Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH PENGETAHUAN TERAPIS GIGI DAN MULUT

TERHADAP RISIKO TERJADINYA MUSCULOSKELETAL


DISODERS (MSDs) DI KOTA KENDARI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan


Gigi (A.Md Kes)

Diajukan Oleh:

SANTRI SAFIRA
KG.20.047

PROGRAM STUDI D-III KESEHATAN GIGI


POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARI
KENDARI
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal KTI
PENGARUH PENGETAHUAN TERAPIS GIGI DAN MULUT TERHADAP
RISIKO TERJADINYA MUSCULOSKELETAL DISODERS (MSDs) DI KOTA
KENDARI
Oleh :
Santri Safira
Nim: KG.20.047
Telah dilakukan pembimbingan proposal kti dan dinyatakan layak untuk melanjutkan
penelitian
Kendari 21 maret 2023
Menyetujui,
Penguji I Pengnuji II

Nurasyah,S.Tr.Kes.,M.Tr.TGM Febby Rahmadhani,S.Tr.Kes.,M.Tr.TGM


NIDN. 0926119601 NIDN.0926119601

Pembimbing I Pembimbing II

Nia Afdillah,S.Tr.Kes.,M.Tr.TGM Adriatman Rasak SKM,MM


NIDN.0921089601 NIDN.0929069002

Mengetahui,
Kaprodi DIII kesehatan gigI

Asmawati, S.ST.,M.Kes
NIDN. 0923108904

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................vi
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
A. Latar Belakang Penelitian ....................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................5
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
A. Rujukan Penelitian ...............................................................................7
B. Landasan Teori ....................................................................................9
1. Musculoskeletal disoders (MSDs) ...........................................9
C. Kerangka Konsep ...............................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................
A. Jenis Penelitian ...................................................................................22
B. Desain Penelitian ................................................................................22
C. Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................23
D. Populasi dan Sampel ..........................................................................23
1. Populasi ..................................................................................23
2. Sampel ....................................................................................24
3. Teknik Pengambilan Sampel ..................................................24
E. Variabel Penelitian .............................................................................25
F. Definisi Operasional ...........................................................................25
G. Hipotesis Penelitian.............................................................................26
H. Prosedur Penelitian .............................................................................26
1. Alat, Bahan dan Subjek Penelitian .........................................26
2. Cara Kerja ..............................................................................27

iii
3. Instrumen Penelitian ...............................................................28
4. Analisis Data ..........................................................................28
a. Data ............................................................................28
b. Sumber data ................................................................29
c. Teknik pengumpulan data ..........................................29
d. Penyajian data ............................................................30
e. Pengolahan data .........................................................30
f. Skema jalannya penelitian ..........................................32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defini Oeprasional Variabel .................................................................26

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep .............................................................................25

Gambar 3.1 Desain Penelitian ..............................................................................26

vi
DAFTAR ISTILAH

APD : Alat Pelindung Diri


BMI : Body Mass Index
GBD : Global Burden of Disease
GPAQ : Global Physcal Aktivity Questionnairr
IMT : Indeks Massa Tubuh
LBP : Low Back Pain
METs : Metabolic Equivalent of Task
MSDS : Musculoskeletal disoders
NBM : Nordic Body Map
PAK : Penyakit Akibat Kerja
REBA : Rapid Entire Body Assessment
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
WHO : World Health Organization

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan merupakan

keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial tidak hanya

terbebas dari penyakit atau kelemahan dan catat (WHO, 2018). Kesehatan

adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi

(Susanti and Surya Purnama 2021). Banyak kondisi yang menyebabkan

seseorang yang menjadi tidak sehat, bisa karena penyakit ataupun penyakit

akibat kerja (Aprianto, Hidayatulloh, and Zuchri 2021).

Jumlah kasus Penyakit Akibat Kerja (PAK) di seluruh dunia berkisar

20% hingga 33% sedangkan menurut Global Burden of Disease (GBD)

Penyakit Akibat Kerja (PAK) menyumbang sebanyak 16% kecacatan global.

Di Indonesia Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebagian besar disebabkan oleh

minimnya pemahaman tenaga kerja dan kompetensi tenaga kerja yang belum

komprehensif (Aprianto, Hidayatulloh, and Zuchri 2021).

Data riset kesehatan dasar tahun 2018, menyatakan bahwa 7,30%

Penyakit Akibat Kerja (Musculoskeletal Disoders) di pedesaan lebih tinggi

dari pada di perkotaan hanya sebanyak 6,7%. Prevalensi Musculoskeletal

disoders tahun 2018 menunjukkan Provinsi Sulawesi Tenggara berada pada

peringkat ke-25 berdasarkan diagnosis dokter dengan persentase sebanyak

5,63%. Terdapat prevalensi penyakit dari sistem otot serta jaringan pengikat

bersumber dari profil kesehatan Kota Kondari ditahun 2018 sebanyak 9,00%

1
berada pada peringkat ke-4 (Dinkes Kota Kendari 2018). Tahun 2019

sebanyak 9,35% dan berada pada peringkat ke-2 (Dinkes Kota Kendari 2019)

(Riskesdas,2018).

Mengenai kesehatan yaitu setiap tempat kerja harus melaksanakan

upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,

keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Penyakit akibat kerja

disebabkan dari 2 faktor, yakni lingkungan dan hubungan kerja. Penyakit

akibat kerja yang memiliki hubungan pada pekerjaan diakibatkan adanya

paparan pada lingkungan kerja (Aprianto, Hidayatulloh, and Zuchri 2021).

Pekerja tidak hanya berisiko menderita penyakit akibat kerja namun juga

penyakit terkait kerja. Salah satu profesi pekerjaan yang memiliki risiko

akibat pekerjaan yang cukup tinggi adalah terapis gigi dan mulut (Waskito et

al. 2021).

Terapis gigi dan mulut merupakan seorang yang bekerja sebagai

dental assistant saat melakukan perawatan gigi dan mulut. Tugas pokok

terapis gigi dan mulut berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 20

Tahun 2016 adalah melaksanakan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan

Mulut, di bidang promotif, preventif, dan kuratif terbatas untuk meningkatkan

derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal pada individu, kelompok, dan

masyarakat (Nopiah Epi et al., 2020). Bekerja sebagai terapis gigi dan mulut

memiliki beberapa faktor risiko kesehatan kerja yang lebih tinggi

dibandingkan pekerjaan lainnya. Faktor risiko tersebut antara lain tekanan

2
yang berlebihan, kondisi pencahayaan yang buruk, dan posisi kerja yang tidak

sesuai saat melakukan perawatan (Waskito et al. 2021).

Aktivitas kerja yang besar dapat menyebabkan terapis gigi dan mulut

mengalami berbagai macam bahaya dalam pekerjaannya. Salah satu unsur

bahaya kesehatan dental ergonomi yaitu Musculoskeletal disoders (MSDs)

(Waskito et al. 2021). Gangguan musculoskeletal disoders adalah sebuah

cedera yang mempengaruhi gerakan sistem tubuh manusia seperti otot,

tendon, ligament, saraf, pembuluh darah dan lainnya. Keluhan

musculoskeletal disoders adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka

yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan sampai sangat sakit.

Jika otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama,

maka dapat menimbulkan keluhan berupa kerusakan sendi, ligament, dan

tendon (Erina et al., 2020).

Penyebab terjadinya gangguan musculoskeletal disoders diantaranya

disebabkan oleh peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang, sikap

kerja tidak sesuai, tekanan berlebihan dan beberapa ahli menjelaskan bahwa

faktor individu seperti umur, jenis kelamin, aktivitas kerja, kekuatan fisik,

dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot

skeletal. Gangguan musculoskeletal disoders sering terjadi pada praktisi

kesehatan, diantara praktisi kesehatan yang paling berisiko mengalami

gangguan musculoskeletal disoders adalah terapis gigi dan mulut ( Erina et

al., 2020).

3
Upaya pencegahan risiko Muskuloskeletal disoders (MSDs) dilakukan

dengan penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.

Terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk mencegah dan

menanggulangi keluhan muskuloskeletal akibat kerja, diantaranya pendekatan

ergonomi dan metode edukasi sehingga mampu meningkatkan pengetahuan

terapis gigi tentang keluhan musculoskeletal serta posisi kerja yang baik dan

benar (ergonomi) (Puspitasari et al. 2020).

Hasil penelitian Murtiwardhani & Shoumi tahun 2020 menyatakan

bahwa keluhan musculoskeletal disoders (MSDs) pada dokter gigi di

puskesmas Kota Malang menunjukkan bahwa masa kerja dan durasi jam

kerja mempunyai pengaruh sebesar 55.6% terhadap risiko terjadinya

Musculoskeletal disoders (MSDs) (Murtiwardhani and Shoumi 2019).

Hasil survey yang dilakukan pada terapis gigi dan mulut pada tanggal

25 maret 2023 dengan menggunakan geogle form yang berisi 10 pertayaan

mengenai pengetahuan tentang musculokeletal disoders di ketahui bahwa dari

10 di survei rata – rata responden memiliki pengetahuan yang rendang

tentang risiko terjadinya Musculoskeletal disoders (MSDs) hampir 70 %

responden meiliki pengetahuan yang masih sangat kurang tentang

Musculoskeletal disoders (MSDS). Berdasarkan latar belakang di atas,

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap

risiko terjadinya Musculoskeletal disoders (MSDs) pada terapis gigi dan

mulut di Kota Kendari.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat di rumuskan

masalah penelitian “Bagaimana pengetahuan terapis gigi dan mulut

terhadap risiko terjadinya Musculoskeletal disoders (MSDs) di Kota

Kendari

C. Tujuan Masalah

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengetahuan terapis gigi

dan mulut terhadap risiko terjadinya musculoskeletal disoders (MSDs) di

Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui Pengetahuan terapis gigi dan mulut terhadap

risiko terjadinya Musculoskeletal disoders (MSDs) di Kota Kendari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah wawasan penulis mengenai resiko terjadinya

Musculoskeletal disoders (MSDs) dalam lingkup kerja terapis gigi dan

mulut di Kota Kendari

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi

bagi kepentingan pendidikan dan tambahan kepustakaan dalam

pengembangan ilmu di jurusan kesehatan gigi Politeknik Bina Husada

Kendari.

5
b. Bagi terapis gigi dan mulut, Sebagai masukan agar mengetahui

bagaimana pengaruh pengetahuan terhadap risiko terjadinya

Musculoskeletal disoders (MSDs) yang bekerja di Kota Kendari.

c. Manfaat Bagi Institusi

Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan diharapkan dapat

menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagi kalangan yang akan

melakukan penelitian lebih lanjut dengan topik yang berhubungan

dengan judul penelitian di atas.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rujukan Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh (Rahmaningrum, Widjasena, and

Kurniawan 2022) dengan judul Faktor yang mempengaruhi kejadian

musculoskeletal Disoders pada dokter gigi penelitian ini bertujuan untuk

faktor yang menyebabkan terjadinya Musculoskeletal Disoders pada dokter

gigi. Hasil penelitian 7 artikel berdasarkan metode Literature Review, MSD

pada dokter gigi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor risiko

penyebab kejadian MSD dibagi menjadi 2 yaitu faktor individu dan faktor

pekerjaan. Faktor individu yang dapat memengaruhi risiko kejadian MSD

adalah usia, jenis kelamin, dan masa kerja. Faktor yang memiliki banyak

ulasan dalam artikel adalah faktor masa kerja. Faktor pekerjaan yang

memiliki efek kepada MSD adalah postur kerja, beban kerja, durasi kerja.

2. Penelitian yang dilakukan oleh (Mustiko and Aditama 2020) penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelelahan musculoskeletal terhadap

peningkatan kadar asam laktat pada perawat gigi wanita. Hasil Dependent t

test menunjukkan nilai p<0,05, yang menunjukkan terjadi perbedaan yang

signifikan antara sebelum dan sesudah bekerja. Terjadi peningkatan kadar

asam laktat pada perawat gigi wanita setelah bekerja 6 jam, serta keluhan

gangguan musculoskeletal di lokasi pinggang, punggung, lehar dan tangan.

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh kelelahan

musculoskeletal.

7
3. Penelitian Yuuly endang, America Briliana Shouni ( 2020 ) penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh lam aktifitas kerja pada dokter gigi

terhadap kejadian Musculokleletal Disoders, Hasil penelitian menunjukkan

sebanyak 5 responden (23,80%) memiliki masa kerja 10-20 tahun dan 16

responden (76,19%) memiliki masa kerja >20 tahun. Durasi jam kerja < 8

jam/hari sebanyak 6 responden (28,57%) dan 15 responden (71,42%)

bekerja selama ≥ 8 jam dalam sehari. Kesimpulan: Berdasarkan metode

REBA didapatkan tingkat risiko MSDs sedang sebanyak 6 responden

(28,57%), tinggi 12 responden (57,14%), dan sangat tinggi 3 responden

(14,28%). Terdapat pengaruh yang signifikan sig. F (0.015) < α = 0.05 dari

masa kerja dan durasi jam kerja terhadap tingkat risiko terjadinya MSDs.

4. Penelitian yang dilakukan oleh (Andayasari and Anorital 2020) Gangguan

muskuloskeletal dengan gejala kekakuan otot leher, bahu, punggung, rasa

kesemutan pada telapak dan jari-jari tangan, nyeri hebat pada punggung

bagian bawah sangat sering ditemukan sehubungan dengan jenis pekerjaan,

termasuk pada dokter gigi. Posisi kerja yang menetap dan kaku pada saat

merawat pasien, peralatan yang digunakan tidak ergonomis merupakan

faktor risiko (high risk) dokter gigi mengalami gangguan muskuloskeletal.

Upaya pencegahan yang harus dilakukan dengan mengantisipasi faktor

risiko penyebab gangguan muskuloskeletal antara lain: menggunakan

peralatan yang ergonomis, menggunakan four-handed dentistry, latihan

relaksasi otot/yoga, dan adanya jeda waktu antara satu pasien dengan

pasien berikutnya

8
B. Landasan Teori

1. Musculoskeletal Disoders (MSDs)

a. Pengertian Musculoskeletal Disoders

Musculoskeletal Disoders (MSDs) adalah gangguan pada otot,

syaraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, dan tulang belakang. Gangguan

tersebut secara umum terjadi secara berangsur atau berkembang secara

kronis bukan merupakan hasil kejadian spontan. Meskipun demikian

kejadian spontan seperti terpeleset dan terjatuh biasanya merupakan

penyebab terjadinya masalah muskuloskeletal, contohnya low back pain

(NIOSH, 1997).

Musculoskeletal disoders adalah gangguan pada bagian otot

skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis

secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan

akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan

tendon (Hartono and Soewardi 2017).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi

otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat

dengan durasi pembebanan panjang. Sebaliknya, keluhan otot

kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antar

15% – 20% dari kekuatan otot maksimum.

b. Gejala MSDs

Menurut Nurhikma Tahun 2011 mengungkapkan bahwa ada

beberapa gejala yang akan menunjukan tingkat keparahan pada

Musculoskeletal Disoders dapat di lihat sebagai berikut :

9
a) Tahap 1

Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala

ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam).

Tidak berpengaruh pada performa kerja. Efek ini dapat pulih

setelah istirahat

b) Tahap 2

Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah

bekerja. Tidur mungkin terganggu, kadang-kadang menyebabkan

berkurangnya performa kerja

c) Tahap 3

Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika

bergerak secara repetitif. Tidur terganggu dan sulit untuk

melakukan pekerjaan, kadang- kadang tidak sesuai kapasitas kerja

(Rais 2018).

c. Keluhan MSDs

Keluhan musculoskeletal disoders adalah keluhan pada bagian-

bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan

sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis

secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan

keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan

hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan

Musculoskeletal Disoders (MSDs) atau cedera pada sistem

10
musculoskeletal (Rais 2018). Secara garis besar keluhan otot dapat

dibagi menjadi dua yaitu:

a) Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat

otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan

segera hilang apabila pembebanan di hentikan

b) bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan,

namun rasa sakit pada otot terus berlanjut. Salah satu faktor yang

menyebabkan keluhan musculoskeletal adalah sikap kerja yang tidak

alamiah. Di Indonesia posisi kerja yang tidak alamiah banyak

disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara dimensi alat dan

stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja maupun tingkah laku

pekerja itu sendiri

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi

otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat

dengan durasi pembebanan panjang. Sebaliknya, keluhan otot

kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar

antar 15% – 20% dari kekuatan otot maksimum (Hartono and

Soewardi 2017).

d. Faktor Gejala Musculoskeletal Disoders (MSDs)

Menurut Tarwakan ( 2017 ) ada bebebrapa faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :

11
1) Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exerting) pada

umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas

kerjanya menurut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas,

mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat.

Peregangan otot berlebihan maka dapat mempertinggi risiko

terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya

cidera otot seketal (Annisa 2019).

2) Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara

terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu

besar, dan angkat angkut. Keluhan otot terjadi karena otot

menerima tekanan akibat beban kerja yang terus menerus tanpa

memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Annisa 2019).

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara

terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu

besar, angkat-angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot

menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa

memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Shobur, Maksuk, and

Sari 2019).

Menurut hasil penelitian, teori dan penelitian terkait,

peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara aktifitas

berulang dengan Musculoskeletal disoders (MSDs) dikarenakan

12
pekerja yang dalam melakukan pekerjaan secara terus menerus

dan berulang ulang atau monoton mempunyai risiko bahaya yang

tinggi untuk mengalami Musculoskeletal disoders (MSDs) dan

tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan

beban kerja berat serta tenaga besar dalam waktu yang sangat

cepat dan waktu pemulihan yang kurang.

3) Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja yang tidak alamiah merupakan sikap kerja yang

dapat menyebabkan posisi pada bagian tubuh bergerak menjauh

posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan pada saat mengangkat,

punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat. Semakin jauh

posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi

risiko terjadinya keluhan otot skeletal (Annisa 2019).

Posisi kerja dengan sikap yang sala dapat meningkatkan

energi yang dibutuhkan, sehingga sikap kerja harus sesuai dengan

posisi kerja. Posisi kerja yang kurang benar dapat menyebabkan

perpindahan dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga

mudah mengalami kelelahan dalam bekerja. Posisi kerja tersebut

merupakan aktivitas dari pengulangan atau waktu lama dalam

posisi menggapai, berputar, memiringkan badan, berlutut,

memegang dalam posisi statis dan menjepit dengan tangan. Dalam

melakukan aktivitas tersebut, dilibatkan beberapa anggota tubuh

13
seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah tersebut yang

rentan mengalami cedera (Rahmawati 2020).

4) Force/load

Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk

melakukan pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga

bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi

aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya. Massa beban/objek

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan

otot rangka.

Dalam bebrapa penelitian menunjukan ada beberapa faktor

yang dapat menyebabkan resiko terjadinya Musculoskeletal Disoders

di antaranya adalah :

1) Faktor Individu

a) Umur

Prevalensi Musculoskeletal disoders (MSDs) seseorang

meningkat saat mereka mulai masuk bekerja. Pada umumnya

keluhan taticskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun dan

semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini

disebabkan perubahan biologis secara alamiah pada usia paruh

baya kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun karena

proses penuaan, misalnya skeletal otot, tendon, dan sendi

sehingga resiko terjadinya keluhan pada otot meningkat

(Gujarati, 2019).

14
Pada umumnya keluhan skeletal mulai dirasakan pada

usia kerja, yaitu pada usia 25 – 65 tahun biasanya akan mulai

dirasakan pada usia 35 tahun dan akan semakin meningkat

semakin bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia

setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot akan meningkat

(Dwi Hartono and Soewardi 2019).

Dalam sebuah laporan nasional Sebagai contoh, Betti’e

et al (1989) telah melakukan studi tentang kekuata tatic otot

untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di

atas 60 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan

otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun,

selanjutnya terus terjadi penururnan sejalan dengan

bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rata-

rata kekuatan otot menurun sampai 20%. Pada saat kekuatan

otot mulai menurun, maka resiko terjadinya keluhan otot akan

meningkat (Gujarati 2019).

Pada jurnal (Prahastuti, Djaali, and Usman 2021)

menyatakan bahwa usia menunjukkan 83,8% usia ≥ 38 tahun

yang mengalami gejala musculoskeletal disoders (MSDs) dan

sebesar 67,1% usia < 38 tahun mengalami gejala

Musculoskeletal disoders (MSDs). Terdapat hubungan yang

signifikan antara usia dengan gejala Musculoskeletal disoders

(MSDs). Pekerja yang berusia ≥ 38 tahun memiliki peluang

15
untuk mengalami gejala Musculoskeletal disoders (MSDs)

sebesar 2,5 kali dibandingkan dengan pekerja berusia < 38

tahun.

b) Jenis kelamin

Beberapa studi menunjukkan pekerja laki-laki memiliki

risiko yang lebih tinggi terkena Musculoskeletal disoders.

Kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot laki-laki

(Jusman 2018).

Proporsi responden berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan bahwa pekerja perempuan sebanyak 18 orang

(35,3 %), sedangkan pekerja laki- laki sebanyak 33 orang (64,7

%) (Syaifa, 2017).

Studi dynamometri menyatakan bahwa, wanita

mengalami peningkatan tegangan otot yang tiba-tiba beberapa

hari sebelum haid dimulai dan berlanjut dengan tingkat

ketegangan otot yang rendah selama haid. Selain itu, kebiasan-

kebiasaan khas wanita dapat meningkatkan risiko terjadinya

LBP serta mengenakan sepatu hak tinggi atau menjingjing

barang-barang belanjaan secara tidak seimbang. Artinya beban

bagian kanan atau kiri lebih berat dari bagian satunya.

c) Indeks Masa Tubuh

Indeks massa tubuh merupakan salah satu indikator

status gizi seseorang. Penentuan nilai indeks massa tubuh dapat

16
diperoleh dengan beberapa metode. Salah satu metode

penentuan indeks massa tubuh seseorang adalah dengan rumus

berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi

badan (dalam meter). Menurut WHO (2005), indeks masa

tubuh dibagi ke dalam empat kategori yaitu kurus (<18,5),

normal (18,5 – 25), overweight (25 – 30), dan obesitas (>30).

Menurut Supariasa (2020), Indeks Massa Tubuh (IMT)

atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang

sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan

berat badan. Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk

seseorang maka bertambah besar risikonya untuk mengalami

Musculoskeletal disoders (MSDs). Hal ini dikarenakan

seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk

menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan

otot punggung bawah proporsi.

e. Pencegahan MSD’s

Profesi dokter gigi menghabiskan hari kerja dengan posisi

tubuh yang canggung dan posisi tubuh yang statis sesuai dengan

prosedur yang tepat. Posisi yang canggung dan statis yang dilakukan

oleh dokter gigi tersebut apabila secara terus menerus dilakukan dan

dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkanMusculoskeletal

disoders (MSDs). Oleh sebab itu ada berbagai cara yang dapat

17
dilakukan untuk mencegah Musculoskeletal disoders (MSDs), antara

lain (Zamrodah 2019).

1) Merubah Postur Tubuh

Posisi duduk dan berdiri harus berseling untuk mengurangi

posisi yang melelahkan dan memaksimalkan keragaman postur.

Dimana gerakan berseling tersebut akan membantu untuk

mengurangi kelelahan otot. Posisi berdiri menggunakan otot-otot

yang berbeda dengan posisi duduk, oleh karena itu melakukan

posisi yang berseling antara 2 posisi tersebut dapat memberikan

kesempatan pada otot untuk beristirahat, sedangkan kelompok otot

lainnya bekerja (Bhandari et al. 2018).

2) Gunakan Bantuan

Ketika duduk ataupun berdiri hal yang harus kita perhatikan

adalah tidak bersandar ke depan atau membungkuk pada postur

yang tidak menggunakan alat atau bantuan pendukung dalam

waktu yang panjang. Posisi duduk seharusnya lurus atau agak

berbaring di kursi yang memiliki sandaran belakang yang baik, dan

menggunakan penunjang kaki yang baik jika diperlukan

(Zamrodah 2019)

Penelitian menunjukkan bahwa menjaga bentuk punggung

bagian belakang ketika duduk dapat mengurangi atau mencegah

sakit punggung bagian belakang. Sedikit memiringkan sudut dari

kursi sekitar 5 sampai 15 derajat meningkatkan bentuk dari

18
punggung. Hal ini akan menempatkan pinggul sedikit lebih tinggi

dari lutut dan meningkatkan sudut pinggul lebih dari 90 derajat

yang memungkinkan posisi dekat dengan pasien (Bhandari et al.

2018)

3) Posisi pasien dan berat yang sesuai

Kesalahan yang sering terjadi dialami dokter gigi adalah

pada saat memposisikan pasien dengan posisi terlalu tinggi. ini

menyebabkan peninggian pada bahu dan otot lengan yang

menyebabkan otot statis berkepanjangan sehingga terjadi

ketegangan di leher dan bahu. Penggunaan kacamata pembesar

(loop) memungkinkan operator mempertahankan jarak kerja yang

lebih baik dan posisi pasien pada ketinggian yang tepat dengan

bahu rileks dan lengan bawah kira-kira sejajar dengan lantai

(Zamrodah 2019).

4) Posisi Kerja

Dalam bekerja dokter gigi juga harus memperhatikan

bagaimana posisi kerja yang baik untuk menghindari terjadinya

MSD's. 12-hour clock position merupakan posisi yang baik untuk

diterapkan, adapun posisi tersebut sebagai berikut (Zamrodah

2019)

a) 8 o’clock position

Posisi operator pada posisi jam 8 berada di depan pasien

b) 9 o’clock position

19
Posisi operator pada posisi jam 9 berada di samping pasien

c) 10 to 11 o”clock position

Posisi operator pada posisi jam 10 ke 11 berada di sudut dari

sandaran kepala pasien

d) 12 o’clock position

Posisi operator pada posisi jam 12 berada di belakang sandaran

kepala

5) Mengendalikan Sistem Kerja

Mengendalikan sistem kerja dapat membantu mengurangi

risiko bahaya yang menyebabkan MSD's. contoh pengendalian

sistem kerja dapat mencakup kebijakan dan prosedur dalam

bekerja, rotasi pekerjaan atau tugas agar tidak melakukan posisi

statis dalam waktu yang panjang, serta pelatihan teknik yang tepat

(seperti pengangkatan atau penggantian pasien yang aman

(Zamrodah 2019)

6) Alat pelindung diri

Mengontrol bahaya MSD's pada pekerja adalah metode

yang paling efektif untuk mencegah MSD's. Kontrol biasanya

dilakukan dengan Alat Pelindung Diri (APD). Beberapa bentuk

APD dapat membantu mengurangi risiko MSD's. Contoh alat

pelindung diri yang termasuk adalah sarung tangan yang dimana

fungsinya adalah untuk menyerap goncangan, bantalan lutut gel,

atau sol. Bentuk APD lainnya, seperti sabuk pengaman atau

20
pergelangan tangan, belum terbukti efektif dalam mencegah MSD

untuk orang dewasa sehat rata-rata (Zamrodah 2019).

B. Kerangka Konsep

Terapis gigi dan mulut Pengetahuan


Muskulokeletal
Disoders (MSDS)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Bebas

: Variabel Terikat

21
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan studi observasional analitik

untuk memberikan analisis mengenai penelitian yang dilakukan dengan

mengamati kondisi-kondisi yang terjadi melalui observasi langsung. Observasi

ini menggunakan desain penelitian cross sectional untuk melihat faktor risiko

suatu pajanan di tempat tertentu pada waktu tertentu. Peneliti menggunakan

metode observasi ini karena lebih mudah dilaksanakan, tidak membutuhkan

jangka waktu yang lama, dan dapat memberikan analisis faktor risiko suatu

pajanan yang ada ditempat kerja.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian bertujuan untuk membangun strategi yang berguna

yang menghasilkan model penelitian (Moleong, 2014). Desain penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah design tipe one-grup pre-test and post-

test design.

Berikut desainnya :

Pre-test Perlakuan Post-test

O1 X O2

Gambar 3.1 desain penelitian

22
Keterangan :

O1: Pengukuran penilaian pengetahuan musculoskeletal disoders (MSDs)

pada terapis gigi dan mulut sebelum diberikan perlakuan berupa video

edukasi dan poster (Pre-test).

X: Pemberian perlakuan berupa video edukasi dan poster

O2: Pengukuran penilaian pengetahuan musculoskeletal disoders (MSDs)

pada terapis gigi dan mulut setelah diberikan perlakuan berupa video

edukasi dan poster (post-test).

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan pada

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di lakukan di Kota Kendari

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2013), populasi adalah wilayah generalisasi

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu (Jasmalinda 2021). Populasi pada penelitian ini adalah terapis gigi

dan mulut yang bekerja sebagai dental assistant yang berada di Kota

Kendari. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah berjumlah 50 orang

Terapis gigi dan mulut.

23
2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi yang

akan di ambil. Sampel pada penelitian ini adalah dental assistant yang

merupakan terapis gigi dan mulut yang sudah bekerja yang berada di kota

kendari yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun yang berjumlah 50

orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penentuan sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan purposif sampling. Purposive sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian

penentuan sampel di dasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi sebagai

berikut :

Kriteria Inklusi

a. Bersedia menjadi sampel

b. Bekerja di Kota Kendari

c. Masa kerja minimal 1 tahun

Kriteria eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi sampel

b. Tidak bekerja di Kota Kendari

c. Masa kerja < 1 tahun

24
E. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah terapis gigi dan mulut.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah pengetahuan Musculoskeletal

Disoders (MSDs).

F. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala Ukur
Terapis gigi dan Terapis Gigi dan Kuesioner Nominal
mulut Mulut merupakan salah
satu tenaga kesehatan
yang mempunyai
kemampuan di bidang
promotif dan preventif
serta mampu
berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain
dalam mengatasi
permasalahan
kesehatan gigi dan mulut
Pengetahuan Pengetahuan adalah Kuesioner Rasio
tentang informasi yang diketahui pengetahuan
Musculoskeleta atau disadari oleh Musculoskeletal
l disoders seseorang. Pada disoders
(MSDs) penelitian ini (MSDs) dengan
pengetahuan tentang indikator jika
risiko terjadinya sampel
Musculoskeletal disoders menjawab benar
(MSDs) pada terapis gigi di beri skor 1
dan mulut. Dalam hal ini dan jika
pengetahuan yang menjawab salah
diukur. di beri skor 0

25
G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini yaitu:

1. H0 : tidak ada pengaruh pengetahuan terapis gigi dan mulut terhadap risiko

terjadinya Musculokeletal Disoders (MSDs) di Kota Kendari

2. H1 : ada pengaruh pengetahuan terapis gigi dan mulut terhadap resiko

terjadinya Musculokeletal Disoders (MSDs) di Kota Kendari

H. Prosedur Penelitian

1. Alat, Bahan dan Subjek penelitian

a. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meluputi

Alat

1) Alat Tulis

2) Laptop

3) Proyektor

Bahan

1) Kuesioner pengetahuan Musculoskeletal disoders (MSDs)

2) Media poster

3) Media video edukasi

b. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah terapis gigi dan mulut

dengan masa pengabdian minimal 1 tahun yang berjumlah 50 orang

terapis gigi dan mulut.

26
2. Cara kerja

Cara kerja dalam tinjauan prosedur penelitian ini dibagi dalam 2 tahap

yaitu tahap persiapan dan tahap kerja.

a. Tahap Persiapan

1) Peneliti melakukan survey lokasi penelitian

2) Peneliti meminta ijin penelitian dari Kampus Politeknik Bina

Husada Kendari

3) Peneliti menyampaikan surat izin penelitian kepada pemilik

tempat di Kota Kendari

4) Peneliti memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan penelitian

kepada terapis gigi dan mulut di Kota Kendari.

b. Tahap kerja

1) Peneliti membagikan informed consent

2) Peneliti menjelaskan kepada terapis gigi tentang pengisian

kuesioner

3) Peneliti membagikan kuesioner pengetahuan Musculoskeletal

disoders (MSDs) kepada sampel (pre-test)

4) Peneliti memberikan edukasi berupa video edukasi dan poster

5) Peneliti membagikan kuesioner pengetahuan Musculoskeletal

disoders (MSDs) kepada sampel (Post-test)

6) Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah di isi sampel untuk

di analisa kembali

27
3. Instrumen Penelitian

Untuk menunjang penelitian peneliti membutuhkan intrumen

penelitian dalam hal ini adalah kuesioner Pengetahuan Musculoskeletal

disoders (MSDs) kepada responden yang menjadi sampel.

a. Kuesioner Pengetahuan Musculoskeletal disoders (MSDs)

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner untuk mengukur pengetahuan terapis gigi dan

mulut adalah kuesioner pengetahun. Metode ini untuk menilai

pengetahuan terapis gigi dan mulut yang mudah dilakukan, praktis,

cocok untuk individu, kelompok kecil ataupun massal dan dapat

memberikan informasi secara terinci serta biayanya murah. Formulir

kuesioner terdiri dari 10 soal dengan menggunakan skala guttman.

Skala dalam penenlitian ini, akan di dapat jawaban yang tegas, yaitu

“benar dan salah”. Responden hanya di diminta untuk memilih

jawaban yang dianggap sesuai dengan responden. Penilaian pada

kuesioner ini yaitu “benar dan salah”. Untuk jawaban benar skor =1

dan jawaban salah skor = 0.

4. Analisa Data

a. Data

a) Jenis Data

Ada dua macam jenis data pada umumnya yaitu data

kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif merupakan data

atau informasi yang di dapatkan dalam bentuk angka. Dalam

28
penelitian ini penulis menggunakan data kuantitatif, karena suatu

data yang diperoleh nantinya berupa angka. Dari data yang

dihasilkan kemudian dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk

tabel, dan akan di analisis lebih lanjut menggunakan program

SPSS (Statistical Product and Service Solution).

b. Sumber Data

1) Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

langsung dari lapangan berupa hasil kuisioner dan pemeriksaan.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang disajikan oleh pihak lain dalam

bentuk publikasi dan jurnal.

c. Teknik Pengumpulan Data

Metode pemgumpulan data adalah suatu proses pengumpulan

data primer dan data sekunder dalam suatu penelitian. Metode

pengumpulan data yang umum digunakan dalam suatu penelitian

adalah wawancara, kuesioner dan observasi. Dalam penelitian ini

metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner Pre-test

dan kuesionner Post-tes serta hasil observasi langsung. Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Kuesioner

Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

29
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Dalam

kuesinoner ini berisi 10 bertayan yang di uji validas dan

reliabilitas untuk di dapatkan nilai valid pada kuesioner ini, isi

kuesioner ini berisi pengetahuan tentang MSDs atau

(Musculokeletal Disorders)

2) Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang

kompleks karena melibatkan berbagai faktor dalam

pelaksanaannya. Observasi pada penelitian ini dengan melihat

kegiatan dan aktifitas terapis gigi dan mulut dalam melakukan

terapi kesehatan gigi dan mulut dan dental asisteren

d. Penyajian Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini diolah dan disajikan

dalam bentuk tabel dan narasi.

e. Pengolahan Data

Setelah data berhasil di kumpulkan langkah selanjutnya adalah

mengolah data. Metode analisis atau pengolahan data menggunakan

SPSS (Statistical Product and Service Solution). Dilanjutkan dnegan

mengunakan uji normalitas untuk setiap analisis, kemudian di

lanjutkan dengan pemilihan uji, jika data tidak terdistribusi normal

menggunakan uji Wilcoxon dan jika data terdistribusi normal

menggunakan uji one sample t -tets

30
Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan beberapa

tahap sebagai berikut :

1) Edit (editing)

Mengedit dilakukan untuk meneliti setiap item penelitian atau

memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan

2) Kode (coding)

Pemberian kode pada lembar kuisioner. Pengisian berdasarkan

pelaksanaan setiap indikator yang ada pada responden

3) Tabulasi (tabulating)

Membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi kode

sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.

4) Entry (menginput data)

Kegiatan memasukan data ke dalam program komputer untuk

selanjutnya dilakukan pengelompokan data atau analisis data

menggunakan uji statistik.

31
f. Skema jalanya Penelitian

Surat Izin Penelitian

Pengumpulan sampel penelitian

Mengisi lembar Informed


Consent

Menjelaskan tata pelaksanaan


penelitian

Pembagian Kuesioner pengetahuan


Musculoskeletal disoders (MSDs)
(Pre-test)

Pemberian video edukasi dan


poster kepada Terapis Gigi dan
Mulut

Pembagian Kuesioner pengetahuan


Musculoskeleta disoders (MSDs)
(Post-test)

Pengumpulan hasil kuesioner


pengetahuan Musculoskeletal
disoders (MSDs)

Analisa Data dengan Program


SPSS

Hasil

32
DAFTAR PUSTAKA

Andayasari, Lelly, and Anorital. 2020. “Gangguan Muskuloskeletal Pada Praktik


Dokter Gigi Dan Upaya Pencegahannya.” Journal of the California Dental
Association 30(2): 70–77.
Annisa, Nurul. 2019. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders Pada Operator SPBU Tahun 2019.” Αγαη 8(5): 55.
Aprianto, Bagus, Andika Fajar Hidayatulloh, and Febrianti Nasaindah Zuchri.
2021. “Faktor Risiko Penyebab Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada
Pekerja : A Systematic Review.” Jurnal Kesehatan Tambusai 2(2): 16–25.
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jkt/article/view/1767/pdf.
Bhandari, Shikha Baghi, Rajat Bhandari, Ranjit Singh Uppal, and Deepak Grover.
2018. “Musculoskeletal Disorders in Clinical Dentistry and Their
Prevention.” J Orofac Res 3(2): 106–14.
Budiarti, Erina, Emma Kamelia, and Cahyo Nugroho. 2020. “Relationship of
Individual Characteristics with Musculoskeletal Complaints of Dental Health
at Public Health Center in Tasikmalaya City.” Jurnal Kesehatan Gigi 8(1):
37–42.
Dinkes Kota Kendari (2018) Profil Kesehatan Kota Kendari Tahun 2018. Kendari:
Dinas Kesehatan Kota Kendari.
Dinkes Kota Kendari (2019) Profil Kesehatan Kota Kendari Tahun 2019. Kendari:
Dinas Kesehatan Kota Kendari.
Dwi Hartono, Ahmad Fauzi, and Hartomo Soewardi. 2019. “analisis faktor-faktor
resiko penyebab musculoskeletal disorders dan stres kerja (studi kasus di pln
pltgu cilegon).” Jurnal Ilmiah Teknik Industri 6(3): 165–73.
Gujarati, Domadar. 2019. “Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan
Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Assembling PT Bogor Tahun 2019.”
: 5–7.
Hartono, Ahmad Fauzi Dwi, and Hartomo Soewardi. 2017. “Cilegon ) A .
Musculoskeletal Disorders ( MSDs ) Oleh Karena Otot Menerima Beban
Statis Secara Berulang Dan Terus Menerus Dalam Jangka Akibat Pembe.”
Universitas Islam Indonesia (Fakultas teknologi industri): 1–13.
Jasmalinda. 2021. “Pengaruh Citra Merek Dan Kualitas Produk Terhadap
Keputusan Pembelian Konsumen Motor Yamaha Di Kabupaten Padang
Pariaman.” Jurnal Inovasi Penelitian 1(10): 2199–2205.
Jusman, Nurhamida. 2018. 2 Photosynthetica “Faktor - Faktor Yang Resiko
Ergonomi Dengan Keluhan Subjektif Musculoskeletal Disorders Pada
Operator Cutting.”
Kesehatan Gigi, Jurnal et al. 2020. “Relationship of Individual Characteristics
with Musculoskeletal Complaints of Dental Health at Public Health Center in
Tasikmalaya City.” Jurnal Kesehatan Gigi 8(1): 37–42.
http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jkg/index.
Murtiwardhani, Yully Endang Hernani, and Ameria Briliana Shoumi. 2019.
“Pengaruh Lama Aktivitas Kerja Dokter Gigi di puskesmas Kota Malang
Terhadap Tingkat Risiko Terjadinya Musculoskeletal Disorder (MSDs).” E-
Prodenta Journal of Dentistry 3(2): 58–66.

33
http://www.tjyybjb.ac.cn/CN/article/downloadArticleFile.do?
attachType=PDF&id=9987.
Mustiko, Haryono, and Pramudya Aditama. 2020. “Pengaruh Kelelahan
Musculoskeletal Terhadap Peningkatan Kadar Asam Laktat Pada Perawat
Gigi Wanita.”
Nopiah Epi dkk. 2020. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–
952. Standar Profesi Terapis Gigi Dan Mulut.
Prahastuti, Brian Sri, Nur Asniati Djaali, and Syarif Usman. 2021. “Faktor Risiko
Gejala Muskuloskeletal Disorder (MSDs) Pada Pekerja Buruh Pasar.” Jurnal
Ilmiah Kesehatan 13(1): 47–54.
Putu Suarniti, Luh. 2015. “Risiko Ergonomi Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat
Gigi.” Jurnal Kesehatan Gigi 3(2): 113–23.
Rahmaningrum, Faikha Dhista, Baju Widjasena, and Bina Kurniawan. 2022.
“faktor risiko yang memengaruhi kejadian musculoskeletal disorders (msds)
pada dokter gigi : literature review.” Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip)
10(2): 226–28.
Rahmawati, Ullya. 2020. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Muskuloskeletal Disorders Pekerja Pengangkut Barang Di Pasar Panorama
Kota Bengkulu.” jurnal kesehatan lingkungan: Jurnal dan Aplikasi Teknik
Kesehatan Lingkungan 17(1): 49–56.
Rais. 2018. 63 Hubungan Posisi Kerja Janggal Dnegan Keluhan Musculoskeletal
Disorders Pada Pekerja Perakit Besi Properti.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018
Shobur, Sherli, Maksuk Maksuk, and Fenti Indah Sari. 2019. “faktor risiko
musculoskeletal disorders (msds) pada pekerja tenun ikat di kelurahan tuan
kentang kota palembang.” Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan)
6(2): 113–22.
Susanti, Yanti, and Amellia Surya Purnama. 2021. “Asuhan Keperawatan Tn. D
Dengan Post Operasi Orif Fraktur Antebrachi Sinistra Di RS Kardinah
Tegal.” Jurnal Sosial Sains 1(9): 1129–41.
Waskito, Dhidit Kresno, Sutrisno Sutrisno, Aryani Widayati, and Siti Sulastri.
2021. “Hubungan Faktor Risiko Dental Ergonomi Dengan Keluhan Subjektif
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Dental Assistant.” Dental Therapist
Journal 3(2): 50–57.
WHO (World Health Statistics0. 2018. Angka Kematian Ibu dan Angka kematian
analisis faktor-faktor resiko penyebab musculoskeletal disorders dan stres
kerja ( studi kasus di pln pltgu Bayi. World Bank, 2018. Journal of
Controlled Release 11(2): 430–39.
Zamrodah, Yuhanin. 2019. “Stretching Sebagai Upaya Pencegahan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Praktik Dokter Gigi.” Kedokteran
gigi universitas udayana 15(2): 1–23.

34
LAMPIRAN

35
INFORMEND CONSENT

Dengan Hormat
Sehubungan dengan dilakukannya penelitian mengenai “ Pengaruh Aktifitas
Kerja Terapis Gigi Terhadap Risiko Terjadinya Musculokeletal Disoders (MSDs) Di
Klinik Gigi di Kota Kendari ” Saya Santri Safira Mahasiswa Prodi Kesehatan Gigi
Politeknik Bina Husada Kendari sebagai peneliti bermaksud melakukan penelitian
dengan judul tersebut.
Peneliti mengharapkan para responden untuk bersedia menjadi subjek penelitian
dengan mengisi kuesioner dalam penelitian ini dengan sebenar – benarnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Usia :
Alamat Klinik :
Lama Bekerja :
Menyatakan setuju menjadi subjek dalam penelitian.

Kendari 15 Maret 2023


Pembuat Pernyataan,

(………………………….)
Lampiran 1
Kuesioner Pengetahuan Terhadap Musculokeletal Disoders (MSDs)
Nama :
Umur :
Nama Klinik :
Lama Kerja :
Pilihla salah satu jawaban yang benar
1. Apakah anda sering mengalami sakit pada daerah tubuh saat kerja :
a. Ya
b. Tidak
2. apakah yang di maksud Muscolokeletal disoders (MSDs) ?
a. gangguan mata
b. gangguan nyeri otor dan daerah tubuh
c. gangguan pada bagian dada
3. kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh
merupakan kondisi yang disebabkan oleh :
a. Kurang Gizi
b. Depresi
c. Musculoskeletal disosders (MSDs)
4. Rasa sakit pada pergelangan tangan akibat terlalu banyak beban kerja pada
terapis gigi dan mulut adalah gejala ?
a. Depresi
b. (Musculoskeletal dosoders (MSDs)
c. Fraktur
5. Sakit pada bagian kaki akibat terlalu lama berdiri pada terapis gigi dan mulut
adalah awal gelaja resiko dari ?
a. Depresi
b. Sakit pinggang
c. Musculokeletal disoders (MSDs)
6. Musculokeletal disoders (MSDs) adalah keluhan rasa sakit yang terjadi pada
bagian ?
a. Seluruh tubuh
b. Kaki saja
c. Paha saja
7. Terlalu lama berdiri dan melakukan aktifitas berat pada terapis gigi dan mulut
adalah salah satu resiko terjadinya ?
a. Kecapean
b. Musculsoskeletal disoders (MSDS)
c. Kurang Gizi
8. Ciri – ciri gangguan muskuloskeletal disoders (MSDs) adalah
a. Sakit pada bagian tubuh
b. Sakit pada seluruh tubuh
c. Sakit pada kepala
9. Resiko muskuloskeletal disoders (MSDs) bila tidak di tangani dengan cepat
adalah
a. Sakit pada seluruh tubuh
b. Stroke
c. Jantung
10. Resiko muskuloskeletal disoders (MSDs) ini dapat terjadi pada
a. Semua usia
b. Anak – anak saja
c. Remaja saja

Anda mungkin juga menyukai