Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang bergerak dibidang

kesehatan yang selayaknya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit


merupakan bagian dari sistem pelayanan yang berfokus pada standar pelayanan
pasien. Kelompok Standar Pelayanan yang berfokus pada pasien salah satunya
adalah Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) (Bina Upaya Kesehatan,
KEMENKES RI, KARS, 2011).
Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) merupakan sistem dan proses
yang digunakan di rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi pada
pasien.Salah satu upaya dalam MPO adalah pemberian obat (BUK, KEMENKES
RI, KARS, 2011). Pemberian obat pada pasien merupakan tanggung jawab
perawat. Perawat berkewajiban untuk mematuhi standar prosedur tetap dalam
pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi (Potter dan
Perry, 2005). Kesalahan dalam pemberian obat dapat menimbulkan kecacatan
bahkan kematian pada pasien (Anief, 2007). Kesalahan dalam pemberian obat
sering ditemukan meliputi kekeliruan dalam mengidentifikasi pasien, menetapkan
jenis obat, order dosis yang salah, rute yang salah, waktu pemberian yang tidak
tepat, obat yang menimbulkan alergi, atau kombinasi yang bertentangan
(Pujiastuti, 2007).
Kesalahan pemberian obat merupakan kejadian yang dapat dicegah agar
tidak terjadi. Peran perawat dalam pemberian obat sangat penting untuk
terciptanya penggunaan obat yang aman bagi pasien (Searl, 2009). Perawat harus
mempunyai pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pemberian obat untuk
memberikan obat dengan cara yang aman dan efektif pada pasien (Potter dan
Perry, 2005). Perawat perlu memperhatikan prinsip enam benar dalam pemberian
obat yang meliputi: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute,
dan benar dokumentasi(Kee dan Hayes, 1996). Hughes dan Blegan (2008)
menyatakan bahwa 40% kesalahan dalam pemberian obat dilakukan oleh perawat.

Pada laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI,


2007) kesalahan dalam pemberian obat berada pada tingkat pertama 24,8%. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Auburn University di 36 rumah sakit
dan nursing home di Colorado dan Georgia, USA pada tahun 2002, dari 3216 jenis
pemberian obat, 43% diberikan pada waktu yang salah dan 4% diberikan obat
yang salah Joint Commission on Accreditiation of Health Organization (JCAHO,
2002). Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwiprahasto (2006)
menyatakan bahwa 11% medication error di rumah sakit berkaitan dengan
kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis atau obat yang
keliru. Penelitian Kuntarti (2005) menunjukkan bahwa secara umum penerapan
ketepatan prinsip enam tepat dalam pemberian obat oleh perawat di RSCM
Jakarta berada pada tingkat sedang sampai tinggi. Hasil penelitan menunjukkan
penerapan pemberian obat yang tepat 75,3%,tepat dosis 19.8%, tepat waktu
sebanyak 63%, tepat cara 51,9%, dan tepat dokumentasi sebanyak 59,3%.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan dalam pemberian
obat terkait benar obat, benar pasien, benar dosis, benar waktu, benar rute, dan
benar dokumentasi masih sering terjadi dengan berbagai macam persentasi
kejadian kesalahan pemberian obat di rumah sakit.
Pemberian obat yang efektif oleh perawat pelaksana dapat dipengaruhi
oleh supervisi yang dilakukankepala ruangan (Searl, 2009). Pada penelitian
Kuntarti (2005) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat dan salah satunya adalah faktor
eksternal yaitu supervisi atasan.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui prinsip enam benar dalam pemberian obat.
1.3 Manfaat
Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pemberian obat yang dilakukan perawat
serta pertimbangan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam melaksanakan
pemberian obat.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau
binatang sebagai perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap
berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuh. Obat yang digunakan sebaiknya
memenuhi berbagai standar persyaratan obat diantaranya kemurnian, yaitu suatu
keadaan yang dimiliki obat karena unsur keasliannya, tidak ada pencampuran dan
potensi yang baik.selain kemurnian, obat juga harus memiliki bioavailibilitas
berupa keseimbangan obat, keamanan, dan efektifitas.
2.2 Prinsip Enam Benar Pemberian Obat
Prinsip enam benar dalam pemberian obat yaitu benar pasien, benar obat,
benar dosis, benar waktu, benar rute dan benar dokumentasi.
2.2.1

Benar Pasien
Pemberian obat pada pasien yang benar dapat dipastikan dengan

memeriksa gelang identifikasi pasien, dan meminta pasien menyebutkan namanya


sendiri, jika pasien tidak mampu berespon secara verbal, dapat digunakan cara
non-verbal seperti menganggukkan kepala (Kee dan Hayes, 1996 ). Ketika
memberikan obat pada pasien perawat harus mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien (Kozier, Erb, Berman, Snyder,
2010).
Perawat harus memastikan obat diberikan kepada pasien yang

tepat

dengan meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya dan nomor


jaminan sosialnya atau nama lengkap dan tanggal lahirnya (Vaughans, 2013).
Pemberian obat pada pasien yang salah dapat terjadi pada saat
pemesanannya

lewat

telepon,

pasien

yang

masuk

bersamaan,

kasus

penyakitnya sama, ataupun adanya pindahan pasien dari ruang yang satu
keruang

yang

lainnya.

Perawat

harus

mengidentifikasi

pasien

dengan

menanyakan nama lengkap pasien, melihat identitas pasien dalam bracelet


ataupun mengidentifikasi melalui papan nama pada tempat tidur pasien

untuk mengurangi kejadian pemberian obat pada pasien yang tidak tepat
(Wijayaningsih, 2013).
2.2.2

Benar Obat
Obat yang benar berarti pasien menerima obat yang telah diresepkan.

Label obat harus dibaca 3 kali untuk menghindari kesalahan, yaitu: saat
melihat botol atau kemasan, sebelum menuang

obat,setelah menuang obat.

Perawat juga harus menyadari bahwa obat- obat tertentu mempunyai nama
yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip. Jika ada

keraguan,

perawat dapat menghubungi apoteker atau pemberi resep (Kee dan Hayes, 1996).
Benar obat dapat dilakukan dengan mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, mengecek label obat, menanyakan
keluhan pasien sebelum dan setelah

memberikan obat, perawat juga harus

mengetahui efek samping obat (Kozier, et al., 2010).


Vaughans (2013) menyatakan bahwa perawat harus memastikan obat yang
akan diberikan kepada pasien benar dengan cara:
a. Mengecek inkonsistensi antara obat yang diresepkan dan riwayat medis
pasien, termasuk kontraindikasi, alergi, diagnosis medis, dan

hasil

laboratorium. Perawat harus memverifikasi ketidak jelasan medikasi yang


dipesan atau inkonsisten dengan penilaian informasi

yang diperoleh

selama proses persiapan.


b. Mengecek adanya ketidakcocokan antara obat yang diresepkan dan obat
yang diberikan. Ada kesamaan tampilan, kesamaan bunyi dalam medikasi
(misal, Xanax dan Zantac) yang dapat berakibat pada medikasi yang salah
pada pasien.
c. Jika pasien tidak yakin untuk meminum obat yang telah diresepkan,
verifikasi bahwa pemberi resep telah memesan obat yang tepat. Obat
diberikan dengan benar dapat dipastikan dengan melihat label atau etiket
dan harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat. Hal yang
perlu diperhatikan antara lain : nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara
pemberian serta expired date. Kesalahan pemberian obat sering terjadi jika
perawat memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau

pemberian obat melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas
(Wijayaningsih, 2013).
2.2.3

Benar Dosis
Benar dosis diperhatikan melalui penulisan resep dengan dosis yang

disesuaikan dengan keadaan pasien. Beberapa kasus yang ditemui di lapangan,


terdapat banyak obat yang direkomendasikan dalam bentuk sediaan. Perawat
harus teliti menghitung dosis masing-masing obat dan mempertimbangkan adanya
perubahan dosis dari penulis resep. Yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam
pemberian dosis yang benar adalah tidak mengubah dosis asli, menghitung dan
memeriksa dosis obat dengan benar. Jika ada keraguan, dosis obat harus dihitung
ulang dan diperiksa oleh perawat lain, serta menghubungi apoteker atau penulis
resep sebelum pemberian dilanjutkan. Jika pasien meragukan dosis, periksa
kembali dosis obat. Apabila sudah mengkonsultasikan dengan apoteker atau
penulis resep namun tetap rancu, obat tidak boleh diberikan, beritahu penanggung
jawab unit atau ruangan dan penulis resep beserta alasannya (Kee dan Hayes,
1996).
Benar dosis dapat dipastikan dengan mengecek dosis yang diresepkan
sesuai dengan kebutuhan pasien, mencari tahu dosis obat yang biasa digunakan
pasien, dan memeriksa kembali perhitungan dosis yang menimbulkan pertanyaan
(Kozier, et al., 2010). Memberikan obat dengan dosis yang tepat pada pasien
merupakan hal yang harus dipastikan oleh perawat. Memberikan jumlah yang
lebih sedikit dari yang diresepkan berakibat pada tidak memadainya perlakuan
terhadap pasien dan akan menunda pemulihan dari sakit, juga menyebabkan
resistensi terhadap obat tertentu di masa yang akan datang. Memberikan obat
dengan dosis yang berlebih dari yang seharusnya dapat menciptakan masalah baru
bagi pasien, beberapa diantaranya dapat mengakibatkan kematian (Vaughans,
2013).
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau
timbulnya efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada anak-anak,
lansia,atau pada orang obesitas. Perawat perlu memeriksa dosis obat sesuai
kebutuhan pasien dan jika ragu dapat berkonsultasi dengan dokter yang menulis
resep (Wijayaningsih, 2013).

2.2.4

Benar Waktu
Waktu yang benar adalah saat obat yang diresepkan harus diberikan. Jika

obat harus diminum sebelum makan untuk memperoleh kadar yang diperlukan
harus diberi satu jam sebelum makan, jika obat harus dimakan sesudah makan
maka harus diberi sesudah pasien makan. Perawat juga harus memeriksa tanggal
kadaluarsa obat (Kee dan Hayes, 1996).
Benar waktu dapat diterapkan dengan memberikan obat pada frekuensi
yang tepat dan pada waktu yang diprogramkan oleh pemberi resep. Obat yang
diberikan dalam 30 menit sebelum atau sesudah waktu yang dijadwalkan
dianggap memenuhi waktu standar yang benar (Kozier, et al., 2010).
Benar waktu meliputi interval yang benar dan juga waktu yang tepat setiap
harinya. Memberikan obat dengan frekuensi lebih sering atau kurang dari yang
telah diresepkan berpotensi mempengaruhi efek yang diharapkan dari obat
tersebut. Selain itu, beberapa obat harus diberikan di waktu tertentu pada hari
tersebut. Sebagai contoh, diueretik (obat yang diberikan untuk mengurangi
kelebihan cairan dari tubuh) biasanya diberikan pagi hari. Pemberian jenis obat ini
di malam hari akan mengganggu pasien beristirahat (Vaughans, 2013).
Obat yang dikonsumsi secara berulang lebih berpotensi menimbulkan
kesalahan dalam waktu pemberiannya. Misalnya pada kasus gawat darurat henti
jantung, epinefrin diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan
menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai dan dapat menimbulkan efek samping
yang tidak diharapkan. Selain itu, perawat juga perlu memperhatikan dalam
pemberian obat berupa injeksi ataupun infus (Wijayaningsih, 2013).
2.2.5

Benar Rute
Rute yang benar perlu untuk absorbsi yang tepat dan memadai. Obat

diberikan melalui rute yang berbeda, tergantung keadaan umum pasien, kecepatan
respon yang diinginkan, sifat obat (kimiawi dan fisik obat) serta tempat kerja yang
diinginkan. Rute pemberian obat dapat dibagi menjadi:
a. Oral, obat yang masuk melalui mulut, dapat diabsorpsi melalui rongga
mulut (sublingual atau bukal).
b. Topikal, terdiri dari krim, salep, lotion, liniment dan sprei. Obat ini
digunakan pada permukaan luar badan untuk melindungi, melumasi, atau

sebagai vehikel untuk menyampaikan obat ke daerah tertentu pada kulit


atau membran mukosa.
c. Rektal,rute ini dapat diberikan melalui enema atau supositoria. Pemberian
obat pada rektal digunakan untuk efek lokal, seperti konstipasi atau
hemoroid.
d. Pesarri, obat ini menyerupai supositoria, tetapi bentuknya dirancang
khusus untuk vagina
e. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan
f. Parenteral, pemberian obat diluar usus atau saluran cerna, yaitu melalui
vena (Kee dan Hayes, 1996).
Perawat harus memberikan obat sesuai dengan rute yang telah ditetapkan
dan memastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk pasien. Perawat juga
harus mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat (Kozier, et al., 2010).
Rute pemberian obat mempengaruhi tubuh memproses obat.
Perawat harus memastikan bahwa rute pemberian obat yang diresepkan
sesuai dan memastikan bahwa rute tersebut digunakan jika tidak terdapat
kontraindikasi untuk memastikan bahwa efek yang diharapkan tercapai. Sebagai
contoh, suatu obat yang diresepkan dengan rute mulut dapat kontraindikatif jika
pasien baru saja melakukan bedah mulut atau mungkin tidak efektif jika pasien
mengalami muntah. Selanjutnya, tidak akan tepat untuk tetap memberikan obat
tanpa lebih dahulu berkonsultasi dengan pemberi resep atau mengecek untuk
melihat jikalau obat tersebut juga dipesan untuk suatu rute alternatif lain
(Vaughans, 2013).
Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk ke dalam tubuh.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke
dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan
timbulnya efek yang merugikan (Wijayaningsih, 2013).
2.2.6

Benar Dokumentasi
Perawat harus segera mendokumentasi tindakanpemberian obat pada

pasien yang meliputi nama, dosis, rute, waktu dan tanggal pemberian obat serta
inisial dan tanda tangan perawat. Respon pasien terhadap pengobatan juga perlu
didokumentasikan. Penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk

mencatat pengobatan atau perawat lain memberikan obat yang sama kembali (Kee
dan Hayes, 1996).
Dokumentasikan pemberian obat setelah memberikan obat pada pasien
bukan sebelum memberikan obat. Apabila waktu pemberian obat berbeda dari
waktu yang ditentukan ataupun ada perubahan dari pemberian obat yang sudah
diresepkan dan yang diberikan pada pasien segera didokumentasikan dan
mencantumkan alasannya dengan jelas (Kozier, et al., 2010).
Mendokumentasikan pemberian obat merupakan tambahan atas lima benar
pemberian obat, dan ini juga harus benar. Penting bagi anggota tim kesehatan lain
yang terlibat dalam perawatan pasien untuk mengetahui jumlah, waktu, dan rute
medikasi yang diberikan pada pasien. Penting juga bagi anggota tim kesehatan
lain untuk mengetahui bagaimana medikasi mempengaruhi pasien (Vaughans,
2013).
Dokumentasi meliputi nama pasien, nama obat, dosis, jalur pemberian,
tempat pemberian, alasan kenapa obat diberikan, dan tanda tangan orang yang
memberikan. Hal ini diperlukan perawat sebagai pertanggunggugatan secara legal
tindakan yang dilakukan (Wijayaningsih, 2013).
2.3 Tindakan-Tindakan Prinsip 6 Benar
Tindakan tindakan dalam komponen prinsip enam tepat :
1.

Tepat obat
a. Menegecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Menanyakan ada tidaknya alergi obat
c. Menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat
d. Mengecek label obat 3 kali ( saat melihat kemasan, sebelum
menuangkan, dan setelah menuangkan obat) sebelum memberikan
obat

e. Mengetahui interaksi obat


f.

Mengetahui efek samping obat

g.

Hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri

2. Tepat dosis
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter

b. Mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain (double check)


c. Mencampur / mengoplos obat sesuai petunjuk panda label / kemasan
obat
3. Tepat waktu
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mengecek tanggal kadaluarsa obat
c. Memberikan obat dalam rentang 30 menit sebelum sampai 30 menit
setelah waktu yang diprogramkan
4. Tepat pasien
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat
c. Mengecek identitas pasien pada papan / kardeks di tempat tidur
pasien yang akan diberikan obat
5. Tepat cara pemberian
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b.

Mengecek cara pemberian pada label / kemasan obat

c. Pemberian per oral : mengecek kemampuan menelan, menunggui


pasien sampai meminum obatnya
d. Pemberian melalui intramuskular : tidak memberikan obat > 5 cc
pada satu lokasi suntikan
6. Tepat dokumentasi
a.

Mengecek program terapi pengobatan dari dokter

b.

Mencatat nama pasien , nama obat, dosis, cara dan


waktu pemberian obat

c.

Mencantumkan nama/ inisial dan paraf

d.

Mencatat keluhan pasien

e.

Mencatat penolakan pasien

f.

Mencatat

jumlah

cairan

yang

digunakan

untuk

melarutkan obat ( pada pasien yang memerlukan pembatasan cairan)


g.

Mencatat segera setelah memberikan obat

2.4 International Patient Safety Goal (IPSG)


1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki/ meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Elemen Penilaian Sasaran I :
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien

diidentifikasi

sebelum

pemberian

pengobatan

dan

tindakan/prosedur.
Identifikasi dilakukan pada saat :
-

Pemberian obat, darah, atau produk darah

Pengambilan darah / spesimen pemeriksaan.

Sebelum melakukan tindakan/prosedur pelayanan

Pasien diminta untuk menyebutkan Nama , tanggal lahir(umur), dengan


mencocokan nomer rekam medik pada gelang pasien.

2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Efektif


Standar

SKP

II

Rumah

sakit

mengembangkan

pendekatan

untuk

meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan.


Elemen Penilaian Sasaran II :
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau
yang menyampaikan hasil pemeriksaan.

10

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan


komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

Komunikasi yang dilakukan adalah:


Penggunaan komunikasi verbal, lisan atau per telepon dilkukan
hanya pada kondisi mendesak bila pelyanan secara tertulis tidak dapat
dilakukan.Lakukan tehnik SBAR ( SITUATION -BACKGROUND
-ANALYSIS -RECOMONDATION) untuk pelaporan pelayanan verbal
melewati telepon.Lakukan TBK (Tulis Baca Konfimasi) untuk semua
perintah verbal dan pembacaan hasil pemeriksaan uji laboratorium yang
kritis, dan beri tanda TBK. Pada setiap dokumentasinya.
3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai
(High Alert)
Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert)
Elemen Penilaian Sasaran III :
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
Penggunaan obat HAM harus menggunakan 7benar : benar obat, pasien,
dosis, waktu, rute pemberian, benar dokumentasi dan benar informasi.Yang
termasuk dalam obat HAM yaitu elektrolit konsetrat serta obat yang terlohat mirip
atau nama kedengaran mirip(Nama Obat dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Sound Alike/LASA)
4. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien
Operasi
11

Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk


memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.

Elemen Penilaian Sasaran IV :


1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses
penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepatpasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat
dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum
"incisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan
pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses
yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepatpasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
5. Sasaran V : Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian SasaranV :
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO
Guidelines on Patient Safety.
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

12

3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan


pengurangan secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
Resiko infeksi bisa dikontrol dengan melakukan cuci tangan prosedural
hands rub/ antiseptic berbasis alkohol apa hands wash/ menggunakan air mengalir
dan sabun. Lakukan cuci tangan wajib saat moment
6. Sasaran VI : Pengurangan Resiko Pasien Jatuh
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh. Penilaian resiko jatuh
pada anak menggunakan humpty dumpty sedangkan untuk dewasa
menggunakan metode morse fall dan untuk pasien geriatri untuk pasien
skala geriatric. Penggunaan gelang berwarna kuning dan papan penanda

resiko jatuh wajib terpasang.


3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah
sakit.

13

BAB 3
FORMAT LAPORAN DISKUSI REFLEKSI KASUS (DRK)
RUANG RAWAT RINDU 4 ANAK
Nama Ruangan

: Rindu 4 Anak

Tanggal Pelaksanaan

: Selasa, 20 September 2016

Topik Diskusi Kasus

: Ketidaksesuaian nama pasien dalam pemberian obat

A. Masalah Isu yang Muncul:


1. Kurangnya kedisiplinan tenaga medis dalam pemberian cairan infus
2. Keterbatasan sediaan cairan infus
B. Pembahasan
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam
menentukan

diagnosis,

mencegah,

mengurangi,

menghilangkan,

menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah


atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk untuk memperoleh tubuh
atau bagian tubuh manusia.
Prinsip enam benar dalam pemberian obat yaitu benar pasien, benar obat,
benar dosis, benar waktu, benar rute dan benar dokumentasi. Sebelum
memberikan obat kepada pasien kita harus memperhatikan jenis obat apa
yang akan diberikan, apakah sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
pasien. Obat harus dicocokkan dengan rekam medis terlebih dahulu untuk
memastikan kalau obat sudah sesuai dengan kebutuhan pasien. Jika kita

14

meragukan obat yang didapat maka kita harus konfirmasi dulu kepada
apoteker mengenai kandungan obat tersebut.
Standar IPSG I Rumah sakit yaitu ketepatan identifikasi pasien yang
digunakan untuk memperbaiki/ meningkatkan ketelitian. Pasien diidentifikasi
sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. Perawat meminta
pasien untuk menyebutkan nama , tanggal lahir (umur), dengan mencocokan
nomor rekam medik pada gelang pasien.
Standar IPSG III yaitu peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai (high alert), yang termasuk dalam obat HAM yaitu elektrolit
konsetrat serta obat yang terlihat mirip atau nama kedengaran mirip (Nama
Obat dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
Ketidaksesuaian nama pasien dalam pemberian obat dapat menimbulkan
kecacatan bahkan kematian pada pasien. ketidaksesuaian dalam pemberian
obat sering ditemukan meliputi ketidaksesuaian nama dalam pemberian
cairan infus. Hal ini dapat memicu terjadinya kesalahan dalam pemberian
obat. Banyak tenaga medis yang kurang peduli dalam pemberian cairan infus
yang tidak sesuai dengan nama pasiennya. Padahal ada cairan infus yang
terlihat mirip atau nama kedengaran mirip seperti WIDA 4:1 dengan WIDA
2:1
Pemberian obat pada pasien merupakan tanggung jawab perawat.
Perawat berkewajiban untuk mematuhi standar prosedur tetap dalam
pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi.
Perawat harus mempunyai pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pemberian
obat untuk memberikan obat dengan cara yang aman dan efektif pada pasien.
Pemberian obat yang efektif oleh perawat pelaksana dapat dipengaruhi
oleh supervisi yang dilakukan kepala ruangan (Searl, 2009). Pada penelitian
Kuntarti (2005) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat dan salah satunya adalah
faktor eksternal yaitu supervisi atasan.
C. Rencana Tindak Lanjut
NO
.
1.

Isu

Kegiatan

Kurangnya kedisiplinan Menegaskan


tenaga

medis

dalam tenaga

pemberian cairan infuse

medis

memberikan
15

Indikator
pada Cairan infus sesuai
untuk dengan nama pasien
cairan masing-masing

infus sesuai dengan


nama.

Misalnya

dengan
2.

Keterbatasan
cairan infus

memberikan

sanksi.
sediaan Membuat
pemakaian

jam Sediaan

infus

cairan mencukupi

infuse sampai dengan


selesai sesuai dengan
dosis

yang

sudah

ditentukan.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Prinsip enam benar dalam pemberian obat yaitu benar pasien, benar obat,
benar dosis, benar waktu, benar rute dan benar dokumentasi. Sebelum
16

memberikan obat kepada pasien kita harus memperhatikan jenis obat apa yang
akan diberikan, apakah sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pasien.
Standar IPSG I Rumah sakit yaitu ketepatan identifikasi pasien yang
digunakan untuk memperbaiki/ meningkatkan ketelitian. Standar IPSG III yaitu
peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert), yang termasuk
dalam obat HAM yaitu elektrolit konsetrat serta obat yang terlihat mirip atau
nama kedengaran mirip (Nama Obat dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Sound Alike/LASA).
Ketidaksesuaian nama pasien dalam pemberian obat dapat menimbulkan
kecacatan bahkan kematian pada pasien. ketidaksesuaian dalam pemberian obat
sering ditemukan meliputi ketidaksesuaian nama dalam pemberian cairan infus.
Hal ini dapat memicu terjadinya kesalahan dalam pemberian obat. Banyak tenaga
medis yang kurang peduli dalam pemberian cairan infus yang tidak sesuai dengan
nama pasiennya. Padahal ada cairan infus yang terlihat mirip atau nama
kedengaran mirip seperti WIDA 4:1 dengan WIDA 2:1
Pemberian obat yang efektif oleh perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh
supervisi yang dilakukan kepala ruangan (Searl, 2009).
4.2 Saran
Perawat dalam pelaksanaan pemberian obat sesuai dengan enam benar.

17

Anda mungkin juga menyukai