Anda di halaman 1dari 45

TUGAS IKM-IKK FK UNSRI

LAPORAN DIAGNOSIS KOMUNITAS

DIAGNOSIS KOMUNITAS WILAYAH KERJA


PUSKESMAS BOOM BARU

KEPANITERAAN PERIODE 2 AGUSTUS 2021-4 SEPTEMBER 2020

NAMA-NIM:

Nyimas Nisyah Nadhirah , S.Ked 04054822022118

Vinnie Hazriah Harahap, S.Ked 04054822022146

PEMBIMBING:

1. dr. Hj. Dian Hayati

2. dr. Nurhasyiah, M.Kes

3. dr. Tri Hari Irfani, MPH

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas yang berjudul:

LAPORAN DIAGNOSIS KOMUNITAS WILAYAH KERJA PUSKESMAS


BOOM BARU PALEMBANG

Oleh:

Nyimas Nisyah Nadhirah, S.Ked. 04054822022118

Vinnie Hazriah Harahap, S.Ked 04054822022146

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedoteran Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang periode 2 Agustus – 4 September
2021.

Palembang, September 2021


Mengetahui,

Kepala Bagian IKM-IKK FK Unsri


dr. Emma Novita, M.Kes ……….………………

Dosen Pembimbing Lapangan


dr. Tri Hari Irfani, MPH ……….………………

Kepala Puskesmas Pembina


dr. Hj. Dian Hayati ……….………………

Dokter Pembimbing Puskesmas Boom Baru


dr. Nurhasyiah, M.Kes ……….………………

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan tugas IKM-IKK dengan judul “Laporan Diagnosis
Komunitas Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru Palembang”. Tugas ini
merupakan salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian
IKM-IKK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada dr. Hj. Dian Hayati, dr. Nurhasyiah, M.Kes dan, dr. Tri Hari
Irfani, MPH selaku pembimbing serta kepada teman-teman dan semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan serta kesalahan dalam


penyusunan tugas ini. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberi
ilmu serta manfaat bagi yang membacanya

Palembang, September 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 3
1.3 Manfaat........................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

2.1 Batasan Kesehatan Masyarakat .................................................................... 4


2.2 Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan ............................................ 5
2.3 Jenis Masalah Kesehatan di Indonesia .......................................................... 6
2.3.1 Angka Kematian Ibu .......................................................................... 6
2.3.2 Angka Kematian Bayi ........................................................................ 7
2.3.3 Stunting.............................................................................................. 8
2.3.4 Gerakan Masyarakat Sehat ................................................................. 9
2.3.3 Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional .............................. 10
2.3 Profil Penyakit di Indonesia ......................................................................... 10
2.4 Konsep Perencanaan Terpadu Puskesmas ..................................................... 17
2.4.1 Analisis Situasi................................................................................... 17
2.3.2 Identifikasi Masalah ........................................................................... 18
2.3.3 Penentuan Perioritas Masalah ............................................................. 18
2.3.4 Alternatif Pemecahan Masalah ........................................................... 19
2.3.4 Penyusunan Rencana Kerja Terpadu................................................... 21

iv
BAB III ANALISIS PUSKESMAS ................................................................. 23

3.1 Analisis Situasi Derajat Kesehatan Masyarakat ............................................ 23


3.1.1 Sepuluh Penyakit Terbanyak .............................................................. 23
3.1.2 Faktor Determinan.............................................................................. 23
BAB IV DIAGNOSIS KOMUNITAS DAN PERENCANAAN
PENGANGGARAN KESEHATAN TERPADU............................... 28

4.1 Diagnosis Komunitas ................................................................................... 28

4.1.1 Identifikasi Masalah ........................................................................... 28


4.1.2 Penentuan Perioritas Masalah ............................................................. 28
4.1.3 Prioritas Masalah ................................................................................ 29
4.1.4 Merumuskan Masalah ........................................................................ 29
4.1.5 Penentuan Akar Masalah .................................................................... 30
4.1.6 Alternatif Pemecahan Masalah ........................................................... 31
4.1.7 Rencana Usulan Kegiatan ................................................................... 32
4.1.8 Rencana Pelaksanaan Kegiatan ........................................................... 35
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 37

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 37


5.2 Saran............................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 38

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan adalah kondisi
dinamis meliputi kesehatan jasmani, rohani, sosial, dan tidak hanya terbebas dari
penyakit, cacat, dan kelemahan. Sedangkan menurut Undang-Undang (UU) nomor
36 tahun 2009 tentang kesehatan, sehat adalah keadaan sehat baik secara fisik,
mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD tahun 1945. Masalah kesehatan
merupakan masalah yang sangat penting yang di hadapi oleh masyarakat saat ini.
Semakin maju teknologi di bidang kedokteran, semakin banyak pula macam
penyakit yang terjadi di masyarakat. Hal ini tentu saja di pengaruhi oleh faktor
tingkah laku masyarakat itu sendiri. Maka dari itu diperlukan upaya kesehatan,
upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, Puskesmas merupakan penanggungjawab
penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah
kerjanya.1-3

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perseorangan (UKP)
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya. Untuk mewujudkan derajat kesehatan bagi masyarakat diselenggarakan
upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan.2-4

1
Puskesmas mempunyai fungsi sebagai penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaaan masyarakat dan keluarga, pusat pelayanan
kesehatan masyarakat (mencakup pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat). Sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pusat
pengembangan program kesehatan, maka perlu dilakukan diagnosis komunitas
(community diagnosis) di wilayah kerja Puskesmas sehingga program kesehatan
yang dilakukan sesuai dengan masalah yang terutama dihadapi oleh
komunitas/masyarakat di area tersebut. Penarikan diagnosis komunitas merupakan
keterampilan yang harus dikuasai oleh dokter umum dalam rangka menciptakan
pelayanan kedokteran yang holistik dan komprehensif melalui pendekatan keluarga
dan okupasi terhadap pasien. Menurut WHO, diagnosis komunitas adalah
penjelasan secara kuantitatif dan kualitatif mengenai kondisi kesehatan di
komunitas serta faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatannya. Diagnosis
komunitas diawali dengan melakukan analisis situasi, identifikasi masalah,
penyebab masalah, prioritas masalah hingga alternatif pemecahan masalah.
Diagnosis komunitas ini bertujuan mengidentifikasi masalah kemudian
mengarahkan suatu intervensi perbaikan sehingga menghasilkan suatu rencana
kerja yang konkret.3-5 Oleh karena itu, penulis membahas materi ini dikarenakan
pentingnya pelaksanaan diagnosis komunitas terutama pada fasilitas pelayanan
kesehatan dasar seperti puskesmas untuk mendapatkan alternatif pemecahan
masalah sehingga dapat memberikan pelayanan bersifat holistik dan komprehensif.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Menegakkan diagnosis komunitas di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru


melalui konsep-konsep epidemiologi terapan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Boom


Baru.

2
2. Menetapkan prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Boom Baru.

3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah kesehatan di wilayah kerja


Puskesmas Boom Baru.

4. Menyusun rencana kegiatan dan anggaran kesehatan terpadu


berdasarkan data yang didapatkan di wilayah kerja Puskesmas Boom
Baru.

1.3 Manfaat
1. Memberikan data mengenai penyebab masalah kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Boom Baru.
2. Mengetahui faktor-faktor risiko penyebab penyakit di wilayah kerja
Puskesmas Boom Baru.
3. Menjadi tolak ukur tenaga kesehatan dan kader untuk meningkatkan
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru.
4. Menambah pengetahuan dokter muda mengenai cara penegakkan
diagnosa komunitas.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan Kesehatan Masyarakat

Masalah timbul jika ada kesenjangan antara kenyataan dan harapan.


Masalah adalah suatu situasi dimana ada sesuatu yang diinginkan tetapi belum
diketahui bagaimana mendapatkannya. Masalah kesehatan adalah kesenjangan
antara standar yang diharapkan ada di masyarakat dengan kondisi kesehatan
masyarakat yang sesungguhnya ditemui. Menurut epidemiologi, penentuan
masalah (medis dan non medis) di komunitas harus memakai indikator yang
merepresentasikan permasalahan komunitas/ masyarakat. Berikut adalah indikator
status kesehatan yang biasa dipakai untuk menggambarkan masalah kesehatan di
komunitas:5,6

1. Angka kematian (Mortality rate): AKK, AKI, AKB, Angka


kematian akibat penyakit tertentu.
2. Angka kesakitan (Morbidity rate): insiden, prevalen (menyangkut
berbagai penyakit).
3. Angka kecacatan (Disability rate): angka absensi, dll.

Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya:

1. Indikator jangkauan pelayanan kesehatan, misalnya cakupan ibu


hamil yang mendapat pelayanan ANC.
2. Rasio petugas kesehatan-penduduk, misalnya rasio dokter:
penduduk
3. Indikator kesehatan lingkungan, misalnya persentase penduduk
yang mendapat air bersih
4. Indikator sosio-demografi (komposisi/struktur/distribusi, income
per kapita, angka buta huruf, dll)

Dari batasan tersebut tersirat bahwa kesehatan masyarakat adalah


kombinasi antara teori (ilmu) dan praktek (seni) yang bertujuan untuk mencegah

4
penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan penduduk
(masyarakat). Tujuan tersebut saling berkaitan dan mempunyai pengertian yang
luas. Untuk mencapai ketiga tujuan pokok tersebut, Winslow mengusulkan cara
atau pendekatan yang dianggap paling efektif adalah melalui upaya-upaya
pengorganisasian masyarakat.5

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan


Teori Blum (1974) menyebutkan terdapat empat faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan yakni faktor perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan
genetik.7,8

1. Faktor perilaku

Perilaku seseorang memiliki peranan penting dalam menjaga status kesehatan,


karena kesadaran dalam pribadi seseorang harus dimunculkan untuk mencapai
budaya hidup bersih dan sehat sehingga terhindar dari berbagai penyakit seperti
diare.

2. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu sumber berkembangnya suatu penyakit yaitu


karena kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dan dapat membahayakan
kesehatan masyarakat kita. Penumpukan sampah yang tidak dikelola dengan
benar dapat menjadi penyebab. Tempat pelayanan kesehatan sendiri memiliki
beberapa program terkait dengan pemeliharaan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjadinya berbagai penyakit seperti diare, namun masih terkendala
dengan jumlah tenaga kesehatan lingkungan yang masih kurang memadai.

3. Faktor Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang menjadi penunjang dalam meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terbaik sangat
dibutuhkan masyarakat untuk mencegah dan menurunkan tingkat kematian
yang disebabkan karena diare.

5
4. Faktor Genetik

Faktor genetik mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan dengan asal-
usul keluarga, ras, dan jenis golongan darah.

Gambar 1. Faktor yang Memengaruhi Derajat Kesehatan9

2.3 Jenis Masalah Kesehatan di Indonesia


Masalah kesehatan di Indonesia terfokus pada 5 aspek, yaitu terkait
dengan AKI/AKB, pencegahan stunting, pencegahan dan pengendalian penyakit
baik menular maupun tidak menular, penguatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS) serta peningkatan sistem kesehatan.

2.3.1. Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian perempuan
pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan,
yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya,
tetapi bukan karena sebab-sebab lain per 100.000 kelahiran hidup. Dalam
RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan penurunan AKI dari status
awal 305 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 183 per 100.000 kelahiran
hidup.10

6
Gambar 2. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Target Penurunan AKI di Indonesia.10

Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia


(SDKI), pada tahun 1990 ada 390 perempuan meninggal dunia di setiap 100
ribu kelahiran di Indonesia. Angka tersebut turun perlahan menjadi 334 pada
tahun 1997, 307 pada tahun 2002, dan 228 pada tahun 2007. Namun, angka
kematian ibu kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 359 sebelum
akhirnya turun hingga 305 pada 2015. Kematian ibu tidak hanya disebabkan
oleh faktor langsung kesehatan sang ibu seperti penyakit jantung, hipertensi,
dan pendarahan melainkan juga turut dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti
ketersediaan sarana prasarana kesehatan yang memadai, pernikahan muda,
keterlambatan dalam mendapat rujukan dan perawatan, hingga tingkat sosial,
dan pendidikan yang rendah.10
2.3.2. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) menunjukkan banyaknya kematian
bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau
dapat dikatakan juga sebagai probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai
usia satu tahun yang dinyatakan dengan per 1000 kelahiran hidup. Angka
kematian bayi merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan
keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir
sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal
dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. Dalam
RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan penurunan AKB dari 24 per
1.000 kelahiran menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup.4

7
Gambar 3. Angka Kematian Bayi (AKB)
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
menunjukkan AKB mengalami penurunan signifikan sebesar 35 persen dari
68 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada 1991 menjadi 24 kematian per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017. Angka tersebut sudah memenuhi
target sasaran pemerintah dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat
pada RPJMN 2015-2019. Pengetahuan ibu soal kehamilan serta perawatan
anak semasa hamil menjadi faktor penting yang memengaruhi penurunan
angka kematian bayi. Indikator ini akan dianggap semakin baik bila
realisasinya lebih kecil atau lebih rendah dari yang ditargetkan.10

2.3.3. Stunting
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur
dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk
masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi
pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami
kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang
dihadapi Indonesia.10

8
Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di
Indonesia adalah 29 persen. Angka ini mengalami penurunan pada tahun
2016 menjadi 27,5 persen. Namun, prevalensi balita pendek kembali
meningkat menjadi 29,6 persen pada tahun 2017. Prevalensi balita sangat
pendek usia 0-59 bulan pada tahun 2017 adalah 19,8 persen dan prevalensi
balita pendek usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah 9,8 persen. Kondisi ini
meningkat dari tahun 2016 yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 19
persen dan balita pendek sebesar 8.5 persen. Provinsi dengan prevalensi
tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017
adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
adalah Bali.10
2.3.4. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
GERMAS adalah suatu tindakan yang sistematis dan terencana yang
dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan
kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan
kualitas hidup. Tujuan dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah
meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat,
meningkatkan produktivitas masyarakat dan mengurangi beban biaya
kesehatan. Dalam rangka mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
dilakukan melalui peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup
sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan,
pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan dan
peningkatan edukasi hidup sehat. Pemerintah pusat dalam hal ini seluruh
kementerian berperan dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Khusus untuk Kementerian Kesehatan
melaksanakan kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat serta
meningkatkan advokasi dan pembinaan daerah dalam pelaksanaan kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR), meningkatkan pendidikan mengenai gizi
seimbang dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, serta aktivitas fisik
dan meningkatkan pelaksanaan deteksi dini penyakit di instansi pemerintah
dan swasta. Seluruh komponen bangsa harus terlibat dalam GERMAS baik

9
pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi (pendidikan), dunia usaha
(Swasta), organisasi masyarakat (Karang Taruna, PKK, dsb), organisasi
profesi, individu, keluarga dan masyarakat.10
2.3.5. Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Menurut peta jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional ditargetkan
pada tahun 2019 semua penduduk Indonesia telah tercakup dalam JKN
(Universal Health Coverage-UHC). Diberlakukannya JKN ini jelas menuntut
dilakukannya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan, serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Untuk
mengendalikan beban anggaran negara yang diperlukan dalam JKN
memerlukan dukungan dari upaya kesehatan masyarakat yang bersifat
promotif dan preventif agar masyarakat tetap sehat dan tidak mudah jatuh
sakit. Perkembangan kepesertaan JKN ternyata cukup baik. Sampai awal
September 2014, jumlah peserta telah mencapai 127.763.851 orang (105,1%
dari target). Penambahan peserta yang cepat ini tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah fasilitas kesehatan, sehingga terjadi antrian panjang yang
bila tidak segera diatasi, kualitas pelayanan bisa turun.10

2.4 Profil Penyakit di Indonesia


Penyakit masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, pengendalian akan
penyakit baik penyakit menular dan tidak menular berfungsi untuk menurunkan
insiden, prevalensi, morbiditas atau mortalitas suatu penyakit serta derajat
kesehatan akan meningkat apabila masalah tersebut dapat dikendalikan.11
Penyakit menular meliputi penyakit menular langsung, penyakit yang dapat
dikenadalikan dengan imunisasi dan penyakit yang ditularkan melalui binatang.
Sedangkan penyakit tidak menular meliputi upaya pencegahan dan deteksi dini
penyakit tidak menular tertentu.11
A. Penyakit menular langsung
1. Tuberkulosis

10
Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada tahun 2018 sebesar 316 per
100.000 penduduk dan angka kematian penderita tuberkulosis sebesar 40 per
100.000 penduduk. (Global Tuberculosis Report WHO, 2018). Target
prevalensi tuberkulosis tahun 2019 pada RPJMN sebesar ≤245 per 100.000
penduduk, dengan capaian yang dihasilkan dari pemodelan sebesar 254 per
100.000 penduduk maka target RPJMN telah tercapai.11
Pada tahun 2019 jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan sebanyak
543.874 kasus, menurun bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang
ditemukan pada tahun 2018 yang sebesar 566.623 kasus. Jumlah kasus
tertinggi dilaporkan dari provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di ketiga
provinsi tersebut hampir mencapai setengah dari jumlah seluruh kasus
tuberkulosis di Indonesia (45%). Dibandingkan dengan perempuan, jumlah
kasus tuberkulosis pada laki-laki lebih tinggi 1,4 kali yang terjadi di seluruh
provinsi. Bahkan di Aceh dan Sumatera Utara kasus pada laki-laki hampir
dua kali lipat dibandingkan perempuan.11

Gambar4. Proporsi Kasus Tuberkulosis Menurut Kelompok Umur


Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2020

2. HIV dan AIDS


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem

11
kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan
kekebalan sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yaitu sekumpulan
gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya
virus HIV. Program pengendalian HIV di Indonesia bertujuan untuk: 1)
Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru; 2) Menurunkan hingga meniadakan
kematian terkait AIDS; dan 3) Menurunkan stigma dan diskriminasi. Estimasi
jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 641.675 orang
dengan jumlah infeksi baru sebanyak 46.372 orang dan kematian sebanyak 38.734
orang (Hasil Pemodelan Spectrum 2016). Jumlah kasus HIV positif yang
dilaporkan dari tahun ketahun cenderung meningkat. Pada tahun 2018 dilaporkan
sebanyak 50.282 kasus. Sebaliknya, dibandingkan rata-rata 8 tahun sebelumnya,
jumlah kasus baru AIDS cenderung menurun, pada tahun 2019 dilaporkan
sebanyak 7.036 kasus. 11

Gambar5. Jumlah Kasus HIV positif dan AIDS yang dilaporkan di Indonesia
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI
3. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan
bakteri. Sampai saat ini program dalam pengendalian pneumonia lebih
diprioritaskan pada pengendalian pneumonia balita. Pneumonia pada balita ditandai

12
dengan batuk dan atau tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang
disertai tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK), dengan frekuensi
nafas berdasarkan usia penderita. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia
pada balita. Selama kurun waktu yang panjang, angka cakupan penemuan
pneumonia balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara
20%-30%.11

Gambar6. Cakupan Penemuian Pneumonisa pada Balita di Indonesia


Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI
4. Diare
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
yang pernah dialami sebesar 8%. Kelompok umur dengan prevalensi diare
(berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4
tahun sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9%. Kelompok umur 75 tahun ke atas
juga merupakan kelompok umur dengan prevalensi tinggi (7,2%). Prevalensi pada
perempuan, daerah perdesaan, pendidikan rendah, dan nelayan relatif lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok lainnya. Prevalensi diare pada balita (berdasarkan
diagnosis tenaga Kesehatan) sebesar 11% dengan disparitas antar provinsi antara
5,1% (Kepulauan Riau) dan 14,2% (Sumatera Utara). 11

13
Gambar7. Prevalensi Diare pada Balita berdasarkan Diagnosis Tenaga Kesehatan
Sumber: Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI

B. Penyakit yang ditularkan melalui binatang


1. DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui vektor nyamuk dari spesie
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Peran vektor dalam penyebaran penyakit
menyebabkan kasus banyak ditemukan pada musim hujan ketika munculnya
banyak genangan air yang menjadi tempat perindukan nyamuk. Selain iklim dan
kondisi lingkungan, beberapa studi menunjukkan bahwa DBD berhubungan dengan
mobilitas dan kepadatan penduduk, dan perilaku masyarakat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tersebut menjadi landasan dalam upaya pencegahan dan
pengendalian DBD.
Kasus DBD ditegakkan dengan diagnosa yang terdiri dari gejala klinis dan
hasil laboratorium yang megindikasikan penurunan trombosit < 100.000/mm3 dan
adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit > 20%.
Kasus DBD yang dilaporkan pada tahun 2019 tercatat sebanyak 138.127 kasus.
Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2018 sebesar 65.602 kasus. Kematian

14
karena DBD pada tahun 2019 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2018 yaitu dari 467 menjadi 919 kematian. Kesakitan dan kematian dapat
digambarkan dengan menggunakan indicator incidence rate (IR) per 100.000
penduduk dan case fatality rate (CFR) dalam bentuk persentase.11

Gambar8. Incidence Rate DBD per 100.000 Penduduk


Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
C. Penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme seperti protozoa, bakteri, jamur, maupun virus.
Penyakit jenis ini bertanggungjawab terhadap sedikitnya 70% kematian di dunia.
Meskipun tidak dapat ditularkan dari orang ke orang maupun dari binatang ke
orang, lemahnya pengendalian faktor risiko dapat berpengaruh terhadap
peningkatan kasus setiap tahun. Hal ini sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, 2013, dan 2018 yang menunjukkan kecenderungan
peningkatan prevalensi PTM seperti diabetes, hipertensi, stroke, dan penyakit
sendi/rematik/encok. 11
Secara nasional hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi
penduduk dengan tekanan darah tinggi sebesar 34,11%. Prevalensi tekanan darah
tinggi pada perempuan (36,85%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (31,34%).
Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi (34,43%) dibandingkan dengan
perdesaan (33,72%). Prevalensi semakin meningkat seiring dengan pertambahan
umur. Prevalensi obesitas (Indeks Massa Tubuh atau IMT ≥25 – 27 dan IMT ≥27)
pada penduduk usia ≥ 15 tahun sebesar 35,4%, sedangkan penduduk obese dengan

15
IMT ≥27 saja sebesar 21,8%. Pada penduduk usia ≥15 tahun yang obesitas,
prevalensi lebih tinggi pada perempuan (29,3%) dibandingkan pada laki-laki
(14,5%). Prevelansi lebih tinggi di perkotaan (25,1%) daripada perdesaan (17,8%).
Sedangkan menurut kelompok umur, obesitas tertinggi pada kelompok umur 40-44
tahun (29,6%).11
Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dilakukan untuk mengendalikan
faktor risiko PTM, melalui perilaku CERDIK, yaitu Cek kesehatan secara berkala,
Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat seimbang, Istirahat yang
cukup, dan Kelola stres. Cek kesehatan secara berkala yaitu pemeriksaan faktor
risiko PTM dapat dilakukan melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM yang
ada di desa/ kelurahan, dan di Puskesmas. Upaya pengendalian PTM juga dilakukan
melalui implementasi Kawasan Tanpa Rokok di sekolah-sekolah, hal ini sebagai
upaya penurunan prevalensi perokok ≤ 18 tahun. Upaya pengendalian PTM tidak
akan berhasil jika hanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tanpa dukungan
seluruh jajaran lintas sektor, baik pemerintah, swasta, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, bahkan seluruh lapisan masyarakat. Untuk menurunkan
kecenderungan peningkatan kasus PTM tersebut, tentu saja dibutuhkan program
pengendalian yang dalam hal ini telah dan terus dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan. 11
1. Meningkatkan Upaya Pengendalian PTM di Puskesmas
Puskesmas berada di garda terdepan dalam penyediaan upaya pelayanan
kesehatan masyarakat yang di dalamnya mencakup pengendalian PTM. Upaya
Pengendalian PTM di Puskesmas dilakukan dengan membentuk Puskesmas Pandu
PTM. Puskesmas Pandu PTM adalah Puskesmas yang melaksanakan pencegahan
dan pengendalian PTM secara komprehensif dan terintegrasi melalui Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Sampai
dengan tahun 2019, terdapat 7.465 puskesmas atau 73,66% dari total 10.134
puskesmas yang ada di Indonesia melaksanakan PTM secara terpadu melalui
program Puskesmas Pandu PTM. Terdapat 3 provinsi yang seluruh puskesmasnya
telah melaksanakan Pandu PTM, yaitu Sulawesi Barat, Bali, dan DI Yogyakarta.
Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 9,92% diikuti

16
oleh Kalimantan Utara sebesar 27,27%, dan Papua Barat sebesar 37,11%.11

Gambar9. Presentase Puskesmas yang melaksanakan Pengendalian Terpadu PTM


Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2020

2.5 Konsep Perencanaan Terpadu Puskesmas


2.5.1. Analisis Situasi

Dalam meningkatkan kinerja dan mutu perencanaan program kesehatan


diperlukan suatu proses perencanaan yang menghasilkan rencana yang
komprehensif dan holistik. Adapun langkah pokok pemecahan masalah ini terdiri
atas analisis situasi, identifikasi masalah, menentukan prioritas masalah,
penyusunan alternatif pemecahan masalah dan penyusunan rencana kerja. Analisis
situasi sebagai langkah awal dalam perencanaan dilakukan untuk memperoleh
gambaran masalah kesehatan yang ada di suatu wilayah tertentu serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan tersebut.
Faktor-faktor ini dapat berupa faktor risiko lingkungan, sosial, perilaku,
pendidikan, kependudukan dan pelayanan kesehatan. Tujuan dari analisis situasi
adalah memperoleh hasil yang digunakan sebagai tolak ukur dalam merencanakan
rumusan pemecahan masalah kesehatan.12

17
2.5.2. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dilakukan dengan menggabungkan data primer dan


sekunder kemudian melakukan analisis perbandingan masalah kesehatan dengan
membuat daftar masalah yang terjadi di suatu wilayah. Terdapat tiga pendekatan
yang digunakan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yaitu pendekatan
logistik, pendekatan pragmatis dan pendekatan politis. Pendekatan logistik
dilakukan dengan mengukur mortalitas dan morbiditas yang timbul dari suatu
penyakit tertentu. Pendekatan pragmatis adalah gambaran upaya masyarakat untuk
memperoleh pengobatan, misalnya dengan berobat ke fasilitas kesehatan.
Sedangkan pada pendekatan politis, masalah kesehatan diukur berdasarkan
pendapat pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat.12

2.5.3. Penentuan Prioritas Masalah

Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari masalah keterbatasan


sumberdaya seperti Sumber Daya Manusia, Sarana dan Dana. Oleh karena itu
dalam menyiapkan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap perencanaan awal
kegiatan untuk penanggulangan masalah kesehatan perlu ditentukan prioritas.
Selanjutnya masalah kesehatan atau jenis penyakit yang diprioritaskan untuk
ditanggulangi terlebih dahulu, ditentukan jenis atau bentuk intervensi yang akan
dilakukan sehingga dapat dicapai secara efektif dan efisien. Ada beberapa metode
yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas masalah kesehatan yang sering
digunakan adalah Metode USG.12

1. Metode USG
Analisis Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu metode
skoring untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Pada tahap
ini masing-masing masalah dinilai tingkat risiko dan dampaknya. Langkah skoring
dengan menggunakan metode USG adalah membuat daftar akar masalah, membuat
tabel matriks prioritas masalah dengan bobot skoring 1-5 dan nilai yang tertinggi
sebagai prioritas masalah. Untuk lebih jelasnya, pengertian urgency, seriousness,
dan growth dapat diuraikan sebagai berikut:12

18
• Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dan dihubungkan dengan waktu yang
tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tuntuk memecahkan masalah yang
menyebabkan isu tadi.

• Seriousness
Seberapa serius isu perlu dibahas dan dihubungkan dengan akibat yang timbul
dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat
yang menimbulkan masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan.

• Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk kalau
dibiarkan.

Tabel 3. Tabel Prioritas Masalah dengan Metode USG


Daftar Masalah U S G Total Prioritas Masalah

Masalah A

Masalah B

Masalah C

Keterangan:
a. Urgency atau urgensi, yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau
tidak masalah tersebut diselesaikan.
b. Seriousness atau tingkat keseriusan dari masalah, yakni dengan melihat
dampak masalah tersebut terhadap produktifitas kerja, pengaruh terhadap
keberhasilan, membahayakan system atau tidak.
c. Growth atau tingkat perkembangan masalah yakni apakah masalah tersebut
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit untuk dicegah.

2.5.4. Alternatif Pemecahan Masalah

Alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menentukan akar


penyebab masalah. Metode penentuan akar masalah yang sering digunakan berupa

19
metode fishbone dan metode Pohon Masalah. Suatu masalah akan lebih mudah
diselesaikan jika telah ditemukan akar masalahnya. Diagram fishbone ini
mengidentifikasi sebab-sebab potensial dari suatu masalah dan menganalisis
masalah tersebut berdasarkan kategori 6M, yaitu: machine, man, material, method,
measurement dan mother nature atau lingkungan. Langkah pertama pembuatan
fishbone adalah sebagai berikut:12

1. Menyepakati pernyataan masalah. Pernyataan masalah ini diinterpretasikan sebagi


“effect” atau masalah yang secara visual dalam fishbone seperti kepala ikan.
2. Mengidentifikasi kategori 6M
3. Menemukan sebab-sebab potensial terjadinya suatu masalah dengan cara
brainstorming
4. Mengkaji sebab-sebab yang paling mungkin menjadi akar permasalah kesehatan

Gambar10. Metode fishbone

Setelah menemukan akar penyebab masalah, selanjutkan melakukan


pembuatan alternatif pemecahan masalah. Pada penyusunan alternative pemecahan
masalah ini ditentukan target dan sasaran dari pemecahan masalah kesehatan serta
menyusun strategi pendekatan yang sesuai agar masalah kesehatan dapat
diselesaikan.12

20
Tabel 4. Alternatif Pemecahan Masalah

Alternatif Pemecahan
Prioritas
No. Masalah pemecahan masalah Sasaran Target
masalah
masalah terpilih

1.

2.

2.4.5. Penyusunan Rencana Kerja Terpadu

Rencana kerja terpadu terdiri atas rencana usulan kegiatan dan rencana
pelaksanaan kegiatan. Upaya kesehatan yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan,
target dan sasaran yang disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki. Pelaksanaan
upaya kesehatan dijadwalkan agar lebih efektif dan efisien.12

Gambar11. Matriks Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas12

RUK yang disusun perlu diperjuangkan untuk mendapatkan


dukungan pembiayaan sesuai dengan sumber pembiayaan yang dicantumkan
dalam RUK tersebut. Untuk memperoleh dukungan dana APBD, RUK
Puskesmas perlu dijabarkan dalam dalam bentuk RKA (Rencana Kegiatan
Anggaran). Setelah tahapan RUK selesai dilakukan. Tahap selanjutya adalah
penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Penyusunan RPK

21
dilaksanakan melalui pendekatan keterpaduan lintas program dan sektor
dalam lingkup siklus kehidupan. Keterpaduan dimaksudkan agar tidak akan
terjadi missed opportunity, kegiatan Puskesmas dapat terselenggara secara
efisien, efektif, bermutu, dan target prioritas yang ditetapkan pada
perencanaan dapat tercapai. Tahap penyusunan Rencana Pelaksanaan
Kegiatan untuk UKM Esensial dan UKM Pengembangan, UKP, pelayanan
Perkesmas, pelayanan kefarmasian, semuanya dilaksanakan secara bersama,
terpadu dan terintegrasi. Langkah-langkah penyusunan RPK dapat diringkas
sebagai berikut: 12

1. Mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui.


2. Membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan Rencana
Usulan Kegiatan (RUK) yang diusulkan dan situasi pada saat
penyusunan RPK.
3. Menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang akan
dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan dan lokasi
pelaksanaan.
4. Mengadakan Lokakarya Mini Tahunan untuk membahas kesepakatan
RPK.
5. Membuat RPK dalam bentuk Matriks.
6. Membuat RPK yang telah disusun dalam bentuk matriks.

Gambar12. Matriks Rencana Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas11

22
BAB III
ANALISIS PUSKESMAS

3.1 Analisis Situasi Derajat Kesehatan Masyarakat


3.1.1 Sepuluh besar penyakit
Sampel dipilih berdasarkan data sepuluh penyakit terbanyak dari bulan
Januari hingga Juni 2021 di Puskesmas Boom Baru. Kesepuluh penyakit tersebut
berdasarkan urutan terbanyak terdiri dari hipertensi, Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA), Diabetes Melitus (DM) tipe 2, Gastritis, artritis, Osteoartriris (OA),
gangguan psikotik, Dermatitis kontak alergi (DKA), asma bronkial, gastroenteritis
dan artritis rheumatoid.

Penyakit terbanyak di Puskesmas Boom Baru


Periode Januari-Juni 2021
1200 991
1000
800 583
600 426
400 287 227
129 129 56
200 47 46
0
ik
A
PA

is

d
tis
i

kia
ns

oi
,O

DK

rit
ot
e

ri
IS
te

Tip

at
on

te
sik
st

tis
er

m
Ga

en
Br
.P
tri
DM
p

eu
Hi

ro
a
Ar

Gg

Rh
m

st
As

Ga

tis
tri
Ar

Jumlah Kasus

Gambar13. Grafik Penyakit Terbanyak di Puskesmas Boom Baru Periode Januari-Juni 2021

3.1.2 Faktor Determinan


Faktor determinan/risiko dapat dikaji dari aspek kependudukan, pelayanan
kesehatan, lingkungan, dan perilaku. Hipertensi dipengaruhi oleh empat faktor.
1. Keadaan Umum dan Kependudukan
Kelurahan Lawang Kidul dan 3 Ilir merupakan kelurahan yang menjadi
wilayah kerja Puskesmas Boom Baru. Kelurahan Lawang Kidul dan 3 Ilir berada
di kota Palembang. Jarak Puskesmas Boom Baru dengan Kelurahan Lawang Kidul

23
maupun 3 Ilir tergolong tidak terlalu jauh, masih dapat ditempuh dengan
berkendaraan umum maupun pribadi, beberapa RT berlokasi cukup dekat sehingga
Puskesmas Boom Baru dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Terdapat beberapa
pilihan jalan yang dapat ditempuh untuk menuju ke lokasi kelurahan yaitu jalan
raya dan jalan setapak yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki maupun
berkendara motor, namun jalan ini relatif cukup lebar dan dapat digunakan untuk
dua jalur, satu jalur satu jalur ke arah kelurahan dan satu jalur keluar kelurahan.
Puskesmas Boom Baru ialah salah satu Puskesmas Induk di kecamatan Ilir
Timur II dengan jumlah penduduk 22.434 jiwa pada tahun 2020. Kelurahan
Lawang Kidul memiliki jumlah penduduk 8.271, terdiri dari 4.160 laki-laki dan
4.111 perempuan. Jumlah penduduk usia lanjut di Kelurahan Lawang Kidul
sebanyak 2.2.49 orang, jumlah penduduk usia produktif sebanyak 5.113 orang,
jumlah bayi, anak dan remaja sebanyak 2.091 orang. Kelurahan 3 Ilir memiliki
jumlah penduduk 14.163, terdiri dari 7.179 laki-laki dan 6.984 perempuan. Jumlah
penduduk usia lanjut di Kelurahan 3 Ilir sebanyak 3.167 orang, usia produktif 9.161
orang dan jumlah bayi, anak dan remaja sebanyak 3.581 orang. Pemukiman
kelurahan ini jika dibandingkan dengan luas wilayahnya termasuk pemukiman
yang padat. Masyarakat wilayah kerja Puskesmas Boom Baru sebagian besar melek
huruf, dengan Pendidikan mulai dari tamatan SD hingga SMA.

Jenis Kelamin Penduduk di


Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru Tahun 2020
11.400 11.339
11.300
11.200
11.095
11.100
11.000
10.900
Perempuan Laki-laki

Jumlah

Gambar14. Grafik Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru tahun 2020.
2. Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2020 di Puskesmas
Boom Baru, didapatkan pelayanan kesehatan hipertensi sesuai standar dan

24
pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis memilki presentase pencapaian
yang rendah berkisar 30%. Pelayanan kesehatan pada usia Pendidikan dasar sesuai
standar belum dapat dinilai dikarenakan sekolah yang tutup di masa pandemi ini.
Tabel. SPM Puskesmas Boom Baru Tahun 2020

No. Standar Pelayanan Masyarakat Jumlah sasaran Capaian


1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil 417 97%
sesuai standar
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin 398 90%
sesuai standar
3. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru 379 94%
Lahir sesuai standar
4. Pelayanan Kesehatan Balita sesuai 1499 73%
standar
5. Pelayanan Kesehatan Pada Usia 4088 0%
Pendidikan Dasar sesuai standar
6. Pelayanan Kesehatan Pada Usia 14274 46%
Produktif sesuai standar
7. Pelayanan Kesehatan Pada Usia 1804 97%
Lanjut sesuai standar
8. Pelayanan Kesehatan Penderita 4894 35%
Hipertensi sesuai standar
9. Pelayanan Kesehatan Penderita 209 83%
Diabetes Melitus sesuai standar
10. Pelayanan Kesehatan Orang 45 98%
Dengan Gangguan Jiwa Berat
sesuai standar
11. Pelayanan Kesehatan orang 717 33%
Terduga Tuberkulosis
12 Pelayanan Kesehatan Orang 545 57%
dengan resiko terinfeksi HIV
sesuai standar

Pada Program Indonesia Sehat (PIS) – Pendekatan Keluarga (PK) di


Puskesmas Boom Baru pada tahun 2020 didapatkan 60,87% penderita hipertensi
melakukan pengobatan secara teratur, 43,9% anggota keluarga tidak ada yang
merokok, dan sebesar 51,22% keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).

25
PIS-PK Puskesmas Boom Baru Tahun 2020
70,00%
60,87%
60,00%
51,22%
50,00% 43,90%
40,00%

30,00%

20,00%

10,00%

0,00%
penderita hipertensi anggota keluarga tidak ada keluarga sudah menjadi
melakukan pengobatan yang merokok anggota JKN
secara teratur

Gambar15. Grafik PIS-PK di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru tahun 2020.

3. Lingkungan
Data yang diperoleh dari Survey Mawas Diri (SMD) 2021 pada wilayah kerja
Puskesmas Boom Baru didapatkan hasil bahwa sebagian besar warga yang
memiliki perokok dirumah memerintahkan perokok untuk tidak merokok di
lingkungan rumah.

Tanggapan perokok pasif di lingkungan rumah


60%
53% 53%
50%

39% 39%
40%

30%

20%

10% 8% 8%

0%
Kelurahan Lawang Kidul Kelurahan 3 Ilir

Diperintahkan Keluar Rumah Dilarang Tidak Peduli

Gambar16. Tanggapan Perokok Pasif di Lingkungan Rumah

26
Data lain yang diperoleh dari SMD 2021 sebagian warga masih belum
mengetahui kegiatan yang dilakukan di Puskesmas seperti pertemuan RT,
posyandu, penyuluhan, pemeriksaan jentik dan GERMAS.

Masyarakat yang mengetahui Kegiatan di Puskesmas Boom


Baru
80%
67%
70%
60% 53%
47%
50%
40% 33%
30%
20%
10%
0%
Kelurahan Lawang Kidul Kelurahan 3 Ilir

Tidak Mengetahui Mengetahui

Gambar17. Masyarakat yang mengetahui Kegiatan di Puskesmas Boom Baru

4. Perilaku
Berdasarkan data yang diperoleh dari Survey Mawas Diri 2021 pada wilayah
kerja Puskesmas Boom Baru, sebagian besar masyarakat merupakan perokok aktif
yaitu sebanyak 69% pada kelurahan Lawang Kidul dan 68% pada kelurahan 3 Ilir.

Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru


80%
69% 68%
70%
60%
50%
40% 32%
31%
30%
20%
10%
0%
Kelurahan Lawang Kidul Kelurahan 3 Ilir

Merokok Tidak Merokok

Gambar18. Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru

27
BAB IV
DIAGNOSIS KOMUNITAS DAN PERENCANAAN
PENGANGGARAN KESEHATAN TERPADU

4.1 Diagnosis Komunitas


4.1.1 Identifikasi Masalah
Pada data yang berhasil dikumpulkan di Puskesmas Boom Baru,
didapatkan beberapa masalah kesehatan, terdapat lima masalah kesehatan
utama yaitu:
Tabel 5. Identifikasi Masalah di Puskesmas Boom Baru
No. Nama Penyakit Jumlah
1. Hipertensi 991
2. ISPA 583
3. DM Tipe 2 426
4. Gastritis 287
5. Artritis, OA 227
4.1.2 Penentuan Prioritas Masalah
Berdasarkan kelima masalah kesehatan yang terdapat di Puskesmas
Boom Baru takan ditentukan prioritas masalah dengan menggunakan metode
USG, dimana setelah ditentukan 1 prioritas masalah teratas, masalah tersebut
akan dijadikan sebagai fokus untuk dicari akar penyebab masalah dengan
menggunakan metode fishbone.

Tabel 6. Penetapan Prioritas Masalah dengan Metode USG

No. Masalah U S G Total Skala


skor Prioritas
1. Hipertensi 4 5 5 14 I
2. ISPA 3 4 4 11 II
3. Diabetes Melitus tipe 2 3 3 4 10 III
4. Gastritis 2 3 4 9 IV
5. Artritis, OA 2 2 1 5 V
Keterangan: 5= sangat besar; 4= besar; 3= sedang; 2= kecil; 1= sangat kecil

28
4.1.3 Prioritas Masalah
Angka kejadian hipertensi di Puskesmas Boom Baru masih tinggi.

4.1.4 Merumuskan Masalah


Tingginya angka kejadian hipertensi pada periode Januari 2021-Juni 2021 di
wilayah kerja Puskesmas Boom Baru Palembang.

29
4.1.5 Penentuan Akar Masalah
Bagan 1. Bagan Fishbone

Manusia Metode
Kurang pengetahuan
mengenai penyakit
hipertensi
Kurangnya peran Sosialisasi kurang optimal
kader dalam dimasa pandemi
penyuluhan
Kurangnya keinginan Penyuluhan
berobat di masa hipertensi belum
pandemi Cara pendekatan belum sesuai
mencakup seluruh
penderita

Berobat hanya jika


muncul keluhan

Rendahnya cakupan
pelayanan hipertensi
sesuai standar di PKM
Boom Baru sebesar
35%.
Kurangnya sarana
Kondisi ekonomi tergolong
promosi pada masa
menengah
pandemi
Stigma negatif
berobat ke faskes
Menurunnya dimasa pandemi
pendapatan akibat
pandemi Rendahnya
budaya
GERMAS
Masyarakat yang memiliki
JKN masih kurang

Sarana Lingkungan
Dana

30
4.1.6 Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel7 . Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif
Pemecahan Metode Tujuan Sasaran Target
Masalah
Peningkatan Penyuluhan tentangpenyakit a. Peningkatan pengetahuan dan sikap Masyarakat, Peningkatan cakupan
Perilaku hipertensi dan edukasi masyarakat kelompok pelayanan kesehatan
mengenai pengobatan b. Masyarakat berobat meskipun tidak ada berisiko dan penderita hipertensi sesuai
hipertensi dalam masa keluhan penderita standar di wilayah kerja
pandemi PKM Boom Baru
c. Masyarakat berobat meskipun kondisi
pandemi
d. Menghilangkan stigma negatif berobat
ke faskes

Pelatihan kader Meningkatkan peran kader dalam Kader


penyuluhan hipertensi
Peningkatan Melaksanakan GERMAS Peningkatan budaya Germas Masyarakat, Peningkatan cakupan
Kesehatan kelompok pelayanan kesehatan
Lingkungan berisiko dan penderita hipertensi sesuai
penderita standar di wilayah kerja
PKM Boom Baru
Peningkatan Pelayanan kesehatan penderita Peningkatan kesadaran akan pentingnya Penderita Peningkatan kunjungan
Pengobatan hipertensi sesuai standar pengobatan, melakukan kunjungan secara hipertensi penderita hipertensi secara
teratur dan dapat dievaluasi secara teratur
komprehensif
P2PTM Meningkatkan akses masyarakat Peningkatan sosialisasi, skrining dan Masyarakat dan Peningkatan cakupan
terhadap kesehatan melalui pencegahan primer hipertensi di masa kelompok pelayanan kesehatan
kunjungan rumah pandemi berisiko penderita hipertensi sesuai
standar di wilayah kerja
PKM Boom Baru

31
Asuransi kesehatan Penyuluhan tentang JKN Peningkatan masyarakat yang memiliki JKN Masyarakat Peningkatan cakupan
pelayanan kesehatan
penderita hipertensi sesuai
standar di wilayah kerja
PKM Boom Baru

32
4.1.5 Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu
Tabel8. Rencana Usulan Kegiatan
No. Program Kegiatan Tujuan Sasaran Target Sumber Sumber Daya Indikasi Sumber
Daya Alat Tenaga Keberhasilan Biaya
Dana
1. Peningkatan Penyuluhan e. Peningkatan Warga di 40 RT APBN -Materi dan Ketua RT Peningkatan BOK
Perilaku tentang pengetahuan wilayah poster cakupan
penyakit dan sikap kerja Kader pelayanan
hipertensi masyarakat Puskesmas -Alat tensi kesehatan kesehatan
dan f. Masyarakat Boom Baru digital penderita
edukasi berobat yang Tenaga hipertensi
mengenai meskipun tidak terdiagnosis -Speaker Kesehatan sesuai standar
pengobatan ada keluhan hipertensi dan Audio Puskesmas di wilayah
hipertensi ataupun kerja PKM
dalam
g. Masyarakat warga Boom Baru
berobat
masa dengan
meskipun
pandemi keluarga
kondisi
yang
pandemi
terdiagnosis
h. Menghilangkan hipertensi
stigma
negative
berobat ke
faskes

Pelatihan kader Meningkatkan peran Kader di 120 -Materi Ketua RT


kader dalam wilayah kader
penyuluhan kerja -Speaker Tenaga
hipertensi Puskesmas dan audio Kesehatan
Boom Baru Puskesmas

33
2. Peningkatan Pengembangan Peningkatan Warga di 40 RT APBN -Materi dan Ketua RT Penurunan BOK
kesehatan kawasan bebas pengetahuan wilayah pemasangan angka
lingkungan rokok mengenai kesehatan kerja pamflet Kader kesakitan
lingkungan dan pola Puskesmas kesehatan akibat
hidup bersih dan Boom Baru -Speaker faktor
sehat (PHBS) dan audio Tenaga lingkungan
Kesehatan
Puskesmas Peningkatan
derajat
kesehatan
3. Peningkatan Pelayanan Peningkatan Penderita 991 APBN -Alat tensi Tenaga Peningkatan BOK
pengobatan kesehatan kesadaran akan hipertensi di penderita Kesehatan kunjungan
penderita pentingnya wilayah hipertensi -Poster Puskesmas penderita
hipertensi pengobatan, kerja yang hipertensi
sesuai standar melakukan Puskesmas terdata. secara
kunjungan secara Boom Baru teratur di
teratur dan dapat yang wilayah
dievaluasi secara melakukan kerja
komprehensif kontrol atau puskesmas
pemeriksaan Boom Baru
tekanan
darah di poli
puskesmas
Boom Baru
4. P2PTM Meningkatkan Peningkatan Warga di 600KK APBN - Alat tensi Tenaga Penurunan BOK
akses sosialisasi, skrining wilayah digital Kesehatan angka
masyarakat dan pencegahan kerja Puskesmas kesakitan
terhadap primer hipertensi di Puskesmas -leaflet
kesehatan masa pandemi Boom Baru
melalui yang
kunjungan terdiagnosis
rumah hipertensi
ataupun
warga

34
dengan
keluarga
yang
terdiagnosis
hipertensi
5. Asuransi Penyuluhan Peningkatan Warga di 40 RT APBN - Materi dan Ketua RT Penurunan BOK
Kesehatan tentang JKN masyarakat yang wilayah poster hambatan
memiliki JKN kerja Kader biaya
Puskesmas -Speaker kesehatan
Boom Baru dan audio
Tenaga
Kesehatan
Puskesmas

35
Tabel9. Rencana Pelaksanaan Kegiatan
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Biaya/Sumber Waktu Penanggung Rencana
jawab Penilaian
1. Penyuluhan tentang penyakit Peningkatan Warga di wilayah BOK 2 bulan sekali Tenaga Meningkatnya
hipertensi dan edukasi pengetahuan dan sikap kerja Puskesmas kesehatan capaian
mengenai pengobatan masyarakat Boom Baru yang puskesmas hipertensi
hipertensi dalam masa terdiagnosis
pandemi Masyarakat berobat hipertensi ataupun Pelaksanaan
meskipun tidak ada warga dengan evaluasi
keluhan keluarga yang dengan sistem
terdiagnosis PDCA (Plan,
Masyarakat berobat hipertensi Do, Check,
meskipun kondisi Action)
pandemi
Evaluasi
Menghilangkan stigma dengan sistem
negative berobat ke Input,
faskes Process,
Output, dan
2. Pelatihan kader Meningkatkan peran Kader di wilayah BOK 6 bulan sekali Kepala RT dan Outcome.
kader dalam penyuluhan kerja Puskesmas tenaga
hipertensi Boom Baru kesehatan
puskesmas
3. Pengembangan kawasan Melaksanakan Warga dan BOK 6 bulan sekali Kader
bebas rokok GERMAS penderita hipertensi kesehatan dan
di wilayah kerja kepala RT
Puskesmas Boom
Baru
4. Pelayanan kesehatan Peningkatan kesadaran Penderita BOK 2 minggu Tenaga
penderita hipertensi sesuai akan pentingnya hipertensi di sekali kesehatan
standar pengobatan, melakukan wilayah kerja puskesmas
kunjungan secara teratur Puskesmas Boom
Baru yang

36
dan dapat dievaluasi melakukan kontrol
secara komprehensif atau pemeriksaan
tekanan darah di
poli puskesmas
Boom Baru
5. Kunjungan rumah Peningkatan sosialisasi, Warga di wilayah BOK 1 minggu Kader dan
skrining dan pencegahan kerja Puskesmas sekali dengan Tenaga
primer hipertensi di Boom Baru yang minimal 13 kesehatan
masa pandemi terdiagnosis KK di satu RT puskesmas
hipertensi ataupun
warga dengan
keluarga yang
terdiagnosis
hipertensi
6. Penyuluhan tentang JKN Peningkatan masyarakat Warga di wilayah BOK 4 bulan sekali Kader dan
yang memiliki JKN kerja Puskesmas tenaga
Boom Baru kesehatan
puskesmas

37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Diagnosis komunitas merupakan upaya dalam memecahkan masalah
kesehatan secara sistematis dengan pendekatan kesehatan keluarga sebagai unit
primer suatu komunitas. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan, beberapa
masalah kesehatan yang ada di komunitas wilayah kerja Puskesmas Boom Baru
adalah hipertensi, ISPA dan DM tipe 2. Hipertensi dipilih sebagai masalah utama
pada diagnosis komunitas ini berdasarkan kesepakatan menggunakan metode USG
serta hipertensi merupakan penyakit terbanyak dengan pelayanan kesehatan yang
rendah menurut data SPM dan PIS-PK. Selain itu, didapatkan data dari SMD
tingginya paparan asap rokok terhadap lingkungan di wilayah kerja Puskesmas
Boom Baru. Berdasarkan masalah tersebut alternatif pemecahan masalah yang
dapat dilakukan yaitu berupa peningkatan perilaku, peningkatan kesehatan
lingkungan, peningkatan pengobatan, P2PTM dan asuransi kesehatan. Maka dari
itu, rencana kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah

5.2 Saran
Diagnosis komunitas dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kesehatan
komunitas diwilayah kerja Puskesmas Boom Baru. Hasil dari pelaksanaan
diagnosis komunitas ini dapat dijadikan pertimbangan dalam proses perencanaan
dan penyelenggaraan program kesehatan di Puskesmas Boom Baru.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Card, AJ. Moving beyond the WHO definition of health: A new prespective
for an aging world and the emerging era of value-based care. World medical
and health policy.2017;9(1): 127-37.
2. Republik Indonesia. 2009. Undang-undang republik Indonesia nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Kementerian riset, teknologi dan
pendidikan tinggi.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan menteri kesehatan
republik Indonesia nomor 44 tahun 2016 tentang pedoman manajemen
puskesmas. Jakarta: Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi.
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi.
5. Departemen IKK Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014. Buku
keterampilan klinis ilmu kedokteran komunitas. Jakarta: Fakultas kedokteran
universitas Indonesia.
6. Herqutanto, Justam J, Basuki E. Siklus Pemecahan Masalah (problem-solving
cycle). Dalam: Departemen IKK FK UI penyunting. Buku keterampilan klinis
ilmu kedokteran komunitas. Jakarta: FK UI;2014.h.21-3.
7. Duarsa, A. B. S. 2008. Prospek Pendidikan Program Pascasarjana Bidang
Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 3, No (1), h. 23–
27.
8. Adliyani, Z. O. N. 2015. Pengaruh Perilaku Individu terhadap Hidup Sehat.
pp. 109– 114.
9. Blum, Henrik L. Planning for Health: Development and Application of Social
Change Theory. New York: Human Sciences Press, 1974. Print.

10. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2020. Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Jakarta.
11. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2019. 2019. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. h.172-207
12. Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk Kesejahteraan (KOMPAK.

39
Buku Panduan perencanaan tingkat puskesmas terpadu.Jakarta:Kemitraan
Pemerintah Australia/Indonesia. 2018.

40

Anda mungkin juga menyukai