Anda di halaman 1dari 98

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK MASYARAKAT ADAT KAJANG

AMMATOA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 9


TAHUN 2015 TENTANG PENGUKUHAN, PENGAKUAN HAK DAN
PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
AMMATOA KAJANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah) Pada Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone

Sry Novita Sari Rahman


NIM : 01164146

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BONE

2020
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul Perlindungan Hukum Atas Hak Masyarakat Adat

Ammatoa Kajang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 Tentang

Pengukuhan, Pengakuan Hak Dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat Ammatoa

Kajang yang disusun oleh Saudari Sry Novita Sari Rahman, NIM : 01.16.4143,

mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara pada Fakultas Syariah dan

Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone, telah diajukan dan

dipertahankan dalam Sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada 27 Agustus

2020 bertepatan dengan 8 Muharram 1442 H, dinyatakan telah dapat diterima

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Syariah dan Hukum Islam.

Watampone, 09 November 2020

DEWAN MUNAQISY

Ketua : Dr. A. Sugirman, SH.,M.H. (………………………)

Sekertaris : Dr. Asni Zubair, S. Ag., M.Hi. (………………………)

Munaqisy I : Prof. Dr. A. Nuzul, SH.,M.Hum (………………………)

Munaqisy II : Imron Rizki A, S.H., M.H. (…………….…………)

Pembimbing I : Nur Paikah, S.H.,M.Hum (………………………)

Pembimbing II : Dr. Ishak, S.Pd., M.Pd. (.………… ….….……)

Mengetahui:
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Islam
IAIN Bone

Dr. A. Sugirman, SH., M.H


NIP 19710131 2000031002

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulis skripsi saudara Sry Novita Sari Rahman, Nim: 01.16.4143

mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara pada Fakultas Syariah dan Hukum

Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone, setelah meneliti dan mengoreksi

dengan saksama skripsi yang bersangkutan dengan judul “Perlindungan Hukum

Atas Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang Berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak Dan

Perlindungan Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang”, menyatan bahwa

skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat di setujui untuk

dimunaqasyahkan.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk proses lebih lanjut.

Watampone, 04 Februari 2020

Pembimbing I Pembimbing II

NUR PAIKAH, S.H.,M.Hum ISHAK, S.Pd.,M.Pd

NIP. 197812112006042002 NIP. 197910072009011011

ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini

menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika

dikemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat

oleh orang lain, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi

hukum.

Watampone, 04 Februari 2020

Penulis,

Sry Novita Sari Rahman


NIM : 01.16.4143

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Subhanahu

Wata’ala yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan kepada hambanya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa

kita sampaikan kepada baginda Rasul Muhammad Shallallahu Alaihiwasallam,

yang telah membawa risalah yang akan menghantarkan manusia kepada

kehidupan bahagia dunia dan akhirat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Olehnya itu, penulis mengharapkan saran dan kritik guna kesempurnaan skripsi

ini selanjutnya. Semoga keberadaan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya, dan masyarakat pada umumya.

Selain itu penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan

terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Kedua orangtua tersayang dan tercinta yakni ayahanda Rahman Anwar

dan ibunda Syamsidar yang telah memberikan doa, bimbingan, kasih

sayang serta dukungan baik berupa moril, maupun materil sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua Wali saya yang sangat saya cintai yakni Firman dan Ana

Marliana yang telah mendidik serta memberikan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. A. Nuzul, SH., M.Hum., selaku Rektor Insitut Agama Islam

Negeri (IAIN) Bone. Wakil Ketua I, Dr.Nursyirwan, S.Ag., M.Pd.

iv
Wakil Ketua II, Bapak Dr. Abdulhanaa, S.Ag., M.HI dan Wakil Ketua

III, Bapak Dr. H. Fathurahman, M.Ag, yang senantiasa berupaya

meningkatkan kualitas mahasiswa di lingkungan Institut Agama Islam

Negeri Bone

4. Dr. A. Sugirman S.H.,M.H. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone beserta para stafnya,

yang selalu mendidik dan membina sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam, Program

Studi Hukum Tata Negara (HTN).

5. Muljan, S.Ag., M.HI selaku ketua Program Studi Hukum Tata Negara

(HTN) dan ROSITA S.H.,M.H. selaku penasehat akademik penulis

yang telah memberikan nasehat-nasehat yang bijak serta segenap dosen

yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat

bermanfaat bagi penulis.

6. Ibu Nur Paikah, S.H., M.Hum dan Bapak Ishak.S.Pd M.Pd. selaku

Pembimbing yang dengan rela meluangkan waktunya untuk

membimbing penulis.

7. Bapak Prof. Dr. A. Nuzul, SH.,M.Hum dan Bapak Imron Rizki A, S.H.,

M.H. Selaku penguji yang dengan rela meluangkan waktunya untuk

menguji penulis.

8. Ibu Mardhaniah, S.Ag., S.Hum. selaku Kepala Perpustakaan IAIN

Bone dan seluruh staf perpustakaan IAIN Bone yang telah banyak

membantu penulis dalam pengadaan buku-buku literatur yang berkaitan

dengan skripsi penulis.

9. Bapak Muhammad Arsul Sani S.Sos selaku Kepala Desa Tamatto

Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba , Bapak Salam selaku

v
Kepala Desa Tanah Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, Ibu

Rostia Selaku Kasi PMD Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba,

serta seluruh Pemerintah Kabupaten Bulukumba yang ikut serta

menyelesaian skripsi ini.

10. Bapak Bung Muri selaku Aliansi Gerakan Reforma Agraria yang telah

membantu penulis untuk mendapatkan data-data dilapangan, serta

masyarakat adat Ammatoa Kajang yang telah meluangkan waktunya

untuk memberikan informasi kepada penulis.

11. Sahabatku yang tercinta Irmawati, Andi Inayatul Hidayah yang telah

memberikan saya support dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

12. Sahabat serta teman-teman seperjuangan yang berjuang bersama dalam

mengurus segalanya untuk mencapai gelar sarjana (S1) yang telah

membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan rekan-rekan

mahasiswa serta semua teman-teman seperjuangan penulis .

13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah banyak membantu, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya kepada kita semua, Aamiin.

Watampone, 06 Februari 2020

Sry Novita Sari Rahman

NIM 01.16.4143

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN KEASLIAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah

C. Definisi Operasional

D. Tujuan dan Kegunaan

E. Tinjauan Pustaka

F. Kerangka Pikir

G. Metode Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Perlindungan Hukum


B. Konsep Umum Masyarakat Adat
C. Konsep Umum Peraturan Perundang-Undangan

BAB III HASIL DAN PENELITIAN

A. Profil Umum Lokasi Penelitian

B. Perlindungan Hukum Atas Hak Masyarakat Adat Ammatoa

Kajang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015

vii
Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan perlindungan Hak

Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang

42

C. Upaya Yang Ditempuh Pemerintah Untuk Melindungi Hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang Berdasarkan Peraturan

Daerah Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pengukuhan, Pengakuan

Hak dan perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa

Kajang

55

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

B. Implikasi

DAFTAR RUJUKAN

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

viii
ABSTRAK

Nama Penyusun : Sry Novita Sari Rahman


Nim : 01.16. 4143
Judul Skripsi : Perlindungan hukum atas hak masyarakat adat Kajang
Ammatoa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun
2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan
Perlindungan Hak masyarakat hukum adat Ammatoa
Kajang.

Skripsi ini berjudul “Perlindungan hukum atas hak masyarakat adat


Kajang Ammatoa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015 tentang
Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak masyarakat hukum adat
Ammatoa Kajang”. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui
perlindungan hukum atas hak masyarakat adat Kajang Ammatoa berdasarkan
peraturan derah nomor 9 tahun 2015 tentang pengukuhan, pengakuan hak dan
perlindungan hak masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang (2) Untuk
mengetahui Upaya yang di tempuh pemerintah untuk melindungi hak masyarakat
adat Ammatoa Kajang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015
tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat
Ammatoa Kajang.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field reaserch)
dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris atau sosiologis hukum. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan
dengan cara turun langsung kelapangan melakukan penelitian dengan
mewawancarai secara langsung masyarakat maupun oknum yang terkait.
Teknikpengumpulan data melalui pengamatan (observasi), wawancara, dan
dokumentasi, selanjutnya dianalisis dengan cara deskriptif analisis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Perlindungan Hukum
Atas Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang Berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 9 tahun 2015 Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak Dan Perlindungan
Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, belum maksimal disebabkan karena tiga
faktor diantaranya : 1) Faktor subtansi hukum. 2) Faktor Struktur hukum dan 3)
Faktor Kultur hukum. Sedangkan upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bulukumba harus memperbaiki ketiga faktor tersebut untuk
mewujudkan keadilan masyarakat adat sehingga mampu memberikan
perlindungan hukum.

Kata Kunci: Pemerintah Daerah, Masyarakat Adat Ammatoa Kajang ,


PT.London Sumatera

ix
TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin

berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan R.I., masing-masing Nomor: 158 Tahun 1987 dan

Nomor: 0543b/U/1987 sebagai berikut:

1. Konsonan
Huruf
Nama Huruf Latin Nama
Arab
‫ا‬ alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
‫ب‬ ba b Be
‫ت‬ ta t Te
‫ث‬ ṡa ṡ es (dengan titik di atas)
‫ج‬ Jima j Je
‫ح‬ ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ khaa kh ka dan ha
‫د‬ dal d De
‫ذ‬ żal ż zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ Al
ra r Er
‫ز‬ zai z Zet
‫س‬ sin s Es
‫ش‬ syin sy es dan ye
‫ص‬ ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)
‫ظ‬ ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘ain ‘ apostrof terbalik
‫غ‬ gain g Ge
‫ف‬ fa f Ef
‫ق‬ qaf q Qi
‫ك‬ kaf K Ka
‫ل‬ lam L El
‫م‬ mim M Em
‫ن‬ nun N En
‫و‬ wau W We

x
‫هـ‬ ha H Ha
‫ء‬ hamzah ’ Apostrof
‫ى‬ ya Y Ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda. Jika terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa

Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama


fatḥah a a
َ‫ا‬
ِ‫ا‬ kasrah i i
ḍammah u u
ُ‫ا‬
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ـَ ْى‬ fatḥah dan yā’ ai a dan i

fatḥah dan wau au a dan u


‫ـَْو‬

Contoh:

َ‫َكـ ْيـف‬ : kaifa

‫هَـوْ َل‬ : haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Nama Huruf dan Nama


Contoh:
Huruf Tanda

... َ‫ات‬
َ ‫ َمـ َى‬... | ‫ا‬ : ma>ta
fatḥah dan alif atau yā ā a dan garis di atas
‫َر َمـى‬ ’
: rama>
‫ـِــى‬ kasrah dan yā

ī i dan garis di atas
ḍammah dan wau ū u dan garis di atas
‫ـُـو‬
xi
‫ْـل‬
َ ‫قِـي‬ : qīla
ُ ْ‫يَـمـُو‬
‫ت‬ : yamūtu
4. Tā’ marbūṭah

Transliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua, yaitu: tā’ marbūṭah yang hidup

atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah [t].

Sedangkan tā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, translitera-sinya

adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’

marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:


ْ ‫ضـةُ اَأل‬
‫طفَا ِل‬ َ ْ‫َرو‬ : rauḍah al-aṭfāl

ِ ‫اَ ْلـ َمـ ِديْـنَـةُ اَ ْلـفـَا‬


ُ‫ضــلَة‬ : al-madīnah al-fāḍilah
ُ‫اَلـْ ِحـ ْكـ َمــة‬ : al-ḥikmah

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydīd ( ‫) ّــ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan

perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Contoh:


َ ‫َربّـَـنا‬ : rabbanā
َ ‫نَـجّـَيْــنا‬ : najjainā
ُّ ‫اَلـْـ َحـ‬
‫ق‬ : al-ḥaqq

‫نُ ّعـِـ َم‬ : nu“ima

‫عَـد ٌُّو‬ : ‘aduwwun

Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

kasrah (‫)ـــِــ ّى‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī. Contoh:

‫ـى‬
ٌّ ِ‫عَـل‬ : ‘Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

‫ـى‬
ُّ ِ ‫َـربـ‬
َ ‫ع‬ : ‘Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby).

xii
6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf‫ال‬

(alif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi

seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf

qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang

mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan

dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contoh:

ُ‫اَل َّشـ ْمـس‬ : al-syamsu (bukan asy-syamsu)


ُ‫اَل َّزلـْـزَ لـَـة‬ : al-zalzalah (az-zalzalah)
ُ‫اَلـْـفَ ْـل َسـفَة‬ : al-falsafah

‫اَلـْـبــِـالَ ُد‬ : al-bilādu

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di

awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

َ‫تـَْأ ُمـرُوْ ن‬ : ta’murūna


ُ ْ‫اَلــنَّـو‬
‫ع‬ : al-nau‘

ْ ‫َش‬
‫ـي ٌء‬ : syai’un
ُ ْ‫ُأ ِمـر‬
‫ت‬ : umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau

sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia

xiii
akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya,

kata al-Qur’an (dari al-Qur’ān), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila

kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus

ditransliterasi secara utuh. Contoh:

Fī Ẓilāl al-Qur’ān

Al-Sunnah qabl al-tadwīn

9. Lafẓ al-Jalālah (‫)هللا‬

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf

hamzah. Contoh:

ِ‫ ِديـْنُ هللا‬dīnullāh ِ‫ بِاهلل‬billāh


Adapun tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-

jalālah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

ِ‫ هُـ ْم فِ ْي َرحــْـ َم ِة هللا‬hum fī raḥmatillāh


10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,

tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri

didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak

pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf

kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul

referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks

maupun dalam catatan rujukan (CK, DK, CDK, dan DR). Contoh:

xiv
Abū al-Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al-
Walīd Muḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)

Naṣr Ḥāmid Abū Zaīd, ditulis menjadi: Abū Zaīd, Naṣr Ḥāmid (bukan: Zaīd,
Naṣr Ḥamīd Abū)

Wa mā Muḥammadun illā rasūl

Inna awwala baitin wuḍi‘a linnāsi lallażī bi Bakkata mubārakan

Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh al-Qur’ān

Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī

Abū Naṣr al-Farābī

Al-Gazālī

Al-Munqiż min al-Ḍalāl

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū

(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus

disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar rujukan atau daftar referensi. Contoh:

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subḥānahū wa ta‘ālā

saw. = ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam

a.s. = ‘alaihi al-salām

H = Hijrah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w. = Wafat tahun

QS …/…: 4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS Ᾱli ‘Imrān/3: 4

xv
HR = Hadis Riwayat

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hukum adat merupakan salah satu bentuk hukum yang masih eksis atau

ada dalam kehidupan masyarakat hukum adat di Indonesia. Hukum Adat

menurutR Soepomo merupakan hukum yang tidak tertulis didalam peraturan-

peraturan legislative (unstatutoy law) meluputi peraturan-peraturan yang hidup

yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, akan tetapi ditaati dan

didukung oleh rakyat berdasarkan keyakinan bahwa sahnya peraturan-peraturan

tersebut mempunyai kekuatan hukum1. Eksistensi hukum adat sebagai salah

satu bentuk hukum yang diakui keberadaannya dalam kehidupan dan budaya

hukum masyarakat Indonesia tercantum pada Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Pasal 18B ayat (2) bahwa “Negara mengakui

dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam

undang-undang”. Penjelasan mengenai pengakuan hukum adat oleh negara juga

terdapat pada Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan bahwa “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional

dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” dalam Pasal 33

ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang dikenal

dengan ideologi hak menguasai negara atas sumber daya alam yaitu “bumi air dan

1
Maskawati, perlindungan hukum masyarakat hukum adat dalam pembangunan
lingkungan hidup, (Yogyakarta: Litera,2019), h.35.

18
2

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.2

Selain itu eksistensi hak masyarakat adat diatur dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam

Pasal 6 ayat (1)3menegaskan “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia,

perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan

dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah” terkhusus di Kabupaten

Bulukumba terdapat masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang yang merupakan

salah satu komunitas adat yang tersisa dan keberadaannya beserta segenap aspek

adat atau budayanya masih nampak hingga saat ini. Dengan munculnya orang

pertama disuku adat Ammatoa yaitu Ammatoa yang dipercayai oleh masyarakat

Kajang sebagai orang pertama yang diturunkan oleh turiek akra’na (Tuhan)

kedunia dimana tempat pertama kali diturunkan adalah daerah yang saat ini suku

adat Kajang Ammatoa didiami dan mareka percaya bahwa orang pertama tersebut

diturunkan pertama kali sama seperti dengan nama tempat diturunkannya yaitu

Tanah toa.4

Ammatoa (Kajang dalam) merupakan salah satu suku tradisional, yang

terletak di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan, tepatnya 30 km arah timur

kota Bulukumba. Daerah Kajang terbagi dalam 8 desa, dan 6 dusun. Namun perlu

diketahui, Kajang di bagi dua secara geografis, yaitu Kajang dalam (suku

2
Maskawati, perlindungan hukum masyarakat hukum adat dalam pembangunan
lingkungan hidup, (Yogyakarta: Litera,2019), h.5.
3
Republik Indonesia, “Undang-Undang R.I. Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia”, pasal 6 ayat 1.
4
Wahyuni, agama dan pembentukan struktur social. (CetI: Jakarta: prenada media
Grup,2018), h.160.
3

Kajang,mareka disebut tau Kajang) dan Kajang luar (orang-orang yang berdiam

di sekitar suku Kajang yang relatif modern disebut tau lembang)5

Eksistensi perlindungan hukum atas hak masyarakat dijamin dalam

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan hak, dan

Perlindungan Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang.


Pasal 15
(1) MHA Ammatoa Kajang berhak atas tanah-tanah, wilayah dan sumber
daya alam yang mareka miliki atau duduki secara turun menurundan/atau
diperoleh melalui mekanisme yang lain.
(2) Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
segala sesuatu baik yang dipermukaan maupun yang terkandung dalam
tanah.
(3) Hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alamsebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) mencakup hak untuk memiliki, menggunakan,
mengembangkan dan mengendalikan atas dasar kepemilikan turun
menurun dan/ atau cara-cara yang lain.6

Namun pada kenyataannya kehidupan masyarakat adat Ammatoa Kajang

mulai terusik karena hak-haknya terabaikan setelah pemerintahan daerah

Kabupaten Bulukumba memberikan izin konsesi kepada PT.lonsum diatas

wilayah adat Kajang pada tahun 1997 berdasarkan surat Keputusan Menteri

Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

11/HGU/BPN/1997 yang berlaku pada tanggal 12 September 1997 hingga tanggal

31 Desember 2023 dengan luas 5.784, 46 ha yang meliputi 4 wilayah kecamatan

dan 12 wilayah desa dimana PT.lonsum telah melakukan pelebaran lahan diatas

tanah masyarakat adat yang tidak memilikiHak Guna Usaha(HGU) tetapi tetap

dikuasai wilayahnya padahal tanah itu milik masyaraka adat Ammatoa Kajang.7
5
Ammatoa.com, penjelasan lengkap suku Kajang di Kabupaten Bulukumba, September
tanggal 21 tahun 2016 jam 21:13 PM.

6
Bupati Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan ,Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015
tentang pengukuhan, pengakuan hak, dan perlindungan hak masyarakat hukum adat ammatoa
kajang, pasal 15.
7
Dinar pebianti, “tuntutan masyarakat atas tanah yang dikuasai oleh PT.London sumatera
di kabupaten bulukumba”. Vol. 3 No. 1, juni 2014, h.24.
4

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menuangkan persoalaan

dalam bentuk Skripsi dengan Judul“Perlindungan hukum atas hak masyarakat

adat Kajang Ammatoa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015 tentang

Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak masyarakat hukum adat

Ammatoa Kajang.”

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana perlindungan hukum atas hak masyarakat adat Ammatoa

Kajang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015 tentang

Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak masyarakat hukum

adat Ammatoa Kajang ?

2. Upaya apa yang di tempuh pemerintah untuk melindungihak masyarakat

adat Ammatoa Kajang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun

2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat

adat Ammatoa Kajang ?

C. Definisi oprasional

Sebelum membahas lebih lanjut untuk menghindari kesalahpahaman,

peneliti terlebih dahulu akan memberikan beberapa pengertian dasar terhadap

beberapa istilah tekhnis peneliti gunakan dalam draft penelitian ini. Definisi

oprasioanal dimaksudkan untuk menghindari kesalah pahaman dan perbedaan

penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam judul skripsi. Sesuai

dengan judul penelitian Perlindungan hukum atas hak masyarakat adat Kajang

Ammatoa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015

tentangPengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak masyarakat hukum

adat Ammatoa Kajang terdapat beberapa istilah penting yaitu, perlindungan

hukum, hak, masyarakat adat, dan peraturan daerah, pengukuhan, pengakuan,

perlindungan hak.
5

perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

masyarakat agar mareka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum.8

Hakadalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya

tergantung kepada orang tersebut dengan rasa tanggung jawab. Menurut kamus

bahasa Indonesia pengertian hak adalah sesuatu hal yang benar, milik,kepunyaan,

kewenangan, dan kekuasaan seseorang untuk berbuat sesuatu karena telah diatur

oleh undang-undang atau peraturan.9

Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan

asal-usul leluhur secara turun-menurun diatas suatu wilayah adat, yang memiliki

kedaulatan atas tanah dan kekayaan alamnya, kehidupan sosial budaya yang

diaturoleh hukum adat dan lembaga adat mengelolah keberlangsungan kehidupan

masyarakatnya.10

Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk

dengan persetujuan bersama kepala daerah dengan DPRD yang berfungsi untuk

menyelenggarakan otonomi daerah.11

Pengukuhanadalah proses, cara, perbuatan mengukuhkan (kedudukan,

pangkat, jabatan,peneguhan, penetapan, pengesahan.12

8
https://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/, Tanggal 10
oktober 2019

9
Departemen pendidikan nasional, kamusbesar bahasa Indonesia, ( cet; III, balai
pustaka Jakarta,2015).h.502

10
Departemen pendidikan nasional, kamusbesar bahasa Indonesia, ( cet; III, balai
pustaka Jakarta,2015). h. 924
11
M.Pujo Darmo, Partisipasi Masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah oleh
DPRD dan pemerintah kabupaten klaten propinsi jawa tengah, (Cet: I
Yogyakarta:Deepublish,2019),h.12
12
kamusbesar bahasa Indonesia. (Cet II Jakarta: pusat bahasa 2008). h772
6

Pengakuanadalah proses, cara, perbuatan, mengaku dan mengakui.13

perlindungan hak adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh

pemerintah daerah kepada MHA Ammatoa Kajang dalam rangka menjamin

terpenuhinya hak-haknya, agar dapat hidup tumbuh dan berkembang sebagai satu

kelompok masyarakat, berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaannya serta terlindung dari tindakan diskriminasi dan kekerasan.14

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa defenisi keseluruhan

judulperlindungan hukum atas hak masyarakat adat Ammatoa Kajang berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan

Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa Kajangyaitu perlindungan hukum

yang diberikan kepada masyarakat adat agar mareka dapat menikmati semua hak-

hak yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat adat juga dapat mengetahui

batasan yang mana yang menjadi haknya dan yang bukan haknya agar dapat hidup

tumbuh dan berkembang sebagai satu kelompok masyarakat, berpartisipasi sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaannya serta terlindung dari tindakan

diskriminasi dan kekerasan.

D. Tujuan dan kegunaan penelitian.

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok yang telah diangkat maka

penelitian yang akan saya teliti bertujuan sebagai berikut:

13

Departemen pendidikan nasional, kamusbesar bahasa Indonesia, ( cet; III, balai pustaka
Jakarta,2015).h. 32
14
Bupati Bulukumba, Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 9 Tahun 2015
tentang Pengukuhan, Pengakuan hak, Perlindungan hak Masyarakat hukum adat Ammatoa
Kajang, h.2.
7

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas hak masyarakat adat

Kajang Ammatoa berdasarkan peraturan derah nomor 9 tahun 2015

tentang pengukuhan, pengakuan hak dan perlindungan hak masyarakat

hukum adat Ammatoa Kajang.

2. Untuk mengetahui Upaya yang di tempuh pemerintah untuk

melindungi hak masyarakat adat Ammatoa Kajang berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan,

Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa Kajang.

2. Kegunaan penelitian

Kegunaan penelitian adalah penjelasan tentang sumbangsi hasil penelitian.

Seperti halnya tujuan yang akan dicapai dalam pembahasan draft ini, penulis

sangat berharap agar penelitian yang akan dilakukan mempunyai kegunaan.

Adapun kegunaan yang hendak dicapai dalam penelitiann ini adalah:

a) Kegunaan ilmiah, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsi pemikiran dan kontribusi pada umumnya,serta pada

khususnya pemerintah membuat peraturan daerah untuk menjawab

dan menguatkan hak adat.

b) Kegunaan praktis, yakni hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangsi pemikiran dan masukan terhadap individu,

kelompok dan instansi yang terkait dalam merumuskan kebijakan

masyarakat, bangsa, Negara dan agama agar nantinya tercipta

kehidupan masyarakat yang adil dan berdasarkan hukum.

1. Dalam penelitian ini diharapkan pemerintah dapat melakukan

sosialisasi pengenalan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015

Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, dan Perlindungan Hak

masyarakat adat Ammatoa Kajang ke setiap Desa Kecamatan


8

Kajang agar kiranya mampu memahami regulasi yang telah diatur

dalam peraturan daerah tersebut.

2. dalam penelitian ini diharapkan masyarakat mampu mengetahui

batasan-batasan yang menjadi haknya dan yang bukan haknya

untuk menghindari kesalahpahaman, tindakan diskriminasi dan

kekerasan.

c) Tinjauan pustaka

Salah satu syarat yang harus dipenuhi seorang peneliti untuk menunjukkan

keaslian suatu penelitian yang dilakukan yaitu menegakkan perbedaan

penelitiannya dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis dengan

penelitian yang dilakukan.

Adapun hasil penelitian terkait hasil-hasil penelitian terdahulu yang sejenis

dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu : Penelitian yang dilakukan oleh

saudari Nunung yulianti mahasiswa jurusan PPKn FIS universitas negeri

Makassar yang berjudul Analisis hukum terhadap tuntutan masyarakat atas tanah

yang dikuasai oleh PT.london sumatera di desa Bonto Mangiring Kecamatan

Bulukumpa Kabupaten Bulukumbapenelitian ini bertujuan untuk mengetahui

dasar hukum tuntutan masyarakat atas tanah yang dikuasai oleh PT.lonsum

sumatera.penelitian ini berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan karena

peneliti hanya memfokuskan kepada pemberian perlindungan hukum kepada

masyarakat adat Ammatoa Kajang berdasarkan peraturan daerah nomor 9 tahun

2015 2015 tentang pengukuhan, pengakuan hak dan perlindungan hak masyarakat

hukum adat ammatoa kajang 15

15
Nunung yuliani, “ analisis hukum terhadap tuntutan masyarakat atas tanah yang
dikuasai oleh PT.lonsum sumatera di desa bontomangiring kecamatan bulukumpa kabupaten
bulukumba”(Abstrak Fakultas Ilmu social,Universitas negri Makassar.2017) h.1
9

Penelitian yang dilakukan oleh saudari Nurfahimah mahasiswa dari UIN

alauddin Makassar yang berjudul Peran pemerintah dalam konflik antar

masyarakat dengan PT.PP Lonsum didesa tamatto kecamatan ujung loe kabupaten

bulukumba yang bertujuan untuk menangani konflik antar masyarakat dengan

PT.PP lonsum. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan

karena peneliti memfokuskan hanya kepada pemberian perlindungan hukum

kepada masyarakat adat Ammatoa Kajang berdasarkan peraturan daerah nomor 9

tahun2015 tentang pengukuhan, pengakuan hak dan perlindungan hak masyarakat

hukum adat ammatoa kajang.16

Penelitian yang dilakukan oleh saudari Fitriani, Andi dari fakultas Gadjah

mada yang berjudul Eksistensi tanah hak ulayat masyarakat hukum adat kajang

dan pengelolaannya dikabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan, penelitian ini

dimaksudkan untuk menjawab permasalahan kedudukan dan kewenangan

Ammatoa selaku pemimpin adat dalam hak pengurusan, penguasaan, dan

penggunaan tanah dalam wilayah kawasan adat didesa Tanah Toa, penelitian ini

berbeda dengan peneliti lakukan karena peneliti memfokuskan peda pemberian

perlindungan hukum kepada masyarakat adat Ammatoa Kajang berdasarkan

peraturan daerah nomor 9 tahun 2015 tentang pengukuhan, pengakuan hak dan

perlindungan hak masyarakat hukum adat ammatoa kajang.17

F. Kerangka pikir

Kerangka pikir adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejala yang

menjadi objek permasalahan yang akan diteliti dan akan memberikan interpretasi

awal, agar pembaca dapat melihat gambaran langsung terhadap masalah dalam

karya ilmiah ini.


16
Nurfahima, “peran pemerintah dalam konflik antara masyarakat dengan PT.lonsum
Didesa tamatto kecamatan ujung loe kabupaten bulukumba”(Skripsi fakultas ushuluddin dan
filsafat universitas islam negri alauddin Makassar.2018)
17
Fitriani, Andi “Eksistensi Tanah Hak ulayat masyarakat Hukum adat kajang dan
pengelolaannya dikabupaten Bulukumba Sulawesiselatan”, 2013.
10

Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 Pasal 18 B ayat
(2) Juncto Pasal 28 Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960


Undang-Undang pokok Agraria

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan,


Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa Kajang

Desa Tamatto
Kecamatan Ujungloe
Kabupaten Bulukumba

perlindungan hak

HASIL

Skema diatas menunjukkan bahwa masyarakat adat diakui oleh Negara


berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 B ayat (2) bahwa masyarakat

adat ammatoa kajang berhak mendapatkan hak atas tanah ulayat yang tanahnya

dikuasai oleh PT.lonsum diluar HGU berdasarkan Undang-Undang nomor 5

tahun 1960dimana masyarakat diberikan perlindungan oleh peraturan Daerah

Nomor 9 tahun 2015tentang pengukuhan, pengakuan hak dan perlindungan hak

masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang.

G. Metode penelitian
11

Kata metode berasal dari bahasa yunani methodos, terdiri dari dua kata

meta berarti menuju, melalui, dan mengikuti, sedangkan hodos berarti jalan, cara

dan arah. Jadi arti kata methodos adalah metode ilmiah yaitu cara melakukan

sesuatu menurut aturan tertentu.18 Telah dijelaskan bahwa setiap penelitian yang

bersifat ilmiah harus didasari oleh metode. Mulai dari pengumpulan data hingga

pengelolaannya. Adapun metode peneliti gunakan sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Adapun jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian lapangan, yaitu data utama diperoleh sendiri, dan peneliti secara

langsung mengumpulkan informasi-informasi yang didapat dari orang yang

diwawancarai atau responden terkait dengan perlindungan hukum atas hak

masyarakat adat kajang Ammatoa berdasarkanPeraturan Daerah Nomor 9 Tahun

2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat

Ammatoa Kajang.

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian merupakan proses kegiatan penyelidikan,

pengumpulan, pengelolaan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara

sistematis dan objek untuk memecahkan suatu permasalahan sesuai dengan objek

yang diteliti.19

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis (Hukum dilihat sebagai norma

atau das sollen), karena dalam membahas permasalahan peneliti ini menggunakan

bahan-bahan hukum (baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis

atau baik bahan hukum primer maupun hukum skunder). Pendekatan empiris
18
Juliansyah Noor, Metodologi penelitian, (Cet.IV:Jakarta; Kencana,2014), h.22.
19
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia.h.1163
12

(Hukum sebagai kenyataan social, kultur, atau das sein) karena dalam penelitian

ini digunakan data primer yang diperoleh dari lapangan.

Jadi, pendekatan yuridis empiris dalam penelitian ini maksudnya adalah

bahwa dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan

bahan-bahan hukum (yang merupakan data skunder) dengan data primer yang

diperoleh dilapangan yaitu tentang perlindungan hukum atas hak masyarakat adat

Kajang Ammatoa berdasarkanPeraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Pengukuhan, Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa

Kajang.

3. Lokasi penelitan

Penelitian ini dilaksanakan di kota Bulukumba tepatnya di desa Tamatto

Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Alasan

penulis memilih lokasi penelitian ini, karena objek yang akan diteliti tersebut

dianggap relevan dengan lokasi penelitian. Dan lokasi tersebut dianggap tersedia

data dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitan adapun responden

meliputi : Masyarakat adat, pemerintah kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan,

dan pihak karyawan PT.Lonsum.

4. Data dan sumber data

a) Data.

Data adalah segala ketarangan (Informasi) mengenai segala hal

yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Dengan demikian, tidak semua

informasi atau keterangan merupakan data. Dan hanyalah sebagian saja

dari informasi, yakni yang berkaitan dengan penelitian. 20. sesuai dengan

20
Tatang M.Amirin, menyusun rencana penelitian (Cet. III; Jakarta PT. raja grafindo
persada,1995),h.130.
13

penelitian ini yang dimana penelitian secara langsung ke lapangan maka

data-data yang meliputi bahan data primer dan skunder.

b) Sumber data.

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data

diperoleh.21 Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1) Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dengan cara turun

langsung kelapangan melakukan penelitian dengan mewawancarai secara

langsung masyarakat maupun oknum yang terkait dalam penelitian ini.

2) Data skunder

Data skunder diperoleh yaitu dengan membaca buku, karya tulis

ilmiah, dan berbagai literature-literatur yang lainnya yang memiliki

hubungan dengan tulisan ini seperti jurnal-jurnal yang ada di internet. data

skunder juga dapat diperoleh dari pihak lain, yakni tidak langsung

diperoleh oleh penelitinya22. Data sekunder diperoleh dari bahan hukum,

yaitu :

a) Bahan hukum primer :

21
Suharamis Arikunto, Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Cet. XII; Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h.107
22
Burhan Bungin, Metode penelitian kualitatif (Cet VIII;Jakarta: raja
grafindo,2011),h.155
14

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berkaitan langsung

dengan objek yang diteliti yang digunakan keperluan bahan penelitian

bahan-bahan hukum primer yang dimaksudkan, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 28

Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang No.39 tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang NO

11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Hak Ekonomi

Social dan Budaya

2) Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan,

Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa

Kajang.

3) Undang-Undang Pokok Agraria No.5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Tentang Pokok-Pokok Agraria.

b) Bahan hukum sekunder.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang dikumpulkan

dalam penelitian kepustakaan. Bahan sekunder yang dimaksudkan yaitu

bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer yang dapat digunakan

menganalisa permasalahan, yang berfungsi sebagai bahan pelengkap dari

bahan hukum primer. Bahan-bahan hukum sekunder yang dimaksudkan,

yaitu:

1) Buku-buku yang membahas tentang hukum, serta buku-buku yang

berkaitan dengan penelitian.

2) Jurnal ilmiah, skripsi, makalah, dokumen atau arsip dan bahan lain

dalam bentuk tertulis yang ada relevansinya dengan penelitian.

3) Bahan acuan lainnya, seperti berita-berita maupun artikel-artikel,

baik berupa media cetak atau media elektronik.


15

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersieradalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan-bahan hukum tersier yang dimaksudkan yaitu Kamus Besar Bahasa

Indonesia.

5. Instrument Penelitian

Instrument penelitian adalah alat yang digunakan peneliti ketika

melakukan proses pengumpulan data. Pemilihan jenis instrument penelitian

sangat tergantung pada jenis metode pengumpulan data yang digunakan

seperti kamera, recorder, daftar pertanyaan dan alat tulis.23Dalam penelitian

ini instrumen yang digunakan oleh calon peneliti adalah Handphone alat tulis

penulis menggunakan handphone untuk mengumpulkan data dokumentasi

dan wawancara pada objek yang akan diteliti dan alat tulis digunakan untuk

mencatat data-data yang diperlukan dan diperoleh dari hasil penelitian.

a) Alat dokumentasi

alat dokumentasi yaitu penulis mengumpulkan data dengan cara

melihat dokumen secara tertulis dan menyediakan dokumen dengan

menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber yang akurat.

b) Pedoman wawancara

pedoman wawancara berisi daftar pertanyaan yang akan disampaikan

kepada objek penelitian sebagai narasumber yaitu masyarakat adat

ammatoa kajang, pemerintah kabupaten bulukumba serta para pihak

karyawan PT.Lonsum kabupaten Bulukumba.

c) Observasi

23
Pedoman Penulisan Makalah dan Skripsi Mahasiswa STAIN Watampone, Ed. Revisi,
(Cet. I; Watampone: Pusat Penjaminan Mutu(P2m), 2016), h. 14
16

Observasi adalah seluruh kegiatan pengamatan terhadap suatu objek

yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk melihat

kejadian atau peristiwa adapun tempat yang akan dilakukan

observasi yaitu terletak di kecamatan kajang kabupaten Bulukumba

Sulawesi Selatan.

6. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang

dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.24

a. Observasi adalah seluruh kegiatan pengamatan terhadap sesuatu obyek

atau orang lain. 25Observasi atau pengamatan dilakukan dengan terjun

langsung ke lapangan untuk melihat kejadian atau peristiwa.

b. Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan

responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk Tanya jawab dalam

hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimic responden merupakan

pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu,

wawancara tidak hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi juga

dapat

menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh

responden yang bersangkutan disinilah letak keunggulan dari metode

wawancara26 Wawancara yang dilakukan oleh calon peneliti yaitu

dengan

24
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, h. 138.
25
Freddy rangkuti.Riset pemasaran.PT.Graha media, (Cet.VIII;Jakarta),2007),h.42.

26
W. gulo. Metodologi penelitian.(Jakarta;Gramediawidiasarana Indonesia,2002),h.199.
17

masyarakat adat Kajang dan salah satu pekerja PT.Lonsum dan

masyarakat yang menjadi saksi mata dilokasi penelitian.

c. Dokumentasi Metode ini digunakan untuk mengabadikan setiap proses

yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini yakni saat

melakukan wawancara dengan masyarakat adat kajang dan salah satu

pekerja PT.Lonsum dan masyarakat yang menjadi saksi mata dilokasi

penelitian.

7. Tekhnik Analisis Data

Jenis analisis data yang digunakan adalah Deskriptif Analitis, analisis data

yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan

sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu

kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna hukum

yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukumn yang menjadi

objekkajian.27

27
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Cet.II; Jakarta: Kencana, 2015), h. 372.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Perlindungan Hukum

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum secara Etimologiperlindungan berasal dari kata

lindung (berlindung) yang berarti bersembunyi (berada) di tempat yang aman

supaya terlindung, kemudian dikembangkan menjadi kata perlindungan yang

berarti tempat berlindung hal (perbuatan) memperlindungi.28

Secara terminologi perlindungan hukum telah banyak didefinisikan oleh

para ahli diantaranya :29

Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain

dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum

adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak

asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum

dari kesewenangan.

Menurut CST Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

28
http://kbbi.web.id/ di akses pada tanggal 22 januari 2020, pukul 18:00

29
Setiono, Rule Of Law (supremasi hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret,( Surakarta: 2004). H.3.

18
19

baik secara pikiran maupun fisik dari ganguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.

Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum adalah sebagai

kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal

lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan

terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya

hak-hak tersebut.

Menurut Muktie, A. Fadjar perlindungan hukum adalah penyempitan arti

dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja.

Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan

kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum

dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek

hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan

hukum.

Perlindungan hukum menurut Phillipus Hadjon ada dua bentuk, pertama

perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberi kesempatan menyatakan

pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive

yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan

hukum represif yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan

hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat

manusia serta pengakuan terhadahap hak asasi manusia di bidang hukum. Prinsip

perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep
20

Negara Hukum, kedua sumber tersebut mengutamakan pengakuan serta

penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Sarana perlindungan

hukum ada dua bentuk, yaitu sarana perlindungan hukum preventif dan represif.

Eksistensi hukum di dalam masyarakat merupakan suatu sarana yang

bertujuan untuk menciptakan ketentraman, ketertiban dan keteraturan warga,

sehingga atas kondisi itu, diharapkan hubungan dan interaksi antar warga yang

satu dan warga masyarakat lain dapat terjaga kepentingannya. oleh karena itu

Satjipto Raharjo30 menekankan bahwa kepentingan-kepentingan tersebut harus

ditata sedemikian rupa, agar terbangunnya suatu struktur masyarakat sehingga

mungkin menghindari terjadinya benturan dan pemberosan.

B. Konsep Umum Masyarakat Adat

1. Pengertian Mayarakat Adat.

Menurut penjelasan Koentjoroningrat, bahwa istilah masyarakat berasal dari

bahasa Arab yakni syaraka artinya ikut serta berpartisipasi. Atau musyaraka yang

berarti saling bergaul. Akan tetapi dalam bahasa Inggris dipakai istilah society

yang sebelumnya berasal dari bahasa latin yakni socius, berarti kawan.

Penjelasan Koentjoroningrat tentang istilah masyarakat dari segi etimologi,

ternyata bersinergi dengan pandangan Abdul Syani dalam bukunya yang berjudul

; sosiologi kelompok dan masalah sosial, bahwa perkataan masyarakat berasal dari

kata musyarak berubah menjadi masyarakat, artinya berkumpul bersama, hidup

bersama dan saling berhubungan dan Saling mempengaruhi.

30
Satjipto Raharjo, Ilmu hukum, (penerbit: PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000), h.166.
21

Menurut pandangan Soerjono Soekanto, bahwa masyarakat adalah

kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan

perasaan yang sama. Akan tetapi, masyarakat itu dapat dikelompok-kelompokkan

kedalam kelompok yang lebih kecil dan mempunyai yang erat antara satu sama

lain.

Kemudian oleh Auguste Comte, mengemukakan bahwa masyarakat sebuah

organisme kolektif dimana masing-masing bagian saling bergantung memberikan

manfaat pada keseluruhan. Saling ketergantungan secara totalitas, diantara

masing-masing individu inilah yang harus dipertahankan dalam suatu masyarakat.

Kemudian oleh Arthur Hilman, mengemukakan bahwa kata masyarakat

diterjemahkan menjadi dua pengertian; yakni sosiety dan community. Lebih lanjut

ditegaskan bahwa a definition of community mut be inclusive enough to take

account; of the variety of both physical and social forms which communitu take.

Selanjutnya menurut Hassan Shadily bahwa community merupakan

penguyuban yang memperlihatkan easa sentimen sama seperti yang terdapat

dalam gamenshaft. Dimana anggota-anggotanya mencari kepuasan berdasarkan

adat kebiasaan dan sentimen (faktor primer) kemudian diikuti atau diperkuat oleh

lokalitas (faktor sekunder).31

Prof. Kusumadi Pudjosewojo didalam bukunya: “pedoman pelajaran tata

hukum indonesia” menjelaskan arti Adat ialah tingkah laku yang oleh dan dalam

sesuatu masyarakat (sudah, sedang, akan) diadatkan. Dan adat itu ada yang tebal

ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku
31
Syamsuddin Pasamai,Sosiologi dan sosiologi hukum.(Cet II.Makassar;PT.Umitoha
Ukhuwah Grafika),2011),h.46
22

nmanusia dalam masyarakat sebagaimana dimaksud tadi adalah aturan-aturan

adat. Akan tetapi dari aturan tingkah laku itu ada pula aturan-aturan tingkah laku

yang merupakan aturan hukum.32

Sehingga dapat kita simpulkan bahnwa Pengertian masyarakat adat adalah

masyarakat yang timbul secara spontan di wilayah tertentu, yang berdirinya tidak

ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa

lainnya, dengan rasa solidaritas yang sangat besar diantara para anggota

masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber

kekayaannya hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.33

Adapun kaidah fiqih yang menjelaskan tentang Adat sebagai sumber

hukum:

“Adat kebiasaan dapat dijadikan Hukum”

Kaidah ini menjelaskan bahwa Urf (adat istiadat atau tradisi) merupakan

salah satu metode Instinbat34, Masyarakat sangan terikat dengan Urfnya .

pemerintahpun terikat dengan tradisi rakyatnya, pemerintah tidak mudah

mengubah sesuatu yang menjadi tradisi rakyatnya. Ini menunjjukan bahwa betapa

besarnya pengaruh Urf dalam tatanan kehidupan.


32
Surojo Wingnjodipuro,pengantar dan asas-asas hukum adat.(Cet VI. Jakarta;PT. Inti
Idayu Press),1983),h.6

33
Djamanat samosir.hukum adat indonesiI.(Medan:CV. Nuansa aulia),2013),h.69

34
Kata Instinbat bila dihubungkan dengan hukum, seperti yang dijelaskan oleh
Muhammad Ali Al-Fayyumi Ahli bahasa Arab dan fikih, berarti upaya menarik hukum dari Al-
Quran dan sunnah dengan jalan Ijtihad. Satria Effendi, M.Zein, Ushul
Fiqh(Jakarta:Kencana,2005), h.177.
23

2. Hak dan kewajiban Masyarakat Adat.

Hak secara etimologis hak dalam bahasa Inggris disebut dengan right,

yaitu right is that to which a person has a just or lawful claim.

Menurut Apeldoom dalam bukunya yang berjudul ‘Inleiding Tot De

Studie Van Het Nederlandse Recht’ yang dikutip dari kansil, hak adalah hukum

yang dihubungkan dengan seorang manusia atau subyek hukum tertentu dan

dengan demikian menjelma menjadi satu kekuasaan dan suatu hak timbul apabila

mulai bergerak.35

Secara terminology hak telah banyak didefinisikan menurut pada ahli

diantaranya :36

Menurut R.M.T Sukamto Notonegoro, pengertian hak adalah kuasa untuk

menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu

oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada

prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.

Menurut Soerjono Soekanto, pengertian hak dapat dibedakan menjadi dua

bagian, yaitu:Hak searah/ relatif; hak yang berhubungan dengan hukum perikatan

atau perjanjian. Dan Hak jamak arah/ absolut; hak yang berhubungan dengan

Hukum Tata Negara, hak kepribadian, hak kekeluargaan, dan hak atas objek

material.

Menurut George Natbaniel Curzon, pengertian hak dapat dibedakan

menjadi lima bagian, yaitu:

35
Iwan Permadi,Hak Atas Tanah Bagi Warga Negara Asing,(Cet I.Malang;Gunung
Samudra.2014).h6

36
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-hak-adalah.html , Sabtu 21
Desember Pukul 14.00
24

1. Hak sempurna; hak yang dapat dilaksanakan melalui proses

hukum.

2. Hak utama; hak yang diperluas oleh hak-hak lain, hak tambahan,

melengkapi hak utama.

3. Hak publik; hak yang yang dimiliki oleh seseorang, masyarakat,

dan negara.

4. Hak positif dan Negatif; hak yang didapatkan seseorang dengan

syarat adanya suatu tindakan, sedangkan hak negatif didapatkan

dengan syarat agar tidak melakukan suatu tindakan.

5. Hak milik; hak seseorang terhadap barang dan kedudukan.

Menurut John Salmond, pengertian hak dapat dikelompokkan menjadi

empat bagian, diantaranya:

1. Hak dalam arti sempit; hak yang didapatkan seseorang dengan

syarat melakukan suatu kewajiban tertentu.

2. Hak kemerdekaan; hak yang dimiliki seseorang untuk melakukan

kegiatan dengan syarat tidak mengganggu dan tidak melanggar hak

orang lain.

3. Hak kekuasaan; hak yang didapatkan seseorang untuk

mendapatkan kekuasaan, mengubah hak-hak, kewajiban, dan

lainnya, melalui jalur dan cara hukum.

4. Hak kekebalan/ imunitas; hak yand dimiliki seseorang untuk bebas

dari kekuasaan hukum orang lain.


25

Secara umum, pengertian kewajiban adalah suatu tindakan yang harus

dilakukan seseorang sebagai bentuk tanggung jawab atas permasalahan tertentu,

baik secara moral maupun hukum.

Pendapat lain mengatakan arti kewajiban adalah sesuatu yang wajib untuk

dilakukan seseorang dengan penuh tanggung jawab agar mendapatkan haknya.

Atau sebaliknya, seseorang harus melakukan kewajiban karena sudah

mendapatkan haknya.

Sehingga dapat kita simpulkan bahwa pengertian hak dan kewajiban

adalah sesuatu yang terikat dan tidak dapat dipisahkan satau sama lain karena

dalam praktiknya hak adalah segala sesuatu yang menjadi milik kita dan

kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan /

kewajiban untuk dilaksanakan.

Adapun hak dan kewajiaban masyarakat adat yaitu :37

1. Hak atas tanah ulayat, wilayah adat, dan sumber daya alam.

Masyarakat hukum adat dalam hal ini memiliki hak pengelolaan

wilayahhukum adat, serta memanfaatkan segala potensi sumberdaya alam

yangada di wilayah hukum adat tersebut, dengan tetap menjagakelestariannya.

Selain itu, masyarakat hukum adat juga memiliki hakuntuk mendapatkan restitusi

dan kompensasi atas Tanah Ulayat,perairan, Wilayah Hukum Adat, dan sumber

daya alam yang dimilikisecara turun temurun yang diambil alih, dikuasai,

digunakan atau dirusaktanpa persetujuan dari Masyarakat Hukum Adat.

37
https://www.academia.edu/4666772/
PERSPEKTIF_PEMERINTAH_ATAS_HAK_DAN_KEWAJIBAN_MASYARAKAT_HUKUM_ADAT?
auto=download , Sabtu 21 Desember Pukul 13:52
26

2. Hak atas pembangunan

Dalam hal ini masyarakat hukum adat memiliki hak untuk

mendapatlayanan pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, hukum,

danpolitik. dari pemerintah/ pemerintah daerah.Masyarakat hukum adat juga

memiliki hak untuk terlibat secara penuhdalam program pembangunan

Pemerintah diwilayah hukum adatnyasejak tahap perencanaan, pelaksanaan,

sampai dengan pengawasan diwilayah hukum adat yang bersangkutan. Mereka

juga dapat menyatakankeberatan atas bentuk pembangunan yang tidak sesuai

dengankebutuhan dan kebudayaan di wilayah hukum adat yang bersangkutan.

3. Hak atas spiritualitas dan kebudayaan.

Masyarakat hukum adat mempunyai hak untuk menganut

danmelaksanakan sistem kepercayaan dan ritual yang diwarisi oleh

leluhur mereka, dan mereka berhak untuk melestarikan dan

mengembangkantradisi, adat istiadat, serta kebudayaannya. Terhadap hak atas

spiritualitas dan kebudayaan, masyarakat hukum adat juga berhak untukmenjaga,

mengendalikan, melindungi, dan mengembangkanpengetahuan tradisional serta

kekayaan intelektual mereka.

4. Hak atas lingkungan hidup.

Terhadap hak atas lingkungan hidup, masyarakat hukum adat berhakatas

perlindungan lingkungan hidup, yaitu hak dalam bentuk hakmendapatkan

pendidikan lingkungan hidup, akses atas informasi danpartisipasi yang luas

terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkunganhidup sesuai dengan kearifan


27

lokal. Kemudian masyarakat hukum adat juga memiliki hak atas pemulihan

lingkungan hidup di wilayah adat yangmengalami kerusakan.

5. Hak untuk menjalankan hukum dan peradilan adat

Dalam hal ini masyarakat hukum adat memiliki hak untuk

menjalankanhukum dan peradilan adat dalam rangka penyelesaian sengketa

terkaitdengan hak-hak adat dan pelanggaran atas hukum adat.

Dan adapun kewajiban masyarakat adat yaitu :

1. Berpertisipasi dalam setiap proses pembangunan.

2. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budayanya dalam

kerangkaNegara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Melaksanakan toleransi antar masyarakat hukum adat.

4. Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Bekerjasama dalam proses identifikasi dan verifikasi masyarakat

hokumadat.

6. Menjaga kelestarian lingkungan hidup wilayah adat.

7. Menjaga keberlanjutan program nasional/ program daerah yang ada

diwilayah hukum adatnya.

3. Pengaturan Masyarakat Adat di Indonesia.

Pengaturan Masyarakat Hukum Adat di Indonesia dijelaskan dalam

Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar

1945 yakni (1). Sepanjang masih hidup; (2) sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia; (3). Diatur dalam

Undang-Undang.
28

Selain diatur dalam pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,

pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat juga diakui dalam 28I ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “identitas budaya dan hak

masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan

peradaban”. dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 yang dikenal dengan ideologi hak menguasai negara atas sumber

daya alam yaitu “bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.38

Eksistensi hak masyarakat adat diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 6 ayat

(1)39 menegaskan “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan

kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh

hukum, masyarakat, dan pemerintah”.

Kedua landasan konstitusional yakni Pasal 33 dan Pasal 18B ayat (2) UUD

1945 dipertemukan dalam Ketetapan MPR No. IX/2001/MPR tentang Pembaruan

Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.40 Ketetapan MPR ini memiliki

kedudukan penting selain sebagai bentuk koreksi terhadap kebijakan dan

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dan pengelolaan

sumber daya alam pada masa lalu, Ketetapan MPR ini juga merupakan prinsip-

38
Maskawati, perlindungan hukum masyarakat hukum adat dalam pembangunan
lingkungan hidup, (Yogyakarta: Litera,2019), h.5.

39
Republik Indonesia, “Undang-Undang R.I. Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia”, pasal 6 ayat 1.

40
Ketetapan MPR No. IX/2001/MPR tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam
29

prinsip pemandu kebijakan negara (directive principles of state policy) yang

dibuat pada masa reformasi. Dengan demikian, Ketetapan MPR ini merupakan

pemandu bagi pemerintah dan DPR dalam melakukan perubahan hukum berkaitan

dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam termasuk dalam kaitannya

untuk mengakui keberadaan dan hak tradisional masyarakat hukum adat atas

tanah dan sumber daya alam. 41

Pengaturan lain mengenai masyarakat hukum adat juga terdapat di dalam

Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil. Keputusan presiden ini menempatkan masyarakat hukum adat sebagai

komunitas adat terpencil untuk dijadikan sebagai pihak yang akan menerima

program-program pemberdayaan pemerintah karena lokasi dan keadaannya

dipandang terpencil.42

Terdapat pula Surat Edaran Menteri Kehutanan yang berkaitan dengan

keberadaan dan hak-hak masyarakat adat atas hutan. Surat Edaran No.

S.75/MenhutII/2004 tentang Surat Edaran Masalah Hukum Adat dan Tuntutan

Kompensasi/Ganti rugi oleh Masyarakat Hukum Adat yang ditandatangani

tanggal 12 Maret 2004 ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota

seluruh Indonesia. Pada intinya Surat Edaran Menteri Kehutanan itu berisi tujuh

hal, antara lain:

41
Herlambang P Wiratraman, Laporan Akhir Tim Pengkajian Konstitusi Tentang
Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Hukum Adat , Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nassional Kementerian Hukum Dan Hak
Asasi Manusia RI Jakarta 2014. H.24

42
Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil.
30

1) Perlu dilakukannya penelitian oleh pakar hukum adat, tokoh

masyarakat, instansi atau pihak lain yang terkait serta

memperhatikan aspirasi masyarakat setempat untuk menentukan

apakah suatu komunitas yang melakukan tuntutan terhadap kawasan

hutan yang dibebani Hak Pengusahaan Hutan/Izin Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) masih merupakan

masyarakat hukum adat atau bukan. Penelitian tersebut harus

mengacu kepada kriteria keberadaan masyarakat hukum adat

sebagaimana ditentukan dalam penjelasan Pasal 67 ayat (1) UU

Nomor 41 Tahun 1999.

2) Untuk menetapkan hutan negara sebagai hutan adat yang

pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat hukum adat

(rechtsgemeenschap), Bupati/Walikota melakukan pengusulan hutan

negara tersebut untuk ditetapkan sebagai hutan adat dengan memuat

letak, luas hutan serta peta hutan adat yang diusulkan kepada Menteri

Kehutanan dengan rekomendasi Gubernur, dengan ketentuan sepanjang

menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan

masih ada (de facto) dan diakui keberadaannya (de jure).

3) Apabila berdasarkan hasil penelitian permohonan tersebut memenuhi

syarat, maka agar masyarakat hukum adat tersebut dapat ditetapkan

dengan Peraturan Daerah Provinsi.

4) Peraturan daerah tentang keberadaan masyarakat hukum adat

selanjutnya disampaikan kepada Menteri Kehutanan untuk diajukan


31

permohonan penetapannya sebagai hutan adat. Atas permohonan

tersebut Menteri Kehutanan dapat menerima atau menolak penetapan

hutan adat.

5) Apabila berdasarkan permohonan tersebut Menteri Kehutanan dapat

menerima maka akan ditetapkan hutan adat untuk masyarakat yang

bersangkutan.

6) Berkaitan dengan tuntutan ganti rugi atau kompensasi oleh masyarakat

hukum adat terhadap para pemegang HPH/IUPHHK yang melakukan

kegiatan/operasi di wilayah masyarakat hukum adat tersebut, maka

ganti rugi atau kompensasi tidak harus berbentuk uang, tetapi dapat

berupa bentuk mata pencaharian baru atau keterlibatan dalam usaha

pemanfaatan hutan di sekitarnya atau pembangunan fasilitas

umum/sosial yang bermanfaat bagi masyarakat hukum adat setempat

dan dalam batas kewajaran/tidak berlebihan, serta tidak bertendensi

pemerasan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

hukum adat setempat.

7) Dengan adanya tuntutan ganti rugi atau kompensasi oleh masyarakat

hukum adat terhadap para pemegang HPH/IUPHHK, gubernur atau

bupati/walikota dapat memfasilitasi pertemuan antara pihak yang

bersangkutan untuk penyelesaian dengan cara musyawarah dan mufakat.

Namun apabila mengalami jalan buntu, maka penyelesaiannya

disarankan dilakukan melalui proses pengadilan dengan mengajukan

gugatan secara perdata melalui peradilan umum. 43


43
http://procurement-notices.undp.org/view_file.cfm?doc_id=39284
32

Berbagai undang-undang terkait pertanahan dan pengelolaan kekayaan

alam, seperti kehutanan, mendelegasikan pengaturan dan pengakuan keberadaan

dan hak-hak masyarakat hukum adat itu kepada pemerintah daerah dalam bentuk

peraturan daerah (Perda).

C. Konsep Umum Peraturan Perundang-Undangan.

Teori Stufenbau des recht atau the hierarchy of norms yang diintrodusir

Hans Kelsen dapat dimaknai bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum atau validasi dari suatu

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi selain itu isi atau materi muatan

peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpangi atau

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.44

Adapun hirarki peraturan perundang-undangan di indonesia di atur pada

pasal Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

4. Peraturan Pemerintah.

5. Peraturan Presiden.

6. Peraturan Daerah Provinsi.

Kurnia Warman, Peta Perundang-undangan tentang Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat

44
Achmad ruslan,Pembentukan peraturan perundang-undangan di indonesia,
(Cet.II:Yogyakarta;Rangkang Education, 2013),h.49
33

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dan yang menjadi fokus kajian ini yaitu Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas

pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan atau penjabaran lebih

lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

a) Kedudukan Peraturan Daerah

Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis Peraturan Perundang-

undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan

Pancasila. Pada saat ini Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang sangat

strategis karena diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur

dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

b) Fungsi Peraturan Daerah

Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi yaitu:

1. sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan

tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang

tentang Pemerintahan Daerah.

2. merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada

ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian

Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.


34

3. sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur

aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam

koridor Negara kesatuan Republik indonesia yang berlandaskan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945.

4. sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.

Mengenai materi Peraturan Daerah perlu memperhatikan asas materi muatan

yang meliputi:

a) Pengayoman : Bahwa setiap materi peraturan Perundang-undangan

harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan

ketentraman masyarakat

b) Kemanusiaan : Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan

harus mencerminkan perlindungan dan penghormatam hak-hak asasi

manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk

indonesia secara proporsional

c) Kebangsaan : Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan

harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang

pluralistik (kebhinekaam) dengan tetap ,emjaga prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia

d) Kekeluargaan : Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan

harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam

setiap pengambilan keputusan

e) Kenusantaraan : Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan

senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan


35

materi muatan Peraturan Prundang-undangan yang dibuat di daerah

merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan

pancasila

f) Bhinneka Tunggal Ika : Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-

undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, suku, dan

golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang

menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

g) Keadilan : Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus

mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara

tanpa kecuali

h) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan : Bahwa setiap

materi Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang

bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antra lain agama,

suku, ras, golongan, gender, atau status sosial

i) Ketertiban dan kepastian hukum: Bahwa setiap materi Peraturan

Perundang-undangan harus menimbulkan ketertiban dalam

masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum

j) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan: Bahwa setiap materi

Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan,

keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan indiividu dan

masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.


36

Selanjutnya materi Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau/ Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

yang dimaksud dengan ”bertentangan dengan kepentingan umum” dalam

ketentuan ini adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar

warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya

ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.


37

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Profil Desa Tamatto Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba.

Kabupaten Bulukumba mempunyai sejarah tersendiri, diantara kabupaten-

kabupaten yang ada dalam wilayah Sulawesi-Selatan. Kabupaten Bulukuba

merupakan daerah tingkat II yang bermitologi dari dua kata dalam yaitu

“bulu’ku” dan “mupa” yang dalam artian masih gunung milik saya atau tetap

gunung milik saya.

Sejarah Bulukumba pertama kali muncul pada abad ke 17 masehi, ketika

terjadinya peperangan saudara antara dua kerajaan yaitu Bone dan Gowa, dari

cerita rakyat Bulukumba atau tokoh adat setempat bahwa pernah terjadi peristiwa

disuatu kampung bernama tanah kongkong atau sekarang disebut jalan menara,

dimana kedua utusan kerajaan-kerajaan dari kedua pihak Bone dan Gowa

bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah masing-

masing kerajaan. Di dalam sejarah Bulukumba terdapat suatu gunung bernama

gunung Lompo Battang yang dalam artian (kaki bukit), yang merupakan brisan

Gunung Lompo Battang diklaim oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas wilayah

kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah Timur. Namun pihak

kerajaan Bone bersikeras mempertahankan “kaki bukit” sebagai wilayah

kekuasaannya mulai dari Barat sampai Selatan. Berawal dari peristiwa tersebut

kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis “bulukumupa” lambat laun

37
38

dari masa-kemasa berubah menjadi Bulukumba, sejak itulah nama Bulukumba

dikenal dan menjadi sebuah Kabupaten yang sampai sekarang ini kita ketahui.45

Bulukumba yang kita telah ketahui pertama kali resmi menjadi sebuah

Kabupaten karena diterbitkannya Undang-Undang No 29 Tahun 1959, perihal

pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi-Selatan dan telah menetapkan

Lambang Daerah pada tanggal 4 februari 1960 dan selanjutnya dilakukan

pelantikan Bupati pertama yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 februari 1960.

Arti dalam lambang Kabupaten Bulukumba sesuai dengan peraturan

daerah (PERDA) Nomor 13 Tahun 1987, ditetapkan lambang Kabupaten

Bulukumba dengan makna persegi lima, padi dan jagung, perahu phinisi, layar

perahu phinisi, berjumlah tujuh buah, bertulisan aksara lontara disisi perahu mali

siparappe, tallang sipahua, dasar biru, persegi lima bermakna sikap batin

masyarakat Bulukumba yang teguh mempertahankan Pancasila sebagai dasar

Negara, padi dan jagung bermakna mata pencarian utama dan makna pokok utama

masyarakat Bulukumba dimana butir padi yang berjumlah 17 batang bermakna

hari kemerdekaan Indonesia, daun jagung berjumlah delapan daun berarti bulan

kemerdekaan indonesia, kelopak buah jagung berjumlah empat dan bunga buah

jagung berjumlah lima bermakna tahun lahirnya kemerdekaan Negara Republik

Indonesia, sedangkan perahu phinisi, bermakna ciri khas masyarakat Bulukumba

yang dikenal sebagai panrita lopi dan layarnya berjumlah tujuh layar bermakna

tujuh pula kecamatan tetapi setelah dimekarkan menjadi sepuluh kecamatan,

45
Muh Ramli, “Patronase Politik dalam Demokrasi Lokal (Analisis Terhadap Pilkades Di

Desa Jojjolo Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba” Skripsi Mahasiswa Juusan Ilmu

Politik Fakultas Ushuluddin Filsafat&Politik (Universitas Islam Negeri 2016), h. 35.


39

tulisan lontara bermakna perpaduan dua bahasa yaitu Bugis dan Makassar, dan

makna dasar biru adalah Bulukumba merupakan daerah maritin46.

a. Letak Geografis Kabupaten Bulukumba

Kabupaten bulukumba terletak di bagian Selatan Jasirah Sulawesi dan

berjarak kurang lebih 153 kilometer dari ibukota Propinsi Sulawesi-Selatan

dengan luas wilayah kabupaten 1.154,67 Km. Kabupaten Bulukumba terletak dari

empat sisi bujur Utara Kabupaten Sinjai, sisi bujur timur berdekatan dengan teluk

Bone dan Pulau Selayar, sisi bujur Selatan berdekatan Laut Flores, dan sisi bujur

Barat berdekatan kabupaten Bantaeng.47

Letak geografis Kabupaten Bulukumba terletak antara koordinat 05-20

sampai 05-40 LS dan 119-58 sampai 120-28 BT. Pembagian batas wilayah

Kecamatan daerah Bulukumba terbagi atas sepuluh Kecamatan diantaranya:

1. Kecamatan Ujung Bulu (merupakan ibu kota Kabupaten Bulukumba)

2. Kecamatan Gantarang

3. Kecamatan Kindang

4. Kecamatan Rilau Ale

5. Kecamatan Bulukumpa

6. Kecamatan Herlang

7. Kecamatan Bonto Bahari

8. Kecamatan Bonto Tiro

9. Kecamatan Kajang

10. Kecamatan Ujung Loe

46
Syafrul Patunru, Profil Daerah Kabupaten Blukumba, (Bappeda Bulukumba Statistik,
2013) h. 1-5.
47
Seksi Integrasi Pengelolahan Dan Diseminasi Statistik, ed., Bulukumba 2015 Dalam
Angka, (BPS Kab.Bulukumba: 2015) h. 3.
40

Dari kesepuluh kecamatan diwilayah Kabupaten Bulukumba salah satu

diantaranya adalah Kecamatan Ujung Loe dengan luas wilayah 144,31 dimana

perekonomian masyarakat cukup berkembang dan letak geografisnya sangat

strategis karena di Kecamatan Ujung Loe PT.Lonsum beroprasi Khususnya di

Desa Tamatto.

Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Ujung Loe

No. Desa/Kelurahan Status Luas wilayah

1. Salemba Desa 4.43

2. Dannuang Kelurahan 7.45

3. Majalling Desa 7.02

4. Padang Loang Desa 8.52

5. Seppang Desa 8.46

6. Bijawang Desa 7.82

7. Lonrong Desa 9.75

8. Ballong Desa 9.83

9. Garanta Desa 9.42

10. Manyampa Desa 24.05

11. Balleangin Desa 21.61

12. Paccarammengang Desa 7.50

13. Tamatto Desa 18.45

Sumber : BPS, Kabupaten Bulukumba Angka 2016


41

Kelurarahan/Desa Tamatto Mempunyai luas wilayah ketiga dari Desa

Manyampa dan Balleangin yaitu 18.45 km². Jarak Desa Tamatto ke Kota

Bulukumba sekitar 16,5 km. Kelurahan/Desa Tamatto memiliki 3 Dusun yaitu

kampungTamappalo, Allu dan pallagisang dengan jumlah penduduk 4.067

dengan luas Desa 18.45 km². Dimana penduduk perempuan lebih banyak

daripada Laki-laki yaitu sekitar 2.144 jiwa sedangkan laki-laki sekitar 1.923

jiwa, jadi total keseluruhan penduduk di DesaTammato sekitar 4.067 jiwa.

1. Sumber MataPencaharian

Dilihat dari sumber mata pencaharian menunjukkan bahwa

penduduk bekerja, hampir kesuluruhan warga Desa Tamatto adalah Petani,

Berkebun dan Peternak Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing maupun Unggas

seperti Ayam Buras, Itik,, Ayam Ras Petelur dan Ayam Ras Pedaging.

2. Agama

Ditinjau dari segi agama yang dianut masyarakat

Kelurahan/Desa Tamatto adalah beragama islam. Terdapat delapan (8)

masjid yang menjadi tempat ibadah warga setempat dan satu (1)

mushollah.

3. Fasilitas

Ditinjiau dari segi ketersediaan fasilitas yang terdapat di

DesaTamatto maka:
42

Fasilitas yang ada di Desa Tamatto

No. Fasilitas Yang Ada Jumlah

1. Kantor Desa 1

2. Poskesdes 1

3. Posyandu 5

4. Pasarumum 1

5. PenggilingPadi 4

Sumber : Data DesaTamatto

B. Perlindungan Hukum atas Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang

berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan,

Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat

Ammatoa Kajang

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.48

Menurut Setiono, Perlindungan Hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

48
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung,PT. Citra Aditya Bakti), h.74
43

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.49

Salah satu hak yang melekat kepada manusia yang harus dilindungi oleh

hukum antara lain 50

a. Hak itu diletakkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau

subjek hak itu, ia juga disebut sebagai orang memiliki hak atas barang

yang menjadi sasaran dari hak.

b. Hak itu tertuju pada orang lain, yang menjadi pemegang kewajiban

antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang korelatif.

c. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lainuntuk

melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.

d. Perbuatan yang diberikan itu disebut dengan objek dari hak.

e. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu suatu peristiwa

tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.

Terkhusus hak atas perlindungan masyarakat adat diantaranya hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Bulukumba Nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak

dan Perlindungan Hak masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang Pasal 5 ayat (1)

yaitu menjamin dan memastikan terlaksananya penghormatan oleh semua pihak

terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang dan hak-haknya

yang telah diakui dan dilindungi secara hukum.51

Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program
49

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004, h. 3.


50
Zainal Asikin, “Pengantar Ilmu Hukum” (Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), h.
117.
44

Untuk itu, diperlukan keterlibatan semua pihak untuk berperan secara aktif

dalam upaya memberikan perlindungan hukum atas Hak Masyarakat Hukum Adat

Ammatoa Kajang sehingga masyarakat dapat menikmati hak-hak dan menikmati

martabatnya sebagai manusia.

Adapun bentuk Perlindungan Hukum atas Hak Masyarakat Adat Ammatoa

Kajang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan,

Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang

yaitu sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu anggota LHP ( lingkar hitam

putih) Ismail S.IP selaku generasi penerus adat budaya masyarakat Ammatoa

Kajang

Terkait masalah bentuk perlindungan yang diberikan kepada masyarakat

memang ada, itulah Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan,

Pengakuan hak dan Perlindungan hak masyarakat Ammatoa Kajang sebagai

bentuk perlindungannya namun pada kenyataannya atau Implementasi Peraturan

Daerah itu tidak terlihat fungsinya, padahal peraturan daerah itu memang dibuat

untuk melindungi masyarakat sesuai dengan tujuan Peraturan Daerah itu di bentuk

namun tujuannya secara umum tidak ada perubahan penyelesaian masalahnya

antara PT.lonsum dan masyarakat adat.52

Hal yang berbeda juga diungkpkan oleh Bapak Saing sebagai pemangku

adat Kajang:

51
Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan,
Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang.
52
Ismail.Sip, Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, wawancara dengan penulis di rumah
Adat Kajang Kabupaten Bulukumba pada Tanggal 1 Desember 2019, Pukul 10:41 WITA.
45

Ada perda atau tidak ada perda sama saja karna hutan begitu- begitu saja

eksistensinya, bahkan adanya yang dibilang perda tidak ditahu juga seperti apa

isinya karena tidak ada juga pihak yang memberitahu.53

Berdasarkan pernyataan Ismail S.IP dan Saing selaku pemangku adat

menjelaskan bahwa Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perlindungan

Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa kajang itu memang ada tapi sangat

disayangkan karena pihak berwewenang atau yang terkait tidak mengadakan

sosialisasi kepada masyarakat hukum adat agar masyarakat terlibat mengetahui

poin-poin dan pasal-pasalnya tentang perda tersebut. Disisi lain dari penjelasan ini

membuktikan jangankan implementasinya seperti apa bentuknya, perda pun

secara keseluruhan mereka belum mengetahuinya.

Tentu saja yang menjadi titik persoalan sehingga bentuk perlindungan

hukum dikatakan lemah karena pemerintah Kabupaten Bulukumba tidak

melakukan sosialisasi, sedangkan peraturan daerah perlu dilakukan sosialisasi

peraturan daerah kepada seluruh lapisan masyarakat agar masyarakat dapat

mengetahui dam memahami materi-materi yang terkandung di dalam peraturan

daerah tersebut.

Adapun hak-hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang diatur dalam

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perlindungan Hak Masyarakat

Hukum Adat Ammatoa Kajang pada Pasal 15.

Pasal 15
(1) MHA Ammatoa Kajang berhak atas tanah-tanah, wilayah dan sumber
daya alam yang mareka miliki atau duduki secara turun menurundan/atau
diperoleh melalui mekanisme yang lain.

53
Andi Saing, Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, wawancara dengan penulis di rumah
Bapak Saing desa Tamatto Kabupaten Bulukumba pada Tanggal 28 November 2019 Pukul 15:01
WITA.
46

(2)Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup


segala sesuatu baik yang dipermukaan maupun yang terkandung dalam
tanah.
(3) Hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alamsebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) mencakup hak untuk memiliki, menggunakan,
mengembangkan dan mengendalikan atas dasar kepemilikan turun
menurun dan/ atau cara-cara yang lain.54

Hal ini juga diungkapkan Ibu Rostia S.E selaku Kasi Pemberdaya

Masyarakt Desa Kajang

Mengatakan bahwa seluruh bentuk perlindungan itu ada ditangan

pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba lebih tepatnya Bupati Bulukumba serta

jajarannya yang mempunyai wewenang memberikan kebijakan untuk mengambil

keputusan mengenai perkara ini karena mareka yang memberikan HGU (Hak

Guna Usaha) sehingga mareka pula yang dapat mengambil atau memberikan

keputusan dalam perkara ini. 55

Dan hal ini dikuatkan oleh Bapak Salam selakuKepala Desa Tanah Toa:

Mengatakan bahwa dengan adanya peraturan yang dikeluarkan pemerintah

kabupaten bulukumba menjadi Penenang dan pemberi semangat bagi

perlindungan dan pelestarian wilayah Adat Ammatoa yang selama ini belum

diakui keberadaanya oleh pemerintah sehingga menimbulkan banyak kendala-

kendala dalam berbagai hal misalnya dalam perizinan serta wilayah-wilayah yang

dianggap sakral oleh Ammatoa tetapi dianggap wilayah biasa oleh pemerintah

Indonesia. Salah satunya adalah hutan adat yang selama ini sempat di klaim oleh

berbagai pihak sebagai hutan hak guna usaha tetapi setelah keberadaan Peraturan

Daerah Bulukumba Nomor9 tahun 2015 pada Pasal 12 Jo 13 menjelaskan

keberadaan dan wilayah mana saja yang termasuk hutan adat yang merupakan
54
Bupati Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan , Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015
tentang pengukuhan, pengakuan hak, dan perlindungan hak masyarakat hukum adat ammatoa
kajang, pasal 15.
55
Rostia, S.E, Kasi Pemberdaya Masyarakat Desa, wawancara dengan penulis di Kantor
Camat Kajang Tanggal 28 November 2019 Pukul 13:12 WITA.
47

lahan bersama milik wilayah adat Ammatoa yang berjumlah 331, 17 Ha.

sehingga dikemudian hari kelak tidak menimbulkan berbagai masalah yang terjadi

seperti yang terjadi di masa lampau, Kami dari dulu memang ingin menjaga

keberadaan hutan adat melalui peraturan dari pemerintah karena yang mau masuk

dan mengeksploitasi wilayah didalam (wilayah adat Ammatoa ) itu semuanya

orang dari luar, jadi memang perlu ini peraturan diadakan.56

Berdasarkan pernyataan Bapak Salam selaku kepala desa diatas maka hak-

hak masyarakat Adat Ammatoa Kajang sudah sangat jelas diatur dan dilindungi

pada Pasal 12 Jo 13 yang intinya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 12
1) Penguasaan dan pemanfaatan lahan-lahan yang berada di wilayah
MHA Ammatoa Kajang terdiri dari lahan milik bersama dan lahan
milik pribadi.
2) Lahan milik bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan tataguna lahannya meliputi:
a. hutan adat (borong lompoa);
b. tanah kalompoang/gallarang;
c. tanah Adat; dan
d. tanah gilirang.
3) Lahan milik pribadi sebagaimana dimaksud berdasarkan
tataguna lahannya meliputi lahan pemukiman,pekarangan, kebun,
dan sawah.
Pasal 13
1) Hutan adat sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2)
merupakan lahan milik bersama di wilayah MHA Ammatoa
Kajang yang tidak boleh diubah status penguasaan dan
pemanfaatannya.
2) Hutan adat terdiri dari Borong Lompoa/hutan besar dan
Palleko’naBoronga’/hutan kecil.
3) Borong Lompoa mencakup seluruh sumberdaya alam dan
sumberdayabudaya yang di dalamnya terdapat tumbuhan, satwa
liar, danau, mata air, dan saukang.Palleko’na Boronga’ terdapat di
sepuluh lokasi yaitu
4) Hutan Karenglohe, Hutan Kalimbuara, Hutan Barombong,
Hutan Pudondo’, Hutan Buki’ Madu, Hutan Buki’a, Hutan

56
Salam, Kepala Desa Tanah Toa wawancara dengan penulis Dirumah Bapak Salam
Kec.Kajang Kabupaten Bulukumba pada Tanggal 8 Desember 2019 Pukul 10:02 WITA.
48

Sangkala Lombok, Hutan Pokkolo, Hutan Tamaddohong dan


Hutan Bongki. 57

Berdasarkan ketentuan diatas tersebut dapat dijelaskan bahwa pemerintah

berperan penting dalam menangani konflik masyarakat adat dan PT.lonsum

sebagaimana peran pemerintah melindugi rakyatnya sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku serta bersikap adil dan melakukan pemecahan masalah

terhadap sumber konflik yang terjadi . Kunci utama dalam penyelesaian konflik

adalah komunikasi, dengan melakukan komunikasi yang tepat di harapkan juga

mendapat solusi dan jalan terbaik. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai

penengah anatara perusahaan dengan masyarakat, pemerintah harus adil dan tidak

boleh memihak kesalah satu kelompok, yang menjadi penyelesaian dari konflik

tersebut adalah pemerintah yang benar-benar harus mengambil sikap tegas antara

kedua belah pihak dan pemerintah pula yang dapat mengambil keputusan untuk

menyelesaikan perkara ini karena pemerintah yang telah memberikan HGU (hak

guna usaha) kepada perusahan PT.Lonsum berdasarkan HGU Nomor 2.

Pemerintah Kabupaten Bulukumba harus menjamin dan melindungi

masyarakat adat dari konflik agraria yang kelak timbul.Tugas pemerintah

adalah sebagai penengah dan perunding dalam berbagai permasalahan yang

terjadi antara pihak luar atau masyarakat luar dengan pihak pemerintah adat.

Pemerintah Kabupaten Bulukumba dan pemerintah wilayah adat perlu

bersinergi bersama dalam penjagaan serta perlindungan wilayah adat terkhusus

hutan adat yang wilayahnya sangat luas menjadikan kawasan ini rentan akan

penyerobotan.

Berdasarkan ungkapan dari Ibu Rostia S.e selaku Kasi Pemberdaya

Masyarakat Kajang dan Bapak Salam selaku Kepala Desa Tanah Toa diatas

57
Bupati Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan , Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015
tentang pengukuhan, pengakuan hak, dan perlindungan hak masyarakat hukum adat ammatoa
kajang, pasal 12 dan 13.
49

dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan terhadap hak Masyarakat Adat

Ammatoa Kajang belum maksimal disebabkan karena beberapa faktor

diantaranya :

1. Faktor Subtansi Hukum (Regulasi)

Faktor subtansi hukum adalah merupakan sebagai salah satu komponen

hukum yang berisi aturan-aturan yang berlaku, norma dan perilaku masyarakat

sebagai apresiasi masyarakat terhadap aturan-aturan formal sehingga muncul

konsep hukum yang hidup dalam masyarakat yang mencakup dalam konsep ini.

subtansi konsep juga meliputi apa yang dihasilkan masyarakat.58

Substansi Hukum Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut

sebagai sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu

dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang

berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan,

aturan baru yang mereka susun.

Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya

aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang

masih menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinentalmeski

sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law

Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang

tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan

hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu

pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP

ditentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada

aturan yang mengaturnya”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan

58
Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok Filsafat, (Jakrata: PT. Gramedia Pustaka
Utama,2006), h.81.
50

dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan

pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam kaitanya dengan hak Mayarakat Adat Ammatoa Kajang

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan,

Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa Kajang

sebagaimana telah diatur dalam pasal 12 Jo 13 mengenai lahan yang menjadi hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, Tetapi dimana lahan yang mareka miliki

diambil oleh PT.Lonsum.

Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bung Muri sebagai

anggota Aliansi Gerakan Reforma Agraria:

Mengatakan bahwa betul Perusahaan PT.Lonsum telah melakukan

pelebaran lahan di rembang luara diluar hak guna usaha, kalau luas tanah yang

dikuasai PT.lonsum di tamatto kec.Ujung Loe diluar hak guna usaha itu sekitar

840 Ha sedangkan luas lahan perkebunan berdasarkan HGU Nomor 2 tercatat

Areal perkebunan dan pabrik karet adalah seluas 3.436,61 ha dengan luas areal

tanam + 2.790,85 Ha.59

Berdasarkan ungkapan Bung Muri selaku Anggota Aliansi Gerakan

Reforma Agraria dapat simpulkan bahwa PT.Lonsum telah melakukan

pelanggaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Pengukuhan, Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa

Kajang sedangkan telah diatur jelas dalam Peraturan daerah Pasal 16 angka 2 “

hak atas tanah yang bersifat komunal/kolektif tidak dapat dipindah tangankan

kepada pihak lain”.

59
Bung Muri,Anggota Aliansi Gerakan Reforma Agraria , wawancara dengan penulis di
lokasi sengketa Tanah Adat Ammatoa Kajang pada Tanggal 28 November 2019 Pukul 13:45
WITA.
51

Artinya terdapat tidak kesesuai dengan apa yang diharapkan peraturan

daerah tersebut karena wilayah masyarakat adat Ammatoa Kajang berdasarkan

pasal 12 itu wilayahnya diambil dengan bertambahnya luas wilayah PT.Lonsum

berarti melabrak pasal 12 Jo 13 yang mengatur mengenai lahan yang menjadi hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang. sehingga dapat kita simpulkan bahwa

subtansi hukumnya lemah.

2. Faktor Struktur

Struktur adalah pola yang memperlihatkan bagaimana hukum itu

dijalankan menurut ketentuan formalnya, jadi struktur hukum memperlihatkan

bagaimana aparat pemerintah beserta sarana dan prasarana yang mendukung

terwujudnya perlindungan hukum atas Hak Masyarakat Adat Ammatoa

Kajang.

Hal yang berkaitan dalam penelitian ini adalah pihak pemerintah dalam

hal ini pemerintah Kabupaten Bulukukmba khususnya aparat penegak hukum ,

pemerintah daerah, kepolisisan serta instansi yang terkait lainnya yang

mempunyai kewenangan menurut hukum untuk memberikan perlindungan dan

pemenuhan hak bagi masyarakat Adat Ammatoa Kajang. Salah satun faktor

yang menjadi penyebab lemahnya Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015

tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Ammatoa Kajang ada pada sektor struktur hukum.

Hal ini diperkuat dengan wawancara oleh salah satu masyarakat adat

yaitu Ibu Andi Sitti Maryati :

Yang mengatakan bahwa walaupun perda itu dibentuk untuk

melindungi Masyarakat Adat Ammatoa Kajang tetapi kami tidak mengetahui


52

apa isi dari perda tersebut hanya pemerintah daerah saja yang mengetahui

isinya.60

Dari hasil wawancara diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Hal ini

disebabkan karena aparat hukum atau pemerintah daerah tidak melakukan

sosialisasi langsung kepada masyarakat sedangkan dalam Pasal 23 huruf c

“Pemerintah daerah bertugas untuk melakukan sosialisasi dan informasi

program pembangunan kepada Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang”

untuk memberikan pemahaman mengenai poin-poin penting dalam peraturan

daerah tersebut sehingga menyebabkan lemahnya perlindungan hukum.

3. Faktor Kultur Hukum (Budaya)

Budaya hukum (legal culture) menurut Roger Cotterrell, konsep budaya

hukum itu menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang ada dalam

berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan

tentang praktik-praktik hukum, sikap warga negara terhadap hukum dan kemauan

dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang

relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang lebih luas di luar praktik

dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan lembaga hukum. Dengan

demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan banyak tentang

perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat

berfungsi pada masyarakat yang berbeda.61

Aspek kultural menurut Friedman melengkapi aktualisasi suatu sistem

hukum, yang menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga

60
Andi Sitti Maryati, Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, wawancara dengan penulis di
lokasi sengketa tanah Adat Kajang pada Tanggal 28 November 2019 Pukul 15:01 WITA.
61
Nur Paikah, Peran pemerintah daerah dalam mencegah perdagangan perempuan di
Kabupaten Bone Perspektif Undangg-Undang Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang. h.113
53

masyarakat dan faktor nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum

tersebut.

Wibawa hukum melengkapi kehadiran dari faktor-faktor non teknis dalam

hukum. Wibawa hukum memperlancar bekerjanya hukum sehingga perilaku

orang menjadi positif terhadap hukum.

Wibawa hukum tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang rasional, tetapi

lebih dari pada itu mengandung unsur-unsur spiritual, yaitu kepercayaan.

Kewibawaan hukum dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi psikologis

masyarakat yang menerima dan menghormati hukumnya.

Menurut Friedman budaya hukum diterjemahkan sebagai sikap-sikap dan

nilai-nilai yang berhubungan dengan hukum dan lembaganya, baik secara positif,

maupun negatif. Jika masyarakat mempunyai nilai nilai yang positif, maka hukum

akan diterima dengan baik, sebaliknya jika negatif, masyarakat akan menentang

dan menjauhi hukum dan bahkan menganggap hukum tidak ada.membentuk

undang-undang memang merupakan budaya hukum. Tetapi mengandalakan

undang-undang untuk membangun budaya hukum yang berkarakter tunduk, patuh

dan terikat pada norma hukum adalah jalan pikiran yang setengah sesat. Budaya

hukum bukanlah hukum. Budaya hukum secara konseptual adalah soal-soal yang

ada di luar hukum.62

Hal yang berkaitan dalam penelitian ini adalah dimana pihak polisi

melakukan diskriminasi yang artinya perlakuan yang tidak adil dan tidak

seimbang yang dilakukan untuk membedakan terhadap kelompok masyarakat dan

perusahaan PT.london Sumatra, yang dimana peristiwa ini adalah bentuk

62
Nur Paikah, Peran pemerintah daerah dalam mencegah perdagangan perempuan di
Kabupaten Bone, ... h.155.
54

pelanggaran atas kesepakatam dalam proses mediasi selama ini hingga berujung

pada intimidasi, kekerasan dan penggusuran paksa terhadap ratusan masyarakat

hukum adat ammatoa kajang. Kondisi tersebut sekaligus menjadi sorotan yang tak

terelakan kepada pemerintah daerah dan kapolres Bulukumba bagaimana tidak,

kedua pihak dianggap jelas melakukan pembiaran.

Dasarnya adalah pemerintah daerah dan kepolisisan setempat tidak

menggunakam kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penegakan hukum

terhadap pelaku intimidasi dan kekerasan.

Hal ini diperkuat oleh salah satu masyarakat adat Ammatoa Kajang bapak

Ganing.

Mengatakan sejak November 2018 lalu Polres Bulukumba malah

melakukan kriminalisasi terhadap 15 orang masyarakat adat Ammatoa Kajang

banyak yang ditetapkan sebagai tersangka penyerobotan lahan HGU PT.Lonsum ,

padahal saat itu 15 orang masyarakat adat Ammatoa Kajang tersebut hanya

berjuang mempertahankan tanah milik dan tanah ulayat (lembang luara) yang

diseroboot oleh PT.Lonsum.63

Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa perlindungan hak secara

hukum masyarakat Adat Ammatoa Kajang tidak sepenuhnya dilindungi oleh

aparat hukum karena dimana aparat hukum belum mampu menyelesaikan perkara

tersebut tanpa melakukan diskriminasi dan intimidasi.

C. Upaya yang ditempuh Pemerintah Untuk Melindungi Hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang berdasarkan Peraturan Daerah

63
Ganing, Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, wawancara dengan penulis dirumah Adat
Adat Ammatoa Kajang Kabupaten Bulukumba pada Tanggal 1Desember 2019 Pukul 10:50
WITA.
55

Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak,

Perlindungan Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang.

Upaya menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai

usaha kegiatan yang mengarahkan tenaga, pikiran untuk mencapai suatu

tujuan, upaya juga berarti, akal, ikhtiar untuk mencapai seuatu maksud,

memecahkan persoalan dan mencari jalan.64

Berdasarkan kendala yang dihadapi dalam melindungi dan mewujudkan

Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang yang disebabkan karena tiga hal yaitu

faktor subtansi, struktur, dan kultur hukum maka upaya yang harus dilakukan

adalah perbaikan kepada subtansinya, struktur dan kulturnya.

Kendala yang dihadapi dari segi subtansi yaitu dimana PT.Lonsum telah

melakukan pelanggaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015

tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat

Ammatoa Kajang sedangkan telah diatur jelas dalam Peraturan daerah Pasal 16

angka 2 “ hak atas tanah yang bersifat komunal/kolektif tidak dapat dipindah

tangankan kepada pihak lain”.

Artinya terdapat tidak kesesuai dengan apa yang diharapkan peraturan

daerah tersebut karena wilayah masyarakat adat Ammatoa Kajang berdasarkan

pasal 12 itu wilayahnya diambil dengan bertambahnya luas wilayah PT.Lonsum

berarti melabrak pasal 12 Jo 13 yang mengatur mengenai lahan yang menjadi hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang. sehingga dapat kita simpulkan bahwa

subtansi hukumnya lemah.

Sehingga upaya yang dilakukan dari segi subtansi hukum diantaranya

Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba melakukan perbaikan kembali

64
Depdikbud, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),h.1250
56

ketentuan peraturan daerah, atau boleh menambah dan mengurangi peraturan

daerah yang dianggap tidak mewujudkan keadilan kedua belah pihak, dan

pemerintah daerah juga boleh membuat peraturan bupati yang lebih

mempertegas dan mengatur secara rinci peraturan daerah tersebut.

Adapun upaya yang dilakukan dari segi struktur hukum diantaranya :

Pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba dalam hal ini aparat hukum

untuk lebih peduli dan perhatian terhadap penyelesaian masalah ini, lebih aktif

dalam melakukan sosialisasi langsung kemasyarakat. Dan salah satu upaya

Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan persoalan ini yaitu dengan

melakukan verifikasi lahan .

Verifikasi dalam Bahasa Inggris adalah Verifikation dan dalam bahasa

Yunani verivicare berasal dari verus (benar) dan facare (membuat).Verifikasi

adalah proses menentukan kebenaran dari suatu metode empirik. pengujian

ilmiah untuk pernyataan atau proposisi untuk memastikan suatu kebenaran.

Konfirmasi suatu pernyataan, proporsi, atau teori.

Sedangkan verifikasi lahan adalah pengukuran ulang lahan, dimana

lahan tersebut akan dipastikan kebenarannya berdasarkan data awal.

Verifikasi lahan merupakan suatu bentuk upaya yang di tempuh

pemerintah untuk melindungi hak masyarakat adat Ammatoa Kajang

berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan,

Pengakuan Hak, Perlindungan Hak masyarakat adat Ammatoa Kajang setelah

mediasi.
57

Pemerintah daerah memverifikasi lahan yang diklaim oleh masyarakat

dan turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengukuran ulang

berdasarkan Hak Guna Usaha Nomor 2 Surat Ukur No.19/1997.

Hal ini dibenarkan oleh Bapak Muhammad Arsul Sani S.sos selaku

kepala Desa Tamatto Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba.

Mengatakan bahwa pemerintah daerah akan melakukan upaya

penyelesaian sengketa guna untuk melindungi hak masyarakat Adat Ammatoa

Kajang dengan melakukan verifikasi lahan langsung.65

Dalam hal ini. Pemerintah Bulukumba sudah melakukan verivikasi dan

mengembalikan lahan masyarakat, pengembalian lahan yang dilakukan

pemerintah tidak adil dan tidak merata. Meskipun penanganan dari pemerintah

tersebut masih tergolong lemah. Kebijakan pemerintah dalam menyikapi setiap

permasahalan yang terjadi sudah tepat mempertemukan kedua belah pihak

yakni Masyarakat dengan PT Lonsum dan juga Pemerintah Bulukumb

amelakukan verifikasi lahan tersebut harus hati-hati dalam melakukan verifikasi

atau pengukuran dan tidak bepihak kepadas iapa-siapa karena pasti konflik

masyarakat dengan PT.Lonsum kembali memanas.

Adapun Tuntutan masyarakat untuk mengembalikan lahannya,

masyarakat yang lahannya direbut paksa oleh PT. Lonsum sampai sekarang

masih berjuang, melakukan demonstrasi menuntut pemerintah Bulukumba

mencabut hak guna usaha (HGU) Lonsum, dimana perkebunan karet ini dari

tahun ketahun semakin meluas di Desa Tamatto dimana letak kantor dan pabrik

pengelolaan karet tersebut beroperasi. Ada dua lokasi tempat pengerutan

karetya ituPallangisang Estate dan Balombassi Estate, tapi lokasi pabrik

65
Muhammad Arsul Sani,S.sos, Kepala Desa Tamatto, wawancara dengan penulis di
Kantor Desa Tamatto pada Kamis Tanggal 28 November 2019 Pukul 10:39 WITA.
58

pengelolaan karetini di Pallangisang Estate. Sekarangluasperkebunankaretini

5,784,46 hektar,

dimanamasyarakatmengakuibahwasebahagiantanahtersebutadalahmilikmereka.

Konflikantaramasyarakatdengan PT Lonsum yang sudah lama

terjadisejaktahun 1986, akan tetapi konflik yang besar terjadi sampai menelan

korban jiwa dan luka-luka yaitu tahun 2003, 2007 dan terakhir 2013. Salah satu

penyebab konflik yang terjadi yaitu pengambilan lahan yang dilakukan oleh PT

Lonsum di Kabupaten Bulukumba dimana ada empat kecamatan yang di kuasai

yakni Kecamatan Ujung Loe, Herlang, Kajang dan Bulukumpa.

Adapun upaya yang dilakukan dari segi kultur hukum diantaranya :

Aparat hukum tidak boleh diskriminasi dalam memperlakukan

masyarakat. Dan salah satu upaya Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan

persoalan ini yaitu dengan mengedepankan jalur mediasi dan negosiasi baru

kemudian menempuh jalur hukum.

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan


untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.66

Mediasi berasal dari bahasa Inggris yang berarti menyelesaikan sengketa dengan

menengahi. Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah, dimana

pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerjasama dengan pihak yang

bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang untuk

memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan

persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.67

66
Ketua Mahkamah Agung RI, PERMA RI. No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan.
67
Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, (Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 10.
59

Adapun Upaya yang di tempuh pemerintah untuk melindungi masyarakat

adat Ammatoa Kajang yaitu dengan melakukan mediasi sebagai bentuk upaya

untuk menyelesaikan konflik antar pihak Mayarakat dan PT.Lonsum.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Arsul Sani S.sos

selaku Kepala Desa Tamatto

Mengatakan sampai sekarang konflik lahan ini tentunya masih di proses

Bupati dan TIM Bekerja untuk memediasi Masyarakat dan PT.Lonsum dan

sekarang konflik ini telah sampai di meja Pemerintah pusat untuk dilakukan

pengukuran ulang lahan.68

Berdasarakan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa upaya

pemerintah daerah sudah berjalan sebagaiamanamestiya sesuai dengan tugas

dan fungsinya masing-masing, yaitu sebagai orang pertama dalam mengambil

kebijakan. Dalam hal ini pemerintah memiliki peran fasiliator telah berhasil

menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan PT Lonsum sedikit demi

sedikit dengan melakukan mediasi memverifikasi dan mengembalikan lahan

masyarakat sebagai bentuk penyelesaian konflik. Meskipun penanganan dari

Pemerintah Daerah tersebut masih tergolong lemah, akan tetapi dalam hal ini

pemerintah sudah bersikap netral, tanpa membeda-bedakan satu sama lainnya.

Melakukan mediasi, memfasilitasi dan mempertemukan dua bela pihak yang

berkonflik.

68
Muhammad Arsul Sani,S.sos, Kepala Desa Tamatto, wawancara dengan penulis di
Kantor Desa Tamatto pada Kamis Tanggal 28 November 2019 Pukul 10:39 WITA.
60

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab ini memuat kesimpulan akhir dari penelitian yang telah

dilakukan pada Bab sebelumnya penulis telah menjelaskan mengenai

permasalahan yang diteliti yaitu tentang Perlindungan Hukum Atas Hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9

tahun 2015 Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak Dan Perlindungan Hak

Masyarakat Adat Ammatoa Kajang dan upaya yang dilakukan Pemerintah

Daerah Kabupaten Bulukumba untuk melindungi masyarakat Adat . Dengan

adanya penjelasan tersebut maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa:

1. Perlindungan Hukum Atas Hak Masyarakat Adat Ammatoa Kajang

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2015 Tentang Pengukuhan,

Pengakuan Hak Dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat Ammatoa

Kajang, belum maksimal disebabkan karena tiga faktor diantaranya : 1)

Faktor subtansi hukum, dimana peraturan daerah tersebut belum

mengcover hak-hak masyarakat Adat Ammatoa Kajang. 2) Faktor Struktur

hukum, penyebab sehingga lemahnya perlindungan hukum yang diberikan

kepada Pemerintah daerah untuk masyarakat yaitu disebabkan karena tidak

adanya sosialisasi langsung yang dilakukan pemerintah daerah untuk

memberikan pemahaman mengenai poin-poin penting dalam peraturan

daerah tersebut. dan 3) Faktor Kultur hukum, perlindungan hak secara

hukum masyarakat Adat Ammatoa Kajang tidak sepenuhnya dilindungi

oleh aparat hukum karena dimana aparat hukum belum mampu

menyelesaikan perkara tersebut tanpa melakukan diskriminasi dan

intimidasi.

60
61

Sedangkan upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten

Bulukumba dari segi subtansi hukum diantaranya Pemerintah Daerah

Kabupaten Bulukumba melakukan perbaikan kembali ketentuan peraturan

daerah. Adapun upaya yang dilakukan dari segi struktur hukum yaitu

Pemerintah daerah memverifikasi lahan yang diklaim oleh masyarakat dan

turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengukuran ulang

berdasarkan Hak Guna Usaha Nomor 2 Surat Ukur No.19/1997 dan dari

segi kultur budaya upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan

melakukan mediasi/negosiasi antara masyarakat Hukum Adat Ammatoa

Kajang dengan PT.lonsum.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan yang penulis jelaskan diatas maka adapun

implikasi penelitian yang direkomendasikan yaitu sebagai berikut:

1. Pemerintah diharapkan memberikan perhatian penuh terhadap konflik

masyarakat dengan PT Lonsum karena peran pemerintah dalam

konflik tersebut sangat berperan penting dalam menyelesaikan konflik

lahan dan pemerintah Bulukumba adalah jembatan penghubung antara

keduanya.

2. Dalam melakukan verifikasi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan

Pemerintah Kabupaten Bulukumba harus lebih hati-hati dalam

pengukuran. Mereka tidak bisa bepihak kepada siapa-siapa karena pasti

konflik masyarakat dengan Lonsum kembali memanas.

3. Kunci utama dalam penyelesaian konflik adalah komunikasi, dengan

melakukan komunikasi yang tepat di harapkan juga mendapat solusi

dan jalan terbaik. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai penengah

61
62

anatara perusahaan dengan masyarakat, pemerintah harus adil dan tidak

boleh memihak kesalah satu kelompok, yang menjadi penyelesaian dari

konflik tersebut adalah pemerintah yang benar-benar harus mengambil

sikap tegas antara kedua belah pihak.

62
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto Suharamis, Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Cet. XII; Jakarta:


Rineka Cipta, 2002

Asikin Zainal, “Pengantar Ilmu Hukum” (Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.

Bungin Burhan, Metode penelitian kualitatif .Cet VIII;Jakarta: Raja


Grafindo,2011

Darmodiharjo Darji, Pokok-pokok Filsafat, Jakrata: PT. Gramedia Pustaka


Utama,2006

Darmo M.Pujo, Partisipasi Masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah


oleh

DPRD dan pemerintah kabupaten klaten propinsi jawa tengah, Cet: I


Yogyakarta: Deepublish,2019.

Departemen pendidikan nasional, kamus besar bahasa Indonesia, cet; III, balai
pustaka Jakarta,2015.

Effendi Satria Dan M.Zein, Ushul Fiqh.Jakarta:Kencana,2005

Harjono, konsitusi sebagai rumah bangsa, penerbit sekretariat jendral dan


kepanitraan mahkamah konsitusi,2008

M.Amirin Tatang , menyusun rencana penelitian (Cet. III; Jakarta PT. raja
grafindo persada,1995

Noor Juliansyah, Metodologi penelitian, Cet.IV:Jakarta; Kencana,2014

Pasamai Syamsuddin,Sosiologi dan sosiologi hukum.Cet


II.Makassar;PT.Umitoha
Ukhuwah Grafika ,2011

Permadi Iwan,Hak Atas Tanah Bagi Warga Negara Asing,Cet I.Malang;Gunung


Samudra.2014

Pedoman Penulisan Makalah dan Skripsi Mahasiswa STAIN Watampone, Ed.


Revisi, (Cet. I; Watampone: Pusat Penjaminan Mutu(P2m), 2016

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia.

Rangkuti Freddy.Riset pemasaran.PT.Graha media, Cet.VIII;Jakarta,2007

Raharjo Satjipto, Ilmu hukum, penerbit: PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

lxiii
Ruslan Achmad,Pembentukan peraturan perundang-undangan di indonesia,
Cet.II:Yogyakarta; Rangkang Education, 2013

Samosir Djamanat.hukum adat indonesiI. Medan:CV. Nuansa aulia,2013

Setiono, Rule Of Law (supremasi hukum), Magister Ilmu Hukum Program


Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta: 2004

Umam Khotibul, Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, (Yogyakarta:


Penerbit
Pustaka Yustisia, 2010

Wahyuni, agama dan pembentukan struktur social. CetI: Jakarta: prenada media
Grup,2018

W. gulo. Metodologi penelitian.Jakarta;Gramedia widiasarana Indonesia,2002

Wiratraman Herlambang P, Laporan Akhir Tim Pengkajian Konstitusi Tentang


Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Hukum Adat , Pusat
Penelitian
dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum
Nassional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Jakarta 2014

Wingnjodipuro Surojo,pengantar dan asas-asas hukum adat.Cet VI. Jakarta;PT.


Inti Idayu Press,1983

Yusuf A. Muri, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian


Gabungan, (Cet.II; Jakarta: Kencana, 2015

Ammatoa.com, penjelasan lengkap suku Kajang di Kabupaten Bulukumba

https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-hak-adalah.html

https://www.academia.edu/4666772/
PERSPEKTIF_PEMERINTAH_ATAS_HAK_DAN_KEWAJIBAN_MASYARA
KAT_HUKUM_ADAT?auto=download

http://procurement-notices.undp.org/view_file.cfm?doc_id=39284

Kurnia Warman, Peta Perundang-undangan tentang Pengakuan Hak Masyarakat


Hukum Adat

https://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/

http://kbbi.web.id/

yuliani Nunung, “ analisis hukum terhadap tuntutan masyarakat atas tanah yang

dikuasai oleh PT.lonsum sumatera di desa bontomangiring kecamatan


bulukumpa kabupaten bulukumba” Abstrak Fakultas Ilmu
social,Universitas negri Makassar.2017

lxiv
Nurfahima, “peran pemerintah dalam konflik antara masyarakat dengan
PT.lonsum Didesa tamatto kecamatan ujung loe kabupaten bulukumba”
Skripsi fakultas ushuluddin dan filsafat universitas islam negri alauddin
Makassar.2018

Ramli Muh, “Patronase Politik dalam Demokrasi Lokal (Analisis Terhadap


Pilkades di Desa Jojjolo Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba” Skripsi
Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ushuluddin Filsafat&Politik .
Universitas Islam Negeri 2016.

Fitriani, Andi “Eksistensi Tanah Hak ulayat masyarakat Hukum adat kajang dan
pengelolaannya dikabupaten Bulukumba Sulawesiselatan”, 2013

Bupati Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan , Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun

2015 tentang pengukuhan, pengakuan hak, dan perlindungan hak


masyarakat hukum adat ammatoa kajang

Pebianti Dinar, “tuntutan masyarakat atas tanah yang dikuasai oleh PT.London
sumatera di kabupaten bulukumba

Paikah Nur, Peran pemerintah daerah dalam mencegah perdagangan perempuan di

Kabupaten Bone Perspektif Undangg-Undang Nomor 21 Tahun 2017


Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Republik Indonesia, “Undang-Undang R.I. Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak


Asasi Manusia”

Ketetapan MPR No. IX/2001/MPR tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan


Sumber Daya Alam

Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil

lxv
lxvi
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Wawancara dengan Bung Muri Di desa Tamatto

Wawancara dengan Kepala Desa Tamatto


Wawancara dengan Masyarakat Adat Ammatoa Kajang

Wawancara dengan Kepala Desa Tanah Toa


Perusahaan PT.London Sumatra Indonesia Tbk Palangisang Estate

Wawancara Dengan KASI PMD Kecamatan Kajang


Wawancara dengan Andi Sitti Mariyati Masyarakat Adat Ammatoa Kajang

Anda mungkin juga menyukai