SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Strata Satu
(S-1) Pada Program Studi Ilmu Hukum
Disusun Oleh
ALFA SYAUQI
No. Pokok : 2018200051
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun oleh
ALFA SYAUQI
No. Pokok: 2018200051
Disetujui Untuk Diajukan Dalam Sidang Skripsi Program Studi Hukum Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta
(Dr. Aby Maulana, S.H., M.H.) (Tubagus Heru Dharma Wijaya, S.H., M.H.)
i
ii
Diterima dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Pada Hari :
Tanggal :
Mengesahkan
Fakultas Hukum,
ii
iii
MOTTO
LEMBAR PERSEMBAHAN
Rasa terimakasih dan syukur yang tak terhingga kepada kedua orangtua
Ayahanda Sutikno dan Ibunda Nur Azizah, Kakak, Adik, dan Saudara
Lainnya, kepada sahabat – sahabat, Senior yang telah membina ku, dan
iv
v
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat rahmat dan
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, pada
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan,
arahan, bantuan maupun dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh
Muhammadiyah Jakarta;
2. Ibunda Dr. Dwi Putri Cahyawati, SH., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
kasih.
vi
vii
4. Bapak M. Rusdi Daud, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
kasih.
5. Bapak Dr. Aby Maulana, S.H., M.H. selaku Ketua Program Studi Fakultas
terima kasih.
6. Bapak Tubagus Heru Dharma Wijaya, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian
mengucapkan banyak terima kasih atas semua masukan dan ilmu yang
7. Bapak Dr. Septa Candra, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik Penulis
sampaikan kepada beliau yang sebesar besarnya atas bimbingan yang telah
8. Ibunda Dr. Bahria Prentha, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing skripsi ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada beliau yang sebesar besarnya atas
segala masukan, arahan, bimbingan, dan bantuan yang telah beliau berikan
satu.
9. Bapak Pathorang Halim, S.H., M.H. selaku dosen penguji yang telah banyak
10. Seluruh Dosen dan Staf pengajar program Sarjana Ilmu Hukum pada Fakultas
satu persatu tetapi segala ilmu yang telah diajarkan sangatlah berharga dan
11. Teman teman FH UMJ 2018 terutama kepada Studi Spirit yang beranggotakan
Andisa, Fiqih, Nirwan Panji, Aluh Ridiana, Asfar Ramadhan, Raihan Aga
Difa Hafis Sebastian, Kahlil Gibran, Jalesena, Emir Suni, Hisyam , Bang
12. LASKUM FH UMJ yang telah membuka fikiran dalam studi saat ini.
13. Rekan – rekan BEM FH UMJ Periode 2021 – 2022 Kabinet Kemajuan
14. Teman – teman Himpunan Mahasiswa Islam yang telah membangun proses
kognitif saya hingga saya mampu menelaah variable – variable yang ada
dalam penulisan.
15. Semua pihak yang telah membantu Penulis dan memberikan ide-ide
penyusunan Skripsi ini yang namanya tidak dapat Penulis sebutkan satu
persatu.
Skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua pihak
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................i
MOTTO........................................................................................................iii
LEMBAR PERSEMBAHAN......................................................................iv
ABSTRAK.....................................................................................................v
KATA PENGANTAR..................................................................................vi
DAFTAR ISI.................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Pengertian Pidana.............................................................................22
B. Unsur – Unsur Tindak Pidana...........................................................24
C. Jenis – Jenis Tindak Pidana..............................................................26
A. Pelecehan Seksual...................................................................................32
x
GANGGUAN SEKSUAL.....................................................................43
PREFRENSI SEKSUAL......................................................................59
A. Kasus Posisi......................................................................................59
B. Analisis Kualifikasi Perbuatan Pelecehan Seksual Fetish Kain Jarik
..........................................................................................................62
1. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)............................64
x
xi
A. Kesimpulan.......................................................................................81
B. Saran.................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................83
BAB I
PENDAHULUAN
bebas tetapi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dimasyarakat tidak
1
J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Prenhallindo,2001), hlm. 12.
2
Ibid., hlm. 15.
1
2
adalah Negara Hukum”. Hal ini menyampaikan bahwa setiap tingkah laku
ketentuan yang mengatur perbuatan dan sikap mereka, karena jika tidak
mengatur tingkah laku manusia atau yang menjadi pedoman manusia untuk
apabila ditinjau dari segi Hukum terdapat perilaku yang dapat dikategorikan
sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma.
Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku, tidak menjadi
Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan
3
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta:Cahaya Atma
Pustaka,2010), hlm. 19 – 20.
3
terhadap kemajuan teknologi di zaman modern saat ini, dimana setiap manusia
permasalahan baru yang belum dapat dijangkau oleh Hukum. Saat ini sudah
kejahatan tidak hanya terbatas pada ruang lingkup yang sifatnya konvensional
seksual dapat terjadi dimana saja dan bukan hanya sebuah problematika
aparat penegak Hukum yang memang dalam bertindak harus sesuai dengan
4
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta:2004,Sinar Grafika) hlm. 1.
5
Marcheyla Sumera, Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan, Lex
et Societatis, Vol 1, No. 2, 2013, hlm. 39-49
4
minimnya bukti, dan terkendala oleh Pasal itu sendiri tidak memenuhi
unsurnya. Pasal yang mengatur tindak pidana pelecehan seksual terdapat pada
istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296
KUHP.
menjelaskan perbuatan cabul adalah hal hal yang melanggar norma kesusilaan
dan dan perbuatan yang keji, semuanya dalam lingkup nafsu birahi kelamin,
KUHP, diartikan membuat orang pingsan atau tidak berdaya. Apakah suatu
penggunaan kekerasan harus menimbulkan rasa sakit dan luka, pingsan atau
6
Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
5
kekerasan secara psikis seperti pada pelecehan seksual, hal ini tidak
terhadap budaya negara satu ke negara yang lain, termasuk juga pola
penyimpangan tingkah laku yang berasal dari kelainan yang ada pada diri
Kata para berarti penyimpangan dan philia berarti cinta atau ketertarikan.
yang tidak biasa atau tidak lazim. Penyimpangan seksual dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal, diantaranya lingkungan yang kurang baik, pernah
Pelaku tersebut melakukan perbuatn nya dengan didorong oleh kelainan yang
sebuah fetishisme merupakan hal yang lazim, namun terdakwa dalam putusan
dengan vonis pidana 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan penjara serta denda
dimasyarakat.”7
gangguan.
7
Undang – undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
8
RUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
berlaku.
2. Pembatasan masalah
3. Rumusan Masalah
Tujuan Pemidanaan ?
9
1. Landasan Teori
spesifik atau proses tertentu terjadi, kemudian teori ini harus diuji dengan
Teori Relatif, bahwa Pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan atau
pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi
mempunyai tujuantujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena itu teori ini
pun sering juga disebut teori tujuan (utilitarian theory). Jadi dasar
pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya.
8
Otje Salman dan anton F Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpul dan Membuka
Kembali, (Jakarta:2004,Refika Aditama Press) hlm. 21.
10
kejahatan).9
kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi
pencegahan kejahatan.
9
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,
(Bandung:2005, Alumni) hlm. 16
10
Ibid, hlm. 17
11
keuntungan dan tiada seorang pun yang merugi jika penjahat menjadi baik.11
masyarakat;
terpidana.
martabat manusia.12
tujuan ini. Hal ini terbukti dengan perkembangan teori pemasyarakatan dan
rancangan KUHP juga terlihat kedekatan gagasan tersebut dengan teori relatif.
2. Definisi Operasional
11
Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana, (Jakarta: 2010, Rineka Cipta), hlm. 28.
12
Pasal 54, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
12
Sanksi Pidana
dan siksaan. Sanksi atau Hukuman bersifat penderitaan karena sanksi itu
Rehabilitasi
memasuki areanya.
13
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
(Jakarta:2014, Prenadamedia), hlm. 65.
13
perbuatan cabul. Perbuatan cabul diatur dalam buku kedua BAB XIV
tentang kejahatan kesusilaan diatur dalam Pasal 289 hingga Pasal 296
segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri
maupun pada diri orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat
kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual.
ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual
yang tidak ada pada umumnya, prefrensi seksual sendiri biasa disebut dengan
Parafilia.
Tujuan Pemidanaan
pidana atau dapat diartikan juga maksud yang hendak didapatkan dari
D. METODE PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
14
Seksual?
2. Pendekatan Penelitian
berbagai aspek mengenai isu yang diteliti. Untuk memecahkan masalah yang
undangan dan regulasi yang terkait dengan masalah Hukum yang akan
diteliti.16
14
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif,(Malang:2005,Bayu
Media Publishing) hlm. 213 – 220.
15
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram:2020,Mataram University Press) hlm.
55.
16
Ibid., hlm. 56
15
kekurangan Hukum;
berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan
3. Kegunaan Penelitian
17
Haryono, dalam Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif,
(Malang:2005,Bayumedia) hlm. 249.
16
Hukum.
yang tepat.
4. Metode Penelitian
Hukum normatif, Hukum tidak lagi dipandang sebagai sebuah hal yang
bersifat utopia semata tetapi telah terlembagakan dan telah ditulis dalam
bentuk norma, asas dan Lembaga Hukum yang ada. Penelitian Hukum
18
Ibid., hlm. 38
17
logika.19
5. Jenis Penelitian
19
E. Saefullah Wiradipradja, Penuntutan Praktis Metode Penelitian dan Penulisan Karya
Ilmuah Hukum, (Bandung:2015,Keni Media) hlm. 5.
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,(Jakarta:2005, Kencana), hlm. 141-169
18
Pada jenis penelitian yuridis normatif ini, pengolahan data tidak harus
dilakukan setelah data terkumpul atau pengolahan data selesai. Dalam hal ini,
data sementara yang sudah terkumpul, serta data yang sudah ada dapat diolah
dan dilakukan analisis secara bersamaan, dan dalam hal pengolahan data ini
menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga
dapatditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang
ini.
2. Evaluasi, merupakan penilaian tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak
setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah, oleh penelitian terhadap
tersier;
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam beberapa bab yang tersusun
sebagai berikut:
20
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, identifikasi dan
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini penulis membahas kesimpulan dari permasalahan yang dibahas
BAB II
A. Pengertian Pidana
seseorang atau sekelompok orang yang melanggar norma sosial dan juga
Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Straftbaar feit dan dalam kepustakaan
istilah perbuatan pidana atau tindak pidana. Istilah kata feit mencakup omme
Tindak pidana adalah perilaku yang pada waktu tertentu dalam konteks
suatu budaya yang dianggap tidak dapat ditolelir dan harus diperbaiki dengan
21
Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hlm. 85.
22
Ibid. hlm. 61.
23
hukum umum bagi yang melanggar, semata – mata karena orang tersebut
lapangan hukum pidana itu sendiri, sehingga tindak pidana haruslah diberikan
arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan
dengan istilah yang dipakai sehari – hari. Kata “Tindak” dalam hukum pidana
Seperti yang telah dikemukakan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu
yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah Perbuatan yang
dilanggar oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.24
pelanggaran akan undang – undang yang memang sengaja agar orang tersebut
23
Ibid. hlm. 60.
24
Moeljatno, Azas – Azaz Hukum Pidana, (Jakarta: 2008, Rineka Cipta), hlm. 2.
24
merasakan nestapa. Terkait unsur dan ciri – ciri pidana, Prof. Muladi
2. Pidana diberikan dengan sengaja oleh badan yang mempunyai kekuasaan atau
yang berwenang;
adalah suatu perbuatan pidana atau tindak pidana merupakan suatu perbuatan
yang tidak sesuai dengan aturan hukum serta jika dilanggar maka akan
mendapatkan sanksi pidana yang telah diatur bagi orang yang melakukan
aturan – aturan hukum yang berlaku, maka orang tersebut disebut sebagai
pelaku tindak pidana. Dengan begitu, aturan atau larangan dan ancaman
akan dijumpai suatu perbuatan atau Tindakan manusia, dengan Tindakan itu
25
Failin, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di Dalam Pembaharuan Hukum Pidana
Indonesia, JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 3,1 (September, 2017), h. 19 – 20.
25
undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang – Undang
Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur – unsur
Unsur Subjektif merupakan unsur – unsur yang melekat pada diri si pelaku
atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu
2) Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang
26
P.A.F. Lamintang, Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: 1997, P.T.
Citra Aditya Bakti), hlm. 193.
26
berikut27
adalah suatu perbuatan pidana atau tindak pidana merupakan suatu perbuatan
yang tidak sesuai dengan aturan hukum serta jika dilanggar maka akan
mendapatkan sanksi pidana yang telah diatur bagi orang yang melakukan
aturan – aturan hukum yang berlaku, maka orang tersebut disebut sebagai
pelaku tindak pidana. Dengan begitu, aturan atau larangan dan ancaman
beragam Tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat baik itu
segaja maupun tidak sengaja. Tindak pidana itu sendiri dapat dibedakan atas
27
Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana, (Jakarta: 2014, PT. Rineka Cipta), hlm. 88.
28
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta; 2007, PT. Raja Grafindo
Persada), hlm. 212.
27
a) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara Kejahatan yang dimuat dalam buku II
pelanggaran lebih ringan dari pada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari
ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan penjara, tetapi
kejahatan itu merupakan delik – delik yang melanggar kepentingan hukum dan
kejahatan di Indonesia. Jika orang Indonesia yang melakukan delik di luar negeri
perlu dituntut.
3) Pada pemidanaan atau pemidanaan terhadap anak di bawah umur tergantung pada
b) Menurut cara Perumusannya, dapat dibedakan menjadi delik formil dan delik
materiel.
29
Op. Cit. hlm. 98.
28
perbuatan yang dilarang degan kata lain pembentuk undang – undang melarang
perbuatan tersebut dengan demikian suatu delik formil dianggap telah selsai
perbuatan yang dilarang, delik ini tidak mengatur akibat dari perbuatan dilarang
dilarang berupa pengambilan barang oang lain dengan maksud untuk untuk
menekankan pada akibat yang dilarang, dengan kata lain pembentuk undang –
undang melarang terjadinya akibat tertentu. Dalam delik materiel akibat adalah
hal yang harus ada (essensial atau konsitutif). Selesainya suatu delik materiel
adalah apabila akibat yangh dilarang dalam rumusan delik sudah ada benar –
benar terjadi. Apabila pelaku pelaku telah selesai melakukan seluruh (rangkaian)
perbuatan yang diperlukan untuk menimbulkan akibat yang dilarang akan tetapi
karena suatu hal akibat yang dilarang tidak terjadi maka belum ada delik, paling
jauh hanya percobaan terhadap delik.31 Kemudian dalam contoh lain delik Formil
terdapat dalam Pasal 285 KUHP hanya mengancam barang siapa dengan
hamil (akibat), karena pasal tersebut tidak bertujuan untuk mencegah kehamilan,
dalam pasal 538 KUHP, yang berarti perbuatan apa saja yang membawa akibat
perbuatan untuk menghilangkan nyawa orang lain belum terjadi, tetapi sudah
Demikian dari kedua perumusan delik yang telah dijelaskan di atas, delik itu
4. Delik yang berdiri sendiri dan delik yang diteruskan (zelfstandige en voorgezette
delicten).
c) Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya tindak pidana, maka dapat
dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam
32
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Lingkungan, (Jakarta: 2018, Prenada Group), hlm.
154.
33
Andi Hamzah, 2014, Op. Cit, hlm. 155.
30
terwujudnya atau terjadinya tindak pidan dalam waktu seketika atau waktu
singkat, disebut juga dengan aflopende delicten. Sebaliknya ada tindak pidana
yang rumuskan sedemikian rupa, sehingga terjadinya tindak pidan aitu masih
pidana ini disebut tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan terlangsung.
d) Berdasarkan Sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak
pidana khusus.
Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai
kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II dan Buku III). Sementara itu tindak
pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat diluar kodifikasi KUHP.
e) Dilihat dari subjek Hukum, dapat dibedakan antara tindak pidana communia
(tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan tindak pidana
propria (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas
tertentu).
pada semua orang, dan memang bagian terbesar tindak pidan aitu dirumuskan
dengan masksud yang demikian. Akan tetapi, ada perbuatan – perbuatan khusus
yang hanya dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu saja, misalnya
f) Berdasarkan aduan dalam penuntutan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana
pihak yang ber hak, tindak pidana aduan menurut G. Bawengan delik aduan
kepada seseorang yang berhak mengadu dalam hal delik – delik tertentu untuk
antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana yang diperberat dan tindak
Yang dimaksud dengan tindak pidana ringan adalah perkara pidana yang
diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tahun) bulan atau
kurungan dan atau denda sebanyak – banyaknya Rp. 7.500; (tujuh ratus
limapuluh ribu rupiah) dan penghinaan ringan, kecuali yang ditentukan dalam
h) Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu laranagan dibedakan antara
sedemikian rupa sehingga untuk dipandang selsainya tindak pidana dan dapat
dipidananya pelaku cukup dilakukan satu kali perbuatan saja, bagian terbesar
34
George W. Bawengan, Kriminologi, (Jakarta; 2003, Bina Aksara Jakarta), hlm. 172.
35
S. Mulyani, Penyelsain Perkara Tindak Pidana Ringan Menurut Undang – Undang
Dalam Perspektif Restoratif Justice, Jakarta; 2017, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, hlm. 338.
32
tindak pidana KUHP adalah berupa tindak pidana tunggal. Sementara yang
dimaksud dengan tindak pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan
A. Pelecehan Seksual
sangat luas, mulai dari ungkapan verbal yang tidak senonoh, perilaku yang tidak
gambar porno atau yang tidak senonoh, serangan atau paksaan yang tidak
senonoh.36
Pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh orang yang menjadi sasaran
b. Bentuk Verbal, yaitu berupa olok – olok, gombalan, ucapan yang bersifat
seksual dan tidak diinginkan, benda – benda yang bersifat seksual, maupun
c. Bentuk Fisik, yaitu berupa pemerkosaan; baik yang berupa percobaan maupun
yang bersifat nyata, Gerakan – Gerakan yang bersifat seksual dan tidak
diinginkan.
yang sistematis:39
c. Sexual Bribery yaitu penyuapan untuk melakukan hal yang berbau seksual
e. Sexual Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan
39
Ibid, hlm. 33 – 34.
34
ketertarikannya secara seksual ialah bukan manusia, orang dewasa yang tidak
partner seksualnya.
yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya (tidak
Lazim).
atau paraphilia tetapi pada pembahasan ini akan focus pada jenis fetisisme.
4. Pengertian Fetisme
Kata fetish berasal dari Bahasa Prancis yaitu fetiche atau dalam
bagasa portugis feitico (mantra) dan dalam Bahasa latin facticius (bantuan)
dan facere (untuk membuat). Demikian, fetish diartikan sebagai objek yang
35
manusia yang memiliki kuasa atas orang lain. Pada dasarnya fetisme
kuat terhadap objek yang tidak hidup atau pada bagian tubuh yang bukan
mengalami gairah seksual pada benda atau bagian tubuh non – seksual. Objek
memiliki ketertarikan seksual yang tidak lazim pada hal – hal berikut:42
a. Bukan Manusia
tertentu.
40
Rombel 2 Psikologi UNNES 15, “Gangguan Fetisme” Makalah Universitas Semarang,
(Oktober, 2016), hlm. 2
41
Aldila Puspa Kemala, “Kriminalisasi Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Oleh
Pengidap Fetishtic Disorder Yang Mencerminkan Prinsip Lex Certa dan Lex Stricta”, (Skripsi,
Sarjana Hukum, Fak. Hukum Universitas Islam Indonesia), hlm. 52.
42
Ibid.
36
c. Anak – anak.
pasangannya.
5. Penyebab Fetisisme
ini gambaran dari apa yang telah dialami. Tujuannya ialah sebagai upaya
kanak. Dalam pandangan ini, paraphilia juga dapat disebabkan oleh masalah
denganorang lain dan cenderung menutup diri sehingga untuk dapat memiliki
mempunyai pikiran – pikiran atau ide – ide yang terganggu dan pemaknaan
1) Penggunaan Benda mati atau bagian tubuh non – genital untuk pemenuhan
2) Adanya gangguan dalam hubungan sosial, pekerjaan atau fungsi sosial lainnya
3) Objek fetish tidak terbatas pada penggunaan barang atau alat yang digunakan
yakni:45
1) Tingkat pertama: pemuja (desires) merupakan tahap awal dimana hal tersebut
2) Tingkat Kedua: pecandu (cravers), pada tingkat ini psikologis dari orang
dengan objek fetish yang dikehendakinya dan jika tidak terpenuhi maka akan
tingkatan pertama.
3) Tingkatan ketiga: pada tingkatan ini seseorang akan melakukan apapun untuk
5) Tingkatan kelima: fetish murdered, pada tingkatan ini fetish yang dialami
6. Penanganan
aversion therapy dengan variasi bentuknya. Dalam terapi ini, orang yang
yang dapat menyebabkan rasa mual kaetika melihat sesuatu yang sebelumnya
pihak yang berwenang karena terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang
46
Ibid, hlm. 11 – 13
39
atau kelompok. Demikian sistem hukum pidana ada dua jenis sanksi yang
memiliki kedudukan yang sama, yaitu sanksi pidana dan sanksi Tindakan. Sanksi
undang.48
Sanksi Tindakan merupakan jenis sanksi yang lebih banyak diluar KUHP, bentuk
– bentuknya yaitu berupa perawatan di rumah sakit dan dikembalikan pada orang
tuanya atau walinya bagi orang yang tidak mampu bertanggungjawab dan anak
kepada seseorang yang bersalah melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum
pidana, dengan adanya sanksi tersebut diharapkan orang tidak akan melakukan
tindak pidana.49
probation and sentences (suatu pidana yang dijatuhkan untuk menghukum suatu
penjahat (kejahatan) seperti dengan pidana denda, pidana pengawas dan pidana
penjara).50
47
Mahrus Ali, Dasar – Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: 2015, Penerbit Sinar Grafika),
hlm. 193.
48
Ibid, hlm. 202.
49
Ibid, 194.
50
Ibid, hlm. 195.
40
bukan reaktif terhadap pelaku tindak pidana yang berbasis pada filsafat
determinise dalam ragam bentuk sanksi yang dinamis (open system) dan
jenis pidana ini berlaku pula pada delik yang tertulis di luar KUHP, kecuali
dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan, pidana denda, dan
hakim. Sanksi pidana tambahan hanya dijatuhkan bila sanksi pidana pokok
Demikian Sanksi Pidana terbagi menjadi dua jenis antara lain pidana
pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok memiliki 5 jenis pidana, yaitu:
a. Pidana Mati, pidana mati merupakan salah satu jenis pidana yang paling
sanski pidana yang paling menarik untuk dikaji oleh para ahli, sebab
51
Ibid, hlm. 202.
52
Saptono Rahardjo, Kitab Undang – undang Hukum, (Jakarta: 2017, Buana Ilmu
Populer), hlm. 636
41
bagi terpidananya.
harus mentaati semua peraturan tata tertib bagi mereka yang melanggar.
Pidana penjara merupakan jenis pidana yang disebut juga dengan pidana
mulai dari 1 hari sampai pidana penjara seumur hidup. Pidana penjara seumur
hidup hanya tercantum Ketika ada ancaman hukuman mati (pidana mati atau
c. Pidana Kurungan. Jenis pidan aini hakikatnya ialah lebih ringan dari pada
pidana penjara, dalam hal ini penentuan masa hukuman kepada seseoran. Hal
urutan ketiga dibawah pidana mati dan pidana penjara. Demikian pidana
diantaranya yaitu:
kediamannya.54
d. Pidana Denda, dalam praktik hukum di Indonesia, pidana denda jarang sekali
kurungan, jika pidana denda ditetapkan sebagai alternatif saja dalam rumusan
menjatuhkan pidana lain selain denda. Hal ini disebabkan uang rupiah selama
ini semakin merosot, maka menyebabkan nilai uang yang diancamkan pada
rumusan tindak pidana tidak dapat mengikuti nilai uang di pasaran dan
Majelis hakim bagi pelaku kejahatan atau tindak pidana, atas dasar bahwa
53
Pasal 21 KUHP
54
Mohammad Taufik Mmakarao, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Yogyakarta:
2005, Kreasi Wacana), hlm. 72.
55
Mahrus Ali, Dasar – Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: 2012, Grafika), hlm. 193.
56
Mulyati Pawennei, Hukum Pidana, (Jakarta: 2015, Mitra Wacana Media), hlm. 53.
43
BAB III
Perbuatan cabul diatur dalam buku kedua BAB XIV tentang kejahatan
kesusilaan diatur dalam Pasal 289 hingga Pasal 296 Kitab Undang – Undang
57
Aldila Puspa Kemala, Op.cit, hlm. 32.
45
kekerasan.58
segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri
maupun pada diri orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan
alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
seksual.59
289, yaitu harus ditujukan pada perbuatan cabul baik dilakukan sendiri
perbuatan cabul pada diri si pelaku. Perbedaan lainnya ialah orang yang
58
Ibid, hlm. 110 – 111.
59
Adami Chazawi, Op.cit, hlm. 80.
60
Ibid., hlm. 78 – 79.
46
khusus di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 292 KUHP. 61
orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang
Pada perbuatan cabul dalam pasal ini, terjadi diantara dua orang
tanggungjawab pidana ialah yang telah dewasa, dan yang lain harus
belum dewasa. Jadi, kejahatan dalam pasal 292 ini tidak mungkin terjadi
bila dilakukan oleh sesame jenis yang keduanya telah dewasa atau
kesusilaan yang diatur dalam pasal ini harus dilakukan oleh orang –
orang dengan jenis kelamin yang sama, sehingga tidak ada alasan untuk
61
.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik – Delik Khusus (Kejahatan Melanggar
Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan), (Jakarta: 2009, Sinar Grafika), hlm. 139
62
Adami Chazawi, Op.cit, hlm. 89.
47
lebih tepatnya jika dalam hal ini berbicara mengenai perilaku hubungan
KUHP
Menyatakan :
seksual oleh orang dewasa tetapi tidak jarang anak pun turut menjadi
sebayanya.
48
Demikian yang telah dijelaskan pada BAB II mengenai penjelasan arti dari
sanksi pidana itu sendiri, dalam penerapan sanski pidana di Indonesia terdapat
yang saling terikat. Suatu sistem biasa dianggap suatu himpunan bagian yang
struktur.63
Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 289 KUHP yang dirumuskan
sebagai berikut :
tahun”
atau perbuatan keji yang semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin,
63
Otje dan Anton F. Susanto , Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka
Kembali, (Bandung: 2004, Refika Aditama), hlm. 89
49
perbuatan cabul akan tetapi dalam Undang – Undang diatur tersendiri. Yang
dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang lain untuk melakukan
membentuk kelas – kelas struktur pyramid dan hirarki dengan aturan norma
suatu norma atau peraturan. Sedangkan sanksi hukum adalah sanksi – sanksi
trisasi (tiga penerapan sistem sanksi) yaitu sanksi pidana, sanksi tindakan dan
berasal dari kata straft dan istilah dihukum berasal dari perkataan wordt
konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah itu dan menggantikan dengan
istilah yang inkonvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata straf dan
hukuman.67
oleh hakim. Penghukum dalam arti yang demikian menurut beliau mempunyai
straf akan tetapi menurut beliau istilah pidana lebih baik dari pada hukuman.68
Demikian secara fundamental, ada perbedaan ide dasar dari sanksi pidana
dan sanksi tindakan, sanksi pidana bersumber dari ide dasar “mengapa
pidana.
67
Muladi, Barda Nawawi Arief, Teori – Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: 2005,
Alumni), hlm. 1.
68
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta: 1983, Aksara Baru Cet 4), hlm. 4.
69
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Pidana Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double
Track System & Iimplementasinya), (Jakarta: 2003, Raja Grafindo Persada), hlm. 32.
51
menerima pelaku sebagai individu yang sudah pulih baik jiwanya, emosional,
aitu tidaklah semata – mata menjatuhkan pidana, akan tetapi juga adakalanya
tetapi tidak ada sifat pembalasan padanya dan ditujukan sebagai prevensi
perbuatan pidana.70
dalam RKUHP yang dapat memperbaiki diri pelaku sebagai seorang individu
tindak pidana. Keadaan yang dimaksud ialah yang melekat pada diri pelaku
yang menyatakan bahwa lazimnya sanksi dibagi menjadi dua bagian, imbalan
dan hukuman, yakni sanksi positif dan negatif. Gagasannya adalah bahwa
orang – orang yang menjadi subjek hukum akan memilih satu dan
yang berlebel hukuman merupakan sifat yang menyakitkan dan imbalan ialah
dasar mengenai sistem sanksi yang menjadi dasar kebijakan dan penggunaan
71
Barda Nawawi Arif, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung:: 2003, Citra Aditya
Bakti), hlm. 5 – 6.
72
Lawrance M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perpecttive, Op. Cit., hlm.
101.
53
undang – undang.73
Sanksi juga diartikan sebagai bagian dari aturan hukum yang dirancang
aturan hukum itu, atau memberikan suatu hadiah bagi yang mematuhinya.
alat untuk mencapai tujuan pemidanaan, maka dalam konsep KUHP baru
subjektif. Syarat pemidanaan juga bertolak dari dua unsur pilar yang paling
fundamental di dalam hukum pidana yaitu asas legalitas dan asas kesalahan.76
73
Mahrus Ali, Dasar – Dasar Hukum Pidana, (Jakarta:2015, Sinar Grafika), hlm. 202
74
Ibid.
75
3Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta: 2016, Prenadamedia Group), hlm. 214.
76
Ibid.
54
berbagai ide dasar atau prinsip – prinsi yang salah satunya adalah ide
penggunaan double track system (antara pidana dan Tindakan). Bertolak dari
ide dasar tersebut maka di dalam konsep terdapat ketentuan – ketentuan yang
tidak ada di dalam KUHP yang berlaku saat ini yang salah satunya adalah
Undtuk dapat memenuhi aspek ini, konsep KUHP yang menyediakan jenis
sanksi berupa Tindakan. Mengenai jenis – jenis Tindakan bagi pelaku yang
pidana.79
Hukum pidana Indonesia pada dasarnya memakai sistem dua jalur dalam
menjatuhkan sanksi pidana (double track system), pelaku tindak pidana tidak
hanya dikenakan suatu pidana melainkan juga bisa diberikan suatu Tindakan
atas dasar besar kecilnya suatu perbuatan pidana. Pengenaan hukuman yang
serta kondisi dari orang yang berbuat. Dua pelaku yang dimaksud ialah pelaku
79
Sonbai, Alexander Imanuel Korassa. “Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban
Pidana Pengguna Jasa Prostitusi Melalu Media Online” Acta Comitas: Jurnal Hukum
Kenotariatan 4, No. 2 (2019): 278
56
Pelecehan Seksual pada umumnya, yang dilakukan memang murni dari niat
jahat orang tersebut. Oleh sebabnya penjatuhan pidana penjara terhadap orang
Memang sangat disadari bahwa akibat dari akibat dari perbuatan orang
dengan gangguan seksual terhadap korban telah memberi dampak yang tidak
baik bagi pihak korban. Pihak korban memerlukan waktu yang sangat panjang
pandang korban akan menuntut hukuman bahkan sanksi yang berat terhadap
merata dalam hal ini. Pemberian pidana harus diberikan namun perlu
kejiwaan yang sakit dari orang tersebut. pidana penjara tidak akan
rasa keadilan yang dituntut oleh pihak korban. Paradigma hukum pidana
Sanksi pidana sejatinya memiliki sifat reaktif kepada suatu tindakan atau
perbuatan, namun sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif kepada orang yang
jera, maka perhatian sanksi tindakan lebih kepada upaya memberikan bantuan
pidana penjara pada orang dengan gangguan seksual tidak dapat dijamin
perawatan atau bahkan rehabilitasi agar dapat menjadi orang yang normal
80
Suwarsa, I Putu. “Pidana Pengawasan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan
Hukum Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana
Master Law Journal) 2, No. 3 (2013): 5
81
Yudi Gabriel Tololiu dan Gde Mde Swardhana, Pemidanaan Terhadap Pelaku Dengan
Gangguan Seksual, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 8 No. 10 Tahun 2020. Hlm. 1525.
58
BAB IV
A. Kasus Posisi
pada hari Minggu Tanggal 26 Juli 2020 sekira jam 17.00 wib atau setidak-
tidaknya masih dalam bulan Juli 2020, atau setidak-tidaknya masih pada
Banyumas atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk
84 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana mengatur
sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan
negeri itu dari pada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam
daerahnya tindak pidana itu dilakukan, oleh karena itu Pengadilan Negeri
Surabaya berhak mengadili perkara a quo, dengan sengaja dan tanpa hak
Pasal 27 ayat (4) (setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menditribusikan
berikut :
(tiga) lembar kain jarik, dan tali rafia melalui pesan whatsapp yang disertai
gambar dan video badan seseorang yang sedang dibungkus kain, selanjutnya
saksi MUHAMAD FIKRI SUNANDAR hingga sampai jam 13.07 wib wib
menggunakan 2 (dua) buah lakban, 3 (tiga) lembar kain jarik, dan tali rafia
melalui pesan whatsapp yang disertai gambar dan video badan seseorang
yang sedang dibungkus kain, namun sekira jam 17.00 wib saksi ROYAN
karena merasa sesak nafas dan haus, namun terdakwa mendesak saksi
SUNANDAR yaitu “kalua vertigo mas kambuh gimana, dan mas kambuh
lalu bunuh diri”, selanjutnya “Ga bisa dek, sudah kesepakatan, dampaknya
akan besar kalau ini ga sesuai kesepakatan”, dan “Mas bisa meledak sikapnya
62
dek, penyakit mas kambuh, dan mas bisa tuntut terus, mas ga bercanda, mas
PRADANA dan mengambil foto dan video saksi ROYAN Gagas PRADANA
yang dalam keadaan terbungkus, setelah itu foto dan video adegan
kepada terdakwa.
seksual melalui sentuhan fisik maupun non – fisik dengan sasaran organ
sendiri belum diatur dalam KUHP maupun diluar KUHP. Pengaturan dalam
KUHP sendiri mengenai delik – delik kesusilaan seperti pada Pasal 281
sampai dengan pasal 303 hanya terbatas pada perbuatan percabulan dan
itu dilakukan bukan melalui kemaluan laki – laki dan perempuan, sehingga
gairah seksual seperti manusia pada normalnya. Fetish itu sendiri jika tidak
ada perbuatan yang bersifat memaksa dan melibatkan orang lain sehingga
muslihat, dan bujukan terhadap anak. Fetish juga melanggar ketentuan Undang -
Undang ITE apabila ada perekaman dan disebarluaskan melalui media elektronik.
1) Barang siapa
atau orang yang apabila terbukti memenuhi unsur dari tindak pidana yang
diatur dalam pasal 289 KUHP maka dapat dikatakan sebagai pelaku tindak
pidana tersebut.82
kekerasan ialah perbuatan yang menggunakan tenaga baik itu yang ringan
kepada orang yang diancam bahwa ancaman tersebut benar – benar akan
merugikan dirinya.83
3) Memaksa
82
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, hlm. 133.
83
Ibid, hlm. 132.
65
kepada orang yang dipaksa, dimana perbuatan tersebut bukan atas kehendak
perbuatan cabul berarti korban dalam hal ini bertindak pasif dan perbuatan
belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut
disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama – lamanya lima
tahun.”
Adapun uraian mengenai unsur – unsur tindak pidana pada Pasal 292 KUHP,
yakni:
1) Seorang Dewasa
berusia 18 Tahun atau seseorang yang Telah Menikah. Orang dewasa yang
dapat dijatuhi hukuman tersebut ialah yang terbukti memenuhi unsur dalam
yang sasarannya pada bagian tubuh terutama yang daoat merangsang nafsu
3) Dengan Seorang Anak yang belum dewasa dari jenis Kelamin Yang Sama.
Kriteria belum deasa dalam hal ini dapat dilihat menurut umur, belum
dewasa menurut pasal 292 yaitu belum berumur 21 tahun atau belum pernah,
menikah. Dalam ketentuan pasal 292 ini juga disyaratkan bahwa harus
dilakukan oleh orang dengan jenis kelamin yang sama yaitu laki – laki dengan
a. Pasal 76E
yakni:
1) Setiap orang
86
Ibid.
67
Bahwa yang dimaksud dengan “setiap orang” ialah orang yang terbukti
akal cerdik, yaitu perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa yang dapat
orang lain.
harus terdapat kata bohong yang diucapkan yang berperan sebagai alat
a. Pasal 27
kesusilaan”.
Adapun uraian mengenai unsur-unsur tindak pidana pada Pasal 27, yakni:87
1) Dengan sengaja
menghendaki dan mengetahui atau dapat menduga akibat yang akan timbul
dari perbuatannya.
2) Tanpa hak
orang lain atau perbuatan yang dilakukan tanpa kewenangan orang lain.
3) Mendistribusikan
4) Mentransmisikan
87
Avadeo Yurist, Ismunarno, “Pengaturan Aplikasi Yang Bermuatan Melanggar
Kesusilaan di Indonesia”, Recidive, Vol. 7, Nomor 1, Januari-April 2018, hlm. 63-66.
69
b) Kekerasan seksual”
menghasilkan suatu barang yang belum ada menjadi ada, dalam hal ini
2) Membuat
gambar ataupun vidro yang melanggar kesusilaan tetapi tidak untuk dirinya
sendiri dan kepentingan dirinya sendiri, artinya bila seseorang hanya membuat
3) Memperbanyak
70
banyak.
4) Menggandakan
5) Menyebarluaskan
6) Menyiarkan
7) Mengimpor
8) Mengekspor
Indonesia.
9) Menawarkan
orang lain dengan maksud tertentu agar oang tersebut melakukan perbuatan
10) Memperjualbelikan
dengan menjualnya dan disepakati dengan harga tertentu dalam hal ini
pornografi.
11) Menyewakan
kedua benda atau suatu objek dalam hal ini pornografi yang telah disewa
12) Menyediakan
2286/Pid.sus/2020/PN SBY
pasal yang dapat dipidananya pelaku tindak pidana pelecehan seksual, dalam
beberapa korban yang menjadi sasarannya, namun dapat diketahui juga bahwa
72
Subagyo, Sp. K.J. (K), dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
perbuatan (strafbaarheid van het fei) dan dapat dipidananya orangnya atau
pembuat tersebut, maka dibedakan menjadi dua dasar, pertama atas dasar
pemaaf yang bersifat subyektif dan melekat pada diri orangnya, khususnya
mengenai sikap batin sebelum atau pada saat akan berbuat, dan kedua yaitu
atas dasar alasan pembenar yang bersifat objektif dan melekat pada
perbuatannya atau hal – hal lain di luar batin si pembuat, atau dengan kata lain
88
Sudarto, Op. Cit. hlm. 156.
73
bahwa jika ada alasan pembenar maka melawan hukum umum tidak ada, dan
kalua ada alasan pemaaf maka sifat dapat dicela tidak ada.
ialah yang jiwannya semula adalah sehat, tetapi kemudian dihinggapi penyakit
seseorang mungkin dihinggapi oleh penyakit jiwa secara terus menerus tetapi
terdapat juga penyakit jiwa secara sementara atau kumat – kumatan. Dalam
hal ini termasuk cangkupa Pasal 44 KUHP adalah jika gilanya sedang kumat.89
bertanggungjawab dilihat dari sisi pelaku berupa keadaan akala tau jiwa yang
sifat bawaan dari lahir. Dalam sejarah perundang – undangan dan keilmuan,
89
E.Y. Kanter & S.R. Sianturi, Asas – Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, (Jakarta: 2002, Alumni), hlm. 258.
74
jika: yang pertama, dalam hal pelaku tidak ada kebebasan untuk memilih
antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau
diperintahkan oleh undang – undang. Kedua ialah dalam hal pelaku ada dalam
suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menginsyafi bahwa
akibat perbuatannya.91
90
Eddy O.S. Hiariej, 2014, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka, hlm. 215
91
Dyah Irawati, 2009, Rekonstruksi Pasal 44 KUHP dan VeRP Dalam Sistem Peradilan
Pidana, Jurnal Hukum Prioris, Volume 2, hlm. 96-97
92
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas – Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan
Penerapannya, (Jakarta: 2012, Storia Grafika), hlm. 249.
75
tersebut.
(insene) atau tidak sehat pikirannya (unsiud mind), maka hakim tidak
sistem deskriptif.
Dalam hal ini yang terpenting ialah; apakah dia mampu menginsyafi
tidak baik atau bertentangan dengan hukum. Perumusan ini luas sekali
Cara ini sering dipakai untuk pasal 44 Ayat (1) KUHP. Untuk
ditentukan oleh psychiater atau hakim sendiri, tetapi harus ada Kerjasama
kelompok di atas tidak dibatasi oleh garis demagrasi yang tajam. Gradasi
bertujuan untuk non – medis atau non – klinis, seperti penentuan tujuan
94
Nadira Lubis, Hetty Krisnani, Muhammad Fedryansyah, Pemahaman Masyarakat
Mengenai Gangguan Jiwa dan Keterbelakangan Mental,
http://jurnal.unpad.ac.id/share/article/view/ 13073/5958, diakses pada hari Senin tanggal 15 Julii
2022 jam 13.35 WIB.
77
(mental disease/ mental illness).95 Secara medis, dalam hal ini adalag
jiwa ringan atau berat adalah buku saku PPDGJ – III. Dalam buku tersebut
adalah hak dari hakim pengadilan. Kedokteran jiwa dapat membantu hakim
pertanggungjawaban terperiksa.
saudara Gilang Aprlian Pratama merupakan suatu putusan yang kurang tepat.
fetisme.
Gangguan yang mengidap pada dirinya telah dikemukakan oleh saksi ahli
dapat dijatuhkan dapat juga menerapkan sanksi Tindakan kepadanya yaitu sanksi
79
Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Keshatan Jiwa, bahwa orang yang memiliki
klinis.
Hal ini merupakan implementasi dari Double Ttrack System yang di terapkan di
Indonesia. Demikian hal ini diperkuat dalam Naskah Akademik RUU KUHP,
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bahwa dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana yang memiliki
jiwannya, hal ini hanya menjadi pembalasan bagi hakim kepada pelaku. Demikian
Bahwa dalam menilai pelaku tindak pidana dapat mengkualifikasi pelak tersebut
Track System demikian sanksi pidana tidak hanya dengan menjatuhkan sanksi
tmengenal juga sanksi Tindakan. Sanksi Tindakan itu sendiri telah ada dalam
bagi pelaku tindak pidana yang memiliki gangguan prefrensi seksual, dengan
B. Saran
menyarkan :
keterangan ahli maka Pelaku tersebut dapat menjalani pengobatan di Rumah Jiwa.
sebagaimana ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP, dari segi medis yaitu dalam
dilakukannya, atau dengan membuat Sanksi Rehabilitas khusus bagi pelaku tindak
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., 2015. Dasar - Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Amir Ilyas, S. M., 2012. Asas - asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Mahakarya
Rangkang Offset Yogyakarta.
Andi Hamzah, S. M., 2012. Asas - Asas Hukum Pidana di Indonesia &
Perkembangannya. Jakarta: P.T Sofmedia .
Arief, M. d. B. N., 2005. Teori - Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.
Chazawi, A., 2007. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Daliyo, J., 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenhallindo.
Hiariej, E. O., 2014. Prinsip - Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka.
Kanter, E. Y. & Sianturi, S., 2002. Asas - Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan
Penerapannya. Jakarta: Alumni.
kawan-kawan, S. M. d., 2004. Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi
Negara. Yogyakarta: UII Press.
Korassa, S. A. I., 2019. Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Pengguna
Jasa Prostitusi Melalui Media Online. Acta Conita Jurnal Hukum
Kenotariatan, Volume 2.
Kuhne, R. Y. d., 2010. kamus Jerman-Indonesia. Jakarta: Transmedia.
Prayogo, B. E., n.d. Review Materi Hukum dan HAM dalam perespektif hukum dan
HAM.
Prodjodikoro, W., 1986. Asas - Asas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Eresco.
85
Putu, S. I., 2013. Pidana Pengawasan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan
Hukum Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia. Jurnal Magister Hukum
Udayana, Volume III, p.
Rahardjo, S., 2017. Kitab Undang - Undang Hukum. Jakarta: Buana Ilmu Populer.
Richard Burton Simatupang, S., 2007. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.
Rombel, 2016. Gangguan Fetisme. Makalah.
Saleh, R., 1983. Stelsel Pidana Indonesia. 4 ed. Jakarta: Aksara Baru.
Sholehuddin, M., 2003. sistem Sanksi Pidana Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar
Double Track System & Implementasinya). Jakarta: Grafindo Persada.
Soesilo, R., 1995. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana. Bogor: Politeia.
Yurist, A. & I., 2018. Pengaturan Aplikasi Yang Bermuatan Melanggar Kesusilaan
di Indonesia. Recidive, Vol 7, Nomor 1.
Jurnal :
Skripsi :
Nur Hidayatulloh, “Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Pelecehan Seksual
Terhadap Perempuan” (Skripsi Sarjana Agama, Fak. Ushuluddin dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo),
Aldila Puspa Kemala, “Kriminalisasi Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Oleh
Pengidap Fetishtic Disorder Yang Mencerminkan Prinsip Lex Certa dan Lex
Stricta”, (Skripsi, Sarjana Hukum, Fak. Hukum Universitas Islam Indonesia),
Peraturan Perundang - Undangan:
KUHP
Undang – Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang – Undang
Elektronik
87