USULAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
MENGETAHUI ;
KETUA JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
iii
LEMBAR PENGESAHAN
USULAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
TIM PENGUJI :
MENGETAHUI ;
KETUA JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan usulan skripsi yang berjudul
tepat pada waktunya. Tujuan penelitian ini untuk memenuhi mata kuliah
Kesehatan Denpasar.
Terapan Kebidanan.
5. Gusti Ayu Eka Utarini, M,Kes sebagai pembimbing pendamping yang telah
administrasi.
v
Dalam usulan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki
beberapa kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi
ini.
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian........................................................................................5
A. .Gizi Balita....................................................................................................6
B. Stunting.......................................................................................................11
C. Hipotesis.....................................................................................................31
A. Jenis Penelitian............................................................................................32
vii
B. Alur Penelitian............................................................................................33
G. Etika Penelitian...........................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian..............................................................29
Gambar 2 Alur Penelitian....................................................................................33
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting saat ini menjadi salah satu masalah yang disoroti oleh pemerintah
nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden no. 72 tahun 2021. Upaya
Setiap desa dibentuk tim penanggulangan stunting yang dananya dianggakan oleh
desa. Sebagai bentuk perwujudan upaya tersebut maka masing - masing desa
beranggotakan empat orang yang sudah dilatih oleh kecamatan masing masih
Stunting adalah kondisi keadaan balita yang mana situasi ini didapat dari
mengukur panjang badan atau tinggi badan berdasarkan umur anak yang hasilnya
( < 2 SD) dari standar pertumbuhan anak World Health Organization (WHO).
Pertumbuhan anak pada masa balita dapat diukur melalui tinggi badan dan berat
badan yang disesuaikan dengan umurnya. Penting bagi anak untuk memiliki
tinggi dan berat badan yang cukup, karena hal ini akan mempengaruhi
motorik halus maupun perkembangan kognitif anak. Beberapa kondisi yang bisa
(stunting).
Permasalahan gizi kurang yang dialami dalam waktu lama pada masa
berasal dari faktor sosial ekonomi, kurangnya asupan gizi pada ibu hamil, kondisi
sanitasi lingkungan, infeksi yang dialami bayi ataupun ibu saat hamil dan masih
setiap negara. Tren kejadian balita stunting di Dunia Tahun 2000 sebesar 32,6%,
Berdasarkan data dari WHO prevalensi balita stunting di Asia Tenggara yang
tertinggi yaitu Timor Leste dengan rata-rata prevalensi sebesar 50,2%. Indonesia
berada pada urutan ketiga negara dengan prevalensi tertinggi balita stunting
sebesar 36,4% pada Tahun 2005 sampai 2017, sementara Thailand memiliki rata-
rata prevalensi terendah balita dengan stunting yaitu hanya sebesar 10,5% di Asia
Prevalensi balita stunting dari Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI)
Tahun 2019 yaitu 27,7%, 2020 sebanyak 26,9% dan Tahun 2021 sebesar 24,4%.
penurunan. Namun menurut WHO apabila prevalensi balita stunting suatu negara
sebesar 20% ataupun lebih hal tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat
693 anak (Profil Kesehatan Klungkung 2020). Hal ini menunjukkan terjadinya
peningkatan jumlah stunting dari tahun 2019 yaitu sebanyak 425 anak. Stunting
Puskesmas Nusa Penida I sejumlah 206 anak. Hal ini tentu dipengaruhi oleh
2
berbagai faktor, mulai dari gizi ibu selama kehamilan hingga asupan nutrisi anak
dari bayi sampai saat ini (Kemenkes RI, 2018). Aspek yang mempengaruhi status
gizi seseorang yaitu dapat dari konsumsi makanan yang diperoleh, pendidikan
serta pengetahuan orang tua mengenai pentingnya memenuhi asupan gizi tubuh,
asupan gizi seseorang, karakteristik seseorang seperti jenis kelamin laki-laki pada
lingkungan juga memberikan peran yang besar sebab lingkungan yang buruk
Stunting ini merupakan kondisi dari masalah kurang gizi yang terjadi pada
masa lampau dimulai dari masa remaja yang sudah mengalami kurang gizi,
dilanjutkan pada masa kehamilan kurang asupan, hingga saat melahirkan bayi
mengalami kekurangan gizi dan terus berlanjut ke siklus hidup selanjutnya. Faktor
Asupan nutrisi anak yang terpenting salah satunya adalah pemberian air
susu ibu (ASI) yang dilihat dari indikator inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI
penulis kepada lima orang ibu yang memiliki balita stunting, diketahui bahwa tiga
diantaranya tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya. Alasan ibu
tidak memberikan ASI eksklusif karena ibu bekerja, serta ketakutan ibu bahwa
ASI yang dihasilkannya kurang untuk memenuhi gizi anaknya. Adapula yang
3
sebelum berumur enam bulan. Hal ini sejalan dengan hasil Profil Kesehatan
Penida I pada tahun 2018 dan tahun 2019. Tahun 2018 prevalensi cakuan
pemberian ASI eksklusif sebesar 53,1%, sedangkan pada tahun 2019 sebesar 24,
59%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan prevalensi
B. Rumusan Masalah
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun
2021?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
4
c. Mengetahui faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian stunting di
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
penyebab stunting yang dapat terjadi pada balita dan sebagai bahan informasi
keluarga.
stunting.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi Balita
1. Balita
Balita adalah individu yang memilki rentang usia tertentu. Balita bisa
dikelompokkan menjadi tiga tingkatan usia yaitu usia bayi (0-2tahun), golongan
balita (2-3 tahun) dan usia pra sekolah (>3-5tahun). WHO menggolongkan usia
balita dari 0 sampai 60 bulan sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa balita
yang tidak begitu pesat daripada dengan masa bayi. Elizabeth B. Hurlock dalam
Adriani dan Wirjatman (2016) mengatakan siklus hidup pada masa balita adalah
periode emas dalam proses perkembangan anak yang akan menjadi bekal bagi
fase kehidupan selanjutnya. Kebutuhan gizi pada masa Balita yang tidak terpenuhi
dapat menyebabkan gangguan gizi sehingga akan mempengaruhi fase hidup Balita
selanjutnya. Oleh karena itu, asupan makanan yang berkualitas gizi tinggi sangat
hewani), vitamin (Vit B kompleks, Vit C dan Vit A) serta mineral (Ca, yodium,
fosfor, Fe dan Zn). Peran orang tua dan keluarga dalam pemenuhan asupan gizi
Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dan metros. Antropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran dari
dengan mengukur panjang badan atau tinggi badan, lingkar kepala, berat badan,
lingkar lengan atas dan tebal kulit. Pengukuran ini dilakukan guna menilai
Indeks pengukuran antropometri balita terdiri dari berat badan menurut umur
(BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat
badan menurut panjang badan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/PB atau
dilakukan pengukuran yaitu panjang badan (anak 0-24 bulan) yang diukur
telentang atau berbaring dan tinggi badan (anak > 24 bulan) diukur dengan cara
berdiri menurut umur anak yang dihitung dalam bulan (Kementerian Kesehatan,
2011).
gizi masyarakat. Berikut merupakan indeks atau batasan yang ditetapkan dalam
7
Tabel 1
Kategori Indeks Antropometri Status Gizi Anak
8
1 2 3
Indeks Massa Gizi buruk (severely thinness) <-3 SD
Tubuh menurut Umur Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
(IMT/U) Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
anak usia 5 - 18 Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
tahun Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2020
Keterangan:
2. Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi
kriteria diagnosis gizi buruk dan gizi kurang menurut pedoman Tatalaksana
Anak Gizi Buruk menggunakan Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan
B. Stunting
1. Definisi stunting
pertumbuhan, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya, sebagai
akibat dari masalah gizi kronis yaitu kekurangan asupan gizi dalam waktu yang
9
Tahun 2020 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, stunting atau
pendek merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks tinggi badan menurut
umur (TB/U) dengan zscore kurang dari -2 SD (standar deviasi). Stunting bukan
anak menjadi mudah sakit, selain itu juga terjadi gangguan perkembangan otak
umur (TB/U).
juga perkembangan otak anak. Penyebab kejadian stunting berasal dari faktor
yang komplit. Balita dengan stunting ini akan berdampak terhadap masa depan
Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru
nampak saat anak berusia dua tahun. Prevalensi stunting mulai meningkat pada
usia 3 bulan, kemudian proses stunting melambat pada saat anak berusia sekitar 3
usia anak. Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, menggambarkan proses
pada anak yang berusia lebih dari 3 tahun, menggambarkan keadaan dimana anak
Nilai z-score tinggi badan anak menurut umir yang (< - 2SD) merupakan
penentu dari adanya kejadian stunting pada anak, sedangkan severely stunted atau
10
sangat pendek ditentukan dengan z-score tinggi badan anak menurut umur yang
(< -3 SD) . Kondisi anak dikatakan normal apabila hasil dari antropometri nilai z-
score tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih dari -2 SD berdasarkan kriteria
2. Etiologi
sehingga, pada waktu tertentu selama periode pertumbuhan, satu atau yang lain
(cetak biru) genetik yang mencakup potensi untuk mencapai ukuran dan bentuk
Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam
kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Masa
seribu hari pertama kehidupan adalah masa awal kehidupan yang dimulai dari
awal kosepsi sampai dengan anak berusia dua tahun. Masa ini dibagi dalam dua
masa penting yaitu masa 270 hari (9 bulan) dalam kandungan dan masa 730 hari
(2 tahun) setelah bayi lahir sampai dengan anak berusia dua tahun. Masa 270 hari
pertama kehamilan merupakan masa dimana sebagian besar organ dan sistem
tubuh janin terbentuk dan berkembang. Pembentukan cikal bakal organ tubuh
11
seperti otak, hati, jantung, ginjal, tulang dan organ lainnya terjadi pada usia
organ-organ penting terus berlanjut dari usia kehamilan sembilan minggu sampai
kelahiran bayi. Setelah bayi lahir pertumbuhan dan perkembangan organ berlanjut
sampai usia dua tahun. Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak terutama
pertumbuhan serabut saraf dan cabang cabangnya terus berlangsung sampai anak
berusia 2 tahun, sehingga terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks.
fungsi melihat, mendengar, berbahasa dan fungsi kognitif yang lebih tinggi. Pada
Setelah melewati fase kehamilan, tahap selanjutnya dari masa 1000 hari
pertama kehidupan adalah masa bayi berusia 0 sampai dengan 6 bulan. Pada masa
ini ASI eksklusif memegang peranan yang sangat penting. ASI merupakan
makanan tunggal terbaik untuk bayi barulahir sampai dengan 6 bulan karena
itu colostrum dalam ASI merupakan antibodi terbaik yang dapat melindungi bayi
dari infeksi dan penyakit. Setelah bayi berusia 6 bulan kebutuhan nutrisi tidak lagi
bisa dipenuhi hanya dengan pemberian ASI eksklusif. Mulai usia 6 bulan bayi
harus mulai mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ASI tetap
diberikan sampai dengan bayi berusia 2 tahun. MP-ASI harus mencakup semua
zat gizi yang dibutuhkan antara lain karbohidrat, protein, lemakvitamin, mineral
3. Dampak stunting
12
Berdasarkan Kementerian Kesehatan (2019) menyebutkan bahwa stunting
a. Dampak kesehatan
kematian, namun apabila bayi itu hidup survive maka akan terjadi gangguan
disepanjang siklus hidupnya seperti skor kognitif yang rendah, dewasa yang tidak
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami malnutrisi pada saat kehamilan
akan lahir dengan ukuran yang lebih kecil baik beratnya, panjangnya, lingkar
perut, lingkar kepala dan tentu saja organ-organ dalam yang vital dibandingkan
bayi yang ibunya terpenuhi kebutuhan gizinya. Janin beradaptasi dengan cara
sehingga lahir menjadi bayi dengan berat lahir rendah (Tri Siswati, 2018 ).
pada masa dewasa kelak. Gangguan metabolik adalah kelainan kesehatan yang
tidak menular sangat tinggi seperti penyakit jantung, obesitas, stroke serta
diabetes
b. Dampak ekonomi
kesehatan selalu berhubungan dengan kondisi ekonomi. Berdasarkan data dari the
13
oleh Indonesia sebesar 13.000 triliun rupiah, maka potensi kerugian yang akan
dialami yaitu sekitar 260 – 390 triliun rupiah per tahunnya. Negara akan
menjadi negara maju. Anak dengan stunting akan berlanjut ke masa dewasa
kognitif serta kesehatan yang kurang baik. Hal ini akan berdampak terjadinya
kualitas hidup yang dijalanin pada masa sekarang, kualitas SDM tentu bergantung
terhadap kualitas gizi yang di dapat terutama pada masa persiapan sebelum
menikah, saat hamil dan juga saat menyusui. Kehidupan pada seribu hari pertama
ini sangat penting untuk diperhatikan sebab permasalahan ketertinggalan gizi yang
dialami pada waktu ini akan berdampak terhadap masa depan yang akan bersifat
persisten dan suklit diperbaiki. Efek dari hal ini tidak hanya akan terlihat pada
kondisi fisik melainkan jauh lebih buruk akan berdampak terhadap kemampuan
berpikir anak yang kurang, risiko terkena penyakit tidak menular semakin tinggi
yang berakibat kualitas hidup yang akan lebih rendah dibandingkan manusia
Siswati,2018) :
mengenyam pendidikan tinggi (2,6 kali lebih rendah) dan berdampak pada
penghasilan (22%) lebih rendah dari pada anak yang lahir dari ibu yang tidak
mengalami malnutrisi. Akibatnya anak ini akan menjadi lost generation, generasi
yang hilang karena hilangnya aset yang berdaya saing untuk membangun negeri.
kecepatan tumbuh kembang kognitif serta perilaku terjadi tidak maksimal yang
diakibatkan oleh kurang gizi, hal tersebut tidak dapat diperbaiki sepenuhnya
(Kusharisupeni, 2014).
perkembangan kognitif dan motorik anak dapat dipengaruhi oleh derajat stunting.
juga motorik sehingga anak diketahui cenderung akan lebih tertutup dan lebih
b. Kemiskinan intergenerasi
mereka menjadi asisten rumah tangga, pramuniaga, sales, buruh pabrik atau
buruh tani atau nelayan. Mata pencaharian yang mereka geluti tidak
stunting akan berdampak negatif yang berlangsung selama kehidupannya dan sulit
untuk diperbaiki hal ini terjadi akibat terjadinya kurang gizi dari awal fase
15
kehidupan anak dan selanjutnya akan berdampak pada seluruh fase kehidupan
anak. Stunting tidak hanya berdampak terhadap kekurangan gizi melainkan anak
yang mungkin saja akan menjadi orang dewasa dengan pendidikan yang rendah,
dalam pemenuhan gizi keluarga dan akan jauh lebih rentan mengalami sakit
degeneratif.
menjadi dewasa yang tidak produktif, mengalami cacat dan bahkan kematian dini.
penyebab kematian. Menurut Kemenkes RI, 2014 kematian karena penyakit yang
Kehidupan (HPK) sebagai intervensi bagi ibu untuk mencegah terjadinya stunting
pada balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan tahap primer, sekunder
dan tersier.
a. Pencegahan primer
Intervensi gizi spesifik ini dibagi menjadi tiga yang dimulai dari masa
kehamilan ibu hingga melahirkan. Ibu hamil merupakan sasaran pertama, adapun
16
kegiatan yang dilakukan dalam intervensi ini adalah pemberian makanan
kekurangan iodium, mencegah terjadinya kekurangan zat besi dan asam folat
Ibu menyusui dan bayi (0-23 bulan) merupakan sasaran kedua, kegiatan
Ibu menyusi dan anak (24-59 bulan) merupakan sasaran ketiga, kegiatan
yang dilakukan dalam intervensi ini adalah mengajak ibu agar dapat meneruskan
kebutuhan zat besi serta melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi
dan malaria.
minum dan sanitasi dengan menyediakan akses air bersih yang aman untuk
bantuan untuk keluarga kurang mampu (PKH) dan pelayanan keluarga berencana
(KB). Peningkatan kesadaran pengasuhan gizi ibu dan anak dengan melakukan
17
pemberian informasi mengenai kesehatan melalui berbagai media, membagikan
pendidikan tentang penjagaan kepada orang tua, PAUD, penddikan tentang gizi
non tunai (BPNT), melakukan fortifikasi bahan pangan pokok, membuat KRPL.
b. Pencegahan sekunder
terhadap kebutuhan gizi pada remaja, membentuk konselor sebaya guna dapat
yaitu dengan memberikan sumplementasi tablet tambah darah pada remaja putri,
Puskesmas.
c. Pencegahan tersier
Adapun intervensi yang dapat dilakukan yaitu melalui intervensi sosial dan
Pemerintah daerah.
remaja.
Izwardy, 2019):
3. Kelahiran premature.
8. Anak laki-laki cenderung lebih berisiko mengalami stunting dari pada anak
perempuan.
9. Anak-anak dari keluarga dengan jamban yang buruk dan air minum tidak
10. Faktor masyarakat dan sosial seperti akses yang rendah terhadap pelayanan
1. Faktor anak
a. Jenis kelamin
19
Menurut Fikawati dan Syafiq (2014) yang mengutip dari Khumaidi (1989)
kebutuhan asupan gizi. Kebutuhan asupan gizi laki-laki lebih banyak, hal ini
dipengaruhi oleh banyaknya rutinitas yang dilakukan. Tentu saja, dengan hal ini
b. Riwayat BBLR
Suatu kondisi dimana bayi lahir dengan BB < 2.500 gram akibat dari
terjadinya kurang gizi yang didapat pada sebelum dan saat hamil (Kusharisupeni,
2014). Menurut hasil penelitian dari Murtini dan Jamaluddin (2018) BBLR
(2018) di Madiun bahwa BBLR berhubungan dengan stunting pada balita (0,002
dan OR =2,62). Berat badan lahir rendah (BBLR) berhubunga n signifi kan
dengan kejadian stunting (Lubis, dkk. 2018). Anak dengan BBLR berpeluang
29,4 kali lebih besar mengakibatkan anak stunting dibandingkan dengan anak
yang tidak BBLR (Nilfar Ruaida,2018 ). Namun, berbeda dengan hasil penelitian
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI Eksklusif
eksklusif, ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
20
selama enam bulan tanpa menambahakan dan atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain. Dwi Sunar Prasetyo dalam bukunya menyebutkan ASI
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama enam bulan tanpa tambahan
cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi
Suatu cairan yang mengandung banyak protein dan juga antibodi yang
tidak dapat ditemukan pada susu formula mana pun adalah ASI. Proses menyusui
prolactin semakin dominan dengan terjadinya hal ini maka mulailah terbentuk
ekslusif merupakan factor resiko terjadinya gizi kurang pada balita. Berbeda
tidak terdapat hubungan ASI eksklusif dengan stunting p value yang didapat
d. Riwayat infeksi
mengalami sakit diare dan infeksi saluran napas, apabila seseorang mengalami
akan berisiko lebih besar akan mengalami penyakit infeksi. Jika sakit infeksi yang
kurang melainkan riwayat infeksi juga berperan dalam masalah gizi anak yang
mengalami penyakit infeksi akan memengaruhi pola makan dan penyerapan gizi
2. Faktor ibu
status gizi seseorang dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan
dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya permasalahan gizi (Fikawati &
Syafiq, 2014). Berdasarkan hasil penelitian Mentari dan Hermansyah (2018) ibu
pemahaman seseorang untuk dapat memberikan asupan gizi yang baik bagi
keluarga. Namun berbeda dengan (Septikasari et.al,2016) Ibu yang rajin membaca
informasi tentanggizi atau turut serta dalam penyuluhan gizi bukan mustahil akan
memiliki pengetahuan tentang gizi yang lebih baik walaupun memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. Pendidikan pada satu sisi mempunyai dampak positif
pemenuhan gizi keluarga, tetapi di sisi lain pendidikan yang semakin tinggi juga
berdampak pada adanya perubahan nilai sosial yang dapat berpengaruh pada pola
hidup sehat termasuk konsumsi makanan (Septikasari et.al., 2016). Ibu dengan
pada pemilihan makanan cepat saji yang sering diberikan kepada anak dengan
b. Pekerjaan
anak SD di sei renggas (p value = 0,144). Namun hasil Nurjanah (2018) pekerjaan
ibu (p value = 0,001) berhubungan dengan stunting pada balita di wiayah kerja
c. Pendapatan keluarga
langsung dapat dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang rendah dan keganasan
tingkat rumah tangga yang tidak cukup. Ketersediaan pangan ini akan terpenuhi,
jika daya beli masyarakat cukup. Sosial ekonomi masyarakat merupakam faktor
yang turut berperan dalam menentukan daya beli keluarga. Salah satu parameter
Pendapatan keluarga sangat berperan penting dalam pemenuhan zat gizi keluarga.
Kemampuan daya beli sesuai keluaga sesuai dengan pendapatan yang dimiliki.
semakin banyak pula alokasi uang yang digunakan untuk membeli kebutuhan
23
pangan seperti sayur, buah daging dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan gizi
keluarga (Fikawati & Syafiq, 2014). Lestari, Rezeki, Mayasari dan Manggabarani
memang pendapatan berhubungan dengan stunting pada anak Sekolah Dasar (SD)
Status gizi ibu merupakan salah satu faktor yang secara signifikan
berpengaruh terhadap status gizi anak. Status gizi ibu hamil merefleksikan potensi
simpanan gizi untuk tumbuh kembang janin. Status gizi hamil dapat diukur
melalui indek masa tubuh (IMT) dan lingkar lengan atas (LILA). IMT dihitung
berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam
meter kuadrat (m2) dan tidak terikat dengan jenis kelamin. Ambang batas IMT
kategori normal yang digunakan untuk penduduk Indonesia adalah 18,5 -25
kg/m2. Penggunaan IMT hanya dapat berlaku pada usia dewasa (>18 tahun) dan
tidak sedang hamil. dikator kondisi KEK. Kondisi KEK pada wanita hamil
menunjukan kurangnya cadangan zat gizi yang sangat diperlukan pada saat
kehamilan. KEK pada ibu hamil yang berlanjut sampai dengan kehamilan akan
lebih sulit untuk diatasi karena secara fisiologi tubuh ibu hamil sendiri mengalami
peningkatan kebutuhan zat gizi seiring dengan perkembangan janin. Ibu dengan
berat badan lebih rendah harus mencapai pertambahan berat badan yang lebih
banyak dibandingkan ibu dengan berat badan l lebih tinggi sehingga ibu dengan
berat badan lebih rendah akan mengalami kesulitan untuk mencapai pertambahan
berat badan ideal (Ariyani et al., 2012). Kondisi tersebut akan berdampak pada
tidak optimalnya pertumbuhan janin yang lebih lanjut dapat menyebabkan bayi
24
yang dilahirkan mengalami BBLR (Ariyani et al., 2012). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Puskesmas Tawiri kota Ambon ibu hamil dengan KEK
sewaktu hamil berpeluang 4,85 kali lebih besar mengakibatkan anak stunting
dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi
pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, menurut WHO
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat
kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
persalinan (inertia uteri, atonia uteri, partus lama), gangguan pada masa nifas (sub
involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan produksi ASI rendah), dan
25
gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian
nantinya akan dilahirkan, semakin tinggi kadar Hb semakin panjang ukuran bayi
yang akan dilahirkan (Ruchcayati 2012). Ibu hamil yang terpapar anemia
menimbulkan gejala-gejala letih, lesu, cepat lelah dan gangguan nafsu makan,
sehingga berdampak kepada keadaan gizi ibu, yang tercermin dalam berat
badannya. Bila hal ini terjadi pada saat trimester III, maka risiko melahirkan
prematur ataupun BBLR 3,7 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil trimester III
Hemoglobin sebagai transportasi zat besi dari ibu ke janin melalui plasenta.
Transfer zat besi dari ibu ke janin didukung oleh peningkatan substansial dalam
penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur oleh plasenta. Ferum fertin
meningkat pada umur kehamilan 12–25 minggu. Kebanyakan zat besi ditransfer
ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu yang sesuai dengan waktu puncak
efisiensi penyerapan zat besi ibu. Serum transferin membawa zat besi dari
sirkulasi ibu untuk transferin reseptor yang terletak pada permukaan apikal dan
fertin dalam sel – sel plasenta yang akan dipindahkan ke apotransferin yang
masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai holotransferin ke dalam sirkulasi
janin.
26
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Faktor-faktor yang
Kejadian sunting pada
mempengaruhi kejadian
ana usia 24-59 bulan
stunting:
Faktor Anak
Faktor Ibu
Faktor Lingkungan
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: hubungan yang diteliti
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian
1. Variabel
dependent, yaitu :
stunting pada balita, meliputi faktor anak, faktor ibu dan faktor lingkungan.
Faktor anak yaitu jenis kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif dan
riwayat infeksi balita. Faktor ibu yaitu riwayat kehamilan, umur ibu saat
b. Variabel dependent, yaitu kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan.
2. Definisi Operasional Variabel
Tabel 1
Definisi Operasional Variabel
28
pada ibu jika ada.
Umur ibu saat Status umur ibu saat Kuesioner Nominal
hamil mengandung anaknya -ideal (20-35 tahun)
-resiko tinngi
(<20tahun atau
>35tahun)
Pendidikan ibu Kuesioner Nominal
-rendah (tidak
bersekolah, SD, SMP)
-tinggi (SMA/MK,
perguruan tinggi)
Pendapatan Kuesioner Nominal
keluarga -rendah
-tinggi
Fasilitas Ketersediaan jamban Kuesioner Nominal
sanitasi dan septic tank -ada
-tidak ada
Sumber air Ketersediaan dan Kuesioner Nominal
minum penggunaan air bersih -ada
-tidak ada
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu faktor anak, faktor ibu dan faktor
lingkungan berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan.
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
mempengaruhi kejadian stunting, dengan variabel terikat dari penelitian ini yaitu
kejadian stunting ada anak usia 24-59 bulan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan Cross Sectional yaitu variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus
yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang
Rumusan Masalah
Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I Tahun 2021
Studi Pendahuluan
Populasi
Seluruh balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida I
Kriteria Kriteria
Inklusi Ekslusi
Sampel
Teknik pengambilan sampel non probability sampling yaitu consecutive sampling
Pengumpulan data
Kuesioner
Pengolahan Data
Analisis Data
Penyajian Data
31
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penida I. Penelitian ini akan dilaksanakan dari tanggal 1 Januari sampai dengan 1
Mei 2022.
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh anak usia 24-59 bulan di wilayah
2. Sampel
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria eksklusi
32
n= +3
Keterangan:
n : Besar sampel
3. Teknik Sampling
sampling yaitu consecutive sampling artinya sampel yang diambil adalah seluruh
subjek yang diamati dan memenuhi kriteria pemilihan sampel yang kemudian
seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan mengeluarkan sampel yang
datanya dalam kurun waktu penelitian hingga besar sampel yang diinginkan
terpenuhi.
Ibu dari anak yang akan dijadikan sampel penelitan akan diberikan
penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan dari penelitian ini dan diminta
kuesioner
33
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
pada anak usia 24-59 bulan yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data
Kebidanan
dilakukan.
34
h. Menentukan sampel yang memenuhi kriteria inklusi pada kegiatan Posyandu
Balita.
k. Setelah data terkumpul, maka peneliti akan melakukan pengolahan data dan
analisa data.
Data yang akan dianalisis akan diolah terlebih dahulu. Kegiatan dalam
a. Editing
b. Scoring
responden sesuai kriteria instrumen, skoring dalam penelitian ini yaitu masing-
35
masing soal kuisioner mempunyai nilai 0 jika reponden menjawab salah dan
c. Coding
ke dalam kategori. Coding dalam penelitian ini yaitu peneliti memberikan kode 1-
d. Tabulating
e. Entry
f. Cleaning
(Notoatmodjo, 2012).
terakhir dalam penelitian ini. Data akan dimasukkan ke dalam komputer dan diuji
36
a. Analisis univariat
X= x 100%
Keterangan:
X : Hasil persentase
b. Analisis bivariat
dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Uji
terdapat sel yang kosong atau nilai < 5 maka digunakan fisher extact Menentukan
nilai = 0,05 pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1 dengan
G. Etika Penelitian
37
Peneliti tidak akan memilih responden berdasarkan suku, agama, rasa atau adat
dapat bermanfaat bagi semua pihak. Hasil dari penelitian ini akan disimpan di
38
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. K., Lichtman, A. H., & Pillai, S. (2016). Immunologi Dasar Abbas:
Fungsi dan Kelainan Sistem Imun (5th ed.). Singapura: Elseiver.
Amsalu, E. T., Yihunie, T., Id, A., & Gelaye, K. A. (2019). Spatial distribution
and determinants of acute respiratory infection among under-five children in
Ethiopia : Ethiopian Demographic Health Survey 2016. PLoS, 14(4), 1–14.
Aprillia, Y. T., Mawarni, E. S., & Agustina, S. (2020). Pengetahuan Ibu Tentang
Makanan Pendamping ASI ( MP-ASI ) Pendahuluan. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(2), 865–
872. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.427
Arini, D., Mayasari, A.C., & Rustam, M.Z.A. (2019). Gangguan perkembangan
motorik dan kognitif pada anak toodler yang mengalami stunting di wilayah
Pesisir Surabaya. Journal of Health Science and Prevention, 3, 123-128.
doi:10.29080/jhsp.v3i2.231
Arini, D., Nursalam, nursalam, Mahmudah, mahmudah, & Faradilah, I. (2020).
The incidence of stunting , the frequency / duration of diarrhea and Acute.
Journal of Public Health Research, 1816, 117–120.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. (2018). Pedoman Pelaksnan
Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupten/Kota. Jakarta:
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Badan Pusat Statistik. (2019). Survei Status Gizi Balita Indonesia , 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Batiro, B., Demissie, T., Halala, Y., & Anjulo, A. A. (2017). Determinants of
stunting among children aged 6-59 months at Kindo Didaye woreda ,
Wolaita Zone , Southern Ethiopia : Unmatched case control study. PLoS,
12(12), 1–15.
Candra Aryu, 2020, Patofisiologis Stunting. JNH (Journal of Nutrition and
Health) Vol.8 No.2 2020. e ISSN: 2622-8483; p ISSN: 2338-3380
39
Christian, P., Lee, S. E., Angel, M. D., Adair, L. S., Arifeen, S. E., Ashorn, P., …
Hu, G. (2013). Risk of childhood undernutrition related to small-for-
gestational age and preterm birth in low- and middle-income countries.
International Kournal of Epidemiology, 42(August), 1340–
1355. https://doi.org/10.1093/ije/dyt109
Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Profil Kesehatan Klungkung Tahun
2018
Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Profil Keseatan Klungkung Tahun 2019
Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Profil Kesehatan Klungkung Tahun
2020
Fikawati, S. & Syafiq, A. (2014). Konsumsi kalsium pada remaja. Dalam Gizi dan
kesehatan masyarakat (h. 169 – 191). Jakarta: Rajawali Pers.
Fitri, Lidia. 2018. Hubungan Bblr Dan Asi Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018
(131-137)
Hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2020
Imdad, A., & Bhutta, Z. A. (2011). Effect of preventive zinc supplementation on
linear growth in children under 5 years of age in developing countries : a
meta-analysis of studies for input to the lives saved tool. BMC Public
Health, 11(Suppl 3), S22
Imran, M. I. K., Inshafi, M. U. A., Sheikh, R., & Chowdhury, M. A. B. (2019).
Risk factors for acute respiratory infection in children younger than five
years in Bangladesh. Public Health, 173, 112–119
Indrawani, Y.M. (2014). Penyakit kurang gizi. Dalam Gizi dan kesehatan
masyarakat (h. 197 – 214). Jakarta: Rajawali Pers
Jime, Ã. E., Mader, I., Soto, A., Martı, V., & Rodrı, J. M. (2014). Lactobacilli and
Bifidobacteria in Human Breast Milk : JPGN, 59(1), 78–88.
Kartini, A., Suhartono, Subagio, H. W., Budiyono, & Emman, I. M. (2016).
Kejadian stunting dan kematangan usia tulang pada anak usia sekolah
dasar di daerah pertanian Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 11(2).
Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018
40
Kemenkes RI. 2019. Kebijakan Dan Strategi Penanggulangan Stunting di
Indonesia
Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2020 tantang Standar Antropometri Anak. , Pub. L. No. 2,
1 (2020).
Kementerian Kesehatan RI. (2020b). Profil Kesehatann Indonesia Tahun 2019.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI, 2020, Studi Status Gizi Balita Terintegrasi Susenas 2019
Keusch, G. T., Rosenberg, I. H., & Louis, S. (2015). HHS Public Access. Food
Nutr Bull, 34(3), 357–364.
Kinanti, R. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya Pendahuluan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 225–
229. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.253
Kinyoki, D. K., Manda, S. O., Moloney, G. M., Odundo, E. O., Berkley, J. A.,
Noor, A. M., & Kandala, N. (2017). Modelling the Ecological
Comorbidity of Acute Respiratory Infection , Diarrhoea and Stunting
among Children Under the Age of 5 Years in Somalia. International
Statistical Review, 85(1), 164–176. https://doi.org/10.1111/insr.12206
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, menyusui & SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika
Kusharisupeni. (2014). Gizi dalam daur kehidupan (prinsip-prinsip dasar). Dalam
Gizi dan kesehatan masyarakat (h. 149 – 169). Jakarta: Rajawali Pers.
Kusumawardani, I. (2017). ASI eksklusif, panjang badan lahir, berat badan lahir
rendah sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada anak usia 6-24 bulan
di Puskesmas Lendah II Kulon Progo. Politeknik Kesehatan kementerian
Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta
Lubis, FSM, dkk. 2018. Hubungan Beberapa Faktor Dengan Stunting Pada Balita
Berat Badan Lahir Rendah
Marlani R., Neherta M, Deswita. 2021. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 21(3), Oktober 2021, 1370-1373
Mentari, S. & Hermansyah, A. (2018). Faktor yang berhubungan dengan status
stunting anak usia 24 – 59 bulan di wilayah kerja UPK Puskesmas Siantan
Hulu. Pontianak Nutrition Journal, 01(01), 1 – 4
41
Millward, D. J. (2017). Nutrition , infection and stunting : the roles of de fi
ciencies of individual nutrients and foods , and of in fl ammation , as
determinants of reduced linear growth of children Nutrition Research
Reviews. (2017), 50–72.
Murtini. & Jamaluddin. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak usia 0-36 bulan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah,
7(2),1 - 10
Nurjanah, L.O. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
di wilayah kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun
2018. Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun, Madiun.
Onis, M. De, & Branca, F. (2016). Review Article Childhood stunting : a global
perspective. Maternal & Child Nutrition, 12(1), 12–
26. https://doi.org/10.1111/mcn.12231
Oz, H. S. (2017). Nutrients, Infectious and Inflammatory Diseases. Nutrients,
9(10), 1085. https://doi.org/10.3390/nu9101085
Pardede, R. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada
balita usia 24 –59 bulan di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 (Tesis, Universitas Sumatera Utara).
Diakses dari http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/20045
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang
Standar Antropometri Anak
Prendergast, A. J., & Humphrey, J. H. (2014). The stunting syndrome in
developing countries. Pediatrics and International Child Health, 34(4).
Richard, S. A., Black, R. E., Gilman, R. H., Guerrant, R. L., Kang, G.,
Rasmussen, Z. A., … Lanata, C. F. (2014). Catch-Up Growth Occurs after
Diarrhea in Early. The Journal of Nutrition, (21), 965–
971. https://doi.org/10.3945/jn.113.187161.experiences
Sampe, S. A., Toban, R. C., & Madi, M. A. (2020). Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Pendahuluan. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 448–
455. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.314
42
Sari, E. M., Juffrie, M., Nurani, N., & Sitaresmi, M. N. (2016). Asupan protein ,
kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 12(4).
Sari, Y. P. (2016). Riwayat Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut dengan
Kejadian Stunting pada Anak Balita. Jurnal Kebidanan Besurek, 1(2),
118–126.
Septikasari, Majestika. 2018. Status Gizi dan Faktor yang Mempengaruhi.
Yogyakarta. UNY Press
Siswati, Tri. 2018. Stunting. Yogyakarta. Husada Mandiri
Solin, A. R., Hasanah, O., & Nurchayati, S. (2019). Hubungan Kejadian Penyakit
Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita 1-4 Tahun. JOM FKp,
6(1), 65–71.
Soumokil, dkk. 2018. Hubungan Status Kek Ibu Hamil Dan Bblr Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita Di Puskesmas Tawiri Kota Ambon. JKT,
2018;9(2):45-51
Sukmathi, dkk. 2018. Status Gizi Ibu Saat Hamil, Berat Badan Lahir Bayi Dengan
Stunting Pada Balita
Syah, N.F. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2018. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. United Nations Children’s Fund, World Health
Organization, World Bank Group. (2018). Level and trends in child
malnutrition: key findings of the 2018 edition of the joint child
malnutrition estimates.
Diakses dari https://www.who.int/nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf
UNICEF. (2015). UNICEF’s approach to scaling up nutrition. New York:
UNICEF.
WHO. (2013). Childhood Stunting : Context , Causes and Consequences WHO
Conceptual framework. 9(September).
WHO. (2014). Infection prevention and control of epidemic- and pandemic-prone
acute respiratory infections in health care. Geneva: World Health
Organization
43
World Health Organization. (2018). Child Stunting Data Visualization
Dashboard. Diakses dari http://apps.who.int/gho/data/node.sdg.2-2-viz-
1?lang=en
44
45