Anda di halaman 1dari 69

SEMINAR HASIL PENELITIAN

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PELAKU KEJAHATAN

PENADAHAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

(Studi Kasus Polrestabes Makassar)

OLEH:

Windia Sari

040 2018 0107

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022
HALAMAN JUDUL

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PELAKU KEJAHATAN

PENADAHAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

(Studi Kasus Polrestabes Makassar)

Disusun dan Diajukan

Windia Sari

040 2018 0107

SEMINAR HASIL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk melakukan ujian hasil

penelitian

PADA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat merampungkan

penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan

Reklamasi Pantai di Kota Makassar” yang merupakan salah satu

persyaratan dalam penyelesaian studi pada Fakultas Hukum Universitas

Muslim Indonesia

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa untuk mencapai

kesempurnaan dalam suatu penulisan sangatlah sulit tercapai. Demikian

pula halnya dengan penulisan skripsi ini, tentunya masih jauh dari

kesempurnaan, baik substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu,

dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritikan

serta saran yang sifatnya membangu

Di samping itu, Penulis juga menyadari bahwa selesainya penulisan

ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik materil maupun moril.

Sebagai bentuk penghargaan penulis, melalui pengantar skripsi ini untuk

secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu

Prof. Dr. Hj. Mulyati Pawennei, S.H.,M.H. dan Bapak Dr. Agussalim A.

Gadjong, S.H.,M.H. yang senantiasa meluangkan waktunya untuk

membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyeselaikan penulisan

skripsi ini.

iii
Dari lubuk hati yang paling dalam penulis menghanturkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Mustafa dan Ibunda kinang yang telah

membesarkan, mendidik, serta mendoakan Penulis dan adik

algiand dengan tiada henti agar mencapai kesuksesan

2. Bapak Prof Dr Basri Modding MSi Selaku Rektor Universitas

Muslim Indonesia beserta para Wakil Rektor beserta seluruh

jajarannya

3. Bapak Prof. Dr. H. La Ode Husen S.H.,M,H. Selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia beserta Wakil

Dekan atas segala perhatian dan bimbingannya

4. Ibu Prof.Hj mulyati pawennai SH.,MH Selaku Ketua

Departemen hukum pidana Fakultas Hukum

5. Para Dosen Penguji, Ibu Dr.Ilham abbas. SH.,MH dan Bapak

Dr. Agussalim Andi Gadjong S.H.,M,H. serta bapak

Dr.Abd.Agis.SH.,MH atas semua masukan ilmu yang

berharga bagi Penulis

6. Segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim

Indonesia yang telah berjasa dalam mendidik Penulis selama

menempuh pendidikan dan Staf Administrasi di Lingkup

Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia yang telah

banyak membantu Penulis

iv
7. Polrestabe Makassar yang telah membagi informasi, memberi

saran dan menambah wawasan Penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

8. Keluarga Besar Komite Mahasiswa Penegak Keadilan Study

Club (KOMPAK_SC) Universitas Muslim Indonesia,

9. Sahabat-Sahabat Penulis amalia safitri,ila,fige ,sri, dan Adik-

Adik KOMPAK_SC yang selalu setia menemani Penulis

selama menempu studi di Fakultas Hukum Universitas

Muslim Indonesia

10. Kakanda- Kakanda KOMPAK_SC FH UMI atas segala

masukannya

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak

yang telah memberi bantuan serta masukan kepada Penulis, dan semoga

pula skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum khususnya

Ilmu Hukum Keperdataan pada masa mendatang. Aamiin

Makassar, 6 Maret 2022

(Windia Sari)

v
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Dengan ini diterangkan bahwa seminar hasil penelitian mahasiswa :

Nama : Windia Sari

Stambuk : 040 2018 0107

Bagian : Hukum Pidana

Judul skripsi/ penelitian : TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP


PELAKU KEJAHATAN PENADAHAN
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

Dasar Penetapan Pembimbing :

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai persyaratan dalam

seminar proposal penelitian.

Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Hj. Mulyati Pawennei, S.H.,M.H. Dr. Agussalim A. Gadjong, S.H.,M.H.
Mengetahui
Ketua Bagian Hukum Pidana

Prof. Dr. Hj. Mulyati Pawennei, S.H.,M.H.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................ii


KATA PENGANTAR ................................................................................iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................................vi
DAFTAR ISI ............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................9
C. Tujuan Penelitian ..............................................................................................9
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................11
A. Tinjauan Umum Kriminologi .........................................................................11
1. Pengertian Kriminologi ..............................................................11
2. Ruang Lingkup Kriminologi ........................................................16
3. Teori- teori Kriminologi ..............................................................19
B. Kejahatan ..........................................................................................................24
1. Pengertian Kejahatan ................................................................24
2. Unsur- Unsur Kejahatan ............................................................25
3. Kejahatan Dari Perspektif Yuridis ..............................................26
4. Kejahatan Dari Perspektif Sosiologis .........................................27
C. Penadahan .......................................................................................................27
1. Pengertian Penadahan ..............................................................27
2. Unsur- Unsur Penadahan ..........................................................33
3. Penggolongan Penadahan ........................................................35
D. Tinjauan Umum Pencurian...........................................................................38
1. Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok ........................38
2. Tindak Pidana Pencurian dengan Keberatan ............................42
3. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan ............................44
BAB III METODE PENELITIAN...............................................................45
A. Tipe Penelitan ..................................................................................................45
B. Lokasi Penelitian .............................................................................................45

vii
C. Jenis dan Sumber Data ................................................................................45
D. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................................46
E. Analisis Data ....................................................................................................46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................47
A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Penadahan Kendaraan
Bermotor Di Kota Makassar .........................................................................47
B. Upaya Penanggulangannya Kejahatan Penadahan Kendaraan
Bermotor Di Kota Makassar .........................................................................54
BAB V PENUTUP ...................................................................................57
A. Kesimpulan .......................................................................................................57
B. Saran ..................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum adalah sistem manusia yang dibuat manusia untuk

membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu

hukum juga merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan atas

rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum mempunyai tugas untuk

menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

“Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari ketaatan hukum

warganya. Semakin tinggi ketaatan hukum warga suatu negara akan

semakin tertib kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya, jika ketaatan

hukum warga suatu negara rendah, maka kehidupan bermasyarakat

akan buruk.

Indonesia merupakan negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD

1945), namun banyak masyarakatnya yang masih melanggar

peraturan yang telah dibuat dan disepakati tersebut. Kurangnya

kesadaran hukum dalam masyarakat menyebabkan terjadinya

ketidakpercayaan antara anggota masyarakat itu sendiri maupun

ketidakpercayaan dengan aparat penegak hukum dan pemerintah.

Terlebih dengan kondisi perekonomian yang semakin berkembang

membuat kebutuhan hidup masyarakat terus meningkat, sedangkan

1
pendidikan dan lapangan pekerjaan yang tidak memadai mendorong

tindak kriminalitas di dalam masyarakat.

“Kejahatan tidak akan hilang dengan sendirinya, sebaliknya

kasus kejahatan semakin sering terjadi dan yang paling dominan

adalah jenis kejahatan harta kekayaan, khususnya yang termasuk

didalamnya adalah tindak pidana pencurian.”

Tindak pidana pencurian sebagaimana yang telah diatur

dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

merupakan pencurian dalam bentuk pokok. Adapun unsur-unsurnya,

yaitu unsur “Obyektif” ada perbuatan mengambil, yang diambil

sesuatu barang, barang tersebut seluruhnya atau sebagaian

kepunyaan orang lain. Ada “perbuatan” dan perbuatan itu dilarang

oleh undang-undang, apabila dilanggar akan mendapat sanksi

pidana berupa penjara. Sedangkan unsur “Subyektif” yaitu dengan

maksud untuk memiliki secara melawan hukum.1

sekali, melainkan bisa puluhan kali dengan jumlah kendaraan

bermotor yang tidak terhitung. Disamping itu selain hanya mencuri

komplotan curanmor ini biasanya menjualnya kepada penadah

barang hasil curian, penadah dalam hal ini mempunyai peran sangat

penting karena dengan adanya penadah telah membuka peluang

terhadap terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

1
Ismu Gunadi W, dkk. “Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana”. (Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri,2014), hlm. 128.

2
Tak jarang para pelaku curanmor bekerja sama dengan para

penadah untuk mempermudah aksinya dalam menjual barang hasil

curian.

Berdasarkan Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

disebutkan diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

1) Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima

gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan,

menjual, menukarkan, menggadaikan, mengangkut,

menyimpan, atau menyembunyikan suatu benda, yang

diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh

dari kejahatan penadahan.

2) Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu

benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga

bahwa diperoleh oleh kejahatan.

Tidak semua pembeli hasil barang curian dinyatakan sebagai

penadah karena bisa jadi jual beli terjadi karena ketidaktahuan

pembeli mengenai asal-usul barang yang ia beli. Hal ini dapat

dipahami sebab tidak ada kewajiban bagi pembeli untuk mengetahui

asal-usul barang yang ia beli, sebagaimana tidak wajibnya penjual

mengetahui untuk apa barang yang ia jual digunakan.2 Namun

2
https://www.academia.edu/30461504/Penadahan_menurut_fikih_islam. Diakses pada tanggal
28 November 2021 pukul 08.30 Wita.

3
pembeli juga harus teliti jangan mudah tergiur dengan harga barang

yang murah.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Penadahan juga dinamakan tindak pidana “pertolongan jahat atau

sekongkol atau disebut pula tadah”.

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Quran Surah

AlBaqarah [2] ayat 188:

Artinya :

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain


diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Penadahan sebagai kejahatan, sekaligus merupakan salah

satu gejala sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

di Kota Makassar. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) Indonesia, delik penadahan digolongkan sebagai kejahatan

terhadap harta benda yang diatur dalam Pasal 480, 481 dan Pasal

482 KUHP.

Suatu kenyataan dalam pergaulan hidup manusia, individu

maupun kelompok, sering terjadi penyimpangan-penyimpangan

terhadap norma- norma hidupnya terutama yang dikenal sebagai

4
norma hukum. Terlebih dimasa yang sulit ini, dimana tingkat

pengangguran meningkat sedangkan lapangan pekerjaan sangat

terbatas, serta masalah ketidakmampuan ekonomi sering kali ini

dijadikan alasan dan dikaitkan dengan perilaku- perilaku yang

menyimpang tersebut, pelaku penyimpangan tersebut dalam

memenuhi kebutuhannya dengan jalan pintas terkadang tidak

menghiraukan bahwa tindakannya tersebut telah melanggar hukum,

diantaranya adalah dengan merampas hak orang lain, mencuri atau

bahkan menadah hasil dari kejahatan tersebut. Hal tersebut

termasuk sebagai suatu tindak pidana, yang mempunyai akibat

hukum bagi pelaku.

Kemajuan di bidang teknologi dan informasi saat ini juga

banyak sekali memberikan pengaruh terhadap kehidupan

masyarakat. Pada saat perekonomian nasional yang sedang

mengalami kehancuran maka mulai timbul tindak pidana dengan

modus operandi yang berbeda-beda.

Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin pesat,

pelanggar hukum juga semakin banyak dan berkembang, demikian

pula bentuk dan jenis kejahatan semakin meningkat seperti

kejahatan penadahan. Penadahan merupakan kejahatan yang

terjadi setelah ada kejahatan lain sebelumnya seperti pencurian,

perampokan, penggelapan dan sebagainya. Kejahatan penadahan

ini terjadi karena adanya dorongan hasrat pelaku untuk memperoleh

5
keuntungan dari hasil kejahatan karena barang yang diperoleh dari

kejahatan harganya jauh di bawah standar pasaran.

Kemajuan pertumbuhan sosial di masyarakat ditandai pula

dengan tingkat konsumtif masyarakat yang naik pula, salah satu

contohnya adalah dengan banyaknya masyarakat yang

menggunakan kendaraan bermotor khususnya roda dua. Sekarang

ini, hampir setiap orang memiliki kendaraan bermotor. Bahkan ada

orang yang menganggap bahwa kendaraan bermotor merupakan

kebutuhan primer dalam hidupnya. Semakin terjangkaunya harga

dari kendaraan bermotor serta banyaknya lembaga-lembaga

pembiayaan yang memudahkan masyarakat untuk memiliki

kendaraan bermotor merupakan salah satu faktor yang menunjang

mudahnya seseorang untuk memiliki barang tersebut. Hal itulah

yang melatar belakangi meningkatnya jumlah pencurian motor yang

kemudian berpotensi kepada meningkatnya jumlah penadahan

motor tersebut.

Kejahatan penadahan yang sering terjadi dewasa ini adalah

kejahatan penadahan kendaraan bermotor yang didapat dari

kejahatan pencurian. Pada kejahatan penadahan, pelaku sudah

mengetahui atau patut menduga bahwa barang atau objek tersebut

merupakan hasil kejahatan sebagai contoh motor yang dijual tidak

dilengkapi dengan surat-surat yang sah seperti Surat Tanda Nomor

Kendaraan Bermotor (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor

6
(BPKB) sehingga pembeli patut menduga bahwa motor tersebut

berasal dari tindak kejahatan.

Berdasarkan contoh kasus dua mahasiswa yang menjadi

pelaku pencurian penadahan kejahatan bermotor, kedua mahasiswa

tersebut di bayar 500rb tiap unit motor yang berhasil terjual. Akibat

perbuatannya kedua oknum mahasiswa ini terancam tidak dapat

melanjutkan kuliahnya lantaran terjerat dengan Pasal 480 KUHP

tentang penadahan, dengan ancaman pidana selama lima tahun

penjara.3

Pengaturan hukum yang demikian, sehingga dapat diketahui

perbuatan- perbuatan yang melawan hukum dan dapat diketahui

pula alasan seseorang untuk melakukan perbuatan yang melawan

hukum, dan juga dapat menimbulkan reaksi sosial pada masyarakat.

Reaksi sosial dapat pula dikatakan sebagai usaha mencapai tata

tertib sosial, bentuk reaksi sosial ini akan semakin nampak pada saat

persoalan-persoalan dan ancaman kejahatan meningkat secara

kuantitas dan kualitas.

Pengendalian sosial melalui hukum ini akan menghadapkan

individu atau anggota masyarakat pada alternatif pilihan yaitu

penyesuaian atau penyimpangan, sedangkan dalam bentuk

3
https://sulsel.inews.id/berita/jadi-penadah-motor-curian-mahasiswa-di-makassar-dibayar-
rp500-000. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022 pukul 21:17 Wita.

7
penyimpangan atau pelanggaran yang paling serius sifatnya adalah

pelanggaran hukum pidana yang disebut kejahatan.

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut diatas,

penulis kemudian tertarik akan melakukan penelitian terkait”

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PELAKU KEJAHATAN

PENADAHAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR”

8
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan

permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Faktor Apakah Penyebab Terjadinya Kejahatan Penadahan

Kendaraan Bermotor Di Kota Makassar.

2. Bagaimanakah Upaya Penanggulangannya Kejahatan

Penadahan Kendaraan Bermotor Di Kota Makassar.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Dan Menganalisis Faktor Apakah

Penyebab Terjadinya Kejahatan Penadahan Kendaraan

Bermotor Di Kota Makassar.

2. Untuk Mengetahui Dan Menganalisis Upaya

Penanggulangannya Kejahatan Penadahan Kendaraan

Bermotor Di Kota Makassar.

9
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Segi Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan

sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan dan

literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal yang

berhubungan dengan kejahatan Penadahan. Selain itu dapat

dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep

ilmiah yang dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan hukum di Indonesia.

2. Segi Praktis

Penelitian ini dapat memberi pengetahuan tentang

kasuskasus kejahatan yang terjadi dewasa ini dan bagaimana

upaya pencegahan sehingga kasus-kasus Kejahatan

Penadahan bisa dikurangi dan bahkan juga dihilangkan.

Selain itu juga sebagai pedoman dan masukan baik bagi

aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam

menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam

memberantas kejahatan penadahan.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang penjahat dan kejahatan, serta mempelajari

cara-cara penjahat melakukan kejahatan, kemudian berusaha

semaksimal mungkin untuk mengetahui faktor yang

menyebabkan terjadinya kejahatan dan bagaimana upaya untuk

mencari dan menemukan cara untuk dapat mencegah dan

menanggulangi terjadinya kejahatan.4

Penamaan Kiminologi berasal dari seorang ahli Anthorpologi

Perancis yang bernama P Topinard (1830 – 1911), yang

kemudian semakin menemukan bentuknya sebagai bidang

pengetahuan ilmiah yang mempelajari gejala kejahatan sejak

pertengahan abad ke-19. Perkembangan terjadi karena

pengaruh yang pesat dari ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural

science), dan setelah itu kemudian tumbuh sebagai bidang

pengetahuan ilmiah dengan pendekatan dan analisa-analisa

yang lebih bersifat sosiologis. 5

4
Alam AS dan Ilyas, A. “Pengantar Kriminologi”. (Makassar: Pustaka Refleksi,2010). hlm. 4.
5
Ibid,.

11
Sebagaimana juga pada bidang-bidang ilmu-ilmu sosial yang

lain, pertumbuhan kriminologi tidak terlepas dari silih bergantinya

dominasi aliran atau madshab. Untuk lebih jelasnya

dikemukakan mengenai beberapa pengertian kriminologi.

Menurut W.A. Bonger Kriminologi adalah ilmu pengetahuan

yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.6

Kriminologi dikembangkan pada akhir abad ke-18, ketika

berbagai gerakan yang dijiwai kemanusiaan, mempertanyakan

kekejaman, kesewenang-wenangan, dan inefisiensi dari

peradilan pidana dan sistem penjara. Selama periode ini reformis

seperti Cesare Beccaria di Italia, Sir Samuel Romilly , John

Howard , dan Jeremy Bentham di Inggris, semua mewakili apa

yang disebut sekolah klasik kriminologi, berusaha melakukan

reformasi penologikal dan hukum pidana yang berlaku saat itu.

Tujuan utama mereka adalah untuk mengurangi hukuman,

memaksa hakim untuk mengamati prinsip nulla poena sine lege

(proses hukum), mengurangi penerapan hukuman mati, dan

untuk memanusiakan lembaga pemasyarakatan.7

Secara etimologis, Kriminologi berasal dari rangkaian kata

Crime dan Logos. Crime artinya kejahatan, sedangkan Logos

artinya ilmu pengetahuan. Dari dua arti ini dapat diartikan bahwa

6
W.A. Bonger, “Pengantar tentang Kriminologi”, (Jakarta: Pustaka Sarjana,1971), diperbaharui
oleh T.H. Kempe, diterjemahkan oleh R.A. Koesnoen, hlm. 21.
7
Labeling theory 2018. Britannica Academic. Retrieved 4 May 2018, from
https://academic.eb.com/levels/collegiate/article/labeling-theory/60773.

12
kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

kejahatan. Ada banyak pendapat yang disampaikan para sarjana

terkait dengan pengertian kriminologi dan masing-masing

pengertian dipengaruhi oleh luas lingkupnya bahan kajian yang

dicakup dalam kriminologi. Kriminologi sebagai imu tidak hanya

dilihat dari kejahatan itu sendiri tetapi dapat dilihat dari berbagai

sudut pandang, ada yang memandang kriminologi dari segi latar

belakang timbulnya kejahatan, dan ada juga yang memandang

kriminologi dari segi sikap dan prilaku menyimpang dari norma-

norma yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat.

Kesemuanya itu secara teknis tidak bisa dipisahkan dari

berbagai disiplin ilmu, terutama yang berkaitan dengan obyek

studinya. Oleh karena itu, para sarjana dalam mendeskripsikan

pengertian kriminologi satu sama lain saling berbeda dan

beragam batasannya.8

Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey yang bertolak

dari pandangan bahwa Kriminologi adalah suatu kesatuan

pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial,

mengemukakan bahwa ruang lingkup kriminologi mencakup

proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum, dan

8
Susanto IS, “Diklat Kriminologi”, (Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1991), hlm.
1

13
reaksi atas pelanggaran hukum. Di dalam hubungan ini

kriminologi dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian utama, yakni: 9

a) Sosiologi hukum sebagai analisa ilmiah atas kondisi-

kondisi berkembangnya hukum pidana

b) Etiologi kejahatan, yang mencoba melakukan analisa

ilmiah mengenai sebabmusabab kejahatan

c) Penology yang menaruh perhatian pada pengendalian

kejahatan

Michael and Adler berpendapat bahwa kriminologi adalah

keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para

penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi

diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan

oleh para anggota masyarakat.10

Sedangkan Martin L Haskell and Lewis Yablonsky

mengemukakan kriminologi mencakup analisa-analisa tentang

:11

a) Sifat dan luas kejahatan

b) Sebab-sebab kejahatan

c) Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan

d) Ciri-ciri (tipologi) pelaku kejahatan (kriminal)

9
Ibid,.
10
WME Noach dan Grat van den Heuvel (terjemahan JE Sahetapy), “Kriminologi Suatu Pengantar”,
(Bandung: Penerbit PT Citra Aditya,1992), hlm. 7.
11
Soedjono Dirjosisworo, “Sinopsis Kriminologi Indonesia”, Bandung: Penerbit Mandar Maju,
1994), hlm. 26.

14
e) Pola-pola kriminalitas dan perubahan sosial

Di sisi lain Hermann Mannheim seorang Jerman yang

bermukim di Inggris memberikan definisi kriminologi secara

panjang lebar, yang juga menjelaskannya dalam dua tingkat

(pengertian sempit dan luas). Bagian utama pengertian yang

diberikannya adalah sebagai berikut:

Kriminologi dalam arti sempit adalah kajian tentang kejahatan.

Dalam pengertian luas juga termasuk di dalamnya adalah

penologi, kajian tentang penghukuman dan metode-metode

serupa dalam menangguangi kejahatan, dan masalah

pencegahan kejahatan dengan cara-cara non-penghukuman.

Untuk sementara, dapat saja kita mendefinisikan kejahatan

dalam pengertian hukum yaitu tingkah laku yang dapat dihukum

menurut hukum pidana.12

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa definisi kriminologi adalah suatu spesifikasi

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala

kejahatan, sebab-sebab terjadi kejahatan dan perilaku penjahat

itu sendiri sehingga ia melakukan perbuatan (kejahatan)

menyimpang dari norma-norma yang berlaku di dalam

kehidupan masyarakat.

12
Made Darma Weda, “Kriminologi”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 2.

15
2. Ruang Lingkup Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari

sebab-sebab terjadinya kejahatan yang dilihat dari berbagai

segi. Berdasarkan hal tersebut maka kriminologi merupakan

pertanyaan MENGAPA dan BAGAIMANA? artinya mengapa

orang melakukan kejahatan dan bagaimana upaya yang harus

dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan.13 Edwin

Sutherland seorang kriminolog Amerika Serikat yang terkemuka

menyatakan bahwa dalam mempelajari kriminologi memerlukan

bantuan berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dengan kata lain

kriminologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat interdisipliner.

Sultherland menyatakan criminology is a body of knowledge

(kriminologi adalah kumpulan pengetahuan). Berbagai disiplin

yang sangat erat kaitannya dengan kriminologi antara lain

hukum pidana, hukum acara pidana, antropologi pisik,

antropologi budaya, psikologi, biologi, ekonomi, kimia, statistik,

dan banyak lagi disiplin lainnya yang tidak dapat disebutkan

dalam tulisan ini. Lebih lanjut vanBemmelen menyatakan bahwa

kriminologi layaknya “The King Without Countries” sebab daerah

kekuasaannya tidak pernah ditetapkan. Kriminologi mengambil

13
Alam AS dan Ilyas, A, Op.cit, hlm. 11.

16
konsep dasar dan metodologinya dari ilmu tingkah laku manusia,

biologi, dan nilai-nilai historis serta sosiologis hukum pidana.14

Berdasarkan uraian diatas kriminologi adalah ilmu sosial yang

tempat dan kedudukannya sebagai ilmu pengetahuan dapat

digambarkan dalam skema sebagai berikut :15

a) Skema Noach

Kriminologi adalah ilmu yang membahas kejahatan

dan penyelewengan tingkah laku manusia sebagai gejala

sosial membutuhkan ilmu sosiologi, psikologi dan psikiatri,

sedangkan kriminologi sebagai pusat yang berbatasan

dengan ilmu tersebut.

b) Skema Sauer

Sebagaimana diutarakan di atas bahwa kriminologi

merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang kejahatan seluas-luasnya, maka dengan nuansa

yang sangat luas ini diperlukan ilmu-lmu bantu yang dapat

menunjang tujuan kriminologi, di antaranya yaitu untuk

memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai

perilaku manusia dan lembaga-lembaga sosial

masyarakat yang mempengaruhi kecenderungan dan

penyimpangan norma-norma hukum, mencari cara-cara

14
Atmasasmita, Romli, “Kriminologi”. (Bandung: Mandar Maju, 1997), hlm. 2.
15
Sulstyarta dan Maya Hehanusa, “Kriminologi dalam Teori dan Solusi Penanggulangan
Kejahatan”, (Yogyakarta: Absolute Media,2016), hlm. 12.

17
yang lebih baik untuk mempergunakan pengertian ini

dalam melaksanakan kebijaksanaan sosial yang dapat

mencegah atau mengurangi dan menanggulangi

kejahatan.16

Adapun ruang lingkup kajian ilmu kriminologi

mencakup tiga hal pokok, yakni :17

1) Proses pembuatan hukum pidana dan acara

pidana (making laws). Proses ini meliputi :

a. Definisi kejahatan

b. Unsur-unsur kejahatan

c. Relativitas pengertian kejahatan

d. Penggolongan kejahatan

e. Statistik kejahatan

2) Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang

menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of

laws), yang meliputi :

a. Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi

b. Teori-teori kriminologi

c. Berbagai perspektif kriminologi

3) Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting

toward the breaking of laws). Reaksi dalam hal ini

16
Efa Rodiah Nur, “Kriminologi (Suatu Pengantar)”. (Lampung: Institut Islam Negeri Bandar,2005).
hlm 9.
17
Alam AS dan Ilyas, A, Loc.cit,.

18
bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum

berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap

“calon” pelanggar hukum berupa upaya-upaya

pencegahan kejahatan (kriminal prevention).

Pembahasan dalam bagian ketiga adalah

perlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukum

(Reacting Toward the Breaking Laws) antara lain:

a. Teori-teori penghukuman

b. Upaya-upaya penanggulangan/pencegahan

kejahatan, baik berupa tindakan pre-emtif,

preventif, represif, dan rehabilitasi

3. Teori- teori Kriminologi

Adapun teori- teori kriminologi adalah sebagai berikut :

a) Teori asosiasi differensial (differential association theory)

Edwin Sutherland (1934) dalam bukunya Principle of

Criminology mengenalkan teori kriminologi dengan nama

Teori Differential Association.18 Sutherland berpendapat

bahwa konsep asosiasi diferensial dan organisasi sosial

differensial itu kompatibel satu sama lain dan memungkinkan

untuk dipakai menjelaskan secara komplet tentang aktivitas

18
Ibid,.

19
kejahatan.19 Perilaku kriminal dapat dipelajari melalui

asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar

norma-norma masyarakat termasuk norma hukum.

Asosiasi differensial mengenai kejahatan menegaskan

bahwa:20

1) Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya,

dipelajari

2) Perilaku kriminal dipelajari dalam association atau

interaksi intim dengan mereka yang melakukan

kejahatan melalui suatu proses komunikasi

3) Bagian penting dari mempelajari tingkah laku

kriminal terjadi dalam kelompok yang intim

4) Mempelajari tingkah laku kriminal

5) Dorongan tertentu ini dipelajari melalui

penghayatan atas peraturan perundang-undangan

6) Konflik kultural mendasari proses differential

association atau pergaulan yang berbeda.

Kekuatan teori differential association bertumpu pada

aspek-aspek:21

19
J. Robert Lilly, dkk. “Teori Kriminologi Konteks dan Konsekuensi”. (Jakarta: Prenamedia Group,
2015),hlm. 55.
20
Abintoro Prakoso, “Kriminologi dan Hukum Pidana Pengertian, Aliran, Teori dan
Perkembangannya”. (Yogyakarta: Laksbang PRESSindo,2016), hlm.122.
21
Nursariani Simatupang dan Faisal, “Kriminologi Suatu Pengantar”, (Medan: CV Pustaka Prima ,
2017), hlm. 159.

20
1) Teori ini relatif mampu untuk menjelaskan sebab-

sebab timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial

2) Teori ini mampu menjelaskan bagaimana

seseorang karena adanya/melalui proses belajar

menjadi jahat

3) Ternyata teori ini berlandaskan kepada fakta dan

bersifat rasional

James F. Short (1957) dalam studi permulaannya yang

mendukung teori asosiasi diferensial pada umumnya

menemukan hasil bahwa, betapa pun delinquency lebih kuat

dengan intensitas, daripada dengan frekuensi, lamanya

ataut prioritas asosiasi tersebut.22

Kendatipun differential association theory oleh

Stuherland telah memperoleh dukungan empiris yang

sangat mengesankan, namun juga bukan tanpa adanya

problema yang dihadapi: 23

1) Teori ini gagal untuk menjelaskan mengapa

delinquent dan kriminal mengambil nasehat dan

teman sebaya yang delinquent serta rekan-rekan

dan bukannya dari anggota keluarga dan kawan

sekelas yang non kriminal

22
Abintoro Prakoso. Op. Cit, hlm. 124.
23
Ibid,.

21
2) Teori ini nampaknya mengabaikan kenyataan

bahwa banyak pelaku kejahatan berat, residivis

tidak pernah benar-benar mengintegrasikan diri ke

dalam kelompok delinquent atau sebaliknya.

3) Para pakar riset sering mengabaikan kemungkinan

bahwa delinquent association mungkin menyadari

akibatnya, dan masih dini

4) Aspek-aspek kritis mengenai teori tadi telah

dianggap sebagai tidak dapat diuji, kendatipun

akibat dari berbagai studi nampak memberi isyarat

bahwa teori tadi lebih bisa dipertanggungjawabkan

untuk diuji daripada yang pernah dipikirkan dan

dibandingkan.

b) Teori anonim

Anonime adalah sebuah istilah yang diperkenalkan

oleh Emile Durkheim (1858-1917) untuk menggambarkan

keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari

bahasa Yunani yaitu artinya tanpa dan nomos artinya hukum

ataur peraturan.24

Menurut Emile Durkheim, teori anonime terdiri dari tiga

perspektif, yaitu:25

24
Nursariani Simatupang dan Faisal. Op.Cit,. hlm. 161.
25
Ibid,.

22
1) Manusia adalah makhluk sosial

2) Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial

3) Manusia cenderung hidup dalam masyarakat

keberadaannya sangat tergantung pada

masyarakat tersebut sebagai koloni

Emile Durkheim menggunakan istilah anonim untuk

menggambarkan keadaan deregulation didalam

masyarakat.26 Keadaan deregulasi oleh Durkheim diartikan

sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam

masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan dari

orang lain.

c) Teori sub kultur

Teori ini dikemukakan oleh Albert K. Cohen. Dalam

bukunya yang berjudul Delinquent Boys (1955) untuk

pertama kalinya ia mencoba memecahkan masalah yang

berkaitan dengan bagaimana kenakalan subculture dimulai.

Teori subculture membahas dan menjelaskan bentuk

kenakalan remaja serta perkembangan berbagai tipe

geng.27Teori ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bentuk,

yakni:

26
Ibid,.
27
Nursariani Simatupang dan Faisal. Op. Cit, hlm. 164.

23
1) Criminal subculture, bentuk-bentuk perilaku geng

yang ditujukan untuk kepentingan pemenuhan

uang atau harta benda

2) Conflict subculture, bentuk geng yang berusaha

mencari status dengan menggunakan kekerasan

3) Retrearist subculture, bentuk geng dengan ciri-ciri

penarikan diri dari tujuan dan peranan

konvensional dan kemudian mencari pelarian

dengan menyalahgunakan narkotikan atau

sejenisnya.

B. Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

Kata kejahatan menurut pengertian orang banyak sehari-hari

adalah tingkah laku atau perbuatan yang jahat yang tiap-tiap

orang dapat merasakannya, bahwa itu jahat, seperti pembunuhan,

pemerasan, pencurian, penadahan dan lain sebagainya yang

dilakukan oleh manusia.

Sebagaimana yang dikemukakan Rusli Effendy bahwa :28

“Kejahatan adalah delik hukum (Rechts delicten) yaitu


perbuatan-perbuatan yang meskipun yang tidak ditentukan
dalam undang-undang sebagai peristiwa pidana, tetapi

28
Rusli Effendy, “Asas- asas Hukum Pidana”, (Ujung Pandang: Loppen Universitas Muslim
Indonesia, 1986), hlm. 1.

24
dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata
hukum”.

Menurut A.S. Alam ada dua sudut pandang untuk

mendefenisikan kejahatan, Yaitu :29

a) Sudut pandang hukum, kejahatan dari sudut pandang ini

adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana.

Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang

perbuatan itu tidak dilarang diperundang-undangan

pidana perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan

kejahatan

b) Sudut pandang masyarakat, kejahatan dari sudut

pandang ini adalah setiap perbuatan yang melanggar

norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat

Sedangkan Van Bemmelen merumuskan kejahatan:30

“Tiap kelakuan yang bersifat merugikan, yang menimbulkan


begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat
tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencela dan
menyatakan 15 penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk
nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut”.

2. Unsur- Unsur Kejahatan

Kejahatan juga mempunyai beberapa unsur. Seperti yang

dikemukakan A.S. Alam untuk menyebut sesuatu perbuatan

29
Alam, A.S, Op.cit, hal 16.
30
Roeslan Saleh, “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan penjelasannya” (Jakarta: Citra
Aditya Bakti, 1983), hlm. 17.

25
sebagai kejahatan ada tujuh unsur pokok yang saling berkaitan

yang harus dipenuhi. Ketujuh unsur tersebut adalah :

a) Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian

b) Kerugian tersebut telah diatur di dalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP)

c) Harus ada perbuatan

d) Harus ada maksud jahat

e) Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat

f) Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur

di dalam KUHP dengan perbuatan

3. Kejahatan Dari Perspektif Yuridis

Setiap orang yang melakukan kejahatan akan diberi sanksi

pidana yang telah diatur dalan Buku Kesatu Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (Selanjutnya di singkat KUHPidana) ,yang

dinyatakan didalamnya sebagai kejahatan. Hal ini dipertegas oleh

J.E. Sahetapy bahwa :

“Kejahatan, sebagaimana terdapat dalam


PerundangUndangan adalah setiap perbuatan (termasuk
kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi
21 masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh Negara”.

Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai

perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan

dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.

26
4. Kejahatan Dari Perspektif Sosiologis

Secara sosiologi kejahatan merupakan suatu perilaku

manusia yang diciptakan oleh masyarakat, walaupun masyarakat

memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda akan tetapi

ada di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang

sama.31

Kejahatan dalam pengertian sosiologis meliputi segala

tingkah laku manusia, walaupun tidak atau bukan ditentukan

dalam Undang-Undang, karena pada hakikatnya warga

masyarakat dapat merasakan dan menafsirkan bahwa perbuatan

tersebut menyerang dan merugikan masyarakat.32

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kejahatan pada dasarnya adalah suatu

perbuatan yang dilarang Undang- Undang, oleh karena perbuatan

yang merugikan kepentingan umum dan pelakunya dapat

dikenakan pidana.

C. Penadahan

1. Pengertian Penadahan

Dari segi tata bahasa, penadahan berasal dari kata tadah

yang merupakan suatu kata jadian atau kata sifat, yang mendapat

31
Topo Susanto, “Kriminologi” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 15.
32
Soesilo R, “Kriminologi”, (Bogor: Poeliteia, 1985), hlm. 13.

27
awalan pe- dan akhiran –an. Kata penadahan sendiri adalah suatu

kata kerja yakni suatu kegiatan tadah yang dilakukan oleh subyek

pelaku yang disebut penadah.

Penadahan merupakan suatu tindak pidana yang tidak berdiri

sendiri, melainkan suatu tindak pidana yang diawali dengan tindak

pidana asal (predicate crime). Untuk dapat tidaknya seseorang

disangka melakukan tindak pidana penadahan, maka terlebih

dahulu harus jelas tindak pidana asalnya, karena bagaimana

mungkin menuduh seseorang melakukan tindak pidana

penadahan tanpa jelas terlebih dahulu barang yang diperolehnya

itu berasal dari kejahatan atau bukan. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia kata tadah diartikan :33

a) Tadah : barang untuk menampung sesuatu

b) Bertadah : memakai tadah (alas, lapik)

c) Menadah : menampung atau menerima barang hasil

curian (untuk menjualnya lagi)

d) Menadahkan : memakai sesuatu untuk menadah

e) Tadahan : hasil atau pendapatan menadah

f) Penadah : orang yang menerima barang gelap atau

barang curian

Sedangkan pengertian penadahan menurut Pasal 480

KUHPidana:

33
http://kbbi.web.tadah,. Diakses pada tanggal 28 November 2021 pukul 11.48 Wita.

28
a) Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima

gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan,

menjual, menyewakan, menukarkan, menggadai,

mengangkut, menyimpan, atau menyembunyikan sesuatu

benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga

bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan

b) Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu

benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga

bahwa diperoleh dari kejahatan.

Penadahan merupakan bagian terakhir dari kejahatan

terhadap harta kekayaan yang dimuat dalam Bab XXX

KUHPidana, tentang delik pemberi bantuan sesudah terjadi

kejahatan. Penadahan bertindak hampir selalu untuk

memperkaya diri dengan satu atau lain yang tidak dapat diizinkan,

jadi mengambil keuntungan dari kejahatan yang dilakukan oleh

orang lain. Penadahan selalu berkaitan dengan barang yang

“diperoleh dari kejahatan” dan merupakan salah satu kejahatan

terhadap harta kekayaan.

Pada pasal 481 KUHPidana mengenai penadahan sebagai

mata pencarian berbunyi:

a) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk

sengaja membeli, menerima gadai, menyimpan, atau

29
menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan,

diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

b) Yang bersalah dapat dicabut haknya untuk melakukan

pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Kebiasaan

menurut Hoge Raad 11 Februari 1991 berdasarkan

pengulangan perbuatan dalam jangka waktu yang patut.

Untuk menjadi pelaku tindak pidana penadahan tidak mesti

menunggu pencuri diadili lebih dulu. Dalam hal ini apabila

dipandang cukup dengan telah terbuktinya ada orang yang

kecurian dan barang-barang ada pada penadah maka pelaku

telah bisa untuk diadili. Tindak pidana penadahan yang dilakukan

setelah selesai melakukan suatu kejahatan terhadap harta

kekayaan yaitu mengenai suatu barang yang diperoleh dari

kejahatan biasanya dianggap akan memudahkan atau menolong

kejahatan tersebut.

Sekedar si pelaku kejahatan mengharapkan bahwa barang

yang telah dicuri, dirampas, digelapkan, atau diperoleh dengan

penipuan, atau ditampung oleh seorang penadah akan

mempersulit pengusutan kejahatan yang bersangkutan. Dengan

demikian pelaku tindak pidana tersebut akan dengan mudah

30
mengulangi perbuatannya untuk memperoleh barang dengan

jalan kejahatan.34

Tindak pidana penadahan sebagaimana yang diatur di dalam

Pasal 480 KUHP, dimana salah satu unsur penadahan yang

sering dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam praktik

persidangan seharihari adalah unsur kesengajaan (culpa), yang

berarti bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus

dapat menyangka asalnya barang dari kejahatan dan jarang dapat

dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal itu (asal-usul barang).

Dalam hal ini “maksud untuk mendapatkan untung” merupakan

unsur dari semua penadahan. Unsur kesengajaan ini secara

alternatif disebutkan terhadap unsur lain, yaitu bahwa barangnya

diperoleh dengan kejahatan. Tidak perlu si pelaku penadahan

tahu atau patut harus dapat menyangka dengan kejahatan apa

barangnya diperoleh, yaitu apakah dengan pencurian, atau

penggelapan, atau pemerasan, atau penipuan. Plato menyatakan

bahwa “kekayaan dan kemiskinan menjadi bahaya besar bagi jiwa

orang, yang miskin sukar memenuhi kebutuhan hidupnya dan

merasa rendah diri dan timbul hasrat untuk melakukan kejahatan,

sebaliknya juga orang kaya hidup mewah untuk segala

hiburannya”.35

34
Andi Hamzah, “Delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP”, (Jakarta: Sinar
grafika,2010), hlm. 133.
35
Edy Supriyanto, “Analisis Tindak Pidana Penadahan Bata Ringan”, Jurnal Penelitian Hukum, Vol
1 Nomor 1 April 2019

31
Tindak pidana penadahan, merupakan tindakan yang dilarang

oleh hukum, karena pendahan diperoleh dengan cara kejahatan,

dapat dikatakan menolong atau memudahkan tindakan kejahatan

si pelaku, karena dapat mempersukar pengusutan kejahatan yang

bersangkutan, dalam mengadili terdakwa yang melakukan tindak

pidana penadahan karena harus membuktikan terlebih dahulu

apakah terdakwa tersebut benar-benar melakukan kejahatan di

karenakan barang kejahatan tersebut di dapat dari hasil kejahatan

juga dan penadah disni menjadi pelaku kedua dalam hal

pelaksanaannya, maka pihak yang berwajib harus membuktikan

terlebih dahulu apakah seseorang itu mampu untuk

dipertanggungjawabkan, dengan kata lain adanya unsur

kesalahan dan kesengajaan.36

Akan tetapi, oleh karena penadahan ini seperti pada code

penal, tetap diangggap memudahkan pidana pokok tadi yang

kebanyakan kasusnya adalah pencurian, seperti halnya dengan

“pembantuan”, maka penadahan digolongkan kepada tindak

pidana yang bersifat “memudahkan” (begunstiging) dan bahkan

para pelaku dengan mudahnya menjual barang hasil curiannya di

internet.37

36
Coby Mamahit, “Aspek Hukum Tindak Pidana Penadahan dan Upaya Penanggulangan di
Indonesia”.dalam jurnal hukum unsrat Vol. 23 No. 8 Januari 2017.
37
Wirjono Prodjodikoro, “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia”. (Bandung; PT.Refika
Aditama,2014), hlm. 140.

32
2. Unsur- Unsur Penadahan

Dalam Pasal 480 itu ada dua rumusan kejahatan penadahan,

Rumusan penadahan yang pertama mempunyai unsur-unsur

sebagai berikut :

1) Unsur-unsur Objektif

a. Kopen atau membeli

b. Buren atau menyewa

c. Inruilen atau menukar

d. Als geschenk aannemen atau menerima sebagai

hadiah atau sebagai pemberian

e. Uit winstbejag atau didorong oleh maksud untuk

memperoleh keuntungan

f. Verkopen atau menjual

g. Verhuren atau menyewakan

h. In pand geven atau menggadaikan

i. Vervoeren atau mengangkut

j. Bewaren atau menyimpang

k. Verbergen atau menyembunyikan

2) Unsur- Unsur Subjektif

a. waarvan hij weet atau yang ia ketahui

b. warn hij redelijkerwijs moet vermoeden atau yang

secara patut harus dapat ia duga

33
Karena tindak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal

480 angka 1 KUHP mempunyai dua macam unsur subjektif,

masingmasing yakni unsur kesengajaan atau unsur dolus dan

unsur ketidaksengajaan atau unsur culpa atau dengan kata lain

karena tidak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480

angka 1 KUHP mempunyai unsur subjektif yang pro parte dolus

dan pro parte culpa, maka di dalam surat dakwaannya penuntut

umum dapat mendakwakan kedua unsur subjektif tersebut secara

bersama-sama terhadap seorang terdakwa yang didakwa telah

melakukan tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud

dalam Pasal 480 angka 1 KUHP.

Untuk dapat menyatakan seseorang terdakwa telah terbukti

memenuhi unsur yang ia ketahui sebagaimana yang dimaksud

diatas baik penuntut umum maupun hakim harus dapat

membuktikan didepan sidang pengadilan yang memeriksa dan

mengadili perkara terdakwa :

a. Bahwa terdakwa mengetahui yakni bahwa benda itu

telah diperoleh karena kejahatan

b. Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud

untuk melakukan perbuatan yang didakwakan oleh

penuntut umum, seperti membeli, menyewa, menukar,

menggadai atau menerima sebagai hadiah atau

pemberian

34
c. Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud

untuk melakukan perbuatan yang didakwakan oleh

penuntut umum, seperti menjual, menyewakan,

menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan

atau menyembunyikan karena didorong oleh maksud

untuk memperoleh keuntungan, atau setidaktidaknya

mengetahui bahwa perbuatan itu telah ia lakukan karena

terdorong oleh maksud atau hasrat untuk memperoleh

keuntungan.

3. Penggolongan Penadahan

a. Penadahan sebagai Tindak Pidana Pemudahan

Penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni

karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk

melakukan kejahatan-kejahatan, yang mungkin saja tidak

akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang bersedia

menerima hasil kejahatan tersebut. Akan tetapi, Simons pun

mengakui bahwa pengaturan tindak pidana penadahan di

dalam bab XXX buku 2 KUHP sebagai tindak pidana

pemudahan itu sebenarnya kurang tepat, sebab perbuatan

menadah yang didorong oleh hasrat untuk memperoleh

keuntungan sebenarnya tidak dapat disebut sebagai telah

35
dilakukan dengan maksud untuk memudahkan orang lain

melakukan kejahatan. 38

Badan pembinaan hukum nasional departemen hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam bab XXXI

dari usul rancangannya mengenai buku 2 dari KUHP yang

baru ternyata telah bermaksud untuk memasukkan tindak

pidana penadahan kedalam pengertian suatu jenis tindak

pidana baru yang disebutnya sebagai pertolongan jahat.

Kiranya para pakar bahasa Indonesia dapat membantu untuk

menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan

pertolongan jahat.

b. Tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok oleh

pembentuk Undang-undang telah diatur dalam Pasal 480

KUHP

1) Karena bersalah telah melakukan penadahan, yakni

barangbarang siapa membeli, menyewa, menukar,

menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau dengan

harapan akan memperoleh keuntungan, menjual,

menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut,

menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang ia

38
Kartanegara, “Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II”, (Jakarta: PT. Pradnya
Paramita,2004),hlm. 23.

36
ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa

benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan

2) Barangsiapa mengambil keuntungan dari hasil suatu

benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia

duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena

kejahatan dan dipidana dengan pidana selamalamanya

empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya

sembilan ratus rupiah

c. Penadahan yang Dilakukan Sebagai Kebiasaan

Penadahan yang dilakukan sebagai kebiasaan

ataupun yang didalam doktrin sering disebut sebagai

gewoonteheling oleh pembentuk undang-undang telah diatur

dalam Pasal 480 KUHP:

1) Barang siapa membuat sebagai kebiasaan

pekerjaan dengan sengaja membeli, menukar,

menerima gadai, menyimpan atau

menyembunyikan benda-benda yang diperoleh

karena kejahatan, pidana dengan penjara selama-

lamanya empat (4) tahun.

2) Orang yang bersalah dapat dicabut hak-haknya

seperti yangdiatur dalam Pasal 35 No. 1-4 dan

dapat dicabut pula haknya untuk melakukan

37
pekerjaan, dalam pekerjaannya kejahatan itu telah

dilakukan.

D. Tinjauan Umum Pencurian

1. Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok

Tindak pidana pencurian sebagaimana telah diatur dalam Bab

XXII, Pasal 362 KUHP merupakan pencurian dalam bentuk

pokok. Adapun unsur-unsurnya, yaitu “objektif” ada perbuatan

mengambil, yang diambil sesuatu barang, barang tersebut

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Ada

“perbuatan” dan perbuatan itu dilarang oleh undang-undang,

apabila dilanggar akan mendapat sanksi pidana berupa penjara.

Sedangkan unsur “subjektif” yaitu, dengan maksud, untuk

memiliki, secara melawan hukum.

Menurut R. Soesilo, elemen-elemen tindak pidana pencurian

Pasal 362 KUHP, yaitu : 39

a) Perbuatan “mengambil” yang diambil harus sesuatu

“barang”, barang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain, pengambilan itu dilakukan dengan maksud

untuk “memiliki” barang itu dengan “melawan hukum” atau

melawan hak.

39
Nursariani Simatupang dan Faisal. Op. Cit, hlm. 125.

38
b) Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri

mengambil barang itu, barang belum ada pada

kekuasaannya, apabila waktu memiliki sudah ada

ditangannya, maka perbuatan ini bukan pencurian,

melainkan penggelapan.

c) Sesuatu barang, segala sesuatu yang berwujud termasuk

pula binatang, misalnya, uang, baju, kalung dan

sebagainya. Dalam pengertian barang termasuk pula

“daya listrik” dan “gas”, meskipun tidak berwujud tetapi

dapat dialirkan dalam pipa atau kawat.

d) Barang itu, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang

lain, sesuatu barang yang bukan kepunyaan orang lain

tidak menimbulkan pencurian.

e) Pengambilan itu harus disengaja dan dengan maksud

untuk dimilikinya. Orang “karena keliru” mengambil

barang orang lain itu bukan pencurian. Seseorang

“menemui” barang di jalan kemudian diambilnya. Bila

waktu mengambil sudah ada maksud “untuk memiliki”

barang itu, masuk pencurian.

Unsur subjek dalam perumusan tindak pidana adalah terletak

pada kata “barang siapa” dan memang pada prinsipnya dalam

hukum pidana umum (KUHP) yang menjadi subjek hukum

pidana atau biasa juga disebut pelaku atau pembuat (dader),

39
hanya orang atau manusia (natuurlijke persoon).40 Pada tindak

pidana pencurian seperti yang diatur pada Pasal 362 KUHP

secara umum subjek hukumnya adalah seseorang atau

sekelompok orang. Unsur kedua dari tindak pidana adalah

kesalahan (schuld). Kesalahan dibagi dua bagian, yaitu sengaja

(dolus) dan lalai (culpa). Sengaja mempunyai hubungan

kejiwaan yang lebih erat dalam diri pelaku terhadap suatu

tindakan, dibandingkan dengan kelalaian. Dan untuk

membuktikan adanya sifat kesengajaan dalam tindakan sipelaku

bukanlah hal yang mudah. Sengaja disini adalah “menghendaki

atau menginsafi”. Dan kesengajaan yang digunakan dalam

KUHP adalah seseorang atau sekelompok orang yang

melakukan tindak pidana tertentu (misalnya pencurian) dan

orang itu menghendaki tindakannya tersebut, artinya ada

hubungan kejiwaan yang erat antara sipelaku dengan

tindakannya.

Pada Pasal 362 KUHP unsur kesalahan yang berbentuk

sengaja seperti yang tersirat pada kata-kata “mengambil sesuatu

barang dengan maksud untuk memiliki” menunjukkan bahwa

pelaku mempunyai kehendak dan tujuan untuk melakukan

sesuatu itu (memiliki) mempunyai kehendak berarti ada

kesengajaan. Dan kata-kata “dengan maksud” pada pasal ini

40
Coby Mamahit, Loc. Cit, hlm. 75.

40
tidak berarti kehendak dan tujuan yang ada pada diri pelaku

sudah terlaksana atau terpenuhi sepenuhnya.

Mengenai perumusan unsur “bersifat melawan hukum”, pada

sistem hukum pidana Indonesia adalah mengikuti pada ajaran

bersifat melawan hukum material, yakni semua delik harus

senantiasa dianggap mempunyai unsur bersifat melawan

hukum, walaupun tidak dengan tegas dirumuskan. Dan bersifat

melawan hukumnya tindakan itu harus selalu dapat dibuktikan

apabila dipersoalkan dipersidangan, serta harus ternyata dalam

surat dakwaan sampai pada putusan hakim. Sementara dari

sudut ajaran bersifat melawan hukum yang formil, apabila unsur

melawan hukum tidak dirumuskan dalam perundang-undangan,

maka tidak ada keharusan untuk membuktikannya.

Unsur tindakan yang dilarang dalam Pasal 362 KUHP adalah

tindakan mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau

sebahagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk

memilikinya secara melawan hukum. Hal ini menunjukkan

bahwa tindakan yang dilarang tersebut (pencurian) adalah delik

formil, yang berarti delik dianggap sempurna (voltooid) jika

tindakannya sudah memenuhi rumusan delik tanpa

mempersoalkan akibatnya. 41

41
Ibid,.

41
Tindak pidana penadahan, merupakan tindakan yang dilarang

oleh hukum, karena penadahan diperoleh dengan cara

kejahatan, dapat dikatakan menolong atau memudahkan

tindakan kejahatan si pelaku, karena dapat mempersukar

pengusutan kejahatan yang bersangkutan, dalam mengadili

terdakwa yang melakukan tindak pidana penadahan karena

harus membuktikan terlebih dahulu apakah terdakwa tersebut

benar-benar melakukan kejahatan di karenakan barang

kejahatan tersebut di dapat dari hasil kejahatan juga dan

penadah disni menjadi pelaku kedua dalam hal pelaksanaannya,

maka pihak yang berwajib harus membuktikan terlebih dahulu

apakah seseorang itu mampu untuk dipertanggungjawabkan,

dengan kata lain adanya unsur kesalahan dan kesengajaan.

2. Tindak Pidana Pencurian dengan Keberatan

Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363

KUHP, prinsip unsur-unsur yang terkandung pasal ini sama

dengan unsur-unsur dalam Pasal 362 Pencurian pokok. Dalam

pasal ini ada unsur pemberatan, yang ancaman hukuman lebih

berat yaitu penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

Unsur pemberatan, yaitu :

a) Jika barang yang di curi hewan, yang dimaksud “hewan”

yang diterangkan dalam Pasal 101 KUHP ialah semua

42
jenis binatang yang memamah biak, binatang yang

berkuku satu, sedangkan babi, anjing, kucing, ayam, itik

dan angsa tidak termasuk hewan, karena tidak memamah

biak, tidak berkuku satu, dan bukan pula sejenis babi.

b) Jika pencurian itu dilakukan pada waktu sedang tejadi

bermacam-macam bencana, seperti kebakaran, letusan

gunung, dan sebagainya. Pencurian yang dilakukan

dalam waktu ini diancam hukuman lebih berat, karen

apada waktu semua orang sedang menyelamatkan jiwa

dan raga serta hartanya, si pelaku menggunakan

kesempatan untuk melakukan kejahatannya.

c) Jika pencurian itu dilakukan pada waktu malam hari dalam

sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang rumahnya

dilakukan oleh orang yang berada di situ tanpa

sepengetahuan atau tanpa izin yang berhak. Waktu

malam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 KUHP

adalah waktu antara terbenam matahari dan terbit

kembali.

d) Jika pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

besama-sama. Supaya dapat dituntut bersama-sama

pasal ini, maka dua orang atau lebih itu harus bertindak

sama-sama sebagaimana dimaksud oleh Pasal 55, dan

tidak seperti halnya yang dimaksud dalam Pasal 56.

43
e) Jika pencurian itu dilakukan ke tempat kejahatan atau

untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu,

dilakukan dengann jalan membongkar, memecah,

memanjat atau memakai anak kunci palsu, dan perintah

palsu.

3. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan diatur dalam

Pasal 365 KUHP. Unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHP, yaitu

semua unsur yang telah diuraikan dalam Pasal 363 (1) KUHP,

kecuali unsur di jalan umum, di dalam kereta api atau term yang

sedang berjalan.

Kekerasan menurut H.A.K. Moch. Anwar menyatakan,

“bahwa perbuatan yang mengakibatkan orang pingsan, atau

tidak sadarkan diri dan perbuatan yang menimbulkan orang tidak

berdaya lagi termasuk perbuatan kekerasan”.42

42
Ismu Gusnadi. Op. Cit, hlm. 125.

44
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitan

Penelitian ini menggunakan metode penilitian empiris.

Metode penelitian hukum empiris ini pada dasarnya ialah

penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya

penambahan dari berbagai unsur-unsur empiris. Dalam metode

penelitian empiris ini juga mengenai implementasi ketentuan hukum

normatif (Undang- Undang) dalam aksinya disetiap peristiwa hukum

tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.

B. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian penulis memilih lokasi penelitian

di Kota Makassar yaitu di Polrestabes Makassar alasannya lokasi

atau wilayah tersebut karena peneliti berasal dari wilayah atau

daerah tersebut dan cukup mengetahui kondisi perkembangan

pendidikan di wilayah yang menjadi tujuan penelitian.

C. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan Perolehannya Penulis membagi dua jenis data :

1. Data Primer, merupakan data yang diperoleh dari hasil

wawancara pihak responden

45
2. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dengan

mempelajari literatur yang berhubungan dengan objek kajian

berupa buku-buku, dokumen-dokumen tertulis, aturan

operasional, dan data yang lainnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Data Primer, yaitu Teknik Pengumpulan Data Wawancara,

yaitu mengadakan tanya jawab langsung dengan Pihak

Kepolisian Dan Pelaku Penadahan.

2. Data Sekunder, yaitu teknik pengumpulan data saya adalah

menulusuri dokumen-dokumen (arsip) yang berkaitan dengan

permasalahan yang dikaji.

E. Analisis Data

Data-data yang berhubungan dengan Penadahan

dikumpulkan dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan

analisis kualitatif, yaitu memaparkan data yang telah diperoleh

kemudian menyimpulkannya.

46
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Penadahan Kendaraan

Bermotor Di Kota Makassar

Status sosial seseorang di dalam masyarakat banyak

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selama dalam masyarakat itu ada

sesuatu yang dihargai maka selama itu pula ada pelapisan-

pelapisan di dalamnya dan pelapisan-pelapisan itulah yang

menentukan status sosial seseorang.

Maka dari itu, disini diuraikan beberapa faktor yang

menyebabkan faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan

penadahan kendaraan bermotor di Kota Makassar tahun 2019-2021

sebagai berikut :

1) Faktor Ekonomi

Faktor yang melatarbelakangi kejahatan penadahan

pada umumnya dan penadahan kendaraan bermotor

pada khususnya adalah masalah ekonomi. Susunan

masyarakat dimana terdapat perbedaan golongan kelas

ekonomi menengah keatas atau menengah kebawah

ataupun golongan masyarakat yang terbagi dalam

golongan karya dan golongan miskin.

47
Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di

dalam kehidupan manusia, maka keadaan ekonomi dari

pelaku kejahatan penadahan kendaraan bermotor yang

kerap muncul melatarbelakangi seseorang melakukan

kejahatan penadahan kendaraan bermotor. Para pelaku

sering kali tidak mempunyai pekerjaan tetap, atau bahkan

tidak mempunyai pekerjaan sama sekali. Karena desakan

ekonomi yang menghimpit, yaitu harus memenuhi

kebutuhan keluarga, membeli sandang maupun pangan,

atau ada sanak keluarganya yang sedang sakit, maka

seseorang dapat berbuat nekat dengan melakukan

kejahatan penadahan kendaraan bermotor

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 24

Februari dengan Bapak Bripka Riswandi Firmansyah,

S.H. Selaku Bamin Ops Satreskrim Polrestabes Makassar

mengatakan bahwa 43:

Perhitungan pendapatan pelaku penadahan

kendaraan bermotor penulis ukur dengan

mengakumulasikan jumlah pendapatan dari 8 narapidana

yang telah diwawancarai, dimana tingkat pendapatan di

bagi atas 3 yakni rendah, sedang dan tinggi. Tingkat

43
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bripka Riswandi Firmansyah, S.H. Selaku Bamin Ops
Satreskrim Polrestabes Makassar pada tanggal 24 Februari 2022

48
pendapatan rendah yaitu 500.000/bulan sedangkan

tingkat pendapatan yang tertinggi yaitu 1.000.000/bulan.

Berikut hasil data yang penulis gambarkan dengan table berikut ini :

Tabel 1

Tingkat Pendapatan Pelaku Penadahan Kendaraan

Bermotor di Kota Makassar Tahun 2019-2021

No Tingkat Pendapatan Frekuensi Presentase

1 Rendah (< 500.000) 5 62,5%

2 Sedang (501.000-1.000.000) 3 37,5%

3 Tinggi (> 1.000.000) - -

Jumlah 8 100 %

Sumber data : Polrestabes Makassar

Pada tabel 1 menggambarkan bahwa tingkat

pendapatan pelaku penadahan kendaraan bermotor yang

paling banyak adalah yang dikategorikan dalam tingkat

pendaftaran rendah, pendaftarannya sekitar kurang dari

Rp 500.000.- per bulan sebanyak 5 orang atau 62,5%

sedangkan yang berpendapatan sedang antara Rp

501.000.- s/d 1.000.000.- perbulan mencapai 3 bulan atau

sekitar 37,5% .

49
Data tersebut menunjukkan bahwa para pelaku

kebanyakan yang berpenghasilan rendah yaitu mencapai

62,5%, ini jelas menunjukkan bahwa faktor ekonomi

sangat berpengaruh terhadap penadahan kendaraan

bermotor.

2) Faktor Pendidikan

Sesuai dengan hasil penelitian penulis, pendidikan

juga berpengaruh terhadap terjadinya penadahan

kendaraan bermotor, dimana tingkat pendidikan pelaku

menjadi salah satu faktor yang sedikit banyaknya akan

berpengaruh terhadap tingkah laku dan pola pikir

seseorang, baik dalam keluarga maupun dalam

masyarakat.

Alasan lainnya pendidikan yang rendah akan

berpengaruh terhadap pekerjaan yang dimiliki seseorang

yang mana dari pekerjaan tersebut akan mempengaruhi

tingkat pendapatan atau penghasilan yang dimilikinya,

yang mana apabila pendapatan atau penghasilan yang

dimilikinya tersebut rendah dan tidak dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya (dirinya dan keluarganya), maka

apabila seseorang tidak memiliki mental yang kuat dan

iman yang teguh maka besar kemungkinan orang tersebut

50
akan melakukan tindak kejahatan seperti penadahan

kendaraan bermotor.

Hal ini menunjukkan bahwa bahwa tingkat pendidikan

formal yang minim di dalam masyarakat dapat

menimbulkan dampak terhadap masyarakat tersebut,

yaitu mereka merasa dan bersikap rendah diri serta

kurang kreatif sehingga tidak ada kontrol terhadap

pribadinya sehingga mudah melakukan tindakan-tindakan

kejahatan utamanya penadahan kendaraan bermotor.

Dengan pendidikan yang minim pola pemikiran mereka

mudah dipengaruhi oleh keadaan sosial sehingga

pergaulan dalam lingkungannya mudah mengekspresikan

tingkah laku yang kurang baik lewat perbuatan yang

merugikan masyarakat.

Berbicara tentang pendidikan, penulis dapat

menyimpulkan bahwa pendidikan yang rendah

mempengaruhi akan terjadinya kejahatan khususnya

penadahan kendaraan bermotor. Hal ini dapat dilihat

bahwa pendidikan yang minim mengakibatkan pola pikir

yang mudah terpengaruh karena kadang-kadang mereka

bisa melakukan perbuatan yang dapat merugikan

masyarakat.

3) Faktor Pekerjaan

51
Dewasa ini lapangan pekerjaan merupakan sesuatu

hal yang sangat memprihatinkan. Hal tersebut disebabkan

karena jumlah pelamar yang mendaftar tidak seluruhnya

tertampung oleh lapangan kerja yang tersedia yang

berdampak pada banyaknya pengangguran sehingga

mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang.

Demikian pula persaingan yang tidak sehat dalam

mencari pekerjaan. Dimana orang-orang yang tersalur

adalah sebagian kecil dari jumlah yang melamar,

disamping itu diikuti oleh beberapa persyaratan-

persyaratan seperti harus memiliki keterampilan khusus

yang dapat menunjang pekerjaan kelak.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 24

Februari 2022 dengan Bapak Bripka Riswandi

Firmansyah, S.H. Selaku Bamin Ops Satreskrim

Polrestabes Makassar mengatakan bahwa : 44

“Sebagian besar dari pelaku penadahan kendaraan

bermotor merupakan buruh harian atau tidak mempunyai

pekerjaan sama sekali. Sehingga faktor inilah yang

biasanya membuat para pelaku ingin melakukan

44
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bripka Riswandi Firmansyah, S.H. Selaku Bamin Ops
Satreskrim Polrestabes Makassar pada tanggal 24 Februari 2022

52
kejahatan penadahan karena bisa mendapatkan

keuntungan yang lebih dan cepat”.

4) Faktor keluarga

Keluarga adalah salah satu kelompok sosial primer

yang terkecil. Anggotanya terdiri atas orang tua (bapak,

ibu) dan anak. Dalam keluarga inilah, individu sebagai

anggota kelompok pertama kali yang melakukan “hal

belajar”. Tugas-tugas tahap perkembangan individu

dilaksanakan melalui interaksi menuju pembentukan

kepribadian yang mantap dan mentakan diri sebagai

bagian dari anggota kelompoknya. Interaksi dalam

keluarga berlangsung antar individu melalui komunikasi

tatap muka. Orang tua yang bertugas mendidik dan

membina anaknya sehingga mempunyai peran penting

dalam perkembangan seseorang. Sehingga menentukan

cara-cara bertingkah laku seorang anak dalam interaksi

yang dilakukan oleh keluarganya. Kalau orang tua kurang

atau tidak pernah melakukan hal-hal yang berkenaan

dengan pendidikan anak dan membiarkannya

berkembang tanpa pembinaaan dan pengawasan,

akibatnya adalah seorang anak akan berkelut dengan

tindakan-tindakan kriminal.

53
B. Upaya Penanggulangannya Kejahatan Penadahan Kendaraan

Bermotor Di Kota Makassar

Upaya penanggulangan diartikan sebagai usaha untuk

mencegah dan mengurangi kasus penadahan kendaraan bermotor

serta peningkatan penyelesaian perkaranya. Usaha peningkatan

kegiatan lebih diarahkan pada refresif dan preventif, dengan

mengadakan operasi selektif disamping peningkatan kegiatan

lainnya. Kejahatan penadahan kendaraan bermotor dipandang dari

sudut manapun harus diberantas dan tidak boleh dibiarkan

merajalela, lebih-lebih kalau akibatnya sangat memprihatinkan atau

sangat membahayakan masyarakat. Dan diharapkan masyarakat

tetap merasa aman dan nyaman dalam menjalani kesehariannya

tanpa ada sebuah ancaman terhadapnya.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 24 Februari 2022

dengan Bapak Bripka Riswandi Firmansyah, S.H. Selaku Bamin Ops

Satreskrim Polrestabes Makassar mengatakan bahwa : 45

“Ada beberapa upaya-upaya yang dilakukan pihak kepolisian

untuk menanggulangi kejahatan penadahan kendaraan

bermotor di Kota Makassar”

45
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bripka Riswandi Firmansyah, S.H. Selaku Bamin Ops
Satreskrim Polrestabes Makassar pada tanggal 24 Februari 2022

54
Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian

untuk mencegah terjadinya kejahatan penadahan kendaran

bermotor adalah sebagai berikut :

1) Upaya preventif

Dimaksud dengan upaya preventif adalah usaha untuk

mengadakan hubungan yang bersifat negatif menjadi sifat

positif agar usaha-usaha tersebut tidaklah lagi menjadi

gangguan dalam masyarakat. Berikut upaya preventif

yang diungkapkan pihak kepolisian yaitu :

a) Mengadakan patroli-patroli secara rutin oleh pihak

kepolisian ke tempat-tempat yang rawan terjadinya

kejahatan, dengan demikian masyarakat

disekitarnya merasa aman dan tentram dari

gangguan yang meresahkan disamping itu citra

polisi di mata masyarakat akan menjadi lebih baik

b) Membentuk suatu sistem keamanan lingkungan

(siskamling) yang efektif dan terus-menerus di

bawah kordinasi dari pihak kepolisian

c) Memberikan penerangan kepada instansi terkait

misalnya masyarakat, satpam, dan yang lainnya,

apabila terjadi kejahatan penadahan kendaraan

bermotor dihimbau agar segera melaporkan

kepada pihak yang berwajib.

55
d) Pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat

setempat agar terjalin suatu hubungan yang baik

antara polisi dan masyarakat, agar apa yang

disosialisasikan oleh polisi dapat dijalankan oleh

masyarakat.

2) Upaya Refresif

Upaya refresif adalah upaya yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk melakukan sebuah tindakan setelah

terjadinya kejahatan penadahan kendaraan bermotor.

Upaya refresif yang dilakukan oleh pihak kepolisian

adalah memasukkan para pelaku kejahatan penadahan

kendaraan bermotor kedalam rumah tahanan. Artinya

mulai dari tahap penyidikan, penuntutan sampai dengan

adanya putusan akhir pengadilan sehingga para pelaku

tidak melakukan kejahatan lagi dan menghukum para

pelaku dengan sebuah putusan tetap sesuai dengan

Pasal 480 KUHP.

56
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari seluruh pembahasan materi hasil penelitian

ini, maka dapat disimpulkan :

1. Bahwa faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya

kejahatan penadahan kendaraan bermotor di Makassar

adalah faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan keluarga.

Dan jumlah kejahatan penadahan kendaraan bermotor

selama 3 tahun terakhir 2019-2021 berjumlah 53 kasus dan

kasus yang selesai hanya 29 kasus.

2. Upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi kejahatan

penadahan kendaraan bermotor adalah upaya preventif

(pencegahan) dan refresif (penindakan). Maksud dari upaya

preventif adalah suatu bentuk tindakan pencegahan yang

dilakukan oleh pihak-pihak berwenang dan terkait sebelum

terjadinya suatu tindakan kejahatan seperti penadahan

kendaraan bermotor, sedangkan upaya refresif adalah upaya

atau langkah-langkah yang diambil oleh pihak-pihak yang

berwenang dan terkait setelah terjadinya suatu tindakan

kejahatan seperti penadahan kendaraan bermotor.

57
B. Saran

1. Seharusnya masyarakat harus lebih teliti dalam membeli suatu

barang dan jangan mudah tergiur dengan harga yang murah.

Diharapkan juga kepada masyarakat kesadaran menanamkan

nilai-nilai moral dalam diri dalam memberantas kejahatan

penadahan pencurian kendaraan.

2. Dalam penegakan hukum khususnya bagi pelaku kejahatan

penadahan kendaraan bermotor agar diproses dengan hukum

yang berlaku serta penerapan sanksinya cukup berat agar

pelaku tidak mengulangi lagi kejahatannya.

58
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya

A. Buku :

Abintoro Prakoso (2016) , “Kriminologi dan Hukum Pidana


Pengertian, Aliran, Teori dan Perkembangannya”.
(Yogyakarta: Laksbang PRESSindo)

Andi Hamzah (2010), “Delik-delik tertentu (special delicten) di dalam


KUHP”, (Jakarta: Sinar grafika)

Alam AS dan Ilyas, A. (2010), “Pengantar Kriminologi”. (Makassar:


Pustaka Refleksi).

Bonger, W.A. (1971), “Pengantar tentang Kriminologi”, (Jakarta:


Pustaka Sarjana), diperbaharui oleh T.H. Kempe, diterjemahkan
oleh R.A. Koesnoen

Efa Rodiah Nur (2005), “Kriminologi (Suatu Pengantar)”. (Lampung:


Institut Islam Negeri Bandar)

Ismu Gunadi W, dkk. (2014), “Cepat & Mudah Memahami Hukum


Pidana”. (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri)

Kartanegara, (2004), “Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II”,


(Jakarta: PT. Pradnya Paramita)

Made Darma Weda (1996), “Kriminologi”, (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada)

Nursariani Simatupang dan Faisal (2017), “Kriminologi Suatu


Pengantar”, (Medan: CV Pustaka Prima)

Rusli Effendy (1986), “Asas- asas Hukum Pidana”, (Ujung Pandang:


Loppen Universitas Muslim Indonesia)

Robert Lilly J, dkk. (2015), “Teori Kriminologi Konteks dan


Konsekuensi”. (Jakarta: Prenamedia Group)

Romli Atmasasmita, (1997), “Kriminologi”. (Bandung: Mandar Maju)

Roeslan Saleh (1983), “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan


penjelasannya” (Jakarta: Citra Aditya Bakti)

59
Susanto IS (1991), “Diklat Kriminologi”, (Semarang: Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro)

Sulstyarta dan Maya Hehanusa (2016), “Kriminologi dalam Teori dan


Solusi Penanggulangan Kejahatan”, (Yogyakarta: Absolute
Media)

Soedjono Dirjosisworo (1994), “Sinopsis Kriminologi Indonesia”,


Bandung: Penerbit Mandar Maju)

Soesilo R (1985) “Kriminologi”, (Bogor: Poeliteia)

Topo Susanto (2005), “Kriminologi” (Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada)

WME Noach dan Grat van den Heuvel (terjemahan JE Sahetapy) (1982),
“Kriminologi Suatu Pengantar”, (Bandung: Penerbit PT Citra
Aditya)

Wirjono Prodjodikoro (2014), “Asas-asas Hukum Pidana di


Indonesia”. (Bandung; PT.Refika Aditama)

B. Peraturan Perundang- Undangan :

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

C. Jurnal

Edy Supriyanto, “Analisis Tindak Pidana Penadahan Bata Ringan”,


Jurnal Penelitian Hukum, Vol 1 Nomor 1 April 2019

Coby Mamahit, “Aspek Hukum Tindak Pidana Penadahan dan Upaya


Penanggulangan di Indonesia”.dalam jurnal hukum unsrat Vol. 23
No. 8 Januari 2017.

D. Website

https://www.academia.edu/30461504/Penadahan_menurut_fikih_islam.
Diakses pada tanggal 28 November 2021 pukul 08.30 Wita.

Labeling theory 2018. Britannica Academic. Retrieved 4 May 2018, from


https://academic.eb.com/levels/collegiate/article/labelingtheory/67
73.

60
http://kbbi.web.tadah,. Diakses pada tanggal 28 November 2021 pukul
11.48 Wita.

61

Anda mungkin juga menyukai