Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

BERDASARKAN :Airway,Breathing,dan Circulation


Pembimbing :

Widya Addiarto,S,.Kep,.Ns,.M.Kep

Di susun oleh :

1. Alipiya Kartika Dewi


2. Alvin Dharmata
3. Cherlina Ika Putri
4. Ramadhani Alvan H
5. Rovika Dewi

D3 KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2020/2021

KATA PENGATAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan Makalah KONSEP PERTOLONGAN
GAWAT DARURAT BERDASARKAN :Airway,Breathing,dan Circulation tepat
pada waktunya.Dalam penyusunan makalah ini kami sadar karena kemampuan
kami sangat terbatas.Maka makalah ini masih mengandung banyak
kekurangan,untuk itu harapan kami mohon bimbingan kepada bapak Widya
Addiarto,S,.Kep,.Ns,.M.kep selaku pengajar mata kuliah Keperawatan gawat darurat
dan manajemen bencana bersedia memberi saran dan pendapat untuk makalah
ini.Akhirnya kepada semua yang telah mendukung dalam penyusunan makalah
ini,kami atas nama kelompok penyusun menyampaikan terimakasih dan penghargaan
yang tak terhingga.Semoga Tuhan Yang Maha Esa Pemurah memberkati
kita,sehingga upaya kecil ini besar manfaatnya bagi kita semua.terima kasih

Genggong, 16 Februari 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I................................................................................................................

PENDAHULUAN...........................................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................

1.3 Tujuan.............................................................................................

BAB II..............................................................................................................

PEMBAHASAN..............................................................................................

2.1 Kegawatan Airway (Jalan Napas) ...................................................


2.2 Kegawatan Breathing ( Pernafasan) ................................................
2.3 Kegawatan Circulation (Sirkulasi) ..................................................

BAB III............................................................................................................

PENUTUP.......................................................................................................

3.1 Kesimpulan.....................................................................................

3.2 Saran...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita mencegah keusakan sebelum tindakan /
perawatan selanjulnya dan menyembuhkan penderita padka kondisi yang berguna
bagi kehidupan. Karena sifar pelavanan gawat darurat yang cepat dan tepat, maka
sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan
pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan
secara cepat. Oleh karena inı diperukan perawat yang mempunyai kemampuan yang
bagus dalam mengaplikasıkan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi
berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan
tanpa atan terjadinya secara mendadak atau tidak di perkitakan tanpa atau disertai
kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.

Asuhan keperawaran gawat danrat adalah rangkaan kegiatan praktek


keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan melipiuti
biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul sccara bertahap maupun
mendadak, maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan
keperawatan gawat daurat, yaitu kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi haik
kondisi klien maupun jumlah klien yang darang ke ruang gawat darurat, keterbatasan
sumber daya dan waktu, adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara
profesi kesehatan yang bekerja di ruang gawat darurat keperawatan diberikan untuk
semua usia dan sering dengan data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang
diberikan harus tepat dan dengan ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).

Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua yaitu : pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurut dilikukan
dengun terlebih dahulu melakukam survei primer untuk mergidenifika si masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan. survei
sekunder: Tahapan pengkajian primer meliputi : A Airway, mengecek jalan nalas
dengun tujuan menjaga jalan napas disertai kontrol servikal; B: Breathing, mengecek
pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C:
Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kotrol perdarahan; D: Disibility,
mengecek slatus neroogis; E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita
tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).

Pengkajian primer bertujuian mengetahui dengan segera kondisi yang


mengancam nyawa pasien. Pengkajin primer dilakukan secara sekuensial sesuai
dengan priontas Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tenpo
waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing
Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab
kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkann karena masalah sistem
pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain.
Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat
darurt sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen
6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer puda penderitagawat
darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien (Mancini, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

2.4 Bagaimana Kegawatan Airway (Jalan Napas) ?


2.5 Bagaimana Kegawatan Breathing ( Pernafasan) ?
2.6 Bagaimana Kegawatan Circulation (Sirkulasi) ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Kegawatan Airway (Jalan Napas)
2. Mengetahui Kegawatan Breathing ( Pernafasan)
3. Mengetahui Kegawatan Circulation (Sirkulasi)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kegawatan Airway (Jalan Napas)

Kurangnya pasokan oksigen yang dibawa oleh darah ke otak dan organ vital
lainnya merupakan penyebab kematian tercepat pada penderita gawat. Oleh sebab itu
pencegahan kekurangan oksigen jaringan (hipoksia) yang meliputi pembebasan jalan
napas yang terjaga bebas dan stabil, ventilasi yang adekuat, serta sirkulasi yang
normal (fidak shock) menempati prioritas pertama dalam penanganan
kegawatdaruratan.

Sifat gangguan yang terjadi pada jalan napas bisa mendadak oleh karena
sumbatan total, atau bisa juga perlahan oleh karena sumbatan parsial (dengan
berbagai sebab). Sumbatan pada jalan napas dapat terjadi pada pasien tidak sadar atau
pasien dengan kesadaran menurun atau korban kecelakaan yang mengalami trauma
daerah wajah dan leher

Penanganan airway mendapat prioritas pertama karena jika tidak ditangani


akan mengakibatkan kematian yang cepat, dan penanganan segera perlu dilakukan.
Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa alat (manual)
maupun dengan alat. Alat bantu pembebasan jalan napas yang digunakan ada
berbagai macam disesuaikan dengan jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien
yang pada intinya bertujuan mempertahankan jalan napas agar tetap bebas.

a) Sumbatan Jalan Napas

Ada beberapa keadaan di mana adanya sumbatan jalan napas harus


diwaspadai, yaitu:

a. Trauma pada wajah

b. Fraktur ramus mandibula, terutama bilateral, dapat menyebabkan lidah


jatuh ke belakang dan gangguan jalan napas pada posisi terlentang

c. Perlukaan daerah leher mungkin menyebabkan gangguan jalan napas


karena rusaknya laring atau trakea atau karena perdarahan dalam jaringan
lunak yang menekan jalan napas.

d. Adanya cairan berupa muntahan, darah, atau yang lain dapat menyebabkan
aspirasi

e. Edema laring akut karena trauna, alergi, atau infeksi.

b) Pembebasan Jalan Napas

Pembebasan jalan napas adalah tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara
normal dengan cara membuka jalan napas sehingga pasien tidak jatuh dalam kondisi
hipoksia dan atau hiperkarbia.
Prioritas utama dalam manajemen jalan napas adalah membebaskan jalan napas
dan mempertahankan agar jalan napas tetap bebas untuk menjamin jalan masuknya
udara ke paru secara nomal sehingga menjamin kecukupan oksigen tubuh.
Pengelolaan jalan napas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan alat dan tanpa
alat (cara manual). Cara manual dapat dilakukan di mana saja, dan kapan saja,
walaupun hasil lebih baik bila menggunakan alat namun pertolongan cara manual
yang cepat dan tepat dapat menghindarkan resiko kematian atau kecacatan permanen.
Pada kasus trauma, pengelolaan jalan napas tanpa alat dilakukan dengan tetap
memperhatikan kontrol tulang leher.

Langkah yang harus dikerjakan untuk pengelolaan jalan napas yaitu:

a). Pasien diajak berbicara. Jika pasien dapat menjawab dengan jelas itu
berarti jalan napasnya bebas. Pasien yang tidak sadar berpotensi terjadi
sumbatan jalan napas sehingga memerlukan tindakan pembebasan jalan
napas. Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah
jatuhnya pangkal lidah ke belakang.

b). Berikan oksigen. Oksigen diberikan dengan sungkup muka (simple


masker) atau masker dengan reservoir (rebreathing/ non rebreathing
mask) atau nasal kateter atau nasal prong walaupun belum sepenuhnya
jalan napas dapat dikuasai dan dipertahankan bebas. Jika memang
dibutuhkan pemberian ventilasi bisa menggunakan jackson-reese atau
BVM.

c). Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan


jalan napas lanjut maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu
memeriksa jalan napas sekaligus melakukan pembebasan jalan napas
secara manual apabila pasien tidak sadar atau kesadaran menurun berat
(coma). Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara
simultan, menilai jalan napas sekaligus fungsi pernapasan:

L Look (lihat) Lihat pengembangan dada, adakah retraksi sela iga


otot-otot napas tambahan lain, warna mukosa/kulit dan kesadaran.
Lihat apakah korban mengalami kegelisahan (agitasi), tidak dapat
berbicara, penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru dan keabu-abuan)
yang menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku,
lidah, telinga, dan bibir.

L- LAsten (dengar). Dengar aliran udara pernapasan. Adanya suara


napas tambahan adalah tanda ada sumbatan parsial pada jalan napas.
Suara mendengkur, berkumur, dan stridor mungkin berhubungan
dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai laring. Suara
parau (hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring.

F-Feel (rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan


ekspirasi dari hidung dan mulut. Hal ini dapat dengan cepat
menentukan apakah ada sumbatan pada jalan napas. Rasakan adanya
aliran udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.

Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan napas dibagi 2 macam, obtruksi parsial
dan obstruksi total

1. Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas


tambahan yaitu:

 .Mendengkur (snoring), disebabkan oleh pangkal lidah yang


jatuh ke posterior. Cara mengatasinya dengan head ilt, chin lif,
jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan
pipa endotrakeal, pemasangan Masker Laring (Laryngeal Mask
Ainway).

 Suara berkumur (gargling), penyebabnya adalah adanya cairan


di daerah hipofaring. Cara mengatasi. finger sweep, Suction atau
pengisapan.

 Crowing Stridor, oleh karena sumbatan di plika vokalis,


biasanya karena edema. ara mengatası: cricoiiroiomi,
Irakeostomi.

2. Obstruksi total, dapat dinilai dari adanya pernapasan "see saw” pada
menit menit pertama terjadinya obstruksi total, yaitu adanya
paradoksal breathing antara dada dan perut. Dan jika sudah lama
akan terjadi henti napas yang ketika diberi napas buatan tidak ada
pengembangan dada.

Menjaga stabilitas tulang leher, ini jika ada dugaan trauma leher, yang
ditandai dengan adanya traunma wajah/maksilo-facial, ada jejas di atas
clavicula, trauma dengan riwayat kejadian ngebut (high velocity trauma),
trauma dengan defisit neurologis dan muliple trauma.

1. Pembebasan Jalan Napas Tanpa Alat.


Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika
didengarkan seperti suara orang ngorok (snorıng). Hal ini mengakıbatkan tertutupnya
trakea sebagai jalan napas. Untuk penanganannya ada tiga cara yang lazim
digunakan untuk membuka jalan napas,yaitu head tilt, chin lifi dan jaw thrusi.

a head-tilt

Dilakukan dengan cara meletakkan 1 telapak tangan pada dahi pasien,


pelan – pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kea
rah belakang sehingga kepala menjadi sedikit terngadah.(slight
Extention)

b.chin-lift

Dilakukan dengan cara menggunakan jari tengah dan jari telunjuk


untuk memegang tulang dagu pasien, kemudian angkat dan dorong
tulangnya ke depan. Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari
telunjuk dan diletakkan di bawah dagu, jangan terlalu menengadahkan
kepala. Chin liji dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal
lidah ke depan. Tindakan ini sering dilakukan bersamaan dengan
tindakan heud til. Tehnik ini berlujuan menbuka jalan napas secara
maksimal. Perhatian: Head Till daum

Chin Lifi

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan


tindakan ini sering dilakukuan bersamaan dengan tindakan head tilt.
Teknik ininbertujuan membuka jalan naps secara maksimal.

Perhatian : Head tilt dan chin lift sebaiknya tidak dilakukan pada
pasien dengan dugaan adanya patah tulang leher, dan sebagai gantinya
bisa digunakan teknik jaw thrust

Jaw Thrust

Jika dengan head tilt dan chin lifi pasien masih ngorok (jalan napas
belum terbuka sempurna) maka teknik jaw thrust ini harus dilakukan.
Begitu juga pada dugaan patah tulang leher, yang dilakukan adalah
janw thrust (tanpa menggerakkan leher). Walaupun tehnik ini
menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk pasien
trauma dengan dugaan patah tulang leher.
Caranya adalah dengan mendorong sudut rahang kiri dan kanan ke
arah atas sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi
atas. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka, bisa dibantu
dengan ibu jari.

2. Pembebasan Jalan Napas Dengan Alat

Cara ini dilakukan apabila pengelolaan tanpa alat yaitu secara manual tidak
berhasil sempurna alau pasien memerlukan bantuan untuk mempertahankan jalan
napas dalam jangka waktu lama bahkan ada indikasi pasien memerlukan definitive
airway. Alat yang digunakan bemacam-macam sesuai dengan jenis sumbatan dan
tingkat kesadaran pasien yang ininya bertujuan mempertahankan jalan napas agar
letap lerbuka.

Orophuryngeul Tube (pipa orofaring)

Pipa orolaring digunakan untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka


dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan
napas pada pasien tidak sadar. Yang perlu diingat adalah bahwa pipa orofaring ini
hanya boleh dipakai pada pasien yang tidak sadar atau penurunan kesadaran yang
berat (GCS8).

Teknik Pemasangan Uropharyngeal Tube

Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya. Bersihkan dan basahi agar licin
Ukuran yang tepat dapat diperoleh dengan cara mencari pipa orofaring yang
panjangnya sama dengan jarak dari sudut bibir sampai ke tragus atau dari tengah bibir
sampai ke angulus mandibula pasien.

Buka mulut pasien (chin lifi atau gunakan ibu jari dan telunjuk). Arahkan
lengkungan menghadap ke langit-langit (ke palatum). Masuk separoh, putar 180°
(sehingga lengkungan mengarah ke arah lidah). Dorong pelan-pelan sampai posisi
tepat. Pada anak-anak arah lengkungan tidak perlu menghadap ke palatum tapi
langsung menghadap bawah dan untuk lidahnya ditekan dengan tongue spatle.

Yakinkan lidah sudah tertopang pipa orofaring, lihat, dengar, dan raba
napasnya.

Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring)


Untuk pipa nasofaring kontra indikasi relatifnya adalah adanya fraktur basis
crani yamg ditandai dengan adanya brill hematon, bloody rhinorea, bloon\dy otorea,
dan batle sign.

Teknik Pemasangan Nasophuryngeal Tube

1. Nilai lubang hidung, septum nasi, tentukan pilihan ukuran pipa.

2. Ukuran pipa yang tepat dapat diperoleh dengan cara mencari pipa
nasofaring yang panjangnya sama dengan jarak dari ujung hidung sampai ke
tragus dan diameternya sesuai dengan jari kelingking tangan kanan pasien.

3. Pakai sarung tangan.

4 Beri jely pada pipa dian kalau ada tetesi lubang hidung dengan obat tetes
hidung atau larutan vasokonstriktor (cfedrin)

5. Hati-hati dengan kelengkungan ube yang menghadap ke arah depan,


ujungnya diarahkan ke arah telinga.

6. Masukkan pipa nasofaring ke lubang hidung dengan p0sisi ujung yang


tajam menjauhi seplum nasi. Masukkan sckitar 2 cm.

7. Kemudian lihat aralh lengkungan dari pipa nasofaring. jika sudah


menghadap bawah maka pipa nasofaring tinggal dimasukkan secara tegak
lurus dengan dasar. Tapi jika arah lengkungan pipa nasofaring menghadap
atas maka putar pipa nasofaring tersebut 180° sehingga lengkungannya
menghadap ke bawah.

8. Kemudian dorong pelan-pelan hingga seluruhnya masuk, lalu pasang


plester (kalau perlu).

Bila dengan pemasangan jalan napas buatan pipa orofaring atau pipa
nasofaring ternyata masih tetap ada obstruksi jalan napas, pernapasan belum juga
baik atau karena indikasi cedera kepala berat; maka dilakukan pemasangan definitive
arway yaitu pipa endotrachea (ET77 Endoracheal Tube). Pemasangan pipa
endotrachea akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernapasan.

Endotracheal Tube
Pipa Endoiracheal berbagai ukuran Intubasi endotrachea adalah gold stamdard
untuk pembebasan jalan napas. Sehingga Intubasi endotrachea disebut juga definitive
airway. Intubasi endotrakhea. adalah proses memasukkan pipa endotrakheal ke dalam
trakhea, bila dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakhea, bila melalui
hidung disebut intubasi nasotrakhea. Intubasi endotrakhea hanya boleh dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan berpengalaman.

Peralatan Intubasi

1. Pipa oro/nasofaring.

2. Suction/ alat pengisap.

3. Sumber Oksigen

4. Kanula dan masker oksigen.

5. BVMAmbu bag, atau jackson reese

6. Pipa endotrakheal sesuai ukuran dan stylet.

7. Pelumas (jely).

8. Forcep magil.

9. Laringoscope (handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa


baterai&lampu)

10. Obat-obatan sedatif i.v.

11. Sarung tangan.

12. Plester dan gunting.

13. Bantal kecil tebal 10 cm (bila tersedia)

Teknik Intubasi

1. Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan


jalan napas terbuka (hati-hati pada cedera leher).

2. Siapkan endotracheal tube (ETT), periksa balon (cuf), siapkan stylet, beri
jelly.
3. Siapkan laringoskop (pasang blade pada hadlie'), lampu harus menyala
terang.

4. Pasang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan ujung blade ke sisi kanan
mulut pasien, geser lidah pasien ke kiri,

5. Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi = Sellick Manenver)

6. Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cedera gigi,


gusi, bibir).

7. Lihat adanya pita suara. Bila perlu isap lendir/cairan lebih dahulu.

8. Masukkan ETT sampai batas masukny di pita suara.

9. Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati

10. Kembangkan balon (cau) ETT .11. Pasang pipa orofaring.

12. Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara
pernapasan atau udara yang ditiupkan). Hubungkan dengan pipa oksigen.

13. Amankan posisi (fiksasi) ETT dengan plester

Laringeul Mask Airway (LMA)

LMA adalah alat pembebasan jalan napas yang non-invasif yang dipasang di
supraglotis. Secara umum terdiri dari 3 bagian: airway tube, mask, dan
laflation line. LMA disebut juga sebagai alternative airway, karena bagi
tenaga yang belum berpengalaman melakukan intubasi endotrachea maka
LMA inilah yang menjadi alternatif pilihan yang paling baik untuk
membebaskan jalan napas.

Indikasi penggunaan LMA:

 Keadaan di mana terjadi kesulitan menempatkan masker (BVM)


secara tepat

 Dipergunakan sebagai back up apabila terjadi kegagalan dalam


intubasi endotracheal
 Dapat dipergunakan sebagai "second-last-ditch airway" apabila pilihan
terakhir untuk secure airway adal ah dengan pembedahan

Kontraindikasi pemasangan LMA:

 Usia kehamilan lebih dari 14-16 minggu

 Pasien dengan trauma masif atau multipel

 Cedera dada masif

 Trauma maksilofasial yang masif

 Pasien dengan isiko aspirasi lebih besar dibandingkan keuntungan


pemasangan LMA

Catatan : Tidak ada kontraindikasi yang bersifat absolut

Efek Samping Pemasangan LMA:

 Nyeri Lenggorokan

 Rasa kering pada ternggorokan ataupun mukosa sekitarnya

 Efek samping lebih banyak berhubungan dengan penempatan LMA


yang tidak tepat

Peralatan yang diperlulkan untuk pemasangan LMA:

1. Pemilihan Ukuran sesuai dengan pasien Ukuran yang


direkomendasikan (disesuaikan dengan berat badan)

 Size 1 kg

 Size 1.5 :5 s.d 10 kg

 Size 2 10 sd 20 kg

 Size 2. :20 s.d 30 kg

 Size 3 30 kg s.d Small adult


 Size 4 AdultDewasa

 Size 5 : Large adult(dewasa besar)/poor seal with size 4

2. Pengecekan LMA

Sebelum digunakan, periksa dulu apakah ada kebocoran/tidak dengan cara


mengembang kempiskan cuffnya

3. Pemberian jelly (water soluble) pada bagian belakang Mask LMA

4. Ekstensikan kepala dan fleksikan daerah leher Teknik Pemasangan


LMA:

a.) Pegang fube LMA, seperti memegang pena sedekat mungkin


dengan bagian akhir masker LMA.

b.) Letakkan ujung LMA pada bagian dalam mulut pasien, di atas gigi
(hard palate)

c.) Dengan sedapat mungkin melihat secara langsung Tekan ujung


masker ke arah atas menyusuri hard palate

d.) Dengan jari telunjuk, tetap susuri searah dengan palatum sampai
masker LMMA masuk faring. Pastikan ujung LMA tetap kempes
dan hindari mengenai lidah

e.) Jaga lcher tetap dalam posisi Neksi dan kepala cksntensi, Tekan
masker ke arah dinding faring posterior dengan menggunakan jari
telunjuk\

f.) Lanjutkan mendorong LMA dengan jari telunjuk, arahkan mask


LMA ke bawah sesuai posisi yang diharapkan

g.) Pegang tube LMA dengan tangan yang lain, Tarik jari telunjuk
dari faring

h.) Secara gentle tangan yang lain menekan LMA ke bawah sampai
benar-benar mask LMA sudah masuk sepenuhnya.
i.) Kembangkan masker LMA sesuai dengan udara sesuai volume
yang direkomendasikan. Berikut volume maksimal dari
pengembangan cuff

 Size 1 4 ml

 Size 1 1.5 ml

 Size 2 10 m

 Size 2.514 ml

 Size 3 20 ml

 Size 4 30 ml

 Size 5 40 ml

j.) Jangan sampai masker LMA over-inflate

k.) Jangan menyentuh tube LMA selama dikembangkan, kecuali


posisinya tidak stabil.

l.) Secara normal Masker LMA akan naik ke hipofaring saat


dikembangkan > berada pada posisi yang tepat.

m.)Hubungkan LMA dengan BVM atau low pressure ventilator

n.) Ventilasi pasien sambil mendengarkan suara napas simetris atau


tidak, pastikan tidak ada suara udara masuk ke lambung

o.) Masukkan bite block atau kasa gulung untuk mencegah oklusi tube
karena tergigit pasien

p.) Fiksasi LMA

c). Membersihkan Jalan Napas

Untuk memeriksa jalan napas terutama di daerah imulut, dapal dilakukan


teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan napas tersumbat karena
adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan
sapuian jari(finger sweep). Kegagalan membuka napas dengan cara ini perlu
dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan napas di daerah fàring atau adanya
henti napas (apnea). Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan
udara melalui mulut, bila dada idak mengembang. maka kemungkinan ada sumbatan
total pada jalan napas dan dilakukan pijat jantung.

a. Membersihkan Jalan Napas karena Cairanb.

b. Mengatasi Sumbatan Jalan Napas

2.2 Kegawatan Breathing (Pernapasan)

Gangguan fungsi pernapasan (gangguan ventilasi) dapat berupa hipoventilasi


sampai henti napas yang disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Apapun
penyebabnya bila tidak dilakukan penanganan dengan baik akan menyebabkan
hipoksia dan hiperkarbia. Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan
ventilasi karena itu langkah yang pertama yang harus dilakukan pada pasien dengan
gangguan adalah meyakinkan bahwa jalan napas bebas dan pertahankan agar telap
bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari
penyebab lain.

Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas yang bermakna. Sebagian


besar pasien trauma thoraks meninggal saat datang ke Rumah Sakit, disamping itu,
banyak kematian yang dapat dicegah dengan upaya diagnosis dan tata laksana yang
akurat. Kurang dari 10%% kasus trauma tumpul thoraks dan sekitar 15-30% trauma
tembus thoraks memerlukan tindakan torakotomi. Sebagian besar pasien trauma
toraks memerlukan tindakan torakotomi. Penilaian dan tatalaksana awal pasien
dengan trauma toraks terdiri dari primary survey, resusitasi fiungsi vital, secondary
survey yang teliti dan penanganan definitif Trauma toraks dapat menyebabkan
gangguan pernapasan dan hanus dikenali dan ditangani saat primary survey termasuk
adanya tension pneumothorax, open pneumothorax (sucking chest wound), flail chest,
kontusio paru dan hemotorax masif Gangguan pemapasan juga dapat discbabkan olch
keadaan yang non trauma seperti acute lung ocdem(ALO),acute respiratory disstres
syndrome (ARDS).

2.3 Kegawatan Circulation (sirkulasi)

1. Syok

A. Definisi dan Patoflsiolog

Syok adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan perfusi


jaringan, yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
Gangguan perfusi tersebut mengakibatkan jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi
yang dibutuhkan untuk pembentukan energi. Bila tidak diterapi dengan segera,
metabolisme sel secara anaerobic akan menyebabkan terjadinya asidosis asam laktat
yang akan mengganggu fungsi sel dan sel tersebut akan mati. Demikian, syok dapat
pula diartikan sebagai gangguan oksigenasi sel/ jaringan.

Mekanisme kompensasi tubuh bila terjadi syok adalah vasokonstriksi untuk


mempertahankan tekanan darah, terutama untuk syok jenis hipovolemi. Pada syok
septic atau cardiogenic dapat terjadi vasodilatasi. Selain vasokonstriksi, dapat pula
terjadi rangsangan pada baroreceptor yang berakibat pada meningkatnya sekresi
katekolamin. Kompensasi lain adalah terjadinya shift cairan dari interstitial kedalam
intravaskuler. Pada tahap dekompensasi, akan terjadi peningkatan permeabilitas
membrane kapiler, pengelompokan leukosit dan mikrovaskuler, dan jika proses
berlanjut akan menyebabkan gangguan fungsi organ.

B. Macam- Macam Penyebab Syok

Terdapat banyak pembagian penyebab syok misalrya:

A. 1. Syok hipovolemi

2. Syok cardiogenic

3. Syok septic

4. Syok neurogenic

B. 1.Syok hipovolemik

2. Syok cardiogenic

3. Syok obstruktif

4. Syok distributif

C. 1. Syok hemorhagic

2. Syok non hemorthagie

Adanya banyak macam pembagian syok dapat merupakan tanda bahwa


pemahaman tentang syok masih belum lengkap. Pembagian menurut klasifikasi A
cukup banyak gunakan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk


menyelamatkan kehidupan penderita mencegah keusakan sebelum tindakan /
perawatan selanjulnya dan menyembuhkan penderita padka kondisi yang berguna
bagi kehidupan. Karena sifar pelavanan gawat darurat yang cepat dan tepat, maka
sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan
pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan
secara cepat. Oleh karena inı diperukan perawat yang mempunyai kemampuan yang
bagus dalam mengaplikasıkan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi
berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan
tanpa atan terjadinya secara mendadak atau tidak di perkitakan tanpa atau disertai
kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.

3.2 Saran

Diharapkan mampu memahami tentang penatalaksanaan pada pasien dengan


Hiperbilirubin Mahasiswa Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan
bagi semua mahasiswa dan mahasiswi tentang Keperawatan gawat darurat
pertolongan pertama berdasarkan : Airway,Breathing,dan Circulation.

DAFTAR PUSTAKA

Kartikawati, Dewi.2011.Buku ajar dasar-dasar keperawatan

gawat darurat. Jakarta : salemba medika

Ulya, Ikhda,.Dkk. 2017. Buku ajar keperawatan gawat darurat

pada kasus trauma. Jakarta : salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai