Anda di halaman 1dari 12

RESUME MATERI

REFLEKSI DISKUSI KASUS

A. Pengertian
Refleksi diskusi kasus adalah suatu metoda dalam merefleksikan
pengalaman klinis perawat dan bidan yang mengacu kepada pemahaman
terhadap standar.

B. Tujuan
1. Untuk mengembangkan profesionalisme perawat dan bidan
2. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan bidan
3. Membangkitkan motivasi untuk belajar

C. Persyaratan
1. Suatu kelompok perawat/bidan terdiri dari 5 8 orang
2. Satu anggota berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi sebagai penyaji
dan lainnya sebagai peserta.
3. Posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi setara (equal)
4. Kasus yang disajikan merupakan pengalaman klinis keperawatan
/kebidanan yang menarik.
5. Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda
lainnya, agar setiap peserta dapat saling bertatapan dan berkomunikasi
secara bebas.
6. Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam
satu saat, peserta lainnya memperhatikan proses diskusi.
7. Tidak diperkenankan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta
lainnya.
8. Membawa catatan diperbolehkan, namun perhatian tidak boleh tertumpu
hanya pada cataan, sehingga dapat mengurangi perhatian dalam
berdiskusi.

1
D. Proses Diskusi
1. Sistem yang didukung oleh manajer lini pertama (kepala
ruangan/supervisor di puskesmas) yang mendorong serta mewajibkan
anggotanya untuk melaksanakan RDK secara rutin, terencana dan
terjadwal dengan baik.
2. Kelompok perawat/bidan berbagi (sharring) pengalaman klinis dan iptek
di antara sejawat masing-masing selama 1 jam, minimal setiap bulan
sekali.
3. Setiap anggota secara bergilir mendapat kesempatan dan menimba
pengalaman sebagai fasilitator, penyaji dan sebagai anggota dalam diskusi
tersebut.
4. Proses diskusi memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk
menyampaikan pendapat dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
sedemikian rupa yang merefleksikan pengalaman, pengetahuan serta
kemampuan masing-masing.
5. Selama diskusi berlangsung harus dijaga agar tidak ada pihak-pihak yang
nerasa tertekan ataupun terpojok. Yang diharapkan terjadi justru
sebaliknya yaitu dukungan dan dorongan bagi setiap peserta agar terbiasa
menyampaikan pendapat mereka masing-masing.
6. RDK dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk memecahkan masalah,
namun tidak dipaksakan (tidak harus).
7. Adanya catatan kehadiran dan laporan RDK serta catatan tentang isu-isu
yang muncul tidak terjadi atau terulang lagi.
8. RDK merupakan salah satu metoda in-service training yang mengandung
ciri-ciri pembelajaran antar sejawat dalam satu profesi, sebagai salah satu
sarana untuk meningkatkan kemampuan perawat atau bidan.

2
E. Peran Sebagai Fasilitator, Penyaji, dan Anggota
1. Pedoman Bagi Fasilitator
a. Membuka pertemuan dan mengucapkan selamat datang
b. Menyampaikan tujuan pertemuan, mengajak semua peserta untuk
merefleksikan pengalaman klinis masing-masing
c. Meminta persetujuan tentang lamanya waktu diskusi (kontrak waktu)
d. Menyampaikan syarat-syarat selama pertemuan
e. Mempersilakan penyaji untuk mempresentasikan kasusnya selama 10-
20 menit
f. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan
pertanyaan secara bergilir selama 30 menit
g. Mengatur lalu lintas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta
dan klarifikasi bila ada yang tidak jelas
h. Fasilitator boleh mengajukan pertanyaan sama seperti peserta lainnya
i. Setelah pertanyaan berakhir, fasilitator bertanya kepada presenter, apa
yang bisa dipelajari dari diskusi tersebut, kemudian dilanjutkan kepada
semua peserta lainnya satu persatu, termasuk fasilitator sendiri juga
memberikan pendapatnya
j. Fasilitator membuat kesimpulan dan menyampaikan issue-issue yang
muncul berdasarkan pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh
semua peserta
k. Fasilitator melengkapi catatan RDK meliputi materi, issue-issue yang
muncul, termasuk meminta tanda tangan semua peserta
l. Selanjutnya fasilitator meminta kesepakatan untuk rencana pertemuan
berikutnya
m. Fasilitator menutup pertemuan dan berjabat tangan
n. Fasilitator menyimpan laporan RDK pada arsip yang telah ditentukan
bersama.

3
2. Pedoman Bagi Penyaji
a. Memikirkan serta menyiapkan kasus klinis keperawatan atau
kebidanan yang pernah dialami atau pernah terlibat didalam
perawatannya
b. Menjelaskan kasus tersebut dan tetap merahasiakan identitas pasen
c. Tujuan penyajian kasus memberikan kesempatan bagi penyaji untuk
berfikir atau berefleksi ulang tentang bagaimana pasen tersebut
ditangani, hambatan apa saja yang dialami serta keberhasilan apa saja
yang telah dicapai
d. Penyaji mempunyai kesempatan 10-20 menit untuk menyajkan kasus
tersebut
e. Bila penyajian telah selesai, peserta akan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan berupa klarifikasi penanganannya. Mereka tidak akan
mengatakan apa yang harus anda lakukan atau memberi jawaban
maupun saran apapun
f. Penyaji menyimak pertanyaan dan memberikan jawaban sesuai dengan
pengetahuan serta pengalaman nyata yang telah dilakukan dan merujuk
pada standar yang relevan atau SOP yang berlaku
g. Bila perlu mencatat esensi penting dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan, atau hal-hal yang belum pernah diketahui sebelumnya
sebagai informasi baru
h. Bila tidak ada lagi pertanyaan, fasilitator akan meminta anda sebagai
orang pertama dalam kelompok untuk menyampaikan apa saja yang
dapat dipelajari dari kasus tersebut, terutama berhubungan dengan
informasi baru yang dianggap dapat memberikan tambahan
pengetahuan atau sesuatu hal yang pernah diketahui tetapi dilupakan.
Semua hal tersebut diyakini akan dapat dipergunakan untuk perbaikan
kinerja pada waktu yang akan datang.

4
3. Pedoman Bagi Anggota/Peserta
a. Setelah memperhatikan penyajian kasus tersebut , setiap peserta
menyiapkan pertanyaan-pertanyaan, minimal satu pertanyaan.
Kesempatan seluas-luasnya diberikan untuk melakukan klarifikasi atas
penanganan kasus tersebut
b. Di dalam mengajukan pertanyaan, cobalah merujuk pada standar atau
SOP yang berlaku, refleksi ulang bila anda mempunyai pengalaman
dalam menangani kasus semacam itu atau iptek terbaru yang diketahui
c. Peserta tidak diperbolehkan untuk memberikan jawaban, saran secara
langsung atau memberitahukan bagaimana seharusnya perawatan
pasen itu harus dilakukan
d. Bila anda berpikir bahwa penyaji melakukan perawatan dengan cara
yang berbeda , tidak sesuai standar atau tidak sesuai dengan SOP yang
berlaku, anda dilarang keras untuk melakukan kritik. Anda hanya dapat
melakukan klarifikasi kepada penyaji apakah dia telah memikirkan
cara lain seperti apa yang anda pikirkan
e. Selama diskusi berlangsung semua peserta memberikan perhatian
penuh, karena sangat mungkin dari setiap pertanyaan atau klarifikasi
yang muncul, ada diantaranya yang belum pernah diketahui oleh
peserta lainnya. Ini merupakan kesempatan bagi semua anggota untuk
belajar serta memperoleh informasi atau pengetahuan baru dari proses
diskusi ini dalam waktu yang relatif sangat singkat
f. Perlu diingat bahwa semua anggota kelompok juga akan belajar dari
pemikiran anda
g. Peserta mempunyai waktu 20-30 menit untuk mengajukan pertanyaan,
setelah itu anda perlu menyimak kembali apa yang dapat anda pelajari
dari proses diskusi kasus tersebut, guna dapat menjawab dengan tepat
pertanyaan dari fasilitator pada akhir sesi tersebut
h. Kesimpulan tentang issue-issue yang muncul dapat dijadikan cermin
bagi semua peserta, agar kejadian atau masalah yang sama tidak
terulang dimasa yang akan datang.

5
F. Penugasan
1. Kelompok dibagi dalam kelompok bidan RS dan Puskesmas serta
kelompok perawat RS dan puskesmas
2. Pelaksanaannya diawasi oleh bidan dan perawat trainers

6
CONTOH REFLEKSI DISKUSI KASUS
DI RUANG RAWAT INAP RS X

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu
sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi : asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKesRI, 2006).
Tingkat pencapaian patient safety merupakan indikasi dari
kejadian medication error, khususnya terhadap tujuan tercapainya
medikasi yang aman. Kriteria medication error menurut Lisby et al
(2005) terjadi pada tahap order/permintaan, transkripsi, dispensing,
administering, dan discharge summaries.
Kesalahan pemberian obat adalah suatu kesalahan dalam proses
pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung
jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat
dicegah (Cohen, 1991).
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang
aman. Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah
pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap
atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang
direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika
mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau
obat tersebut merupakan kontra indikasi bagi status kesehatan
klien. Sekali obat telah diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek
obat yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti, Daftar

7
Obat Indonesia (DOI), Physicians Desk Reference (PDR), dan sumber
daya manusia, seperti ahli farmasi, harus dimanfaatkan perawat jika
merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan,
kontra indikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi, atau reaksi
yang merugikan dari pengobatan (Kee and Hayes, 1996).
Dengan demikian pemberian obat merupakan bagian penting
dalam keselamatan pasien. Upaya pencegahan kesalahan pemberian
obat akan efektif jika dilakukan bersama dengan tenaga kesehatan lain
terkait penggunaan obat, terutama dokter dan apoteker dan berdasarkan
standar dan sasaran menurut Internasional Patient Safety Goals (IPSG).

B. Contoh Kasus
Kasus An. A di Rumah Sakit X umur 3 tahun pada tahun 2012,
pasien di rawat di ruangan anak RS X dengan diagnosa kejang demam.
Sesuai instruksi dokter, infus pasien harus diganti dengan infus yang
didrip obat phenitoin namun perawat B yang tidak mengikuti operan jaga
langsung mengganti infus pasien tanpa melihat bahwa terapi pasien
tersebut infusnya harus didrip obat phenitoin. Beberapa menit kemudian
pasien mengalami kejang. Untung orang tua pasien cepat melaporkan
kejadian ini sehingga kejang dapat diatasi dan infus pasien langsung
diganti dan ditambah obat phenitoin.

C. Proses Pelaksanaan
Refleksi diskusi kasus dibuka oleh kepala ruangan. Kemudian
dilanjutkan dengan penyajian kasus patient safety. Waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan kegiatan tersebut 90 menit dengan perincian sebagai
berikut :
1. Pembukaan : 5 menit
2. Penyajian : 15 menit
3. Tanya jawab/diskusi : 60 menit
4. Penutup/kesimpulan : 10 menit

8
D. Hasil Diskusi
Hasil penyajian telah memberikan beberapa masukan dan pendapat
dari peserta antara lain :
1. Perawat B seharusnya membaca rekam medis pasien secara detail
karena ia tidak mengikuti operan jaga supaya mengetahui perubahan
kondisi pasien maupun perubahan dalam tindakan pengobatan dan
tindakan keperawatan.
2. Perawat B seharusnya melakukan kroscek kembali tentang instruksi
dokter yang terbaru pada pasien tersebut.
3. Perawat lain yang mengetahui bahwa perawat B akan mengganti infus
pasien tersebut seharusnya memberitahu/mengingatkan perawat B
bahwa ada perubahan instruksi dokter untuk infus pasien tersebut.
4. Perawat B perlu diberikan bimbingan dan pengawasan selama
beberapa bulan selanjutnya untuk menghindari terjadinya kejadian
yang sama terulang kembali.
5. Perawat B tidak perlu dipojokkan dan dicari-cari kesalahannya yang
lain, tetapi harus dirangkul agar ia tetap semangat dan konsentrasi
dalam bekerja selanjutnya.
6. Perawat B perlu diberi sanksi sesuai kasus patient safety yang
dilakukan, yaitu kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan yang menyebabkan ancaman keselamatan
pasien, untuk memberikan efek jera.

E. Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut


1. Kesimpulan
Refleksi diskusi kasus telah berjalan baik dan lancar, peserta aktif
memberikan pendapat dan masukan.
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat
membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam
dinas semua perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti
operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan

9
yang akan dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi
kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 7 BENAR
dalam pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang akan
diberikan kepada pasien sesuai instruksi dokter.
Di samping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak
mengaplikasikan konsep patient safety dengan benar, terbukti dari
kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.
2. Rencana tindak lanjut
a. Semua perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti operan
setiap jam pergantian jaga yang bertujuan untuk mengetahui
keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan maupun
dihentikan supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan
sesuai dengan kondisi pasien.
b. Menerapkan prinsip 7 BENAR dalam pemberian obat kepada
pasien.

10
CONTOH MANAJEMEN KONFLIK

A. KONFLIK
Keluarga kami di rumah yang terdiri dari 4 orang, yaitu bapak, ibu,
saya, dan seorang adik laki-laki yang berjarak 6 tahun lebih muda. Di
antara saya dan adik sering terjadi konflik dalam hal menjaga kebersihan
rumah. Saya menginginkan kami berdua saling bekerja sama, sedangkan
adik saya menganggap kebersihan rumah adalah tanggung jawab
perempuan. Kedua orang tua yang sibuk tidak mungkin kami libatkan
dalam hal ini, kami harus menyelesaikannya berdua karena itu merupakan
tugas yang diberikan pada kami. Namun setiap kali saya meminta adik
untuk membantu membersihkan rumah, dia selalu saja mempunyai alasan
untuk menghindar. Kadang saya bisa sabar menghadapi tingkahnya dan
memilih untuk membersihkan rumah sendiri. Tetapi karena kondisi saya
yang bekerja di RS sambil kuliah, saya jarang punya waktu untuk
membersihkan rumah, mungkin untuk menyapu lantai saja saya masih
bisa. Hal tersebut yang membuat saya jengkel pada adik saya. Saya sering
mengomel sendiri dan kadang marah-marah pada adik saya, tetapi dia
tetap saja tidak peduli. Saya mencoba mencari penyelesaian konflik ini
dengan meminta pendapat orang tua. Dan orang tua mengajak kami
berkumpul bersama dan membahas masalah ini. Orang tua berusaha
memberikan pengertian pada adik saya, dan membagi tugas antara kami
berdua secara adil.

B. JENIS KONFLIK
Konflik ini merupakan jenis konflik antar individu.

C. ALTERNATIF SOLUSI
Alternatif solusi yang saya gunakan adalah kolaborasi (win win
solution), yaitu tipe penyelesaian dengan musyawarah mufakat, tiap pihak
saling diuntungkan.

11
1. Kelebihan
a. Pendapat tiap orang dapat disalurkan.
b. Dapat saling memahami dan toleransi.
c. Prosesnya mencapai mufakat (disetujui semua orang tanpa
terkecuali).
d. Tiap pihak saling diuntungkan.
e. Kental dengan suasana kekeluargaan.
2. Kelemahan
a. Proses berjalan lamban karena pasti terjadi perbedaan pendapat
yang harus terselesaikan sampai pada satu titik tujuan.
b. Tidak dapat digunakan dalam pengambilan keputusan yang cepat.

12

Anda mungkin juga menyukai