Anda di halaman 1dari 54

USULAN SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021

NI KOMANG AYU PRIDARIYANTI


P07124221114

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI AFFILIASI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
USULAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021

NI KOMANG AYU PRIDARIYANTI


P07124221114

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI AFFILIASI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

USULAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida I

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN

Pembimbing Utama : Pembimbing Pendamping :

Ni Nyoman Suindri, S.Si.T., M.Keb Gusti Ayu Eka Utarini, M,Kes


NIP. 197202021992032004 NIP. 198204282006042002

MENGETAHUI ;
KETUA JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

Dr. Ni Nyoman Budiani, S.SiT., M.Biomed


NIP. 197002181989022002

iii
LEMBAR PENGESAHAN

USULAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida I

TELAH DIUJI DI HADAPAN TIM PENGUJI


PADA HARI :
TANGGAL :

TIM PENGUJI :

1. Gusti Ayu Marhaeni, SKM., M.Biomed (Ketua) …………..

2. Ni Nyoman Suindri, S.Si.T., M.Keb (Anggota) …………..

3. Dra. I Gusti Ayu Surati, M.Kes (Anggota) …………..

MENGETAHUI ;
KETUA JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

Dr. Ni Nyoman Budiani, S.SiT., M.Biomed


NIP. 197002181989022002

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan usulan skripsi yang berjudul

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita”

tepat pada waktunya. Tujuan penelitian ini untuk memenuhi mata kuliah

metodologi penelitian pada semester VIII Program Studi Sarjana Terapan

Kebidanan Poltekkes Denpasar. Peneliti menyadari usulan skripsi ini dapat

diselesaikan berdasarkan masukan dari berbagai pihak. Peneliti menyampaikan

terimakasih yang sebesar – besarnya kepada yang terhormat :

1. Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP.,MPH sebagai Direktur Politeknik

Kesehatan Denpasar.

2. Dr. Ni Nyoman Budiani, S.Si.T.,M.Keb sebagai Ketua Jurusan Kebidanan

Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Kebidanan

3. Ni Wayan Armini, S.ST.,M.Keb sebagai Ketua Program Studi Sarjana

Terapan Kebidanan.

4. Ni Nyoman Suindri, S.Si.T., M.Keb sebagai pembimbing utama yang telah

memberikan bimbingan dalam penyelesaian usulan skripsi ini.

5. Gusti Ayu Eka Utarini, M,Kes sebagai pembimbing pendamping yang telah

memberikan bimbingan dalam penyelesaian usulan skripsi ini.

6. Seluruh pegawai di Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Denpasar yang

telah membantu selama proses perkuliahan khususnya dalam pengurusan

administrasi.

7. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

v
Dalam usulan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki

beberapa kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi

ini.

Denpasar, 25 Desember 2021

Peneliti

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i

HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iv

KATA PENGANTAR.............................................................................................v

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4

D. Manfaat Penelitian........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. .Gizi Balita....................................................................................................6

B. Stunting.......................................................................................................11

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting......................10

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian.......................................................................29

B. Variabel dan Definisi Operasional..............................................................29

C. Hipotesis.....................................................................................................31

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian............................................................................................32

vii
B. Alur Penelitian............................................................................................33

C. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................34

D. Populasi dan Sampel...................................................................................34

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data..........................................................36

F. Pengolahan dan Analisis Data....................................................................37

G. Etika Penelitian...........................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian..............................................................29
Gambar 2 Alur Penelitian....................................................................................33

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting saat ini menjadi salah satu masalah yang disoroti oleh pemerintah

Indonesia. Penanganan stunting juga merupakan salah satu program prioritas

nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden no. 72 tahun 2021. Upaya

penanggulangan stunting dimulai dari pusat sampai ke daerah secara bersinergi.

Setiap desa dibentuk tim penanggulangan stunting yang dananya dianggakan oleh

desa. Sebagai bentuk perwujudan upaya tersebut maka masing - masing desa

membentuk empat kelompok khusus penanggulangan stunting. Setiap kelompok

beranggotakan empat orang yang sudah dilatih oleh kecamatan masing masih

untuk menanggulangi stunting.

Stunting adalah kondisi keadaan balita yang mana situasi ini didapat dari

mengukur panjang badan atau tinggi badan berdasarkan umur anak yang hasilnya

( < 2 SD) dari standar pertumbuhan anak World Health Organization (WHO).

Pertumbuhan anak pada masa balita dapat diukur melalui tinggi badan dan berat

badan yang disesuaikan dengan umurnya. Penting bagi anak untuk memiliki

tinggi dan berat badan yang cukup, karena hal ini akan mempengaruhi

perkembangannya. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan motorik kasar,

motorik halus maupun perkembangan kognitif anak. Beberapa kondisi yang bisa

mempengaruhi perkembangan anak diantaranya gizi kurang dan anak pendek

(stunting).

Permasalahan gizi kurang yang dialami dalam waktu lama pada masa

pertumbuhan dan perkembangan dari awal kehidupan dapat menunjukkan


masalah stunting (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Penyebab dari stunting bisa

berasal dari faktor sosial ekonomi, kurangnya asupan gizi pada ibu hamil, kondisi

sanitasi lingkungan, infeksi yang dialami bayi ataupun ibu saat hamil dan masih

banyak faktor lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Kejadian stunting pada balita merupakan masalah yang dialami hampir di

setiap negara. Tren kejadian balita stunting di Dunia Tahun 2000 sebesar 32,6%,

sedangkan Tahun 2017 sebesar 22,2% (World Health Organization, 2018).

Berdasarkan data dari WHO prevalensi balita stunting di Asia Tenggara yang

tertinggi yaitu Timor Leste dengan rata-rata prevalensi sebesar 50,2%. Indonesia

berada pada urutan ketiga negara dengan prevalensi tertinggi balita stunting

sebesar 36,4% pada Tahun 2005 sampai 2017, sementara Thailand memiliki rata-

rata prevalensi terendah balita dengan stunting yaitu hanya sebesar 10,5% di Asia

Tenggara (WHO, 2018).

Prevalensi balita stunting dari Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI)

Tahun 2019 yaitu 27,7%, 2020 sebanyak 26,9% dan Tahun 2021 sebesar 24,4%.

Jika dilihat prevalensi stunting di Indonesia memang sudah mengalami

penurunan. Namun menurut WHO apabila prevalensi balita stunting suatu negara

sebesar 20% ataupun lebih hal tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat

yang perlu ditangani.

Jumlah balita stunting di Kabupaten Klungkung pada tahun 2020 sebanyak

693 anak (Profil Kesehatan Klungkung 2020). Hal ini menunjukkan terjadinya

peningkatan jumlah stunting dari tahun 2019 yaitu sebanyak 425 anak. Stunting

terbanyak di Kabupaten Klungkung tahun 2020 berada di wilayah kerja

Puskesmas Nusa Penida I sejumlah 206 anak. Hal ini tentu dipengaruhi oleh

2
berbagai faktor, mulai dari gizi ibu selama kehamilan hingga asupan nutrisi anak

dari bayi sampai saat ini (Kemenkes RI, 2018). Aspek yang mempengaruhi status

gizi seseorang yaitu dapat dari konsumsi makanan yang diperoleh, pendidikan

serta pengetahuan orang tua mengenai pentingnya memenuhi asupan gizi tubuh,

sosial ekonomi keluarga juga sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan

asupan gizi seseorang, karakteristik seseorang seperti jenis kelamin laki-laki pada

umumnya lebih diutamakan dalam pemenuhan asupan makanan, faktor

lingkungan juga memberikan peran yang besar sebab lingkungan yang buruk

dapat memicu terjadi penyakit infeksi yang akan mempengaruhi kesehatan

seseorang (Fikawati & Syafiq, 2014).

Stunting ini merupakan kondisi dari masalah kurang gizi yang terjadi pada

masa lampau dimulai dari masa remaja yang sudah mengalami kurang gizi,

dilanjutkan pada masa kehamilan kurang asupan, hingga saat melahirkan bayi

mengalami kekurangan gizi dan terus berlanjut ke siklus hidup selanjutnya. Faktor

yang berhubungan dengan kejadian stunting diantaranya pendapatan, pekerjaan,

keluarga, riwayat ASI eksklusif dan riwayat BBLR (Nurjanah, 2018).

Asupan nutrisi anak yang terpenting salah satunya adalah pemberian air

susu ibu (ASI) yang dilihat dari indikator inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI

eksklusif selama enam bulan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

penulis kepada lima orang ibu yang memiliki balita stunting, diketahui bahwa tiga

diantaranya tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya. Alasan ibu

tidak memberikan ASI eksklusif karena ibu bekerja, serta ketakutan ibu bahwa

ASI yang dihasilkannya kurang untuk memenuhi gizi anaknya. Adapula yang

mengatakan bahwa anaknya diberikan makanan tambahan lain, seperti pisang

3
sebelum berumur enam bulan. Hal ini sejalan dengan hasil Profil Kesehatan

Kabupaten Klungkung tentang IMD dan pemberian ASI eksklusif yang

menunjukkan bahwa cakupan terendah berada di wilayah kerja Puskesmas Nusa

Penida I pada tahun 2018 dan tahun 2019. Tahun 2018 prevalensi cakuan

pemberian ASI eksklusif sebesar 53,1%, sedangkan pada tahun 2019 sebesar 24,

59%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan prevalensi

pemberian ASI eksklusif pada tahun 2018 sampai tahun 2019.

Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan

masalah penelitian ini yaitu “Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun

2021?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-fakor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor karakteristik anak yang berhubungan dengan kejadian

stunting di wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021.

b. Mengetahui karakteristk ibu yang berhubungan dengan kejadian stunting di

wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021.

4
c. Mengetahui faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian stunting di

wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat pembuatan usulan penelitian ini adalah sebagai dasar peneliti

untuk melakukan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan bagi penulis maupun pembaca mendapatkan informasi

mengenai hubungan karakteristik anak, karakteristik ibu, sanitasi lingkungan

dan perilaku sehat dengan kejadian stunting pada balita.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat guna mengetahui

penyebab stunting yang dapat terjadi pada balita dan sebagai bahan informasi

untuk melakukan pencegahan sehingga dapat memperbaiki status gizi

keluarga.

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan

bagi pemerintahan yang terkait di Kabupaten Klungkung untuk menyusun

keputusan serta kebijakan bagi program pencegahan maupun penanggulangan

stunting.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gizi Balita

1. Balita

Balita adalah individu yang memilki rentang usia tertentu. Balita bisa

dikelompokkan menjadi tiga tingkatan usia yaitu usia bayi (0-2tahun), golongan

balita (2-3 tahun) dan usia pra sekolah (>3-5tahun). WHO menggolongkan usia

balita dari 0 sampai 60 bulan sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa balita

berada di usia 1 sampai 5 tahun.

Usia balita (1–5tahun) dalam siklus daur kehidupan mengalami pertumbuhan

yang tidak begitu pesat daripada dengan masa bayi. Elizabeth B. Hurlock dalam

Adriani dan Wirjatman (2016) mengatakan siklus hidup pada masa balita adalah

periode emas dalam proses perkembangan anak yang akan menjadi bekal bagi

fase kehidupan selanjutnya. Kebutuhan gizi pada masa Balita yang tidak terpenuhi

dapat menyebabkan gangguan gizi sehingga akan mempengaruhi fase hidup Balita

selanjutnya. Oleh karena itu, asupan makanan yang berkualitas gizi tinggi sangat

dibutuhkan terutama yang mengandung energi, protein (khususnya protein

hewani), vitamin (Vit B kompleks, Vit C dan Vit A) serta mineral (Ca, yodium,

fosfor, Fe dan Zn). Peran orang tua dan keluarga dalam pemenuhan asupan gizi

yang tepat dan berkualitas bagi anak balita sangatlah penting.

2. Antropometri pada Balita

Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dan metros. Antropos

artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran dari

tubuh. Standar Antropometri Anak adalah kumpulan data tentang ukuran,


proporsi, komposisi tubuh sebagai rujukan untuk menilai status gizi dan tren

pertumbuhan anak permenkes RI, 2020).

Pengukuran antropometri dalam menilai status gizi seseorang pada umumnya

dengan mengukur panjang badan atau tinggi badan, lingkar kepala, berat badan,

lingkar lengan atas dan tebal kulit. Pengukuran ini dilakukan guna menilai

pertumbuhan dan status gizi pada bayi (Nurlinda, 2013).

Indeks pengukuran antropometri balita terdiri dari berat badan menurut umur

(BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat

badan menurut panjang badan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/PB atau

BB/TB), indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Penilaian stunting

dilakukan pengukuran yaitu panjang badan (anak 0-24 bulan) yang diukur

telentang atau berbaring dan tinggi badan (anak > 24 bulan) diukur dengan cara

berdiri menurut umur anak yang dihitung dalam bulan (Kementerian Kesehatan,

2011).

Pengukuran standar antopometri anak ditetapkan melalui Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia no. 20 tahun 2020 yang merupakan pengganti

Peraturan Menteri Kesehatan no. 1995/MENKES/SK/XII/2010 karena perlu

dilakukan penyesuaian dengan perkembangan dan kebutuhan program perbaikan

gizi masyarakat. Berikut merupakan indeks atau batasan yang ditetapkan dalam

melakukan pengukuran antropometri untuk menilai status gizi.

7
Tabel 1
Kategori Indeks Antropometri Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas Z Score


Berat Badan Berat badan sangat kurang <-3 SD
menurut Umur (severely underweight)
(BB/U) anak usia 0 Berat badan kurang - 3 SD sd <- 2 SD
- 60 bulan (underweight)
Berat badan normal 2 SD sd +1 SD
Risiko Berat badan lebih¹ > +1 SD
Panjang Badan Sangat pendek (severely <-3 SD
atau Tinggi Badan stunted)
menurut Umur Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
(PB/U atau TB/U) Normal -2 SD sd +3 SD
anak usia 0 - 60 Tinggi² > +3 SD
bulan
Berat Badan Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
menurut Panjang Gizi kurang (wasted) 3 SD sd <- 2 SD
Badan atau Tinggi Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Badan (BB/PB atau Berisiko gizi lebih (possible > + 1 SD sd + 2 SD
BB/TB) anak usia risk of overweight)
0 - 60 bulan Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD

Indeks Massa Gizi buruk (severely wasted)³ <-3 SD


Tubuh menurut Gizi kurang (wasted)³ - 3 SD sd <- 2 SD
Umur (IMT/U) Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
anak usia Berisiko gizi lebih (possible > + 1 SD sd + 2 SD
0 - 60 bulan risk of overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD

8
1 2 3
Indeks Massa Gizi buruk (severely thinness) <-3 SD
Tubuh menurut Umur Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
(IMT/U) Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
anak usia 5 - 18 Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
tahun Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2020
Keterangan:

1. Anak yang termasuk pada kategori ini mungkin memiliki masalah

pertumbuhan, perlu dikonfirmasi dengan BB/TB atau IMT/U

2. Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi

masalah kecuali kemungkinan adanya gangguan endokrin seperti tumor yang

memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuk ke dokter spesialis anak jika diduga

mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang sangat tinggi menurut

umurnya sedangkan tinggi orang tua normal).

3. Walaupun interpretasi IMT/U mencantumkan gizi buruk dan gizi kurang,

kriteria diagnosis gizi buruk dan gizi kurang menurut pedoman Tatalaksana

Anak Gizi Buruk menggunakan Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan

atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB

B. Stunting

1. Definisi stunting

Stunting adalah suatu kondisi dimana anak mengalami gangguan

pertumbuhan, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya, sebagai

akibat dari masalah gizi kronis yaitu kekurangan asupan gizi dalam waktu yang

lama. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2

9
Tahun 2020 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, stunting atau

pendek merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks tinggi badan menurut

umur (TB/U) dengan zscore kurang dari -2 SD (standar deviasi). Stunting bukan

hanya masalah gangguan pertumbuhan fisik saja, namun juga mengakibatkan

anak menjadi mudah sakit, selain itu juga terjadi gangguan perkembangan otak

dan kecerdasan, sehingga stunting merupakan ancaman besar terhadap kualitas

sumber daya manusia di Indonesia. Stunting merupakan kegagalan untuk

mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur berdasarkan tinggi badan menurut

umur (TB/U).

Pendek atau stunting merupakan suatu situasi permasalahan gizi kronik

yang mana berdampak terhadap terjadinya permasalahan perkembangan fisik dan

juga perkembangan otak anak. Penyebab kejadian stunting berasal dari faktor

yang komplit. Balita dengan stunting ini akan berdampak terhadap masa depan

individu maupun perkembangan Negara (Kementerian Kesehatan, 2018).

Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru

nampak saat anak berusia dua tahun. Prevalensi stunting mulai meningkat pada

usia 3 bulan, kemudian proses stunting melambat pada saat anak berusia sekitar 3

tahun. Terdapat perbedaan interpretasi kejadian stunting diantara kedua kelompok

usia anak. Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, menggambarkan proses

gagal bertumbuh atau stunting yang masih sedang berlangsung/terjadi. Sementara

pada anak yang berusia lebih dari 3 tahun, menggambarkan keadaan dimana anak

tersebut telah mengalami kegagalan pertumbuhan atau telah menjadi stunted

(Sandra Fikawati dkk, 2017).

Nilai z-score tinggi badan anak menurut umir yang (< - 2SD) merupakan

penentu dari adanya kejadian stunting pada anak, sedangkan severely stunted atau
10
sangat pendek ditentukan dengan z-score tinggi badan anak menurut umur yang

(< -3 SD) . Kondisi anak dikatakan normal apabila hasil dari antropometri nilai z-

score tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih dari -2 SD berdasarkan kriteria

pertumbuhan WorldHealth Organization (WHO).

2. Etiologi

Proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, yang memakan waktu

hampir 20 tahun adalah fenomena yang kompleks. Proses pertumbuhan di bawah

kendali genetik dan pengaruh lingkungan, yang beroperasi sedemikian rupa

sehingga, pada waktu tertentu selama periode pertumbuhan, satu atau yang lain

mungkin merupakan pengaruh dominan. Pada masa konsepsi, terdapat blueprint

(cetak biru) genetik yang mencakup potensi untuk mencapai ukuran dan bentuk

dewasa tertentu. Lingkungan mengubah potensi ini. Ketika lingkungan netral,

tidak memberikan pengaruh negatif pada proses pertumbuhan, potensi genetik

dapat sepenuhnya diwujudkan. Namun demikian kemampuan pengaruh

lingkungan untuk mengubah potensi genetik tergantung pada banyak faktor,

termasuk waktu di mana mereka terjadi; kekuatan, durasi, frekuensi

kemunculannya; dan usia serta jenis kelamin anak.

Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam

kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Masa

seribu hari pertama kehidupan adalah masa awal kehidupan yang dimulai dari

awal kosepsi sampai dengan anak berusia dua tahun. Masa ini dibagi dalam dua

masa penting yaitu masa 270 hari (9 bulan) dalam kandungan dan masa 730 hari

(2 tahun) setelah bayi lahir sampai dengan anak berusia dua tahun. Masa 270 hari

pertama kehamilan merupakan masa dimana sebagian besar organ dan sistem

tubuh janin terbentuk dan berkembang. Pembentukan cikal bakal organ tubuh
11
seperti otak, hati, jantung, ginjal, tulang dan organ lainnya terjadi pada usia

delapan minggu pertama kehamilan. Proses pertumbuhan dan perkembangan

organ-organ penting terus berlanjut dari usia kehamilan sembilan minggu sampai

kelahiran bayi. Setelah bayi lahir pertumbuhan dan perkembangan organ berlanjut

sampai usia dua tahun. Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak terutama

pertumbuhan serabut saraf dan cabang cabangnya terus berlangsung sampai anak

berusia 2 tahun, sehingga terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks.

Dengan begitu masa 0 sampai dengan 2 tahun terjadi puncak perkembangan

fungsi melihat, mendengar, berbahasa dan fungsi kognitif yang lebih tinggi. Pada

usia 2-3 tahun perkembangan fungsi otak mulai mengalami penurunan

(Septikasari et.al., 2016).

Setelah melewati fase kehamilan, tahap selanjutnya dari masa 1000 hari

pertama kehidupan adalah masa bayi berusia 0 sampai dengan 6 bulan. Pada masa

ini ASI eksklusif memegang peranan yang sangat penting. ASI merupakan

makanan tunggal terbaik untuk bayi barulahir sampai dengan 6 bulan karena

mengandung nutrisi esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain

itu colostrum dalam ASI merupakan antibodi terbaik yang dapat melindungi bayi

dari infeksi dan penyakit. Setelah bayi berusia 6 bulan kebutuhan nutrisi tidak lagi

bisa dipenuhi hanya dengan pemberian ASI eksklusif. Mulai usia 6 bulan bayi

harus mulai mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ASI tetap

diberikan sampai dengan bayi berusia 2 tahun. MP-ASI harus mencakup semua

zat gizi yang dibutuhkan antara lain karbohidrat, protein, lemakvitamin, mineral

dan air dengan memperhatikan kebersihan dan keamanannya bagi bayi

(Septikasari Majestika, 2018)

3. Dampak stunting
12
Berdasarkan Kementerian Kesehatan (2019) menyebutkan bahwa stunting

dapat berdampak bagi keluarga dan negara diantaranya sebagai berikut.

a. Dampak kesehatan

Dalam jangka pendek malnutrisi pada saat awal kehidupan menyebabkan

kematian, namun apabila bayi itu hidup survive maka akan terjadi gangguan

disepanjang siklus hidupnya seperti skor kognitif yang rendah, dewasa yang tidak

produktif, penghasilan yang rendah hingga penyakit degeneratif yang menahun. .

Bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami malnutrisi pada saat kehamilan

akan lahir dengan ukuran yang lebih kecil baik beratnya, panjangnya, lingkar

perut, lingkar kepala dan tentu saja organ-organ dalam yang vital dibandingkan

bayi yang ibunya terpenuhi kebutuhan gizinya. Janin beradaptasi dengan cara

memperlambat pembelahan sel akibat kurangnya zat gizi di dalam kandungan,

sehingga lahir menjadi bayi dengan berat lahir rendah (Tri Siswati, 2018 ).

Gangguan metabolik dapat terjadi pada anak yang mengalami stunting

pada masa dewasa kelak. Gangguan metabolik adalah kelainan kesehatan yang

mempengaruhi tubuh manusia, yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada

kemampuan metabolisme tubuh manusia. Risiko untuk mendapatkan penyakit

tidak menular sangat tinggi seperti penyakit jantung, obesitas, stroke serta

diabetes

b. Dampak ekonomi

Stunting tidak hanya sebatas berdampak terhadap kesehatan, permasalahan

kesehatan selalu berhubungan dengan kondisi ekonomi. Berdasarkan data dari the

Worldbank Tahun 2016 dalam Kementerian Kesehatan (2019) suatu negara

berpotensi mengalami kerugian ekonomi akibat dari stunting setiap tahunnya

sebesar 2 – 3 % GDP. Apabila Produk Domestik Bruto (PDB) yang diproduksi

13
oleh Indonesia sebesar 13.000 triliun rupiah, maka potensi kerugian yang akan

dialami yaitu sekitar 260 – 390 triliun rupiah per tahunnya. Negara akan

mengalami penghambatan pertumbuhan ekonomi serta produktivitas pasar kerja

yang pada akhirnya dapat menghambat pembangunan dan kesempatan untuk

menjadi negara maju. Anak dengan stunting akan berlanjut ke masa dewasa

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kualitas hidup yang dapat memperburuk

disparitas yaitu mengurangi 10% dari total penghasilan karena kemampuan

kognitif serta kesehatan yang kurang baik. Hal ini akan berdampak terjadinya

kemiskinan antar generasi.

Kualitas sumber daya manusia (SDM) masa depan bergantung pada

kualitas hidup yang dijalanin pada masa sekarang, kualitas SDM tentu bergantung

terhadap kualitas gizi yang di dapat terutama pada masa persiapan sebelum

menikah, saat hamil dan juga saat menyusui. Kehidupan pada seribu hari pertama

ini sangat penting untuk diperhatikan sebab permasalahan ketertinggalan gizi yang

dialami pada waktu ini akan berdampak terhadap masa depan yang akan bersifat

persisten dan suklit diperbaiki. Efek dari hal ini tidak hanya akan terlihat pada

kondisi fisik melainkan jauh lebih buruk akan berdampak terhadap kemampuan

berpikir anak yang kurang, risiko terkena penyakit tidak menular semakin tinggi

yang berakibat kualitas hidup yang akan lebih rendah dibandingkan manusia

normal lain (Bappenas, 2012).

Stunting dapat mempengaruhi ekonomi bangsa melalui 3 cara yakni(Tri

Siswati,2018) :

a. Performa yang buruk di sekolah

Gangguan kurang gizi pada masa kehamilan ini berdampak permanen

hingga masa dewasa, mempengaruhi kecerdasan, prestasi dan performance yang


14
rendah di bangku sekolah (5-11 IQ point lebih rendah), membatasi peluang untuk

mengenyam pendidikan tinggi (2,6 kali lebih rendah) dan berdampak pada

penghasilan (22%) lebih rendah dari pada anak yang lahir dari ibu yang tidak

mengalami malnutrisi. Akibatnya anak ini akan menjadi lost generation, generasi

yang hilang karena hilangnya aset yang berdaya saing untuk membangun negeri.

Remaja stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang pendek sebab

kecepatan tumbuh kembang kognitif serta perilaku terjadi tidak maksimal yang

diakibatkan oleh kurang gizi, hal tersebut tidak dapat diperbaiki sepenuhnya

(Kusharisupeni, 2014).

Hasil penelitian Arini, Mayasari dan Rustam (2019) menunjukkan bahwa

perkembangan kognitif dan motorik anak dapat dipengaruhi oleh derajat stunting.

Anak stunting dapat menjalani keterlambatan proses perkembangan kognitif dan

juga motorik sehingga anak diketahui cenderung akan lebih tertutup dan lebih

sulit untuk bergaul dengan anak seusianya.

b. Kemiskinan intergenerasi

Menurut organisasi buruh sedunia (ILO, 2015) dewasa stunting

mendominasi pekerjaan di sektor non formal. Di perkotaan pada umumnya

mereka menjadi asisten rumah tangga, pramuniaga, sales, buruh pabrik atau

menjual jasa, sementara di perdesaan mereka mendominasi pekerjaan sebagai

buruh tani atau nelayan. Mata pencaharian yang mereka geluti tidak

membutuhkan ketrampilan khusus dan pendapatan yang diterima rendah 22%

daripada dewasa yang tinggi (Tri Siswati. 2018).

Pardede (2017) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa anak dengan

stunting akan berdampak negatif yang berlangsung selama kehidupannya dan sulit

untuk diperbaiki hal ini terjadi akibat terjadinya kurang gizi dari awal fase
15
kehidupan anak dan selanjutnya akan berdampak pada seluruh fase kehidupan

anak. Stunting tidak hanya berdampak terhadap kekurangan gizi melainkan anak

dengan stunting akan mempengaruhi prestasi akademik, pendapatan saat dewasa

yang mungkin saja akan menjadi orang dewasa dengan pendidikan yang rendah,

lalu berhubungan dengan pendapatan ekonomi rendah sehingga mempengaruhi

dalam pemenuhan gizi keluarga dan akan jauh lebih rentan mengalami sakit

degeneratif.

c. Ancaman penyakit degeneratif yang merugikan BPJS

Stunting menyebabkan risiko sindrom metabolik meningkat sehingga

menjadi dewasa yang tidak produktif, mengalami cacat dan bahkan kematian dini.

Transisi epidemiologi penyebab penyakit ini relevan dengan sepuluh besar

penyebab kematian. Menurut Kemenkes RI, 2014 kematian karena penyakit yang

berhubungan dengan sindrom metabolik ada diurutan teratas

3. Upaya pencegahan stunting

Pemerintah Indonesia melakukan upaya guna menurunkan angka

prevalensi stunting diantaranya dengan melakukan sosialisasi 1000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK) sebagai intervensi bagi ibu untuk mencegah terjadinya stunting

pada balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan tahap primer, sekunder

dan tersier.

a. Pencegahan primer

Kementerian Kesehatan (2019) dalam Kebijakan dan Strategi

Penanggulangan Stunting di Indonesia telah membuat kerangka intervensi untuk

mencegah stunting yaitu dengan melakukan intervensi diantaranya yaitu.

Intervensi gizi spesifik ini dibagi menjadi tiga yang dimulai dari masa

kehamilan ibu hingga melahirkan. Ibu hamil merupakan sasaran pertama, adapun
16
kegiatan yang dilakukan dalam intervensi ini adalah pemberian makanan

tambahan (PMT) untuk mencegah kekurangan energy protein (KEP) dan

kekurangan energi krnoik (KEK) pada ibu hamil, mencegah terjadinya

kekurangan iodium, mencegah terjadinya kekurangan zat besi dan asam folat

memberikan obat cacing untuk mencegah cacingan.

Ibu menyusui dan bayi (0-23 bulan) merupakan sasaran kedua, kegiatan

yang dilakukan ialah melakukan dorongan berupa promosi kesehatan untuk

memberikan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), guna mendukung pemberian

kolostrum, pemberian penyuluhan mengenai menyusui yang benar guna

tercapainya pemberian ASI secara eksklusif serta melakukan pemantauan status

gizi dengan datang ke posyandu setiap bulannya.

Ibu menyusi dan anak (24-59 bulan) merupakan sasaran ketiga, kegiatan

yang dilakukan dalam intervensi ini adalah mengajak ibu agar dapat meneruskan

pemberian ASI dan memberikan makanan tambahan pendamping ASI yang

berkualitas, memberikan imunisasi lengkap, menyediakan obat cacing, memenuhi

kebutuhan zat besi serta melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi

dan malaria.

Intervensi gizi sensitive lebih ditujukan kepada masyarakat umum.

Adapun kegiatan intervensi yang dilakukan adalah peningkatan penyediaan air

minum dan sanitasi dengan menyediakan akses air bersih yang aman untuk

diminum serta akses terhadap sanitasi yang layak. Peningkatan keterjangkauan

dan kualitas pelayanan gizi serta kesehatan dengan menyiapkan Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal),

bantuan untuk keluarga kurang mampu (PKH) dan pelayanan keluarga berencana

(KB). Peningkatan kesadaran pengasuhan gizi ibu dan anak dengan melakukan
17
pemberian informasi mengenai kesehatan melalui berbagai media, membagikan

pendidikan tentang penjagaan kepada orang tua, PAUD, penddikan tentang gizi

masyarakat, pendidikan kespro remaja dan perlindungan terhadap anak dan

pemberdayaan perempuan. Peningkatan pangan bergizi melalui program bantuan

non tunai (BPNT), melakukan fortifikasi bahan pangan pokok, membuat KRPL.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan stunting pada tingkatan ini adalah dengan meningkatkan

kualitas hidup remaja putri melalui intervensi pendidikan dengan meningkatkan

pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah – sekolah, memberikan edukasi

terhadap kebutuhan gizi pada remaja, membentuk konselor sebaya guna dapat

membahas perkembangan pada remaja.

Intervensi kesehatan merupakan intervensi yang dilakukan selanjutnya

yaitu dengan memberikan sumplementasi tablet tambah darah pada remaja putri,

memberikan obat cacing bagi remaja putri, melakukan promosi kesehatan

mengenai gizi serta pengadaan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di

Puskesmas.

c. Pencegahan tersier

Melakukan pencegahan dengan melakukan pemberdayaan orang terdekat.

Adapun intervensi yang dapat dilakukan yaitu melalui intervensi sosial dan

intervensi kesehatan. Intervensi sosial dengan menggerakkan tokoh masyarakat

untuk mempromosikan keluarga berencana serta menyediakan bantuan sosial dari

Pemerintah daerah.

Intervensi kesehatan dengan melakukan diskusi penjadwalan untuk kehamilan

mengikutsertakan suami dan keluara, menyediakan pelayanan alat kontraspsi bagi

suami, melakukan konseling ke bidan dengan suami guna menentukan dimana


18
akan melakukan persalinan, konseling pra nikah dan edukasi seks reproduksi bagi

remaja.

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting

Determinan utama terjadinya stunting pada anak di Indonesia (Doody

Izwardy, 2019):

1. ASI tidak Eksklusif pada 6 bulan pertama.

2. Status ekonomi keluarga yang rendah.

3. Kelahiran premature.

4. Panjang badan baru lahir yang pendek.

5. Ibu yang pendek

6. Tingkat pendidikan orangtua rendah

7. Anak yang tinggal di daerah miskin perkotaan dan di daerah pedesaan.

8. Anak laki-laki cenderung lebih berisiko mengalami stunting dari pada anak

perempuan.

9. Anak-anak dari keluarga dengan jamban yang buruk dan air minum tidak

layak meningkatkan risiko terjadinya stunting.

10. Faktor masyarakat dan sosial seperti akses yang rendah terhadap pelayanan

kesehatan dan tempat tinggal di pedesaan yang berlangsung lama berkaitan

dengan kejadian stunting pada anak

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting

1. Faktor anak

a. Jenis kelamin

19
Menurut Fikawati dan Syafiq (2014) yang mengutip dari Khumaidi (1989)

anak laki-laki dalam masyarakat lebih diperhatikan mengenai pemenuhan asupan

gizinya dibandingkan dengan perempuan. Jenis kelamin mempengaruhi terhadap

kebutuhan asupan gizi. Kebutuhan asupan gizi laki-laki lebih banyak, hal ini

dipengaruhi oleh banyaknya rutinitas yang dilakukan. Tentu saja, dengan hal ini

didapatkan banyaknya jumlah perempuan yang mengalami kurang gizi ataupun

stunting dibandingkan laki-laki.

b. Riwayat BBLR

Suatu kondisi dimana bayi lahir dengan BB < 2.500 gram akibat dari

terjadinya kurang gizi yang didapat pada sebelum dan saat hamil (Kusharisupeni,

2014). Menurut hasil penelitian dari Murtini dan Jamaluddin (2018) BBLR

berhubungan dengan stunting (0,008). Sama halnya dengan penelitian Nurjanah

(2018) di Madiun bahwa BBLR berhubungan dengan stunting pada balita (0,002

dan OR =2,62). Berat badan lahir rendah (BBLR) berhubunga n signifi kan

dengan kejadian stunting (Lubis, dkk. 2018). Anak dengan BBLR berpeluang

29,4 kali lebih besar mengakibatkan anak stunting dibandingkan dengan anak

yang tidak BBLR (Nilfar Ruaida,2018 ). Namun, berbeda dengan hasil penelitian

Kusumawardani (2017) di Kabupaten Kulon Progo, bahwa tidak terbukti BBLR

berhubungan dengan risiko kejadian stunting dengan OR (Odd Ratio) sebesar

0,544. Anak BBLR belum tentu akan menjadi stunting.

c. Riwayat ASI eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI Eksklusif

mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. Menurut Peraturan

pemerintah Republik Indonesia Nomor33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI

eksklusif, ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
20
selama enam bulan tanpa menambahakan dan atau mengganti dengan makanan

atau minuman lain. Dwi Sunar Prasetyo dalam bukunya menyebutkan ASI

eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama enam bulan tanpa tambahan

cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa

tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi

tim kecuali vitamin, mineral dan obat (Septikasari, 2014)

Suatu cairan yang mengandung banyak protein dan juga antibodi yang

tidak dapat ditemukan pada susu formula mana pun adalah ASI. Proses menyusui

sungguh panjang ASI tersebut diproduksi di payudara pasca melahirkan hormon

estrogen dan progesteron mengalami penurunan yang signifikan pengaruh

prolactin semakin dominan dengan terjadinya hal ini maka mulailah terbentuk

ASI (Kristiyanasari, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurjanah

(2018) ASI eksklusif berhubungan dengan stunting dengan 0,001 dengan OR =

3,36. Kartiningrum (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa riwayat ASI

ekslusif merupakan factor resiko terjadinya gizi kurang pada balita. Berbeda

dengan penelitian Murtini (2018) di wilayah kerja Puskesmas Lawawoi bahwa

tidak terdapat hubungan ASI eksklusif dengan stunting p value yang didapat

adalah 0,322 dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.

d. Riwayat infeksi

Infeksi memiliki hubungan dengan kejadian stunting. Anak – anak sering

mengalami sakit diare dan infeksi saluran napas, apabila seseorang mengalami

penyakit infeksi akan mempengaruhi proses penyerapan nutrisi sehingga akan

mengalami malnutri. Sebaliknya, apabila seseorang mengalami malnutrisi maka

akan berisiko lebih besar akan mengalami penyakit infeksi. Jika sakit infeksi yang

dialami berlangsung lama maka akan meningkatkan risiko terjadinya stunting.


21
Permasalahan gizi tidak semata hanya berhubungan dengan asupan gizi yang

kurang melainkan riwayat infeksi juga berperan dalam masalah gizi anak yang

mengalami penyakit infeksi akan memengaruhi pola makan dan penyerapan gizi

yang akan terganggu, sehingga mengakibatkan masalah kekurangan gizi

(Indrawani, 2014). Syah (2019) melakukan penelitian bahwa ada hubungan

riwayat infeksi (p= 0,001) dengan stunting.

2. Faktor ibu

a. Tingkat Pendidikan ibu

Pendidikan seseorang juga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

status gizi seseorang dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan

agar pemahaman mengenai informasi pemenuhan kebutuhan gizi dapat diterapkan

dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya permasalahan gizi (Fikawati &

Syafiq, 2014). Berdasarkan hasil penelitian Mentari dan Hermansyah (2018) ibu

dengan pendidikan tinggi memiliki anak stunting 39,3%, sedangkan pendidikan

rendah 72,1%. Ini menunjukkan bahwa pendidikan juga sangat mempengaruhi

pemahaman seseorang untuk dapat memberikan asupan gizi yang baik bagi

keluarga. Namun berbeda dengan (Septikasari et.al,2016) Ibu yang rajin membaca

informasi tentanggizi atau turut serta dalam penyuluhan gizi bukan mustahil akan

memiliki pengetahuan tentang gizi yang lebih baik walaupun memiliki tingkat

pendidikan yang rendah. Pendidikan pada satu sisi mempunyai dampak positif

yaitu ibu semakin mengerti akan pentingnya pemeliharaan kesehatan seperti

pemenuhan gizi keluarga, tetapi di sisi lain pendidikan yang semakin tinggi juga

berdampak pada adanya perubahan nilai sosial yang dapat berpengaruh pada pola

hidup sehat termasuk konsumsi makanan (Septikasari et.al., 2016). Ibu dengan

berpendidikan tinggi memiliki peluang untuk bekerja di luar rumah sehingga


22
waktu untuk menyiapkan makanan bergizi menjadi berkurang. Hal ini berdampak

pada pemilihan makanan cepat saji yang sering diberikan kepada anak dengan

nilai gizi yang tidak memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

b. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lestari, Rezeki, Mayasari dan

Manggabarani (2018) pekerjaan ibu tidak terbukti sebabagi penyebab stunting

anak SD di sei renggas (p value = 0,144). Namun hasil Nurjanah (2018) pekerjaan

ibu (p value = 0,001) berhubungan dengan stunting pada balita di wiayah kerja

Puskesmas Kleorejo Kabupaten Madiun.

c. Pendapatan keluarga

Menurut Soekirman dan UNICEF bahwa status gizi rendah secara

langsung dapat dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang rendah dan keganasan

penyakit infeksi. Asupan gizi rendah dapat disebabkan ketersediaan pangan

tingkat rumah tangga yang tidak cukup. Ketersediaan pangan ini akan terpenuhi,

jika daya beli masyarakat cukup. Sosial ekonomi masyarakat merupakam faktor

yang turut berperan dalam menentukan daya beli keluarga. Salah satu parameter

untuk menentukan sosial ekonomi keluarga adalah tingkat pendidikan, terutama

tingkat pendidikan pengasuh anak.

Jumlah pemasukan yang diterima setiap keluarga dalam sebulan

berdasarkan UMK yang ada di daerah tersebut merupakan pendapatan keluaga.

Pendapatan keluarga sangat berperan penting dalam pemenuhan zat gizi keluarga.

Kemampuan daya beli sesuai keluaga sesuai dengan pendapatan yang dimiliki.

Tingginya pendapatan yang didapat dalam keluarga, maka diharapkan akan

semakin banyak pula alokasi uang yang digunakan untuk membeli kebutuhan

23
pangan seperti sayur, buah daging dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan gizi

keluarga (Fikawati & Syafiq, 2014). Lestari, Rezeki, Mayasari dan Manggabarani

(2018) melakukan penelitian di Sei Renggas memberikan informasi bahwa

memang pendapatan berhubungan dengan stunting pada anak Sekolah Dasar (SD)

dengan nilai p value = 0,001.

d. Status Gizi Ibu saat hamil

Status gizi ibu merupakan salah satu faktor yang secara signifikan

berpengaruh terhadap status gizi anak. Status gizi ibu hamil merefleksikan potensi

simpanan gizi untuk tumbuh kembang janin. Status gizi hamil dapat diukur

melalui indek masa tubuh (IMT) dan lingkar lengan atas (LILA). IMT dihitung

berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam

meter kuadrat (m2) dan tidak terikat dengan jenis kelamin. Ambang batas IMT

kategori normal yang digunakan untuk penduduk Indonesia adalah 18,5 -25

kg/m2. Penggunaan IMT hanya dapat berlaku pada usia dewasa (>18 tahun) dan

tidak sedang hamil. dikator kondisi KEK. Kondisi KEK pada wanita hamil

menunjukan kurangnya cadangan zat gizi yang sangat diperlukan pada saat

kehamilan. KEK pada ibu hamil yang berlanjut sampai dengan kehamilan akan

lebih sulit untuk diatasi karena secara fisiologi tubuh ibu hamil sendiri mengalami

peningkatan kebutuhan zat gizi seiring dengan perkembangan janin. Ibu dengan

berat badan lebih rendah harus mencapai pertambahan berat badan yang lebih

banyak dibandingkan ibu dengan berat badan l lebih tinggi sehingga ibu dengan

berat badan lebih rendah akan mengalami kesulitan untuk mencapai pertambahan

berat badan ideal (Ariyani et al., 2012). Kondisi tersebut akan berdampak pada

tidak optimalnya pertumbuhan janin yang lebih lanjut dapat menyebabkan bayi

24
yang dilahirkan mengalami BBLR (Ariyani et al., 2012). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan di Puskesmas Tawiri kota Ambon ibu hamil dengan KEK

sewaktu hamil berpeluang 4,85 kali lebih besar mengakibatkan anak stunting

dibandingkan dengan ibu yang tidak KEK (Nilfar Ruaida,2018).

e. Anemia pada ibu saat hamil

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin

dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,

nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi

karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005). Anemia

pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, menurut WHO

kejadian anemia hamil berkisar antara 20 % sampai dengan 89 % dengan

menetapkan Hb 11 gr % sebagai dasarnya. Hb 9 – 10 gr % disebut anemia ringan.

Hb 7 – 8 gr % disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia berat.

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada

pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat

mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan,

BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan.

Menurut Manuaba (2002) pada wanita hamil, anemia meningkatkan

frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Dampak anemia pada

kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan

kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses

persalinan (inertia uteri, atonia uteri, partus lama), gangguan pada masa nifas (sub

involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan produksi ASI rendah), dan

25
gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian

perinatal, dan lain-lain).

Kadar hemoglobin ibu hamil berhubungan dengan panjang bayi yang

nantinya akan dilahirkan, semakin tinggi kadar Hb semakin panjang ukuran bayi

yang akan dilahirkan (Ruchcayati 2012). Ibu hamil yang terpapar anemia

mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke sel tubuh maupun otak sehingga

menimbulkan gejala-gejala letih, lesu, cepat lelah dan gangguan nafsu makan,

sehingga berdampak kepada keadaan gizi ibu, yang tercermin dalam berat

badannya. Bila hal ini terjadi pada saat trimester III, maka risiko melahirkan

prematur ataupun BBLR 3,7 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil trimester III

non anemia. Anemia berarti kurangnya hemoglobin darah dalam tubuh

Hemoglobin sebagai transportasi zat besi dari ibu ke janin melalui plasenta.

Transfer zat besi dari ibu ke janin didukung oleh peningkatan substansial dalam

penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur oleh plasenta. Ferum fertin

meningkat pada umur kehamilan 12–25 minggu. Kebanyakan zat besi ditransfer

ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu yang sesuai dengan waktu puncak

efisiensi penyerapan zat besi ibu. Serum transferin membawa zat besi dari

sirkulasi ibu untuk transferin reseptor yang terletak pada permukaan apikal dan

sinsitiotropoblas plasenta, holotransferin adalah endocytosied, besi dilepaskan dan

apotransferin dikembalikan ke sirkulasi ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat

fertin dalam sel – sel plasenta yang akan dipindahkan ke apotransferin yang

masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai holotransferin ke dalam sirkulasi

janin.

26
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Variabel bebas
Variabel terikat
Faktor-faktor yang
Kejadian sunting pada
mempengaruhi kejadian
ana usia 24-59 bulan
stunting:
Faktor Anak
Faktor Ibu
Faktor Lingkungan
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: hubungan yang diteliti
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Variabel dan Definisi Operasional Variable

1. Variabel

Penelitian ini dilakukan dengan meneliti variabel independent dan variabel

dependent, yaitu :

a. Variabel independent, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

stunting pada balita, meliputi faktor anak, faktor ibu dan faktor lingkungan.

Faktor anak yaitu jenis kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif dan

riwayat infeksi balita. Faktor ibu yaitu riwayat kehamilan, umur ibu saat

hamil, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga.

b. Variabel dependent, yaitu kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan.
2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 1
Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Cara Skala


Operasional Pengukuran
Dan Alat
Ukur
Stunting Mengukur antopometri Alat Nominal
balita dengn pengukur –Stunting
perbandingan TB/U. tinggi badan –tidak stunting
nilai normal (Z score ≥ -
2 SD) mengukur TB
menggunakan
Microtoise, serta
menentukan
status gizinya dengan
standar WHO
Jenis kelamin Wawancara Nominal
-laki laki
-perempuan
Riwayat Kuesioner Nominal
BBLR -BBLR (<25000gram)
-normal (>2500gram)
Riwayat ASI Riwayat pemberian Kuesioner Nominal
eksklusif konsumsi ASI kepada -Ya
bayi dari umur 0-6 bulan -tidak
Riwayat Riwayat sakit yang Kuesioner Nominal
infeksi balita dialami balita dalam -jarang sakit (< 3kali)
kurun 3 bulan terakhir -sering sakit (>3kali)
Riwayat Riwayat kesehatan ibu Kuesioner Nominal
kehamilan selama mengandung -ada
anaknya (tinggi badan , -tidak ada
Hb ,Lila) termasuk
masalah dan infeksi

28
pada ibu jika ada.
Umur ibu saat Status umur ibu saat Kuesioner Nominal
hamil mengandung anaknya -ideal (20-35 tahun)
-resiko tinngi
(<20tahun atau
>35tahun)
Pendidikan ibu Kuesioner Nominal
-rendah (tidak
bersekolah, SD, SMP)
-tinggi (SMA/MK,
perguruan tinggi)
Pendapatan Kuesioner Nominal
keluarga -rendah
-tinggi
Fasilitas Ketersediaan jamban Kuesioner Nominal
sanitasi dan septic tank -ada
-tidak ada
Sumber air Ketersediaan dan Kuesioner Nominal
minum penggunaan air bersih -ada
-tidak ada

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu faktor anak, faktor ibu dan faktor

lingkungan berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan.

29
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi yaitu peneliti

mengkaji hubungan antar variabel. Penelitian korelasi bertujuan untuk

mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel, yaitu untuk mengetahui

hubungan variabel bebas dari penelitian ini yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian stunting, dengan variabel terikat dari penelitian ini yaitu

kejadian stunting ada anak usia 24-59 bulan. Penelitian ini menggunakan

pendekatan Cross Sectional yaitu variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus

yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang

bersamaan (Notoatmodjo, 2010).


B. Alur Penelitian

Rumusan Masalah
Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021

Studi Pendahuluan

Populasi
Seluruh balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I

Kriteria Kriteria
Inklusi Ekslusi

Sampel
Teknik pengambilan sampel non probability sampling yaitu consecutive sampling

Pengumpulan data
Kuesioner

Pengolahan Data

Analisis Data

Penyajian Data

Gambar 2 : Alur Penelitian

31
C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada kegiatan Posyandu di Puskesmas Nusa

Penida I. Penelitian ini akan dilaksanakan dari tanggal 1 Januari sampai dengan 1

Mei 2022.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh anak usia 24-59 bulan di wilayah

kerja Puskesmas Nusa Penida I.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah responden yang sesuai dengan pertimbangan

dengan kriteria inklusi dan eksklusi peneliti, yaitu:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

1) Anak dengan rentang usia 24-59 bulan.

2) Anak yang datang ke Posyandu pada saat pengambilan data.

3) Ibu dan anak yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

1) Anak dengan komplikasi saat dilakukan penelitian.

2) Anak yang datang ke Posyandu tidak bersama ibunya.

Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung

dengan menggunakan rumus analisis korelasi, yaitu (Dahlan, 2013):

32
n= +3

Keterangan:

n : Besar sampel

r : Nilai r = 0,391(Puspitasari dan Pujiastuti, 2015)

Zα : Nilai z dalam derajat kemaknaan (1,96)

Zβ : Tingkat kuasa atau kekuatan yang diinginkan (0,84)

Besar sampel minimal yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan dari

rumus analisis korelasi adalah 49 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability

sampling yaitu consecutive sampling artinya sampel yang diambil adalah seluruh

subjek yang diamati dan memenuhi kriteria pemilihan sampel yang kemudian

dimasukkan dalam sampel sampai besar sampel yang diperlukan terpenuhi

(Sastroasmoro dan Ismael, 2008). Sampel diambil dengan cara memasukkan

seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan mengeluarkan sampel yang

termasuk kriteria eksklusi. Seluruh sampel yang memenuhi kriteria diambil

datanya dalam kurun waktu penelitian hingga besar sampel yang diinginkan

terpenuhi.

Ibu dari anak yang akan dijadikan sampel penelitan akan diberikan

penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan dari penelitian ini dan diminta

persetujuan dan kesediaannya untuk dilibatkan menjadi sampel dalam penelitian

ini. Apabila setuju, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data pemberian

kuesioner

33
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting

pada anak usia 24-59 bulan yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data

primer yang diperoleh dari hasil dengan menggunakan kuesioner.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini akan dilakukan beberapa langkah yaitu:

a. Mengajukan permohonan izin pengambilan data kepada bagian program studi

Sarjana terapan Kebidanan yang akan disetujui oleh Ketua Jurusan

Kebidanan

b. Mengajukan permohonan ethical clearance untuk melaksanakan penelitian

dari Komisi Etik Poltekkes Kemenkes Denpasar.

c. Mengajukan permohonan ijin ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali

d. Peneliti meminta izin dari Kesbangpolinmas Provinsi Bali dan

Kesbangpolinmas Kabupaten Klungkung

e. Meminta ijin penelitian di Puskesmas Nusa Penida I

f. Di Puskesmas peneliti menemui kepala puskesmas, bidan koordinator dan

pemegang program Posyandu Balita untuk meminta ijin untuk melakukan

penelitian di wilayah serta menjelaskan tentang penelitian yang akan

dilakukan.

g. Peneliti meminta informasi dari pemegang program Posyandu Balita tentang

kegiatan Posyandu Balita di puskesmas tersebut.

34
h. Menentukan sampel yang memenuhi kriteria inklusi pada kegiatan Posyandu

Balita.

i. Setelah mendapatkan sampel, peneliti melakukan penjelasan tentang tujuan,

manfaat penelitian dan ditanya kesediaannya untuk menjadi responden

penelitian dilanjutkan dengan menandatangani informed consent.

j. Peneliti kemudian melakukan pembagian kuesioner kepada orang tua sampel

dan menginformasikan cara pengisian kuesioner.

k. Setelah data terkumpul, maka peneliti akan melakukan pengolahan data dan

analisa data.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini berupa lembar kuisioner

untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Penolahan Data

Data yang akan dianalisis akan diolah terlebih dahulu. Kegiatan dalam

mengolah data meliputi:

a. Editing

Editing mencakup pemeriksaan kembali terhadap jawaban responden yang

sudah dikumpulkan oleh para pengumpul data, gunanya untuk mengurangi

kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan.

b. Scoring

Skoring adalah pemberian nilai pada masing-masing jawaban yang dipilih

responden sesuai kriteria instrumen, skoring dalam penelitian ini yaitu masing-

35
masing soal kuisioner mempunyai nilai 0 jika reponden menjawab salah dan

mendapat nilai 1 jika responen menjawab benar.

c. Coding

Kegiatan ini merupakan tindakan untuk melakukan pemberian kode atau

angka untuk memudahkan pengolahan data pengklasifikasian jawaban responden

ke dalam kategori. Coding dalam penelitian ini yaitu peneliti memberikan kode 1-

39 anak balita yang menjadi sampel penelitian

d. Tabulating

Tabulating meliputi pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian

kemudian dimasukkan ke dalam tabel-tabel yang telah ditentukan. Peneliti

mengelompokkan data dan di masukkan ke dalam tabel exel.

e. Entry

Entry merupakan proses memasukan data-data hasil coding dan scoring ke

dalam program komputer untuk diolah dan di analisa menggunakan SPSS.

f. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di

entry ke komputer. Peneliti melakukan pemeriksaan kembali data yang telah

dimasukan untuk pengecekan ulang pada data-data yang telah dimasukan

(Notoatmodjo, 2012).

2. Teknik Analisis Data

Data yang telah diolah dilakukan analisis yang merupakan langkah

terakhir dalam penelitian ini. Data akan dimasukkan ke dalam komputer dan diuji

secara statistik. Langkah ini terdiri dari:

36
a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menentukan persentase masing-masing

variabel. Penentuan besarnya presentase sebagai berikut:

X= x 100%

Keterangan:

X : Hasil persentase

f : Frekuensi hasil pencapaian

n : Total seluruh observasi

b. Analisis bivariat

Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Uji

yang dipakai adalah chi-square dengan batas kemaknaan α = 0,05. Apabila

terdapat sel yang kosong atau nilai < 5 maka digunakan fisher extact Menentukan

uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan nilai p (p value) dengan

nilai  = 0,05 pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1 dengan

kaidah keputusan sebagai berikut : Keputusan uji statistik.

G. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan surat kelayakan etik dari

komisi etik. Pengambilan data akan dilakukan setelah responden mendapatkan

penjelasan sebelum persetujuan dan menandatangani lembar persetujuan sebagai

bukti kesediaan menjadi responden penelitian. Informasi dan subjek penelitian

hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan dirahasiakan untuk umum.

37
Peneliti tidak akan memilih responden berdasarkan suku, agama, rasa atau adat

yang dianut oleh responden.

Penelitian ini akan dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian sehingga

dapat bermanfaat bagi semua pihak. Hasil dari penelitian ini akan disimpan di

perpustakaan Poltekkes Kemenkes Denpasar jurusan kebidanan agar dapat

digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K., Lichtman, A. H., & Pillai, S. (2016). Immunologi Dasar Abbas:
Fungsi dan Kelainan Sistem Imun (5th ed.). Singapura: Elseiver.
Amsalu, E. T., Yihunie, T., Id, A., & Gelaye, K. A. (2019). Spatial distribution
and determinants of acute respiratory infection among under-five children in
Ethiopia : Ethiopian Demographic Health Survey 2016. PLoS, 14(4), 1–14.
Aprillia, Y. T., Mawarni, E. S., & Agustina, S. (2020). Pengetahuan Ibu Tentang
Makanan Pendamping ASI ( MP-ASI ) Pendahuluan. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(2), 865–
872. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.427
Arini, D., Mayasari, A.C., & Rustam, M.Z.A. (2019). Gangguan perkembangan
motorik dan kognitif pada anak toodler yang mengalami stunting di wilayah
Pesisir Surabaya. Journal of Health Science and Prevention, 3, 123-128.
doi:10.29080/jhsp.v3i2.231
Arini, D., Nursalam, nursalam, Mahmudah, mahmudah, & Faradilah, I. (2020).
The incidence of stunting , the frequency / duration of diarrhea and Acute.
Journal of Public Health Research, 1816, 117–120.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. (2018). Pedoman Pelaksnan
Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupten/Kota. Jakarta:
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Badan Pusat Statistik. (2019). Survei Status Gizi Balita Indonesia , 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Batiro, B., Demissie, T., Halala, Y., & Anjulo, A. A. (2017). Determinants of
stunting among children aged 6-59 months at Kindo Didaye woreda ,
Wolaita Zone , Southern Ethiopia : Unmatched case control study. PLoS,
12(12), 1–15.
Candra Aryu, 2020, Patofisiologis Stunting. JNH (Journal of Nutrition and
Health) Vol.8 No.2 2020. e ISSN: 2622-8483; p ISSN: 2338-3380

39
Christian, P., Lee, S. E., Angel, M. D., Adair, L. S., Arifeen, S. E., Ashorn, P., …
Hu, G. (2013). Risk of childhood undernutrition related to small-for-
gestational age and preterm birth in low- and middle-income countries.
International Kournal of Epidemiology, 42(August), 1340–
1355. https://doi.org/10.1093/ije/dyt109
Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Profil Kesehatan Klungkung Tahun
2018
Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Profil Keseatan Klungkung Tahun 2019
Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Profil Kesehatan Klungkung Tahun
2020
Fikawati, S. & Syafiq, A. (2014). Konsumsi kalsium pada remaja. Dalam Gizi dan
kesehatan masyarakat (h. 169 – 191). Jakarta: Rajawali Pers.
Fitri, Lidia. 2018. Hubungan Bblr Dan Asi Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018
(131-137)
Hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2020
Imdad, A., & Bhutta, Z. A. (2011). Effect of preventive zinc supplementation on
linear growth in children under 5 years of age in developing countries : a
meta-analysis of studies for input to the lives saved tool. BMC Public
Health, 11(Suppl 3), S22
Imran, M. I. K., Inshafi, M. U. A., Sheikh, R., & Chowdhury, M. A. B. (2019).
Risk factors for acute respiratory infection in children younger than five
years in Bangladesh. Public Health, 173, 112–119
Indrawani, Y.M. (2014). Penyakit kurang gizi. Dalam Gizi dan kesehatan
masyarakat (h. 197 – 214). Jakarta: Rajawali Pers
Jime, Ã. E., Mader, I., Soto, A., Martı, V., & Rodrı, J. M. (2014). Lactobacilli and
Bifidobacteria in Human Breast Milk : JPGN, 59(1), 78–88. 
Kartini, A., Suhartono, Subagio, H. W., Budiyono, & Emman, I. M. (2016).
Kejadian stunting dan kematangan usia tulang pada anak usia sekolah
dasar di daerah pertanian Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 11(2).
Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018

40
Kemenkes RI. 2019. Kebijakan Dan Strategi Penanggulangan Stunting di
Indonesia
Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2020 tantang Standar Antropometri Anak. , Pub. L. No. 2,
1 (2020).
Kementerian Kesehatan RI. (2020b). Profil Kesehatann Indonesia Tahun 2019.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI, 2020, Studi Status Gizi Balita Terintegrasi Susenas 2019
Keusch, G. T., Rosenberg, I. H., & Louis, S. (2015). HHS Public Access. Food
Nutr Bull, 34(3), 357–364.
Kinanti, R. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya Pendahuluan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 225–
229. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.253
Kinyoki, D. K., Manda, S. O., Moloney, G. M., Odundo, E. O., Berkley, J. A.,
Noor, A. M., & Kandala, N. (2017). Modelling the Ecological
Comorbidity of Acute Respiratory Infection , Diarrhoea and Stunting
among Children Under the Age of 5 Years in Somalia. International
Statistical Review, 85(1), 164–176. https://doi.org/10.1111/insr.12206
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, menyusui & SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika
Kusharisupeni. (2014). Gizi dalam daur kehidupan (prinsip-prinsip dasar). Dalam
Gizi dan kesehatan masyarakat (h. 149 – 169). Jakarta: Rajawali Pers.
Kusumawardani, I. (2017). ASI eksklusif, panjang badan lahir, berat badan lahir
rendah sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada anak usia 6-24 bulan
di Puskesmas Lendah II Kulon Progo. Politeknik Kesehatan kementerian
Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta
Lubis, FSM, dkk. 2018. Hubungan Beberapa Faktor Dengan Stunting Pada Balita
Berat Badan Lahir Rendah
Marlani R., Neherta M, Deswita. 2021. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 21(3), Oktober 2021, 1370-1373
Mentari, S. & Hermansyah, A. (2018). Faktor yang berhubungan dengan status
stunting anak usia 24 – 59 bulan di wilayah kerja UPK Puskesmas Siantan
Hulu. Pontianak Nutrition Journal, 01(01), 1 – 4

41
Millward, D. J. (2017). Nutrition , infection and stunting : the roles of de fi
ciencies of individual nutrients and foods , and of in fl ammation , as
determinants of reduced linear growth of children Nutrition Research
Reviews. (2017), 50–72.
Murtini. & Jamaluddin. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak usia 0-36 bulan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah,
7(2),1 - 10
Nurjanah, L.O. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
di wilayah kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun
2018. Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun, Madiun.
Onis, M. De, & Branca, F. (2016). Review Article Childhood stunting : a global
perspective. Maternal & Child Nutrition, 12(1), 12–
26. https://doi.org/10.1111/mcn.12231
Oz, H. S. (2017). Nutrients, Infectious and Inflammatory Diseases. Nutrients,
9(10), 1085. https://doi.org/10.3390/nu9101085
Pardede, R. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada
balita usia 24 –59 bulan di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 (Tesis, Universitas Sumatera Utara).
Diakses dari http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/20045
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang
Standar Antropometri Anak
Prendergast, A. J., & Humphrey, J. H. (2014). The stunting syndrome in
developing countries. Pediatrics and International Child Health, 34(4).
Richard, S. A., Black, R. E., Gilman, R. H., Guerrant, R. L., Kang, G.,
Rasmussen, Z. A., … Lanata, C. F. (2014). Catch-Up Growth Occurs after
Diarrhea in Early. The Journal of Nutrition, (21), 965–
971. https://doi.org/10.3945/jn.113.187161.experiences
Sampe, S. A., Toban, R. C., & Madi, M. A. (2020). Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Pendahuluan. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 448–
455. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.314

42
Sari, E. M., Juffrie, M., Nurani, N., & Sitaresmi, M. N. (2016). Asupan protein ,
kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 12(4).
Sari, Y. P. (2016). Riwayat Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut dengan
Kejadian Stunting pada Anak Balita. Jurnal Kebidanan Besurek, 1(2),
118–126.
Septikasari, Majestika. 2018. Status Gizi dan Faktor yang Mempengaruhi.
Yogyakarta. UNY Press
Siswati, Tri. 2018. Stunting. Yogyakarta. Husada Mandiri
Solin, A. R., Hasanah, O., & Nurchayati, S. (2019). Hubungan Kejadian Penyakit
Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita 1-4 Tahun. JOM FKp,
6(1), 65–71.
Soumokil, dkk. 2018. Hubungan Status Kek Ibu Hamil Dan Bblr Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita Di Puskesmas Tawiri Kota Ambon. JKT,
2018;9(2):45-51
Sukmathi, dkk. 2018. Status Gizi Ibu Saat Hamil, Berat Badan Lahir Bayi Dengan
Stunting Pada Balita
Syah, N.F. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2018. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. United Nations Children’s Fund, World Health
Organization, World Bank Group. (2018). Level and trends in child
malnutrition: key findings of the 2018 edition of the joint child
malnutrition estimates.
Diakses dari https://www.who.int/nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf
UNICEF. (2015). UNICEF’s approach to scaling up nutrition. New York:
UNICEF.
WHO. (2013). Childhood Stunting : Context , Causes and Consequences WHO
Conceptual framework. 9(September).
WHO. (2014). Infection prevention and control of epidemic- and pandemic-prone
acute respiratory infections in health care. Geneva: World Health
Organization

43
World Health Organization. (2018). Child Stunting Data Visualization
Dashboard. Diakses dari http://apps.who.int/gho/data/node.sdg.2-2-viz-
1?lang=en

44
45

Anda mungkin juga menyukai