NAMA-NIM:
PEMBIMBING:
2021
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedoteran Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang periode 2 Agustus – 4 September
2021.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan tugas IKM-IKK dengan judul “Laporan Diagnosis
Komunitas Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru Palembang”. Tugas ini
merupakan salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian
IKM-IKK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB III ANALISIS PUSKESMAS ................................................................. 23
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Puskesmas mempunyai fungsi sebagai penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaaan masyarakat dan keluarga, pusat pelayanan
kesehatan masyarakat (mencakup pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat). Sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pusat
pengembangan program kesehatan, maka perlu dilakukan diagnosis komunitas
(community diagnosis) di wilayah kerja Puskesmas sehingga program kesehatan
yang dilakukan sesuai dengan masalah yang terutama dihadapi oleh
komunitas/masyarakat di area tersebut. Penarikan diagnosis komunitas merupakan
keterampilan yang harus dikuasai oleh dokter umum dalam rangka menciptakan
pelayanan kedokteran yang holistik dan komprehensif melalui pendekatan keluarga
dan okupasi terhadap pasien. Menurut WHO, diagnosis komunitas adalah
penjelasan secara kuantitatif dan kualitatif mengenai kondisi kesehatan di
komunitas serta faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatannya. Diagnosis
komunitas diawali dengan melakukan analisis situasi, identifikasi masalah,
penyebab masalah, prioritas masalah hingga alternatif pemecahan masalah.
Diagnosis komunitas ini bertujuan mengidentifikasi masalah kemudian
mengarahkan suatu intervensi perbaikan sehingga menghasilkan suatu rencana
kerja yang konkret.3-5 Oleh karena itu, penulis membahas materi ini dikarenakan
pentingnya pelaksanaan diagnosis komunitas terutama pada fasilitas pelayanan
kesehatan dasar seperti puskesmas untuk mendapatkan alternatif pemecahan
masalah sehingga dapat memberikan pelayanan bersifat holistik dan komprehensif.
1.2 Tujuan
2
2. Menetapkan prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Boom Baru.
1.3 Manfaat
1. Memberikan data mengenai penyebab masalah kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Boom Baru.
2. Mengetahui faktor-faktor risiko penyebab penyakit di wilayah kerja
Puskesmas Boom Baru.
3. Menjadi tolak ukur tenaga kesehatan dan kader untuk meningkatkan
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru.
4. Menambah pengetahuan dokter muda mengenai cara penegakkan
diagnosa komunitas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya:
4
penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan penduduk
(masyarakat). Tujuan tersebut saling berkaitan dan mempunyai pengertian yang
luas. Untuk mencapai ketiga tujuan pokok tersebut, Winslow mengusulkan cara
atau pendekatan yang dianggap paling efektif adalah melalui upaya-upaya
pengorganisasian masyarakat.5
1. Faktor perilaku
2. Faktor lingkungan
5
4. Faktor Genetik
Faktor genetik mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan dengan asal-
usul keluarga, ras, dan jenis golongan darah.
6
Gambar 2. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Target Penurunan AKI di Indonesia.10
7
Gambar 3. Angka Kematian Bayi (AKB)
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
menunjukkan AKB mengalami penurunan signifikan sebesar 35 persen dari
68 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada 1991 menjadi 24 kematian per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017. Angka tersebut sudah memenuhi
target sasaran pemerintah dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat
pada RPJMN 2015-2019. Pengetahuan ibu soal kehamilan serta perawatan
anak semasa hamil menjadi faktor penting yang memengaruhi penurunan
angka kematian bayi. Indikator ini akan dianggap semakin baik bila
realisasinya lebih kecil atau lebih rendah dari yang ditargetkan.10
2.3.3. Stunting
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur
dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk
masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi
pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami
kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang
dihadapi Indonesia.10
8
Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di
Indonesia adalah 29 persen. Angka ini mengalami penurunan pada tahun
2016 menjadi 27,5 persen. Namun, prevalensi balita pendek kembali
meningkat menjadi 29,6 persen pada tahun 2017. Prevalensi balita sangat
pendek usia 0-59 bulan pada tahun 2017 adalah 19,8 persen dan prevalensi
balita pendek usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah 9,8 persen. Kondisi ini
meningkat dari tahun 2016 yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 19
persen dan balita pendek sebesar 8.5 persen. Provinsi dengan prevalensi
tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017
adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
adalah Bali.10
2.3.4. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
GERMAS adalah suatu tindakan yang sistematis dan terencana yang
dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan
kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan
kualitas hidup. Tujuan dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah
meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat,
meningkatkan produktivitas masyarakat dan mengurangi beban biaya
kesehatan. Dalam rangka mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
dilakukan melalui peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup
sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan,
pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan dan
peningkatan edukasi hidup sehat. Pemerintah pusat dalam hal ini seluruh
kementerian berperan dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Khusus untuk Kementerian Kesehatan
melaksanakan kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat serta
meningkatkan advokasi dan pembinaan daerah dalam pelaksanaan kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR), meningkatkan pendidikan mengenai gizi
seimbang dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, serta aktivitas fisik
dan meningkatkan pelaksanaan deteksi dini penyakit di instansi pemerintah
dan swasta. Seluruh komponen bangsa harus terlibat dalam GERMAS baik
9
pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi (pendidikan), dunia usaha
(Swasta), organisasi masyarakat (Karang Taruna, PKK, dsb), organisasi
profesi, individu, keluarga dan masyarakat.10
2.3.5. Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Menurut peta jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional ditargetkan
pada tahun 2019 semua penduduk Indonesia telah tercakup dalam JKN
(Universal Health Coverage-UHC). Diberlakukannya JKN ini jelas menuntut
dilakukannya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan, serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Untuk
mengendalikan beban anggaran negara yang diperlukan dalam JKN
memerlukan dukungan dari upaya kesehatan masyarakat yang bersifat
promotif dan preventif agar masyarakat tetap sehat dan tidak mudah jatuh
sakit. Perkembangan kepesertaan JKN ternyata cukup baik. Sampai awal
September 2014, jumlah peserta telah mencapai 127.763.851 orang (105,1%
dari target). Penambahan peserta yang cepat ini tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah fasilitas kesehatan, sehingga terjadi antrian panjang yang
bila tidak segera diatasi, kualitas pelayanan bisa turun.10
10
Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada tahun 2018 sebesar 316 per
100.000 penduduk dan angka kematian penderita tuberkulosis sebesar 40 per
100.000 penduduk. (Global Tuberculosis Report WHO, 2018). Target
prevalensi tuberkulosis tahun 2019 pada RPJMN sebesar ≤245 per 100.000
penduduk, dengan capaian yang dihasilkan dari pemodelan sebesar 254 per
100.000 penduduk maka target RPJMN telah tercapai.11
Pada tahun 2019 jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan sebanyak
543.874 kasus, menurun bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang
ditemukan pada tahun 2018 yang sebesar 566.623 kasus. Jumlah kasus
tertinggi dilaporkan dari provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di ketiga
provinsi tersebut hampir mencapai setengah dari jumlah seluruh kasus
tuberkulosis di Indonesia (45%). Dibandingkan dengan perempuan, jumlah
kasus tuberkulosis pada laki-laki lebih tinggi 1,4 kali yang terjadi di seluruh
provinsi. Bahkan di Aceh dan Sumatera Utara kasus pada laki-laki hampir
dua kali lipat dibandingkan perempuan.11
11
kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan
kekebalan sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yaitu sekumpulan
gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya
virus HIV. Program pengendalian HIV di Indonesia bertujuan untuk: 1)
Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru; 2) Menurunkan hingga meniadakan
kematian terkait AIDS; dan 3) Menurunkan stigma dan diskriminasi. Estimasi
jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 641.675 orang
dengan jumlah infeksi baru sebanyak 46.372 orang dan kematian sebanyak 38.734
orang (Hasil Pemodelan Spectrum 2016). Jumlah kasus HIV positif yang
dilaporkan dari tahun ketahun cenderung meningkat. Pada tahun 2018 dilaporkan
sebanyak 50.282 kasus. Sebaliknya, dibandingkan rata-rata 8 tahun sebelumnya,
jumlah kasus baru AIDS cenderung menurun, pada tahun 2019 dilaporkan
sebanyak 7.036 kasus. 11
Gambar5. Jumlah Kasus HIV positif dan AIDS yang dilaporkan di Indonesia
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI
3. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan
bakteri. Sampai saat ini program dalam pengendalian pneumonia lebih
diprioritaskan pada pengendalian pneumonia balita. Pneumonia pada balita ditandai
12
dengan batuk dan atau tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang
disertai tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK), dengan frekuensi
nafas berdasarkan usia penderita. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia
pada balita. Selama kurun waktu yang panjang, angka cakupan penemuan
pneumonia balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara
20%-30%.11
13
Gambar7. Prevalensi Diare pada Balita berdasarkan Diagnosis Tenaga Kesehatan
Sumber: Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI
14
karena DBD pada tahun 2019 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2018 yaitu dari 467 menjadi 919 kematian. Kesakitan dan kematian dapat
digambarkan dengan menggunakan indicator incidence rate (IR) per 100.000
penduduk dan case fatality rate (CFR) dalam bentuk persentase.11
15
IMT ≥27 saja sebesar 21,8%. Pada penduduk usia ≥15 tahun yang obesitas,
prevalensi lebih tinggi pada perempuan (29,3%) dibandingkan pada laki-laki
(14,5%). Prevelansi lebih tinggi di perkotaan (25,1%) daripada perdesaan (17,8%).
Sedangkan menurut kelompok umur, obesitas tertinggi pada kelompok umur 40-44
tahun (29,6%).11
Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dilakukan untuk mengendalikan
faktor risiko PTM, melalui perilaku CERDIK, yaitu Cek kesehatan secara berkala,
Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat seimbang, Istirahat yang
cukup, dan Kelola stres. Cek kesehatan secara berkala yaitu pemeriksaan faktor
risiko PTM dapat dilakukan melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM yang
ada di desa/ kelurahan, dan di Puskesmas. Upaya pengendalian PTM juga dilakukan
melalui implementasi Kawasan Tanpa Rokok di sekolah-sekolah, hal ini sebagai
upaya penurunan prevalensi perokok ≤ 18 tahun. Upaya pengendalian PTM tidak
akan berhasil jika hanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tanpa dukungan
seluruh jajaran lintas sektor, baik pemerintah, swasta, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, bahkan seluruh lapisan masyarakat. Untuk menurunkan
kecenderungan peningkatan kasus PTM tersebut, tentu saja dibutuhkan program
pengendalian yang dalam hal ini telah dan terus dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan. 11
1. Meningkatkan Upaya Pengendalian PTM di Puskesmas
Puskesmas berada di garda terdepan dalam penyediaan upaya pelayanan
kesehatan masyarakat yang di dalamnya mencakup pengendalian PTM. Upaya
Pengendalian PTM di Puskesmas dilakukan dengan membentuk Puskesmas Pandu
PTM. Puskesmas Pandu PTM adalah Puskesmas yang melaksanakan pencegahan
dan pengendalian PTM secara komprehensif dan terintegrasi melalui Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Sampai
dengan tahun 2019, terdapat 7.465 puskesmas atau 73,66% dari total 10.134
puskesmas yang ada di Indonesia melaksanakan PTM secara terpadu melalui
program Puskesmas Pandu PTM. Terdapat 3 provinsi yang seluruh puskesmasnya
telah melaksanakan Pandu PTM, yaitu Sulawesi Barat, Bali, dan DI Yogyakarta.
Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 9,92% diikuti
16
oleh Kalimantan Utara sebesar 27,27%, dan Papua Barat sebesar 37,11%.11
17
2.5.2. Identifikasi Masalah
1. Metode USG
Analisis Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu metode
skoring untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Pada tahap
ini masing-masing masalah dinilai tingkat risiko dan dampaknya. Langkah skoring
dengan menggunakan metode USG adalah membuat daftar akar masalah, membuat
tabel matriks prioritas masalah dengan bobot skoring 1-5 dan nilai yang tertinggi
sebagai prioritas masalah. Untuk lebih jelasnya, pengertian urgency, seriousness,
dan growth dapat diuraikan sebagai berikut:12
18
• Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dan dihubungkan dengan waktu yang
tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tuntuk memecahkan masalah yang
menyebabkan isu tadi.
• Seriousness
Seberapa serius isu perlu dibahas dan dihubungkan dengan akibat yang timbul
dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat
yang menimbulkan masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan.
• Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk kalau
dibiarkan.
Masalah A
Masalah B
Masalah C
Keterangan:
a. Urgency atau urgensi, yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau
tidak masalah tersebut diselesaikan.
b. Seriousness atau tingkat keseriusan dari masalah, yakni dengan melihat
dampak masalah tersebut terhadap produktifitas kerja, pengaruh terhadap
keberhasilan, membahayakan system atau tidak.
c. Growth atau tingkat perkembangan masalah yakni apakah masalah tersebut
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit untuk dicegah.
19
metode fishbone dan metode Pohon Masalah. Suatu masalah akan lebih mudah
diselesaikan jika telah ditemukan akar masalahnya. Diagram fishbone ini
mengidentifikasi sebab-sebab potensial dari suatu masalah dan menganalisis
masalah tersebut berdasarkan kategori 6M, yaitu: machine, man, material, method,
measurement dan mother nature atau lingkungan. Langkah pertama pembuatan
fishbone adalah sebagai berikut:12
20
Tabel 4. Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif Pemecahan
Prioritas
No. Masalah pemecahan masalah Sasaran Target
masalah
masalah terpilih
1.
2.
Rencana kerja terpadu terdiri atas rencana usulan kegiatan dan rencana
pelaksanaan kegiatan. Upaya kesehatan yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan,
target dan sasaran yang disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki. Pelaksanaan
upaya kesehatan dijadwalkan agar lebih efektif dan efisien.12
21
dilaksanakan melalui pendekatan keterpaduan lintas program dan sektor
dalam lingkup siklus kehidupan. Keterpaduan dimaksudkan agar tidak akan
terjadi missed opportunity, kegiatan Puskesmas dapat terselenggara secara
efisien, efektif, bermutu, dan target prioritas yang ditetapkan pada
perencanaan dapat tercapai. Tahap penyusunan Rencana Pelaksanaan
Kegiatan untuk UKM Esensial dan UKM Pengembangan, UKP, pelayanan
Perkesmas, pelayanan kefarmasian, semuanya dilaksanakan secara bersama,
terpadu dan terintegrasi. Langkah-langkah penyusunan RPK dapat diringkas
sebagai berikut: 12
22
BAB III
ANALISIS PUSKESMAS
is
d
tis
i
kia
ns
oi
,O
DK
rit
ot
e
ri
IS
te
Tip
at
on
te
sik
st
tis
er
m
Ga
en
Br
.P
tri
DM
p
eu
Hi
ro
a
Ar
Gg
Rh
m
st
As
Ga
tis
tri
Ar
Jumlah Kasus
Gambar13. Grafik Penyakit Terbanyak di Puskesmas Boom Baru Periode Januari-Juni 2021
23
maupun 3 Ilir tergolong tidak terlalu jauh, masih dapat ditempuh dengan
berkendaraan umum maupun pribadi, beberapa RT berlokasi cukup dekat sehingga
Puskesmas Boom Baru dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Terdapat beberapa
pilihan jalan yang dapat ditempuh untuk menuju ke lokasi kelurahan yaitu jalan
raya dan jalan setapak yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki maupun
berkendara motor, namun jalan ini relatif cukup lebar dan dapat digunakan untuk
dua jalur, satu jalur satu jalur ke arah kelurahan dan satu jalur keluar kelurahan.
Puskesmas Boom Baru ialah salah satu Puskesmas Induk di kecamatan Ilir
Timur II dengan jumlah penduduk 22.434 jiwa pada tahun 2020. Kelurahan
Lawang Kidul memiliki jumlah penduduk 8.271, terdiri dari 4.160 laki-laki dan
4.111 perempuan. Jumlah penduduk usia lanjut di Kelurahan Lawang Kidul
sebanyak 2.2.49 orang, jumlah penduduk usia produktif sebanyak 5.113 orang,
jumlah bayi, anak dan remaja sebanyak 2.091 orang. Kelurahan 3 Ilir memiliki
jumlah penduduk 14.163, terdiri dari 7.179 laki-laki dan 6.984 perempuan. Jumlah
penduduk usia lanjut di Kelurahan 3 Ilir sebanyak 3.167 orang, usia produktif 9.161
orang dan jumlah bayi, anak dan remaja sebanyak 3.581 orang. Pemukiman
kelurahan ini jika dibandingkan dengan luas wilayahnya termasuk pemukiman
yang padat. Masyarakat wilayah kerja Puskesmas Boom Baru sebagian besar melek
huruf, dengan Pendidikan mulai dari tamatan SD hingga SMA.
Jumlah
Gambar14. Grafik Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru tahun 2020.
2. Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2020 di Puskesmas
Boom Baru, didapatkan pelayanan kesehatan hipertensi sesuai standar dan
24
pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis memilki presentase pencapaian
yang rendah berkisar 30%. Pelayanan kesehatan pada usia Pendidikan dasar sesuai
standar belum dapat dinilai dikarenakan sekolah yang tutup di masa pandemi ini.
Tabel. SPM Puskesmas Boom Baru Tahun 2020
25
PIS-PK Puskesmas Boom Baru Tahun 2020
70,00%
60,87%
60,00%
51,22%
50,00% 43,90%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
penderita hipertensi anggota keluarga tidak ada keluarga sudah menjadi
melakukan pengobatan yang merokok anggota JKN
secara teratur
Gambar15. Grafik PIS-PK di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru tahun 2020.
3. Lingkungan
Data yang diperoleh dari Survey Mawas Diri (SMD) 2021 pada wilayah kerja
Puskesmas Boom Baru didapatkan hasil bahwa sebagian besar warga yang
memiliki perokok dirumah memerintahkan perokok untuk tidak merokok di
lingkungan rumah.
39% 39%
40%
30%
20%
10% 8% 8%
0%
Kelurahan Lawang Kidul Kelurahan 3 Ilir
26
Data lain yang diperoleh dari SMD 2021 sebagian warga masih belum
mengetahui kegiatan yang dilakukan di Puskesmas seperti pertemuan RT,
posyandu, penyuluhan, pemeriksaan jentik dan GERMAS.
4. Perilaku
Berdasarkan data yang diperoleh dari Survey Mawas Diri 2021 pada wilayah
kerja Puskesmas Boom Baru, sebagian besar masyarakat merupakan perokok aktif
yaitu sebanyak 69% pada kelurahan Lawang Kidul dan 68% pada kelurahan 3 Ilir.
27
BAB IV
DIAGNOSIS KOMUNITAS DAN PERENCANAAN
PENGANGGARAN KESEHATAN TERPADU
28
4.1.3 Prioritas Masalah
Angka kejadian hipertensi di Puskesmas Boom Baru masih tinggi.
29
4.1.5 Penentuan Akar Masalah
Bagan 1. Bagan Fishbone
Manusia Metode
Kurang pengetahuan
mengenai penyakit
hipertensi
Kurangnya peran Sosialisasi kurang optimal
kader dalam dimasa pandemi
penyuluhan
Kurangnya keinginan Penyuluhan
berobat di masa hipertensi belum
pandemi Cara pendekatan belum sesuai
mencakup seluruh
penderita
Rendahnya cakupan
pelayanan hipertensi
sesuai standar di PKM
Boom Baru sebesar
35%.
Kurangnya sarana
Kondisi ekonomi tergolong
promosi pada masa
menengah
pandemi
Stigma negatif
berobat ke faskes
Menurunnya dimasa pandemi
pendapatan akibat
pandemi Rendahnya
budaya
GERMAS
Masyarakat yang memiliki
JKN masih kurang
Sarana Lingkungan
Dana
30
4.1.6 Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel7 . Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif
Pemecahan Metode Tujuan Sasaran Target
Masalah
Peningkatan Penyuluhan tentangpenyakit a. Peningkatan pengetahuan dan sikap Masyarakat, Peningkatan cakupan
Perilaku hipertensi dan edukasi masyarakat kelompok pelayanan kesehatan
mengenai pengobatan b. Masyarakat berobat meskipun tidak ada berisiko dan penderita hipertensi sesuai
hipertensi dalam masa keluhan penderita standar di wilayah kerja
pandemi PKM Boom Baru
c. Masyarakat berobat meskipun kondisi
pandemi
d. Menghilangkan stigma negatif berobat
ke faskes
31
Asuransi kesehatan Penyuluhan tentang JKN Peningkatan masyarakat yang memiliki JKN Masyarakat Peningkatan cakupan
pelayanan kesehatan
penderita hipertensi sesuai
standar di wilayah kerja
PKM Boom Baru
32
4.1.5 Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu
Tabel8. Rencana Usulan Kegiatan
No. Program Kegiatan Tujuan Sasaran Target Sumber Sumber Daya Indikasi Sumber
Daya Alat Tenaga Keberhasilan Biaya
Dana
1. Peningkatan Penyuluhan e. Peningkatan Warga di 40 RT APBN -Materi dan Ketua RT Peningkatan BOK
Perilaku tentang pengetahuan wilayah poster cakupan
penyakit dan sikap kerja Kader pelayanan
hipertensi masyarakat Puskesmas -Alat tensi kesehatan kesehatan
dan f. Masyarakat Boom Baru digital penderita
edukasi berobat yang Tenaga hipertensi
mengenai meskipun tidak terdiagnosis -Speaker Kesehatan sesuai standar
pengobatan ada keluhan hipertensi dan Audio Puskesmas di wilayah
hipertensi ataupun kerja PKM
dalam
g. Masyarakat warga Boom Baru
berobat
masa dengan
meskipun
pandemi keluarga
kondisi
yang
pandemi
terdiagnosis
h. Menghilangkan hipertensi
stigma
negative
berobat ke
faskes
33
2. Peningkatan Pengembangan Peningkatan Warga di 40 RT APBN -Materi dan Ketua RT Penurunan BOK
kesehatan kawasan bebas pengetahuan wilayah pemasangan angka
lingkungan rokok mengenai kesehatan kerja pamflet Kader kesakitan
lingkungan dan pola Puskesmas kesehatan akibat
hidup bersih dan Boom Baru -Speaker faktor
sehat (PHBS) dan audio Tenaga lingkungan
Kesehatan
Puskesmas Peningkatan
derajat
kesehatan
3. Peningkatan Pelayanan Peningkatan Penderita 991 APBN -Alat tensi Tenaga Peningkatan BOK
pengobatan kesehatan kesadaran akan hipertensi di penderita Kesehatan kunjungan
penderita pentingnya wilayah hipertensi -Poster Puskesmas penderita
hipertensi pengobatan, kerja yang hipertensi
sesuai standar melakukan Puskesmas terdata. secara
kunjungan secara Boom Baru teratur di
teratur dan dapat yang wilayah
dievaluasi secara melakukan kerja
komprehensif kontrol atau puskesmas
pemeriksaan Boom Baru
tekanan
darah di poli
puskesmas
Boom Baru
4. P2PTM Meningkatkan Peningkatan Warga di 600KK APBN - Alat tensi Tenaga Penurunan BOK
akses sosialisasi, skrining wilayah digital Kesehatan angka
masyarakat dan pencegahan kerja Puskesmas kesakitan
terhadap primer hipertensi di Puskesmas -leaflet
kesehatan masa pandemi Boom Baru
melalui yang
kunjungan terdiagnosis
rumah hipertensi
ataupun
warga
34
dengan
keluarga
yang
terdiagnosis
hipertensi
5. Asuransi Penyuluhan Peningkatan Warga di 40 RT APBN - Materi dan Ketua RT Penurunan BOK
Kesehatan tentang JKN masyarakat yang wilayah poster hambatan
memiliki JKN kerja Kader biaya
Puskesmas -Speaker kesehatan
Boom Baru dan audio
Tenaga
Kesehatan
Puskesmas
35
Tabel9. Rencana Pelaksanaan Kegiatan
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Biaya/Sumber Waktu Penanggung Rencana
jawab Penilaian
1. Penyuluhan tentang penyakit Peningkatan Warga di wilayah BOK 2 bulan sekali Tenaga Meningkatnya
hipertensi dan edukasi pengetahuan dan sikap kerja Puskesmas kesehatan capaian
mengenai pengobatan masyarakat Boom Baru yang puskesmas hipertensi
hipertensi dalam masa terdiagnosis
pandemi Masyarakat berobat hipertensi ataupun Pelaksanaan
meskipun tidak ada warga dengan evaluasi
keluhan keluarga yang dengan sistem
terdiagnosis PDCA (Plan,
Masyarakat berobat hipertensi Do, Check,
meskipun kondisi Action)
pandemi
Evaluasi
Menghilangkan stigma dengan sistem
negative berobat ke Input,
faskes Process,
Output, dan
2. Pelatihan kader Meningkatkan peran Kader di wilayah BOK 6 bulan sekali Kepala RT dan Outcome.
kader dalam penyuluhan kerja Puskesmas tenaga
hipertensi Boom Baru kesehatan
puskesmas
3. Pengembangan kawasan Melaksanakan Warga dan BOK 6 bulan sekali Kader
bebas rokok GERMAS penderita hipertensi kesehatan dan
di wilayah kerja kepala RT
Puskesmas Boom
Baru
4. Pelayanan kesehatan Peningkatan kesadaran Penderita BOK 2 minggu Tenaga
penderita hipertensi sesuai akan pentingnya hipertensi di sekali kesehatan
standar pengobatan, melakukan wilayah kerja puskesmas
kunjungan secara teratur Puskesmas Boom
Baru yang
36
dan dapat dievaluasi melakukan kontrol
secara komprehensif atau pemeriksaan
tekanan darah di
poli puskesmas
Boom Baru
5. Kunjungan rumah Peningkatan sosialisasi, Warga di wilayah BOK 1 minggu Kader dan
skrining dan pencegahan kerja Puskesmas sekali dengan Tenaga
primer hipertensi di Boom Baru yang minimal 13 kesehatan
masa pandemi terdiagnosis KK di satu RT puskesmas
hipertensi ataupun
warga dengan
keluarga yang
terdiagnosis
hipertensi
6. Penyuluhan tentang JKN Peningkatan masyarakat Warga di wilayah BOK 4 bulan sekali Kader dan
yang memiliki JKN kerja Puskesmas tenaga
Boom Baru kesehatan
puskesmas
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Diagnosis komunitas merupakan upaya dalam memecahkan masalah
kesehatan secara sistematis dengan pendekatan kesehatan keluarga sebagai unit
primer suatu komunitas. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan, beberapa
masalah kesehatan yang ada di komunitas wilayah kerja Puskesmas Boom Baru
adalah hipertensi, ISPA dan DM tipe 2. Hipertensi dipilih sebagai masalah utama
pada diagnosis komunitas ini berdasarkan kesepakatan menggunakan metode USG
serta hipertensi merupakan penyakit terbanyak dengan pelayanan kesehatan yang
rendah menurut data SPM dan PIS-PK. Selain itu, didapatkan data dari SMD
tingginya paparan asap rokok terhadap lingkungan di wilayah kerja Puskesmas
Boom Baru. Berdasarkan masalah tersebut alternatif pemecahan masalah yang
dapat dilakukan yaitu berupa peningkatan perilaku, peningkatan kesehatan
lingkungan, peningkatan pengobatan, P2PTM dan asuransi kesehatan. Maka dari
itu, rencana kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah
5.2 Saran
Diagnosis komunitas dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kesehatan
komunitas diwilayah kerja Puskesmas Boom Baru. Hasil dari pelaksanaan
diagnosis komunitas ini dapat dijadikan pertimbangan dalam proses perencanaan
dan penyelenggaraan program kesehatan di Puskesmas Boom Baru.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Card, AJ. Moving beyond the WHO definition of health: A new prespective
for an aging world and the emerging era of value-based care. World medical
and health policy.2017;9(1): 127-37.
2. Republik Indonesia. 2009. Undang-undang republik Indonesia nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Kementerian riset, teknologi dan
pendidikan tinggi.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan menteri kesehatan
republik Indonesia nomor 44 tahun 2016 tentang pedoman manajemen
puskesmas. Jakarta: Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi.
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi.
5. Departemen IKK Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014. Buku
keterampilan klinis ilmu kedokteran komunitas. Jakarta: Fakultas kedokteran
universitas Indonesia.
6. Herqutanto, Justam J, Basuki E. Siklus Pemecahan Masalah (problem-solving
cycle). Dalam: Departemen IKK FK UI penyunting. Buku keterampilan klinis
ilmu kedokteran komunitas. Jakarta: FK UI;2014.h.21-3.
7. Duarsa, A. B. S. 2008. Prospek Pendidikan Program Pascasarjana Bidang
Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 3, No (1), h. 23–
27.
8. Adliyani, Z. O. N. 2015. Pengaruh Perilaku Individu terhadap Hidup Sehat.
pp. 109– 114.
9. Blum, Henrik L. Planning for Health: Development and Application of Social
Change Theory. New York: Human Sciences Press, 1974. Print.
39
Buku Panduan perencanaan tingkat puskesmas terpadu.Jakarta:Kemitraan
Pemerintah Australia/Indonesia. 2018.
40