Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH RESUSITASI JANTUNG PARU PADA BAYI

Disusun oleh :

Indah Susilowati Mardonius Donny


Indrawati Meldahania
Jojo Parulian S Muhammad Fajar
Jojor Sihotang Ni Putu Putri Myke A
Kumalasari Nur Anisah H F
Lala Priyati Nur Susanti
M. Faizin

Untuk Mata Ajar PNC ( Pediatric Nursing Care)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BINAWAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JAKARTA
2016
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian
Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali
kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).

Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah


“menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi
jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan
bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.

Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (Airway)
tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus dimulai dengan
mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan
bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan
pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan
lanjutan (bantuan hidup lanjut).

Resusitasi dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban tenggelam, stroke,
obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan obat, tersedak, tersengat
listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena fibrilasi ventrikel,
takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal.

2. Tujuan
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai
upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini
dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian
dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan
untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).

Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang
spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan intensif
pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada
kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.

Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari
kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada
tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan
dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti
selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit
(Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak negatif berupa
kecacatan atau bahkan kematian.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi


Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan metabolisme
anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan
menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran
darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain (Yu dan Monintja,
1997).Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu
yang memanjang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi
dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi
keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka aktivitas
respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).

Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera. Makin


lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat pula
timbulnya usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal ini
diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang keberhasilan
tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada pentingnya kemampuan
tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti pernafasan dihubungkan dengan
kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.

Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung atau henti
nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum terjadi. Kerusakan otak
yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam darah tidak segera dikoreksi atau
apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998)

Keberhasilan resusitasi tergantung kepada :


a. Keadaan miokardium
b. Penyebab terjadinya henti jantung
c. Kecepatan dan ketepatan tindakan
d. Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
e. Perawatan khusus di rumah sakit
f. Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)

4. Tatalaksana Tindakan Resusitasi


a. Penilaian Bayi
Penilaian kegawatan pada bayi dan anak yang mengalami kegawatan tidak lebih dari
30 detik yang meliputi:
1) Airway
Apakah ada obstruksi yang menghalangi jalan nafas, apakah memerlukan alat
bantu jalan nafas, apakah ada cedera pada leher.
2) Breathing
Frekuensi nafas, gerak nafas, aliran udara pernafasan, warna kulit/mukosa.
3) Circulation
Frekuensi, tekanan darah, denyut sentral, perfusi kulit (capillary refilling time,
suhu, mottling), perfusi serebral, reaksi kesadaran (tonus otot, mengenal, ukuran
pupil, postur).

b. Posisi Bayi
Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam posisi
terlentang dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi baru lahir
(neonatus) leher sedikit ekstensi, atau dengan meletakkan handuk atau selimut di
bawah bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
c. Posisi Penolong
Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat
melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah posisi
tubuh.

d. Teknik Resusitasi
1) Airway : membuka jalan nafas
a) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
b) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt
and chin lift) bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu
tangan pada dahi, tekan ke belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah,
dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke atas
sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang sering menjadi
penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang tidak sadar.
c) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat
membuka jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala.
d) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :
(1) Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
penolong untuk membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh
sisa makanan.
(2) Heimlich maneuver
(3) Abdominal/chest thrust (Gambar 2.4)
(4) Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas dilakukan
pengisapan lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi dimulai
dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya
tidak terjadi aspirasi dan dilakukan tidak lebih dari 5 detik.
e) Setelah jalan nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan melihat,
mendengar dan merasakan adanya hembusan nafas.

2) Breathing
a) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada
penderita.
b) Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 – 10 detik).
c) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif
(VTP) .
d) Pada Neonatus dan bayi <>
e) Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung
dapat dijepit dengan jari telunjuk dan ibu jari penolong.
f) Lakukan tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas
buatan untuk neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang
kurang dari 8 tahun.
g) Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik
dada. Bila dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak
naik cek kembali posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan,
periksa jalan nafas apakah ada mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan
penghisapan dengan suction.
h) Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak
dapat bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih
dari 10 detik. Jika pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka hanya
dilakukan bantuan nafas sampai penderita bernafas spontan.

3) Circulation
a) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi
dada sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara
ritmik dan terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung
diberikan bila didapat pulsasi bayi < >
b) Posisi tempat kompresi :
(1) Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
(2) Pada bayi: Sternum bagian bawah.
(3) Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
c) Tangan yang melakukan kompresi :
(1) Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
(2) Bayi : dengan menggunakan 2 jari.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway/Jalan Napas
Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
1) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada,terdapat sumbatan jalan
napas/tidak, sianosis, ada tidaknya retraksi pada dinding dada, ada/tidaknya
penggunaan otot-otot tambahan.
2) Listen : mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan,ada bunyi napas
tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.
3) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya
Pergeseran/deviasi trakhea, ada hematoma pada leher, teraba nadi karotis atau
tidak.

Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :


1) Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan
menyentuh, menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.
2) Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
3) Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.
4) Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah
dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
5) Identifikasi dan keluarkan benda asing ( darah,muntahan, sekret,ataupun benda
asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total dengan
cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).
6) Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
7) Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
b. Breathing/Pernapasan
Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen, feel.
1) Look : nadi karotis ada/ tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak terlihat
adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola
pernapasan abnormal, periksa penggunaan otot bantu dll.
2) Listen : mendengar hembusan napas.
3) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :

1) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.


2) Berikan therapy O2 (oksigen).
3) Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo
tracheal tube (ETT) jika perlu.
4) Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
5) Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll

c. Circulation/Sirkulasi
Pemeriksaan/pengkajian :
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya
2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang harus di lakukan
perawat : lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
3) Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak.
a) Perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas
b) Perhatikan apakah dada bayi bergerak.
c) Tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara.
d) Jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak
bernapas jangan menguncang-guncangkan bayi.
e) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.
f) Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras
g) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan
tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah
tulang rahang.berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat
dan sedikit tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
h) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu bayi.
i) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada
1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas
buatan.

2. Pengkajian Subjektif
Untuk mendapatkan data subyektif perlu di pertimbangkan budaya
pasien,kemampuankognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang keluhan nyeri
termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi, dan intensitas nyeri dengan menggunakan
mnemonic PQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian nyeri.
P : Provokativ/Palliative
Apa yang menjadi penyebab,apakah ada hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik.apa yang di lakukan jika sakit/nyeri timbul. Apakah nyeri ini
sampai mengganggu tidur.
Q : Quallity/kualitas.
Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya.
R : Segion/radiasi.
Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.
S : Skala severity
Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaranskala nyeri atau
ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.
T : Time/waktu
Kapan keuhan tersebut mulai di rasakan/di temukan atau seberapa sering keluhan
tersebut di rasakan.
Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif secara detail
jarang di lakukan atau di butuhkan.pengkajian di unit gawat darurat lebih di fokuskan
pada keluhan utama yamg di rasakan pasien.

3. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur meliputi
TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil perekaman EKG,serta tes diagnostik.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien.Apakah pasien
sadar atau tidak, penampilan secara umum pasien (general apperance)
Rapi atau berantakan, melihat apakah pasien bernapas dengan tersengal-
sengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan, atau
bengkak. Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah ada nyeri, gangguan
neurologis,orthopedi, dan status mental.
2) Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantungdan suara
peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi.Lakukan pemeriksaan
auskultasi sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.
3) Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur
kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk memeriksa
denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam dapat di gunakan
untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri,ukuran, organ dan adanya kekakuan.
4) Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan tulang
dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur padat, berongga, atau adanya
cairan.

b. Pengkajian Neurologis
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran pasien.untuk
mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap saat maka dapat di
gunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik glasgow coma scale
pada anak-anak yang belum bisa bicara.
c. Pengkajian Kardiovaskuler
Gunakan EKG 12 lead untk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas irama.
1) Suara jantung.
2) Murmur.
3) Efusi perikat/tamponade.
4) Perfusi.
d. Pernapasan
Suara napas di kelompokan menjadi, trakheal, bronkhiale, vesikuler, dan
bronkovesikuler. Suara napas abnormal (berat) termasuk
stridor, ronkhi,rales, terputus-putus, dan sulit bernapas.
e. Gastrointestinal
Pada pengkajian subjektif perlu di kaji/pemeriksaan sistem gastrointestinal.Apakah
ada riwayat gastritis, sirosis hepatis, appendisitis, dan pankreatitis,dll. apakah ada
gaya hidup yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidak efektifan pola napas b/d inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak adekuat.
Tujuan/kriteria evaluasi menurut NOC :
1) Menunjukan pola pernapasan yang efektif,dibuktikan dengan status yang tidak
berbahaya : ventilasi dan status tanda vital
2) Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
3) Menunjukan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu seperti : Kedalaman
inspirasi dan kemudahan bernapas.
4) Ekspansi dad simentris.
5) Tidak ada penggunaan otot bantu.
6) Bunyi napas tambahan tidak ada.
7) Napas pendek tidak ada.

Intervensi Prioritas NIC :


Aktivitas Keperwatan

1) Pantau adanya pucat dan sianosis.


2) Pantau efek obat pada waktu respirasi.
3) Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
4) Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan
ventilator.

Pendidikan Untuk Pasien Dan Keluarga

1) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk


meningkatkan pola napas.
2) Instruksikan kepada pasien /keluarga bahwa mereka harus memberi tahu perawat
pada saat terjadi ketidakefektifan pola napas.
3) Informasikan kepada keluarga untuk tidak merokok di ruangan.
4) Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah, meliputi
pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi, dan sumber-
sumber komunitas.

Aktivitas Kolaborasi

1) Rujuk kepada ahli therapy pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi


ventilator mekanis.
2) Laporkan perubahan sensori ,bunyi napas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum
dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhan atau protokol.
3) Berikan tindakan nebulizer ultrasonik dan udara pelembab atau oksigen sesuai
kebutuhan.
4) Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola pernapasan.
b. Penurunan curah jantung b/d perubahanpreload,afterload,dan kontraktilitas.
Tujuan /kriteria evaluasi menurut NOC :
1) Menunjukan crah jantung yang memuaskan di buktikan dengan keefektifan
pompa jantung,status sirkulasi,perfusi jaringan (organ abdomen),dan perfusi
jaringan (perifer).
2) Menunjukan status sirkulasi di buktikan dengan indikator kegawatan sbb:
3) Tekanan darah sistilik,diastolik dalam batas normal.
4) Denyut jantung dalam batas normal.
5) Tekanan vena sentral dan tekanan dalam paru.
6) Hipotensi ortostatis tidak ada

Intervensi Prioritas NIC :


Aktivitas Keperawatan

1) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan
status mental.
2) Pantau tanda kelebihan cairan,misalnya : edema pada bagian tubuh yang
tergantug/bawah.
3) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan awal napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau pusing.

PENDIDIKAN UNTUK PASIEN/KELUARGA

1) Jelaskan tujuan pemberian oksigen pernasal kanula /masker.


2) Instruksikan tenteng mempertahankan keakuratan asupan dan haluaran .
3) Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan
nyeri,durasi,faktor yang menyebabkan,daerah kualitas,dan intensitas.
4) Berikan informasi untuk teknik penurunan stress sepeti boifeed back ,relaksasi
otot progresif,meditasi dan latihan.

Aktivitas Kolaborasi

1) Rujuk pada dokter menyagkut parameter pemberian/penghentian obat tekanan


darah.
2) Tingkatkan penurunan afterload.
3) Berikan anti kogulan untuk mencegah pembetukan trombus perifer,sesuai dengan
program atau potokol.
http://abhique.blogspot.co.id/2008/06/resusitasi-jantung-paru-pada-bayi.html

http://askeprhynatutu.blogspot.co.id/2015/04/kegawatdaruratan-cardiac-arrest-henti.html

Anda mungkin juga menyukai