

hidup. Menurut Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 sebagai ketentuan yang telah ada sejak

indonesia merdeka menentukan “Bumi dan air dan kekeyaan alam yang terkandung

di dalamnya dikuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarmya

kemakmuran rakyat”.

Subjek hak dikuasai oleh Negara atas bahan galian (mineral dan batubara)

adalah negara yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai lembaga negara tang

dijamin oleh konstitusi Negara berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang

berarti ada pihak lain atau hanyalah atas seizin dari pemerintah dengan kekuasaan

pengendalian, pengaturan dan pemanfaatan berada ditangan pemerintah.1

Bahan galian di golongkan sebagai objek utama merupakan sumber

penerimaan negara, sedangkan rakyat adalah sasaran dan pemanfaatan/hasil dari

bahan galian batubara yang dipergunakan sebagai sumber batubara yang

dipergunakan sebagai sumber penghidupan bangsa dan negara. Selain sebagai

1
Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 28

1
objek rakyat sesungguhnya dapat bertindak sebagai subjek yaitu dalam

kedudukannya sebagai pelaku usaha kegiatan pertambangan melalui izin yang

dikeluarkan oleh pemerintah.2

Pada tanggal 10 Maret 2017, Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko

Widodo telah menginstruksikan penutupan tambang ilegal diseluruh wilayah

Indonesia. Sehingga pada tahun 2020, pemerintah kemudian melakukan

pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang totalnya kurang lebih 2.078 izin

tambang. Hal itu dilakukan untuk membenahi pengelolaan Sumber Daya Alam di

sektor pertambangan agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada

negara dan rakyat Indonesia.3

Ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan

Batubara, Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa: “Pertambangan adalah sebagian atau

seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau

batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,

konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan

dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan

pascatambang”.4

Setiap oramg ataupun badan usaha yang akan melakukan kegiatan

penambangan harus memperoleh Izin Usaha oleh pemerintah pusat hal ini

2
Abdul Halim, Buku Ajar Hukum Pertambangan, Nusamedia, Bandung, 2017, hlm. 5
3
Adhitya Himawan, Jokowi Pertambagan Ilegal Di Indonesia,
https://www.suara.com/bisnis/2017/03/10/071537/jokowi-perintahkan-tutup-pertambangan-ilegal-
di-indonesia?page=2 tanggal akses 10 Oktober 2022
4
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara,
Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 147, Pasal 1 Ayat 1

2
berdasarkan Pasal 35 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara yang menyatakan bahwa izin sebagaimana dimaksud yaitu terdiri atas: a.

IUP; b. IUPK; c. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Perjanjian; d. IPR; e.

SIPB; f. izin penugasan; g. Izin Pengangkutan dan Penjualan; h. IUJP; dan i. IUP

untuk Penjualan.

Dengan tidak adanya izin tersebut diatas, setiap kegiatan usaha

penambangan mineral dan batubara menjadi kegiatan pertambangan tanpa izin

(ilegal mining) yang merupakan perbuatan atau peristiwa pidana. Pertambangan

tanda izin (ilegal mining) merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara yang mengatur bahwa “setiap orang yang melakukan usaha

penambangan tanpa izin sebagaimana dalam pasal 35 dipidana dengan ancaman 5

tahun penjara dan denda Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”

Namun masih terjadi praktik-praktik penambangan tanpa izin (ilegal

Mining) di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara yang saat ini bukan hal yang

dapat ditutupi. Kepolisian Daerah Sulawesi tenggara (Sultra) dalam kurum empat

tahun terakhir menangani 175 kasus pertambangan. Kapolda Sultra Brigjen Pol

Ngadino saat menjadi keynote speech menyatakan bahwa kurangnya koordinasi

antarinstasi yang berwenang dalam proses penerbitan izin usaha pertambangan

sehingga bermuara pada tumpang tindih wilayah izin usaha. Sambungnya,

pemberian status “clear and clean” tanpa mempertimbangkan sektor lain, seperti

3
Kehutanan, Perhubungan dan Lingkungan Hidup serta tidak dilakukannya

verifikasi faktual ikut memberi konstribusi permasalahan tambang di daerah ini.5

Tindak pidana tersebut di antaranya pertambangan tanpa Izin Usaha

Pertambangan, praktik manipulasi data pada tahap eksplorasi, penambangan pada

wilayah hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas (HPT) dan pencucian hasil

pertambangan serta reklamasi dan pasca tambang. Banyak pertambangan yang

dilakukan secara ilegal yaitu tidak memeroleh izin dari pemerintah. Hal ini tentu

menyebabkan kerugian bagi masyarakat maupun negara. Perusakan alam dan

pencemaran lingkungan banyak terjadi akibat pertambangan ilegal serta

penambang yang tidak peduli atas kelestarian alam, maka negara banyak

mengalami kerugian akibat penambang tidak membayar pajak.6

Salah satu tindak pidaba penambangan tanpa izin (ilegal mining) yaitu

yang dilakukan oleh Bolden Pardede yang pada hari Selasa tanggal 27 Maret

sekitar jam 14:30 Wita tahun 2018 yang bertempat di Desa Dunggua Kecamatan

Amonggedo Kabupaten Konawe, Bolden Pardede ditemukan oleh Tim dari

Ditreskrimsus Polda Sultra yang melakukan pengecekan terhadap kegiatan

penambangan di Kabupaten Konawe dan menemukan Bolden Pardede sedang

melakukan pengawasan penggalian ore nikel dengan menggunakan alat berat jenis

Excavator ke stok pile dengan menggunakan mobil dump truk.

5
Suparman, Polda Sultra Tangani 175 Kasus Pertambangan, Antara Sultra, Polda Sultra
Tangani 175 Kasus Pertambangan - ANTARA News Sulawesi Tenggara - ANTARA News Kendari,
Sulawesi Tenggara - Berita Terkini Sulawesi Tenggara tanggal akses 16 Oktober 2022
6
Herman dkk, 2022, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penambangan Mineral
di Kawasan Hutan Tanpa Izin, Halu Oleo Legal Research, Vol. 4, Issue 2, August 2022, hlm. 265

4
Berdasarkan keterangan Bolden Pardede mengerjakan tambang

berdasarkan adanya surat kerja sama dengan PT. Multi Bumi Sejahtera tentang

operasi produksi tambang nikel Nomor: 001/PK/MBS-BP/IX/2017 yang titik lokasi

pertambangan nikel adalah areal konsensi pertambangan biji nikel yang telah secara

hukum dimiliki oleh PT. Multi Bumi Sejahtera berdasarkan Surat Keputusan Bupati

Konawe Nomor 231 tahun 2013 yang bertempat di Desa Dunggua Kecamatan

Amonggedo Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.

Selanjutnya Tim Ditreskrimsus menanyakan kelangkapan dokumen

pertambangan berupa izin usaha pertambangan dan karena Bolden Pardede tidak

mampu menunjukan dokumen resmi maka Borden Pardede diamankan untuk

diproses secara hukum.

Dengan tidak mempunyai Izin Usaha Pertambangan tersebut Bolden

Pardede telah melakukan tindak pidana sebagaimana Dakwaan Penuntut Umum

terhadap perbuatan Bolden Pardede diatur dan diancam dalam Pasal 158 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa

Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat

(1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah).

Namun Putusan 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi menyatakan bahwa perbuatan

Bolden Pardede tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut Umum serta membebaskan

5
terdakwa. Yakni tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan

tanpa izin dengan berdasarkan pertimbangan hakim bahwa perbuatan terdakwa

didasarkan atas perjanjian kerja sama antara terdakwa dengan pemilik Izin Usaha

Pertambangan (IUP).

Sehingga berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik

mengkaji permalahan tersebut secara lebih mendalam melalui penelitian dengan

judul “Analisis Hukum Kegiatan Penambangan Nikel Ilegal Pada Putusan

Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang yang dimuat, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah Apakah putusan nomor

459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi telah sesuai dengan rumusan Pasal 158 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah Untuk

mengetahui apakah putusan nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi telah sesuai dengan

rumusan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara.

D. Manfaat Penelitian

Salah satu manfaat peneletian ini diharapkan dapat menambah khazana

keilmuan dalam bidang ilmu hukum khususnya konsentrasi hukum pidana

mengenai hukum terhadap kegiatan penambangan nikel ilegal dan mampu

6
memberikan peran penting pada praktik penegakan hukum. Serta manfaat lain yang

dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat pada

pengembangan maupun pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya

hukum pidana.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman kepada mahasiswa dan masyarakat tentang hukum terhadap

kegiatan penambangan nikel ilegal

c. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi dan literatur

kepustakaan serta dapat dipakai sebagai bahan acuaan dalam penelitian

sejenis atau tahap berikutnya tentang hukum terhadap kegiatan

penambangan nikel ilegal.

2. Secara Praktis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan dan menambah masukan-

masukan sebagai bentuk konkrit penulis kepada pemerintah terkait hukum

terhadap kegiatan penambangan nikel ilegal

b. Diharapkan dapat memberikn pemahaman kepada masyarakat sehingga

masyarakat memahami dan mengetahui pengaturan hukum terhadap

penambangan nikel ilegal.

7
E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran dari penulis Skripsi maupun Karya Ilmiah

lainnya, bahwa Penulis menemukan beberapa Karya Ilmiah yang memiliki

kemiripan dengan penelitian yang Penulis lakukan antara lain:

1. Ilham Darwis, berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana

Pertambangan Tanpa Izin (Analisis atas Putusan No. 100/Pid.Sus/2020/PN Bar).

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut terkait pertama

Bagaimanakah klasifikasi delik dalam tindak pidana pertambangan tanpa izin?

Kedua, Bagaimanakah penerapan hukum pidana dan pertimbangan Hakim

dalam menjatuhkan sanksi terhadap tindak pidana pertambangan tanpa izin

dalam Putusan No.100/Pid.Sus/2020/PN.Bar.

Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang Penulis

lakukan yaitu pertama, terkait judul penelitian dan kedua putusan tersebut

membahas mengenai penerapan hukum pidana dan pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan saksi terhadap tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam

putusan No.100/Pid.Sus/2020/PN.Bar sedangkan yang Penulis bahas dalam

penelitian ini terkait Kesesuaian Putusan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara

2. Achmad Fauzi HM, yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana

Pertambangan Tanpa Izin Pada Kawasan Hutan Di Kolaka (Tanggapan Atas

Putusan Nomor 62/Pid.B/2014/PN. Kolaka). Permasalahan yang dibahas dalam

penelitian tersebut terkait bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

8
pidana terhadap pelaku tindak pidana pertambangan tanpa izin dan juga tentang

penerapan hukum pidana pertambangan tanpa izin dalam kawasan hutan.

Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang Penulis

lakukan yaitu pertama, terkait judul penelitian dan kedua putusan tersebut

membahas mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

pelaku tindak pidana pertambangan tanpa izin dan juga tentang penerapan

hukum pidana pertambangan tanpa izin dalam kawasan hutan. Sedangkan

penelitian Penulis membahas terkait apa yang menjadi pertimbangan hakim

yang membebaskan terdakwa terhadap kasus penambangan tanpa izin usaha jasa

pertambangan.

3. Naomi Florencia Hutabarat, dengan judul Analisis Yuridis Tindak Pidana Usaha

Pertambangan Tanpa Izin Yang Dilakukan Secara Bersama-sama (Studi Putusan

No. 556/Pid.Sus/2019/PN Bls). Permasalahan yang dibahas dalam penelitian

tersebut adalah pertama Bagaimana pemidanaan pelaku tindak pidana usaha

pertambangan tanpa izin yang dilakukan secara bersama-sama (Studi Putusan

No. 556/Pid.sus/2019/PN Bls)? Kedua, Bagaimana Upaya penegakan hukum

Terhadap tindak pidana usaha pertambangan tanpa izin yang dilakukan secara

bersama-sama di Kabupaten Bengkalis (Studi Putusan No. 556/Pid.sus/2019/PN

Bls)?

Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian Penulis lakukan

yaitu terkait putusan tersebut membahas mengenai tinjauan yuridis tindak pidana

usaha pertambangan tanpa izin yang dilakukan secara bersama-sama pada

Putusan No. 556/Pid.sus/2019/PN Bls sedangkan dalam penelitian Penulis

9
membahas mengenai analisis hukum kegiatan penambangan nikel ilegal pada

Putusan No. 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi dengan permasalahan apakah putusan

nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi tetah sesuai dengan rumusan Pasal 158

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruang Lingkup Penegakan Hukum

1. Pengertian penegakan hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penegak adalah yang mendirikan,

menegakkan. Penegak hukum adalah yang menegakkan hukum, dalam arti sempit

hanya berarti polisi dan jaksa yang kemudian diperluas sehingga mencakup pula

hakim, pengacara dan lembaga pemasyarakatan.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan

oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum

oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.7

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk meweujudkan ide-ide

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Jadi penegakan hukum pada

hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses

dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata

sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam

kehidupan masyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan ide-ide dan

7
Jimly Asshiddiqie, Makalah Penegakan Hukum, google.com tanggal akses 10 oktober
2022

11
konsep-konsep hukum diharapkan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum

merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.8

Arti penegakan hukum adalah perhatian dan penggarapan, baik perbuatan-

perbuatan yang melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi (onrecht in actu)

maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi (onrecht in

potentie).9

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran ide dan cita

hukum yang memuat nilai-nilai moral seperti keadilan dan kebenaran kedalam

bentuk-bentuk konkrit, dalam mewujudkannya membutuhkan suatu organisasi

seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai

unsur klasik penegakan hukum yang dibentuk oleh negara, dengan kata lain bahwa

penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai substansial yaitu

keadilan. 10

Menurut Muladi, sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka

penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana

(criminal law application). Penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi,

yaitu:

a. Penerapan hukum dipandang sebagi sistem normatif (normative system)

yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai

sosial yang di dukung oleh sanksi pidana;

8
Shant Dellyana, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1998, hlm 32
9
Sudarto, Kapita Seleta Hukum Pidana, alumni, bandung, sahabat kita, 1986, hlm 32
10
Satjipto Rahardjo, penegakan hukum: suatu tinjauan sosiologis, genta Publishing,
Yogyakarta, 2009, hlm 7

12
b. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative

system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum

yang merupakan sub-sistem peradilan di atas;

c. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam

arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan

pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.

Sehubungan dengan pelbagai dimensi di atas dapat dikatakan bahwa

sebenarnya hasil penerapan hukum pidana harus menggambarkan

keseluruhan hasil interaksi antara hukum, praktek administratif dan pelaku

sosial

Seorjeno Sekanto menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum adalah sebagai berikut 1). Faktor hukumnya sendiri, yakni

undang-undang, 2). Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum, 3). Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung

penegakan hukum, 4). Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum

tersebut berlaku atau diterapkan, 5). Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya,

cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.11

2. Aspek Penegakan Hukum

a. Kepastian Hukum

Kepastian hukum oleh setiap orang dapat terwujud dengan ditetapkannya

hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Hukum yang berlaku pada dasarnya

11
Soerjono seokanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, jakarta: PT.
Raja Grafindo Press, 2011, hlm 8

13
tidak dibolehkan menyimpang. Hal ini dikenal istilah fiat justitia et pereat mundus

(meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh

kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap

tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh

sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan

adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat aka

lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan

ketertiban masyarakat. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam

pelaksaan atau penegakan hukum. Hukum adalah manusia, maka pelaksaan hukum

atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.

Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat semua

orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, dimana

setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang

mencuri. Kepastian hukum sangat identik dengan pemahaman positivisme hukum

berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, sedangkan

peradilan berarti semata-mata penerapan undang-undang pada peristiwa yang

konkrit.12

Undang-undang dan hukum diidentikkan hakim positivis dapat dikatakan

sebagai corong Undang-Undang. Montesquieu menuliskan dalam bukunya “De

I’esprit des lois” yang mengatakan: “Dans le gouverment republicant, it est de la

nature de la constitution qque les juges suivent la letter de la loi…Les juges de la

12
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Jakarta: Gramedia,
2001, hlm. 42

14
nation ne sont qui la bounce qui pronounce les parolesde la loi, des etres inanimes

qui n’en peivent moderer ni la force ni la rigueur” (Dalam suatu negara yang

berbentuk Republik, sudah sewajarnya bahwa undang-undang dasarnya para hakim

menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang tertulis dalam undang-undang. Para

hakim dari negara tersebut adalah tak lain hanya merupakan mulut yang

mengucapkan perkataan undang-undang, mahkluk yang tidak berjiwa dan tidak

dapat mengubah, baik mengenai daya berlakunya, maupun kekerasannya).13

Dengan pernyataan itu, legisme sejalan dengan Trias Politiks dari

Montesquieu, yang menyatakan bahwa, hanya apa yangg dibuat oleh badan

legislatif saja yang dapat membuat hukum, jadi suatu kaidah yang tidak ditentukan

oleh badan legislatif bukanlah merupakan suatu kaidah, hakim dan kewenangan

pengadilan hanya menerapkan undang-undang saja.14 Penegakan hukum yang

mengutamakan kepastian hukum juga akan membawa masalah apabila penegakan

hukum terhadap permasalahan yang ada dalam masyarakat tidak dapat diselesaikan

berdasarkan hati nurani dan keadilan.15

b. Keadilan

Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum.

Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak

menyamaratakan. Apabila penegakan hukum menitik beratkan kepada nilai

keadilan sedangkan kemanfaatan dan kepastian hukum dikesampingkan, maka

13
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sapta Artha Press, 1996,
hlm.114
14
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim, Dalam Perspektif Hukum Progresif,
Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 30
15
Hasaziduhu Moho, Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum,
Keadilan dan Kemanfaatan, Jurnal Warta, Januari 2019, hlm. 8

15
hukum itu tidak dapat berjalan dengan baik. Demikian pun sebaliknya jika menitik

beratkan kepada nilai kemanfaatan sedangkan kepastian hukum dan keadilan

dikesampingkan, maka hukum itu tidak jalan. Idealnya dalam penegakan hukum itu

nilai-nilai dasar keadilan yang merupakan nilai dasad filsafat dan nilai-nilai dasar

kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku secara sosiologis, serta nilai dasar

kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis harus diterapkan

secara seimbang dalam penegakan hukum.16

Hal menarik yang perlu dicermati apabila terdapat 2 (dua) unsur yang saling

tarik menarik antara keadilan dan kepastian hukum, Roeslan Saleh mengemukakan:

“keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan hukum yang kerap kali tidak

sejalan satu sama lain dan sulit dihindarkan dalam praktik hukum. Suatu peraturan

hukum yang lebih banyak memenuhi tuntutan kepastian hukum, maka semakin

besar pada kemungkinannya aspek keadilan yang tersedak. Ketidaksempurnaan

peraturan hukum ini dalam praktik dapat diatasi dengan jalan memberi penafsiran

atas peraturan hukum tersebut dalam penerapannya dalam kejadian konkrit,

keadilan dan kepastian hukum saling mendesak, maka hakim sejauh mungkin harus

mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum.17

Roscue Pound sebagai salah satu ahli hukum yang bermahzab pada

Sosiological Jurisprudence, terkenal dengan teorinya yang menyatakan bahwa,

16
Ibid, hlm. 9
17
Roeslan Saleh, Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, Jakarta: Karya
Dunia Fikir, 1996, 121

16
“hukum adalah alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law as a tool

of social engineering)”18.

c. Kemanfaatan

Kemanfaatan dalam penegakan hukum merupakan hal yang tidak bisa

dilepaskan dalam mengukur keberhasilan penegakan hukum di Indonesia. Menurut

aliran Utilitarianisme, penegakan hukum mempunyai tujuan berdasarkan manfaat

tertentu (teori manfaat dan teori tujuan), dan bukan hanya sekedar membalas

perbuatan pembuat pidana, bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau

pengimbalan kepada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai

tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Kemanfaatan disini diartikan sebagai

kebahagian (happiness). Hukum yang baik adalah hukum yang memberikan

kebahagiaan bagi banyak orang.19

3. Penegakan Hukum Tindak Pidana Ilegal Mining

Dari segi istilah, penambangan ilegal atau dalam bahasa Inggris illegal

mining terdiri dari dua kata, yaitu: illegal, yang artinya tidak sah, dilarang, atau

bertentangan dengan hukum, dan mining, yang artinya penggalian bagian dari tanah

yang mengandung logam berharga di dalam tanah atau bebatuan. Oleh karena itu

yang dimaksud illegal mining dalam konteks ini adalah kegiatan penambangan

yang dilakukan tanpa izin negara, khususnya tanpa hak atas tanah, izin

penambangan, dan izin eksplorasi atau transportasi mineral. Penambangan ilegal

menimbulkan dampak, antara lain kerusakan lingkungan hidup, hilangnya

18
Shidarta Darji Darmodiharjo, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1995, hlm. 113
19
Hasaziduhu Moho, opc.cit, hlm 10

17
penerimaan negara, timbulnya konflik sosial, serta dampak kesehatan, keselamatan,

dan keamanan kerja/K3.20

Berdasarkan hukum positif yang berlaku, penambangan ilegal merupakan

salah satu dari tindak pidana bidang pertambangan yang dilarang dalam Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Terdapat 2 (dua) jenis sanksi

bagi pelanggar ketentuan larangan, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana.

Selain itu, pelaku juga dapat dikenai sanksi tambahan. Sanksi administratif bagi

pelaku penambangan ilegal berupa: (a) peringatan tertulis; (b) denda; (c)

penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi

produksi; dan/atau (d) pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB (Surat lzin Penambangan

Batuan), atau IUP untuk Penjualan. Sanksi administratif dapat dijatuhkan kepada

pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) atas pelanggaran beberapa ketentuan

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 151 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satunya yakni

menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) selain yang diizinkan oleh

pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Sedangkan sanksi pidana dapat dijatuhkan terhadap pelanggar Pasal 158

hingga Pasal 164 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Misalnya Pasal 158,

mengatur pada pokoknya bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa

20
Pertiwi, Marisa Dian dan Edi Setiadi, Penegakan Hukum Praktek Illegal Mining, Jurnal
Prosiding Ilmu Hukum, Volume 5, No. 1, 2019, hal. 134

18
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar

rupiah). Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara dalam hal ini mengatur tentang Perizinan Berusaha yang

diberikan oleh pemerintah pusat. Selain sanksi administratif dan/atau sanksi pidana,

pelaku tindak pidana bidang pertambangan juga dapat dikenai pidana tambahan

berupa: (a) perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;

(b) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau (c)

kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.

Persoalannya, adanya pengaturan hukum terkait berbagai larangan terhadap

tindak pidana bidang pertambangan serta variasi ancaman sanksinya tersebut

ternyata dalam pelaksanaan penegakan hukumnya masih dirasakan belum efektif,

bahkan terkesan lemah yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti persoalan

pengawasan yang tidak maksimal dan lambatnya penindakan di lapangan, serta

adanya indikasi dugaan permainan oknum mafia pertambangan.

Penegakan hukum Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara

yang semestinya merupakan usaha untuk menanggulangi kejahatan tersebut,

memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna, bagaikan tidak berdaya saat

penerapannya. Namun sebagai suatu reaksi negara terhadap kejahatan maka

penegakan hukum harus terus diupayakan. Penegakan hukum idealnya

membutuhkan upaya rasional yang perlu diintegrasikan satu sama lain agar dapat

19
memberantas tindak pidana tersebut. Upaya dalam konteks ini yaitu berupa upaya

pidana/penal maupun upaya nonpidana/non-penal.21

Dalam konteks tindak pidana penambangan ilegal, kedua upaya ini

nampaknya harus dilaksanakan oleh pemerintah secara paralel. Artinya keduanya

perlu dilakukan secara bersamaan, mengingat sudah demikian masifnya

pelanggaran yang terjadi. Upaya non-penal berarti upaya pencegahan kejahatan

dilakukan sebelum kejahatan terjadi, sehingga upaya ini lebih dikenal sebagai

upaya yang sifatnya preventif. Semestinya upaya ini lebih diutamakan daripada

upaya yang sifatnya represif. Upaya yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan

pengawasan dan monitoring pertambangan dengan cara memperkuat kuantitas dan

kualitas personil pengawasan pertambangan (inspektur tambang).

B. Ruang Lingkup Hukum Pertambangan

1. Pengertian Hukum Pertambangan

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara dalam Pasal 1 angka (1), pertambangan adalah "sebagian atau

seluruh tahapan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral

atau batu bara yang meliputi penyeklidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,

konstruksi, penambangan pengolahan dan pemumian, pengangkutan dan penjualan

serta kegiatan pasca tambang". Pengertian ini memberikan pemahaman tentang

aktivitas pertambangan dalam arti luas, yaitu keseluruhan kegiatan sejak pra

penambangan sampai proses dan pasca tambang.

21
Syaiful Bakhri, Kebijakan Kriminal, Jakarta: Total Media,2010, hlm.50

20
Mineral sendiri merupakan senyawa anorganik yang terbentuk di alam,

yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau

tabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. Batubara

adalah endapan senyawa organik kotoran yang terbentuk secara alamiah dari sisa

tumbuh-tumbuhan. Pengertian ini diatur dalam pasal 1 angka (2) dan (3) Undang-

Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara Adanya

pengertian keduanya sangat penting, mengingat bahan tambang tidak hanya mineral

dan batu bara, tetapi ada juga pertambangan minyak dan gas bumi.

Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang telah diubah dengan PP Nomor 26

Tahun 2012, ditentukan 5 golongan komuditas tambang, meliputi mineral

radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam, batuan dan batu bara.

Usaha pertambangan merupakan kegiatan dalam rangka pengusahaan

mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum,

eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemumian,

pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Setiap tahapan kegiatan

memiliki tujuan dan fungsi guna menjamin pertambangan yang baik, menjaga

lingkungan dan berkelanjutan. 22

2. Asas-asas Hukum Pertambangan

Didalam Hukum Pertambangan terdapat asas-asas yang menjadi acuan

dalam pertambangan. Asas tersebut digolongkan menjadi 2 yaitu asas yang

22
Dwi Haryadi, Pengantar Hukum Pertambangan, (Bangka Belitung: UBB Pers, 2018),
h.21

21
mengatur Mineral dan Batubara dan asas yang mengatur tentang Minyak Gas dan

Bumi. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur bahwa

pertambangan mineral dan batubara dikelola berasaskan:

a. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan;

b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa;

c. Partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;

d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

3. Tujuan Hukum Pertambangan

Hukum Pertambangan juga memiliki tujuan didalam pelaksanaan

pengelolaannya. Tujuan tersebut tertuang pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 mengatur bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional

yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah:

a. Efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan

secara berdaya guna, dan berdaya saing;

b. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan

dan berwawasan lingkungan hidup;

c. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau

sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;

d. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau

sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;

e. Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih

mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

22
f. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta

menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat;

g. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha

pertambangan mineral dan batubara.

Tujuan pengelolaan pertambangan di atas pada dasarnya merupakan

penjabaran lebih lanjut dari asas yang dibahas sebelumnya. Tujuan yang berisi

tentang prinsip-prinsip manfaat, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

keberpihakan nasional dengan menjaga kebutuhan dalam negeri dan mendukung

perekonomian nasional dan lokal, serta menjamin kepastian hukum.23

4. Sumber-sumber Hukum Pertambangan

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu

sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil ialah

tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materi ini merupakan

faktor yang membantu pembentukan hukum misalnya hubungan sosial, kekuatan

politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil

penelitian ilmiah, perkembangan internasional dan keadaan geografis. Sumber

hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan

dengan bentuk atau cara yang menyebutkan peraturan hukum formal itu berlaku.

Sumber hukum yang diakui umum sebagai hukum formal ialah undang undang,

perjanjian antarnegara, yurisprudensi, dan kebiasaan. Adapun yang menjadi sumber

hukum pertambangan yaitu:

23
Ibid, hlm. 25

23
a. Indische Mijn Wet (IMW)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok

Pokok Agraria, dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan

ketentuan pokok pertambangan.24 Semua yang berkenaan dengan hukum sudah

pasti memiliki asal-usul. Asal-usul tersebut dinamakan sumber hukum yang

mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa, dan oleh karena itu sumber hukum

memberikan bayangan bahwa setiap pelanggarnya kan diberikan sanksi yang nyata.

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok

Agraria

Hubungan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 dengan pertambangan erat

kaitannya dengan pemanfaatan hak atas tanah untuk kepentingan pembangunan di

bidang pertambangan.

c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pertambangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ditetapkan pada tanggal 2

Desember 1967. Dimana Undang-Undang ini mengedapankan prinsip

pancasila.

d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Minyak Gas dan Bumi,

Undang-Undang ini ditetapkan pada tanggal 23 November 2001. Undang-

Undang ini bertujuan untuk melakukan reformasi disegala bidang

kehidupan bangsa yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.25

24
Ibid, hlm. 21
25
H. Salim, Hukum Pertambangan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, h.17-21

24
Sumber-Sumber Hukum pertambangan ada 4 yaitu Indische Mijn Wet

(IMW), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok

Agraria, Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pertambangan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak

Gas Dan Bumi.

C. Kewenangan Pemerintah dalam Pemberian Izin

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara hanya terdapat kewenangan pemerintah pusat. Pada ketemtuam Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah

menghapus ketentuan kewenangan pemerintah provinsi dan kewenangan

pemerintah kabupaten/kota. Dalam ketentuan kewenangan pemerintah pusat.

Berdasarkan Pasal 6 Ayat (I) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa kewenangan pemerintah

pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, berwenang:

a. menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional;

b. menetapkan kebijakan Mineral dan Batubara nasional;

c. menetapkan peraturan perundang-undangan;

d. menetapkan standar nasional, pedoman, dan kriteria;

e. melakukan Penyelidikan dan Penelitian Pertambangan pada seluruh

Wilayah Hukum Pertambangan;

25
f. menetapkan WP setelah ditentukan oleh Pemerintah Daerah provinsi sesuai

dengan kewenangannya dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia;

g. menetapkan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara;

h. menetapkan WIUP Mineral bukan logam dan WIUP batuan;

i. menetapkan WIUPK;

j. melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas;

k. menerbitkan Perizinan Berusaha;

l. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan

Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilakukan oleh pemegang

perizinan Berusaha;

m. menetapkan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, dan konservasi;

n. menetapkan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan pemberdayaan

masyarakat;

o. melakukan pengelolaan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak dari

hasil Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

p. melakukan pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya

mineral dan batubara, serta informasi pertambangan;

q. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi dan

pascatambang;

r. melakukan penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara tingkat

nasional;

26
s. melakukan pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha

pertambangan;

t. melakukan peningkatan kemampuan aparatur pemerintah pusat dan

pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha

pertambangan.

u. menetapkan harga patokan mineral logam, mineral bukan logam jenis

tertentu, mineral radioaktif, dan batubara;

v. melakukan pengelolaan inspektur tambang; dan

w. melakukan pengelolaan pejabat pengawas pertambangan;

D. Izin yang Diperlukan Dalam Melakukan Usaha Pertambangan

1. Izin Lingkungan

Izin lingkungan diatur dalam Pasal 1 ayat (25) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyebutkan,

bahwa setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-

UPL wajib memiliki izin lingkungan. Oleh karena izin lingkungan wajib dimiliki

oleh setiap perusahaan, maka izin tersebut sifatnya umum dan mutlak.

Pengaturan yang mewajibkan pengusaha wajib memiliki izin lingkungan

karena pemerintah bermaksud serius untuk mengawasi lingkungan hidup dan ingin

mewujudkan keadaan lingkungan hidup yang baik dan lebih sehat ke masa depan.

Izin lingkungan sebagai syarat utama yang wajib dimiliki perusahaan sebelum

perusahaan memperoleh izin-izin lainnya yang diperlukan. Kedudukan izin

lingkungan sebagai dasar untuk memperoleh izin usaha perusahaan.26

26
Gatot Supramono, Op.cit, hlm 19-20

27
2. Izin Usaha Pertambangan

a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi

kelayakan. IUP eksplorasi wajib memuat nama perusahaan, lokasi dan luas

wilayah, rencana umum tata ruang, jaminan kesungdaera, pajak sampai

dengan AMDAL. Jangka waktu pemberian IUP eksplorasi diatur sesuai

dengan golongan mineralnya.27

b. IUP operasi produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan. IUP operasi

produksi wajib memuat nama perusahaan, lokasi dan luas penambangan,

dana jaminan reklamasi dan pascaambang, penyelesaian perselisihan, pajak

sampai teknologi yang digunakan jangka waktu pemberian IUP diatur

sesuai dengan golongan mineralnya.

3. Izin Usaha Pertambangan Khusus

Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) adalah izin untuk melaksanakan

usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. Pejabat yang

berwenang memberikan IUPK adalah Menteri ESDM. IUPK diberikan Menteri

dengan memperhatikan kepentingan daerah. Pemberian IUPK dilakukan dengan

prinsip satu izin satu tambang. Menteri memberikan untuk satu jenis mineral logam

atau batu bara dalam 1 (satu) WIUPK.28

Perizinan merupakan salah satu fasilitas pelayanan publik. Pelayanan

perizinan dianggap salah satu faktor penghambat masuknya investasi. Hal ini

27
Op.cit, hlm. 24
28
Gatot Supramono, Op.Cit, hlm. 33

28
terlihat dari banyaknya tahap-tahap yang harus dilalui sebelum memulai bisnis di

Indonesia. Pelayanan perizinan merupakan salah satu pelayanan publik yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Buruknya kinerja pelayanan perizinan oleh

pemerintah bukan saja terjadi di tingkat nasional namun yang paling krusial justru

di tingkat daerah.

4. Izin Pertambangan Rakyat

Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha

pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan

investasi terbatas. Kegiatan pertambangan rakyat dikelompokkan menjadi 4

(empat) macam yaitu pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan

logam, pertambangan batuan dan pertambangan batubara.

Adapun mengenai luas wilayah untuk pemberian IPR, ketentuan 68 (1)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 menyebutkan bahwa luas wilayah untuk 1

(satu) IPR yang dapat diberikan adalah perseorangan paling banyak 1 (satu) ha,

kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) ha, dan koperasi paling banyak 10

(sepuluh) ha. IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan

dapat diperpanjang kembali untuk jangka waktu yang sama.

E. Tindak Pidana di Bidang Pertambangan

Dalam bidang pertambangan tidak lepas dari sebuah tindak pidana. Adapun

jenis-jenis tindak pidana dalam bidang pertambangan antara lain:

1. Tindak Pidana Melakukan Penambangan Tanpa Izin

Sebagaimana telah diketahui bahwa negara mempunyai hak menguasai atas

bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk tambang.

29
Berdasarkan hal tersebut setiap orang yang akan melakukan kegiatan pertambangan

maka wajib memiliki izin dari negara atau pemerintah. Apabila terjadi kegiatan

penambangan tanpa izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur

dalam pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara

2. Tindak Pidana Menyampaikan Data Laporan Palsu

Dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dibutuhkan data-data atau

keterangan-keterangan yang benar dibuat oleh pelaku usaha yang bersangkutan

seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usahanya, dan laporan penjualan hasil

tambang, agar hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Perbuatan memberikan

data atau laporan yang tidak benar sebenarnya sanksinya sudah diatur dalam pasal

263 KUHP tentang pemalsuan surat. Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara

di Indonesia, karena pemalsuan suratnya dibidang pertambangan dan sudah ditur

secara khusus, terhadap pelakunya dapat dipidana berdasarkan pasal 159 Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.29

3. Tindak Pidana Sebagai Pemegang IUP Eksplorasi Tidak Melakukan Kegiatan

Operasi Produksi

Oleh karena terdapat dua tahap dalam melakukan usaha pertambangan maka

pelaksanaanya harus sesuai dengan prosedur, melakukan kegiatan eksplorasi baru

eksploitasi. Sehubungan dengan itu khusus bagi pemegang IUP eksplorasi setelah

melakukan kegiatan eksplorasi tidak boleh melakukan operasi produksi sebelum

29
Gatot Supramono, Op.Cit, hlm.248

30
memperoleh IUP produksi. Pelanggarannya diancam dengan pasal 160 Undang

Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

4. Tindak Pidana Menghalangi Kegiatan Usaha Pertambangan

Gangguan yang terjadi pada aktivitas penambanagn oleh pengusaha

pertambangan yang telah memperoleh izin dari pejabat yang berwenang, seperti

misalnya warga yang merasa dirugikan biasanya akan melakukan protes dengan

menghalangi kegiatan penambangan dengan melakukam berbagai cara agar

penambangan tidak dapat diteruskan. Terhadap perbuatan yang mengganggu

kegiatan usaha tersebut merupakan tindak pidana yang diancam dengan pasal 162

Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

F. Subjek Pidana Dalam Tindak Pidana di Bidang Pertambangan

Rumusan tindak pidana di dalam buku kedua dan ketiga KUHP biasanya

dimulai dengan kata barangsiapa. Ini mengandung arti bahwa yang dapat

melakukan tindak pidana pada umumnya adalah manusia. Juga dari ancaman

pidana yang dapat dijatuhkan sesuai pasal 10 KUHP, seperti pidana mati, pidana

penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tambahan mengenai pencabutan

hak dan sebagainya menunjukan bahwa yang dapat dikenai pada umumnya adalah

manusia. Setiap tindak pidana pasti akan dilakukan oleh subjek dari tindak pidana

itu sendiri. Adapun Subjek dari tindak pidana pertambangan antara lain:

1. Orang Perorangan

Perorangan adalah orang atau seorang diri yang melakukan perbuatan

pidana dibidang pertambangan. Seperti yang dijelaskan pada jenis-jenis tindak

pidana dibidang pertambangan yang menunjukan bahwa pelaku tindak pidana

31
tersebut adalah manusia atau orang perorangan.30 Subjek tindak pidana yang

dilakukan oleh orang atau perseorangan adalah tindak pidana yang murni dilakukan

oleh satu orang saja.

2. Badan Hukum

Badan hukum adalah sekelompok orang yang terikat suatu organisasi yang

dipandang sebagai manusia pada umumnya. Suatu organisasi disebut badan hukum

apabila akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah. Dalam tindak pidana dibidang

pertambangan badan hukum dapat sebagai pelaku pidananya sebagaimana yang

diatur pada pasal 163 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara.31

Badan-badan hukum atau korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara

pidana harus dikaitkan dengan strict liability, karena suatu korporasi sulit untuk

dilihat dari hal “mampu bertanggungjawab” atau melihat korporasi melakukan

tindak pidana dengan kesalahan berupa kesengajaan atau kelalaian, sehingga lebih

baik melihat korporasi yang telah melakukan tindak pidana maka hukuman pidana

merupakan suatu konsekuensi. Dimaksudkan dengan strict liability adalah

pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault), yang dalam hal ini

pembuat sudah dapat dipidana jika telah melakukan perbuatan yang dilarang

sebagaimana telah dirumuskan dalam undang-undang tanpa melihat lebih jauh

sikap batin pelaku.32

30
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Cet. 8 Depok: Rajawali Pers, 2017), h.54
31
Ibid, hlm 253
32
Syarif Saddam Rivantie, Hukuman Pidana Akibat Kerusakan Lingkungan Yang
dilakukan Oleh Korporasi dalam Industri Tambang, Jurisprudentie, Vol. 6 No. 2, 2019, Hal 197

32
G. Macam-Macam Putusan Hakim

Secara etimologi atau asal kata, arti “putusan”, yang diterjemahkan dari

bahasa latin yaitu vonis, adalah hasil dari pemeriksaan perkara di sidang

pengadilan.

Untuk mendapatkan kesatuan pemahaman yang dapat dipakai sebagai

landasan dalam proses peradilan pidana, dalam KUHAP secara yuridis normatif

ditentukan mengenai pengertian dari putusan pengadilan yang rumusan

redaksionalnya dapat ditemukan dalam Pasal 1 Ayat 11 KUHAP, yang mengatakan

bahwa “Putusan pengadilan adalah kenyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

pengadilan yang terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau lepas dari segala

tuntutan hukum dalam Undang-Undang ini”.

Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung hasil

musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang

terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Putusan yang dijatuhkan

pengadilan mengenai satu perkara, dapat berbentuk sebagai berikut:

1. Putusab Bebas (Vrijspraak/Acquittal)

Salah satu bentuk putusan pengadilan pidana adalah putusan bebas atau

vrijpraak. Munurut Wirjono Projodikoro, vrijpraak diterjemahkan dengan

pembebasan terdakwa dan ada pula yang menerjemahkan dengan pembebasan

murni.33 Putusan bebas adalah ketika kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, sehingga

33
Joko Prakoso, Kedudukan Jutisiabel dalam KUHAP, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985,
hlm. 270

33
terdakwa diputus bebas. Itu berarti bahwa perbuatan itu benar ada, tetapi yang

menjadi masalah adalah alat-alat bukti perkara tidak memenuhi unsur sah dan

meyakinkan. Letak soal itu bisa dipahami ada di dalam rangkaian proses

penyelidikan, penyidikan, dakwaan, dan tuntutan yang tidak berhasil menemukan

dan menyampaikan alat-alat bukti yang sempurna.34

Selanjurnya Harum M. Husein berpendapat bahwa sesuai dengan rumusan

pengertian bebas dalam Pasal 191 Ayat 1 KUHAP, maka dapat kita definisikan

bahwa yang dimaksud dengan putusan bebas, ialah putusan pengadilan yang

membebaskan terdakwa dari dakwaan, karena menurut pendapat pengadilan

terdakwa tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya.35

Dasar hukum pengaturan putusan (vrijspraak/acquittal), yakni Pasal 191

Ayat (1) KUHAP, yang menyatakan, “jika pengadilan berpendapat bahwa hasil

pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa

diputus bebas”.

Mencermati esensi Pasal 191 Ayat (1) KUHAP, bahwa secara yuridis

putusan bebas merupakan putusan yang dinilai oleh Majelis Hakim yang

bersangkutan:

a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif.

Dari hasil pembuktian yang diperoleh di persidangan, tidak cukup

34
Nicolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Bogor: Galia
Indonesia, 2009, hlm. 222
35
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung: Sumur, 1977, hlm.
93

34
membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus pula kesalahan terdakwa

yang tidak cukup bukti dan tidak diyakini oleh hakim.

b. Atau tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian, kesalahan yang

didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu akat bukti saja,

sedang menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan

kasalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya

dua alat bukti yang sah.36

c. Dalam Pasal 183 KUHAP dinyatakan, “Hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua

alat bukti yang sah ialah memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Dari ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut, terkandung dua asas mengenai

pembuktian, yaitu:

1) Asas minimum pembuktian, yaitu untuk membuktikan kesalahan

terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

2) Asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif yang

mengajarkan suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping

kesalahan terdakwa cukup terbukti, harus pula diikuti keyakinan hakim

akan kebenaran kesalahan terdakwa.

36
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP, Jakarta, Sinar
Grafika, 2003, hlm. 348

35
Dengan bertitik tolak dari asas yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP,

apabila dihubungkan dengan Pasal 191 Ayat (1) KUHAP, putusan bebas pada

umumnya didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim, yaitu:

a. Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti,

semua alat bukti yang diajukan di persidangan baik berupa keterangan saksi,

keterangan ahli, surat dan petunjuk maupun keterangan terdakwa, tidak dapat

membuktikan kesalahan yang didakwakan, berarti perbuatan yang

didakwakan tidak terbukti secara sah meyakinkan.

b. Atau secara nyata hakim menilai, pembuktian kesalahan yang didakwakan

tidak memenuhi ketentuan batas minimum pembuktian. Misalnya alat bukti

yang diajukan di persidangan hanya terdiri dari seorang saksi saja

c. Atau putusan bebas tersebut bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan

yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim.37

Jadi putusan atau vonis hakim yang mengandung pembebasan (vrijspraak)

dari dakwaan, secara legalistil formal dikarenakan ketidakcukupan syarat minimal

pembuktian menurut Undang-Undang dan atau tanpa didukung oleh adanya

keyakinan hakim atas kesalahan yang diperbuat terdakwa yang dibuktikan lewat

proses pembuktian.

Secara KUHAP, hanya dikenal istilah putusan bebas. Menurut J.M. Van

Bemmelen, bentuk-bentuk vrijspraak dikualifisikasikan sebagai berikut:

37
Ibid, hlm. 348

36
a. De zuivere vrijspraak (putusan bebas murni), merupakan putusan akhir,

hakim membenarkan fakta hukumnya (feiten), namun tuduhan jaksa

penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

b. De onzuiverre vrijspraak (putusan bebas tidak murni), yaitu dalam hal

batalnya tuduhan terselubung (bedekte neitigheid van dagvaarding) atau

putusan bebas yang menurut keyakinan kenyataannya tidak didasarkan pada

tidak terbuktinya apa yang dimuat pada surat tuduhan.

c. De vrijspraak of grond van doel matige heia overwegingen (putusan bebas

berdasarkan alasan pertimbangan kegunaannya), yaitu putusan hakim yang

diambil berdasarkan pertimbangan bahwa haruslah diakhiri atas suatu

penuntutan yang sudah pasti tidak akan ada hasilnya.

d. De bedekte vrijspraak (putusan bebas yang terselubung), yaitu dalam hal

hakim mengambil putusan tentang fakta hukum (feiten) dan menjatuhkan

putusan onslag van alle rechtsvervolving (dilepas dari tuntutan hukum).

2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag van Alle

Rechtsvervolging)

Dasar yurudis putudsn lepas dari segala tuntutsn hukum, yakni Pasal 191

ayat (2) KUHAP, yang menyatakan “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan

yang didakwakan kepada terdakwa berbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan

suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”

Berikut alasan-alasan dijatuhkannya putusan lepas dari segala tuntutan

hukum:

37
a. Karena peristiwa-peristiwa yang dalam surat dakwaan yang didakwakan

kepada terdakwa adalah terbukti, akan tetapi yang telah terbukti itu tidak

merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran maka terdakwa dalam putusan

hakim harus dilepas dari segala tuntutan hukum.

b. Apabila ada keadaan yang mengakibatkan bahwa terdakwa tidak dapat

dijatuhi suatu hukuman pidana menurut beberapa pasal dari Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) atau adanya alasan-alasan pemaaf, yaitu

seperti yang disebutkan dalam:

1) Pasal 44 KUHP, kalau perbuatan terdakwa tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya oleh karena penyakit jiwa;

2) Pasal 45 KUHP, yaitu perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak di

bawah umur;

3) Pasal 48 KUHP, kalau terdakwa melakukan perbuatan terdorong oleh

keadaan memaksa (overmacht);

4) Pasal 49 KUHP, kalau terdakwa melakukan perbuatan berada dalam

keadaan diserang oleh orang lain dan harus membela diri (noordeer);

5) Pasal 50 KUHP, kalau terdakwa melakukan perbuatan untuk

menjalankan suatu perbuatan dalam undang-undang atau;

6) Pasal 51 KUHP, kalau terdakwa melakukan perbuatan untuk memenuhi

suatu perintah yang diberikan xecara sah oleh seorang pejabat yang

berkuasa dalam hal itu.38

38
Djoko Prakoso, Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985,
hlm. 272-273.

38
3. Putusan Pemidanaan (veroordeling)

Ketentuan yang menjadi dasar hukum mengenai putusan pemidanaan

(veroordeling), yakni Pasal 191 Ayat (3) KUHAP, yang menyatakan, “Jika

pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”

Alasan dijatuhkan putusan yang mengandung pemidanaan oleh hakim yang

menangani suatu perkara pidana, yakni terbuktinya unsur kesalahan yang

didakwakan kepada terdakwa secara sah dan meyakinkan, dalam arti bahwa

berdasarkan alat-alat bukti yang sah, yaitu berupa adanya alat-alat bukti

konvensional yang diakui oleh KUHAP, sebagaimana dimuat dalam Pasal 184 Ayat

(1) KUHAP hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwa memang bersalah telah

melakukan perbuatan yang didakwaan itu.39

Mengenai unsur “kesalahan” tersebut, menurut Moeljatno mengatakan

bahwa kesalahan adalah, “adanya keadaan psikis yang tertentu pada orang yang

melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan

perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa hingga orang itu daoat dicela karena

melakukan perbuatan tadi.40

Dalam menjatuhkan putusan, hakim dapat menemukan salah satu dari

macam-macam hukuman yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, yaitu salah satu dari

hukuman pokok. Adapun jenis-jenis pemidanaan menurut Pasal 10 KUHP, dikenal

adanya hukuman pokok dan hukuman tambahan yaitu sebagai berikut:

39
Riadi Asra Rahmad, Hukum Acara Pidana, Pekanbaru: Al Mujtahadah Press, 2020, hlm.
36
40
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hlm. 106

39
a. Hukuman pokok, terdiri dari:

1) Hukuman mati;

2) Hukuman penjara;

3) Hukuman kurungan dan;

4) Hukuman denda.

b. Hukuman tambahan, terdiri dari:

1) Pencabutan beberapa hak tertentu;

2) Perampasan barang tertentu;

3) Pengumuman keputusan hakim.

40
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif (normative legal research),

yang berarti penulis melakukan suatu proses untuk menentukan suatu aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk untuk

menjawab permasalahan hukum dan menghasilkan suatu argumentasi, serta teori

atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi41

terkait analisis hukum kegiatan penambangan nikel ilegal pada putusan nomor

459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah42:

1. Pendekatan Undang-undang (statute approach) adalah suatu pendekatan yang

dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan

permasalahan hukum yang sedang diteliti.

2. Pendekatann Konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan untuk

memahami konsep-konsep yang berkembang dalam ilmu hukum, khususnya

terkait analisis hukum penambangan nikel ilegal

C. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini terbagi

menjadi beberapa jenis sumber bahan hukum yang terdiri dari:

41
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, Jakarta: kencana prenada media group, 2009,
hlm. 234
42
Ibid, hlm. 93

41
1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat bahan

hukum primer yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara

c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara

d. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi

dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan

Usaha Jasa Pertambangan.

f. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan

dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

g. Putusan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak

mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil

olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang

tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk kemana penelitian akan

42
mengarah. Yang dimaksud dengan bahan sekunder disini oleh penulis adalah

doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet.

3. Bahan Non Hukum

Bahan Non Hukum, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan

penelitian ini diantaranya internet, kamus hukum, dan kamus besar bahasa

indonesia.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan identifikasi

peraturan perundang-undangan, serta klasifikasi dan sistematisasi bahan hukum

sesuai permasalahan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengumpulan bahan hukum

yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan

dilakukan dengan cara membaca, menelaah, mencatat, membuat ulasan bahan-

bahan hukum yang ada kaitannya dengan analisis hukum penambangan nikel ilegal

pada putusan nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi.

E. Analisis Bahan Hukum

Menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philips M.


Hadjon yang memaparkan teknik analisis deduktif atau analisis bahan hukum
dengan cara deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian
menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus.43 Kegiatan yang dilakukan
dalam penelitian hukum normatif dengan cara bahan hukum yang diperoleh di
analisis secara deskriptif kualitatif yaitu analisa terhadap bahan hukum. Bahan

43
Rian Ardiansyah, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian
Jual Beli Melalui Internet (E-Commoerce,) skripsi, Makassar, Universitas Hasanuddin, hlm. 21

43
hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan
pengelompokkan kedalam bagian-bagian tertentu untuk diolah menjadi informasi.

44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

KESESUAIAN PUTUSAN NOMOR 459/Pid.SUS/2019/PN.Kdi DENGAN

RUMUSAN PASAL 158 UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2020

TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA

1. Kronologi Kasus

Bahwa pada hari Selasa tanggal 27 Maret sekitar jam 14:30 Wita tahun

2018 yang bertempat di Desa Dunggua Kecamatan Amonggedo Kabupaten

Konawe, Bolden Pardede ditemukan oleh Tim dari Ditreskrimsus Polda Sultra yang

melakukan pengecekan terhadap kegiatan penambangan di Kabupaten Konawe dan

menemukan Bolden Pardede sedang melakukan pengawasan penggalian ore nikel

dengan menggunakan alat berat jenis Excavator ke stok pile dengan menggunakan

mobil dump truk. Berdasarkan keterangan Bolden Pardede mengerjakan tambang

berdasarkan adanya surat kerja sama dengan PT. Multi Bumi Sejahtera tentang

operasi produksi tambang nikel Nomor: 001/PK/MBS-BP/IX/2017 yang titik lokasi

pertambangan nikel adalah areal konsensi pertambangan biji nikel yang telah secara

hukum dimiliki oleh PT. Multi Bumi Sejahtera berdasarkan Surat Keputusan Bupati

Konawe Nomor 231 tahun 2013 yang bertempat di Desa Dunggua Kecamtan

Amonggedo Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Selanjutnya Tim

Ditreskrimsus menanyakan kelangkapan dokumen pertambangan berupa izin usaha

pertambangan dan karena Bolden Pardede tidak mampu menunjukan dokumen

resmi maka Borden Pardede diamankan untuk diproses secara hukum.

45
2. Dakwaan/Tuntutan Penuntut Umum

Dakwaan penuntut umum terhadap perbuatan Bolden Pardede diatur dan

diancam dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa Setiap orang yang melakukan usaha

pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,

Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Kemudian Tuntutan penuntut umum kepada terdakwa yang pada

pokoknya:

1. Menyatakan Terdakwa Bolden Pardede telah terbukti bersalah melakukan

tindak pidana pertambangan mineral dan batu bara sebagaimana ketentuan

Pasal 158 Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009

2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Bolden Pardede selama 2

(dua) tahun dan denda sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah)

subsidair 6 bulan kurungan potong masa penahanan sementara.

3. Menyatakan terhadap barang bukti berupa:

a. 3 (tiga) tumpukan ore nikel dengan volume sebesar 12.544.34 MTON

dikembalikan kepada pemilik lahan atas nama: Hj. Megahwati

Ahuddin, S.Sos., M.kes

b. 1 (satu) unit Excavator merk Kobelco type SK-200 warna hijau Nomor

seri YN 12-H6033

46
c. 1 (satu) unit Excavator merk Caterpillar type SK-320D warna kuning

nomor identifikasi CAT0320DVXBA10877

d. 1 (satu) unit Excavator merk Caterpillar type SK-320D warna kuning

nomor identifikasi CAT0320DVXBA10877. Dikembalikan masing-

masing kepada pemiliknya atas nama: Edi Hartono

e. 1 (satu) unit HandPhone Blackberry warna putih seri Q10. Warna putih

dikembalikan kepada Fendi Gosel

f. 2 (dua) lembar surat yang diterbitkan oleh kepala dinas penanaman

modal dan pelayanan terpadu satu pintu Nomor: 1179/PDM.

PTSP/XII/2017 tanggal 18 Desember 2017 perihal

Pembatalan/Pencabulan IUP Nomor 231 Tahun 2013 tanggal 11 April

2013

g. 1 (satu) rangkap surat perjanjian kerja sama nomor: 001/PK/MBS-

BP/IX/2017 tanggal 13 September 2017 antara PT. Multi Bumi

Sejahtera dengan Bolden Pardede tentang operasi produksi tambang

nikel

h. 1 (satu) rangkap surat perjanjian kerja sama yang disahkan oleh Hj.

Megahwati Ahuddin, S.Sos., M.Kes. sesuai dengan aslinya Nomor:

002/PK/MBS-BP/IX/2017 tanggal 08 September antara PT. Multi

Bumi Sejahterah dengan Hj. Megahwati Ahuddin S.Sos., M.Kes

tentang operasi produksi tambang nikel.

i. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara dibebani

membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,-(dua ribu rupiah).

47
3. Pertimbangan Hakim

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal

sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang unsur-unsurnya

adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan atau Izin

Pertambangan Rakyat atau Izin Usaha Pertambangan Khusus;

Terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan

sebagai berikut:

Ad.1 Unsur setiap orang;

Perumusan unsur “seriap orang” yang dalam ilmu hukum pidana

menunjuk pada subjek hukum sebagai pelaku dari suatu tindak pidana, yaitu setiap

orang yang dipandang mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya

menurut hukum.

Selama proses persidangan telah dihadapkan Terdakwa yakni Bolden

Pardede yang identitasnya telah dibacakan secara lengkap sebagaimana yang

tercantum dalam surat dakwaan, serta identitas tersebut telah diakui dan dibenarkan

oleh Terdakwa sendiri dan selain itu pula selama persidangan Terdakwa telah

menunjukan akal sehat serta kecakapannya didalam menjawab seluruh pertanyaan

48
yang diajukan terhadap dirinya, sehingga menurut hukum Terdakwa dipandang

dapat mempertanggungjawabkan segala tindak pidana yang telah dilakukannya

tersebut, sehingga dengan demikian unsur ini telah terpenuhi menurut hukum;

Ad.2 Melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP)

atau Izin Pertambanga Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus

(IUPK)

Berdasarkan keterangan saksi Abdul Rahman bahwa pada tanggal 27 Maret

2018, saksi bersama tim turun ke Desa Dunggua Kecamatan Amonggedo

Kabuapaten Konawe dan disana, saksi menemukan Terdakwa melakukan

penambangan dengan menggunakan tiga alat berat yaitu dua excavator sementara

beroperasi dan satu sementara parkir dan pada saat itu terdakwa tidak dapat

memperlihatkan Izin Usaha Penambangan (IUP) namun pada saat itu Terdakwa

memperlihatkan dokumen kerja sama dengan PT. Multi Bumi Sejahtera (MBS) dan

Terdakwa menyampaikan bahwa Terdakwa tidak memiliki IUP akan tetapi

Terdakwa bekerja sama dengan PT. Multi Bumi Sejahtera (MBS) dan Terdakwa

menyampaikan bahwa Terdakwa melakukan kegiatan tambang dengan

menggunakan IUP PT. MBS yaitu IUP Nomor 231;

Berdasarkan keterangan Saksi-saksi dan Terdakwa bahwa di lokasi tambang

tempat Terdakwa melakukan kegiatan terdapat tumpukan ore nikel yang tersimpan

dalam stok file namun ore nikel tersebut belum dilakukan penjualan;

Ketarangan Hj. Megahwati tersebut bersesuai dengan keterangan Terdakwa

yang menerangkan Terdakwa selain kerja sama dengan PT. Multi Bumi Sejahtera

(MBS), Terdakwa juga melakukan kesepakatan dengan Hj. Megahwati namun

49
belum dituangkan dalam kontrak yaitu Terdakwa melakukan kegiatan tambang

dilahan milik Hj. Megahwati dengan menggunakan Iizin Usaha Pertambangan

(IUP) milik PT. Multi Bumi Sejahtera (MBS) dimana Hj. Megahwati adalah

pemilik lahan dan Terdakwa pemodal yang membiayai semua pekerjaan tambang

diatas lahan milik Hj. Megahwati;

Saksi Saut Sitorus menerangkan dipersidangan bahwa pemegang Izn Usaha

Pertambangan (IUP) Nomor 231 Tahun 2013 adalah PT. Multi Bumi Sejahtera

(MBS) dimana Saksi adalah Direktur Utamanya. Bahwa Terdakwa dan PT. Multi

Bumi Sejahtera melakukan kerja sama yaitu Terdakwa melakukan tambang diatas

lahan milik Hj. Megahwati yang masuk kedalam lahan IUP PT. MBS dan Terdakwa

juga kerja sama dengan Ibu Hj. Megahwati selaku pemilik lahan namun keduanya

menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Multi Bumi Sejahtera (MBS)

Nomor 231 Tahun 2013;

Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas maka ternyata bahwa

Terdakwa melakukan kegiatan tambang diatas lahan Hj. Megahwati dengan

menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. multi Bumi Sejahtera (MBS)

Nomor 321 Tahun 2013;

Terkait IUP Nomor 231 Tahun 2013 tersebut, Saut Sitorus Direktur Utama

PT. Mult Bumi Sejahtera (MBS), pernah diperkarakan dalam perkara pidana namun

dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1307K/Pid.Sus.LH/2016 yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap menyatakan bahwa Terdakwa tidak terbukti

bersalah melakukan tindak pidana pertambangan dst…Putusan Mahkama Agung

Nomor 1307K/Pid.Sus. LH/2016 menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi

50
Tenggara Nomor 12/Pid/2016/PT.Sultra yang menyatakan bahwa Terdakwa Saut

Sitorus tidak terbukti bersalah…dst, membebaskan Terdakwa Saut Sitorus dari

dakwaan tersebut. Putusan Tinggi Sultra tersebut membatalkan Putusan Pengadilan

Negeri Unaha Nomor 111/Pid.Sus/2015/PN.Unh;

Jikalau kita mencermati Putusan Pengadilan Tata Usaha Kendari Nomor

13/G/2018/PTUN.Kdi, Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar

Nomor 147/B/2018/PT.TUNMks serta Putusan Pengadilan Tata Usaha Kendari

Nomor 18/G/2019/PTUN.Kdi, tidak ada yang menyatakan bahwa Izin Usaha

Pertambangan (IUP) PT. Multi Bumi Sejahtera (MBS) Nomor 231 Tahun 2013

dicabut atau dinyatakan palsu atau dinyatakan tidak sah;

Berdasarkan uraian Pertimbangan tersebut diatas maka Majelis menilai

bahwa Izin usaha Pertambangan (IUP) Nomor 231 tahun 2013 adalah sah dan dapat

dibenarkan;

Berdasarkan keretangan Saksi meringankan yang diajukan oleh Terdakwa

bahwa lahan mereka yang masuk dalam IUP PT Multi Bumi Sejahtera (MBS) dari

dulu masuk dalam wilayah Desa Matabura Kecamatan Amonggedo bukan Desa

Dunggua oleh karena dulunya Desa Matabura adalah Desa transmigrasi dengan

lahan masing-masing 7500 meter persegi sehingga banyak orang Desa Dunggua

membeli tanah di Desa Matabura, keterangan Saksi tersebut bersesuain dengan

keterangan yang pada awalnya pada saat melakukan kerja sama, Terdakwa

mengetahui bahwa lokasi tambang berada di Desa Dunggua namun setelah proses

pemeriksaan Terdakwa baru mengetahui dari dokumen-dokumen bahwa lokasi

tambang tersebut berada di Desa Matabura Kec. Amonggedo Kab. Konawe;

51
Terkait dengan surat teguran yang diterima oleh Terdakwa. Bahwa

dipersidangan terdakwa menerangkan bahwa Terdakwa tidak pernah menerima

surat teguran dari Dinas Minerba terkait teguran untuk melakukan penghentian

kegiatan tambang. Terdakwa hanya menerima surat dari Komisaris PT. Multi Bumi

Sejahtera (MBS) namun menurut Terdakwa bahwa Terdakwa tidak menanggapi

surat tersebut oleh karena Terdakwa melakukan perjanjian kerja sama dengan

Direktur Utama PT Multi Bumi Sejahtera (MBS) yaitu Saut Sitorus;

Oleh karena penambangan ore nikel yang dilakukan oleh Terdakwa telah

didukung oleg legalitas yang sah in cus surat keputusan Bupati Konawe Nomor 231

Tahun 2013 tanggal 11 April 2013 tentang Perubahan Titik Koordinat Wilayah Izin

Usaha Pertambangan (WIUP) Operasi Produksi oleh PT Multi Bumi Sejahtera

(MBS), maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur ini tidak terpenuhi oleh

perbuatan Terdakwa;

Karena salah satu unsur dalam dakwaan Penuntut Umum tidak terpenuhi

maka Terdakwa tidaklah dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana

sebagaimana dakwaan tunggal penuntut umum;

Oleh karena Terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum maka Terdakwa haruslah

dibebaskan dari dakwaan tersbut;

Terhadap barang bukti berupa tiga tumpukan ore nikel dengan volume

sebesar Rp 12.544,34 Mton, oleh karena terhadap ore nikel tersebut disita dari

terdakwa dan berdasarkan fakta hukum dipersidangan bahwa segala kegiatan

terkait kegiatan tambang yang dibiayai oleh Terdakwa dan sampai proses perkara

52
ini, Terdakwa belum sama sekali mendapatkan hasil atau keuntungan dari kegiatan

tambang tersebut sehingga Majelis menilai bahwa ada tepat dan adil jika barang

bukti tersebut dikembalikan kepada Terdakwa, barang bukti berupa 1 (satu) Unit

Excavator merk Cobelco type sk-200-warna hijau nomor seri JN 12-H6033, 1 (satu)

Unit Excavator merk Caterpllar Type SK-320D warna Kuning Nomor identifikasi

CAT0320DVXBA10877, 1 (satu) Unit Excavator merk Caterpllar Type SK-320D

warna Kuning Nomor identifikasi CAT0320DCWBY10114 oleh karena telah

diketahui kepemilikannya maka ditetapkan agar dikembalikan masing-masing

kepada pemiliknya atas nama: EDI HARTONO sedangkan barang bukti berupa 1

(satu) Unit HandPhone Blackberry warna Putih dari Q10. Warna putih

dikembalikan kepada FENDI GOSEL karena telah diketahui pula kepemilikannya

sedangkan barrang bukti berupa 2 (dua) lembar surat yang diterbitkan oleh Kepala

Dinas Penanaman Modal dan Pelayana Terpada Satu Pintu Nomor:

1179/PDM.PTSP/XII/2017 tanggal 18 Desember 2017 perihal

pembatalan/pencabutan IUP Nomor 231 Tahun 2013 tanggal 11 April 2013, 1

(satu) rangkap surat perjanjian kerjasama Nomor: 001/PK/MBS-BP/IX/2017

tanggal 13 September 2017 antara PT. Multi Bumi Sejahtera dengan Bolden

Pardede tentang Operasi Produksi Tambang Nikel, 1 (satu) rangkap surat perjanjian

kerja sama yang disahkan oleh HJ MEGAHWATI AHUDDIN, S.Sos, M.Kes

sesuai dengan aslinya Nomor:002/PK/MBS-BP/IX/2017 tanggal 8 September 2017

antara PT. Multi Bumi Sejahtera dengan Hj. Megahwati Ahuddin, S.Sos, M.kes

tentang Operasi Produksi Tambang Nikel masing-masing tetap terlampir dalam

berkas perkara.

53
3. Putusan Hakim

1. Menyatakan Terdakwa Bolden Pardede tidak terbukti secara sah dan meyakikan

bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum;

2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari Dakwaan Penuntut Umum

tersebut;

3. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta

martabatnya;

4. Menetapkan barang bukti berupa

a. 3 (tiga) Tumpukan Ore Nikel dengan Volume sebesar 12.544.34 MTON

dikembalikan kepada Terdakwa

b. 1 (satu) Unit EXCAVATOR MERK KOBELCO TYPE SK-200 warna Hijau

Nomor Seri YN 12-H6033

c. 1 (satu) Unit EXCAVATOR MERK CATERPILLAR TYPE SK-320D warna

Kuning Nomor Identifikasi CAT0320DVXBA10877

d. 1 (satu) Unit EXCAVATOR MERK CATERPILLAR TYPE SK-320D warna

Kuning Nomor Identifikasi CAT0320DCWBY10114.

Dikembalikan masing-masing kepada pemiliknya atas nama: Edi Hartono

e. 1 (satu) Unit HandPhone Blackberry warna putih seri Q10 warna putih,

dikembalikan kepada Fendi Gosel

f. 2 (dua) lembar surat yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor: 1179/DM.PTSP/XII/2017 tanggal

18 Desember 2017 perihal Pembatalan/Pencabutan IUP Nomor 231 Tahun

2013 tanggal 11 April 2013.

54
g. 1 (satu) rangkap Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor: 001/PK/MBS-

BP/IX/2017 tanggal 13 September 2017 antara PT Multi Bumi Sejahtera

dengan Bolden Pardede tentang Operasi Produksi Tambang Nikel

h. 1 (satu) rangkap Surat Perjanjian Kerja Sama yang disahkan oleh Hj.

Megahwati Ahuddin, S.Sos., M.Kes sesuai dengan aslinya Nomor:

002/PK/MBS-BP/IX/2017 tanggal 8 Desember 2017 antara PT. Multi Bumi

Sejahtera dengan Hj. Megahwati Ahuddin, S.Sos., M.Kes tentang Operasi

Produksi Tambang Nikel.

Masing-masing tetap terlampir dalam berkas perkara

5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

4. Analisis Penulis

Dalam perspektif yuridis normatif, pada ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan

Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman menjelaskan bahwa Hakim dalam menjatuhkan putusan perlu ada

pertimbangan hakim yang dimuat dalam setiap putusan dan didasarkan pada alasan

dan dasar hukum yang tepat dan benar. Hal tersebut juga dalam ketentuan Pasal

183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang telah menjelaskan secara implisit dan terperinci

bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan pidana harus berdasarkan dua aspek

pertimbangan, yaitu:

1. Aspek pertimbangan yuridis, yaitu hakim dalam menjatuhkan putusan

pidana terhadap seseorang harus berdasarkan minimal dua alat bukti yang

55
sah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa

2. Aspek pertimbangan non yuridis, yaitu berkenaan dengan keyakinan

hakim yang diperoleh berdasarkan alat-alat bukti.

Untuk dapat memberikan putusan yang benar-benar menciptakan

kepastian hukum dan menciptakan keadilan, hakim harus benar-benar sebagai

aparatur negara yang melaksanakan peradilan harus benar-benar mengetahui duduk

perkara yang sebenarnya, serta peraturan hukum yang mengatur terkait

permasalahan atau duduk perkara yang akan diterapkan, baik peraturan hukum yang

tertulis dalam Hierarki Peraturan Undang-Undang maupun hukum yang tidak

tertulis seperti hukum adat/kebiasaan. Karenanya dalam Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan, bahwa hakim wajib

menggalim mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat.

Hakim diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk menerima,

memeriksa, dan memutus suatu perkara pidana, ia harus berbuat mencapai tujuan

hukum yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum dalam menangani

suatu perkara pidana. Dalam memberikan putusan hakim dipengaruhi banyak hal

baik yang ada pada dirinya maupun sekitarnya antara lain agama, kebudayaan,

pendidikan, nilai, norma, dan sebagainya sehingga dapat memungkinkan adanya

perbedaan cara pandang yang mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan

putusan.

56
Kemudian hakim dalam memeriksa serta memutus perkara pidana yang

ada dihadapannya, ia memiliki kebebasan untuk melakukan penilaian. Segalanya

diserahkan pada pandangan maupun keyakinannya untuk menentukan salah

tidaknya terdakwa dalam suatu perkara.

Hal tersebut tentunya dilandasi pertimbangan pada fakta-fakta yang

didapatkan dari persidangan maupun peraturan perundangan-undangan atau hukum

yang berlaku. Namun pada kenyataannya saat ini jarang dijumpai dalam tataran

praktik, sebab sering terjadi peristiwa yang belum diatur dalam hukum atau

peraturan perundangan-undangan, atau walaupun telah diatur tetapi Undang-

Undang tidak mengaturnya secara jelas dan lengkap. Bahkan Undang-Undang

memiliki keterbatasan jangkauan dalam memahami situasi dan kondisi sosial

masyarakat yang dinamis dan berkembang dari waktu-kewaktu yang secara terus

menerus.

Sehingga hakim harus memeriksa memutus perkara tersebut dengan

melakukan penemuan hukum, bahkan kalau perlu dengan jalan menggunakan

kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis.44 Hakikatnya yang meliputi esensi dan

eksistensi putusan hakim harus dapat mencerminkan nilai moral yang berkepastian

dan berkemanfaatan hukum. Jadi hakim pada putusannya dipastikan dapat

memberikan kepastian hukum terhadap terdakwa mengenai stautus hukumnya

apakah diputus bebas, lepas dari segala tuntutannya ataupun putusan terpidana.

44
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
berbunyi: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”

57
Badan hukum atau orang akan melakukan kegiatan penambangan haruslah

memperoleh Izin Usaha Pertambangan, sebab perizinan berusaha adalah legalitas

yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/

atau kegiatannya. Hal tersebut didasarkan pada Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang dimaksud Izin usaha

Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

Sehingga secara hukum setiap orang yang melakukan kegiatan

penambangan tanpa izin akan dipidana berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu Setiap orang yang

melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Terhadap putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor

459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi, penulis tidak sependapat. Putusan ini menyatakan

bahwa perbuatan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut Umum serta

membebaskan terdakwa. Yakni tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana

penambangan tanpa izin dengan berdasarkan pertimbangan hakim bahwa perbuatan

terdakwa didasarkan atas perjanjian kerja sama antara terdakwa dengan pemilik

Izin Usaha Pertambangan (IUP).

58
Perjanjian kerja sama dasar hukumnya adalah berdasarkan Pasal 1338,45

Kemudian Perjanjian kerjasama tersebut tidak boleh bertentangan dengan syarat

sah perjanjian yaitu menurut Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian kerja sama tidak

dikenal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga dapat

digolongkan sebagai perjanjian tidak bernama (innominaat), sebagaimana diatur di

dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu bahwa semua

perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan

suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat didalam

bab ini dan bab yang lalu.

Menurut penulis, hakim kurang cermat dalam mempertimbangan

perjanjian kerja sama antara Terdakwa dengan Saut Sitorus selaku direktur utama

PT Multi Bumi sejahtera sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan. Jika

ditelusuri dari keterangan saksi Saut Sitorus bahwa saksi kerja sama dengan

Terdakwa sejak tahun 2017. Sehingga menurut penulis berdasarkan Pasal 110

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, dimana Pasal 110 mengatur tentang kewajiban pemegang IUP dan IUPK

menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eskplorasi dan operasi produksi

kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Dan

Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara mengatur tentang kewajiban pemegang IUP dan IUPK

memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan

45
Pasal 1338 KUHPerdata (BW) : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

59
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, Gubernur,

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan. Maka pelaku usaha pertambangan

akan menjadi pelaku tindak pidana jika laporan tersebut tidak disampaikan oleh

pelaku usaha atau secara memalsukan dan dapat dijatuhi sanksi pidana dan denda.

Berdasarkan Pasal 12 angka (1) Peraturan Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksaan Kaidah Pertambangan

Yang Baik dan Pengawasan Mineral dan Batubara maka pemilik IUP Operasi

Produksi wajib menggunakan metode eksplorasi, penambangan, pengelohan

dan/atau pemurnian, dan pengangkutan sesuai dengan persetujuan RKAB tahunan.

Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Tahunan yang selanjutnya disebut RKAB

Tahunan adalah rencana kerja dan anggaran biaya tahun berjalan pada kegiatan

Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang meliputi aspek pengusahaan,

aspek teknik, dan aspek lingkungan. RKAB Pertambangan merupakan dokumen

yang wajib diajukan penambang kepada Kementerian ESDM untuk mendapatkan

izin menambang.

Maka menurut penulis hakim harus mempertimbangkan kegiatan

penambangan yang dilakukan Bolden Pardede atas dasar perjanjian kerja sama

dengan Saut Sitorus selaku Direktur PT. Multi Bumi Sejahtera menggunakan IUP

Nomor 231 Tahun 2013 apakah telah memperoleh persetujuan RKAB dari

Kementerian ESDM, hal ini sesuai Pasal 177 Peraturan Pemerintah Nomor 96

Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Miineral dan

Batubara yang berbunyi pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun dan

60
menyampaikan RKAB Tahunan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan

usaha pertambangan kepada Menteri.

Selanjutnya berdasarkan fakta dipersidangan bahwa segala kegiatan terkait

kegiatan tambang dibiayai oleh terdakwa maka menurut hemat penulis Saut Sitorus

selaku direktur PT Multi Bumi Sejahtera (MBS) dapat dikenai Pasal 93 Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa “Pemegang IUP dan

IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.” serta Pasal

65 butir (k) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun

2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada

Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, menyatakan bahwa,

“Pemegang IUP atau IUPK dilarang mengalihkan IUP atau IUPK-nya kepada pihak

lain tanpa persetujuan Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.”

Sehingga menurut penulis konsekuensi dari IUP Operasi Produksi Nomor

231 Tahun 2013 yang dimiliki oleh PT Multi Bumi Sejahtera yaitu pencabutan IUP

Operasi Produksi oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya hal berdasarkan

Pasal 119 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara, bahwa IUP atau IUPK dapat dicabut oleh Menteri, Gubernur,

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya apabila:

a. Pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan

dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan;

b. Pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam undang-undang ini;

61
c. Pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit.

Kemudian putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor

459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi jika ditinjau berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2020 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa Setiap orang

yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 yaitu:

(1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari

Pemerintah Pusat.

(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

melalui pemberian:

a. nomor induk berusaha;

b. sertifikat standar; dan/atau

c. izin.

(3) lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:

a. IUP;

b. IUPK;

c. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Perjanjian;

d. IPR;

e. SIPB;

f. izin penugasan;

62
g. Izin Pengangkutan dan Penjualan;

h. IUJP; dan

i. IUP untuk Penjualan.

j. Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian

Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada

Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara ini lebih kompleks pengaturannya terkait perizinan usaha. Hal ini

berbanding terbalik dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara yang hanya mengatur Izin Usaha

Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan Izin

Pertambangan Rakyat (IPR).

Terkait Putusan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi menurut penulis,

Terdakwa Bolden Pardede yang bekerja sama dengan Direktur Utama PT Multi

Bumi Sejahtera selaku pemegang IUP Nomor 231 Tahun 2013 yang berdasarkan

Surat Perjanjian Kerjasama Nomor: 001/PK/MBS-BP/IX/2017 tentang Operasi

Produksi Tambang maka Bolden Pardede haruslah mengantongi Izin Usaha Jasa

Pertambangan. Sebab Usaha Jasa Pertambangan adalah usaha jasa yang

kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha

pertambangan. Yang dimaksud dengan Usaha Pertambangan berdasarkan Pasal 1

ayat (4) Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pengelenggaraan Usaha

Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara adalah kegiatan dalam rangka

63
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan

umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta pascatambang.

Namun berdasarkan fakta dipersidangan Bolden Pardede sudah melakukan

kegiatan tambang dengan barang bukti berupa tiga tumpukan ore nikel maka

menurut hemat penulis Bolden Pardede telah memenuhi unsur melakukan

penambangan tanpa izin dengan tidaklah mengantongi Izin Usaha Jasa

Pertambangan sehingga berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2020 perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara maka Bolden Pardede dikenai sanksi pidana.

64
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Pada Putusan Nomor 459/Pid.Sus/2019/PN.Kdi menyatakan bahwa

perbuatan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut Umum serta membebaskan

terdakwa. Yakni tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan

tanpa izin dengan berdasarkan pertimbangan hakim bahwa perbuatan terdakwa

didasarkan atas perjanjian kerja sama antara terdakwa dengan pemilik Izin Usaha

Pertambangan (IUP). Putusan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 158 Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2020 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara karena terdakwa melakukan

kegiatan penambangan tanpa mengantongi dan/atau memiliki Izin Usaha Jasa

Pertambangan. Kemudian majelis hakim haruslah mempertimbangkan isi

perjanjian kerjasama dengan memperhatikan apakah perjanjian kerjasama tersebut

memperoleh persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM, hal ini sesuai Pasal 177

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi pemegang IUP dan IUPK wajib

menyusun dan menyampaikan RKAB Tahunan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan kepada menteri.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan agar:

65
1. Hakim dalam persidangan harus lebih teliti dan cermat terkait permasalahan

hukum yang ada dan dapat menselaraskan dengan ketentuan peraturan yang

mengatur pertambangan mineral dan batu bara.

2. Perlu adanya koordinasi antar instasi terkait seperti kementerian ESDM,

pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan instasi penegak untuk mencegah

maraknya kegiatan penambangan tanpa izin yang mengakibatkan dampak

negatif terhadap lingkungan dan pendapatan negara.

66
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asshiddiqqie, Jimly, Teori Dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakatra:
Ind.Hill.Co, 1997

Bakhri, Syaiful, Kebijakan Kriminal, Jakarta: Total Media, 2010

Barkatullah, Abdullah Halim, Buku Ajar Hukum Pertambangan: Sub Sistem Hukum
Sumber Daya Alam, Cetakan II, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2017

Darmodiharjo, Shidarta Darji, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1995

Dellyana, Shant, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1998

H. Salim, Hukum Pertambangan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012

Halim, Abdul, Buku Ajar Hukum Pertambangan, Bandung: Nusamedia, 2017

Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sapta Artha Press, 1996

Haryadi, Dwi, Pengantar Hukum Pertambangan, Bangka Belitung: UBB Pers, 2018

Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP, Jakarta, Sinar


Grafika, 2003

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008

Prakoso, Joko, Kedudukan Jutisiabel dalam KUHAP, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985,

Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, Cetakan 8, Depok: Rajawali Pers, 2017

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung: Sumur, 1977

Rahardjo, Satjipto, penegakan hukum: suatu tinjauan sosiologis, Yogyakarta: genta


Publishing, 2009

Rahmad, Riadi Asra , Hukum Acara Pidana, Pekanbaru: Al Mujtahadah Press, 2020

Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Jakarta: Gramedia,
2001

67
Rifai, Ahmad, Penemuan Hukum oleh Hakim, Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta:
Sinar Grafika, 2010

Roeslan, Saleh, Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, Jakarta: Karya
Dunia Fikir, 1996

Seokanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Press, 2011
Simanjuntak, Nicolas, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Bogor: Galia
Indonesia, 2009

Sudrajat, Nandang, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum,


Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010

Supramono, Gatot, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia, Cetakan
Pertama, Jakarta: Rineka Cipta, 2012

Jurnal

Herman dkk, 2022, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penambangan Mineral di
Kawasan Hutan Tanpa Izin, Halu Oleo Legal Research, Vol. 4, Issue 2, August
2022
Hasaziduhu Moho, Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum,
Keadilan dan Kemanfaatan, Jurnal Warta, Januari 2019

Pertiwi, Marisa Dian dan Edi Setiadi, Penegakan Hukum Praktek Illegal Mining, Jurnal
Prosiding Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 1, 2019

Rian Ardiansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli
Melalui Internet (E-Commoerce), skripsi, Makassar, Universitas Hasanuddin, 2014

Sumber Lain

Asshiddiqie, Jimly, Makalah Penegakan Hukum, google.com tanggal akses 10 oktober


2022

Redi, Ahamd, Sengkarut Legislasi Mineral dan Batubara,


https://www.hukumonline.com/berita/a/sengkarut-legislasi-mineral-dan-batubara-
lt5f14365e34c7f?page=all tanggal akses 10 Oktober 2022

Suparman, Polda Sultra Tangani 175 Kasus Pertambangan, Antara Sultra, Polda Sultra
Tangani 175 Kasus Pertambangan - ANTARA News Sulawesi Tenggara -
ANTARA News Kendari, Sulawesi Tenggara - Berita Terkini Sulawesi Tenggara
tanggal akses 16 Oktober 2022

68

Anda mungkin juga menyukai