Anda di halaman 1dari 24

Referat

PENATALAKSANAAN BEDAH
PADA GLAUKOMA KONGENITAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Oleh
Deva Wulandari, S.Ked
04084822124139

Pembimbing
Dr. dr. Hj. Fidalia, Sp.M (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA RUMAH SAKIT


DR.MOH.HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat:
Penatalaksanaan Bedah pada Glaukoma Kongenital

Oleh:
Deva Wulandari, S.Ked
04084822124139

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 Maret 2021
s.d 31 Maret 2021.

Palembang, Maret 2021


Pembimbing,

Dr. dr. Hj. Fidalia, Sp.M(K)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya referat
yang berjudul “Penatalaksanaan Bedah pada Glaukoma Kongenital” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Terima kasih kepada
Dr. dr. Hj. Fidalia, Sp.M(K) yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
penulisan referat ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan
dalam penulisan referat ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembacanya.

Palembang, Maret 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1. Latar belakang........................................................................................................1
1.2. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................2
2.1. Dinamika Aqueous Humor....................................................................................2
2.2. Produksi Aqueos Humor........................................................................................2
2.3. Aliran Aqueous Humor..........................................................................................3
BAB III GLAUKOMA KONGENITAL......................................................................4
3.1. Definisi ..................................................................................................................4
3.2. Epidemiologi..........................................................................................................4
3.3. Etiologi dan Faktor Risiko.....................................................................................4
3.4. Klasifikasi..............................................................................................................5
3.5. Patogenesis dan Patofisiologi................................................................................6
3.6. Manifestasi Klinis..................................................................................................7
3.7. Diagnosis................................................................................................................8
3.8. Diagnosis Banding...............................................................................................10
3.9. Tatalaksana..........................................................................................................11
3.10. Komplikasi.........................................................................................................16
3.11. Prognosis............................................................................................................16
3.12. SKDI..................................................................................................................16
BAB IV KESIMPULAN............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi akibat gangguan
drainase dari aqueous humor yang disebabkan oleh perkembangan abnormal
dari trabecular meshwork (TM) dan sudut bilik mata depan. Pada anak-anak
dengan glaukoma kongenital biasanya dijumpai pembesaran bola mata
(buphthalmos), edema dan kekeruhan kornea dengan pecahnya membran
descemet (Haab's striae). Gambaran klinis tambahan yaitu penipisan sklera
anterior dan atrofi iris atrofi, dan kelainan segmen anterior mata. Selain itu,
ketajaman penglihatan dapat berkurang dan atau lapang pandang terbatas. Pada
kasus yang tidak diobati dan terlambat diobati, kebutaan selalu terjadi. 1
Insiden glaukoma kongenital adalah 1 dari 10.000 hingga 68.000
kelahiran hidup. Kasus baru glaukoma kongenital didiagnosis sekitar satu kali
setiap 5 tahun di pusat oftalmologi umum di Utara Amerika atau Eropa Barat.
Prevalensi tertinggi glaukoma kongenital telah dicatat di Tengah Timur (1:
2500) dan di Slovakia (1: 1250). Glaukoma kongenital dapat menyebabkan
hampir 18% kebutaan dari seluruh kasus. Meskipun kebanyakan kasus
glaukoma kongenital terjadi secara sporadic, sekitar 40% kasus diturunkan
secara autosomal resesif. 2,3
Strategi pengobatan glaukoma kongenital saat ini berkisar pada metode
pembedahan yang menargetkan sudut trabekuler abnormal. Pilihannya termasuk
goniotomi dan trabekulotomi yang dilakukan sebagai prosedur utama. Banyak
pasien membutuhkan lebih dari satu operasi jika prosedur pembedahan ini dapat
tidak menurunkan tekanan intraokular ke tingkat yang aman. Pasien dengan
glaukoma kongenital juga sering membutuhkan obat hipotensi topikal tambahan
pasca operasi mereka.4

1.2. Tujuan
Tujuan dari referat ini untuk mengetahui tentang glaukoma kongenital dan
penatalaksanaan bedah yang dapat dilakukan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dinamika Aqueous Humor


Pemahaman tentang dinamika humor aqueous sangat penting untuk
evaluasi dan pengelolaan glaukoma. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1,
aqueous humor diproduksi di ruang posterior dan mengalir melalui pupil ke
ruang anterior. Aqueous humor keluar dari mata dengan melewati trabecular
meshwork dan masuk ke kanal Schlemm sebelum dikeringkan ke dalam sistem
vena melalui saluran kolektor. Beberapa aqueous humor keluar dari mata
melalui jalur uveoskleral, yang melewati akar iris dan badan siliaris ke dalam
ruang suprachoroidal. Proporsi aqueous humor yang mengalir melalui jalur
trabekuler dan jalur uveoskleral bervariasi sebagai akibat dari banyak faktor. 5

Gambar 1. Aliran Aqueous Humor.


(Sumber: American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. San Francisco; 2020.)

2.2. Produksi Aqueous Humor


Aqueous humor diproduksi oleh prosesus siliaris dengan kecepatan rata-
rata 2–3 μL/menit. Aqueous humor memasuki ruang posterior melalui
mekanisme fisiologis berikut, yaitu sekresi aktif (yang terjadi di epitel siliaris
berlapis ganda), ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Sekresi aktif mengacu pada
transportasi yang membutuhkan energi untuk memindahkan natrium, klorida,
bikarbonat, dan ion lain. Sekresi aktif tidak tergantung pada tekanan dan

2
merupakan mayoritas pada produksi aqueous humor. Ultrafiltrasi mengacu pada
gerakan yang bergantung pada tekanan. Dalam prosesus siliaris, perbedaan
tekanan hidrostatis antara tekanan kapiler dan TIO mendukung pergerakan
cairan ke mata,sedangkan gradien onkotik antara keduanya menahan pergerakan
cairan. Difusi melibatkan pergerakan pasif ion, berdasarkan muatan dan
konsentrasi, melintasi membran. Aqueos humor berperan dalam menyuplai
substrat-substrat, seperti glukosa, oksigen, serta elektrolit-elektrolit bagi struktur
mata yang avaskular, seperti kornea dan lensa. 5,6

2.3. Aliran Aqueous Humor


Sistem pengaliran akuos humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran
utama, yaitu trabecular outflow atau aliran konvensional dan uveoscleral
outflow atau aliran unconventional. Trabecular outflow merupakan aliran
utama dari akuos humor, sekitar 83-96% dari total. Akuos humor mengalir
dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke
vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem
pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular.
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar
5-15% dari total. Akuos humor mengalir dari bilik anterior ke otot siliaris dan
rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera.
Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan. 7,8

a b
. Gambar 2. a. Trabecular outflow; b. Uveoscleral outflow.
(Sumber: Goel M, Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK. Aqueous Humor Dynamics: A
Review. Open Ophthalmol J. 2010;4(1):52–9.)

3
BAB III
GLAUKOMA KONGENITAL

3.1. Definisi
Glaukoma masa kanak-kanak dan remaja (selanjutnya disebut glaukoma
pediatrik) adalah kelompok gangguan yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intraokular (TIO) dan optik kerusakan saraf optik. Berbagai presentasi
dan etiologi menjadi ciri glaukoma langka ini. 5
Glaukoma kongenital primer merupakan bentuk paling umum yang sering
terjadi pada glaukoma masa kanak-kanak. 9

3.2. Epidemiologi
Insiden glaukoma kongenital berbeda-beda pada tiap populasi, mulai dari 1
dari 1250 kelahiran hidup hingga 1 dari 68.000. Glaukoma kongenital lebih
sering terjadi pada pria (65% kasus), dan bilateral pada sekitar dua pertiga pasien.
Glaukoma kongenital menyebabkan kebutaan pada 2% -15% kasus, dan tajam
penglihatan yang memburuk buruk pada 50% kasus. Meskipun diagnosis yang
dibuat saat lahir hanya pada 25% bayi yang terkena, lebih dari 80% onset terjadi
dalam tahun pertama kehidupan. 9

3.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Sebagian besar kasus terjadi secara sporadik. Pola pewarisan keluarga
terlihat pada 10% -40% dari kasus, biasanya autosomal resesif dengan penetrasi
yang tidak lengkap atau bervariabel. Studi keterkaitan mengidentifikasi 4 lokus
genetik glaukoma kongenital, yaitu GLC3A, GLC3B, GLC3C, dan GLC3D.
Akan tetapi lokus tambahan kemungkinan ada. 5
Berikut merupakan dua gen utama terkait dengan glaukoma kongenital
yang telah teridentifikasi, yaitu:
1. CYP1B1 (sitokrom P450, keluarga 1, subfamili B, polipeptida 1) pada lokus
GLC3A
2. LTBP2 (laten transforming growth factor beta-binding protein 2) pada lokus
GLC3C

4
Beberapa bentuk glaukoma kongenital dikaitkan dengan kelainan mata,
termasuk aniridia, sindrom Axenfeld-Rieger, dan anomali Peters. Aniridia
dihasilkan dari mutasi pada Gen PAX6 (kotak berpasangan 6). Dua pertiga dari
kasus aniridia yaitu autosom dominan dan sepertiganya adalah sporadik. Tes
genetik harus dipertimbangkan untuk orang tua dari pasien glaukoma kongenital
dan orang dewasa dengan timbulnya glaukoma di masa kanak-kanak atau awal
masa dewasa. 5

3.4. Klasifikasi
Terdapat banyak sistem telah digunakan untuk mengklasifikasikan
glaukoma pediatrik. Asosiasi Glaukoma Dunia, misalnya, mengklasifikasikannya
menjadi glaukoma primer dan sekunder. Berikut klasifikasi menurut American
Academy of Ophthalmology.
1. Glaukoma Kongenital Primer
Glaukoma Kongenital Primer (PCG) merupakan mayoritas dari
glaukoma pediatrik primer. Sebagian besar kasus yaitu bilateral (70%) dan
didiagnosis dalam tahun pertama kehidupan (> 75%). PCG terjadi lebih sering
pada pria (65%) dibandingkan wanita. Insidensinya bervariasi menurut etnis,
berkisar dari 1 dalam 1250 kelahiran hidup di Slovakia hingga 1 dari 18.500
kelahiran hidup di Inggris Raya. Kerabat dekat sangat meningkatkan risiko
terjadinya kongenital glaukoma.
PCG baru lahir menyumbang sekitar 25% kasus PCG dan memberikan
prognosis yang lebih buruk daripada PCG masa kanak-kanak. Lebih dari 50%
pasien baru lahir dengan PCG, berkembang menjadi kebutaan. Prognosisnya
juga lebih buruk jika glaukoma didiagnosis setelah usia 1 tahun dan jika
diameter kornea lebih besar dari 14 mm saat diagnosis. Prognosis paling baik
untuk pasien yang glaukoma didiagnosis antara usia 3 dan 12 bulan, karena
sebagian besar dari anak-anak ini merespons terhadap tatalaksana
pembedahan.
Glaukoma kongenital primer terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 9
1. Neonatal onset (0-1 bulan)
2. Infantile onset (1-24 bulan)
3. Late-onset (≥ 24 bulan)

5
2. Glaukoma Juvenile
Glaukoma Juvenile adalah bentuk glaukoma sudut terbuka primer yang
terjadi antara usia 4 dan 35 tahun dengan TIO tinggi dan biasanya sudut
tampak normal.
3. Developmental Glaucomas With Associated Ocular or Systemic Anomalies
Glaukoma jenis ini merupakan glaukoma yang dikaitkan dengan
kelainan mata atau sistemik, seperti Axenfeld-Rieger Syndrome, Peters
Anomaly, Aniridia, Sturge-Weber Syndrome, dan Neurofibromatosis.
4. Glaukoma Sekunder
Banyak penyebab glaukoma sekunder pada bayi dan anak-anak yang
serupa dengan orang dewasa, termasuk trauma, inflamasi, dan penggunaan
steroid. Gangguan terkait lensa yang menyebabkan glaukoma sudut tertutup
dapat terjadi pada pasien dengan Sindrom Marfan, homosistinuria, sindrom
Weill-Marchesani, dan mikrospherofakia. Gangguan segmen posterior seperti
pembuluh darah janin persisten, retinopati prematuritas, dan vitreoretinopati
eksudatif familial, serta tumor retina, iris, atau badan siliaris, juga bisa
menyebabkan glaukoma. Retinoblastoma, xanthogranuloma remaja, dan
medulloepithelioma adalah beberapa di antaranya dari tumor intraokular yang
diketahui dapat menyebabkan glaukoma sekunder pada bayi dan anak-anak.
Rubella dan katarak kongenital adalah kondisi penting yang juga berhubungan
dengan glaukoma sekunder pada pediatrik.

3.5. Patogenesis dan Patofisiologi


Defek patologis yang mendasari kelainan ini yaitu meningkatnya resistensi
terhadap aliran keluar melalui trabekuler meshwork. Hal ini disebabkan adanya
kelainan perkembangan jaringan neural crest dari sudut bilik mata depan. Dokter
mata Otto Barkan berhipotesis bahwa resistensi ini disebabkan oleh membran
yang menutupi sudut ruang anterior. Meskipun membran ini belum
teridentifikasi, individu dengan glaukoma kongenital memiliki anomali
perkembangan jaringan neural crest dari sudut bilik mata depan, dengan
disgenesis dan kompresi dari trabekular meshwork dan penyisipan anterior dari
akar iris. 5

6
Glaukoma kongenital primer terjadi akibat terhentinya perkembangan
struktur sudut bilik mata depan pada usia janin sekitar 7 bulan. Diduga
penyebabnya karena mutasi dari CYP1B1 pada kromosom 2p21. Pada glaukoma
kongenital primer, iris mengalami hipoplasia dan berinsersi ke permukaan
trabekula didepan taji sklera yang kurang berkembang, sehingga jalinan trabekula
terhalang dan timbul gambaran suatu membran (membrane Barkan) yang
menutupi sudut. Banyak cairan (aqueous humor) terus menerus diproduksi tetapi
tidak bisa didrainase karena tidak berfungsinya saluran drainase secara tepat.
Oleh karena itu, jumlah cairan di dalam mata meningkat dan meningkatkan
tekanan intraokular. Serat optik mata dapat rusak akibat tekanan intraokular yang
terlalu tinggi. 10

3.6. Manifestasi Klinis


Glaukoma kongenital memiliki gejala trias klasik yaitu epifora, fotofobia,
dan blepharospasm. Gejala lain yang dapat muncul yaitu mata merah, kekeruhan
dan peregangan kornea. 9
Sampai usia 3 tahun, peningkatan TIO menyebabkan kornea meregang,
mengakibatkan peningkatan diameter kornea dan pembesaran bola mata
(buphthalmos). Peregangan kornea menghasilkan Haab striae, atau kerusakan
pada membran Descemet, dan dapat menyebabkan edema kornea dan kekeruhan
kornea. Haab striae ini biasanya berbentuk horizontal dan linier saat terjadi di
sentral kornea, tetapi sejajar atau lengkung ke limbus saat terjadi di perifer. Saat
kornea membengkak, anak mungkin menjadi lebih sensitive terhadap cahaya.
Setelah usia 3 tahun, kornea berhenti membesar lebih jauh. Peregangan skleral
juga berhenti sekitar usia 3–4 tahun tahun. Namun, peningkatan TIO yang terus-
menerus dapat mengakibatkan kerusakan saraf optik yang berlanjut. 5,11
Tanda dan gejala umum glaukoma kongenital seperti buphtalmos dan Haab
striae bisa saja muncul dengan diskus optikus dan tekanan intraokuler yang
normal, serta tanpa diikuti edema kornea, Kasus seperti ini dikategorikan sebagai
spontaneously arrested primary congenital glaucoma.12

7
Gambar 3. A. Bilateral Buphthalmos; B. Haab striae.
(Sumber: American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. San Francisco; 2020.)

Gambar 4. Unilateral Buphtalmos.


(Sumber: Badawi AH, Al-Muhaylib AA, Al Owaifeer AM, Al-Essa RS, Al-Shahwan SA. Primary
congenital glaucoma: An updated review. Saudi J Ophthalmol. 2019;33(4):382–8.)

3.7. Diagnosis
Pasien glaukoma anak harus dievaluasi secara berbeda dari glaukoma pada
orang dewasa. Dokter mata harus melanjutkan dengan sistem pemeriksaan yang
tertib dan sesuai peralatan untuk mengevaluasi bayi dan anak kecil di ruang
operasi. Untuk pemeriksaan di bawah anestesi (EUA), efisiensi dalam
pengukuran dan pencatatan data di ruang operasi dapat meminimalkan waktu
pasien berada di bawah pengaruh bius. Berdasarkan American Academy of
Ophthalmology, berikut pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
glaukoma kongenital. 5
1. Anamnesis
Saat mengevaluasi bayi, dokter mata harus menanyakan pengasuh
apakah bayinya rewel atau sensitif, apakah anak tidak menyusu dengan baik

8
atau berat badannya turun, dan apakah bayinya menangis saat dibawa ke luar
di bawah sinar matahari. Pengamatan pengasuh tentang kekeruhan kornea apa
pun harus dicari, khususnya apakah pengaburan tersebut terjadi sebentar-
sebentar atau konstan.
2. Tajam Penglihatan
Refraksi harus dilakukan untuk mengidentifikasi miopia dari
pembesaran aksial, dan / atau astigmatisme akibat iregularitas kornea.
Penglihatan menurun mungkin karena kerusakan saraf optik glaukoma yang
signifikan, ambliopia, jaringan parut kornea, atau terkait lainnya gangguan
mata (mis., ablasi retina, edema makula, katarak, dislokasi lensa).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan harus mencari buphthalmos dan tanda serta gejala lain,
termasuk epifora dan blepharospasm, serta tanda lain. Tanda-tanda lain ini
termasuk kelainan kromosom, fakomatosis, gangguan jaringan ikat, dan
sindrom A-R.
4. Pemeriksaan Segmen Anterior
Seperti dibahas sebelumnya, pembesaran dan kekeruhan kornea adalah
tanda-tanda penting yang terkait dengan glaukoma kongenital. Diameter
kornea harus diukur dengan kaliper atau penggaris. Diameter kornea normal
kira-kira 9,5-10,5 mm pada bayi baru lahir, meningkat menjadi 11-12 mm
pada usia 1 tahun. Sebaliknya, mata dengan glaukoma bawaan mungkin
memiliki diameter kornea lebih besar dari 12 mm pada tahun pertama
kehidupan. Bisa jadi edema kornea karena peningkatan TIO atau Haab striae
dan dapat berkisar dari kabut ringan hingga kekeruhan padat stroma kornea.
Retroiluminasi setelah pelebaran pupil dapat membantu membuat Haab striae
terlihat.
4. Tonometri
Pengukuran tonometri yang akurat sangat penting dalam penilaian
glaukoma pediatrik. TIO mungkin salah meningkat pada anak yang tidak
kooperatif dan rewel. Seringkali, dokter berhasil mengukur TIO bayi di bawah
6 bulan tanpa anestesi umum atau sedasi dengan melakukan pengukuran saat
bayi menyusu atau segera setelahnya. Untuk kelompok pasien ini, Tono-Pen
(Reichert Ophthalmic Instruments, Depew, NY) atau pneumatonometer
bekerja paling baik untuk pengukuran tonometri. Tonometer Perkins juga

9
dapat bermanfaat bagi anak-anak yang terlalu muda untuk tonometri
Goldmann di slit lamp.
Anestesi umum biasanya diperlukan untuk penilaian TIO yang akurat
pada bayi yang lebih tua (≥6bulan) dan anak kecil. Namun, sebagian besar
obat bius dan obat penenang bisa mengakibatkan TIO yang jauh lebih rendah,
kecuali kloral hidrat yang tidak mempengaruhi TIO, dan ketamin yang dapat
meningkatkan TIO. Selain itu, persiapan untuk anestesi umum dapat
menyebabkannya bayi mengalami dehidrasi, yang dapat menurunkan TIO.
Peningkatan TIO selama anestesi umum dapat terjadi akibat intubasi
endotrakeal atau kemungkinan laringospasme terinduksi. Cara terbaik adalah
berkoordinasi dengan ahli anestesi sebelum anak dibawa ke ruang operasi dan
mengatur untuk melakukan pengukuran TIO segera setelah induksi umum
anestesi (sebaiknya sebelum intubasi), yang meminimalkan efek anestesi TIO.
TIO normal pada bayi baru lahir adalah di belasan; pada masa kanak-kanak
pertengahan, TIO meningkat menjadi tingkat dewasa 10-20 mm Hg.
Glaukoma harus dicurigai jika TIO meningkat atau asimetris pada anak yang
kooperatif atau terbius.
5. Gonioskopi
Gonioskopi memberikan informasi penting tentang mekanisme
glaukoma pediatrik serta bukti operasi sebelumnya dari pasien. Sudut ruang
anterior normal bayi berbeda dari beberapa sudut normal orang dewasa,
termasuk jalinan trabekuler yang kurang berpigmen, garis Schwalbe yang
kurang menonjol, dan persimpangan yang kurang jelas antara scleral spur dan
ciliary body band. Pada glaukoma kongenital, ruang anterior yaitu dalam,
dengan insersi iris anterior yang tinggi. Sudut reses tidak ada, dan akar iris
muncul sebagai garis bergigi jaringan berkilau. Meskipun jaringan ini bukan
membran yang sebenarnya, ia disebut sebagai membran Barkan dan
kemungkinan besar merupakan penebalan dan pemadatan jalinan trabekuler.
6. Pemeriksaan Funduskopi
Bayi baru lahir tanpa glaukoma memiliki cup fisiologis kecil (rasio cup-
disc [CDR] kurang dari 0,3) dengan tepi merah muda. Pada glaukoma
kongenital, saluran optik teregang dan lamina cribrosa tertekuk ke belakang,
menyebabkan pembesaran cup. Pembesaran CDR atau CDR asimetri yang
lebih besar dari 0,2 antara 2 mata menunjukkan cupping glaukoma.

10
3.8. Diagnosis Banding
Berikut merupakan diagnosis banding glaukoma kongenital menurut
American Academy of Ophthalmology.
1. Kondisi terkait epiphora
 Obstruksi kelenjar nasolacrimal
 Abrasi epitel kornea
 Konjungitivitis
 Keratitis
 Uveitis
 Trauma
2. Kondisi terkait pembesaran kornea
 X-link megalokornea
 Eksoftalmus
 Miopia axial
3. Kondisi terkait kekeruhan kornea
 Trauma kelahiran dengan kerusakan membrane Descement
 Malformasi kornea
 Gangguan metabolic dengan abnormalitas kornea
4. Kondisi terkait gangguan nervus optikus
 Hipoplasia nervus optikus
 Malformasi nervus optikus
 Atrofi nervus optikus

3.9. Tatalaksana
Tatalaksana glaukoma kongenital membutuhkan intervensi bedah. Terapi
medikamentosa memiliki nilai jangka panjang yang terbatas tetapi dapat
digunakan untuk mengurangi edema kornea untuk meningkatkan visualisasi
selama operasi. 5
1. Penatalaksanaan Bedah
Pada glaukoma kongenital tatalaksana obat-obatan dapat mengontrol
TIO dengan lebih baik, tetapi kebanyakan kasus ini akhirnya membutuhkan

11
intervensi pembedahan. Goniotomi atau trabekulotomi adalah prosedur pilihan
untuk penatalaksanaan bedah pada glaukoma kongenital. 9
Secara umum, goniotomi atau trabekulotomi direkomendasikan pada
glaukoma kongenital dengan diameter kornea <12 mm. Untuk diameter kornea
12-14 mm pilihan trabekulotomi lebih direkomendasikan. Sedangkan pada
kasus dengan diameter kornea >14 mm, pilihan operasi yang
direkomendasikan yaitu trabeculectomy dan combined trabeculotomy–
trabeculectomy. Pada pasien dengan diameter kornea melebihi 16 mm
(indikasi glaukoma kongenital berat), prosedur yang disarankan yaitu
cyclophotocoagulation, yang menggunakan energi laser untuk menghancurkan
jaringan badan siliaris. Selain itu, cyclophotocoagulation juga dilakukan pada
pasien yang gagal pada pembedahan trabeculectomy. 13–15
Jika kornea keruh, goniotomi sulit dilakukan karena visualisasi target
yang buruk, sedangkan trabekulotomi lebih mudah dilakukan pada pasien
dengan kornea yang keruh. Pada pasien dengan kornea yang jernih, operasi
sudut dengan salah satu dari prosedur ini menghasilkan tingkat keberhasilan
70% -80% pada anak-anak dengan glaukoma kongenital yang didiagnosis
antara usia 3 dan 12 bulan. Operasi ini juga mungkin digunakan untuk
mengobati bentuk lain dari glaukoma pediatrik, termasuk glaukoma yang
terkait dengan aniridia, A-R sindrom, atau sindrom Sturge-Weber. 5
Keputusan untuk melanjutkan operasi sudut sering dibuat selama EUA;
idealnya, jika glaukoma didiagnosis, operasi sudut harus dilakukan selama sesi
anestesi yang sama untuk meminimalisir jumlah sesi anestesi umum pada
anak. Trabekulektomi dan implantasi glaucoma tube shunt harus disiapkan
untuk kasus glaukoma kongenital dengan prosedur goniotomi atau
trabekulotomi yang gagal. Operasi tambahan seringkali diperlukan, jadi dokter
bedah juga harus mengembangkan rencana jangka panjang agar pilihan
pembedahan masa depan tetap tersedia dan untuk meminimalkan risiko
gangguan visual. 5
Pembedahan yang berhasil dan sukses total didefinisikan sebagai
tekanan intraokular ≤ 18 mmHg pada 48 bulan setelah operasi tanpa adanya
gejala glaukoma yang lain. Apabila operasi tersebut tidak berhasil pada 12
bulan pertama setelah operasi maka dikategorikan sebagai early failure; jika

12
operasi tidak berhasil setelah 12 bulan operasi maka dikategorikan late failure.
16

 Goniotomi
Pada goniotomi, sudut divisualisasikan dengan lensa bedah
gonioskopi, pisau jarum melewati bilik anterior, dan insisi dibuat di uveal
trabekuler meshwork. Kornea yang jernih diperlukan untuk
memvisualisasikan sudutnya. 5,9

Gambar 5. Goniotomi.
(Sumber: American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. San Francisco; 2020.)

Operasi goniotomi untuk pengobatan glaukoma kongenital ini


dikembangkan dan dipopulerkan oleh Otto Barkan, pada tahun 1938.
Tujuan dari prosedur ini yaitu insisi trabekular meshwork bagian anterior
untuk membuka rute aqueous humor memasuki kanal sklem.4,17
Goniotomi membutuhkan kornea yang jernih untuk visualisasi
struktur sudut dan target yang tepat. Keuntungannya yaitu waktu
pengoperasian yang singkat, sifat hemat konjungtiva, potensi pengulangan
di kuadran lain, dan insiden komplikasi yang relatif rendah bila dilakukan
oleh dokter spesialis yang berpengalaman dengan prosedur ini. Hasil
keberhasilan yang dilaporkan bervariasi antara 60-90% dengan satu atau
lebih goniotomi. Goniotomi adalah pilihan operasi yang sangat baik untuk
pengobatan glaukoma kongenital karena memungkinkan penurunan TIO
dengan tingkat risiko yang rendah dan dilakukan tanpa mengganggu

13
konjungtiva. Goniotomi menjadi salah satu operasi yang paling banyak
dilakukan karena keberhasilannya dan tingkat komplikasi yang rendah. 4,18
Saat ini, goniotomi terus dilakukan dengan teknik dan
modifikasi yang lebih dikembangkan. Modifikasi ini termasuk
penggunaan lensa gonio yang lebih baik, penjaga segmen anterior, dan
penggunaan viscolelastics untuk operasi yang lebih aman. 4
Komplikasi yang dapat terjadi setelah goniotomi yaitu perdarahan
retina dangkal dan dalam yang menyebar. Komplikasi lain yang jarang
terjadi yaitu dekompresi retinopati. 19

 Trabekulotomi
Trabekulotomi dilakukan jika terdapat kekeruhan kornea. Selain itu
trabekulotomi merupakan manajemen pilihan jika terdapat kegagalan
berulang pada goniotomi. Prosedur ini diawali dengan pembuatan flap
pada sklera. Langkah selanjutnya yaitu akan dipasang kanul pada kanal
Schlemm lalu diputar menuju ruang segmen anterior yang akhirnya akan
merobek trabecular meshwork. Saat melakukan trabekulotomi atau
jahitan, ahli bedah harus berhati-hati untuk menghindari pembuatan
bagian yang salah atau memasuki ruang subretinal atau suprachoroidal. 5,20
Komplikasi yang sering terjadi pada prosedur ini yaitu hifema.
Komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu prolaps iris. 1,4

Gambar 6. Ilustrasi Trabekulotomi.


(Sumber: American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. San Francisco; 2020.)

14
Gambar 7. Trabekulotomi.
(Sumber: American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. San Francisco; 2020.)

Ketika operasi sudut ini tidak berhasil pada anak-anak atau tidak
diindikasikan (seperti kasus di banyak bentuk glaukoma sekunder) dan
terapi medis tidak adekuat, dapat dilakukan pembedahan tambahan.
Pilihannya yaitu trabekulektomi dengan atau tanpa terapi antifibrotik
(misalnya, mitomisin C [MMC]), pemasangan tube shunt implantation,
dan prosedur siklodestruktif. 9

Gambar 8. A. Preoperative disc cup; B. Disk cup after surgery.


(Sumber: American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. San Francisco; 2020.)

15
2. Medikamentosa
Meskipun manajemen bedah adalah dasar dari perawatan glaukoma
kongenital, tatalaksana obat-obatan sering kali diberikan pada pengobatan
glaukoma kongenital. Pengobatan bisa digunakan untuk menurunkan TIO
sebelum operasi agar dapat mengurangi edema kornea dan meningkatkan
visualisasi selama pembedahan. Obat-obatan tersebut juga dapat digunakan
setelah prosedur pembedahan untuk memberikan penurunan TIO tambahan.
Saat pasien adalah seorang wanita praremaja atau remaja, dokter harus
menanyakan tentang kehamilan sebelum memulai pengobatan apapun yang
mungkin mempengaruhi janin. Obat-obatan yang dapat diberikan yaitu β-
Adrenergic antagonists, Carbonic anhydrase inhibitors, α-Adrenergic agonists,
Prostaglandin analogues, Cholinergic agonists. 5

3.10. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti pada glaukoma yaitu kebutaan.
Komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu kerusakan nervus optikus, miopia,
astigmatisme, anisometropia, amblyopia, strabismus, scar pada kornea, katarak,
subluksasi lensa, dan rentan trauma. Miopia terjadi karena pembesaran aksial
mata akibat tekanan intaraokular yang tinggi. Astigmatisme yang terjadi akibat
perluasan yang tidak sama pada segmen anterior mata atau akibat terbentuknya
jaringan parut pada kornea. 5,9

3.11. Prognosis
Glaukoma kongenital newborn mencapai 25% kasus dan memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada glaukoma kongenital infantile. Prognosis
juga lebih buruk jika glaukoma didiagnosis setelah usia 1 tahun dan jika
diameter kornea lebih besar dari 14 mm saat diagnosis. Prognosis paling baik
yaitu jika glaukoma terdiagnosis antara usia 3 dan 12 bulan, karena sebagian
besar dari anak-anak ini dapat merespons pembedahan. 5

3.12. SKDI
 Glaukoma lainnya – 3A

16
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan
usulan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan ke dokter spesialis mata untuk
penanganan pasien selanjutnya dalam konteks penilaian kemampuan. 21

BAB IV
KESIMPULAN

Glaukoma kongenital terjadi akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal


oleh suatu membran yang dapat menghambat aliran aqueous humor sehingga dapat
meningkatkan tekanan intraokular. Glaukoma kongenital terbagi menjadi newborn
onset, infantile onset, late-onset. Terdapat trias gejala klasik pada glaukoma
kongenital, yaitu fotofobia, epifora dan blefarospasme. Selain itu tampak
buphthalmos (bahasa Yunani= "mata sapi"), pembesaran kornea, kerusakan horizontal
atau miring pada membran Descemet (Haab striae) dan edema serta kekeruhan
kornea.
Tatalaksana glaukoma kongenital membutuhkan intervensi bedah. Terapi
medikamentosa memiliki nilai jangka panjang yang terbatas tetapi dapat digunakan
untuk mengurangi edema kornea untuk meningkatkan visualisasi selama operasi.
Goniotomi dan trabekulotomi adalah prosedur pilihan untuk penatalaksanaan bedah
pada glaukoma kongenital. Jika kornea keruh, goniotomi sulit dilakukan karena
visualisasi target yang buruk, sedangkan trabekulotomi lebih mudah dilakukan pada
pasien dengan kornea yang keruh.

17
Keputusan untuk melanjutkan operasi sudut sering dibuat selama EUA;
idealnya, jika glaukoma didiagnosis, operasi sudut harus dilakukan selama sesi
anestesi yang sama untuk meminimalisir jumlah sesi anestesi umum pada anak. Selain
penatalaksanaan bedah, medikamentosa dapat diberikan pada pengobatan glaukoma
kongenital. Tatalaksana medikamentosa bisa digunakan untuk menurunkan TIO
sebelum operasi agar dapat mengurangi edema kornea dan meningkatkan visualisasi
selama pembedahan. Obat-obatan tersebut juga dapat digunakan setelah prosedur
pembedahan untuk memberikan penurunan TIO tambahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badawi AH, Al-Muhaylib AA, Al Owaifeer AM, Al-Essa RS, Al-Shahwan SA.
Primary congenital glaucoma: An updated review. Saudi J Ophthalmol
[Internet]. 2019;33(4):382–8. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.sjopt.2019.10.002
2. Abdolrahimzadeh S, Fameli V, Mollo R, Contestabile MT, Perdicchi A,
Recupero SM. Rare Diseases Leading to Childhood Glaucoma: Epidemiology,
Pathophysiogenesis, and Management. Biomed Res Int. 2015;2015.
3. Lewis CJ, Hedberg-Buenz A, DeLuca AP, Stone EM, Alward WLM, Fingert
JH. Primary congenital and developmental glaucomas. Hum Mol Genet.
2017;26(R1):R28–36.
4. Mocan MC, Mehta AA, Aref AA. Update in genetics and surgical management
of primary congenital glaucoma. Turkish J Ophthalmol. 2019;49(6):347–55.
5. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. San Francisco; 2020.
6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2017.
7. Stamper R, Lieberman M, Drake M. Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy

18
of the Glaucomas. 8th ed. Elsevier Health Sciences; 2009.
8. Goel M, Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK. Aqueous Humor Dynamics:
A Review. Open Ophthalmol J. 2010;4:52–9.
9. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. San Francisco; 2020.
10. Eunice S. Congenital Glaucoma. Medula Unila. 2014;2(3):111–7.
11. Mandal AK, Chakrabakti D. Update on congenital glaucoma. Indian J
Ophthalmol. 2011;59.
12. Thau A, Lloyd M, Freedman S, Beck A, Grajewski A, Levin A V. New
classification system for pediatric glaucoma: Implications for clinical care and
a research registry. Curr Opin Ophthalmol. 2018;29(5):385–94.
13. Fang L, Guo X, Yang Y, Zhang J, Chen X, Zhu Y, et al. Trabeculotomy versus
combined trabeculotomy-trabeculectomy for primary congenital glaucoma:
Study protocol of a randomised controlled trial. BMJ Open. 2020;10(2):1–7.
14. Pastor SA, Singh K, Lee DA, Juzych MS, Lin SC, Netland PA, et al.
Cyclophotocoagulation: A report by the American Academy of
Ophthalmology. Ophthalmology. 2001;108(11):2130–8.
15. Dastiridou AI, Katsanos A, Denis P, Francis BA, Mikropoulos DG, Teus MA,
et al. Cyclodestructive Procedures in Glaucoma: A Review of Current and
Emerging Options. Adv Ther [Internet]. 2018;35(12):2103–27. Available from:
https://doi.org/10.1007/s12325-018-0837-3
16. Hassanein DH, Awadein A, Elhilali H. Factors associated with early and late
failure after goniotomy for primary pediatric glaucoma. Eur J Ophthalmol.
2020;30(1):162–7.
17. Chang I, Caprioli J, Ou Y. Surgical Management of Pediatric Glaucoma. Dev
Ophthalmol. 2017;59:165–78.
18. Chen TC, Chen PP, Francis BA, Junk AK, Smith SD, Singh K, et al. Pediatric
glaucoma surgery: A report by the American Academy of Ophthalmology.
Ophthalmology [Internet]. 2014;121(11):2107–15. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ophtha.2014.05.010
19. Burstein ES, Netland PA. Decompression Retinopathy after Goniotomy in a
Child: A Case Report. J Glaucoma. 2017;26(8):747–8.
20. Beare J. Clinical Ophthalmology. Vol. 72, British Journal of Ophthalmology.
1988. 477–477 p.

19
21. Konsil Kedokteran Indonesia. SKDI. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia;
2012.

20

Anda mungkin juga menyukai