Anda di halaman 1dari 23

MATERI

REFLEKSI DISKUSI KASUS

Pendahuluan

Pengembangan profesionalsme masa kini bagi perawat dan bidan menjadi tantangan, dimana
mutu pelayanan yang tinggi akan menjadi tuntutan dari pelanggan. Peningkatan
profesionalisme dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui refleksi diskusi
kasus (RDK) sebagai suatu metoda baru yang diperkenalkan di Indonesia. Apabila
dilaksanakan secara rutin dan konsisten oleh kelompok masing-masing akan dapat
mendorong perawat dan bidan lebih memahami hubungan standar dengan kegiatan pelayanan
yang dilakukan sehari-hari. Mempraktekkan RDK juga dapat dikatakan sebagai bagian “in-
service training” yang sangat efektif dan sangat efisien. Kesadaran akan kebutuhan untuk
berkembang adalah menjadi salah satu tanggung jawab perawat dan bidan terhadap dirinya
sendiri dan profesinya. Melalui peningkatan profesionalisme setiap anggota profesi akan
dapat pula meningkatkan kinerja perawat dan bidan sesuai standar dalam memberikan
pelayanan yang bermutu untuk memenuhi harapan masyarakat.

Pengertian

Refleksi diskusi kasus adalah suatu metoda dalam merefleksikan pengalaman klinis perawat
dan bidan yang mengacu kepada pemahaman terhadap standar.

Tujuan

1. Untuk mengembangkan profesionalisme perawat dan bidan


2. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan bidan
3. Membangkitkan motivasi untuk belajar.

Persyaratan

1. Suatu kelompok perawat atau kelompok bidan terdiri dari 5 – 8 orang

1
2. Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi sebagai
penyaji dan lainnya sebagai peserta.
3. Posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi setara (equal)
4. Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman klinis keperawatan atau
kebidanan yang menarik.
5. Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda lainnya, agar
setiap peserta dapat saling bertatapan dan berkomunikasi secara bebas.
6. Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam satu saat,
peserta lainnya memperhatikan proses diskusi.
7. Tidak diperkenankan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta lainnya.
8. Membawa catatan diperbolehkan, namun perhatian tidak boleh terkikis atau tertumpu
hanya pada cataan, sehingga dapat mengurangi perhatian dalam berdiskusi.

Proses Diskusi Meliputi

1. Sistem yang didukung oleh manajer lini pertama (kepala ruangan/supervisor di


puskesmas) yang mendorong serta mewajibkan anggotanya untuk melaksanakan RDK
secara rutin, terencana dan terjadwal dengan baik.
2. Kelompok perawat atau kelompok bidan berbagi (sharring) pengalaman klinis dan
iptek diantara sejawat masing-masing selama 1 jam, minimal setiap bulan sekali.
3. Setiap anggota secara bergilir mendapat kesempatan dan menimba pengalaman
sebagai fasilitator, penyaji dan sebagai anggota dalam diskusi tersebut.
4. Proses diskusi memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk menyampaikan
pendapat dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedemikian rupa yang
merefleksikan pengalaman, pengetahuan serta kemampuan masing-masing.
5. Selama diskusi berlangsung harus dijaga agar tidak ada pihak-pihak yang nerasa
tertekan ataupun terpojok. Yang diharapkan terjadi justru sebaliknya yaitu dukungan
dan dorongan bagi setiap peserta agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka
masing-masing.
6. Refleksi Diskusi Kasus dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk memecahkan
masalah, namun tidak dipaksakan (tidak harus).
7. Adanya catatan kehadiran dan laporan RDK serta catatan tentang isu-isu yang muncul
tidak terjadi atau terulang lagi.

2
8. RDK merupakan salah satu metoda in-service training yang mengandung ciri-ciri
pembelajaran antar sejawat dalam satu profesi, sebagai salah satu sarana untuk
meningkatkan kemampuan perawat atau bidan.

Peran sebagai Fasilitator, Penyaji dan Anggota

A. Pedoman Bagi Fasilitator

1. Membuka pertemuan dan mengucapkan selamat datang


2. Menyampaikan tujuan pertemuan, mengajak semua peserta untuk merefleksikan
pengalaman klinis masing-masing.
3. Meminta persetujuan tentang lamanya waktu diskusi (kontrak waktu).
4. Menyampaikan syarat-syarat selama pertemuan.
5. Mempersilakan penyaji untuk mempresentasikan kasusnya selama 10 – 20 menit.
6. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan
secara bergilir selama 30 menit.
7. Mengatur lalu lintas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta dan
klarifikasi bila ada yang tidak jelas.
8. Fasilitator boleh mengajukan pertanyaan sama seperti peserta lainnya.
9. Setelah pertanyaan berakhir, fasilitator bertanya kepada presenter, apa yang bisa
dipelajari dari diskusi tersebut, kemudian dilanjutkan kepada semua peserta lainnya
satu persatu, termasuk fasilitator sendiri juga memberikan pendapatnya.
10.Fasilitator membuat kesimpulan dan menyampaikan issue-issue yang muncul
berdasarkan pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh semua peserta.
11.Fasilitator melengkapi catatan RDK meliputi materi, issue-issue yang muncul,
termasuk meminta tanda tangan semua peserta.
12.Selanjutnya fasilitator meminta kesepakatan untuk rencana pertemuan berikutnya.
13.Fasilitator menutup pertemuan dan berjabat tangan.
14.Fasilitator menyimpan laporan RDK pada arsip yang telah ditentukan bersama.

B. Pedoman Bagi Penyaji


1. Memikirkan serta menyiapkan kasus klinis keperawatan atau kebidanan yang
pernah dialami atau pernah terlibat didalam perawatannya.

3
2. Menjelaskan kasus tersebut dan tetap merahasiaan identitas pasen.
3. Tujuan penyajian kasus memberikan kesempatan bagi penyaji untuk berfikir atau
berefleksi ulang tentang bagaimana pasen tersebut ditangani, hambatan apa saja
yang dialami serta keberhasilan apa saja yang telah dicapai.
4. Penyaji mempunyai kesempatan 10-20 menit untuk menyajkan kasus tersebut.
5. Bila penyajian telah selesai, peserta akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berupa
klarifikasi penanganannya. Mereka tidak akan mengatakan apa yang harus anda
lakukan atau memberi jawaban maupun saran apapun.
6. Penyaji menyimak pertanyaan dan memberikan jawaban sesuai dengan pengetahuan
serta pengalaman nyata yang telah dilakukan dan merujuk pada standar yang
relevan atau SOP yang berlaku.
7. Bila perlu mencatat esensi penting dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, atau
hal-hal yang belum pernah diketahui sebelumnya sebagai informasi baru.
8. Bila tidak ada lagi pertanyaan, fasilitator akan meminta anda sebagai orang pertama
dalam kelompok untuk menyampaikan apa saja yang dapat dipelajari dari kasus
tersebut, terutama berhubungan dengan informasi baru yang dianggap dapat
memberikan tambahan pengetahuan atau sesuatu hal yang pernah diketahui tetapi
dilupakan. Semua hal tersebut diyakini akan dapat dipergunakan untuk perbaikan
kinerja pada waktu yang akan datang.

C. Pedoman Bagi Anggota/Peserta


1. Setelah memperhatikan penyajian kasus tersebut , setiap peserta menyiapkan
pertanyaan-pertanyaan, minimal satu pertanyaan. Kesempatan seluas-luasnya
diberikan untuk melakukan klarifikasi atas penanganan kasus tersebut.
2. Didalam mengajukan pertanyaan, cobalah merujuk pada standar atau SOP yang
berlaku, refleksi ulang bila anda mempunyai pengalaman dalam menangani kasus
semacam itu atau iptek terbaru yang diketahui.
3. Peserta tidak diperbolehkan untuk memberikan jawaban, saran secara langsung atau
memberitahukan bagaimana seharusnya perawatan pasen itu harus dilakukan.
4. Bila anda berpikir bahwa penyaji melakukan perawatan dengan cara yang berbeda ,
tidak sesuai standar atau tidak sesuai dengan SOP yang berlaku, anda dilarang keras
untuk melakukan kritik. Anda hanya dapat melakukan klarifikasi kepada penyaji
apakah dia telah memikirkan cara lain seperti apa yang anda pikirkan.

4
5. Selama diskusi berlangsung semua peserta memberikan perhatian penuh, karena
sangat mungkin dari setiap pertanyaan atau klarifikasi yang muncul, ada diantaranya
yang belum pernah diketahui oleh peserta lainnya. Ini merupakan kesempatan bagi
semua anggota untuk belajar serta memperoleh informasi atau pengetahuan baru
dari proses diskusi ini dalam waktu yang relatif sangat singkat.
6. Perlu diingat bahwa semua anggota kelompok juga akan belajar dari pemikiran
anda.
7. Peserta mempunyai waktu 20-30 menit untuk mengajukan pertanyaan, setelah itu
anda perlu menyimak kembali apa yang dapat anda pelajari dari proses diskusi
kasus tersebut, guna dapat menjawab dengan tepat pertanyaan dari fasilitator pada
akhir sesi tersebut.
8. Kesimpulan tentang issue-issue yang muncul dapat dijadikan cermin bagi semua
peserta, agar kejadian atau masalah yang sama tidak terulang dimasa yang akan
datang.

Kesimpulan

Refleksi Diskusi Kasus (RDK) merupakan metoda baru yang dapat menuntun perawat dan
bidan dalam satu kelompok diskusi, baik di rumah sakit maupun puskesmas untuk berbagi
pengetahuan serta pengalaman klinisnya yang didasarkan atas standar yang berlaku. Proses
diskusi yang berlangsung memberikan ruang dan waktu bagi setiap peserta untuk
merefleksikan pengalaman serta kemampuannya , tanpa tekanan, bahkan terkondisi bahwa
setiap peserta saling mendukung, utamanya bagi perawat atau bidan yang tidak terbiasa atau
kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat.

Issue-issue yang muncul dapat menambah pengetahuan peserta dan dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam perbaikan suatu SOP atau membuat yang baru bila diperlukan.
Selain itu issue yang muncul dapat dijadikan cermin dimasa yang akan datang tidak terulang
kembali. Pemahaman peserta terhadap standar maupun SOP yang semakin meningkat berarti
akan semakin meningkatkan profesionalisme mereka, sebagai landasan untuk melakukan
kinerja yang bermutu tinggi.

5
Referensi

Hennesy, D, (2001), “Reflective Case Discussion” Modul of Clinical Performance and


Development Management System, Jogjakarta.

6
BIMBINGAN (COACHING)

Pendahuluan

Bimbingan merupakan sarana yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dan


perilaku seseorang, baik secara formal maupun informal. Melalui bimbingan diharapkan
adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan perilaku yang mampu mengantisipasi
perubahan yang terjadi dalam perkembangan IPTEK saat ini.
Komponen utama dalam bimbingan berdasarkan kompetensi adalah penggunaan
bimbingan, dimana para fasilitator klinis memberikan mengenai keterampilan atau
aktivitasnya terlebih dahulu, kemudian memberikan demonstrasi dengan menggunakan
model atau alat ajar seperti slide, video. Setelah melakukan demonstrasi prosedur dan diskusi
kemudian para fasilitator dapat mengamati dan berkomunikasi untuk membimbing peserta
dalam mempelajari keterampilan dan kegiatan yang memerlukan perhatian kemajuan belajar
serta membantu mengatasi masalah yang dihadapi peserta.
Ada perbedaan antara bimbingan berdasarkan kompetensi dan proses belajar secara
tradisional. Bimbingan berdasarkan kompetensi dapat memberikan keberhasilan kinerja
dalam pekerjaan mereka seperti: keterampilan memberi pelayanan kesehatan karena lebih
menekankan pada bagaimana peserta mengerjakan sesuatu (kombinasi antara pengetahuan,
sikap dan keterampilan), sedangkan pengajaran tradisional yang menekankan penilaian pada
informasi apa yang sudah dipelajari oleh peserta .

Pengertian

Bimbingan adalah suatu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-


luasnya kepada peserta baik perorangan atau kelompok untuk memecahkan permasalahannya
sendiri dan didampingi oleh fasilitator. Bimbingan melibatkan peserta dan fasilitator dalam
dialog satu lawan satu dan mengikuti suatu proses yang tersusun, diarahkan pada tanggung
jawab memelihara kemajuan dan kinerja yang baik serta hubungan kerja positif antara
fasilitator dan staf.

7
Tujuan
Kegiatan ini bertujuan agar peserta dapat :
1. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual.
2. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman pembelajaran
dengan bimbingan dan mengembangkan professional peserta.
3. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang diberikan
fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan keterampilan peserta dalam
mengambil tanggung jawab dan pekerjaan mendatang.
4. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan mengatasi permasalahan
yang dihadapi mereka.

Proses Bimbingan

 Sebelum praktek peserta sebaiknya mengadakan pertemuan untuk mereview kegiatan,


termasuk langkah-langkah yang perlu ditekankan dalam praktek kinerja.
 Dalam praktik, fasilitator mengamati, membimbing, dan memberikan umpan balik
kepada peserta pada saat mereka melaksanakan langkah-langkah/kegiatan termasuk buku
penuntun belajar.
 Setelah praktek, umpan balik seharusnya diberikan secepatnya. Dengan menggunakan
penuntun belajar atau checklist keterampilan, fasilitator berdiskusi tentang kemampuan
belajar peserta sesuai dengan kinerja mereka dan memberi saran perbaikan.

Apabila pelatihan berdasarkan kompetensi digabungkan dengan prinsip belajar orang dewasa,
mastery learning, coaching dan humanistic, maka hasilnya akan sangat mengagumkan dan
merupakan metoda yang paling efektif untuk mengajarkan ketempilan teknis. Dengan
menggunakan pendekatan yang manusiawi maka dapat mengurangi ketegangan para peserta
dan memperkecil ketidaknyamanan klien. Oleh karena itu, pendekatan dalam coaching yang
lebih manusiawi adalah komponen yang penting untuk memperbaiki kualitas pelatihan
keterampilan klinik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pelayanan.

Ciri-Ciri Fasilitator Yang Efektif

Seorang pelatih klinik yang efektif harus :

8
1. Mahir /proficient dalam keterampilan yang akan diajarkan
2. Mendorong peserta mempelajari keterampilan baru
3. Meningkatkan komunikasi terbuka (dua arah)
4. Memberikan umpan balik sesegera mungkin dengan cara antara lain :
 Menggunakan humor yang tepat
 Mengamati peserta dan mempertahankan tanda-tanda stress
 Memberikan istirahat yang teratur selama sesi coaching
 Mengadakan perubahan terhadap suasana coaching yang rutin
 Memusatkan perhatian pada keberhasilan peserta dan bukan pada kegagalan
5. Gunakan metoda coaching dan alat bantu audiovisual yang bervariasi
 Ceramah ilustrasi. Peragaan, curah pendapat, diskusi,
 Latihan/exercise pemecahan masalah untuk kelompok kecil atau individu
 Bermain peran
6. Melibatkan peserta sebanyak mungkin dalam merencanakan semua sesi sebelum
coaching dan memberi peserta jadual dan garis besar coaching, penugasan pekerjaan
rumah dan bahan-bahan, yang diperlukan.
Selain ciri-ciri diatas seorang fasilitator juga hendaknya memiliki karakteristik sebagai
berikut:
 Bersifat sabar dan memberikan dukungan
 Memberikan penghargaan dan dukungan yang positif
 Memperbaiki kesalahan peserta sambil tetap memelihara harga diri peserta
 Mendengar dan memperhatikan

Peran pembimbing yang efektif melibatkan semua peserta dan memberi mereka umpan balik
yang positif ,sementara fasilitator yang tidak efektif mengendalikan dan menolak
keterlibatan dan secara khusus gagal memberikan umpan balik yang positif.

Model Bimbingan

9
Model perilaku telah digunakan pada coaching di bidang industri dan telah berhasil dengan
baik. Elemen yang esensial dari strategi coaching dalam coaching klinik dapat diuraikan
dalam lima konsep yang membentuk akronim COACH. Setiap coaching klinis hendaknya
menyertakan elemen-elemen ini.

C= CLEAR PERFORMANCE MODEL (MODEL KINERJA YANG JELAS)


Kepada para peserta hendaknya diperlihatkan secara jelas dan efektif keterampilan
yang akan mereka pelajari

O= OPENESS TO LEARNING (KETERBUKAAN UNTUK BELAJAR)


[Hendaknya menyertakan peserta dalam berbagai kegiatan yang dirancang untuk
mempersiapkan belajar dan menggunakan keterampilan –keterampilan baru

A= ASSESSMENT OF PERFORMANCE (PENILAIAN KINERJA)


Coaching klinik hendaknya mengupayakan pengukuran kompetensi keterampilan
yang diajarkan serta memberikan umpan balik terhadap kemajuan kearah kinerja
standar yang diinginkan

C= COMMUNICATION (KOMUNIKASI)
Komunikasi dua arah yang efektif antara peserta dan fasilitator merupakan factor
penting untuk memperoleh keterampilan awal dan dicapainya kompetensi
keterampilan.

H= HELP AND FOLLOW UP (MENOLONG DAN TINDAK LANJUT)


Bimbingan klinis hendaknya mencakup juga perencanaan untuk aplikasi
keterampilan baru pada lingkungan baru peserta dan membantu mengatasi hambatan
dalam penggunaan keterampilan baru tersebut.

10
Perbedaan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif

Pembimbing yang efektif PP Pembimbing yang tidak efektif


1. Memfokuskan perhatian pada praktek 1. Memfokuskan perhatian pada teori
klinis
2. Mendorong kerja sama dan hubungan 2. Menjaga jarak ( status diatas peserta)
antar sejawat
3. Berusaha mengurangi stress 3. Sering membuat stress
4. Mengadakan komunikasi dua arah 4. Menggunakan komunikasi satu arah
5. Melihat dirinya sebagai fasilitator 5. Melihat dirinya sebagai penguasa atau
satu sumber pengetahuan

Keuntungan Bimbingan

1. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai dengan minatnya


2. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode penilaian termasuk
observasi dan interview
3. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta
4. Coaching/Bimbingan lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training
kelompok
5. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk melakukan keterampilan
yang baru dipelajari karena bimbingan berlangsung terus menerus dan personal

Faktor Penghambat Dalam Coaching / Bimbingan

Untuk mengadakan suatu coaching tidaklah mudah karena banyak faktor yang harus
terlibat. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah kepribadian yaitu kesesuaian dan
ketidak sesuaian antara bawahan dan atasan. Yang menjadi hambatan disini adalah :

Peran yang kurang jelas

11
Sering kali terjadi ketidak jelasan apa sesungguhnya yang dilibatkan baik dari segi
keterampilan maupun kegiatan.. Disamping itu kurangnya pemahaman tentang siapa yang
sesungguhnya bertanggung jawab dalam coaching, apa yang harus dilakukan , kapan dan
bagaimana melakukannya. Selain itu terdapat ketidak pastian mengenai seberapa banyak
penyuluhan, pengarahan dan dukungan sosio-emosional yang dibutuhan, apakah peserta siap,
dan bersedia menerima bantuan

Gaya manajemen kurang sesuai


Kepercayaan peserta sering kali dipengaruhi oleh pandangan fasilitator mengenai tabiat atau
sifat manusia . Besarnya pengawasan atau kebebasan yang diberikan oleh fasilitator kepada
peserta sering kali tergantung pada anggapan fasilitator terhadap peserta
Dilain pihak, sikap yang ditunjukkan oleh peserta sangat tergantung pada harapan dan
keinginan mereka, apakah mereka menginginkan fasilitator dengan jiwa kepemimpinan yang
kuat, apakah mereka menunjukkan kemandirian, ketergantungan, inisiatif dan kreativitas.
Coaching mempertegas hubungan baik yang terjalin antara fasilitator dan peserta sekaligus
perilaku dan harapan kedua belah pihak.

Kesulitan dalam kontak pribadi secara langsung


Coaching melibatkan pengarahan dengan kontak langsung, hal ini sering menimbulkan
kesulitan bagi fasilitator yang tidak terbiasa melakukan hubungan tatap muka satu lawan
satu dengan peserta untuk jangka waktu tertentu .
Fasilitator merasa takut bahwa situasi ini akan dapat membongkar kekurangannya, baik yang
berkaitan dengan pengetahuan teknis maupun keahlian khususnya

Keterampilan komunikasi tidak memadai


Keterampilan komunikasi tulis dan lisan sangat penting dalam situasi coaching. Keberhasilan
dan kegagalan fasilitator tergantung pada kemampuan mereka dalam menyampaikan pikiran,
perasaan dan kebutuhan. Besar kemungkinan fasilitator juga gagal dan tidak berniat
mengungkapkan pengalamannya atau pengetahuan pribadinya ,yang dapat membantu peserta
untuk belajar

Kurangnya kesediaan atau kemauan

12
Seorang peserta harus siap dan bersedia menerima fasilitator. Kedua belah pihak harus
menganggap coaching sebagai proses meraih kemajuan dan peningkatan yang bertujuan
mengembangkan keterampilan dalam suatu lokasi kerja. Peserta yang menunjukkan sikap
kurang kemauan dan bekerja tidak sebagaimana mestinya dapat menyulitkan dalam proses
coaching.

Kurangnya motivasi
Sebagai fasilitator akan mempunyai tugas tambahan untuk menciptakan lingkungan
bermotivasi bagi peserta. Oleh karenanya motivasipun lebih banyak ditumpukan pada
keinginan menguasai pengetahuan keterampilan baru dan mendapatkan kesempatan dalam
mengambil keputusan.

Tekanan dalam pekerjaan


Ada beberapa alasan mengapa fasilitator tidak termotivasi dan ragu menjadi fasilitator, satu
diantaranya karena mereka menganggap organisasi menitik beratkan pada sikap “
Lakukan sendiri tugasmu; untuk itu kamu dibayar” Alasan lain pelatihan akan menyita
banyak waktu, kecemasan menghadapi kegagalan.

Melakukan kesalahan
Sekalipun orang tahu bahwa dari kesalahan kita dapat memetik suatu pelajaran namun
baik fasilitator maupun peserta takut melakukan dan mengakui kesalahan dan cenderung
menyembunyikannya rapat-rapat. Padahal seandainya kesalahan itu diakui lebih awal akan
lebih banyak waktu dan tenaga yang dapat diselamatkan . Membangun kepercayaan dalam
hubungan coaching akan menyingkirkan situasi seperti ini .

Kesimpulan

Coaching menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan/keterampilan mereka saat ini


bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Coaching lebih berkaitan dengan upaya
membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengembangkan kemampuan dan
bakat secara penuh dalam pekerjaan / ketrampilan mereka saat ini.

13
Dengan kata lain coaching membantu peserta untuk tumbuh dan berfikir bagi diri sendiri,
lebih percaya diri serta sekaligus mempunyai kepercayaan untuk menangani lebih banyak
tanggung jawab dan menghadapi tantangan yang lebih besar.

EVALUASI :

1. Coba sebutkan pengertian bimbingan ?


2. Sebutkan tujuan dari bimbingan ?
3. Jelaskan bagaimana proses bimbingan yang dilakukan di klinik ?
4. Jelaskan perbedaan melakukan pembimbingan yang efektif dengan pembimbingan
yang tidak efektif ?
5. Jelaskan apa saja hambatan yang sering terjadi pada pembimbingan ?

KEPUSTAKAAN

Thomas Angela M (1997) , Coaching for Staff Development, Penerbit Kanisius, 1997
Clinical Training Skills – Developing Clinical Skill

14
MODEL STUDI KASUS1 (DALAM MICRO TEACHING)

APA ITU MODEL STUDI KASUS ?


Model studi kasus sangat produktif digunakan untuk mengembangkan
kemampuan/keterampilan memecahkan masalah.
Model atau pendekatan ini sangat sering digunakan dalam pendidikan dan pelatihan, dalam
bentuk yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks.
Studi kasus merupakan satu bentuk stimulasi untuk mempelajari kasus nyata atau kasus yang
dikarang. Dalam model ini pengajar memberikan deskripsi suatu situasi yang mengharuskan
pelaku-pelaku dalam situasi tersebut mengambil keputusan tertentu untuk memecahkan suatu
masalah. Sebagai contoh suatu kasus merosotnya kinerja perusahaan sebagai akibat berbagai
kondisi perusahaan.
Peserta, dalam hal ini sebagai manajer perusahaan, diminta mencari pemecahan masalah
untuk mengatasi merosotnya kinerja tersebut. Studi kasus biasanya disajikan dalam bentuk
“cerita” yang memuat komponen-komponen utama seperti “aktor/pelaku”, kejadian atau
situasi tertentu, permasalahan, dan informasi yang melatarbelakangi permasalahan.
Ada pula kasus yang sudah disertai dengan beberapa alternatif pemecahan masalah.
Berdasarkan informasi yang disajikan dalam kasus, peserta memilih alternatif pemecahan
yang dianggap paling tepat berdasarkan pemahaman terhadap permasalahan, analisis, dan
perbandingan alternatif pemecahan yang tersedia.
Studi kasus dapat digunakan untuk tujuan pembelajaran melatih kemampuan memecahkan
masalah, di samping itu dapat pula digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan
15
pengetahuan tentang suatu permasalahan, cara kerja, atau pendekatan yang biasa digunakan
dalam suatu organisasi.

MENGAPA MODEL STUDI KASUS ?


Salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan pembelajaran adalah “keterlibatan”
peserta secara mental dalam proses pembelajaran melalui kesempatan untuk “mengalami”
kondisi/situasi tertentu sebagaimana yang terjadi dalam kenyataan (experiental learning).
Keterlibatan ini akan menjadikan proses belajar menjadi menarik dan relevan bagi peserta.
Tujuan Model Studi Kasus adalah membelajarkan peserta melalui pengalaman dengan
menggunakan contoh situasi/kasus yang digunakan.

Model ini mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah:


1. Membantu peserta mengembangkan dan mempertajam kemampuan analisis,
pemecahan masalah, dan mengambil keputusan.
2. Menjadikan peserta mempunyai pemahaman tentang berbagai sistem nilai, persepsi,
dan sikap-sikap tertentu yang berkaitan dengan situasi atau masalah tertentu.
3. Menunjukkan kepada peserta peranan dan pengaruh berbagai nilai dan persepsi
terhadap pengambilan keputusan.

APA CIRI MODEL STUDI KASUS ?


Sasaran. Agar model ini efektif, peserta sebaiknya dibagi dalam kelompok-kelompok
beranggotakan 4 - 7 orang.
Dalam kelompok kecil peserta akan termotivasi untuk berpartisipasi dibandingkan dengan
apabila dalam kelompok besar. Topik. Sesuai dengan tujuan Model Studi Kasus, sebaiknya
topik yang digunakan adalah yang membutuhkan pemecahan masalah atau pengambilan
keputusan, misalnya tentang hubungan antar rekan sekerja yang kurang serasi, yang
membutuhkan analisis dan jalan keluarnya.
Topik masalah dapat diambilkan dari kenyataan ataupun dikarang sendiri oleh pengajar.

Langkah-langkah.
1. Pendahuluan
 Pengajar menjelaskan tujuan pembelajaran
 Pengajar menjelaskan skenario studi kasus

16
 Pengajar membagikan studi kasus yang disiapkan secara tertulis
2. Kegiatan Inti
 Setiap kelompok mendiskusikan kasus yang dikemukakan dan melakukan analisis
dengan melihat penyebab dan berbagai faktor yang terkait
 Selanjutnya kelompok menyimpulkan masalah, mencari alternatif pemecahan dan
menetapkan pilihan
3. Penutup
 Setiap kelompok mempresentasikan pemecahan masalah yang dipilih dan alasannya
 Pengajar menyimpulkan hasil studi kasus dan membuat kesimpulan

Peran Pengajar/ Fasilitator


Pengajar mempunyai beberapa tugas dan peran yang meliputi aktivitas berikut ini.
1. Menyiapkan kasus yang akan dibahas dengan didasarkan pada tujuan instruksional yang
akan dicapai.
2. Menentukan prosedur pembahasan studi kasus, apakah akan dianalisis secara individual
atau dalam kelompok, dan waktu yang disediakan untuk membahas kasus dalam
kelompok.
3. Selama proses pembahasan kelompok berlangsung, pengajar hanya bertugas
mengobservasi, kecuali bila diperlukan untuk memberikan informasi tambahan yang
diperlukan kelompok.
4. Kunci keberhasilan studi kasus adalah “keterlibatan” peserta, oleh sebab itu pengajar
perlu memperhatikan agar setiap peserta mempunyai kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi aktif.
5. Setelah waktu diskusi kelompok habis, pengajar memanggil kelompok untuk berkumpul
kembali dalam bentuk kelas dan melaporkan hasil diskusi berupa hasil analisis dan
pemecahan masalah yang dipilih.
6. Pengajar selanjutnya merangkum dan menyimpulkan hasil belajar. Kesempatan ini dapat
digunakan untuk menjembatani teori dan praktik.
7. Pengajar dapat memperjelas apa yang telah dipelajari kelompok dan bertanya kepada
kelompok tentang kesan mereka terhadap proses dan hasil belajar. Waktu Waktu yang
diperlukan untuk model ini tergantung pada studi kasus yang digunakan, apakah
sederhana atau kompleks.

17
 Studi kasus yang sederhana mungkin hanya memerlukan 15-30 menit untuk
membahasnya, sedangkan studi kasus yang cukup rumit akan membutuhkan waktu
60 menit, bahkan lebih.
 Cara penyajian studi kasus juga mempunyai implikasi waktu.
~ Studi kasus yang sudah dilengkapi dengan alternatif pemecahan masalah
mempunyai manfaat lebih yaitu akan membutuhkan waktu lebih pendek
dibandingkan dengan yang tidak.
~ Studi kasus yang tidak dilengkapi alternatif pemecahan masalah akan memberi
kesempatan lebih besar kepada peserta untuk menemukan sendiri “jawaban”
permasalahan.
~ Penggunaan studi kasus yang disebut “action maze” akan memerlukan waktu
lebih banyak.
8. Bentuk studi kasus ini dilengkapi dengan beberapa alternatif jawaban, setiap jawaban
kelompok akan diberi umpan balik oleh pengajar, sampai kelompok tersebut mengambil
keputusan yang menurut pengajar merupakan keputusan yang “benar”.
9. Keuntungan “action maze” adalah bahwa proses berpikir anggota secara wajar akan
diarahkan kepada “jawaban yang benar”.

KETERAMPILAN MENGAJAR YANG DIPERLUKAN


Agar pengajar dapat mengelola model ini dengan baik diperlukan keterampilan mengajar
yang mencakup:
1. Keterampilan bertanya, baik bertanya dasar maupun bertanya lanjut. Ini diperlukan
pada saat pengajar ingin mendapat penjelasan tentang hasil keputusan kelompok.
2. Keterampilan memberikan Penguatan dan umpan balik terhadap pendapat kelompok.
Keterampilan menjelaskan suatu konsep, prosedur atau prinsip.
3. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, apabila diperlukan.

BAGAIMANA MENGGUNAKAN MODEL STUDI KASUS


Agar studi kasus berjalan dengan baik dan mencapai tujuan instruksional, pengajar perlu
melakukan langkah-langkah berikut ini:
1. Persiapan
Dalam tahap persiapan pengajar:
a. Mengidentifikasi dan menyusun kasus yang akan dibahas dalam bentuk tertulis;

18
b. Menentukan prosedur pemecahan masalah, bila dikehendaki disertai pula dengan
alternatif pemecahan masalahnya.
c. Menyiapkan tata kelas sesuai dengan kebutuhan untuk diskusi kelompok.
2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan mencakup kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
a. Pendahuluan. Pada bagian ini pengajar: menjelaskan skenario studi kasus yang
mencakup prosedur kerja, waktu dan sebagainya. membagi peserta dalam kelompok.
b. Kegiatan Inti. Dalam kegiatan ini peserta melakukan kegiatan sebagai berikut:
mengidentifikasi fakta, konsep dalam kasus. menghubungkan berbagai informasi
dalam kasus. menyimpulkan permasalahan. mencari alternatif pemecahan.
menetapkan pilihan pemecahan terbaik. mempresentasikan hasil kelompok kepada
seluruh peserta. diikuti tanya-jawab dan penjelasan kelompok.
c. Penutup. Pengajar membuat kesimpulan tentang proses dan hasil studi kasus dan
kaitannya dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

BAGAIMANA MENATA KELAS /TEMPAT BELAJAR ?


Yang terpenting dalam hal pengaturan tempat adalah memungkinkan terjadinya kerja
kelompok dan bentuk kelas pada saat presentasi hasil. Dengan demikian tidak perlu
mengubah bentuk kelas, cukup memindahkan kursi membentuk lingkaran, dan
mengembalikannya ke dalam posisi semula pada saat presentasi. sesuaikan dengan topik
kasus, jumlah peserta dan kondisi ruang !

RAMBU-RAMBU PENERAPAN
Model studi kasus ini menekankan pada pentingnya “keterlibatan aktif” semua peserta.
Dengan demikian pengajar perlu memperhatikan agar semua peserta memberikan kontribusi,
dan proses belajar tidak didominasi oleh peserta-peserta tertentu.
Dalam membuat studi kasus, pengajar harus jelas dengan tujuan instruksional yang akan
dicapai. Studi kasus perlu memuat informasi yang lengkap agar tidak membingungkan
peserta yang membacanya dan tidak mengundang “tebakan-tebakan” yang tidak akurat.
Pada waktu melaksanakan model studi kasus pengajar perlu menjelaskan tujuan dan skenario
kerja, termasuk prosedur kerja dan hasil yang diharapkan. Kejelasan prosedur bagi peserta
akan berpengaruh pada kelancaran proses belajar.

19
Contoh Action Maze (Studi Kasus yang Terprogram) Tujuan Instruksional Dalam kasus ini
peserta diharapkan dapat mengidentifikasi prinsip pengambilan keputusan yang penting, yaitu
pentingnya memperoleh informasi yang lengkap untuk mengambil keputusan.
Skenario Setiap kelompok mendiskusikan masalah dan memutuskan alternatif pemecahan
masalah yang dipilih.
 Berdasarkan alternatif yang dipilih, pengajar memberikan umpan balik tertulis yang
memuat konsekuensi alternatif yang dipilih untuk didiskusikan lebih lanjut oleh
kelompok. Demikian selanjutnya sampai kelompok memilih alternatif yang “tepat”.
Jawaban yang tepat adalah “B”, sebab dengan berbicara secara pribadi pimpinan akan
memperoleh informasi yang lengkap sebelum bertindak. Kasus Anda adalah pimpinan
Unit Keuangan di Perusahaan “Maju Jaya”. Pak Indro telah bekerja di unit Anda selama
hampir 7 tahun. Menurut kesan Anda, dia bukan karyawan yang dapat dibanggakan.
Beberapa kali dia bersikap menentang atasan, dan bahkan pernah dihukum tidak boleh
bekerja selama tiga hari karena berkelahi di cafetaria. Selama dua minggu terakhir ini dia
terlambat sampai lima kali, dan hari ini dia datang terlambat satu setengah jam.
 Dalam hal ini, sebagai atasan Pak Indro, apa yang akan Anda lakukan? Sekali lagi
memberi kesempatan kepadanya untuk memperbaiki perilakunya, dengan demikian Pak
Indro Anda biarkan untuk memperbaiki perilakunya.
 Mendiskusikan masalah tersebut dengan dia, karena itu Anda meminta dia untuk
menemui Anda pada waktu istirahat. Anda menemuinya di tempat Pak Indro bekerja
sewaktu dia datang dan mendiskusikan masalah keterlambatan tersebut dengannya.
 Menghukum dia dengan cara tidak mengizinkan dia kerja hari itu, dengan konsekuensi
pemotongan gaji.
 Konsekuensi Pilihan “A” Anda berharap Pak Indro akan berubah sikap. Sampai dengan
akhir minggu itu dia memang datang tepat waktu. Tetapi minggu berikutnya dia
terlambat lagi dua hari berturut-turut, bahkan hari terakhir minggu itu dia tidak masuk
tanpa izin. Setelah Anda check dengan rekan sekerjanya ternyata Pak Indro bertengkar
lagi dengan petugas cafetaria. Berdasarkan informasi ini apa yang akan Anda lakukan?
Anda boleh mempertimbangkan kembali pilihan-pilihan sebelumnya, dan memilih
pilihan B, C, atau D.
 Konsekuensi Pilihan “B” Anda mengundang Pak Indro ke ruang kantor Anda untuk
membicarakan masalah keterlambatan tersebut secara pribadi. Dengan tenang Anda
bertanya kepada Pak Indro mengapa hari ini dia terlambat sampai satu setengah jam,
padahal sebagaimana telah dipahami oleh semua karyawan keterlambatan datang tidak
20
diinginkan di perusahaan. Anda perhatikan wajahnya memerah dan dia menundukkan
wajahnya. Anda merasa nampaknya ada sesuatu yang memberati hatinya. Setelah
beberapa saat Pak Indro menjelaskan bahwa dia harus ikut mengasuh anaknya yang
lumpuh karena polio, bergantian dengan istrinya yang harus berjualan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Di rumah itu tinggal juga mertuanya yang kondisinya tidak begitu
sehat. Pada saat-saat tertentu mertuanya jatuh sakit, sehingga dia harus mengawasi
keduanya. Kemarin dia sudah akan berangkat kerja agar tidak terlambat, tiba-tiba saja
anaknya minta digendong keluar untuk berjemur karena kakinya terasa ngilu. Terpaksa
dia menunggu anaknya untuk beberapa lama dan terlambat tiba di kantor.
 Berdasarkan informasi ini tindakan apa yang akan Anda lakukan? Konsekuensi Pilihan
“C” Anda menegur Pak Indro tentang keterlambatannya. Sambil melirik rekan-rekan
kerjanya yang lain Pak Indro memperdengarkan suara marah, dan mengatakan bahwa
baru sekali ini terlambat mengapa dipersoalkan. Dia nampaknya menjadi tersinggung
dan mengatakan tidak ada gunanya bekerja tujuh tahun di perusahaan ini, karena toh
tidak dihargai. Rekan-rekan kerjanya yang lain pura-pura tidak mendengar apa yang
terjadi, beberapa di antaranya bahkan keluar ruangan.
 Berdasarkan informasi ini apa yang akan Anda lakukan? Anda boleh mempertimbangkan
kembali pilihan-pilihan sebelumnya, dan memilih dari pilihan A, B, dan D. Konsekuensi
Pilihan “D” Ketika Anda menyampaikan kepada Pak Indro hukuman karena
keterlambatannya, dia hanya mengangkat bahu, dan dengan sedikit memencongkan
mulut ke arah Anda dia mengambil tasnya dan pergi. Anda menjadi heran melihat
kelakuan dia.
 Tiga hari kemudian atasan Anda menyampaikan keluhan tertulis kepada Pak Indro. Yang
menjadi dasar keluhan Pak Indro adalah bahwa Anda sebagai atasan telah mencampuri
urusan pribadinya dan mempersulit usahanya untuk melaksanakan tugas sebagai ayah
seorang anak cacat yang membutuhkan perhatian. Berdasarkan informasi ini apa yang
akan Anda lakukan? Anda boleh mempertimbangkan alternatif yang diberikan
selanjutnya, dan memilih alternatif A, B, dan C.

LATIHAN
Anda ingin terampil mengajar dengan menggunakan model ini? Cobalah baca sekali lagi
bagian Bagaimana Menggunakan Model Studi Kasus lalu lakukan latihan dengan mengikuti
langkah-langkah yang telah ditentukan. Ulanglah sekali lagi bila Anda belum puas dengan
hasilnya.
21
Tugas Bagi Peserta Pelatihan Model

Pemecahan Studi Kasus 1: Merencanakan dan melaksanakan metode studi kasus


melalui diskusi terpimpin / curah pendapat.
Tahap 1 Ilustrasi kasus yang akan dipecahkan diinformasikan / ditulis / ditayangkan.
Ungkapkan beberapa pertanyaan yang akan dipecahkan.
Tahap 2 Setiap peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan masukan terhadap
pemecahan masalah tersebut. Semua jawaban ditampung dan tidak boleh dikomentari dulu
oleh peserta lainnya. Pengajar memimpin peserta untuk melakukan analisis terhadap semua
jawaban yang sudah ditulis. Berdasarkan kesepakatan semua peserta, hilangkan jawaban-
jawaban yang kurang tepat dengan cara diberi tanda silang atau dihapus (dapat dilakukan 2-3
kali putaran)
Tahap 3 Pengajar membacakan butir jawaban yang sesuai. Beri kesempatan peserta untuk
mengkaji kembali jawaban tersebut. Pengajar membacakan kesimpulan jawaban terhadap
pemecahan kasus tersebut.
Model Pemecahan Studi Kasus 2 : Merencanakan dan melaksanakan metode studi
kasus melalui diskusi kelompok / silang pendapat.
Tahap 1 Pengajar menyiapkan 3 kasus atau lebih yang berbeda untuk dipecahkan oleh
masing-masing kelompok. Pengajar membagi kelas menjadi 3 kelompok atau lebih. Setiap
kelompok mendapat 1 topik ilustrasi kasus beserta beberapa pertanyaan yang berbeda.
Tahap 2 Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan kasus tersebut berdasarkan
pertanyaan yang dikemukakan. Setiap kelompok diberi waktu untuk mempresentasikan hasil
diskusinya. Kelompok lain memberikan masukan berupa tanggapan, ide, saran ataupun
kritikan ( silang pendapat )
Tahap 3 Guru menyimpulkan hasil dari pemecahan kasus yang telah dikemukakan oleh setiap
kelompok.

Model Pemecahan Studi Kasus 3 : Merencanakan dan melaksanakan metode studi


kasus melalui dialog interaktif dengan model tiruan ataupun pelaku yang sebenarnya.
Tahap 1 Pengajar menginformasikan tentang kasus yang akan dipecahkan. Pengajar meminta
seorang peserta untuk menjadi model tiruan dari “pelaku yang sebenarnya ” , akan lebih baik
lagi apabila pengajar mampu menghadirkan pelaku yang sebenarnya.

22
Tahap 2 Model atau pelaku diminta untuk menceritakan ilustrasi kasus yang sedang
dialaminya. Setiap peserta didik dipersilakan untuk bertanya langsung dalam bentuk dialog
interaktif kepada model atau pelaku untuk menggali informasi yang akan digunakan dalam
pemecahan kasus tersebut. Agar dialog interaktif berlangsung dengan lancar, maka pengajar
harus berperan sebagai moderator. Semua jawaban dari model atau pelaku dicatat oleh
moderator atau oleh salah satu peserta yang ditunjuk sebagai notulen. Apabila dirasakan perlu
, peserta diperkenankan untuk menggali kembali jawaban dari model atau pelaku .
Tahap 3 Pengajar menyimpulkan hasil dialog interaktif tersebut. Hubungkan dengan teori
atau pendapat pakar yang berhubungan dengan pemecahan kasus tersebut.
Catatan : Lakukan tugas yang diberikan dengan baik dan penuh kesungguhan. Atur keadaan
kelas sebaik mungkin untuk menunjang proses pembelajaran.

SUMBER RUJUKAN:
Atwi Suparman (1997). Model-Model Pembelajaran Interaktif. Jakarta: STIA-LAN Press.
Borich, G.D (1998). Effective Teaching Methods. Columbus: Merril Publishing Co.
Romiszowski, A.J (2008). Designing Instructional Systems. London : Kogan Page.
Soegito, Edi dan Yuliani Nurani ( 2003). Kemampuan Dasar Mengajar. Jakarta: Universitas
Terbuka
Yuliani Nurani, dkk (2003). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

23

Anda mungkin juga menyukai