Disusun oleh :
Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (Airway)
tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus dimulai dengan
mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan
bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan
pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan
lanjutan (bantuan hidup lanjut).
Resusitasi dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban tenggelam, stroke,
obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan obat, tersedak, tersengat
listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena fibrilasi ventrikel,
takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal.
2. Tujuan
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai
upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini
dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian
dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan
untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang
spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan intensif
pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada
kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari
kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada
tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan
dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti
selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit
(Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak negatif berupa
kecacatan atau bahkan kematian.
Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi
dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi
keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka aktivitas
respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung atau henti
nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum terjadi. Kerusakan otak
yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam darah tidak segera dikoreksi atau
apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998)
b. Posisi Bayi
Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam posisi
terlentang dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi baru lahir
(neonatus) leher sedikit ekstensi, atau dengan meletakkan handuk atau selimut di
bawah bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
c. Posisi Penolong
Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat
melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah posisi
tubuh.
d. Teknik Resusitasi
1) Airway : membuka jalan nafas
a) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
b) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt
and chin lift) bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu
tangan pada dahi, tekan ke belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah,
dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke atas
sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang sering menjadi
penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang tidak sadar.
c) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat
membuka jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala.
d) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :
(1) Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
penolong untuk membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh
sisa makanan.
(2) Heimlich maneuver
(3) Abdominal/chest thrust (Gambar 2.4)
(4) Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas dilakukan
pengisapan lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi dimulai
dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya
tidak terjadi aspirasi dan dilakukan tidak lebih dari 5 detik.
e) Setelah jalan nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan melihat,
mendengar dan merasakan adanya hembusan nafas.
2) Breathing
a) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada
penderita.
b) Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 – 10 detik).
c) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif
(VTP) .
d) Pada Neonatus dan bayi <>
e) Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung
dapat dijepit dengan jari telunjuk dan ibu jari penolong.
f) Lakukan tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas
buatan untuk neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang
kurang dari 8 tahun.
g) Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik
dada. Bila dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak
naik cek kembali posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan,
periksa jalan nafas apakah ada mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan
penghisapan dengan suction.
h) Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak
dapat bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih
dari 10 detik. Jika pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka hanya
dilakukan bantuan nafas sampai penderita bernafas spontan.
3) Circulation
a) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi
dada sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara
ritmik dan terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung
diberikan bila didapat pulsasi bayi < >
b) Posisi tempat kompresi :
(1) Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
(2) Pada bayi: Sternum bagian bawah.
(3) Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
c) Tangan yang melakukan kompresi :
(1) Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
(2) Bayi : dengan menggunakan 2 jari.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway/Jalan Napas
Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
1) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada,terdapat sumbatan jalan
napas/tidak, sianosis, ada tidaknya retraksi pada dinding dada, ada/tidaknya
penggunaan otot-otot tambahan.
2) Listen : mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan,ada bunyi napas
tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.
3) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya
Pergeseran/deviasi trakhea, ada hematoma pada leher, teraba nadi karotis atau
tidak.
c. Circulation/Sirkulasi
Pemeriksaan/pengkajian :
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya
2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang harus di lakukan
perawat : lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
3) Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak.
a) Perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas
b) Perhatikan apakah dada bayi bergerak.
c) Tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara.
d) Jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak
bernapas jangan menguncang-guncangkan bayi.
e) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.
f) Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras
g) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan
tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah
tulang rahang.berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat
dan sedikit tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
h) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu bayi.
i) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada
1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas
buatan.
2. Pengkajian Subjektif
Untuk mendapatkan data subyektif perlu di pertimbangkan budaya
pasien,kemampuankognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang keluhan nyeri
termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi, dan intensitas nyeri dengan menggunakan
mnemonic PQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian nyeri.
P : Provokativ/Palliative
Apa yang menjadi penyebab,apakah ada hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik.apa yang di lakukan jika sakit/nyeri timbul. Apakah nyeri ini
sampai mengganggu tidur.
Q : Quallity/kualitas.
Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya.
R : Segion/radiasi.
Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.
S : Skala severity
Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaranskala nyeri atau
ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.
T : Time/waktu
Kapan keuhan tersebut mulai di rasakan/di temukan atau seberapa sering keluhan
tersebut di rasakan.
Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif secara detail
jarang di lakukan atau di butuhkan.pengkajian di unit gawat darurat lebih di fokuskan
pada keluhan utama yamg di rasakan pasien.
3. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur meliputi
TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil perekaman EKG,serta tes diagnostik.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien.Apakah pasien
sadar atau tidak, penampilan secara umum pasien (general apperance)
Rapi atau berantakan, melihat apakah pasien bernapas dengan tersengal-
sengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan, atau
bengkak. Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah ada nyeri, gangguan
neurologis,orthopedi, dan status mental.
2) Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantungdan suara
peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi.Lakukan pemeriksaan
auskultasi sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.
3) Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur
kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk memeriksa
denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam dapat di gunakan
untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri,ukuran, organ dan adanya kekakuan.
4) Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan tulang
dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur padat, berongga, atau adanya
cairan.
b. Pengkajian Neurologis
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran pasien.untuk
mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap saat maka dapat di
gunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik glasgow coma scale
pada anak-anak yang belum bisa bicara.
c. Pengkajian Kardiovaskuler
Gunakan EKG 12 lead untk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas irama.
1) Suara jantung.
2) Murmur.
3) Efusi perikat/tamponade.
4) Perfusi.
d. Pernapasan
Suara napas di kelompokan menjadi, trakheal, bronkhiale, vesikuler, dan
bronkovesikuler. Suara napas abnormal (berat) termasuk
stridor, ronkhi,rales, terputus-putus, dan sulit bernapas.
e. Gastrointestinal
Pada pengkajian subjektif perlu di kaji/pemeriksaan sistem gastrointestinal.Apakah
ada riwayat gastritis, sirosis hepatis, appendisitis, dan pankreatitis,dll. apakah ada
gaya hidup yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidak efektifan pola napas b/d inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak adekuat.
Tujuan/kriteria evaluasi menurut NOC :
1) Menunjukan pola pernapasan yang efektif,dibuktikan dengan status yang tidak
berbahaya : ventilasi dan status tanda vital
2) Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
3) Menunjukan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu seperti : Kedalaman
inspirasi dan kemudahan bernapas.
4) Ekspansi dad simentris.
5) Tidak ada penggunaan otot bantu.
6) Bunyi napas tambahan tidak ada.
7) Napas pendek tidak ada.
Aktivitas Kolaborasi
1) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan
status mental.
2) Pantau tanda kelebihan cairan,misalnya : edema pada bagian tubuh yang
tergantug/bawah.
3) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan awal napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau pusing.
Aktivitas Kolaborasi
http://askeprhynatutu.blogspot.co.id/2015/04/kegawatdaruratan-cardiac-arrest-henti.html