Anda di halaman 1dari 117

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS HUKUM

PENULISAN HUKUM

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM


PERJANJIAN JUAL BELI ONLINE MELALUI
AKUN INSTAGRAM @STEALDEAL.CO

Penulisan Hukum ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Nama : Prasetya Putri Wijaya

NIM : 16/393606/HK/20794

Departemen : Hukum Perdata

YOGYAKARTA

2020
HALAMAN PERSETUJUAN

Penulisan Hukum ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Penulisan Hukum,

Pada Hari ……….…., Tanggal……….…….

Penyusun,

Prasetya Putri Wijaya


NIM. 16/393554/HK/20742

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Penulisan Hukum,

Sai`da Rusdiana., S.H., LL.M.


NIP. 198610132015042002

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Penulisan Hukum ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, Pada Hari…………., Tanggal…..………..

Dewan Penguji

Ketua Penguji

(…………….……………..)
NIP……….………………

Anggota Penguji I Anggota Penguji II

(……..…………………..) (………………………..)
NIP……………………. NIP……………………

Mengetahui

Ketua Departemen Hukum Perdata

Prof. Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum.


NIP. 197105311997021001

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M.


NIP. 196402151988031023

iii
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Penulisan Hukum ini tidak pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi lain, dan

sepanjang pengetahuan saya di dalamnya tidak terdapat karya atas pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, …………

Prasetya Putri Wijaya

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yesus Kristus atas

berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan

judul “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Perjanjian Jual Beli

Online Melalui Akun Instagram @Stealdeal.co” telah berhasil Penulis

selesaikan. Penulisan Hukum ini menjadi titik awal perjuangan yang

sesungguhnya dalam fase kehidupan Penulis.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang

telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

menyelesaikan penyusunan Penulisan Hukum ini. Tanpa dukungan, bimbingan

dan doa dari mereka, Penulis tidak akan bisa sampai pada tahap akhir

penyelesaian Penulisan Hukum ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis berikan

kepada:

1. Bapak Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., selaku Rektor

Universitas Gadjah Mada beserta jajarannya;

2. Bapak Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada;

3. Bapak Prof. Dr. Ari Hernawan, S.H., M. Hum., selaku Ketua Departemen

Hukum Perdata;

v
4. Ibu Sai’da Rusdiana, S.H., LL.M., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terima kasih telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membimbing penulis dalam penyusunan penulisan hukum ini;

5. Bapak Dr. Hendry Julian Noor, S.H., M.Kn., selaku Dosen Pembimbing

Akademik Penulis;

6. Seluruh staf pengajar, karyawan dan segenap civitas akademika di

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan ilmu,

pelayanan, dan pengalaman yang sangat berharga kepada Penulis;

7. Mama, Edo, dan Bibin yang senantiasa mendoakan dan memberikan

dukungan baik moril maupun materiil serta memenuhi segala kebutuhan

Penulis. Terima kasih atas motivasi, kepercayaan, kasih sayang, serta

kesabaran yang tiada habis-habisnya diberikan untuk Penulis. Semoga

Penulis diberikan kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat

membanggakan dan membahagiakan kalian;

8. Jove Enrico, selaku pemilik akun @stealdeal.co yang telah bersedia

meluangkan waktunya. Terimakasih atas kesediaannya menyetujui akun

Instagramnya dijadikan sebagai objek penelitian dalam penulisan hukum

ini;

9. Hizkia Adi Purwanto yang telah menemani penulis selama 1,5 (satu

setengah) tahun ini. Terimakasih atas kesabarannya kepada penulis selama

ini, serta senantiasa menemani baik dalam keadaan suka maupun duka dan

selalu memberikan semangat serta menanamkn pikiran positif kepada

penulis;

vi
10. Nanda Theresa, sahabat penulis yang selalu ada dan selalu siap sedia

mendengarkan segala suka duka di keseharian Penulis. Terimakasih telah

menemani penulis selama ini. Semoga persahabatan ini langgeng dan

senantiasa diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa;

11. Alyaa Zain Fairusita yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah serta

memberi motivasi dan semangat kepada Penulis. Semoga persahabatan ini

langgeng dan dapat selalu membantu kita untuk menjadi pribadi yang

lebih baik lagi kedepannya;

12. Difa Arrahman, Doni Laksita, dan Dayu Sarasija, sahabat penulis selama 5

(lima) semester ini. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat segera

terwujud dan kita bisa sukses di jalan yang dipilih masing-masing;

13. Cindy Amarilies, Rachel Chelsia, Gabriella Maharani, Fadilah Dwi Yulita,

dan Vincentius Dana sebagai sahabat SMA penulis yang hingga saat ini

selalu memberikan support kepada penulis;

14. Keluarga Ketjil; Gregorius Toro, Johan, Mas Faisal, Mas Viko, Mas

Ponda, Mas Seno, dan Mas Alfa sebagai keluarga penulis di tempat kerja

yang telah menuntun penulis menjadi lebih baik lagi dan lebih dewasa,

terimakasih atas wejangan-wejangannya dan pelajaran hidup yang telah

diberikan kepada penulis selama ini;

15. Semua pihak yang telah hadir di hidup Penulis dan senantiasa mendoakan

Penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga kalian selalu

diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

vii
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan.

Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna

untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta,…………………

Prasetya Putri Wijaya

viii
KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PELAYANAN REHABILITASI

ANTARA BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA YOGYAKARTA

DENGAN DINAS KESEHATAN KOTA YOGYAKARTA

Oleh:

Artezia Nur Azzahra1, Sai’da Rusdiana2

INTISARI
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji
terpenuhi atau tidaknya ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika
Nasional Nomor 17 Tahun 2016 terhadap Perjanjian Kerjasama Pelayanan
Rehabilitasi antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta, serta untuk mengetahui dan mengkaji upaya
penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta.
Penelitian ini bersifat yuridis empiris karena berdasarkan kenyataan dan
permasalahan di lapangan yang kemudian dihubungkan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan sumber-sumber hukum yang ada di
masyarakat. Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder
yang diperoleh dari penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Teknik
pengambilan data yang dipakai adalah penelusuran berbagai dokumen beserta
bahan-bahan pustaka untuk penelitian kepustakaan dan melakukan wawancara
secara langsung terhadap responden untuk penelitian lapangan. Data yang
diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dan
disajikan dengan metode deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan beberapa
kesimpulan. Klausula-klausula dalam perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi
tersebut sah dan sudah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Kepala BNN Nomor
17 Tahun 2016 yang digunakan sebagai landasan dan acuan dalam pembuatan
perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini. Upaya penyelesaian wanprestasi
yang ditempuh para pihak yaitu melalui penyelesaian diluar pengadilan dengan
mekanisme musyawarah untuk mencapai mufakat.

Kata Kunci: Perjanjian Kerjasama, Rehabilitasi, Wanprestasi, Yogyakarta.

1
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

ix
JURIDIC STUDY OF THE REHABILITATION COOPERATION AGREEMENT

BETWEEN YOGYAKARTA CITY NATIONAL NARCOTICS AGENCY WITH

YOGYAKARTA CITY HEALTH DEPARTMENT

By:

Artezia Nur Azzahra3, Sai’da Rusdiana4

ABSTRACT
This legal writing aims to identify and review whether or not the
provisions in the Head Office Regulation of the National Narcotics Agency
Number 17 in 2016 are fulfilled regarding the Rehabilitation Services
Cooperation Agreement between the Yogyakarta National Narcotics Agency and
the Yogyakarta Health Departement, as well as to find out and examine the efforts
to resolve a breach carried out by the Yogyakarta Health Department.
This research is a juridical empirical research since it is based on the
reality and problem found in real practice. Such factual situation is then linked to
the prevailing laws and regulations as well as sources of law in the community.
Data used in this study consist of primary data and secondary data, which are
obtained through field and library research. The data are collected by exploring
various library materials and documents for library research and by conducting
direct interviews with respondents for field research. Data obtained from this
study is further analyzed by qualitative method and presented with a descriptive
way.
Based on the research results and analysis, conclusions are obtained.
The clauses in the rehabilitation service cooperation agreement are valid and
have fulfilled the provisions in the Head Office Regulation of the National
Narcotics Agency Number 17 in 2016 which is used as a basis and reference in
making this rehabilitation service cooperation agreement. Settlement efforts done
by the parties for the defauts are through out-of-court settlement with mechanism
of deliberation to reach consensus.

Keywords: Agreement, Rehabilitation, Breach of Contract, Yogyakarta.

DAFTAR ISI

3
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
4
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

x
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
INTISARI .............................................................................................................ix
ABSTRACT ............................................................................................................x
DAFTAR ISI ........................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................7
C. Tujuan Penelitian............................................................................................8
D. Keaslian Penelitian .........................................................................................8
E. Manfaat Penelitian........................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................14
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian........................................................14
1. Pengertian Perjanjian...............................................................................14
2. Syarat-syarat sahnya Perjanjian..............................................................17
3. Unsur-Unsur Perjanjian...........................................................................24
4. Asas-Asas Perjanjian...............................................................................25
5. Tahap-Tahap Penyusunan Perjanjian......................................................30
6. Berakhirnya Perjanjian............................................................................32
B. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi ...................................................33
1. Pengertian Wanprestasi...........................................................................33
2. Akibat Wanprestasi.................................................................................35
C. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa...................................37
D. Tinjauan Umum Tentang Melakukan Jasa Tertentu..............................39
1. Pengertian Perjanjian Melakukan Jasa Tertentu.....................................39
2. Pengaturan Perjanjian Melakukan Jasa Tertentu.....................................40
E. Tinjauan Umum Tentang Pemberian Kuasa...........................................41
1. Pengertian Pemberian Kuasa...................................................................41
2. Pengaturan Pemberian Kuasa..................................................................42

xi
3. Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kuasa.....................................42
4. Jenis Pemberian Kuasa............................................................................43
F. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi.....................................................44
1. Pengertian Rehabilitasi............................................................................44
2. Jenis Rehabilitasi Narkotika....................................................................45
3. Tujuan Rehabilitasi.................................................................................48
4. Ruang Lingkup Rehabilitasi....................................................................50
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................51
A. Sifat Penelitian..............................................................................................52
B. Jenis Penelitian..............................................................................................53
C. Teknik Pengumpulan Data dan Alat Penelitian............................................56
1. Teknik Pengumpulan Data......................................................................56
2. Alat Penelitian.........................................................................................56
D. Jalannya Penelitian........................................................................................57
E. Analisis Data.................................................................................................58
F. Hambatan Penelitian.....................................................................................59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................60
A. Analisis Perjanjian Kerjasama Pelayanan Rehabilitasi antara Badan
Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta Dikaitkan dengan Peraturan Kepala Badan Narkotika
Nasional Nomor 17 Tahun 2016................................................................60
1. Hasil Penelitian.......................................................................................60
2. Pembahasan.............................................................................................70
B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi yang Dilakukan oleh Pihak Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta......................................................................81
1. Hasil Penelitian.......................................................................................81
2. Pembahasan.............................................................................................88
BAB V PENUTUP................................................................................................95
A. Kesimpulan...................................................................................................95
B. Saran..............................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................97
LAMPIRAN........................................................................................................104

xii
xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

Undang-Undang ini.5 Mengingat bahaya narkotika bagi diri sendiri maupun

lingkungannya, pemerintah berperan dalam upaya pencegahan, rehabilitasi,

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika serta prekursor

narkotika di Indonesia. Peran pemerintah hadir dengan dibentuknya Badan

Narkotika Nasional (BNN) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. BNN berkedudukan di ibukota

negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia6, selain itu BNN mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan

kabupaten/kota.7

BNN secara garis besar bertugas untuk melaksanakan pencegahan

dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan

prekursor narkotika, meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika baik yang diselenggarakan oleh


5
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
6
Pasal 65 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
7
Pasal 65 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

1
2

pemerintah maupun masyarakat, memberdayakan masyarakat dalam

pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor

narkotika, melakukan kerja sama bilateral dan multilateral baik regional

maupun internasional, serta membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan

tugas dan wewenang BNN.8 BNN dalam menjalankan tugasnya tersebut juga

memiliki berbagai kegiatan seperti contohnya mengadakan penyuluhan bahaya

narkotika dan penanggulangannya ke berbagai kelompok masyarakat,

memberdayakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif mencegah

peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, serta mengadakan upaya

rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika.9 Penelitian ini akan fokus membahas

salah satu tugas dan kegiatan BNN berupa upaya rehabilitasi bagi

penyalahguna narkotika.

Rehabilitasi dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan

secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. 10

Sedangkan, rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara

terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat

kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.11

Rehabilitasi tersebut dapat dilakukan secara sukarela yang berarti

penyalahguna narkotika menyerahkan dirinya kepada pihak yang berwenang

tanpa paksaan untuk direhabilitasi. Rehabilitasi ini dapat dijalankan dengan


8
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
9
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto S.Farm., Apt., sela
ku Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 11 Sept
ember 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
10
Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
11
Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
3

biaya pribadi atau dengan program bantuan biaya dari BNN. Tidak jarang

penyalahguna narkotika lebih memilih rehabilitasi menggunakan biaya pribadi

karena takut pada akhirnya akan diproses secara hukum apabila mengikuti

program rehabilitasi dari BNN.12

Fungsi rehabilitasi ini tidak bisa dijalankan sendiri oleh BNN, maka

diperlukan kerjasama dengan fasilitas kesehatan yang dapat melakukan upaya

rehabilitasi medis maupun sosial sekaligus. Keadaan inilah yang menjadi dasar

dibuatnya perjanjian kerjasama antara BNN Kota Yogyakarta dengan Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta. Kerjasama ini juga dilandasi dengan adanya Pasal

27 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 24 Tahun 2017 yang

menjelaskan bahwa BNN dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain baik

di dalam ataupun di luar negeri di bidang pelayanan rehabilitasi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Perjanjian kerjasama ini kental akan

unsur publik, maka dalam penelitian penulis harus mengakomodir dan

meninjau peraturan perundang-undangan terkait sebagai dasar penelitian.

Pasal 1 angka (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun

2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyatakan bahwa Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota adalah satuan kerja pemerintahan daerah

kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan

pemerintahan dalam bidang kesehatan di kabupaten/kota. Adanya peraturan

ini yang menyatakan bahwa puskesmas adalah salah satu fasilitas kesehatan

yang dapat menyelenggarakan program rehabilitasi narkotika sebagai

12
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt.,
selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 11
September 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
4

perpanjangan tangan dari dinas kesehatan setempat. Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta dalam perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini menunjuk 3

(tiga) puskesmas non-IPWL (Instansi Penerima Wajib Lapor) di Kota

Yogyakarta yaitu Puskesmas Gondokusuman I, Gondomanan, dan Tegalrejo.

Pasal 3 ayat (3) huruf b perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi

ini menyatakan bahwa pada intinya pihak puskesmas berhak menerima

dukungan fasilitasi pembiayaan layanan rehabilitasi yang bersumber dari

anggaran dana BNN Kota Yogyakarta dengan komponen pembiayaan per-1

(satu) orang klien selama 1 (satu) tahun sebesar Rp. 900.000,00 (sembilan

ratus ribu rupiah). Nominal ini tidak dapat terserap sempurna karena

puskesmas merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang

mempunyai aturan dan dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri

terutama dalam hal keuangan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (2)

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 yang menjelaskan

bahwa pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah yang

selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang

memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-

praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah

pada umumnya.

Adanya aturan mengenai PPK-BLUD membuat aturan terkait

pembayaran biaya klaim pelayanan rehabilitasi dalam Peraturan Kepala BNN


5

Nomor 17 Tahun 2016 dan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian

kerjasama ini menjadi saling bertentangan dan sulit untuk dipenuhi. Disatu

sisi, para pihak menyepakati bahwa pihak puskesmas berhak menerima

dukungan fasilitasi pembiayaan dari pihak BNN Kota Yogyakarta sebesar Rp.

900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah) per-1 (satu) orang selama 1 (satu)

tahun yang mencakup segala kebutuhan rehabilitasi pasien dari mulai

pendaftaran sampai selesainya rangkaian rehabilitasi. Disisi lain, status

puskesmas non IPWL sebagai BLUD yang memiliki kebijakan untuk

mengatur urusan rumah tangganya sendiri menyebabkan pelaksanaan klausula

ini tidak dapat terpenuhi karena puskesmas tersebut tetap memungut tarif

pengobatan dan pemeriksaan dasar kepada klien rehabilitasi sebesar Rp.

22.000,00 (dua puluh dua ribu rupiah) yang akan masuk ke rekening umum

puskesmas BLUD tersebut.13

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi tersebut mengatur bahwa

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta selaku pihak kedua mempunyai beberapa

kewajiban yang harus dipenuhi. Salah satu kewajiban yang pada praktiknya

sulit untuk dipenuhi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tercantum dalam

Pasal 3 ayat (4) huruf b yang berbunyi:

“PIHAK KEDUA mempunyai kewajiban menggunakan anggaran fasilitasi

layanan rehabilitasi sesuai dengan komponen pembiayaan yang telah

ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel;”

13
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt.,
selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 11
September 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
6

Sulit terpenuhinya kewajiban Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

untuk menggunakan seluruh komponen anggaran fasilitasi layanan rehabilitasi

yang telah disiapkan oleh BNN Kota Yogyakarta dapat dikategorikan sebagai

wanprestasi dalam perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini.

Sebenarnya, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta bersedia untuk

menjalankan kewajibannya tersebut namun, dipersulit dan terhambat karena

adanya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur

mengenai Puskesmas non-IPWL sebagai BLUD dan Peraturan Walikota

Nomor 59 Tahun 2015 yang mengatur besaran tarif pelayanan medis dasar di

Puskesmas non-IPWL yang menyebabkan komponen anggaran fasilitasi

layanan rehabilitasi BNN Kota Yogyakarta tidak terserap secara sempurna dan

terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini.

Terjadinya wanprestasi dalam perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi tersebut diperkuat dengan adanya Pasal 9 ayat (4) Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 59 Tahun 2015 menjelaskan bahwa pelayanan

medis dan non medis dalam kerangka kerjasama maka tarif pelayanannya

didasarkan pada kesepakatan yang diatur dalam perjanjian kerjasama.

Berpegang pada aturan ini, seharusnya para pihak akan tetap pada kesepakatan

yang telah dibuat terkait nominal biaya yang dapat di klaim puskesmas kepada

BNN Kota Yogyakarta. Praktiknya puskesmas tersebut masih memungut tarif

di luar anggaran tersebut kepada klien. Hal ini tentu berdampak terhadap
7

komponen yang seharusnya tercover anggaran dana rehabilitasi dari BNN

Kota Yogyakarta menjadi tidak tercover.14

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, Penulis tertarik

untuk mengangkat permasalahan terkait perjanjian kerjasama melakukan jasa

beserta upaya penyelesaiannya dengan judul “Kajian Yuridis Perjanjian

Kerjasama Pelayanan Rehabilitasi antara Badan Narkotika Nasional Kota

Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang di

atas adalah :

1. Apakah perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi antara Badan

Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta telah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan

Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun 2016?

2. Bagaimanakah upaya penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh

pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

14
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm, Apt.,
selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 11
September 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
8

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dari

penulisan hukum yang berjudul “Kajian Yuridis Perjanjian Kerjasama

Pelayanan Rehabilitasi antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta

dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta” adalah :

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui dan mengkaji terpenuhi atau tidaknya ketentuan

dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17

Tahun 2016 terhadap perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi

antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta.

b. Untuk mengetahui dan mengkaji upaya penyelesaian wanprestasi

yang dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap dan akurat

tentang objek yang diteliti.

b. Sebagai bahan dasar penyusunan penulisan hukum sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan penulis, penulis

mengembangkan data-data primer yang ditemukan dari penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya. Penulisan hukum ini adalah karya asli dari penulis
9

dan sepengetahuan penulis, penulisan hukum tentang “Kajian Yuridis

Perjanjian Kerjasama Pelayanan Rehabilitasi antara Badan Narkotika

Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta” belum

pernah dilakukan oleh penulis sebelumnya. Namun, terdapat beberapa

penulisan hukum yang mirip dengan yang dilakukan penulis. Penulisan

hukum sebelumnya dan perbedaannya dengan penulisan hukum yang

dilakukan penulis ialah:

1. Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dalam Hal Pembayaran Biaya Klaim

Pelayanan Kesehatan” yang disusun oleh Yunita Arumsari

(14/363017/HK/19950) pada tahun 2018 dengan perumusan masalah

sebagai berikut15:

a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Rumah

Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dalam hal pembayaran biaya

klaim pelayanan kesehatan?

b. Bagaimana akibat hukum dan penyelesaian keterlambatan

pembayaran biaya klaim kepada pihak RSJS?

15
Yunita Arumsari, 2018, “Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dalam
Hal Pembayaran Biaya Klaim Pelayanan Kesehatan”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
10

Penelitian tersebut memiliki objek kajian penelitian dan fokus

kajian penelitian yang berbeda. Penelitian tersebut lebih menekankan

pada objek penelitian antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan dengan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo

Magelang.

2. Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pemberian

Pelayanan Kesehatan Jaminan Persalinan (Jampersal) antara Dinas

Kesehatan Kabupaten Wonogiri dengan Rumah Bersalin Primasari”

yang disusun oleh Putri Nugraheni Septyaningrum

(09/282901/HK/18182) pada tahun 2012 dengan perumusan masalah

sebagai berikut16:

a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama pemberian pelayanan

kesehatan Jaminan Persalinan (Jampersal) antara Dinas Kesehatan

Kabupaten Wonogiri dengan Rumah Bersalin Primasari? Bagaimana

akibat hukum yang terjadi bagi para pihak setelah dilaksanakannya

perjanjian kerjasama tersebut bagi Dinas Kesehatan Kabupaten

Wonogiri dan Rumah Bersalin Primasari?

b. Bagaimana kedudukan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

2562/Menkes/XII/2011 tentang penyelenggaraan program jampersal

16
Putri Nugraheni Septyaningrum, 2012, “Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pemberian
Pelayanan Kesehatan Jaminan Persalinan (Jampersal) antara Dinas Kesehatan Kabupaten
Wonogiri dengan Rumah Bersalin Primasari”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
11

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 1 Tahun

2012 di Rumah Bersalin Primasari?

Penelitian tersebut memiliki objek, fokus, dan lokasi kajian

penelitian yang berbeda. Penelitian tersebut lebih fokus pada jaminan

persalinan dengan objek penelitian antara Dinas Kesehatan Kabupaten

Wonogiri dengan Rumah Bersalin Primasari di Wonogiri.

Selain penelitian-penelitian di atas, terdapat berbagai penelitian

hukum lain yang mengangkat tema terkait perjanjian kerjasama, namun

terdapat perbedaan mendasar antara penelitian-penelitian tersebut dengan

penelitian yang dilaksanakan penulis yakni dalam hal fokus penelitian.

Penulis melakukan analisis terkait pemenuhan ketentuan dalam Peraturan

Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun 2016 terhadap perjanjian

kerjasama ini beserta upaya penyelesaian wanprestasi yang dilakukan Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta. Berdasarkan penelusuran penulis, belum ada

penelitian hukum yang membahas mengenai perjanjian kerjasama BNN Kota

Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Kekhususan dalam

fokus penelitian ini menunjukkan keaslian dari penelitian ini dibandingkan

penelitian yang dilakukan sebelumnya. Penelitian ini dilakukan dengan itikad

baik dengan menjunjung orisinalitas sesuai dengan etika akademik dengan

tidak melakukan plagiasi ataupun kejahatan akademik lainnya. Penulis

mengharapkan penelitian ini dapat menambah literatur dalam ilmu hukum

dan perkembangan hukum di Indonesia.


12

E. Manfaat Penelitian

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan

praktis. Manfaat penulisan hukum berjudul “Kajian Yuridis Perjanjian

Kerjasama Pelayanan Rehabilitasi antara Badan Narkotika Nasional Kota

Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta” antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai wujud dari pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu

dharma penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

untuk menambah wawasan di bidang ilmu pengetahuan hukum pada

umumnya, serta menambah wawasan di bidang hukum perdata

khususnya tentang perjanjian kerjasama. Selain menambah wawasan

juga dapat dijadikan referensi untuk penelitian atau penulisan-

penulisan selanjutnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya bagi mahasiswa agar kritis terkait

pelaksanaan perjanjian kerjasama serta meminimalisir hambatan

dalam membuat suatu perjanjian kerjasama.

2. Manfaat Praktis

a. Penulis

Penelitian ini bagi penulis sebagai bentuk pengaplikasian

ilmu-ilmu yang didapat di bangku kuliah. Serta diharapkan mampu

memberikan cakrawala ilmu di bidang ilmu hukum khususnya

perjanjian kerjasama. Penelitian ini juga digunakan sebagai sarana


13

untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

b. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pemerintah dalam mengambil langkah untuk menangani

permasalahan pembayaran biaya klaim pelayanan rehabilitasi oleh

BNN.

c. Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan mengenai perjanjian kerjasama sehingga masyarakat

lebih mengerti dan memahami dasar hukum dan akibat hukum

diadakannya perjanjian ini serta terlindungi kepentingannya.

d. Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi

ilmu di bidang hukum perdata khususnya terkait perjanjian

kerjasama
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Hukum perjanjian di Indonesia dapat ditemukan pada Bab Kedua

bagian kesatu hingga bagian keempat “tentang perikatan-perikatan yang

dilahirkan dari kontrak atau perjanjian” yang berada di dalam Buku ke-III

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut

KUHPerdata). Perjanjian dalam buku III KUHPerdata diatur dalam Pasal

1313 yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih. Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditafsirkan

seolah-olah di dalam perjanjian hanya terdapat satu pihak saja yang

mengikatkan dirinya dengan pihak lain, sehingga terlihat seperti

perjanjian sepihak. Pengertian tersebut hanya meliputi baik perbuatan

hukum maupun perbuatan faktual disamping itu juga kurang jelas.17

Rumusan tersebut dirasa kurang tepat karena tidak mengartikan

secara spesifik arti dari perjanjian, selain itu juga tidak lengkap dan

sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan

sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan


17
R. Subekti, R. Tjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita,
Jakarta, hlm 118

14
15

“perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan

hukum. Terdapat pula beberapa kelemahan pada pengertian perjanjian di

dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu:18

a. Pengertian perjanjian terlalu sempit

Perjanjian dikatakan terlalu sempit diketahui dari kata-kata

“satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau

lebih”, berdasarkan hal tersebut dapat ditafsirkan seolah-olah dalam

perjanjian hanya satu pihak saja yang mengikatkan dirinya dengan

pihak lain sehingga seperti perjanjian sepihak. Perjanjian tidak hanya

perjanjian yang sifatnya sepihak tetapi juga perjanjian yang sifatnya

bertimbal balik, sehingga pada Pasal 1313 ditambahkan perkataan

“atau saling mengikatkan dirinya”.19

b. Pengertian perjanjian terlalu luas k

Perjanjian dikatakan terlalu luas dapat terlihat dari adanya

kata- kata “Perjanjian adalah suatu perbuatan”, kata “perbuatan”

dalam rumusan pasal tersebut menuai kritik karena seolah-olah dapat

ditafsirkan berbagai macam perbuatan. Perbuatan dapat berarti

perbuatan yang menghasilkan akibat hukum maupun perbuatan biasa

yang tidak menimbulkan konsekuensi hukum apapun. Perjanjian

merupakan suatu perbuatan yang menghasilkan akibat hukum karena

lahirnya hak dan kewajiban para pihak. Berdasarkan hal tersebut,

18
Aisha Mutiara Savitri, 2016, “Pelaksanaan Perjanjian Jasa Outing Pada PT Rakata Alam Terb
uka Dengan Pengguna Jasa”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Y
ogyakarta
19
Wirjono Prodjodikoro, 2011, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, hlm. 49
16

kata-kata “suatu perbuatan” harus ditafsirkan sebagai perbuatan yang

bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum20, sehingga kata

“perjanjian adalah suatu perbuatan” menjadi “perjanjian adalah suatu

perbuatan hukum”.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diadakannya

perbaikan mengenai definisi dari perjanjian tersebut, yaitu:21

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan

yang bertujuan menimbulkan akibat hukum;

b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam

Pasal 1313 KUHPerdata;

c. Sehingga perumusannya menjadi: ”perjanjian adalah perbuatan

hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau

saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Ketidaklengkapan pengertian perjanjian yang ada didalam Pasal

1313 KUHPerdata membuat beberapa ahli hukum kemudian

mengemukakan pendapatnya tentang pengertian perjanjian, antara lain:

a. Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa perjanjian adalah satu

perbuatan hukum yang bersisi dua yang didasarkan atas kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum.22

20
Ibid.
21
R.Setiawan, 1982, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, hlm. 49
22
Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, hlm.
117
17

b. Abdulkadir Muhammad menjelaskan perjanjian adalah suatu

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan

diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.23

c. Subekti menjelaskan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.24

Penjelasan para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

dalam sebuah perjanjian dapat terbentuk jika minimal terdapat dua

pihak di dalamnya, dimana kedua belah pihak tersebut sepakat untuk

saling mengikatkan diri. Sepakatnya para pihak dimaksudkan untuk

melakukan suatu hal yang memiliki suatu akibat hukum tertentu.

2. Syarat-syarat sahnya Perjanjian

Sah atau tidaknya suatu perjanjian dapat dinilai dari

kesesuaiannya dengan 4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat dalam perjanjian pada dasarnya adalah

persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang

dikatakan memberikan kesepakatannya (toesteming) jika ia memang

menghendaki apa yang disepakati.25 Pasal 1321 KUHPerdata

menyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu

23
Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 78
24
R. Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hlm. 1
25
J. Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, PT Citra Adity
a Bakti, Bandung, hlm. 164
18

diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan, atau

penipuan. Suatu kesepakatan yang diperoleh karena 3 (tiga) hal di atas

maka dapat dikatakan perjanjian terjadi mengandung cacat kehendak.

Pasal 1322 KUHPerdata menjelaskan bahwa kekhilafan tidak

mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu

terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian.

Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya

terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa orang bermaksud

membuat perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya

orang tersebut.

Ada 2 (dua) macam kekhilafan berdasarkan Pasal 1322

KUHPerdata, yaitu;

1) Kekhilafan mengenai orang dengan siapa seseorang mengikatkan

dirinya (error in persona);

2) Kekhilafan mengenai hakekat bendanya (error in substantia).

Selain faktor khilaf, suatu perjanjian dapat dibatalkan karena

adanya suatu paksaan sebagaimana termaktub dalam Pasal 1324

KUHPerdata yaitu paksaan adalah paksaan yang telah terjadi, apabila

perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seseorang

yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat ketakutan orang

tersebut bahwa dirinya atau kekayaan terancam suatu kerugian yang

terang dan nyata.26 Berdasarkan perkembangannya, satu faktor

26
Herlin Budiono, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 100
19

tambahan terhadap pembatalan perjanjian yang tidak datur dalam

KUHPerdata yaitu penyalahgunaan keadaan (misbruik van

omstandigheden) yang terjadi apabila seseorang tergerak karena

keadaan khusus untuk melakukan suatu perbuatan hukum dan pihak

lawan menyalahgunakan hal tersebut.27

Terdapat 4 (empat) teori yang menjelaskan kapan terjadinya

kesepakatan, yaitu:28

1) Teori pernyataan, kesepakatan terjadi pada saat yang menerima

tawaran menulis surat atau telegram, telex, yang menyatakan

bahwa ia menerima tawaran tersebut;

2) Teori pengiriman, kesepakatan terjadi pada saat surat atau telegram

dikirim kepada yang menawarkan bahwa tawarannya diterima, atau

yang menerima tawaran mengirim surat, telegram, telex kepada

yang menawarkan;

3) Teori pengetahuan, kesepakatan terjadi pada saat yang

menawarkan mengetahui bahwa tawarannya diterima;

4) Teori penerimaan, kesepakatan terjadi pada saat yang menawarkan

betul-betul mengetahui dengan menerima jawaban bahwa

tawarannya diterima.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

27
Ibid.
28
Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hlm. 56
20

Menurut Pasal 1329 KUHPerdata, setiap orang adalah cakap

untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang-undang tidak

dinyatakan tak cakap. Seseorang dikatakan cakap hukum apabila ia

sudah dewasa, yaitu telah mencapai umur 18 tahun atau belum

berumur 18 tahun tetapi pernah kawin, dan tidak berada di bawah

pengampuan. Pasal 1330 KUHPerdata menentukan orang-orang yang

tidak cakap untuk mengadakan perjanjian yaitu :

1) Orang-orang belum dewasa;

2) Mereka yang berada di bawah pengampuan;

3) Orang-orang perempuan, dalam hal telah ditetapkan oleh undang-

undang, dan pada umumnya semua orang pada siapa undang-

undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Orang-orang yang disebut di atas apabila akan membuat

perjanjian harus diwakili oleh wali. Seorang anak yang belum dewasa

harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya. Orang yang berada di

bawah pengampuan berada di bawah pengawasan wali pengampunya.

Bagi seorang wanita yang bersuami apabila akan melakukan perbuatan

hukum harus mendapatkan izin dari suaminya.

Mengenai ketidak cakapan seorang perempuan yang

bersuami untuk melakukan perbuatan hukum dan menghadap di muka

pengadilan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 108 jo. Pasal 110

KUHPerdata, oleh Mahkamah Agung telah dinyatakan tidak berlaku

lagi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)


21

Nomor 4 Tahun 1963, seorang perempuan yang bersuami sudah

dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum, dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, maka ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata yang

menyatakan bahwa seorang perempuan yang bersuami tidak cakap

melakukan perbuatan hukum, dicabut oleh Pasal 66 Undang-Undang

Perkawinan tersebut.

c. Suatu hal tertentu

Pasal 1333 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian harus

mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan

jenisnya. Tidak menjadi masalah apabila jumlah barang tidak tentu,

asalkan jumlah itu dapat ditentukan atau dihitung. Syarat bahwa

prestasi harus dapat ditentukan berguna untuk menetapkan hak dan

kewajiban kedua belah pihak, terutama jika timbul perselisihan dalam

pelaksaan perjanjian.

Penjelasan tambahan mengenai suatu hal tertentu dalam

Pasal 1320 KUHPerdata terdapat dalam pasal lanjutan, yaitu Pasal

1333 KUHPerdata mengatakan bahwa suatu perjanjian harus

mempunyai objek pokok suatu benda (zaak) yang paling tidak sudah

ditentukan jenisnya. Maksudnya, bahwa objek perjanjian tidak harus

secara individual tertentu, tetapi pada saat perjanjian ditutup cukup

dengan jenisnya tertentu. Hal ini berarti perjanjian sudah memenuhi

syarat apabila jenis objek perjanjiannya saja yang sudah ditentukan.


22

Ketentuan tersebut harus ditafsirkan, bahwa objek perjanjian harus

tertentu sekalipun masing-masing objek tidak harus secara individual

tertentu. Syarat “objeknya tertentu” dalam Pasal 1333 ayat (2)

KUHPerdata dikatakan bahwa, jumlahnya semula boleh belum

ditentukan, asalkan saat perjanjian telah berlangsung objek dapat

ditentukan.

d. Suatu sebab yang halal

Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian tanpa

sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Pasal 1337 KUHPerdata

menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang

oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau

ketertiban umum.

Undang-undang tidak pernah mempersoalkan mengenai

alasan atau atas dasar apa suatu perjanjian dibentuk di antara para

pihak. Sebab mungkin saja suatu perjanjian dibuat berdasarkan alasan

yang berbeda antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu.

Undang-undang tidak memberikan batasan yang jelas mengenai makna

dari suatu sebab yang terlarang. Suatu perkara perdata, apakah

mungkin para pihak dalam suatu perjanjian diharapkan untuk

mengatakan atau mengakui bahwa mereka telah membuat suatu

perjanjian yang didasari oleh suatu sebab yang tidak diperbolehkan


23

oleh undang-undang, meskipun prestasi yang lahir dari perikatan

tersebut diizinkan oleh hukum.29

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif,

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif. 30

Syarat subjektif, adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek-

subjek perjanjian, dimana yang termasuk pada persyaratan tersebut adalah

sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk membuat

suatu perjanjian. Syarat objektif adalah persyaratan yang harus dipenuhi

oleh objek perjanjian, yang termasuk pada persyaratan ini adalah suatu hal

tertentu dan suatu sebab yang halal.31

Keempat syarat sah perjanjian yang telah diuraikan di atas bersifat

kumulatif terhadap suatu perjanjian. Artinya, tidak terpenuhinya salah satu

unsur saja dapat mengakibatkan adanya cacat dalam perjanjian. Cacat

dalam perjanjian dapat menyebabkan suatu perjanjian diancam dengan

kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan, jika terdapat pelanggaran

terhadap unsur subjektif, maupun batal demi hukum, dalam hal tidak

terpenuhinya unsur objektif. Artinya, perikatan yang lahir dari perjanjian

yang cacat tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.32

29
Kartini Muliadi dan Gunawan Widjadja, 2005, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 162-163
30
R. Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm 17
31
Ibid.
32
Mariam Darus Badrulzaman, 1996, KUHPerdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelasa
n, PT. Alumni, Bandung, hlm. 84
24

3. Unsur-Unsur Perjanjian

R. Setiawan membagi unsur-unsur perjanjian menjadi tiga,

yaitu:33

a. Unsur Essensialia

Unsur essensialia merupakan unsur yang harus ada dalam

suatu perjanjian. Apabila tidak ada unsur essensialia maka perjanjian

tersebut bukanlah perjanjian yang dimaksud oleh para pihak. Contoh

unsur essensialia yaitu dalam suatu perjanjian jual beli, pengaturan

mengenai harga dan objek barang yang diperjualbelikan harus ada

dan diatur dalam perjanjian. Contoh bagian esensialia lainnya adalah

harga dan barang dalam perjanjian jual beli, apabila perjanjian

tersebut hanya meliputi barang tanpa harga, maka perjanjian itu tidak

dapat digolongkan sebagai jual beli, melainkan tukar menukar.34

b. Unsur Naturalia

Unsur naturalia adalah unsur yang lazimnya melekat dalam

suatu perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus

dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada

dalam perjanjian karena merupakan pembawaan atau melekat pada

perjanjian. Unsur naturalia merupakan unsur yang pasti ada dalam

suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essensialia diketahui secara

pasti.35 Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata:

33
R. Soeroso. 2010. Perjanjian di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 16-17
34
Kartini Muliadi, Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 85
35
Ibid.
25

“Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang

dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan atau undang-undang”. Contoh unsur naturalia yaitu

misalnya didalam perjanjian jual beli terdapat kewajiban bagi pihak

penjual untuk menanggung biaya penyerahan (levering) atas barang

yang dijualnya.36

c. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu

perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur

secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para

pihak secara khusus.37 Menurut Herlien Budiono, unsur aksidentalia

adalah bagian dari perjanjian yang merupakan ketentuan yang

diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. 38 Contoh unsur

aksidentalia dalam perjanjian sewa menyewa rumah, apabila debitur

ingin memperpanjang masa sewa melebihi waktu yang telah

diperjanjikan, maka harus dengan prosedur atau cara yang ditentukan

secara jelas, tegas, dan disepakati oleh para pihak dalam perjanjian.

4. Asas-Asas Perjanjian

Asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan

36
J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 58
37
Komariah, 2002, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, hlm. 172
38
Herlien Budiono, 2008, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 70
26

abstrak atau merupakan latar belakang dari peraturan konkrit, yang

terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan hakim, yang merupakan

hukum positif dan ditemukan dalam peraturan yang bersifat konkrit.39

Adapun 5 (lima) asas-asas umum perjanjian, yaitu:

a. Asas Konsensualisme (Principle of Consensualism)

Asas konsensualisme berasal dari bahasa latin yaitu

consensus yang berarti sepakat, yang mana merupakan asas yang

berhubungan dengan saat lahirnya perjanjian. Asas konsensualisme

diatur pada Pasal 1338 ayat (1) jo. Pasal 1320 butir (1) KUHPerdata,

yang mana pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata terdapat kata-kata

“semua perjanjian yang dibuat secara sah” yang menunjuk pada

syarat sahnya suatu perjanjian harus dengan adanya kata sepakat

untuk mengikatkan diri. Berdasarkan hal tersebut, asas

konsensualisme berarti suatu perjanjian lahir dengan adanya

kesepakatan. Perjanjian atau yang juga dinamakan persetujuan

memiliki arti bahwa kedua pihak setuju atau bersepakat mengenai

suatu hal.40

Tidak dibutuhkan suatu formalitas tertentu untuk

menjadikan perjanjian itu sah selama telah ada kata sepakat. 41 Tetapi

terdapat pengecualian terhadap asas konsensualisme, yaitu perjanjian


39
Sudikno Mertokusumo, 2010, Penemuan Hukum, Penerbit Universitas Atmajaya Yogyakarta,
Yogyakarta, hlm. 7
40
R. Subekti, Op. Cit., hlm. 15
41
Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, et.all., 2005, Hukum Perdata (Suatu Pengantar),
Gitama Jaya, Jakarta, hlm 145
27

tidak dapat lahir hanya dengan kesepakatan saja jika undang-undang

mensyaratkan adanya suatu bentuk formalitas tertentu yang disebut

perjanjian formal. Pengecualian lainnya adalah apabila undang-

undang mensyaratkan perjanjian lahir setelah adanya penyerahan

nyata terhadap objek perjanjian yang disebut perjanjian riil.

b. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang berkaitan

dengan isi perjanjian, terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “Semua perjanjian yang

dibuat secara sah sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”. Perkataan “semua perjanjian” pada rumusan pasal

tersebut seolah memberi pengertian bahwa siapa saja diperbolehkan

membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa

saja, dan perjanjian yang dibuat itu mengikat mereka yang

membuatnya seperti suatu undang-undang42, namun kebebasan dalam

membuat suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-

undang, ketertiban umum, dan

kesusilaan.43

Asas kebebasan berkontrak ini mengandung 5 (lima)

makna, yaitu :44

42
Subekti, Op. Cit., hlm. 14
43
Surini Ahlan Sjarif, et.all., 2005, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Gitama Jaya, Jakarta, hlm
146
44
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hlm. 34
28

1) Setiap orang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan

perjanjian;

2) Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa

saja;

3) Setiap orang bebas untuk menentukan bentuk perjanjian yang

dibuatnya;

4) Setiap orang bebas untuk menentukan isi dan syarat-syarat

perjanjian;

5) Setiap orang bebas untuk mengadakan pilihan hukum.

c. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda)

Asas kekuatan mengikat disebut juga asas pacta sunt servanda yang

merupakan asas berhubungan dengan mengikatnya perjanjian. Asas

pacta sunt servanda merupakan asas kepastian hukum yang

mendefinisikan adanya daya mengikat bagi perjanjian yang dibuat

oleh para pihak, yang mana akibat dari lahirnya suatu perjanjian. 45

Asas pacta sunt servanda terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Asas pacta sunt servanda mempunyai arti bahwa

perjanjian yang dibuat para pihak mengikat selayaknya undang-

undang, sehingga hakim maupun pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak, selama isi dari

45
Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus), Prenamedia Group, Jakarta,
hlm. 24
29

kontrak tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan, dan ketertiban umum.

d. Asas Personalia

Asas personalia tercantum dalam Pasal 1315 dan Pasal

1340 KUHPerdata yang berhubungan dengan subyek hukum yang

memiliki kaitan dengan pelaksanaan perjanjian. Asas perjanjian ini

mempunyai arti bahwa perjanjian hanya mengikat pribadi bagi

orang-orang yang membuatnya dan tidak dapat membawa akibat

bagi orang lain yang bukan merupakan pihak dalam perjanjian. Pasal

1340 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya

berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Pasal 1340

KUHPerdata menjelaskan bahwa perjanjian yang dibuat oleh para

pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Terdapat

pengecualian atas ketentuan tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam

Pasal 1317 KUHPerdata di mana seseorang dapat mengadakan

perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu

syarat yang ditentukan.

Pasal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur perjanjian

untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli

warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

Kedua pasal jika dibandingkan maka Pasal 1317 KUHPerdata

mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam

Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli


30

warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang

membuatnya. Pasal 1317 KUHPerdata dengan demikian mengatur

tentang pengcualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata

memiliki ruang lingkup yang luas.

e. Asas Itikad Baik (The Principle of Good Faith)

Asas itikad baik berkaitan dengan perlaksanaan perjanjian.

Sebagaimana terkandung dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata

yang pada pokoknya mensyaratkan bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik mempunyai arti harus

mengindahkan kepatutan dan memenuhi tuntutan keadilan. Itikad

baik harus ada sejak dimulainya perjanjian, pada saat pelaksanaan

perjanjian, sampai dengan setelah berkahirnya perjanjian. Asas ini

menyatakan bahwa para pihak harus melaksanakan substansi kontrak

berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun

kemauan baik dari para pihak.

5. Tahap-Tahap Penyusunan Perjanjian

Tahapan dalam penyusunan perjanjian menurut Van Dunne

dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tahap yaitu tahap pra kontrak atau

pendahuluan, tahap konstraktual atau terbentuknya kontrak, dan tahap

post kontrak atau pelaksanaan kontrak.46

a. Pra Kontrak atau Pendahuluan

46
Salim HS, 2013, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 161
31

Tahap pra kontrak merupakan tahap sebelum kontrak

dirancang dan disusun. Lazimnya, hal-hal yang harus dilakukan

terlebih dahulu dalam tahapan ini adalah mengidentifikasi para

pihak, penulisan permulaan, pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) dan negoisasi.47

Identifikasi para pihak diperlukan untuk menentukan dan

menetapkan identitas para pihak yang akan mengadakan kontrak.

Identitas para pihak harus jelas dan para pihak harus mempunyai

kewenangan hukum untuk membuat kontrak. Pihak yang mewakili

suatu perusahaan juga harus benar-benar mempunyai full of power

sebagai representatif dari suati perusahaan yang bonafide atau tidak.

Penulisan permulaan dilakukan untuk meneliti beberapa hal-hal yang

akan dituangkan dalam kontrak yang bersangkutan seperti

konsekuensi yuridis serta alternatif lain yang mungkin dapat

dilakukan, dimana nantinya penyusun kontrak menyimpulkan hak

dan kewajiban masing-masing pihak.48

Memorandum of Understanding (MoU) merupakan nota

kesepahaman yang dibuat oleh para pihak sebelum kontrak itu dibuat

secara rinci. Negoisasi mempunyai kedudukan dan peranan yang

penting dalam merancang dan menyusun kontrak karena tahap

47
Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 27
48
Salim HS. et all, 2007, Perancangan Kontrak Memorandum of Understanding (Mou), Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 86
32

negoisasi merupakan tahap untuk menentukan objek dan substansi

kontrak yang dibuat oleh para pihak.49

b. Tahap Kontraktual atau Pembentukan Kontrak

Salah satu tahap yang menentukan dalam pembuatan

kontrak, yaitu tahap penyusunan kontrak. Penyusunan kontrak

memerlukan ketelitian para pihak, agar tidak menimbulkan masalah

dikemudian hari. Tahap dalam perancangan kontrak di Indonesia

meliputi pembuatan draft kontrak, saling menukar kontrak, revisi

kontrak, penyelesaian akhir dan penutup.50

c. Tahap Post Kontrak atau Pelaksanaan Kontrak

Tahap ini adalah tahap setelah kontrak ditandatangani.

Kontrak yang telah dibuat dan ditandatangani oleh para pihak harus

memperhatikan 2 (dua) hal yakni pelaksanaan dan penafsiran serta

alternatif sengketa. Kontrak yang telah disusun sering kali kurang

jelas sehingga memerlukan penafsiran. Penafsiran dapat

dilaksanakan dengan memperhatikan kata-kata yang dipergunakan

dalam kontrak, keadaan dan tempat dibuatnya kontrak, maksud para

pihak, sifat kontrak dan kebiasaan setempat.51

6. Berakhirnya Perjanjian

Berakhirnya perjanjian berbeda dengan berakhirnya perikatan

karena suatu perikatan dapat berakhir namun perjanjian yang merupakan

49
Ibid.
50
Ibid., hlm. 87
51
Salim HS, et all, 2002, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta hlm. 138
33

sumber dari sebuah perikatan tersebut tetap berlangsung. Misalnya

dalam perjanjian jual beli, dengan dibayarkan harga maka perikatan

mengenai pembayaran menjadi hapus, namun perjanjian jual beli belum

berakhir, karena perikatan mengenai penyerahan barang belum

terlaksana. Perjanjian dapat berakhir karena beberapa hal yaitu:52

a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak;

b. Undang-undang yang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian,

misalnya dalam Pasal 1066 ayat (3) KUHPerdata dinyatakan bahwa

ahli waris dapat mengadakan suatu perjanjian selama waktu tertentu

tidak melakukan pemisahan harta warisan, oleh Pasal 1066 ayat (2)

KUHPerdata berlakunya perjanjian ini dibatasi hanya untuk 5 tahun;

c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir, misalnya

untuk perjanjian kuasa akan berakhir bila salah satu meninggal

dunia;

d. Pernyataan menghentikan yang dapat dilakukan oleh kedua belah

pihak;

e. Perjanjian berakhir karena putusan hakim;

f. Tujuan perjanjian telah tercapai;

g. Dengan kesepakatan para pihak.

B. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi

52
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm. 95
34

1. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi

yang buruk.53 KUHPerdata tidak memberikan pengertian atau definisi dari

wanprestasi, namun terdapat pengaturan mengenai prestasi di dalam

KUHPerdata. Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur

dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu

perikatan.54 Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata, terdapat 3 (tiga) bentuk

prestasi, yaitu:

a. Memberikan sesuatu;

b. Berbuat sesuatu;

c. Tidak berbuat sesuatu.

Pengertian wanprestasi menurut Salim H.S. adalah tidak

memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang

ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.55

Wanprestasi yang disebabkan karena kelalaian atau kealpaan seorang

debitur dapat berupa 4 (empat) macam:56

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikannya;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

53
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 45
54
Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, hlm. 17
55
Salim H.S., Op. Cit., hlm. 98
56
Ibid.
35

Abdulkadir Muhammad memberikan pengertian mengenai

wanprestasi, yaitu bahwa yang dimaksud dengan wanprestasi adalah tidak

memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam

perikatan dan untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah

melakukan wanprestasi perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur

dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi.57

2. Akibat Wanprestasi

Wanprestasi mempunyai suatu akibat berupa sanksi yang

diberlakukan kepada pihak yang lalai. Pasal 1267 KUHPerdata

mengatakan, apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi maka pihak

terhadap siapa perjanjian tidak dipenuhi, dapat memilih untuk menuntut

adanya:

a. Pemenuhan perjanjian saja;

b. Pemenuhan perjanjian disertai penggantian biaya, kerugian, dan

bunga;

c. Pembatalan perjanjian saja;

d. Pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya, kerugian, dan bunga.

Kewajiban ganti rugi (schade vergoeding) tidak timbul dengan

sendirinya. Ganti rugi baru efektif menjadi kewajiban debitur setelah

debitur dinyatakan lalai. Harus ada pernyataan yang menyatakan bahwa

debitur berada dalam keadaan lalai atau dalam istilah lain disebut “in

57
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Pembimbing Masa, Jakarta,
hlm.
203
36

gebrekke stelling” atau “in mora stelling.”58 Pasal 1243 juga menjelaskan

bahwa:

“penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu


perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya,
atau jika sesuatu yang diberikan atau dibuatnya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.”

Uraian pasal diatas menunjukkan bahwa tuntutan ganti rugi yang

dapat diajukan oleh kreditur kepada debitur apabila terjadi wanprestasi

adalah ketika debitur telah dinyatakan lalai memenuhi apa yang

diperjanjikannya serta telah melampaui tenggang waktu. Tuntutan ganti

rugi dapat berupa biaya, rugi, dan/atau bunga, dalam bahasa Belanda

disebut Kosten, Schaden, dan Interesten. Biaya adalah segala pengeluaran

atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu

pihak. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang- barang kepunyaan

kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Bunga adalah kerugian

berupa kehilangan keuntungan (winstderving) yang telah dibayangkan atau

dihitung oleh kreditur.59

Salim H.S. menerangkan bahwa terdapat pengecualian untuk

menyatakan debitur wanprestasi yang dapat dilakukan apabila terjadi

peristiwa-peristiwa yang tidak memerlukan peringatan atau somasi,

sehingga debitur dapat langsung dinyatakan wanprestasi. Peristiwa-

peristiwa tersebut, yaitu sebagai berikut:60

58
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hlm 61
59
Subekti, Op. Cit., hlm 47
60
Salim H.S., Op.Cit.,hlm. 98
37

a. Debitur menolak pemenuhan;

b. Debitur mengakui kelalaiannya;

c. Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan;

d. Pemenuhan prestasi tidak lagi berarti;

e. Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.

Debitur yang dinilai melakukan wanprestasi dapat pula

melakukan pembelaan dengan alasan yang logis sebagai upaya hukum

agar tidak dikenai akibat hukum wanprestasi. Hal-hal yang dapat dijadikan

alasan untuk pembelaan diri debitur adalah:61

a. Adanya keadaan memaksa (overmacht) sehingga terjadi wanprestasi;

b. Adanya kelalaian dari diri kreditur sendiri (exception non dimpleti

contractus); dan

c. Kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi dari

debitur (rechtverwerkening).

C. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa wanprestasi dapat dilakukan melalui jalur

pengadilan/litigasi dan alternatif penyelesaian sengketa/non litigasi. Para

pihak yang menyelesaikan sengketa wanprestasi melalui jalur litigasi

dilakukan dengan cara menyerahkan perkara ke pengadilan negeri wilayah

perkara atau pengadilan yang dipilih dalam perjanjian, agar perkara

wanprestasi tersebut dapat diselesaikan dan diputus oleh hakim.62


61
Aisha Mutiara Savitri, Op.Cit., hlm. 59
62
Denomi Tivali, 2018, “Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Jasa
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) di PT. Attin Nabila Utama Cabang
38

Penyelesaian sengketa dengan alternatif penyelesaian sengketa

dilakukan di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak. Terdapat 5

(lima) macam cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan Pasal

med

a. Negosiasi

Negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara dua pihak

atau lebih yang pada mulanya memiliki pemikiran berbeda, hingga

akhirnya mencapai kesepakatan.63

b. Konsultasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsultasi

adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat,

saran, dan sebagainya) yang sebaik-baiknya atas suatu permasalahan.

c. Mediasi

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses

perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu

oleh mediator.64

d. Konsiliasi

Menurut KBBI, konsiliasi merupakan usaha mempertemukan

keinginan para pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan

menyelesaikan perselisihan itu.

e. Penilaian Ahli

Yogyakarta”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


63
A. Jackman, 2005 How To Negotiate : Teknik Sukses Bernegosiasi, Erlangga, Jakarta, hlm. 23
64
Lihat Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016
39

Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para

pihak dengan meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan

yang sedang terjadi.65

D. Tinjauan Umum Tentang Melakukan Jasa Tertentu

1. Pengertian Perjanjian Melakukan Jasa Tertentu

Perjanjian melakukan jasa tertentu semakin berkembang seiring

bergeraknya zaman. Bentuk dan jenis jasa yang diperjanjikan bergantung

pada pernyataan kehendak para pihak yang ditetapkan dalam suatu

perjanjian. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan beberapa

definisi mengenai jasa, yaitu:

a. Perbuatan yang baik atau berguna dan bernilai bagi orang lain, negara,

instansi, dan sebagainya;

b. Perbuatan yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan orang

lain, layanan, servis;

c. Aktivitas, kemudahan, manfaat, dan sebagainya yang dapat dijual

kepada orang lain (konsumen) yang menggunakan atau menikmatinya.

R. Subekti berpendapat bahwa perjanjian melakukan jasa adalah

suatu perjanjian di mana suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya

dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan, dengan mana dia

bersedia membayar upah, sedangkan apa yang dilakukan untuk mencapai

65
Takdir Rahmadi, 2011, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Rajawali
Pers, Jakarta, hlm. 19
40

tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak lawan.66 Biasanya pihak

lawan ini adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan

biasanya ia juga sudah memasang tarif tertentu untuk jasanya tersebut.

Upahnya biasanya dinamakan honorarium.67

2. Pengaturan Perjanjian Melakukan Jasa Tertentu

Perjanjian melakukan jasa tertentu telah diatur dalam Buku III

Bab VII A KUHPerdata mengenai perjanjian-perjanjian untuk melakukan

pekerjaan yang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

a. Perjanjian untuk melakukan jasa tertentu;

b. Perjanjian kerja/perburuhan; dan

c. Perjanjian pemborongan pekerjaan.

Khususnya untuk perjanjian melakukan jasa ini disebutkan pula

dalam Pasal 1601 KUHPerdata yang berbunyi:

“Selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa


yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh
syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh
kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi
pihak yang lainnya dengan menerima upah; perjanjian perburuhan
dan pemborongan pekerjaan.”

Berdasarkan bunyi Pasal 1601 KUHPerdata tersebut dapat

disimpulkan bahwa perjanjian melakukan jasa-jasa tertentu telah diatur

oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu, oleh syarat-syarat yang

diperjanjikan dan oleh suatu kebiasaan. Pengaturan mengenai perjanjian

jasa selain berdasar pada pasal tersebut juga berdasarkan pada peraturan-

66
R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 57-58
67
Ibid., hlm. 57
41

peraturan khusus, perjanjian yang dibuat oleh para pihak, atau menurut

aturan kebiasaan yang ada.

E. Tinjauan Umum Tentang Pemberian Kuasa

1. Pengertian Pemberian Kuasa

Pemberian kuasa adalah suatu perbuatan hukum yang bersumber

pada persetujuan atau perjanjian yang sering kita lakukan dalam kehidupan

sehari-hari, oleh karena bermacam-macam alasan, di samping kesibukan

sehari-hari sebagai anggota masyarakat yang telah maju, sehingga

tindakan memberi atau menerima kuasa, perlu dilakukan untuk

menyelesaikan salah satu atau beberapa masalah tertentu. 68 Pasal 1792

KUH Perdata mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pemberian kuasa

yaitu suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan

kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya

menyelenggarakan suatu urusan.

Pemberian kuasa harus selalu ada 2 (dua) pihak atau lebih, yakni

pemberi kuasa (lastgever) dan penerima kuasa (lasthebber), sehingga demi

tertib hukum hal ini perlu diatur secara cermat dan sebaik-baiknya, untuk

menghindari perselisihan atau bentrokan-bentrokan yang terjadi dalam

masyarakat.69 Kuasa terjadi karena adanya machtiging yang merupakan

pernyataan kehendak (sepihak) dari pemberi kuasa yang mengandung

kemauan agar ia diwakili oleh penerima kuasa untuk melakukan tindakan


68
Djaja S.Meliala, 1982, Pemberian Kuasa Menurut Kitab UU Hukum Perdata, Tarsito, Bandung,
hlm 1
69
Ibid.
42

hukum demi kepentingan dan atas nama,pemberi kuasa. Pernyataan

kehendak pemberi kuasa menimbulkan suatu hak bagi penerima kuasa

bukan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi

kuasa.70

2. Pengaturan Pemberian Kuasa

Pemberian kuasa (lastgeving), diatur dalam buku III Bab XVI

Pasal 1792-1819 KUHPerdata. Sedangkan mengenai kuasa (volmacht)

tidak diatur secara khusus, baik didalam KUHPerdata maupun di dalam

peraturan perundang-undangan lainnya, tetapi diuraikan sebagai,salah satu

bagian dari pemberian kuasa.71

3. Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kuasa

a. Kewajiban penerima kuasa, terdiri dari :

1) Pasal 1800 KUH Perdata, menyatakan bahwa penerima kuasa

wajib melaksanakan kuasanya, menanggung kerugian segala biaya,

dan menanggung segala kerugian apabila tidak dilaksanakannya

kuasa tersebut;

2) Pasal 1801 KUH Perdata, menyatakan bahwa penerima kuasa

wajib bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja dan atas kelalaian-kelalaian di luar kuasa;

70
Taufiq Utomo, 2014, “Perlindungan Hukum Terhadap Penerimaan Kuasa yang Aktanya dicab
ut Sepihak oleh Pemberi Kuasa”, Thesis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang
71
Herlien Budiono, 2012, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan, Bandung,
PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 413
43

3) Pasal 1802 KUH Perdata, menyatakan bahwa penerima kuasa

wajib memberikan laporan tentang apa yang telah penerima kuasa

lakukan kepada pemberi kuasa.

b. Kewajiban pemberi kuasa, yaitu :

1) Pasal 1807 KUH Perdata, menyatakan bahwa pemberi kuasa wajib

memenuhi segala perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima

kuasa sesuai dengan isi dari kuasa;

2) Pasal 1808 KUH Perdata, menyatakan bahwa pemberi kuasa wajib

mengembalikan semua persekot-persekot dan biaya-biaya yang

telah dikeluarkan oleh penerima kuasa, dan wajib untuk membayar

upah kepada penerima kuasa sesuai yang telah diperjanjikan;

3) Pasal 1809 KUH Perdata, menyatakan bahwa pemberi kuasa wajib

membayar segala kerugian yang diderita oleh penerima kuasa

sewaktu menjalankan kuasanya, tetapi tidak dalam hal perbuatan

yang kurang hati-hati.

4. Jenis Pemberian Kuasa

Menurut jenisnya, pemberian kuasa dibedakan menjadi 2 (dua),

yaitu :72

a. Kuasa Dibawah Tangan

Pemberian kuasa di bawah tangan adalah suatu pemberian

kuasa dalam bentuk tertulis yang suratnya dibuat sendiri oleh para

72
Nathalia Tenegar, 2007, “Analisis Pembatalan Eksekusi Hak Tanggungan oleh Pengadilan
Negeri Tangerang pada PT. Bank Ganesha (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor
257/Pdt.BTH/1998/PN.TNG”, Thesis, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta
44

pihak atau dengan kata lain tidak dibuat oleh pejabat notaris.

Pembuatan surat kuasa secara bawah tangan memiliki beberapa

kelebihan, seperti lebih cepat dalam pembuatannya, lebih praktis

bahasanya, serta lebih rendah biaya karena hanya cukup menyediakan

kertas, alat tulis, dan materai tempel sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.73

b. Kuasa Notariil

Pemberian kuasa notariil merupakan pemberian kuasa dalam

bentuk tertulis yang dibuat oleh pejabat notaris. Kuasa notariil atau

yang lazim disebut dengan akta kuasa adalah draft kuasa yang dibuat

oleh dan atas buah pikiran dari pejabat notaris itu sendiri atau dapat

juga draft tersebut merupakan draft standar yang telah ada dan lazim

digunakan oleh pejabat notaris.74

F. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi

1. Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

mangandung makna pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik)

yang dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yang cacat dan

sebagainya atas individu supaya menjadi manusia yang berguna dan

memiliki tempat di masyarakat. Rehabilitasi narkotika adalah tempat yang

73
Ibid.
74
Ibid.
45

memberikan pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan

diri dari narkotika. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa

rehabilitasi merupakan suatu rangkaian yang terkoordinasi bersifat tertutup

yang memberikan wawasan pengetahuan dan keterampilan untuk

perbaikan atas individu supaya menjadi manusia yang berguna di

masyarakat.75

2. Jenis Rehabilitasi Narkotika

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, ada 2 (dua)

jenis rehabilitasi, yaitu:

a. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan

secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan

Narkotika.76 Layanan rehabilitasi medis biasa diberikan dengan

layanan pengobatan psikotropika subtitusi (pengganti) non metadon

yang diberikan sesuai dosis. Rehabilitasi medis juga merupakan

lapangan spesialisasi ilmu kedokteran baru, berhubungan dengan

penanganan secara menyeluruh dari pasien yang mengalami gangguan

fungsi/ cedera (impairment), kehilangan fungsi/cacat (disability), yang

berasal dari susunan otot-tulang (musculos keletal), susunan otot syaraf

75
Nia Amalia, 2016, “Efektivitas Program Rehabilitasi bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA
melalui Pendekatan Therapeutic Community oleh Lembaga Kunci Nandan Yogyakarta”,
Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
76
Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
46

(neuromuscular), serta gangguan mental, sosial dan kekaryaan yang

menyertai kecacatan tersebut.77

Rehabilitas medis menurut Surat Keputusan Menteri

Kesehatan No 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan

Rehabilitasi Medis di Rumah Sakit disebutkan bahwa pelayanan

rehabilitasi medis adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik

dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi sakit, penyakit

atau cedera melaluipanduan intervensi medik, keterapian fisik atau

rehabilitasi untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal.

Rehabilitasi Medis diberikan kepada Pecandu dan/atau

Korban Penyalahgunaan Narkotika yang mengalami salah satu atau

beberapa kondisi berikut ini :78

1) gejala putus zat dan/atau kondisi keracunan (intoksikasi) yang

mengganggu stabilitas fungsi fisik dan psikologis;

2) masalah fisik lain yang menghambat keikutsertaan dalam program

terapi/rehabilitasi; dan

3) gejala halusinasi, waham dan/atau gejala kejiwaan lain yang

mengganggu proses komunikasi dan jalannya terapi rehabilitasi.

b. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan

secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu

77
M. Min, http://vhasande.blogspot.co.id/2014/03.jenis-pelayanan-rehabilitasi.html, diakses pada
tanggal 15 Desember 2019 pukul 19.32
78
Pasal 7 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Lembaga Rehabilitasi Sosial Bagi
Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
47

narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan

masyarakat.79 Tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan dalam

rehabilitasi sosial diantaranya adalah sebagai berikut:80

1) Tahap Rehabilitasi

Rehabilitasi ini diberikan melalui bimbingan sosial dan

pembinaan mental, maupun bimbingan keterampilan. Bimbingan

diberikan secara individu maupun kelompok yang nantinya dapat

menimbulkan kesadaran akan harga diri serta tanggung jawab

sosial secara mentap. Bimbingan keterampilan diberikan agar

individu mampu menyadari akan keterampilan yang dimiliki. Serta

bimbingan penyuluhan diberikan untuk meningkatkan kesadaran

dan tanggung jawab sosial keluarga dan lingkungan sosial.

2) Resosialisasi

Kegiatan ini bertujuan menyiapkan mantan pecandu

penyalahguna narkotika agar mampu berintegrasi dalam kehidupan

masyarakat. Resosialisasi ini merupakan proses setelah mendapat

bimbingan dan penyuluhan sesuai dengan situasi dan kondisi

individu yang bersangkutan.

3) Pembinaan Tindak Lanjut (After Care)

Tujuan dari pembinaan tidak lanjut ini adalah

memelihara, menetapkan, dan memantapkan serta meningkatkan

79
Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
80
Nia Amalia, Op. Cit., hlm. 36
48

kemampuan sosial, ekonomi, dan mengembangkan rasa tanggung

jawab dan kesadaran hidup bermasyarakat.

Rehabilitasi Sosial dilaksanakan bagi bekas (mantan)

pecandu dan/atau Korban Penyalahgunaan Narkotika dengan ketentuan

sebagai berikut:81

1) telah selesai menjalani program Rehabilitasi Medis sebelumnya,

yang dibuktikan dengan resume perawatan oleh tenaga medis atau

Lembaga Rehabilitasi Medis; dan

2) tanpa didahului Rehabilitasi Medis bila bekas (mantan) pecandu

dan/atau Korban Penyalahgunaan Narkotika tidak mengalami

kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hingga c

yang dibuktikan dengan resume hasil asesmen.

3. Tujuan Rehabilitasi

Pelaksanaan rehabilitasi bertujuan untuk mendapat kesembuhan

bagi pecandu supaya lepas dari ketergantungan narkotika sebagaimana

dalam tujuan pengobatan adalah untuk mendapat efek pengobatan (efek

terapeutik) yang diinginkan. Efek terapeutik merupakan tujuan agar pasien

menjadi sembuh. Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika,dan zat

adiktif lainnya (NAPZA) atau istilah yang popular dikenal masyarakat

sebagai narkoba (Narkotika dan Bahan/obat berbahaya) merupakan

masalah yang sangat kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan

81
Pasal 8 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Lembaga Rehabilitasi Sosial Bagi
Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
49

secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidisipliner dan

peranserta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara

berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.82

Terus meningkatnya jumlah korban penyalahguna narkotika

membuat peran rehabilitasi bagi korban menjadi penting dan strategis.

Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur penjeraan dan

penggunaan titik tolak pandangannya terhadap narapidana sebagai

individu, semata-mata dipandang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945.83Arti penting diperlukannya terapi dan rehabilitasi di sebabkan

oleh:84

a. Dampak negatif narkoba dalam jangka Panjang;

b. Peningkatan angka kematian rata-rata akibat penyakit penyerta sebagai

dampak buruk penyalahgunaan narkoba seperti TB, HIV-AIDS dan

Hevatitis;

c. Mengurangi penularan penyakit TB, HIV-AIDS dan Hevatitis.

Tujuan dari rehabilitasi ini ada 2 (dua), yaitu:85

82
Hari Sasangka, 2003, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hokum Pidana, Mandar Maju, Band
ung, hlm. 10
83
Adi Sujatno, 2008, Pencerahan Dibalik Penjara dari Sangkar Menuju Sanggar Untuk Menjadi
Manusia Mandiri, Teraju, Jakarta, hlm. 123
84
Ibid.
85
M.Min, Op. Cit.
50

a. Jangka panjang, dimana pasien segera keluar dari tempat tidur dapat

berjalan tanpa atau dengan alat paling tidak mampu memelihara diri

sendiri;

b. Jangka pendek, dimana pasien dapat hidup kembali ditengah

masyarakat, paling tidak mampu memelihara diri sendiri, ideal dan

dapat kembali kepada kegiatan kehidupan semula atau mendekati.

4. Ruang Lingkup Rehabilitasi

Rehabilitasi meliputi rangkaian layanan rehabilitasi medis,

rehabilitasi sosial, dan pascarehabilitasi. Rehabilitasi tersebut dilakukan

dengan cara rawat jalan dan/atau rawat inap, yang akan dilakukan

berdasarkan pada hasil asesmen masing-masing pecandu penyalahguna

narkotika.86

86
Pasal 6 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Lembaga Rehabilitasi Sosial Bagi
Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
BAB III

METODE PENELITIAN

Penulisan Hukum ditulis berdasarkan hasil penelitian, guna menjamin

ditemukannya kebenaran ilmiah serta memberikan peluang sebesar-besarnya bagi

penemuan kebenaran objektif dan menjaga agar pengetahuan dan

pengembangannya memiliki nilai ilmiah yang tinggi. 87 Metodologi penelitian

adalah ilmu tentang berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian. 88

Istilah

penelitian merupakan terjemahan dari research yang memiliki arti pencarian

kembali. Pencarian yang dimaksud adalah pencarian terhadap pengetahuan yang

benar (ilmiah), karena hasil dari pencarian ini akan digunakan untuk menjawab

permasalahan tertentu.89

Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian khusus

mengenai penelitian hukum. Penelitian hukum diartikan sebagai suatu kegiatan

ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum dengan jalan

menganalisanya.90 Peter Mahmud secara praktis menyimpulkan pengertian

penelitian hukum, yaitu, sebagai suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum

87
H. Hadari Nawawi, 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hlm 139
88
Mudrajad Kuncoro, 2015, Menulis Skripsi/Tesis dalam 60 Hari, UPP STIM YKPN,
Yogyakarta, hlm 25-28
89
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI
Press), Jakarta, hlm 3
90
Ibid.

51
52

untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi dengan mengidentifikasi masalah

hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi, dan

kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut, bukan sekedar know-

about.91 Oleh karena itu, proses pelaksanaan penulisan hukum yang dilakukan

oleh penulis, dijabarkan dalam metode penelitian dibawah ini.

A. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan hukum yang berjudul “Kajian

Yuridis Perjanjian Kerjasama Pelayanan Rehabilitasi antara Badan Narkotika

Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta”

bersifat yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan yang penulis temukan dikaitkan dengan berbagai peraturan

perundang-undangan yang memiliki kesamaan pengaturan dengan masalah

yang diteliti, sedangkan pendekatan empiris penulis lakukan dengan

menghimpun data langsung ke lapangan guna menghubungkan keterkaitan

antara norma hukum yang berlaku dan kenyataan di lapangan. Penelitian

yuridis empiris dilakukan dengan pendekatan terhadap masalah dengan

melihat dan memperhatikan norma hukum yang berlaku dihubungkan dengan

fenomena-fenomena yang ada dari permasalahan dalam penelitian.92

91
Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hlm. 60
92
Bambang Sunggono, 2006, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 72
53

B. Jenis Penelitian

Penulis melakukan penelitian yang terbagi menjadi tahap-tahap

sebagai berikut:

1. Penelitian Kepustakaan

Penelitian Kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data

melalui studi buku, literatur, catatan, maupun laporan yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.93 Bahan-bahan yang didapatkan tersebut

selanjutnya dikelompokkan sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas94, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika;

3) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun

2016 Tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga

Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu

dan Korban Penyalahguna Narkotika;

4) Peraturan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor

24 Tahun 2017 Tentang Standar Pelayanan Rehabilitasi bagi

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahguna Narkotika;

93
M. Nazir, 2003, Metode Penelitian, Ghalia, Jakarta, hlm. 27
94
Peter Mahmud, Op.Cit., hlm. 181
54

5) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 59 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 69 Tahun

2013 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Daerah Unit

Pelaksana Teknis Pusat Kesehatan Masyarakat di Lingkungan

Pemerintah Kota Yogyakarta;

6) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 Tentang

Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer serta memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer95, meliputi:

1) Buku-buku tentang perjanjian;

2) Buku-buku tentang metode penelitian hukum;

3) Hasil penelitian atau karya tulis ilmiah terdahulu yang memiliki

hubungan dengan permasalahan yang diteliti;

4) Artikel, jurnal hukum, baik dalam berbentuk cetak maupun

online, yang sesuai dalam menunjang pemecahan permasalahan

yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

95
Ronny Hanityo Sumitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.
25
55

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang menjadi

petunjuk bagi bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder96, berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);

2. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilakukan dengan mengadakan pengamatan

secara langsung berdasarkan pada fakta-fakta yang terjadi di lokasi

penelitian. Tujuannya untuk memperoleh informasi dari responden yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.97, meliputi:

a. Data

Data penelitian pada penulisan hukum ini terdiri dari data

primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan

wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder dapat

dilihat dari perjanjian kerjasama antara Badan Narkotika Nasional

Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang

Pelaksanaan Dukungan Peningkatan Kemampuan Layanan

Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-Puskesmas

Non-IPWL) di Kota Yogyakarta.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Narkotika Nasional

(BNN) Kota Yogyakarta yang berada di Jalan Nitikan Baru Nomor

31, Pandeyan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta.

c. Responden
96
Suharsimi Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek, PT. Bina Aksara,
Jakarta, hlm. 7
97
Ronny Hanityo Sumitro, Op. Cit., hlm. 92
56

Responden adalah pihak-pihak yang mengetahui serta

berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti. Adapun

responden dalam penelitian ini adalah:

1) Bapak AKBP Khamdani, S.Sos., Kepala Badan Narkotika

Nasional Kota Yogyakarta;

2) Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm, Apt, Kepala Seksi Rehabilitasi

Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta;

C. Teknik Pengumpulan Data dan Alat Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mencari pada

peraturan perundang-undangan, buku, doktrin, penulisan hukum dan hal-

hal lain yang berkaitan dengan penelitian hukum ini. Penelitian lapangan

dilakukan dengan cara wawancara dengan mempersiapkan daftar

pertanyaan yang akan ditanyakan kepada pihak-pihak terkait, namun

dapat dimungkinkan juga dilakukan wawancara langsung yang

dilakukan tidak hanya berpedoman dari daftar pertayaan yang telah

dipersiapkan tetapi dapat juga berasal dari luar daftar pertanyaan yang

berkembang sesuai situasi dan kondisi pada saat mewawancarai.

2. Alat Penelitian

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan

bersifat terbuka dan hanya memuat garis besar saja sehingga tidak
57

menutup kemungkinan penulis mengajukan pertanyaan diluar daftar

pertanyaan tergantung situasi dan kondisi. Serta menggunakan recorder

handphone sebagai alat bantu merekam jawaban saat jalannya

wawancara.

D. Jalannya Penelitian

Penulisan hukum ini akan ditempuh dalam 3 (tiga) tahap penelitian,

yaitu :

1. Tahap Persiapan

Tahap ini dimulai dengan kegiatan pra penelitian, meliputi

observasi awal untuk perumusan masalah, pengumpulan dan penelitian

bahan kepustakaan serta studi awal terhadap bahan kepustakaan tersebut.

Setelah itu, melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing dan

dilanjutkan dengan pengajuan usulan penelitian kepada dosen

pembimbing.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini dilakukan dengan 2 (dua) tahapan, yaitu:

a. Pelaksanaan Penelitian Kepustakaan

Tahapan ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan

berupa pengumpulan dan pengkajian bahan hukum primer, sekunder

dan tersier berkaitan dengan masalah penelitian.

b. Pelaksanaan Penelitian Lapangan


58

Tahapan ini dilakukan dengan penelitian lapangan untuk

melengkapi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian

kepustakaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pedoman wawancara terhadap responden yang telah ditentukan.

3. Tahap Penyelesaian

Tahapan ini dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu

menganalisis data hasil penelitian dan memulai dengan menyusun draft

laporan penelitian. Draft laporan penelitian tersebut selanjutnya

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing secara berkelanjutan untuk

memperoleh masukan dan perbaikan terkait masalah teknis penulisan

sampai materi substansi sebagai bahan perbaikan untuk penyusunan

laporan akhir penelitian hukum ini.

E. Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis

secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara

mengelompokkan data-data yang diperoleh untuk selanjutnya dipilah

berdasarkan relevansinya terhadap topik penelitian. Data tersebut kemudian

disusun secara sistematis untuk dihubungkan dan dianalisis dengan peraturan-

peraturan terkait, agar selanjutnya dapat ditarik kesimpulan guna menjawab

permasalahan. Penyajian data dilakukan secara deskriptif dengan cara

menggambarkan dan menjelaskan hasil yang didapat di lapangan dengan teori

yang ada, sehingga menjawab permasalahan.


59

F. Hambatan Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan tidak terlepas dari adanya

hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan. Hambatan-hambatan yang

dihadapi Penulis dalam menjalankan penelitian ini antara lain mengenai waktu

birokrasi perizinan di Fakultas Hukum UGM yang memakan waktu cukup

lama sehingga menyebabkan penyelesaian waktu penelitian yang cukup lama

dan semakin mundur. Hambatan lain juga terjadi mengenai sulitnya

penyesuaian waktu antara Penulis dengan para responden untuk dilakukannya

proses wawancara terkait penelitian ini dikarenakan kesibukan dan jadwal

yang sangat padat dari masing-masing responden.

Hambatan-hambatan tersebut cukup mengganggu proses pengerjaan

Penulis, tetapi bukanlah menjadi masalah yang besar dan dapat diatasi dengan

baik oleh Penulis. Kendala ini dapat diatasi dengan tetap berhubungan dengan

para responden melalui media sosial whatsapp, serta mempersiapkan daftar

pertanyaan langsung pada poin-poin terkait permasalahan yang Penulis

perlukan untuk mempersingkat proses wawancara.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Perjanjian Kerjasama Pelayanan Rehabilitasi antara Badan

Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta Dikaitkan dengan Peraturan Kepala Badan Narkotika

Nasional Nomor 17 Tahun 2016

1. Hasil Penelitian

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi antara Badan

Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta pada awalnya dilatarbelakangi dengan adanya Instruksi

Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional

Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) Tahun 2018-2019.98

Munculnya Inpres Nomor 6 Tahun 2018 tersebut mengamanatkan kepada

seluruh kementerian termasuk seluruh lembaga negara di Indonesia untuk

menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional P4GN.

Rencana Aksi Nasional P4GN yang dilakukan oleh seluruh

kementerian dan lembaga negara di Indonesia dilaksanakan dengan cara

melakukan kerjasama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di

wilayahnya masing-masing. BNN dalam hal ini secara otomatis menjadi

98
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak AKBP Khamdani, S.Sos., selaku Kepala
Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2019 di Kantor Badan
Narkotika Nasional Kota Yogyakarta

60
61

leading sector (sektor pemimpin) P4GN yaitu sektor potensial yang dapat

berperan sebagai contoh dan penggerak bagi sektor-sektor lain agar

melakukan hal yang serupa dalam hal P4GN. BNN Kota Yogyakarta

sebagai lembaga negara untuk menjalankan Inpres Nomor 6 Tahun 2018

tersebut melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

selaku OPD Kota Yogyakarta. Kerjasama BNN Kota Yogyakarta dengan

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dititikberatkan mengenai upaya

rehabilitasi yang ditujukan kepada pecandu penyalahguna narkotika di

lingkungan Kota Yogyakarta.99

Proses pembuatan perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi

antara BNN Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

didahului dengan adanya proses audiensi yang dilakukan oleh kedua belah

pihak. Proses audiensi ini didahului dengan kunjungan pihak BNN Kota

Yogyakarta yang diwakili oleh Seksi Rehabilitasi ke kantor Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta untuk menawarkan kerjasama terkait

permintaan jasa pelayanan rehabilitasi. Pihak BNN Kota Yogyakarta akan

menjelaskan urgensi, jenis, konsep, serta maksud dan tujuan dibuatnya

perjanjian kerjasama ini. Setelah proses audiensi selesai dan para pihak

mencapai kesepakatan yang dimungkinkan untuk melakukan kerjasama,

barulah perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi antara BNN Kota

99
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak AKBP Khamdani, S.Sos., selaku Kepala
Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2019 di Kantor Badan
Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
62

Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta memasuki tahap

perancangan dan perumusan.100

Kesepakatan untuk melakukan kerjasama antara para pihak

dituangkan ke dalam bentuk perjanjian tertulis. Tujuan dibuatnya

perjanjian kerjasama dalam bentuk tertulis diantara kedua belah pihak

adalah agar dalam pelaksanaanya terdapat kejelasan dan batasan mengenai

hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, serta agar terhindar dari

wanprestasi yang mungkin terjadi dikemudian hari. Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata mengandung asas kebebasan berkontrak, yang menyatakan

bahwa: “setiap perjanjian yang telah dibuat secara sah adalah mengikat

dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal

ini berarti setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian mengenai apa

saja, baik bentuknya, isinya, dan pada siapa saja perjanjian itu

ditunjukkan. Pembentukan perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi

antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta diinisiasi terlebih dahulu oleh BNN Kota

Yogyakarta yang spesifiknya diwakili oleh Kepala Seksi Rehabilitasi

beserta anggotanya. Kepala Seksi Rehabilitasi beserta anggotanya

berperan sebagai inisiator karena pihak tersebut yang utamanya

membutuhkan jasa pelayanan rehabilitasi dari pihak kedua tersebut yang

100
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
63

dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk menjalankan

tugas dan fungsinya.101

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini dirumuskan dan

disusun oleh kedua belah pihak secara terpisah baik tempat maupun

waktunya. Proses perumusan draft perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini dimulai di BNN Kota Yogyakarta dengan rapat internal

Seksi Rehabilitasi untuk merumuskan dan menyusun perjanjian pelayanan

rehabilitasi ini pasal demi pasal. Setelah penyusunan draft perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi di tingkat Seksi Rehabilitasi BNN Kota

Yogyakarta selesai disusun, draft tersebut akan dinaikkan kepada Kepala

BNN Kota Yogyakarta untuk dilakukan koreksi dan final checking untuk

menentukan apakah masih harus diperbaiki mulai dari rumusan isi pasal

demi pasal, penggunaan diksi, kesalahan pengetikan, dan lain-lain yang

nantinya akan didiskusikan dengan Kepala Seksi Rehabilitasi BNN Kota

Yogyakarta. Hal ini terjadi karena pihak BNN Kota Yogyakarta tidak

memiliki Biro Hukum yang fungsinya khusus merumuskan segala produk

hukum yang dikeluarkan oleh BNN Kota Yogyakarta. 102 Proses

penyusunan draft perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini kurang

lebih memakan waktu 1 (satu) minggu sampai siap diserahkan ke pihak

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk dikoreksi disana.103


101
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak AKBP Khamdani, S.Sos., selaku
Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2019 di Kantor
Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
102
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
103
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak AKBP Khamdani, S.Sos., selaku
Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2019 di Kantor
64

Setelah penyusunan draft perjanjian kerjasama rehabilitasi di

tingkat BNN Kota Yogyakarta selesai dilakukan, draft perjanjian tersebut

akan diantar ke kantor Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk dikaji dan

dikoreksi oleh Biro Hukum Pemerintah Kota Yogyakarta. Biro Hukum

Pemerinta Kota Yogyakarta akan mengkaji dan mengoreksi terkait diksi

dan tata bahasa pasal demi pasal, namun terkait isi konten kesepakatan

yang dimuat dalam draft perjanjian tersebut tetap menjadi kewenangan

dan kebijakan sepenuhnya dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang

ditangani oleh Seksi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit (Seksi

P2P). Sifat Biro Hukum Pemerintah Kota Yogyakarta disini hanya sebagai

fasilitator yang mengakomodir penyusunan perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini sebagai produk hukum yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta.104

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi yang telah

dirumuskan, disusun, dan disepakati oleh kedua belah pihak selanjutnya

dilakukan persetujuan dalam bentuk penandatanganan. Idealnya, proses

penandatanganan perjanjian kerjasama ini dilakukan di satu tempat dan

dalam waktu yang bersamaan. Namun, dalam perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini proses penandatanganan dilakukan di tempat

yang berbeda walaupun di hari yang sama yaitu pada Hari Kamis, tanggal

Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta


104
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
65

3 Januari 2019. Pertama-tama, perjanjian ini ditandatangani dahulu oleh

Kepala BNN Kota Yogyakarta di Kantor BNN Kota Yogyakarta, barulah

kemudian perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini diantar ke Kantor

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk ditandatangani oleh Kepala

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Perjanjian yang telah ditandatangani

oleh kedua belah pihak dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang keduanya

adalah asli dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi yang telah

ditandatangani menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Hak yang dimiliki oleh pihak BNN Kota Yogyakarta berupa:105

a. Mengajukan lembaga-lembaga rehabilitasi Instansi Pemerintah

(Puskesmas-Puskesmas non-IPWL) kepada PIHAK KEDUA (Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta) yang akan memperoleh dukungan

peningkatan kemampuan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan

layanan di lembaga rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-

Puskesmas non-IPWL) di Kota Yogyakarta;

b. Menentukan kriteria dan bentuk peningkatan kemampuan yang

diberikan ke lembaga berdasarkan hasil pemetaan, identifikasi dan

kesiapan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana;

105
Pasal 3 ayat 1 Perjanjian Kerjasama antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang Pelaksanaan Dukungan Peningkatan
Kemampuan Layanan Lemabaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-Puskesman
Non-IPWL) di Kota Yogyakarta
66

c. Menerima laporan dari PIHAK KEDUA tentang pelaksanaan layanan

rehabilitasi yang diselenggarakan di lembaga dan laporan

pemanfaatan pembiayaan yang diberikan setiap bulan;

d. Memutuskan dukungan peningkatan kemampuan layanan rehabilitasi

Instansi Pemerintah (Puskesmas-Puskesmas non-IPWL) pada tahun

berjalan jika dianggap lembaga tidak menjalankan kewajibannya

dan/atau memberikan/melaporkan data klien fiktif yang memperoleh

dukungan pembiayaan.

Kewajiban bagi pihak BNN Kota Yogyakarta berupa:106

a. Menyediakan dukungan peningkatan kemampuan layanan rehabilitasi

di lembaga sesuai dengan program yang telah ditetapkan;

b. Memberikan dukungan fasilitasi pembiayaan rehabilitasi sesuai

dengan bentuk layanan yang disediakan oleh PIHAK KEDUA;

c. Mendorong lembaga untuk meningkatkan dan mengembangkan

program layanan rehabilitasi sesuai dengan standar pelayanan

minimal yang telah ditetapkan;

d. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program

layanan rehabilitasi bersama-sama dengan PIHAK KEDUA;

e. Melakukan kegiatan promotive dan preventif di wilayah kerja

Puskesmas bersama-sama dengan PIHAK KEDUA.

106
Pasal 3 ayat 2 Perjanjian Kerjasama antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang Pelaksanaan Dukungan Peningkatan
Kemampuan Layanan Lemabaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-Puskesman
Non-IPWL) di Kota Yogyakarta
67

Hak yang dimiliki oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

berupa:107

a. Menetapkan lembaga-lembaga rehabilitasi Instansi Pemerintah

(Puskesmas-Puskesmas non-IPWL) yang akan memperoleh dukungan

peningkatan kemampuan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan

layanan di lembaga rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-

Puskesmas non-IPWL yang diajukan PIHAK PERTAMA (BNN Kota

Yogyakarta);

b. Menerima dukungan fasilitasi pembiayaan layanan rehabilitasi bagi

korban penyalah guna dan/atau pecandu narkotika yang sedang

menjalankan program terapi dan rehabilitasi rawat jalan medis sesuai

dengan bentuk layanan yang tersedia di lembaga dan telah ditetapkan

dalam Surat Keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional Kota

Yogyakarta dengan komponen pembiayan per-1 (satu) orang klien

selama 1 (satu) tahun sebesar Rp.900.000,00 (sembilan ratus ribu

rupiah);

c. Mempergunakan dukungan peningkatan kemampuan untuk

pelaksanaan kegiatan layanan terapi dan rehabilitasi bagi korban

penyalahguna dan/atau pecandu narkotika sesuai dengan

peruntukannya;

107
Pasal 3 ayat 2 Perjanjian Kerjasama antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta denga
n Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang Pelaksanaan Dukungan Peningkatan Kemampuan
Layanan Lemabaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-Puskesman Non-IPWL) di K
ota Yogyakarta
68

d. Menerima dukungan penguatan berupa pelatihan teknis tentang

rehabilitasi ketergantungan narkotika yang dapat meningkatkan

pelayanan rehabilitasi di lembaga yang bersangkutan;

e. PIHAK KEDUA dan PIHAK PERTAMA bersama-sama melakukan

usaha promotive dan preventif.

Kewajiban bagi pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

berupa:108

a. Memerintahkan Puskesmas-Puskesmas non-IPWL yang telah

ditetapkan untuk melaksanakan layanan terapi dan rehabilitasi bagi

pecandu narkotika sesuai dengan Strandar Pelayanan Minimal yang

telah ditetapkan Deputi Bidang Rehabilitasi BNN dan Kementrian

Kesehatan RI;

b. Menggunakan anggaran fasilitasi layanan rehabilitasi sesuai dengan

komponen pembiayaan yang telah ditetapkan dan dapat

dipertanggungjawabkan secara akuntabel;

c. Menyediakan dan memberikan layanan pengobatan psikotropika

substitusi (pengganti) non Metadon kepada klien rehabilitasi rawat

jalan medis yang dibiayai dari anggaran Puskesmas-Puskesmas non-

IPWL sesuai ketentuan yang berlaku;

108
Pasal 3 ayat 2 Perjanjian Kerjasama antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta denga
n Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang Pelaksanaan Dukungan Peningkatan Kemampuan
Layanan Lemabaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-Puskesman Non-IPWL) di K
ota Yogyakarta
69

d. Melaporkan nama klien yang berbeda dengan nama yang dilaporkan

untuk menerima dukungan dari pihak lain, kecuali pelaporan tersebut

dilakukan pada periode perawatan yang berbeda;

e. Terkait dengan poin d, jika lembaga tidak melaksanakan sesuai

dengan aturan dan ketetapan sehingga ditemukan ketidaksesuaian

pada saat dilakukan audit oleh tim auditor internal maupun eksternal

maka PIHAK KEDUA berkewajiban untuk mengembalikan ke negara

sesuai dengan hasil temuan;

f. Dalam hal klien telah menjalani program rehabilitasi medis dan/atau

rehabilitasi sosial pada suatu lembaga dan diperlukan perawatan

dalam bentuk lainnya dapat dilanjutkan pada lembaga yang sama atau

dilakukan rujukan pada lembaga lain yang menyediakan layanan yang

dibutuhkan oleh klien;

g. Membuat dan mengirimkan laporan kegiatan bulanan yang dilampiri

bukti pertanggungjawaban keuangan atas biaya rawatan yang akan

diklaim kepada PIHAK PERTAMA selambat-lambatnya diterima

pada minggu pertama bulan berikutnya.

2. Pembahasan

Salah satu tugas pokok BNN Kota Yogyakarta adalah

menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi bagi pecandu penyalahguna

narkotika di Kota Yogyakarta. BNN Kota Yogyakarta untuk dapat

menyelenggarakan tugas tersebut membutuhkan klinik rehabilitasi, sumber

daya manusia terlatih, serta sarana prasarana pendukung pelayanan


70

rehabilitasi, namun dalam hal ini BNN Kota Yogyakarta tidak

memilikinya. Tidak dimilikinya klinik rehabilitasi, sumber daya manusia

terlatih, serta sarana prasarana pendukung pelayanan rehabilitasi membuat

BNN Kota Yogyakarta tidak dapat melakukan tugasnya secara mandiri

dan membutuhkan jasa dari pihak lain yakni Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta.

BNN Kota Yogyakarta menguasakan urusannya kepada Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta untuk menyelenggarakan seluruh kepentingan

pelayanan rehabilitasi sukarela bagi pecandu penyalahguna narkotika di

Kota Yogyakarta dalam bentuk perjanjian kerjasama. Pemberian kuasa

tersebut meliputi layanan rehabilitasi rawat jalan medis dan sosial. Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta dalam hal ini hanya sebagai fasilitator karena

yang akan menjalankan kepentingan pelayanan rehabilitasi tersebut adalah

3 (tiga) Puskesmas non-IPWL yang telah ditunjuk dalam perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini.

Hubungan hukum yang timbul antara kedua belah pihak adalah

pemberian kuasa dari BNN Kota Yogyakarta (pemberi kuasa) kepada

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta (penerima kuasa). Disisi lain, antara

kedua belah pihak juga timbul hubungan hukum berupa jasa karena BNN

Kota Yogyakarta tidak mampu menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi

secara mandiri dan membutuhkan jasa dari Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta yang memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan

pelayanan rehabilitasi. Pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini juga terdapat janji bagi kepentingan pihak ketiga


71

(derdenbeding) yang merupakan pengecualian dari asas kepribadian yang

menentukan bahwa suatu perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang

mengadakan perjanjian itu.109 Pihak ketiga yang akan mendapatkan hak

atas suatu prestasi tersebut adalah pecandu penyalahguna narkotika yang

berhak mendapatkan kesembuhan/pulih dari kecanduan narkotika karena

jasa pelayanan rehabilitasi yang diselenggarakan Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta melalui Puskesmas non-IPWL. Hubungan hukum yang timbul

antara Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dengan pecandu penyalahguna

narkotika adalah berupa jasa yang dilandasi dengan adanya perjanjian

penyembuhan (informed consent) antara pecandu penyalahguna narkotika

dengan Puskesmas non-IPWL terkait yang melayaninya.

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini dapat dikatakan

memenuhi kualifikasi perjanjian melakukan jasa tertentu. R.Subekti

memberikan kualifikasi mengenai perjanjian melakukan jasa tertentu,

meliputi:110

a. Suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukan suatu

pekerjaan untuk mencapai tujuan;

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini mengatur

bahwa pihak BNN Kota Yogyakarta menghendaki pihak Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta untuk memberikan jasa pelayanan

rehabilitasi bagi pecandu penyalahguna narkotika di Kota Yogyakarta

melalui 3 (tiga) Puskesmas non-IPWL yaitu Puskesmas

109
Eds Bali, https://www.hukum.xyz/jenis-jenis-perjanjian/, diakses pada tanggal 24 Desember
2019 pukul 23.45
110
Ibid.
72

Gondokusuman I, Gondomanan, dan Tegalrejo. Upaya kerjasama ini

dilakukan untuk memenuhi tujuan rencana kerja BNN Kota

Yogyakarta tahun 2019 yang dilandasi dengan Inpres Nomor 6 Tahun

2018 tentang Rencana Aksi Nasional P4GN.111

b. Apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali

terserah kepada pihak lawan;

Pihak BNN Kota Yogyakarta pada dasarnya membebaskan

cara yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk

menjalankan proses rehabilitasi yang diwakili oleh 3 (tiga) Puskesmas

non-IPWL yang telah ditunjuk asalkan masih sesuai dengan Standar

Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan Deputi Bidang Rehabilitasi

BNN dan Kementrian Kesehatan RI. Pihak BNN tetap terlibat dalam

proses pemantauan, persiapan dan pelatihan para tenaga ahli yang

nantinya akan melayani proses rehabilitasi pecandu penyalahguna

narkotika.112

c. Biasanya pihak lawan ini adalah seorang ahli dalam melakukan

pekerjaan tersebut;

Pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melalui tenaga yang

dimiliki oleh ketiga Puskesmas non-IPWL tersebut merupakan orang-

orang yang ahli dan memiliki keterampilan/keahlian khusus di

bidangnya masing-masing untuk menjalankan upaya rehabilitasi sesuai


111
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak AKBP Khamdani, S.Sos., selaku
Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2019 di Kantor
Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
112
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
73

standar dan tujuan perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini.

Terlebih, tenaga ahli yang terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi

ini telah diberi pelatihan terlebih dahulu oleh BNN Kota Yogyakarta

sebelum program pelayanan rehabilitasi ini dijalankan.

d. Biasanya sudah memasang tarif tertentu untuk jasanya tersebut.

Upahnya biasanya dinamakan honorarium.

BNN Kota Yogyakarta dalam perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini tidak memberikan honorarium kepada Dinas Kesehatan

Kota Yogyakarta. BNN Kota Yogyakarta hanya memberikan uang

penggantian atas apa yang telah dilakukan dan dikeluarkan oleh

masing-masing puskesmas non-IPWL yang telah ditunjuk oleh

perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini. Uang penggantian

tersebut dibayarkan dengan mekanisme langsung (LS) atau sering

disebut reimburse ke rekening umum BLUD masing-masing

Puskesmas non-IPWL sesuai dengan jumlah pecandu penyalahguna

yang ditangani di puskesmas tersebut.113

Proses perumusan dan pembuatan perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah

diatur dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17

Tahun 2016 tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga

Rehabilitasi Medis Dan Lembaga Rehabilitasi Sosial Bagi Pecandu Dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika (Selanjutnya disebut Perka BNN

113
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
74

Nomor 17 Tahun 2016). Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini

merupakan perjanjian yang berunsur publik yang berarti salah satu atau

kedua pihaknya adalah negara melalui alat kelengkapannya dan bertujuan

untuk kepentingan umum yang menyebabkan perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi tersebut harus sesuai dan tunduk pada peraturan

perundang-undangan terkait. Aturan-aturan yang termuat dalam Perka

BNN Nomor 17 Tahun 2016 sudah terpenuhi dengan baik dalam

perumusan dan pembuatan perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini.

Hal tersebut ditinjau dari ketentuan syarat sahnya perjanjian yang

tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Kata sepakat dalam perjanjian pada dasarnya adalah

persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. 114 Para

pihak telah sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini yang dibuktikan dengan

ditandatanganinya perjanjian oleh Kepala BNN Kota Yogyakarta dan

Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Ditandatanganinya

perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini berarti bahwa para

pihak telah mencermati dan memahami seluruh klausula yang

tercantum dalam perjanjian ini. Para pihak juga akan terikat pada hak

dan kewajiban serta segala konsekuensi yang timbul sebagai akibat

dari pelaksanaan perjanjian ini

114
J. Satrio, Loc. Cit.
75

Kesepakatan para pihak terjadi pada saat penandatanganan

perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini. Terjadinya kesepakatan

tersebut sesuai dengan teori penerimaan yang berarti kesepakatan

terjadi pada saat yang menawarkan betul-betul mengetahui dengan

menerima jawaban bahwa tawarannya diterima.115 Pihak BNN Kota

Yogyakarta menjadi pihak yang menawarkan kerjasama kepada pihak

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dalam bentuk audiensi sebelum

dirumuskannya perjanjian kerjasama oleh para pihak.

Kesepakatan para pihak dilakukan tanpa adanya kekhilafan,

penipuan, maupun paksaan dari pihak manapun. Para pihak atas

persetujuan dan kehendaknya sendiri mengetahui dengan siapa

mengikatkan dirinya, maka tidak terjadi error in persona dalam

perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini. Selain itu, para pihak

juga telah setuju dan menghendaki bahwa obyeknya adalah jasa

pelayanan rehabilitasi dari pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta,

maka tidak terjadi error in substantia dalam perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini. Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi

ini juga sifatnya tidak memaksa para pihak sebelum perjanjian

ditandatangani, para pihak dengan bebas dapat memilih untuk

mengikatkan dirinya dengan perjanjian ini atau tidak.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Para pihak yang merupakan lembaga pemerintahan

dinyatakan cakap untuk membuat perjanjian kerjasama pelayanan

115
Purwahid Patrik, Loc. Cit.
76

rehabilitasi ini karena kewenangan para pihak telah dilandasi dan

diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan terkait. Dasar

kewenangan dan kecakapan pihak BNN Kota Yogyakarta terdapat

pada Inpres Nomor 6 Tahun 2018, dengan adanya aturan ini BNN

Kota Yogykarta secara otomatis didapuk menjadi leading sector

(sektor pemimpin) P4GN yaitu sektor potensial yang dapat berperan

sebagai contoh dan penggerak bagi sektor-sektor lain agar melakukan

hal yang serupa dalam hal P4GN.

Dasar kewenangan dan kecakapan pihak Dinas Kesehatan

Kota Yogyakarta terdapat pada Pasal 3 ayat (1) Perka BNN Nomor 17

Tahun 2016 mengenai Lembaga yang Memperoleh Peningkatan

Kemampuan, yang berbunyi:

“Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial


yang dapat memperoleh Peningkatan Kemampuan adalah yang
diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
b. masyarakat.”

Ketiga Puskesmas non-IPWL yang ditunjuk oleh perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini merupakan lembaga rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah

Daerah Kota Yogyakarta. Berarti ketentuan tersebut cocok dan sesuai

dengan ketentuan dalam perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini

terkait dengan kualifikasi lembaga rehabilitasinya. Dipilihnya Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta untuk bekerjasama dengan BNN Kota

Yogyakarta didasari karena Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memenuhi


77

ketentuan kriteria dalam Perka BNN Nomor 17 Tahun 2016 dan

mampu untuk memberikan jasa pelayanan rehabilitasi narkotika

dengan menunjuk puskesmas-puskesmas di lingkup Kota Yogyakarta

yang ada di bawah naungannya.

c. Suatu hal tertentu

Pasal 1333 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian

harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit

ditentukan jenisnya. Hal tersebut harus ditentukan untuk untuk

menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, terutama untuk

mencegah timbulnya perselisihan dalam pelaksaan perjanjian. Suatu

hal tertentu yang menjadi obyek perjanjian dalam kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini adalah jasa pelayanan rehabilitasi oleh pihak Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta yang dijalankan oleh 3 (tiga) Puskesmas

non-IPWL yang telah ditunjuk dalam perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini.

Obyek perjanjian tersebut merupakan program kerja dari

Seksi Rehabilitasi BNN Kota Yogyakarta berupa pelaksanaan fungsi

BNN Kota Yogyakarta sebagai pihak yang berwenang melakukan

rehabilitasi kepada pecandu penyalahguna narkotika di Kota

Yogyakarta. Program kerja tersebut tidak dapat dilakukan sendiri oleh

BNN Kota Yogyakarta karena keterbatasan personel yang terlatih serta

keterbatasan sarana dan prasarana lainnya, maka dari itu BNN Kota

Yogyakarta melakukan perjanjian kerjasama untuk mendapatkan jasa


78

pelayanan rehabilitasi dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melalui

Puskesmas non-IPWL yang telah ditunjuk dalam perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini. Kegiatan kerjasama pelayanan rehabilitasi

ini juga digunakan untuk memperluas relasi dan keterjangkauan BNN

Kota Yogyakarta untuk menjangkau berbagai kalangan dan lapisan

masyarakat dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi.116

Obyek perjanjian berupa jasa pelayanan rehabilitasi

disepakati oleh para pihak dijalankan oleh 3 (tiga) puskesmas non-

IPWL di wilayah Kota Yogyakarta yaitu Puskesmas Gondokusuman I,

Gondomanan, dan Tegalrejo. Ruang lingkup pelayanan rehabilitasi

dalam obyek perjanjian berupa :

1) Rehabilitasi medis

Rehabilitasi medis dilakukan oleh puskesmas dengan

menyediakan dan memberikan layanan pengobatan psikotropika

subtitusi (pengganti) non Metadon kepada klien rehabilitasi rawat

jalan medis.117 Bentuk rehabilitasi ini dilakukan untuk mencegah

gejala putus zat yang dialami oleh pecandu penyalahguna narkotika

selama masa rehabilitasi;

2) Rehabilitasi sosial

Rehabilitasi sosial dilakukan oleh puskesmas dengan cara

menyelenggarakan program konseling antara pecandu


116
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
117
Pasal 3 ayat (4) huruf c Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun 2016
tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Lembaga
Rehabilitasi Sosial Bagi Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
79

penyalahguna narkotika dengan psikolog yang sudah mendapat

fasilitasi pelatihan peningkatan kemampuan oleh BNN Kota

Yogyakarta di masing-masing puskesmas non-IPWL yang ditunjuk

di perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini;118

d. Suatu sebab yang halal

Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian tanpa

sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Pasal 1337 KUHPerdata juga

menjelaskan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh

undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau

ketertiban umum. Perjanjian kerjasama rehabilitasi ini telah memenuhi

syarat suatu sebab yang halal karena dirumuskannya perjanjian tidak

dilarang oleh undang-undang ataupun berlawanan dengan kesusilaan

dan ketertiban umum. Dirumuskannya perjanjian ini sudah

diamanatkan oleh peraturan perundang-undang terkait sebagai bentuk

pelaksanaan dari peraturan perundang-undang tersebut yaitu Instruksi

Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi

Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) Tahun

2018-2019.

Klausula-klausula dalam perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini juga sudah sesuai dan mengakomodir ketentuan-

118
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
80

ketentuan terkait rehabilitasi dalam Perka BNN Nomor 17 Tahun 2016

yang digunakan sebagai landasan dan acuan dalam membuat perjanjian

kerjasama pelayanan rehabiliasi ini sehingga dapat dikatakan tidak

bertentangan dengan undang-undang dan memenuhi syarat suatu sebab

yang halal.

B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi yang Dilakukan oleh Pihak Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta

1. Hasil Penelitian

Program layanan rehabilitasi yang dimiliki oleh BNN Kota

Yogyakarta ini dapat diakses oleh seluruh pecandu penyalahguna

narkotika di Kota Yogyakarta yang secara sukarela ingin dipulihkan dari

kecanduannya akan narkotika. Alur pelayanan program rehabilitasi ini

dimulai ketika seorang pecandu penyalahguna narkotika datang ke salah

satu dari 3 (tiga) Puskesmas non-IPWL yang ditunjuk dalam perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini. Dimungkinkan pula suatu keadaan

seorang pecandu penyalahguna narkotika datang ke puskesmas/fasilitas

kesehatan lain yang tidak bekerjasama dengan BNN Kota Yogyakarta,

nantinya pecandu penyalahguna narkotika tersebut akan dirujuk ke

puskesmas yang telah bekerjasama dengan BNN Kota Yogyakarta untuk

melakukan rehabilitasi rawat jalan di puskesmas tersebut. Bersamaan

dengan hal ini BNN Kota Yogyakarta akan mengetahui, mencatat, serta

ikut memantau perkembangan rehabilitasi tersebut.


81

Biaya operasional pelayanan rehabilitasi oleh Puskesmas non-

IPWL yang telah bekerjasama dengan BNN Kota Yogyakarta tersebut

dapat dimintakan klaim penggantian biaya/reimburse. Bagi setiap pecandu

penyalahguna yang direhabilitasi, BNN Kota Yogyakarta menyiapkan

anggaran sebesar Rp.900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah) per-1 (satu)

orang selama 1 (satu) tahun. Besaran uang penggantian tersebut

didapatkan bukan hasil dari negosiasi kedua belah pihak, tetapi sudah

ditentukan secara mutlak dari BNN Pusat melalui Standar

Komponen/Aktivitas Tahun 2019 yang komponennya sebagai berikut:

Tabel 1.1.
Standar Komponen/Aktivitas Tahun 2019 tersebut berisi revisi

plafon besaran anggaran yang sebelumnya sebesar Rp.1.200.000,00 (satu

juta dua ratus ribu rupiah) dalam Perka BNN Nomor 17 Tahun 2016.

Diturunkannya plafon anggaran dengan munculnya Standar

Komponen/Aktivitas Tahun 2019 ini terjadi karena pada tahun 2018

serapan anggaran tergolong kecil. Rincian mengenai komponen

rehabilitasi apa saja yang dapat direimburse oleh puskesmas kepada BNN
82

Kota Yogyakarta tidak diubah, yang diubah hanya besaran tiap komponen

yang diturunkan.119

Perihal klaim penggantian biaya pelayanan

rehabilitasi/reimburse, dalam perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi

ini pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta berkewajiban untuk

menggunakan anggaran fasilitasi layanan rehabilitasi yang telah ditetapkan

oleh BNN Kota Yogyakarta sesuai dengan komponen pembiayaan yang

telah ditetapkan dan mempertanggungjawabkannya secara akuntabel,

namun pada praktiknya hal tersebut tidak dapat berjalan maksimal karena

terkendala beberapa hal. Kewajiban/prestasi yang tidak dapat dijalankan

secara maksimal dari pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tersebut

pada perjanjian ini dapat dikatakan sebagai wanprestasi.

Alur pembayaran klaim biaya rehabilitasi tersebut dilakukan

dengan mekanisme langsung atau sering disebut LS. Pembayaran tersebut

dilakukan oleh BNN Kota Yogyakarta melalui Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan mekanisme transfer langsung ke

rekening umum BLUD puskesmas non-IPWL yang melakukan pelayanan

rehabilitasi tersebut.120 Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi antara

BNN Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

sejatinya tidak mengatur secara detail mengenai tatacara pembiayaan dan

119
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
120
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
83

pembayaran biaya klaim pelayanan rehabilitasi tersebut. Berkaitan dengan

hal itu, perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini juga tidak secara

spesifik mengatur mengenai tatacara upaya penyelesaian masalah jika ada

perselisilah diantara kedua belah pihak.

Praktiknya, dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan

rehabilitasi ini ditemui beberapa masalah terutama dalam hal pembayaran

biaya klaim pelayanan rehabilitasi yang membuat anggaran BNN Kota

Yogyakarta untuk melakukan pelayanan rehabilitasi tidak dapat terserap

dengan sempurna dan terjadi wanprestasi oleh pihak Dinas Kesehatan

Kota Yogyakarta. Banyak faktor penyebab masalah tersebut, antara lain:

a. Dari sisi pecandu penyalahguna narkotika yang tidak menyelesaikan

secara tuntas rangkaian layanan rehabilitasi yang telah dijadwalkan

oleh Puskesmas non-IPWL yang melayaninya;

BNN Kota Yogyakarta dan ketiga Puskesmas non-IPWL

yang ditunjuk untuk melayani proses upaya rehabilitasi telah sepakat

untuk memberikan layanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial

bagi pecandu penyalahguna narkotika sebanyak 8x (delapan kali)

pertemuan. Namun, sebelum genap mengikuti 8x (delapan kali)

pertemuan dan dinyatakan selesai menjalai program rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial, sering kali pecandu penyalahguna narkotika

tersebut sudah tidak mau lagi datang ke puskesmas untuk melakukan

rangkaian proses rehabilitasi yang sering disebut drop out (D.O.).

Penyebab pecandu penyalahguna narkotika tersebut memilih D.O. ada


84

banyak faktor seperti merasa tidak nyaman melakukan rangkaian

proses rehabilitasi, sudah merasa pulih, adanya rasa malu akan stigma

masyarakat, berpindah domisili, dan masih banyak alasan lain dari

dalam diri pecandu penyalahguna narkotika yang tidak menyelesaikan

rangkaian proses rehabilitasi yang seharusnya.121

Hal tersebut menyebabkan target tahunan BNN Kota

Yogyakarta untuk melakukan upaya layanan rehabilitasi tidak tercapai

dengan baik dan sempurna. Setiap tahun, BNN Kota Yogyakarta diberi

target untuk melakukan upaya rehabilitasi ke sejumlah pecandu

penyalahguna narkotika di Kota Yogyakarta. Tahun 2019 ini, BNN

Kota Yogyakarta ditargetkan melakukan upaya rehabilitasi kepada 10

(sepuluh) orang pecandu penyalahguna narkotika yang harus di tangani

oleh ketiga puskesmas non-IPWL tersebut. Selain target tahunan yang

tidak tercapai dengan baik dan sempurna, D.O. ini juga menyebabkan

tidak terserapnya dengan sempurna anggaran dana BNN Kota

Yogyakarta untuk melakukan layanan upaya rehabilitasi.122

b. Adanya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 tentang

Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

Peraturan ini mengatur tentang Pola Pengeloaan Keuangan

Badan Layanan Umum Daerah (selanjutnya disebut PPK-BLUD) di


121
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak AKBP Khamdani, S.Sos., selaku
Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2019 di Kantor
Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
122
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
85

Kota Yogyakarta. Puskesmas non-IPWL merupakan Badan Layanan

Umum Daerah (BLUD) yang mempunyai aturan dan dapat mengatur

urusan rumah tangganya sendiri terutama dalam hal keuangan. Hal

tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 1 Tahun 2017 yang menjelaskan bahwa pola pengelolaan

keuangan badan layanan umum daerah adalah pola pengelolaan

keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk

menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan

umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari

ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 tentang

Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta (Selanjutnya

disebut Perwal Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017) menjadi faktor

utama penyebab timbulnya wanprestasi terkait masalah pembayaran

biaya klaim pelayanan rehabilitasi. Adanya aturan tentang BLUD

tersebut membuat ketiga Puskesmas non-IPWL yang ditunjuk dalam

perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini memiliki aturan bahwa

setiap orang yang hendak melakukan pengobatan dan pemeriksaan

dasar di puskesmas harus membayar tarif pelayanan medis sebesar

Rp.22.000,00 (dua puluh dua ribu rupiah). Aturan tersebut tercantum

di dalam Lampiran I Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 59 Tahun


86

2015 tentang Perubahan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 69

Tahun 2013 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Daerah

Unit Pelaksana Teknis Pusat Kesehatan Masyarakat di Lingkungan

Pemerintah Kota Yogyakarta (Selanjutnya disebut Perwal Yogyakarta

Nomor 59 Tahun 2015) sebagai berikut:

Tabel 1.2.

Besaran tarif pelayanan medis yang dibayarkan di puskesmas

untuk biaya pengobatan dan pemeriksaan dasar sebesar Rp.22.000,00

(dua puluh dua ribu rupiah) ini sudah mencakup beberapa komponen

yang seharusnya menjadi komponen yang dibayarkan oleh BNN Kota

Yogyakarta kepada puskesmas tersebut. Tarif pelayanan medis sebesar

Rp.22.000,00 (dua puluh dua ribu rupiah) tersebut tetap menjadi

tanggungan pecandu penyalahguna narkotika yang hendak menjalani

layanan rehabilitasi di puskesmas tersebut walaupun pecandu

penyalahguna narkotika tersebut sudah mengikatkan diri untuk


87

mengikuti program rehabilitasi yang diselenggarakan BNN Kota

Yogyakarta. Uang tarif pelayanan medis yang telah dibayarkan

tersebut nantinya akan digunakan untuk mengcover beberapa

komponen pelayanan rehabilitasi termasuk pengobatan psikotropika

substitusi (pengganti) non metadon yang pada perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini disepakati menggunakan anggaran

Puskesmas non-IPWL.123 Aturan tersebut membuat beberapa

komponen pelayanan medis seperti contohnya urine test dan assesmen

yang seharusnya diserap dan sudah tercover seluruhnya oleh anggaran

BNN Kota Yogyakarta menjadi tidak dapat terserap dengan sempurna

dan menyebabkan BNN Kota Yogyakarta mengalami kerugian.

2. Pembahasan

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi antara Badan

Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta bukan baru pertama kalinya dilakukan pada tahun 2019,

karena tahun 2018 silam sudah pernah diadakan perjanjian serupa. Isi

perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi pada tahun 2019 mayoritas

sama dengan perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi pada tahun

2018. Kendala permasalahan yang dihadapi oleh kedua belah pihak

juga cenderung sama dan menyebabkan hal serupa yakni terjadinya

wanprestasi oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Hal ini

terjadi bukan karena kedua belah pihak tidak mengupayakan mencari


123
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
88

solusi dan memperbaiki kesalahan, namun permasalahan ini sulit untuk

ditanggulangi karena faktor penyebab kendala permasalahan tersebut

terjadi diluar kuasa kedua belah pihak, yaitu:

a. Terkait permasalahan pecandu penyalahguna narkotika yang

memilih melakukan drop out (D.O.);

Permasalahan D.O. tersebut terjadi dari dalam diri dan

keinginan pribadi dari pecandu penyalahguna. Pihak BNN Kota

Yogyakarta maupun pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan

Puskesmas terkait dalam hal ini hanya dapat berupaya

menghubungi via telepon dan/atau mendatangi alamat rumah

domisili pecandu penyalahguna narkotika tersebut. Penolakan atau

enggannya pecandu penyalahguna narkotika untuk melanjutkan

proses rehabilitasi medis dan sosial tidak bisa membuat para pihak

memaksakan kehendaknya karena tidak memiliki payung hukum

untuk melakukan paksaan serta sejatinya sifat rehabilitasi ini

adalah sukarela dan tidak ada paksaan yang mengikat bagi pecandu

penyalahguna narkotika untuk menyelesaikan proses rehabilitasi

tersebut.124

Permasalahan D.O. ini juga menjadi salah satu penyebab

wanprestasi oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta karena

kewajibannya terkait penggunaan anggaran fasilitasi layanan

rehabilitasi secara maksimal. Hal ini disebabkan anggaran


124
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
89

rehabilitasi yang seharusnya dialokasikan kepada seorang pecandu

penyalahguna narkotika tersebut menjadi tidak terserap secara

sempurna karena sebelum tuntas melakukan 8x (delapan kali)

rangkaian rehabilitasi, pecandu penyalahguna narkotika tersebut

telah memilih melakukan D.O. dan proses rangkaian rehabilitasi

kepada orang tersebut terpaksa dihentikan. Sisa anggaran layanan

rehabilitasi dari seorang pecandu penyalahguna narkotika yang

memilih melakukan D.O. tersebut juga tidak dapat dialihkan

kepada seorang pecandu penyalahguna narkotika yang lain ataupun

dialihkan fungsinya untuk kegiatan lain. Hal tersebut menyebabkan

BNN Kota Yogyakarta mengalami kerugian.

b. Terkait permasalahan adanya aturan Puskesmas non-IPWL sebagai

BLUD dan adanya aturan terkait Tarif Pelayanan Medis sebesar

Rp.22.000,00 (dua puluh dua ribu rupiah).

Kedua belah pihak telah melakukan berbagai upaya untuk

mencegah terjadinya wanprestasi dan meminimalisir kerugian yang

ditimbulkan, karena sebenarnya pihak Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta ingin dan menyanggupi untuk berprestasi namun tidak

bisa dilakukan secara maksimal karena terhambat oleh adanya

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 yang

mengatur Puskesmas non-IPWL sebagai BLUD, serta adanya

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 59 Tahun 2015 yang

mengatur Tarif Pelayanan Medis di Puskesmas lingkup Kota


90

Yogyakarta. Hal tersebut dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan wanprestasi

karena telah melakukan apa yang diperjanjikan tapi tidak

sebagaimana yang diperjanjikan.

Perka BNN Nomor 17 Tahun 2016 yang digunakan

sebagai landasan penyusunan dan pelaksanaan perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini tidak mengatur adanya sanksi

bagi pihak yang melakukan wanprestasi, ataupun solusi bagi pihak

BNN Kota Yogyakarta yang mengalami kerugian. Perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini sejatinya juga tidak mengatur

sanksi yang akan dikenakan kepada pihak yang melakukan

wanprestasi, terutama wanprestasi terkait pembayaran biaya klaim

pelayanan rehabilitasi yang tidak dapat dilakukan secara sempurna.

Kedua belah pihak dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini juga tidak mengatur dan/atau menerapkan

sanksi apapun terhadap pihak yang melakukan wanprestasi. Hal ini

dapat dibuktikan dari tetap dibuatnya perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi di tahun 2019 ini, padahal kendala dan

wanprestasi ini sudah muncul sejak pelaksanaan perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi di tahun 2018 yang lalu dan tidak

ada upaya perbaikan apapun terkait bunyi pasal maupun

pelaksanaannya. Dipastikan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini pihak BNN Kota Yogyakarta


91

juga tidak akan mendapat ganti kerugian apapun atas wanprestasi

yang dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta,

karena memang tidak diperjanjikan demikian.

Kedua belah pihak tidak dapat berbuat lebih jauh karena

wanprestasi tersebut terjadi disebabkan oleh peraturan yang

dikeluarkan pejabat yang kedudukannya lebih tinggi serta

peraturan tersebut telah disahkan dan berlaku mengikat bagi pihak

terkait. Pembuatan perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini

harus tetap mengacu dan berlandaskan Perka BNN Nomor 17

Tahun 2016 yang berlaku nasional di seluruh Indonesia, namun

dalam praktiknya harus tetap mematuhi dan menyesuaikan dengan

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 dan

Peraturan Walikota Nomor 59 Tahun 2015 yang berlaku di Kota

Yogyakarta.

Perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi mengatur upaya

penyelesaian perselisihan berupa musyawarah untuk mufakat yang

berbunyi:125

“Perjanjian Kerjasama ini hanya dapat ditafsirkan menurut


hukum negara Republik Indonesia dan dalam hal terjadinya
perbedaan pendapat, penafsiran, atau perselisihan yang
timbul dari dan/atau sebagai akibat pelaksanaan Perjanjian
ini, PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikan secara
musyawarah untuk mufakat.”

125
Pasal 9 Perjanjian Kerjasama antara Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta dengan Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta tentang Pelaksanaan Dukungan Peningkatan Kemampuan Layanan
Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah (Puskesmas-Puskesman Non-IPWL) di Kota
Yogyakarta
92

Upaya penyelesaian perselisihan yang dipilih kedua belah

pihak berupa musyawarah untuk mufakat. Musyawarah untuk mufakat

tersebut pada dasarnya sudah pernah dikomunikasikan oleh kedua

belah pihak, namun belum dapat menemukan titik temu untuk

mencegah terjadinya wanprestasi serta memungkinkan BNN Kota

Yogyakarta untuk menyerap seluruh anggaran pelayanan rehabilitasi

secara sempurna. Hal tersebut dikarenakan seluruh penyebabnya

terjadi dari luar dan juga diluar kewenangan kedua belah pihak untuk

memaksakannya. Musyawarah untuk mufakat yang dijalani kedua

belah pihak pada akhirnya mengambil jalan tengah (win-win solution)

dengan hasil BNN Kota Yogyakarta tidak menyerap anggaran dari

sebagian komponen yang telah dipenuhi/direimburse puskesmas

bersumber dari dana Tarif Pelayanan Medis sebesar Rp.22.000,00 (dua

puluh dua ribu rupiah) yang telah dibayarkan oleh pecandu

penyalahguna narkotika di awal saat hendak mendapat pelayanan

rehabilitasi di puskesmas tersebut. Keputusan ini diambil kedua belah

pihak untuk menghindari adanya double claim komponen pelayanan

rehabilitasi dari pihak puskesmas dan pihak BNN Kota Yogyakarta.126

Upaya penanggulangan masalah ini juga sudah pernah

dilakukan oleh internal BNN Kota Yogyakarta dengan menyampaikan

ke BNN Pusat di Jakarta bahwa terjadi masalah tumpang tindih

peraturan di Kota Yogyakarta. Respon dari BNN Pusat pun tidak dapat
126
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan Bapak Ari Sutyasmanto, S.Farm., Apt., selaku
Kepala Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta, pada tanggal 27
November 2019 di Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta
93

menanggulangi masalah wanprestasi ini karena aturan Perka BNN

Nomor 17 Tahun 2016 serta Standar Komponen/Aktivitas Tahun 2019

dari BNN Pusat berlaku nasional di seluruh Indonesia dan tidak dapat

dibuatkan pengecualian yang hanya mengatur untuk kepentingan

perjanjian kerjasama pelayanan rehabiltasi yang dibuat oleh BNN Kota

Yogyakarta saja.

Dampak dari permasalahan tidak terserapnya anggaran

pelayanan rehabilitasi dengan sempurna adalah dana anggaran tersebut

akan dikembalikan kepada negara. Selain itu, bagi BNN Kota

Yogyakarta dari sisi kinerja penyerapan anggaran akan menjadi sebuah

catatan untuk penyusunan dan permohonan anggaran pelayanan

rehabilitasi tahun selanjutnya, karena tahun berjalan ini dianggap tidak

dapat maksimal memenuhi target dan menyerap seluruh dana anggaran

yang telah disusun dan dimohonkan. Besaran anggaran rehabilitasi

tahun selanjutnya juga pasti akan diturunkan serta tidak boleh

meminta anggaran yang besarannya melebihi tahun berjalan ini.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah beserta uraian hasil penelitian dan

pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat

diperoleh suatu kesimpulan, yaitu:

1. Klausula-klausula dalam perjanjian kerjasama pelayanan rehabilitasi ini

telah memenuhi dan mengakomodir ketentuan-ketentuan serta tidak

bertentangan dengan Perka BNN Nomor 17 Tahun 2016 yang digunakan

sebagai landasan dan acuan dalam pembuatan perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini, dengan demikian perjanjian kerjasama

pelayanan rehabilitasi ini dapat dikatakan sah dan mengikat bagi para

pihak.

2. Upaya penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Kota Yogyakarta adalah berupa musyawarah untuk mufakat dengan hasil

bahwa para pihak akan mengambil jalan tengah (win-win solution) yaitu

BNN Kota Yogyakarta tidak akan menyerap anggaran yang sudah diserap

oleh Puskesmas non-IPWL. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah

adanya double claim dari para pihak.

95
96

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan sebagaimana diuraikan diatas, adapun saran

bagi para pihak, antara lain:

1. Para pihak harus mempertahankan keabsahan perjanjian dan pemenuhan

ketentuan-ketentuan dalam Perka BNN Nomor 17 Tahun 2016 serta

peraturan terkait yang menjadi landasan dalam pembuatan perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi ini jika ingin membuat perjanjian

kerjasama serupa di masa yang akan datang. Perjanjian kerjasama tersebut

harus dibuat dalam bentuk tertulis secara tegas untuk menjamin kepastian

hukum bagi para pihak dan menghindari adanya sengketa/wanprestasi

yang merugikan salah satu atau bahkan kedua belah pihak dalam proses

pelaksanaan perjanjian di kemudian hari.

2. Para pihak seharusnya dapat mengganti klausula dalam perjanjian

kerjasama pelayanan rehabilitasi tersebut terkait penggunaan anggaran

layanan rehabilitasi agar salah satu pihak dapat berprestasi menjalankan

kewajibannya dengan baik, menghindari terjadinya wanprestasi dan tidak

merugikan pihak lainnya. Selain itu, pihak BNN Kota Yogyakarta rusnya

juga melakusehakan pengkajian mengenai penggantian sistem kerjasama

pelayanan rehabilitasi agar kedepannya anggaran pelayanan rehabilitasi

dapat terserap secara sempurna dan tidak terus mengalami kerugian

anggaran dari tahun ke tahun.


97

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arikunto, Suharsimi, 1986, Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek, PT.


Bina Aksara, Jakarta.

A.K., Syahmin, 2006, Hukum Kontrak Internasional, PT Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1996, KUHPerdata Buku III: Hukum Perikatan


dengan Penjelasan, PT. Alumni, Bandung.

Budiono, Herlien, 2008, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di


Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya, Bandung.

_____________, 2012, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang


Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Harahap, Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

H.S., Salim, et all, 2002, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,
Sinar Grafika, Jakarta.

_________, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,


Sinar Grafika, Jakarta.

_________, et all, 2007, Perancangan Kontrak Memorandum of Understanding


(Mou), Sinar Grafika, Jakarta.

_________, 2013, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,


Jakarta
98

Jackman, A., 2005, How To Negotiate : Teknik Sukses Bernegosiasi, Erlangga,


Jakarta.
Komariah, 2002, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Kuncoro, Mudrajad, 2015, Menulis Skripsi/Tesis dalam 60 Hari, UPP STIM


YKPN, Yogyakarta.

Mahdi, Sri Soesilowati dan Sjarif, Surini Ahlan et.all., 2005, Hukum Perdata
(Suatu Pengantar), Gitama Jaya, Jakarta.

Mahmud, Peter, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.

Meliala, Djaja S., 1982, Pemberian Kuasa Menurut Kitab UU Hukum Perdata,
Tarsito, Bandung.

Mertokusumo, Sudikno, 2007, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,

Yogyakarta.

___________________, 2010, Penemuan Hukum, Penerbit Universitas Atmajaya


Yogyakarta, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 1982, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

____________________, 1992, Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti,


Bandung.

____________________, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan


Perdagangan, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta.
99

_____________________, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Pembimbing


Masa, Jakarta.

Muliadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan, 2004, Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nawawi, H. Hadari, 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta

Nazir, M., 2003, Metode Penelitian, Ghalia, Jakarta.

Patrik, Purwahid, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung.

Prodjodikoro, Wirjono, 2011, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju,


Bandung.

Raharjo, Handri, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia,


Yogyakarta.

Rahmadi, Takdir, 2011, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan


Mufakat, Rajawali Pers, Jakarta.

Sasangka, Hari, 2003, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hokum Pidana,


Mandar Maju, Bandung.

Satrio, J., 1992, Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

_______, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Setiawan, R., 1982, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta.


100

Sjarief, Surini Ahlan, et.all., 2005, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Gitama
Jaya, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas


Indonesia (UI Press), Jakarta.

Soeroso, R., 2010, Perjanjian di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan


dan Aplikasi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Subekti, R., 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

_________, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Subekti, R. dan Tjitrosudibio R., 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,


Pradnya Paramita, Jakarta

Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus), Prenamedia


Group, Jakarta.

Sujatno, Adi, 2008, Pencerahan Dibalik Penjara dari Sangkar Menuju Sanggar
Untuk Menjadi Manusia Mandiri, Teraju, Jakarta.

Sumitro, Ronny Hanityo, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,


Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2006, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


101

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian


Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Republik Indoensia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang


Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1676)

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang


Prosedur Mediasi di Pengadilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 175)

Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Lembaga
Rehabilitasi Sosial Bagi Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika

Peraturan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017


tentang Standar Pelayanan Rehabiltasi Bagi Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 59 Tahun 2015 tentang Perubahan


Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 69 Tahun 2013 tentang Tarif Layanan
Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Pusat Kesehatan
Masyarakat di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta (Berita Daerah Kota
Yogyakarta Tahun 2015 Nomor 59)

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 tentang Sistem dan


Prosedur Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah di
Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta (Berita Daerah Kota Yogyakarta
Tahun 2017 Nomor 1)

Skripsi/Penelitian/Jurnal
102

Aisha Mutiara Savitri, Pelaksanaan Perjanjian Jasa Outing Pada PT Rakata


Alam Terbuka Dengan Pengguna Jasa, Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 2016

Denomi Tivali, Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Jasa
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) di PT. Attin Nabila
Utama Cabang Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2018

Nathalia Tenegar, Analisis Pembatalan Eksekusi Hak Tanggungan oleh


Pengadilan Negeri Tangerang pada PT. Bank Ganesha (Studi Kasus
Putusan Pengadilan Negeri Nomor 257/Pdt.BTH/1998/PN.TNG, Fakultas
Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 2007

Nia Amalia, Efektivitas Program Rehabilitasi bagi Korban Penyalahgunaan


NAPZA melalui Pendekatan Therapeutic Community oleh Lembaga Kunci
Nandan Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 2016

Putri Nugraheni Septyaningrum, Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pemberian


Pelayanan Kesehatan Jaminan Persalinan (Jampersal) antara Dinas
Kesehatan Kabupaten Wonogiri dengan Rumah Bersalin Primasari, Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012

Taufiq Utomo, Perlindungan Hukum Terhadap Penerimaan Kuasa yang Aktanya


dicabut Sepihak oleh Pemberi Kuasa, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Malang, 2014

Yunita Arumsari, Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang dalam Hal Pembayaran Biaya Klaim Pelayanan
Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2018

Internet/Website
103

Eds Bali, 2019, Jenis-Jenis Perjanjian, https://www.hukum.xyz/jenis-jenis-

perjanjian/, diakses pada tanggal 24 Desember 2019 pukul 23.45

M. Min, 2014, Jenis-Jenis Pelayanan Rehabilitasi,


http://vhasande.blogspot.co.id/2014/03.jenis-pelayanan-rehabilitasi.html ,
diakses pada tanggal 15 Desember 2019 pukul 19.32 WIB
104

E
100

Anda mungkin juga menyukai