Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL TESIS

PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH (MPD) TERHADAP


PENYERAHAN PROTOKOL NOTARIS SETELAH NOTARIS
MENINGGAL DUNIA DI KOTA PEKANBARU

Oleh :

Nama Mahasiswa : Indah Maharani

No. Pokok Mhs : 20921073

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM MAGISTER FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2022

1
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL TESIS

PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH (MPD) TERHADAP


PENYERAHAN PROTOKOL NOTARIS SETELAH NOTARIS MENINGGAL
DUNIA DI KOTA PEKANBARU

Oleh :

Nama Mahasiswa : Indah Maharani

No. Pokok Mhs. : 20921073

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing


untuk diajukan kepada Tim Penguji dalam Seminar
Proposal Tesis

Pembimbing 1,

Bagya Agung Prabowo, S.H.,M.Hum.,Ph.D. Yogyakarta, ......

Pembimbing 2,

Rio Kustianto Wironegoro, S.H.,M.Hum. Yogyakarta, ......

Mengetahui
Ketua Program Studi Kenotariatan Program Magister
Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia

Dr. Nurjihad, S.H., M.H.

2
Bukti Persetujuan :

Foto / Screenshot ACC dari Dosen Pembimbing

3
DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................5

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 13

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 13

D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 13

E. Orisinalitas Penelitian ..................................................................................... 14

F. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 17

G. Metode Penelitian ........................................................................................... 24

1. Objek Penelitian ........................................................................................ 24

2. Subjek Penelitian ...................................................................................... 24

3. Data Penelitian atau Bahan Hukum .......................................................... 25

4. Teknik Pengumpulan atau Pengolahan Data ............................................ 26

5. Pendekatan Penelitian ............................................................................... 27

6. Analisis Penelitian .................................................................................... 27

H. Sistematika dan Kerangka Penelitian.............................................................. 28

I. Daftar Pustaka ................................................................................................. 30

4
A. Latar Belakang Masalah

Melihat perkembangan hukum yang ada pada masyarakat, dapat ditemukan

bahwa peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat telah mengalami

banyak perubahan dan perbedaan secara terus menerus dari suatu kurun waktu ke

kurun waktu yang lain. Pada masyarakat yang lebih sederhana, hukum telah berfungsi

untuk menciptakan dan juga untuk memelihara keamanan serta ketertiban. Fungsi ini

juga berkembang sesuai dengan perkembangan yang ada pada masyarakat itu sendiri

yang juga meliputi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat yang memiliki sifat

dinamis, memerlukan kepastian, perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan

keadilan dan juga ketertiban.

Menurut Soerjono Soekanto fungsi hukum adalah untuk mengatur hubungan

antara negara atau masyarakat dengan warganya, dan hubungan antara sesama warga

masyarakaat tersebut, agar kehidupan dalam masyarakat berjalan dengan tertib dan

lancar. Hal ini mengakibatkan bahwa tugas hukum untuk mecapai kepastian hukum

(demi adanya ketertiban) dan keadilan dalam masyarakat. Kepastian hukum

mengharuskan diciptakannya peraturan umum atau kaidah umum yang berlaku

umum. Agar tercipta suasana aman dan tentram dalam masayarakat, maka kaidah

dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanan dengaan tegas.1

Menurut Satjipto Raharjo, hukum melindungi kepentingan seseorang dengan

cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka

kepentingan tersebut. Pengalihan kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti

ditentukan keluasan dan kedalamannya.Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut

hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak,

1
Soerjono Soekanto, 1999, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, hlm 15

5
melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada

seseorang.2

Masyarakat yang membutuhkan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan

hukum juga membutuhkan sektor pelayanan jasa publik yang pada saat ini juga

semakin berkembang atas pelayanan jasa, hal ini misalnya Notaris merupakan salah

satu pelayanan jasa publik di bidang pembuatan akta autentik.

Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan

jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi

tercapainya kepastian hukum. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjamin kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum bagi setiap warga negara.

Salah satu fungsi negara yaitu dapat memberikan pelayanan umum kepada

rakyatnya. Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya, yaitu negara

memberi kesempatan kepada rakyat untuk memperoleh tanda bukti atau dokumen

hukum yang berkaitan dalam hukum perdata, untuk keperluan tersebut diberikan

kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh Notaris. Notaris menjalankan sebagian

kekuasaan negara dalam bidang hukum perdata untuk melayani kepentingan rakyat

memerlukan bukti atau dokumen hukum berbentuk akta autentik yang diakui oleh

negara sebagai bukti yang sempurna. Oleh karena itu, Notaris yang menjalankan

profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapat perlindungan dan

jaminan demi tercapainya kepastian hukum.

Kepastian hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah “Sicherkeit des Rechts

selbst” kepastian tentang hukum itu sendiri. Ada empat hal yang berhubungan dengan

2
Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 53

6
makna kepastian hukum.3 Begitu juga Perlindungan hukum menurut Satjipto

Rahardjo memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang

lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua

hak-hak yang diberikan oleh hukum.4

Notaris sebagai pejabat umum, merupakan salah satu organ negara yang

dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum kepada

masyarakat, teristimewa dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang

sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang keperdataan.5

Tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan

antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa Notaris. Dari tugas utama notaris

tersebut, maka dapat dikatakan notaris mempunyai tugas yang berat karena

memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris selanjutnya disebut UUJN, yang diundangkan pada tanggal 06 Oktober 2004

mempunyai visi mewujudkan negara hukum yang dapat menjamin kepastian,

ketertiban dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran, keadilan dan

mempunyai isi sebagai berikut :

1. Memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat;

2. Memberikan perlindungan dan jaminan hukum kepada notaris; dan

3. Memberikan jaminan terhadap validitas dari akta notaris sebagai alat bukti yang

sempurna.

3
Satjipto Rahardjo, Hukum dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta, 2006, hlm. 135-136
4
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.54.
5
N.G.Yudara, 2006, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-pokok Pemikiran Di Seputar Kedudukan
dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut System Hukum Indonesia),makalah disampaikan dalam
rangka Kongres INI di Jakata: Majalah Renvoi Nomor 10.34. III, hlm 72

7
Berkaitan dengan kepastian dan perlindungan hukum dapat dipahami bahwa

salah satu tujuan UUPA adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh

rakyat mengenai hak-hak atas tanahnya. Berkaitan dengan arti penting kepastian

hukum penguasaan tanah terutama dalam kehidupan bernegara, maka perundang-

undangan agraria di Indonesia mengatur tentang pendaftaran tanah dalam rangka

menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam rangka menjamin

kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah, dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c

UUPA “sertipikat” merupakan alat pembuktian yang kuat sehingga bagi pemiliknya

diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Dengan sertifikat itu maka

pemegang hak atas tanah akan terjamin eksistensinya.6 Karena itu berkaitan dengan

alat-alat bukti dalam proses peradilan perdata sebagaimana dimaksud didalam Pasal

1866 KUH Perdata maka sertifikat berstatus sebagai bukti surat yang berkualifikasi

sebagai akta otentik.

Berhubungan dengan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian

hukum, maka kepada pihak yang berhak akan diterbitkan sertifikat sebagai bukti

haknya. Pembuatan akta otentik dengan peralihan hak atas tanah notaris berwenang

ketika ada sebab-sebab lain yang membenarkan notaris tentang hak atas tanah. Dasar

hukumnya yang mengikat sebagai akta otentik, karena akta tanah yang dibuat Notaris

sudah memenuhi unsur sebagai akta otentik dan dalam UU Jabatan Notaris, ada

wewenang notaris dalam pembuatannya.

Dalam melakukan tugas jabatannya Notaris pasti pernah khilaf dan membuat

kesalahan, dan oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap Notaris dalam

melaksanakan tugas jabatannya tersebut. Untuk itu dibentuklah suatu badan yang

6
Harris Yonatan Parmahan Sibuea, “Arti Penting Pendaftaran Tanah Untuk Pertamakali”, Jurnal
Negara Hukum, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2011, hlm. 289.

8
melakukan pengawasan khusus terhadap Notaris yaitu Majelis Pengawas Notaris.

Majelis Pengawas yang terbagi atas Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas

Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing.

Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya diwajibkan untuk tunduk dan

taat terhadap segala aturan yang dituangkan dalam UUJN dan Kode Etik Ikatan

Notaris Indonesia beserta Undang-undang lainnya yang berkaitan dengan tugas

jabatan Notaris. Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas

Notaris secara berjenjang.7 Majelis Pengawas Notaris ini merupakan perpanjangan

tangan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Tujuan dari pengawasan ini adalah agar para Notaris ketika menjalankan tugas

jabatanya memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan

Notaris demi untuk pengamanan kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat

oleh pemerintah bukan untuk kepentingan Notaris sendiri tetapi untuk kepentingan

masyarakat yang dilayaninnya.8 Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai

pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik diawasi oleh Majelis Pengawas

Notaris yang dibentuk oleh Menteri. Ketentuan mengenai pengawasan terhadap

Notaris diatur dalam Pasal 67 UUJN tentang Pengawasan.

Notaris adalah pejabat yang diberikan kewenangan dalam membuat akta

autentik berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Jo

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disebutkan bawah

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan

memiliki kewenangan lainnya. Selain kewenangan notaris juga memiliki kewajiban


7
Berjenjang dalam hal ini adalah berdasrkan ketentuan Pasal 68 UUJN, Majelis Pengawas Notaris
terdiri dari Majelis Pengawas Daerah yang dibentuk ditingkat Kabupaten/Kota, Majelis Pengawas
Wilayah yang dibentuk di tingkat Propinsi; dan Majelis Pengawas Pusat yang dibentuk di Ibukota
Negara.
8
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, hlm. 301 .

9
yakni salah satunya menyimpan akta dalam bentuk protokol notaris. Pasal 62 UUJN

megatur mengenai alasan-alasan apa yang mendasari dilakukannya penyerahan

Protokol Notaris. Salah satunya adalah yaitu notaris yang telah meninggal dunia.

Protokol notaris yang merupakan arsip negara tidak hanya menjadi tanggung jawab

notaris namun juga terdapat tanggung jawab pemerintah didalamnya.

Pemerintah yang dalam hal ini adalah Menteri, kemudian menyerahkan

pengawasan kepada Majelis Pengawas Daerah. Majelis Pengawas Daerah (MPD)

adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan

pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan terhadap Notaris disuatu Daerah. Peran

MPD dapat terlihat dari pengawasan terhadap penyerahan protokol notaris yang telah

meninggal dunia kepada notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.

Dapat kita lihat bahwa notaris lain yang akan menerima protokol notaris yang

telah meninggal dunia adalah notaris yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah

dengan koordinasi MPD. Penyerahan protokol notaris tersebut dilakukan paling lama

30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan protokol notaris.

Berita acara tersebut ditandatangani oleh yang menyerahkan yaitu perwakilan dari

MPD dan notaris yang ditunjuk sebagai penerima protokol notaris berdasarkan Pasal

63 ayat (1) UUJN justru diberikan melebihi waktu yang seharusnya ditentukan.

Adapun dokumen yang diserahkan mencakup seluruh minuta akta, daftar akta atau

repertorium, buku daftar akta dibawah tangan yang penandatanganan nya dilakuakan

dihadapan notaris atau akta dibawah tangan yang didaftar, buku daftar nama

penghadap atau klapper serta dokumen lain yang masih dalam proses oleh notaris

yang bersangkutan.

Majelis Pengawas Daerah pada dasarnya menunjuk notaris yang masih aktif

untuk menyimpan protokol dari notaris yang telah meninggal dunia, namun dalam

10
kenyataannya banyak notaris yang enggan menerimanya dengan alasan ketersediaan

tempat yang kurang memadai, ribet dan tidak ingin menjadi protokolernya, terlebih

apabila notaris yang meninggal dunia telah menjabat untuk waktu yang lama dan

memiliki banyak protokol. Pada dasarnya seorang notaris yang ditunjuk oleh MPD

untuk menerima protokol notaris ini tidak boleh menolak, dikarenakan itu merupakan

tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh seorang notaris.

Untuk dapat diangkat menjadi Notaris, calon notaris harus memenuhi

persyaratan salah satunya surat kesediaan sebagai pemegang protokol. Seorang

Notaris memiliki kewajiban untuk menandatangani surat pernyataan saat dilakukan

pengangkatan sebagai Notaris berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf (m) Peraturan

Menteri Nomor 62 Tahun 2016. Surat tersebut berisi pernyataan bahwa ia bersedia

untuk menerima protokol notaris lain apabila diperlukan, namun faktanya masih ada

notaris yang menolak menerima protokol notaris lain. MPD sudah berperan aktif

dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kepada notaris tetapi notaris penerima

protokol notaris tidak dapat bekerjasama sehingga peran MPD menjadi tidak optimal.

Perkembangan teknologi di era digital saat ini begitu pesat sehingga segala

macam aktivitas manusia telah sangat bergantung pada kemajuan teknologi.

Digitalisasi telah merambah ke segala sektor kehidupan manusia modern ini,

termasuk dalam aktivitas melakukan pengarsipan data. Seiring dengan kemajuan

teknologi, selama ini dunia kearsipan hanya terpaku pada kertas lusuh yang tertumpuk

begitu saja dan berbau menyengat. Arsip-arsip lama yang memiliki nilai informasi

sejarah dan keunikan sekarang dapat diakses karena telah disajikan melalui media

elektronik.

11
Jika dikaitkan dengan Protokol Notaris yang telah meninggal dunia maka

dapat dikatakan bahwasannya jika penyimpanan dokumen dengan cara digital seperti

ini mungkin dapat menjamin agar tidak adanya penolakan lagi oleh Notaris yang telah

ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah. Dikarenakan alasan ketersediaan tempat

yang kurang memadai Sehingga arsip-arsip yang dulunya hanya dapat dibaca dan

dilihat pada pusat penyimpanan arsip, sekarang dapat digunakan secara online.

Pengarsipan data adalah proses memindahkan data yang tidak aktif lagi digunakan ke

perangkat penyimpanan terpisah untuk jangka panjang.

Melihat permasalahan yang terjadi di lapangan, dimana salah satu ahli waris

bernama Aldi Rijaldi, S.H.,M.Kn anak dari Notaris yang telah meninggal dunia

mengatakan bahwa protokol notaris yang mana seharusnya diserahkan paling lama 30

(tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan protokol notaris yang

ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima protokol notaris

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 63 UUJN justru diberikan melebihi waktu yang

seharusnya ditentukan.9

Saat dilakukan pengangkatan sebagai Notaris harus memenuhi persyaratan

salah satunya surat pernyataan kesediaan sebagai pemegang protokol notaris. Pada

saat pengangkatan Notaris disumpah apabila ada notaris lain meninggal notaris yang

ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah harus bersedia menerima meggantikan notaris

tersebut, Tetapi faktanya Aldi Rijaldi, S.H.,M.Kn selaku ahli waris10 mengatakan

bahwa yang terjadi dilapangan banyak notaris yang tidak bersedia ditunjuk dari

Majelis Pengawas Daerah. Jika seperti ini sangat jelas bertentangan dengan undang-

undang.

9
Hasil Wawancara dengan Aldi Rijaldi, S.H., M.Kn selaku Ahli Waris Notaris yang telah Meninggal
Dunia
10
Hasil Wawancara dengan Aldi Rijaldi, S.H., M.Kn selaku Ahli Waris Notaris yang telah Meninggal
Dunia

12
Hal ini justru membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian

Bagaimana peran Majelis Pengawas Daerah terhadap penyerahan protokol Notaris

yang telah meninggal dunia di Kota Pekanbaru dan Bagaimana tanggung jawab

Notaris terhadap penyerahan Protokol Notaris yang meninggal dunia di kota

Pekanbaru dan penulisan tesis tentang “Peranan Majelis Pengawas Daerah (MPD)

Terhadap Penyerahan Protokol Notaris Setelah Notaris Meninggal Dunia di

Kota Pekanbaru”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi

pokok permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap penyerahan Protokol

Notaris yang telah meninggal dunia?

2. Bagaimana Tanggung Jawab Notaris sebagai penerima Protokol Notaris yang

telah meninggal dunia?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada latar belakang masalah dan

perumusan masalah maka dapatlah dikemukakan tujuan dari penelitian yang

dilakukan, yaitu :

1. Untuk mengetahui Peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap penyerahan

Protokol Notaris yang telah meninggal dunia di Kota Pekanbaru.

2. Untuk mengetahui Tanggung Jawab Notaris sebagai penerima Protokol Notaris

yang telah meninggal dunia di kota Pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian

Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana yang bermanfaat

dalam mengimplementasikan pengetahuan penulis tentang Peranan Majelis Pengawas

13
Daerah (MPD) Terhadap Penyerahan Protokol Notaris Setelah Notaris Meninggal

Dunia di Kota Pekanbaru. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi

dalam pengembangan teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Peranan

Majelis Pengawas Daerah (MPD) Terhadap Penyerahan Protokol Notaris Setelah

Notaris Meninggal Dunia di Kota Pekanbaru.

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan

ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan khususnya mengenai

peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap penyerahan Protokol Notaris yang

telah meninggal dunia dan tanggung jawab Notaris sebagai penerima Protokol

Notaris yang telah meninggal dunia.

b. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam

peranan Majelis Pengawas Daerah (MPD) terhadap penyerahan Protokol Notaris

setelah Notaris meninggal dunia dan Tanggung jawab Notaros sebagai pemegang

Protokol Notaris yang telah meninggal dunia;

c. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-

penelitian sejenis untuk tahapan berikutnya.

E. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa penelitian yang berkaitan dengan peranan Majelis Pengawas Daerah (MPD)

terhadap penyerahan protokol notaris setelah notaris meninggal dunia di Kota

Pekanbaru sampai saat ini belum ada, namun, telah ditemukan penelitian serupa

meslipun di dalam penelitian tersebut tidak dapat kesamaan. Adapun beberapa

penelusuran hasil penelitian yang penulis himpun adalah sebagaimana di dalam table

berikut ini:

14
No Nama Judul Persamaan Perbedaan

1 Rindawati Peran Majelis Terdapat kesamaan Perbedan dapat

Pengawas Daerah atas objek yang dilihat bahwa

Terhadap Protokol diteliti mengenai penulis akan

Notaris yang Protokol Notaris dari meneliti

Meninggal Dunia di Notaris yang telah mengenai

Kabupaten Bantul meninggal dunia. tanggung jawab

Notaris pemegang

Protokol Notaris

yang meninggal

dunia dan juga

perbedaan lokasi

penelitian.

2 Aprilia Pertanggungjawaban Dalam penelitian ini Perbedaan dapat

Hanastuti dan Perlindungan Terdapat persamaan dilihat dari

Hukum bagi Notaris terkait objek yang di penulis Aprilia

Penerima dan teliti mengenai Hanastuti

Prnyimpanan Protokol Notaris yang meneliti untuk

Protokol Notaris telah meninggal mengetahui

dunia. pertanggung

jawaban dan

perlindungan

hukum bagi

Notaris sebagai

penerima

15
Protokol Notaris,

sedangkan

penulis meneliti

Peran Majelis

Pengawas Daerah

terhadap Protokol

Notaris yang telah

meninggal dunia.

3 Angie Perlindungan Dalam penelitian ini Perbedaan dalam

Athalia. K Hukum Terhadap terdapat kesamaan penelitian ini

Protokol Notaris mengenai peran yaitu penulis

Dari Notaris yang Majelis Pengawas membahas dan

Meninggl Dunia di Daerah terhadap meneliti peran

Kabupaten Protokol Notaris yang Majelis Pengawas

Temanggung meninggal dunia. Daerah dan

Tanggungjawab

Notaris

sedangkan

peneliti terdahulu

meneliti

perlindungan

hukum terhadap

Protokol notaris

yang telah

meninggal dunia.

16
Hasil penelitian ini belum menggambarkan tentang bagaimana aspek hukum

tentang pelimpahan arsip dari notaris yang meniggal, cuti atau karena pensiun, belum

ada konsekuensi hukum juga seandainya penyerahan arsip melebihi jangka waktu

yang ditetapkan berdasarkan UUJN, dan apa tanggungjawab notaris yang telah

diserahkan berkas dari notaris yang telah meninggal tersebut dan bagaimana jika

notaris yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah itu menolak untuk menerima

protokol notaris.

F. Tinjauan Pustaka

Kerangka pemikiran peneliti yang komprehensif dan kritis, dengan sumber-

sumber tulisan yang merujuk pada referensi yang berupa peraturan perundang-

undangan, putusan pengadilan, dan pustaka berupa buku, artikel ilmiah, hasil

penelitian orang lain, risalah siding dan data elektronik yang substansinya

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan moral.11

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori,

mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi perbandingan, pegangan

teoritis.12

a. Notaris

Istilah Notaris berawal pada zaman Romawi, yaitu dari kata ”Notarius” yang

berarti orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Pada abad kedua Masehi, arti

Notarius berkembang menjadi orang-orang yang mengadakan pencatatan dengan

tulisan cepat. Menurut sejarahnya, Notaris adalah seorang pejabat negara/pejabat

umum yang diangkat negara untuk melakukan tugas-tugas negara dalam pelayanan

11
Buku Pedoman Penulisan dan Ujian Tesis, 2020, Universitas Islam Indonesia Fakultas Hukum
12
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80

17
hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai Pejabat

Pembuat Akta Otentik dalam hal keperdataan.13

Namun demikian, Notaris merupakan pegawai pemerintah yang berdiri sendiri, tidak

digaji oleh Pemerintah dan mendapat honorarium dari orang-orang yang meminta

jasanya. Akta Otentik merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh yang memiliki

peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat, karena

Akta Otentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum

dan sekaligus diharapkan pula memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara

secara murah dan cepat bagi masyarakat. Karena itu pula apa yang dinyatakan dalam

Akta Otentik harus diterima sepenuhnya oleh para pihak, kecuali pihak yang

berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di

persidangan pengadilan.

Perkembanga sosial yang cepat, mengakibatkan pula perkembangan

hubungan-hubungan hukum di masyarakat, maka peranan Notaris menjadi sangat

kompleks dan seringkali sangat berbeda dengan ketentuan yang berlaku. Dengan

demikian kiranya sulit mendefenisikan secara lengkap tugas dan pekerjaan notaris.14

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Staatsblad 1860

Nomor 3) bahwa yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum satu-satunya

berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan

yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan

dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian

13
N.G. Yudara, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-Pokok Pemikiran di Seputar Kedudukan dan
Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia), (Makalah disampaikan dalam
rangka Kongres INI di Jakarta), Majalah Renvoi Nomor 10.34.III, Edisi 3 Maret 2006, Hal. 72
14
Habib Adjie, 2003, Tebaran Pemikiran dalam Dunia Notaris dan PPAT “Penegakan Etika Profesi
Notaris dari Perspektif Pendekatan Sistem”, Lembaga Kajian Notaris dan PPAT Indonesia, Surabaya,
hlm 27.

18
tanggalnya menyimpan aktanya dan memberi grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.15

Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahum 2014 tentang Jabatan

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau

berdasarkan Undang-Undang lainnya. Berdasarkan system hukum Civil Law Notaris

adalah pejabat umum khususnya yang berwenang untuk membuat akta-akta otentik,

tentang semua tindakan, dan keputusan yang diharuskan oleh perundang-undangan

untuk dikehendaki oleh yang berkepentingan bahwa hal itu dinyatakan dalam surat

otentik, menjamin tanggalnya, menyimpan akta dan mengeluarkan grosse akta,

salinan-salinan dan kutipan-kutipannya, semua itu apabila pembuatan akta-akta

demikian itu dikhususkan untuk itu atau dikhususkan kepada pejabat-pejabat atau

orang lain.16

Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat

hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap

sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat hukum. Segala

sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstantir) adalah benar, Notaris adalah

pembuat dokumen yang kuat dalam proses hukum.17

Meskipun Notaris disebut sebagai pejabat umum, namun Notaris bukanlah

pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang kepegawaian. Notaris terikat dengan peraturan jabatan pemerintah

15
Habib Adjie, Hukum Indonesia Tafsir Tematik Tehadap UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris,Rafika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 13.
16
M. Luthfan Hadi Darus, Hukum Notariat dan Tanggungjawab Jabatan Notaris, UII Press,
Yogyakarta,2017, hlm. 2.
17
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2011, hlm. 444.

19
Notaris tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh gaji dari

honorarium atau fee dari kliennya.18

b. Kode Etik Notaris

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos“ yang berarti kesusilaan, yang berasal

dari suara batin manusia yang memberi pengaruh keluar dan etika adalah filsafat

moral yang berasal dari kata “mores“ yaitu adat istiadat, dimana adat istiadat berada

diluar manusia serta memberi pengaruh ke dalam sehingga secara umum etika adalah

prinsip-prinsip tentang sikap hidup dan perilaku manusia dan masyarakat.19 Istilah ini

dijadikan sebagai pedoman atau ukuran bagi tindakan manusia dengan penilaian baik

atau buruk dan benar atau salah.

Kode Etik Notaris adalah kaidah moral yang ditentukan oleh INI berdasarkan

Keputusan Kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati

ditaati oleh setiap dan semua anggota INI dan semua orang yang menjalankan tugas

jabatan Notaris. Kode Etik Notaris yang berlaku sekarang adalah berdasarkan

Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia yang diadakan di Banten tanggal 29-30

Mei 2015.20

c. Akta Notaris

Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut KUH Perdata pasal

1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak

dan mengikat. Akta notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi

dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.

Berdasarkan KUH Perdata pasal 1866 dan HIR 165, akta notaris merupakan alat bukti

18
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press : Yogyakarta, 2009, hlm. 16.
19
F.Sukemi, “Varia Peradilan Tahun IV Nomor 36”, Notaris dan Kode Etik (Desember 1988), hlm.
154.
20
Rudi Indrajaya, Yogastio Esa Dimmarca, Prasetyo Teguh Pamungkas, Riskika Arkan Putera
Indrajaya, 2020, Notaris dan PPAT Suatu Pengantar. Bengkulu: Refika Aditama

20
tulisan atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti

persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting.21

Notaris sebagai pejabat publik produk akhirnya yaitu akta otentik, yang terikat

dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian.22 Akta Notaris

merupakan akta dokumen resmi yang dibuat oleh dan/atau dihadapan Notaris yang

merupakan akta Notaris dan memiliki kekuatan pembuktian secara sempurna

Mengenai pembuktian secara otentik disebutkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata

“suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh

Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di

tempat akta itu dibuat”

Pasal 1 ayat (7) UUJN-P menyatakan bahwa akta Notaris yang selanjutnya

disebut akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut

bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan Pasal

tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 bentuk akta yaitu :

1) Partij Acte

Partij acte merupakan akta yang dibuat di hadapan Notaris yang merupakan

kehendak dari penghadap, para penghadap/para pihak sehingga isi dari akta

tersebut merupakan tanggungjawab sepenuhnya dari penghadap/para pihak.

2) Ambtelijke Acte

Ambtelijke acte atau disebut juga akta pejabat merupakan akta yang dibuat oleh

Notaris yang berisikan segala sesuatu yang dilihat, yang didengar, dialami oleh

Notaris yang kemudian dituangkan dalam suatu akta. Akta yang dibuat oleh

Notaris merupakan hasil dari uraian yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak

lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana
21
https://id.wikipedia.org/wiki/Akta_Notaris, 21 Februari 2022, Jam. 21.15
22
Habib Adjie (3), Sanksi Perdata dan Administrasi terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik, Refika
Aditama, Bandung, 2008, hlm. 31.

21
pihak lain itu sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan

tersebut atau melakukan perbuatan tersebut di hadapan Notaris, agar keterangan

tersebut dikonstantir oleh notaris dalam suatu akta otentik.

d. Protokol Notaris

Pasal 1 ayat (13) UUJN-P menyatakan bahwa Protokol Notaris adalah

kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus disimpan dan

dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

sebagai sebuah arsip Negara, Protokol Notaris harus taat pada ketentuan arsip Negara

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Dalam

undang-undang ini disebutkan arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam

berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga Negara, pemerintah daerah,

lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan

perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

perseorangan (Pasal 1 angka 2 UU No. 43 Tahun 2009).23

e. Majelis Pengawas Notaris

Majelis Pengawas Notaris mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan

terhadap perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris. Majelis dibentuk oleh Menteri dan

mempunyai anggota sebanyak 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur pemerintah,

Organisasi Notaris, dan ahliatau akademisi masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang.

Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah, keanggotaan dalam

Majelis diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.24 Majelis pegawas

23
Habib Adjie dan Rusdianto Sesung (1), Tafsir, Penjelasan dan Komentar Atas Undang-Undang
Jabatan Notaris, Bandung, PT. Refika Aditama, 2020, hlm. 512
24
Pasal 67 Undang-Undang Jabatan Notaris

22
sebagaimana tersebut di atas terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas

Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat.25

1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri

dan berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota, dengan syarat jumlah Notaris

yang telah diangkat berjumlah minimal 12 (dua belas) orang. Ketua dan Wakil

Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh anggota. Masa jabatan

ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga)

tahun dan dapat diangkat kembali. Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh

seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat Majeli Pengawas

Daerah.26

2) Majelis Pengawas Wilayah dibentuk Direktur Jenderal atas nama Menteri dan

berkedudukan di ibu kota Provinsi. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas

Wilayah dipilih dari dan oleh anggota. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan

anggota Majelis Pengawas Wilayah adalag 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat

kembali. Majelis Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau yang

lebih ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Wilayah.27

3) Majelis Pengawas Pusat dibentuk oleh Menteri dan berkedudukan di ibu kota

negara. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh

anggota. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas

Pusat adalag 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. Majelis Pengawas

25
Pasal 68 Undang-Undang Jabatan Notaris
26
Pasal 69 UUJN Jo Pasal 4 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas.
27
Pasal 72 UUJN Jo Pasal 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas.

23
Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat

Majelis Pengawas Pusat.28

G. Metode Penelitian

Metode adalah proses prinsi-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah-

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati- hati, tekun dan tuntas

terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian

dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tatacara untuk memecahkan

masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

1. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah hal-hal yang menjadi kajian yang akan diteliti dalam

rumusan masalah penelitian. Penelitian ini diperoleh dari data lapangan (field

research). Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peranan Majelis

Pengawas Daerah (MPD) Terhadap Penyerahan Protokol Notaris Setalah

Meninggal Dunia dan Tanggungjawab .

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang akan memberikan data atau

informasi yang terkait dengan obyek penelitian. Untuk membahas permasalahan

yang ada dalam penelitian hukum ini, menggunakan metode pendekatan hukum

empiris (sosiologis) dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam

hubungan hidup di masyarakat. Penelitian hukum sosiologis memberikan arti

penting untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana

bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat sehingga metode ini sangat relevan

digunakan oleh peneliti dalam meneliti Peran Majelis Pengawas Daerah (MPD)

Terhadap Penyerahan Protokol Notaris Setelah Meninggal Dunia dan


28
Pasal 76 UUJN Jo Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas.

24
Tanggungjawab Notaris Sebagai Penerima Protokol Notaris yang Telah

Meninggal Dunia, dikarenakan subjek yang diteliti adalah orang atau Notaris

Pengurus Daerah di Kota Pekanbaru, Majelis Pengawas Daerah (MPD), Pengurus

Daerah (PENGDA), Ahli Waris Notaris yang telah meninggal dunia.

3. Data Penelitian Atau Bahan Hukum

Dalam penelitian ini data yang digunakan oleh penulis dapat dikelompokkan

menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Data Primer

Menurut Suharsimi Arikunto pengertian data primer adalah:29

“Data yang dikumpulkan melalui pihak pertama. Sumber data primer

merupakan sumber data yang langsung memberikan data dari pihak pertama

kepada pengumpul data” terkait dengan problematika dalam penelitian, maka

data primer diperoleh atau dikupumpulkan langsung kepada pengumpul data

dengan hasil wawancara dengan Majelis Pengawas Daerah di Kota Pekanbaru

Notaris dan pihak-pihak yang terkait.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperlukan untuk melengkapi data primer.

Selain berupa pendapat pra pakar yang ahli mengenai masalah-masalah ini,

yang disampaikan dalam berbagai literatur baik dari buku-buku, naskah

ilmiah, laporan penelitian, media massa, dan laim-lain. Adapun data sekunder

tersebut dapat dibedakan menjadi:

c. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum prmer yaitu bahan-bahan yang isinya mempunyai kekuatan

mengikat berupa :

29
Arikunto, S, 2003, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm. 172

25
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

3) Kode Etik Notaris

d. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan

hukum primer. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jurnal,

literatur, buku, internet, laporan penelitian kajian ahli, Wawancara dan

sebagainya berkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

4. Teknik Pengumpulan atau Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui 3 (tiga cara

sebagai berikut :

1. Observasi, yaitu penelitian dengan cara memperoleh data secara langsung

yang disesuaikan dengan obyek yang di teliti. Jenis field research yang

digunakan dalam penelitian ini adalah jenis observasi secara peneliti terjun

langsung dan berinteraksi dengan obyek penelitian untuk mendapatkan

informasi yang obyektif.30

2. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung

secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara

langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Wawancara juga

dimaksudkan untuk merekontruksi kebulatan-kebulatan sebagai yang telah

diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang.31 Pewawancara hanya

membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses


30
H.B.Soetopo. 1988. Pengantar Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Hlm 34
31
Lexy J. Maleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi) Badung: PT Remaja Rosdaka hlm.
30

26
wawancara berlangsung mengikuti situasi. Dalam penelitin ini yang akan

diwawancarai adalah Notaris dan Majelis Pengawas Daerah.

3. Studi Kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan data dengan cara

membaca buku literature, hasil penelitian terdahulu, dan membaca dokumen,

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

5. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam membahas masalah penelitian ini

adalah metode pendekatan empiris (sosiologis). Empiris sebuah metode penelitian

hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat

dikatakan melihat, meneliti, bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat.32

Disamping melihat aspek hukum positif juga melihat seperti apa penerapan

dilapangan dan masyarakat, data yang diteliti awalnya data sekunder untuk

kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan, yaitu

penelitian terhadap para pihak-pihak yang terkait dengan peran Majelis Pengawas

Daerah. Dalam hal ini pendekatan yuridis juga digunakan untuk menganalisa

berbagai peraturan-peraturan tentang Notaris dan Majelis Pengawas Daerah,

sedangkan pendekatan empiris dipergunakan untuk menganalisis hukum yang

dilihat dari perilaku masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, selalu

berinteraksi danberhubungan dengan aspek kemasyarakatan.33

6. Analisis Penelitian

Teknik analisis data yang dipergunakan Peneliti adalah analisis kualitatif,

yaitu data yang diperoleh dan disusun secara sistematis, kemudian dianalisis

secara kualitatif untuk mendapatkan deskripsi tentang peran Majelis Pengawas

32
Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2002, Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta,
hlm.14
33
Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.3

27
Daerah dalam upaya penyerahan protokol Notaris, untuk selanjutnya disusun

sebagai karya ilmiah dalam bentuk tesis.

H. Sistematika dan Kerangka Penulisan

Untuk mencapai sasaran dan tujuan penelitian, penelitian ni secara sistematis

disusun dalam 4 (empat) Bab dengan dengan sistematika penulisan yang pada

bagian masing-masing akan dikembangkan dengan panduan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Orisinalitas Penelitian

F. Tinjauan Pustaka

G. Metode Penelitian

H. Sistematika dan Kerangka Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, PROTOKOL NOTARIS

DAN PERAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS

A. Tinjauan Umum Tentang Teori-teori

B. Tinjauan Umum Tentang Notaris

C. Tinjauan Umum Tentang Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris

D. Tinjauan Umum Tentang Kewajiban dan Larangan bagi Notaris

E. Tinjauan Umum Tentang Protokol Notaris

F. Tinjauan Umum Tentang Mejelis Pengawas Notaris

BAB III PERAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS TERHADAP PROTOKOL

NOTARIS YANG TELAH MENINGGAL DUNIA

28
A. Bagaimana Peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap penyerahan Protokol

Notaris yang telah meninggal dunia?

B. Bagaimana Tanggung Jawab Notaris sebagai penerima Protokol Notaris yang

telah meninggal dunia?

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

29
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press : Yogyakarta,


2009.

Arikunto,S, 2003, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2002, Metodologi Penelitian, PT. Bumi
Aksara, Jakarta.

F.Sukemi, “Varia Peradilan Tahun IV Nomor 36”, Notaris dan Kode Etik (Desember
1988).

Habib Adjie, 2003, Tebaran Pemikiran Dalam Dunia Notaris Dan PPAT “Penegakan
Etika Profesi Notaris Dari Perspektif Pendekatan Sistem”, Lembaga Kajian
Notaris dan PPAT Indonesia, Surabaya.

______________, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai


Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2008.

______________, Tafsir, Penjelasan dan Komentar Atas Undang-Undang Jabatan


Notaris, Bandung, PT. Refika Aditama, 2020.

H.B.Soetopo. 1988. Pengantar Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Lexy J. Maleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi) Badung: PT


Remaja Rosdaka.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

_______________, Hukum Indonesia Tafsir Tematik Tehadap UU No. 30 Tahun 2004


tentang Jabatan Notaris,Rafika Aditama, Bandung, 2008.
M. Luthfan Hadi Darus, Hukum Notariat Dan Tanggungjawab Jabatan Notaris, UII
Press, Yogyakarta,2017.

N.G.Yudara, 2006, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-pokok Pemikiran Di


seputar kedudukan dan fungsi notaris serta akta notaris menurut system
hukum Indonesia),makalah disampaikan dalam rangka Kongres INI di Jakata:
Majalah Renvoi Nomor 10.34. III.

30
Rudi Indrajaya, Yogastio Esa Dimmarca, Prasetyo Teguh Pamungkas, Riskika Arkan
Putera Indrajaya, 2020, Notaris dan PPAT Suatu Pengantar. Bengkulu: Refika
Aditama

Soerjono Soekanto, 1999, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung.

Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

______________, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta, 2006

______________, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Satjipto Rahardjo, 2006, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, Jakarta, UKI Press

Tan Thong Kie, Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta : PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2011.

Peraturan Perundang-undangan :

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).


Diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 8. Jakarta: Pradnya
Paramita, 1976 Indonesia.

Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris. UU No.30 Tahun 2004 Departemen


Kehakiman dan Hak Asasi Manuasia Republik Indonesia. Keputusan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Kenotarisan.

Internet :

https://id.wikipedia.org/wiki/Akta_Notaris,21, di akses pada tanggal, Februari 2022,

Jam 21.00

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8346/TESIS%20M.Kn%202018.

pdf?sequence=1, di akses pada tanggal 21 Februari jam 15. 20.

31

Anda mungkin juga menyukai