DISUSUN OLEH:
BAGUS PRABOWO
NIP. 19962358
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena di atas, penulis mengajukan refleksi diskusi kasus tentang
“Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Rawat Inap di Ruang Anak Lt. 1”.
B. Konsep Humidifier
Humidifier merupakan alat yang digunakan untuk memberikan kelembapan dengan
gelembung-gelembung udara pada saat terapi Oksigen. Jadi, humidifier merupakan alat
humidifikasi atau penambahan kadar air dalam udara (oksigen) sehingga dapat mencapai
suatu kelembapan ( Tucker, 2000).
Penggunaan Humidifier sangat penting dalam memberikan terapi oksigen karena
selain sebagai pelembap oksigen juga sebagai konektor selang oksigen yang diberikan
kepada pasien ( Perry & Potter, 2006 ).
Saraswati (2008) membagi jenis humidifier menjadi dua yaitu humidifier aktif yang
mengeluarkan gelembung udara dari tabung yang berisi air saat teralisi oksigen dan humifier
pasif merupakan pelembab udara yang menggunakan alat pemanas. Hilton (2004) membagi
dua humifier yaitu hangat dan dingin. Pembagian jenis humidifier menurut Saraswati dengan
Hilton secara umum sama yaitu humidifier aktif sama dengan humidifier dingin dan
humidifier pasif sama dengan humidifier hangat.
Humidifier hangat merupakan alat pelembap udara dengan melepaskan uap air atau
embun air hangat. Pemanasan air dilakukan dengan mesin listrik sehingga uap akan keluar
dari air yang mendidih. Humidifier tipe ini digunakan pada terapi oksign dengan cara
Closed System yang digunakan pada Ventilator ( Perry & Potter, 2006 ).
Humidifier dingin adalah pelembap udara dengan suatu alat akan melepaskan uap
dingin / droplet air yang dingin. Humidifier tipe ini diberikan pada terapi oksigen yang
alirannya dapat bernafas spontan melalui jalan nafas atas. Humidifier ini secara
konvensional dengan teknik mengalirkan oksigen melalui air yang akhirnya timbul
gelembung-gelembung udara yang akan mendorong uap air ke udara. Kelembapan yang
dihasilkan kurang lebih 72,5% sampai dengan 78,7 % pada suhu ruangan ( Perry & Potter,
2006 ).
Dalam penggunaan humidifier perlu memperhatikan beberapa hal antara lain tabung
humidifier harus dalam kondisi bersih, air dalam humidifier harus air steril dan diganti
setiap 24 jam, dan bila cairan hendak ditambahkan sisa cairan harus dibuang terlebih
dahulu (Nafisah, 2007).
REFLEKSI DISKUSI KASUS (RDK)
PERAWAT ORIENTASI
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG 2019
B. Pembahasan
Pada pelaksanaan pemberian terapi oksigen, perawat di ruangan sudah menerapkan
sesuai dengan Standar Prosedur Operasional yang telah ditetapkan atau yang berlaku di
RSUP Dr. Kariadi Semarang, dimana perawat dalam memberikan terapi oksigen
menggunakan air steril dalam Tabung Humidifier dengan tujuan untuk menjaga
kelembapan. Namun terdapat penelitian tentang berbedaan pertumbuhan bakteri pada tabung
humidifier yang diisi air steril dan yang tidak diisi air steril. Penelitian yang dilakukan oleh
Bakar, A tahun 2009 dengan judul Perbedaan Pertumbuhan Bakteri di Humidifier dan Non-
Humidifier pada Pasien yang Mendapat Terapi Oksigen mendapatan hasil Perbedaan
pertumbuhan bakteri di humidifier dan non humidifier terjadi pada jam ke-12. Hasil uji
statistik ini membuktikan bahwa non humidifier lebih terjaga kesterilannya. Pertumbuhan
bakteri setelah digunakan selama 12 jam ditumbuhi bakteri secara teori dapat terjadi karena
menurut Scaffer, et al. (1996) bakteri dapat tumbuh kurang lebih 6 jam setelah disterilkan.
Bakteri yang ditemukan, semua berada di sampel yang menggunakan humidifier. Kondisi ini
dimungkinkan karena faktor resiko yang terdapat di humidifier yaitu dalam pemakaiannya
menggunakan air sehingga mudah ditumbuhi bakteri. Jrank (2009) menyebutkan bahwa
bakteri 80-90% terdiri air dan membutuhkan air untuk tumbuh dan mendapatkan nutrisi.
Pernyataan ini didukung oleh Gibson (1990) yang menyatakan bahwa bakteri membutuhkan
air untuk pertumbuhan dan bila kondisi tidak kondusif akan menjadi spora.
Menanggapi hasil penelitian tersebut maka perlu untuk dilakukan pencegahan
pertumbuhan bakteri dengan memperhatikan beberapa hal diantara lain tabung humudifier
harus dalam kondisi bersih, air dalam humidifier harus steril dan diganti setiap 24 jam, dan
bila cairan hendak ditambahkan sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu (Nafisah, 2007).
Perawat ruangan sudah melakukan cara pencegahan tersebut untuk meminimalkan
pertumbuhan bakteri. Namun penulis memiliki sebuah inovasi yang sederhana dan dapat
diterapkan di ruangan, yaitu pelaksanaan pemberian terapi oksigen dengan non humidifier
(tidak menggunakan air steril) dengan ketentuan terapi oksigen menggunakan Nassal
cannule < 4 liter/ menit.
Perry & Potter (2006), menyebutkan bahwa terapi oksigen yang menggunakan nasal
kanul dengan kecepatan aliran oksigen kurang dari 4 LPM tidak perlu memakai humidifier.
Pernyataan ini di dukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ninuk Dian, dan Abu
Bakar (2011) tentang “Pencegahan Iritasi Mukosa Hidung Pada Pasien Yang Mendapatkan
Oksigen Nasal” bahwa pemakaian oksigen nasal tanpa memakai humidifier dengan flow
rata rata 3lpm tidak didapatkan adanya efek yang berarti apada mukosa hidung maupun
keluhan tidak nyaman pada daerah hidung responden. Hasil yang sama pun juga didapatkan
pada pasien yang mendapat terapi oksigen 4lpm. Dan dalam hasil penenitian tersebut juga
menyebutkan terdapat responden yang mendapat terapi oksigen 4lpm dengan waktu 140 jam
tidak ditemukan tanda iritasi pada hidung maupun keluhan tidak nyaman pada hidung. Hasil
tersebut membuktikan bahwa pemakaian non humidifier dengan flow meter kurang dari 4
lpm atau dengan nasal kanul aman untuk digunakan pasien. Hasil penelitian tersebut juga
diperkuat dengan penelitian dari Kenji (2009), pemakaian oksigen 4-5 LPM tidak
membutuhkan humidifier karena aliran oksigen 4-5 LPM dengan menggunakan nasal kanul
atau masker sederhana masih dipengaruhi oleh udara ruangan. Kelembapan udara ruangan
masih mencukupi untuk membantu kelembaban terapi oksigen yang diberikan.
C. Rencana Tindak Lanjut
Anggraini & Hafifah. (2014). Hubungan Antara Oksigenasi Dan Tingkat Kesadaran Pada
Pasien Cedera Kepala Non Trauma Di ICU RSU Ulin Banjarmasin. Semarang: Program
Studi Ilmu Keperawatan. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
www.keperawatan.undip.ac.id
Aryono. 2012, Terapi Oksigen, Semarang: Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed.
Gibson, J.M. 1990. Modern microbiology and pathology for nurse. Oxford: Blackwell scientific
publications.
Perry, A.G. and Potter, P.A. 2006. Fundamental of nursing: Concepts, process and practice. St.
Louis : CV Mosby Company
Scaffer, S.D., Burnett, C.B., Crowford, P.E., Duffy, J.R., Fontaine, D.K., et al. 1996. Pocket
guide to infection prevention and safe practice. Virginia: Mosby Year Book Inc.
Widiyanto B, Yasmin LS. Terapi Oksigen terhadap Perubahan Saturasi Oksigen melalui
Pemeriksaan Oksimetri pada Pasien Infark Miokard Akut (IM-A). Prosiding
Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah. 2014; 1(1): 138-43.
DAFTAR HADIR RDK
No Nama Tanda tangan
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
Mengetahui,
Kepala Ruang Anak Lt. 1
Semarang,…………………….
Perawat Orientasi Evaluator
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
MEMBERIKAN OKSIGEN DENGAN KANUL BINASAL