1 Manajemen Program
RESUME
Kesehatan Ibu Anak (KIA)
3. Standar kualitas:
a Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam). Perawatan neonatal
esensial saat lahir meliputi: (1) Pemotongan dan perawatan tali pusat. (2)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). (3) Injeksi vitamin K1. (4) Pemberian
salep/tetes mata antibiotic. (5) Pemberian imunisasi (injeksi vaksin
Hepatitis B0).
b. Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari). Perawatan
neonatal esensial setelah lahir meliputi: (1) Konseling perawatan bayi
baru lahir dan ASI eksklusif. (2) Memeriksa kesehatan dengan
menggunakan pendekatan MTBM. (3) Pemberian vitamin K1 bagi yang
lahir tidak di fasilitas pelayanan kesehatan atau belum mendapatkan
injeksi vitamin K1. (4) Imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24
jam yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan. (5) Penanganan dan
rujukan kasus neonatal komplikasi.
No Standar Pelayanan Minimal Program Puskesmas
.
1. Standar Kuantitas:
a. Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam Kunjungan Neonatal 1, 2 &
b. Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari 3 terlaksana di puskesmas,
c. Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 namun KN1 jarang sekali
hari. ada kunjungan karena
biasanya terlaksana di
Rumah Sakit.
2. Standar Kualitas
a. Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir Kedua pelayanan neonatal
b. Pelayanan Neonatal Esensial setelah esensial terlaksana di
lahir puskesmas, namun untuk
pelayanan neonatal esensial
saat lahir lebih banyak
melakukan pemberian
imunisasi Hepatitis B
karena biasanya terlaksana
di Rumah sakit.
Mengetahui,
Preseptor Puskesmas Boom Baru
A. Penyakit Menular
Prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada pencegahan
dan pengendalian penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, pneumoni, hepatitis, malaria,
demam berdarah, influenza, flu burung dan penyakit neglected diseases antara lain
kusta, frambusia, filariasis, dan shsitosomiasis. Selain penyakit tersebut, penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis
B, dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian
walaupun pada tahun 2014 Indonesia telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016
sudah mencapai eliminasi tetanus neonatorum. Termasuk prioritas dalam pengendalian
penyakit menular adalah pelaksanaan Sistim Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa,
Kekarantinaan Kesehatan untuk mencegah terjadinya Kejadian Kesehatan yang
Meresahkan (KKM) dan pengendalian panyakit infeksi emerging.
1. Penyakit Menular Langsung
a. HIV AIDS dan IMS
b. TB
c. ISPA
d. Hepatitis dan ISP
2. Penyakit Tular Vektor Zoonotik
a. Malaria
b. Zoonis
c. Filariasis dan Kecacingan
d. Arbovirosis
B. Penyakit Tidak Menular
Permasalahan penyakit tidak menular cenderung meningkat dalam beberapa
decade terakhir ini baik secara global maupun nasional. Morbiditas maupun
mortalitas beberapa penyakit tidak menular utama cenderung meningkat di hampir
semua negara. Persepsi bahwa PTM merupakan masalah di negara maju ternyata
tidak benar. Estimasi penyebab kematian terkait PTM yang dikembangkan oleh
WHO menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan peyebab tertinggi
kematian di negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia sebesar 37 persen.
Lebih dari 80 persen dari kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan
diabetes serta 90 persen dari kematian akibat penyakit paru obstruktif kronik terjadi
di negara-negara berpendapatan menengah ke bawah. Disamping itu dua per tiga
dari kematian karena penyakit kanker terjadi di negara-negara berpendapatan
menengah ke bawah.
C. Penyakit terabaikan
a. Filariasis
b. Schistosomiasis
c. Kusta
d. Frambusia
D. Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA
Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban kesehatan
yang signifikan. Data dari Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional
(gejala-gejala depresi dan ansietas), sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini
berarti lebih dari 14 juta jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia.
Sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah
1,7 per 1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa
berat (psikotis). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat sebesar
14,3% atau sekitar 57.000 kasus gangguan jiwa yang mengalami pemasungan.
Gangguan jiwa dan penyalahgunaan Napza juga berkaitan dengan masalah perilaku
yang membahayakan diri, seperti bunuh diri. Berdasarkan laporan dari Mabes Polri
pada tahun 2012 ditemukan bahwa angka bunuh diri sekitar 0.5 % dari 100.000
populasi, yang berarti ada sekitar 1.170 kasus bunuh diri yang dilaporkan dalam satu
tahun. Prioritas untuk kesehatan jiwa adalah mengembangkan Upaya Kesehatan Jiwa
Berbasis Masyarakat (UKJBM) yang ujung tombaknya adalah Puskesmas dan bekerja
bersama masyarakat, mencegah meningkatnya gangguan jiwa masyarakat.
Berikut merupakan beberapa program P2P di Puskesmas Boom Baru yang meliputi:
A. P2P Menular
1. Imunisasi
a. Cakupan imunisasi dasar lengkap
b. Cakupan UCI
c. Cakupan bias campak
d. Cakupan bias DT
e. Cakupan bias TD
f. Cakupan imunisasi lanjutan pada baduta (MR, DPT)
g. Cakupan TD pada bumil
h. Cakupan TD pada WUS
2. HIV
Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV
3. TB
a. Pelayanan orang dengan suspek TB
b. Cakupan penderita TB BTA (+)
c. Cakupan penderita TB BTA (-)
d. Presentase pasien TB yang mengetahui status HIV
e. Angka keberhasilan pengobatan TB semua kasus
f. Kontak serumah BTA + yang ada balita PPINH
4. Infeksi Saluran Pencernaan
a. Jumlah penderita diare balita yang harus diteukan/dicapai di suatu wilayah
dalam satu tahun
b. Jumlah penderita diare dewasa yang harus diteukan/dicapai di suatu wilayah
dalam satu tahun
c. POPM kecacingan
d. Skrining hepatitis B pada ibu hamil
5. Saluran Pernafasan Atas
a. Cakupan penderita balita pneumonia yang harus ditemukan di suatu wilayah
dalam satu tahun
b. Cakupan penderita batuk bukan pneumonia yang ditemukan di suatu
wilayah dalam satu tahun
6. Surveilans
a. Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi <24jam
b. Penemuan kasus Non Polio AFP rate per 100.000 anak <15 tahun
7. DBD
a. Cakupan penemuan penanganan DBD per 100.000 penduduk
b. Angka bebas jentik DBD
Berikut merupakan beberapa program yang terkait dengan Upaya Perbaikan Gizi yang
terdapat di Puskesmas Boom Baru:
a. Cakupan balita ditimbang
b. Prevalensi balita gizi kurang
c. Prevalensi balita gizi buruk
d. Prevalensi bumil KEK
e. Prevalensi balita stunting
f. Cakupan ibu hamil KEK mendapat PMT
g. Balita dengan gizi buruk mendapat perawatan
h. Cakupan Balita Usia 0-24 bulan dan Keluarga Miskin dengan Gizi Kurang yang
mendapat MPASI/PMT
i. Cakupan ASI eksklusif
j. Cakupan bumil mendapat Fe 90
k. Cakupan vitamin A ibu nifas
l. Cakupan vitamin A bayi dan balita
m. Cakupan bayi baru lahir mendapat IMD
n. Cakupan remaja putri mendapat tablet Fe
Mengetahui,
Preseptor Puskesmas Boom Baru
Mengetahui,
Preseptor Puskesmas Boom Baru
3. Advokasi
Advokasi merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh
masyarakat informal dan formal) agar masyarakan di lingkungan
puskesmas berdaya untuk mencegah serta meningkatkan kesehatannya
serta menciptakan lingkungan sehat. Dalam upaya memberdayakan
individu, keluarga dan masyarakat. Puskesmas membutuhkan dukungan
dari pihak-pihak lain, sehingga advokasi perlu dilakukan,
Selama proses perbincangan dalam advokasi,perlu diperhatikan bahwa
sasaran advokasi hendaknya diarahkan/dipandu untuk menempuh tahapan-
tahapan:(1) memahami/ menyadari persoalan yang diajukan, (2) tertarik
untuk ikut berperan dalam persoalan yang diajukan, (3) mempertimbangkan
sejumlah pilihan kemungkinan dalam berperan, (4) menyepakat: satu pilihan
kemungkinan dalam berperan, dan (5) menyampaikan langkah tindak lanjut.
Jika kelima tahapan tersebut dapat dicapai selama waktu yang disediakan
untuk advokasi, maka dapat dikatakan advokasi tersebut berhasil.
4. Kemitraan
Dalam pemberdayaan , bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip kemitraan
harus ditegakkan. Kemitraari dikembangkan antara petugas kesehatan
Puskesmas dengan sasarannya (para pasien atau pihak lain) dalam
pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana , dan advokasi.
Tiga prinsip dasar kemitraan yang harus diperhatikan dan dipraktikkan
adalah (1) kesetaraan, (2) keterbukaan, dan (3) saling menguntungkan.
1. Tempat pendaftaran,
2. Poliklinik,
3. Ruang pelayanan KIA & KB
4. Ruang perawatan inap
5. Laboratorium,
6. Kamar obat,
7. Tempat pembayaran,
8. Klinik khusus, dan
9. Halaman puskesmas.
1. Kunjungan rumah
2. Pemberdayaan berjenjang
3. Pengorganisasian masyarakat
1.2 Penyuluhan
RESUME
Penyuluhan
PHBS dan Tanda-Tanda Bahaya Pada Balita Sakit
1. Nama Kegiatan
PHBS dan Tanda-Tanda Bahaya Pada Balita Sakit
2. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnnya menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah penularan penyakit pada anak,
dan meningkatkan pengetahuan ibu mengenai kesehatan anak agar penyakit-
penyakit yang dapat mengancam jiwa anak terdeteksi lebih dini dengan adanya
pengetahuan ibu mengenai tanda-tanda bahaya pada anak sakit.
3. Sasaran
Orangtua/wali yang datang ke posyandu Wijaya Kusuma di LK 10.
4. Target
20 orangtua/wali yang datang ke posyandu Wijaya Kusuma di LK 10.
5. Capaian
22 orangtua/wali yang datang ke Wijaya Kusuma di LK 10
6. Tempat
Posyandu DDTK LK 17,18.
7. Waktu
Sabtu, 18 September 2021 pukul 09.00-11.00 WIB
8. Metode
Pemaparan materi menggunakan gambar dan buku KIA
Lampiran poster
1.3 Pelaksanaan Imunisasi
RESUME
Imunisasi
PELAKSANAAN IMUNISASI
1. Pelaksanaan
Puskesmas Boom Baru
2. Sasaran
Balita dibawah usia 2 tahun
3. Target
15 Balita dibawah usia 2 tahun
4. Capaian
10 Balita dibawah usia 2 tahun
5. Waktu
Jumat, 14 September 2021 pukul 08.30-10.30 WIB
6. Tempat
Poli Imunisasi Puskesmas Boom Baru
7. Alat dan Bahan
1. Cold box
2. Vaccine carrier
3. Cold pack
4. Cool pack
5. Vaksin OPV
6. Vaksin MR
7. Vaksin DPT-HB-Hib
8. Auto Disable Syringe (ADS)
9. Safety box
10. Alcohol swab
11. Gown
12. Handschoon
13. Face shield
14. Termometer
8. Skrining
1. Mengukur suhu anak
2. Menanyanyakan kepada orangtua apakah terdapat demam akut pada anak
saat hari H pelaksanaan imunisasi
3. Menanyakan kepada orangtua apakah anak memiliki penyakit yang
berhubungan dengan autoimun atau sedang mengonsumsi obat steroid dalam
jangka waktu yang panjang.
4. Menanyakan kepada orangtua apakah terdapat riwayat alergi pada pemberian
imunisasi sebelumnnya
9. Alur pelaksanaan imunisasi
1. Orangtua mengumpulkan buku KIA/Lembar Imunisasi yang telah dilakukan
2. Form dikumpulkan pada tim skrining imunisasi
3. Pemanggilan anak berdasarkan urutan
4. Anak yang lolos pada tahap skrining dipersilahkan menuju meja vaksinasi
5. Anak dilakukan tindakan aseptik pada area penyuntikan untuk vaksin yang
diberikan secara injeksi, untuk vaksin oral diteteskan 2 tetes (OPV)
6. Setelah anak dilakukan imunisasi, anak dan orangutua diberikan edukasi
mengenai KIPI ringan yang mungkin terjadi setelah melakukan imunisasi
seperti nyeri lokal, dan reaksi sistemik seperti demam, malaise, lesu, nyeri
otot dan kepala, diberikan antipiretik bila perlu.
7. Anak dan orangtua dipersilahkan pulang.
10. Kontraindikasi
- Kontraindikasi vaksin polio dibedakan berdasarkan kontraindikasi umum dan
kontraindikasi spesifik vaksin polio oral.
Kontraindikasi Umum
Hipersensitivitas: pasien dengan reaksi alergi berat (anafilaktik) setelah pemberian
vaksin polio, atau polymyxin B, atau neomycin
Kehamilan: pasien hamil tanpa risiko tambahan terhadap polio tidak disarankan
mendapat vaksin. Walaupun tidak ada bukti bahwa vaksin memberi efek buruk pada
ibu atau janin
Penyakit akut dengan tingkat keparahan sedang-berat (baik dengan maupun tanpa
demam)
Kontraindikasi Spesifik Vaksin Polio Oral
Muntah dan diare
Individu dengan imunosupresi / gangguan imunodefisiensi (atau orang serumah
yang berhubungan dengan pasien gangguan imunodefisiensi)
- Kontraindikasi vaksin MR yaitu:
1. Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau dengan gangguan
imunitas, yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau terapi sinar
atau mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan 2 mg/kgBB/hari
prednisolon)
2. Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau tenggorokan, sulit
bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin
3. Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam akut, sampai
penyakit ini sembuh
4. Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan vaksin
virus hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada Imunisasi MMR ditunda lebih
kurang 1 bulan setelah Imunisasi yang terakhir. Individu dengan tuberculin
positif akan menjadi negatif setelah pemberian vaksin.
5. Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat Imunisasi MMR (karena komponen
rubela) dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan setelah mendapat
suntikan MMR.
6. Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian
imunoglobulin atau transfusi darah yang mengandung imunoglobulin (whole
blood, plasma). Dengan alasan yang sama imunoglobulin tidak boleh
diberikan dalam waktu 2 minggu setelah vaksinasi.
7. Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). Sebenarnya
HIV bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus tertentu, dianjurkan untuk
meminta petunjuk pada dokter spesialis anak (konsultan).
11. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang dapat timbul setelah melakuan imunisasi MR
adalah:
1. Reaksi lokal ringan
2. Reaksi lokal berat
3. Reaksi umum (sistemik)
4. Reaksi khusus; Sindrom Guilan-Barre), Neuritis brakialis, Syok anafilaktik
12. Penanggulangan KIPI
1.4 Edukasi/Konseling
RESUME
Edukasi Tuberkulosis (TB)
PELAKSANAAN EDUKASI TB
1. Nama Kegiatan
Edukasi penyakit tuberkulosis
2. Waktu
Kamis, 14 September 2021 jam 10.00-10.20
3. Tempat
Poliklinik ISPA Puskesmas Boom Baru
4. Nama pasien
Ny. M
5. No RM
0003042
6. Poin edukasi
a. Melakukan penjelasan kepada pasien bahwa penyakit TB merupakan penyakit
infeksi kronis, terjadi infeksi oleh bakteri yang sangat menular dan memastikan
bakteri TB sudah tidak menginfeksi tubuh diperlukan waktu pengobatan selama
6 bulan dengan pemberian 4 macam obat.
b. Untuk pelaksanaan pengobatan, setelah pasien mengkonsumsi obat TB selama 2
minggu, mungkin akan merasa lebih baik dan tidak ingin melanjutkan
pengobatan terutama jika memiliki efek samping yang berarti. Namun, penting
untuk terus meminum obat seperti yang ditentukan dan menyelesaikan seluruh
rangkaian antibiotik. Minum obat selama 6 bulan adalah cara terbaik untuk
memastikan bakteri TBC terbunuh. Jika Anda berhenti minum antibiotik
sebelum menyelesaikan kursus atau melewatkan satu dosis, infeksi TB dapat
menjadi resisten terhadap antibiotik. Ini berpotensi serius karena bisa sulit
diobati dan akan memerlukan pengobatan yang lebih lama dengan terapi yang
berbeda, dan mungkin lebih beracun.
c. Memberi tahu pasien mengenai beberapa efek samping yang ditimbulkan selama
pengobatan berlangsung, seperti mual, muntah, pusing, anorexia, BAK berwarna
merah, dan lainnya.
d. Anjuran kepada pasien untuk melakukan pengecekan dahak rutin sesuai aturan
yang ada
e. Anjuran kepada pasien makan dengan gizi yang seimbang dan mengurangi
kontak dengan orang lain untuk mencegah penularan TB.
Mengetahui,
Preseptor Puskesmas Boom Baru
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah penyakit metabolik kronik yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula darah disertai dengan kelainan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduannya. DM
tipe II merupakan penyakit tidak menular dengan tiga gejala klasik yaitu poliuri,
poifagia, dan polidipsi. Faktor risiko untuk mengalami DM tipe 2 mulai dari gaya
hidup, aktifitas fisik serta pola makan yang kurang baik yang memang cenderung sulit
untuk dikontrol secara komprehensif sehingga angka kejadian DM tipe 2 terus
meningkat.
PELAKSANAAN EDUKASI DM
7. Nama Kegiatan
Edukasi penyakit diabetes melitus
8. Waktu
Kamis, 20 September 2021 jam 08.45-09.00
9. Tempat
Poliklinik lansia puskesmas Boom Baru
10. Nama pasien
Tn. HM
11. No RM
0002935
12. Poin edukasi
f. Melakukan penjelasan kepada pasien bahwa penyakit DM atau kencing manis
merupakan penyakit gangguan metabolik kronis, terjadi gangguan fungsi kerja
insulin sehingga kadar gula atau glukosa dalam darang meningkat, penyakit ini
merupakan penyakit kronis yang hanya bisa dikontrol dengan minum obat secara
rutin, teratur dan seumur hidup.
g. Pasien disarankan untuk selalu memeriksa gula darah secara berkala dan
melakukan konsultasi ke dokter untuk pemantauan perjalanan penyakit DM
untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi dalam jangka panjang seperti
gangguan pada pembuluh darah jantung, perifer maupun otak, gangguan saraf,
gangguan pada mata dan komplikasi lain seperti ketoasidosis dan hipoglikemia.
h. Pasien perlu menjaga berat badannya di kisaran indeks massa tubuh (IMT)
normal serta berolahraga secara teratur, setidaknya 30-45 menit selama 3-5 kali
seminggu.
i. Anjuran kepada pasien untuk makan dengan gizi yang seimbang, dan
mengurangi makanan tinggi lemak jenuh
j. Mengarahan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan kaki, mata dan
tekanan darah secara berkala.
Mengetahui,
Preseptor Puskesmas Boom Baru