Anda di halaman 1dari 29

PERANAN PARALEGAL DALAM SISTEM BANTUAN HUKUM

DI LBH MAKASSAR
Proposal Skribsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum (S.H.) pada Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Palopo

Di Ajukan Oleh:

Aqmul Darul Aqza


19 0302 0100
Pembimbing I Dr. Anita Marwing, S. HI., M.HI
Pembimbing II Wawan Harianto, S. H., M. H
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada tuhan yang telah melimpahkan


rahmat dan karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal
skripsi ini ang berjudul “PROPOSAL SKRIPSI PERANAN PARALEGAL
DALAM SISTEM BANTUAN HUKUM DI LBH MAKASSAR. Kami
menyadari bahwa penulisan proposal ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. oleh karna itu, Terimah kasih penulis
ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Mustaming,S.Ag.,M.HI (Dekan Fakultas Syariah


IAIN Palopo),
2. Dr. Helmi Kamal,M.HI (Wakil Dekan I Fakultas Syariah)
3. Dr. Abdain, M.HI (Wakil Dekan II Fakultas Syariah),
4. Dr. Rahmawati, S.Ag., M.Ag (Wakil Dekan III Fakultas
Syariah),
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
proposal ini.

Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga dengan senang hati kami
terima saran dan kritik membangun demi perbaikan untuk masa yang akan
datang dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Akhir kata penulis ucapkan Assallammuallaikum Wr.Wb.

Aqmul Darul Aqza

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
E. Sistematika Penulisan........................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................. 7

A. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan.......................................... 7


B. Landasan Teori .................................................................................... 10
C. Kerangka Bepikir ................................................................................. 17

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 18

A. Lokasi Penelitian.................................................................................. 18
B. Tipe Penelitian...................................................................................... 18
C. Sumber Data......................................................................................... 19
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 20
E. Teknik Pengolahan dan Analisi Data .................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 24

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinamika dan perkembangan hukum di indonesia dari masa ke masa

seharusnya sejajar dengan penguatan layanan dalam pemberian akses keadilan dan

berbagai bentuk pendapingan hukum lainnya sesuai dengan amanat konstitusi.

Asas equality before the law, dalam hal ini berkaitan dengan bunyi dari Pasal 27

ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan: Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinngi

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualian. Selanjutnya, Pasal

28D ayat (1) UUD 1945 juga mengatur: Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum.

Menurut Ramly, teori equality before the law dalam UUD 1945 adalah

suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut

kedudukannya masing-masing. Kesamaan di hadapan hukum atau asas equality

before the law mengandung makna setiap warga negara harus diperlakukan adil

oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Lebih lanjut, Dia menjelaskan,

ditinjau dari hukum tata negara, maka setiap instansi pemerintah, terutama aparat

penegak hukum, terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus

diwujudkan dalam praktik.1

1
Bernadetha Aurelia Oktavira, “Makna Asas Equality Before the Law”, 17 maret 2022,
https://www.hukumonline.com.

1
Permasalahan hukum yang terjadi utamanya pada kriminalisasi berbagai

kelompok masyarakat kecil sangat rentang terus terjadi. Permasalahan hukum di

Indonesia tersebut terjadi karena beberapa hal, antara lain diakibatkan oleh

lemahnya sistem peradilannya, buruknya mentalitas aparatur hukum, inkonsistensi

penegak hukum, intervensi kekuasaan, maupun produk hukum relevan dan

kondisi ini diperburuk dengan rendahnya kesadaran dan pemahaman hukum

masyarakat itu sendiri.

Perlakuan yang sama dihadapan hukum ini sangat berkaitan erat dengan hak

untuk mendapatkan bantuan hukum terutama bagi masyarakat miskin sebagai

wujud jaminan keadilan bagi setiap orang. Akan tetapi, Kesadaran dan

pemahaman hukum masyarakat yang rendah ini atas bantuan hukum yang

merupakan hak dari orang miskin yang dapat diperoeh tanpa bayar menjadi

tantangan utama untuk aktualisasi dari negara hukum itu sendiri bahwa setiap

orang dapat memperoleh haknya untuk mendapatkan layanan hukum, yang kaya

ataupun berkecukupan dapat menyewa jasa pengacara maupun orang miskin yang

tidak dapat menyewa jasa pengacara tetap dapat menerima bantuan hukum

sebagai penjabaran persamaan hak dihadapan hukum.

Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan

negara hukum. Sebagai konsekuensi dari negara hukum, hak untuk mendapatkan

bantuan hukum harus diberikan oleh negara sebagai bentuk jaminan perlindungan

terhadap hak asasi manusia. Dalam ketentuan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 yang menjadi dasar dari Negara Republik Indonesia, pengakuan

terhadap hak asasi manusia yang berkaitan dengan asas persamaan di depan

2
hukum (equality before the law) dijamin melalui pasal 27 ayat 1 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 yang menegaskan bahwa

kedudukan setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan sama dan setara

tanpa perkecualian, serta Pasal 28D ayat (1) amandemen ke 2 UUD NRI Tahun

1945 yang memberikan jaminan terhadap pengakuan, perlindungan dan kepastian

hukum yang adil dan perlakuan yang sama bagi setiap orang.2

Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengatur

mengenai Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum,

hak dan kewajiban penerima bantuan hukum, syarat dan tata cara permohonan

bantuan hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana. UU tentang Bantuan

Hukum ada karena Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang

dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Pasal 16 dan Pasal

26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta

harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Penyelenggaraan pemberian

bantuan hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan

sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi

serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan

(access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).3

2
Hakki Fajriando,“Revisi UU Bantuan Hukum demi Meningkatkan Pemenuhan Hak Korban
untuk Mendapatkan Bantuan Hukum,” Jurnal Ham, volume 11, nomor 3.(Desember 2020): 468,
http://dx.doi.org/10.30641/ham.2020.11.467-486.
3
Zainuri dan Dian Novita, “Pendampingan Bantuan Hukum Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum,”Jurnal Abdiraja, volume 4, nomor 2,
(September 2021): 47,
https://www.researchgate.net/publication/354791309.

3
Paralegal adalah profesi hukum yang menjalankan prosedur secara mandiri

atau semi otonom sebagai bagian dari sistem bantuan hukum. Melakukan tugas-

tugas yang membutuhkan pemahaman tentang undang-undang untuk

pelaksanaannya dengan benar. Peran paralegal dalam menjalankan kepentingan

untuk mempermudah akses keadilan dalam masyarakat membuat siapapun dapat

menjadi paralegal. Namun, tentu saja sepanjang dia bukanlah advokat dan mau

bekerja sukarela untuk kepentingan masyarakat miskin dan kelompok rentan

lainnya, seperti tokoh masyarakat, para pemuda, pemuka adat, dosen, guru,

mahasiswa, para penggerak PKK, nelayan dan lain sebagainya. Dikarenakan

profesi paralegal secara umum tidak diizinkan untuk menawarkan layanan hukum

secara independen, maka paralegal dapat menyediakan layanan seperti

penyelesaian, pengajuan pengadilan, penelitian hukum, dan layanan hukum

tambahan lainnya bersama dengan kelompok masyakarat yang ada, antara lain,

kelompok tani, kelompok masyakarat adat, kelompok miskin kota dan kelompok

perempuan.4

Penyuluhan tentang bantuan hukum telah dilakukan pada kenyataannya

masih sesuatu yang asing bagi sebagian masyarakat. Serangkaian instrumen

hukum positif belum mampu memberikan jaminan terhadap terwujudnya nilai-

nilai konstitusional yang terdapat dalam muatan Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Di samping itu, sila

4
Yordan Gunawan dan M. Hafiz, “Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat Sebagai Wujud
Pemenuhan Hak Asasi Manusia Berkelanjutan,” Berdikari: Jurnal Inovasi dan Penerapan Ipteks
Vol.9 No.1, (1 februari 2021): 88,
https://journal.umy.ac.id/index.php/berdikari/article/view/10853/6211.

4
terakhir pancasila mengamanatkan untuk perwujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan peran dan fungsi paralegal berdasarkan UU No. 16

Tahun 2011dalam Pemberian Bantuan Hukum di LBH Makassar?

2. Apa saja kendala dalam pelaksanan peranan paralegal di LBH Makassar dalam

proses pendampingan kasus?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan peran dan fungsi paralegal berdasarkan UU No.

16 Tahun 2011dalam Pemberian Bantuan Hukum di LBH Makassar?

2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanan peranan paralegal di LBH

Makassar dalam proses pendampingan kasus?

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat memberikan yang berkaitan kontribusi bagi peran dan fungsi

paralegal berdasarkan UU No. 16 Tahun 2011dalam Pemberian Bantuan

Hukum di LBH Makassar.

2. Dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang kendala dalam

pelaksanan peranan paralegal di LBH Makassar dalam proses pendampingan

kasus.

E. Sistematika Penulisan

5
Penulisan tugas akhir ini terdiri dari 5 bab, antara lain:

1. Bab I Pendahuluan

Menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan,

manfaat.

2. Bab II Kajian Teori

Menjelaskan mengenai kajian penelitian terdahulu yang relevan, landasan

teori, kerangka bepikir , dan sistematika penulisan

3. Bab III Metodologi

Menjelaskan mengenai metode penelitan, tipe penelitian, landasan teori, dan

kerangk pikir a penelitian.

4. Bab IV Hasil dan Pembahasan

Memaparkan dan menganalisis data-data yang didapatkan dari hasil

penelitian yang telah dilaksanakan.

5. Bab V Penutup

Menjelaskan mengenai kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran yang

direkomendasikan berdasarkan pengalaman di lapangan untuk perbaikan

proses pengujian selanjutnya.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu sangat dibutuhkan dalam sebuah penelitian, tulisan

dan karya ilmiah yang berkaitan dalam berbagai teori, konsep pembahasan tentang

Paralegal. Guna kepentingan penelitian ini maka perlu dilakukan tinjauan

terhadap penelitian yang telah ada yang berkaitan dengan tema pembahasan ini,

maka penulis akan memaparkan penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan oleh

para peneliti, adapun hal-hal tersebut sebagai berikut:

1. Kristina Agustiani Sianturi, Ali Marwan Hsb. Peneliti Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara, yang berjudul “Keberadaan

Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum (Kajian Putusan Mahkamah

Agung Nomor 22 P/HUM/2018)”. Penelitian ini membahas tentang keberadaan

paralegal sepatutnya dapat dilihat dalam konsideran Peraturan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2018 tentang

Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum, di mana disebutkan bahwa

pemberian bantuan hukum saat ini belum menjangkau seluruh masyarakat

Indonesia karena adanya keterbatasan pelaksana bantuan hukum sehingga

diperlukan peran paralegal untuk meningkatkan jangkauan pemberian bantuan

hukum. Dengan kata lain bahwa keberadaan paralegal dibutuhkan untuk

menutupi keterbatasan pelaksana bantuan hukum yang sudah dilaksanakan oleh

7
lembaga atau organisasi bantuan hukum yang ada dan sudah terakreditasi di

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.5

Keberadaan paralegal dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

22P/HUM/2018 yang hanya dapat memberikan bantuan hukum secara non-

litigasi sebenarnya dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Pertama, putusan

ini dapat dianggap tepat karena mengembalikan peran paralegal kembali ke

peran yang sebenarnya, yaitu sebagai seseorang yang mempunyai skill hukum

dalam membantu advokat dan sebagai penghubung antara masyarakat yang

memerlukan bantuan hukum dengan advokat. Sehingga pada dasarnya

paralegal tidak disiapkan untuk beracara di depan sidang pengadilan. Kedua,

apabila dilihat dari kondisi di Indonesia saat ini, di mana ketersediaan advokat

diseluruh pelosok negeri belum dapat memenuhi kebutuhan bantuan hukum

masyarakat kurang mampu, maka keberadaan paralegal dalam beracara di

depan sidang pengadilan masih dapat dipahami. Akan tetapi, sebenarnya

kondisi yang kedua ini dapat diatasi dengan mendorong pemenuhan

ketersediaan advokat diseluruh pelosok negeri.6

2. Eka N.A.M Sihombing. Dosen, Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara

dan Admistrasi Negara 2021-2025 dan Wakil Ketua Pusat Periset Indonesia

Sumatera Utara, yang berjudul “The Existence of Paralegals in Providing

Legal Aid to the Poor”. Penelitiannya menjelaskan bahwa untuk memenuhi

kebutuhan hak atas bantuan hukum bagi setiap orang miskin yang berhadapan

5
Sianturi, Kristina Agustiani hsb dan Ali Marwan, “Keberadaan Paralegal dalam Pemberian
Bantuan Hukum (Kajian Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018),” Mahadi Indonesia
Journal law, vol.1, no.1. (Januari 2022): 91,
https://talenta.usu.ac.id/Mahadi/article/view/8316.
6
Ibid.

8
dengan hukum tentunya dibutuhkan peran paralegal untuk menangani perkara

non litigasi maupun litigasi, untuk itu diperlukan penataan regulasi khususnya

yang mengatur keparalegalan. Pengaturan tentang kewenangan keparalegalan

tersebut harus dirumuskan dalam tataran Undang-Undang yang menegaskan

batas- batas kewenangan paralegal.7

3. E. Y. Gunawan & M. Hafiz, dosen dan aktivis HAM dengan judul penelitian

“Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat Sebagai Wujud Pemenuhan Hak Asasi

Manusia Berkelanjutan”. Dalam penelitian ini menerangkan bahwa paralegal

memiliki peranan yang sangat vital atau penting dalam hal memberikan

layanan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan. Kehadiran paralegal

serta keberadaanya sangat dibutuhkan, dimana masih banyaknya masyarakat

atau kelompok masyarakat kurang mampu atau miskin marjinal dan buta

hukum di Indonesia yang sulit mendapatkan keadilan yang sangat dibutuhkan

oleh mereka. Rangkaian kegiatan sejak tahap awal persiapan, monitoring dan

evaluasi, hingga proyeksi keberlanjutan pendidikan paralegal diharapkan akan

menjadi jalan untuk peningkatan kapasitas/pengetahuan hukum hak asasi

manusia yang baik oleh masyarakat dan pemerintah. Dengan demikian, akan

terbangun kesadaran untuk dapat menjaga dan memahami hukum dasar

sekaligus nilai-nilai hak asasi manusia di dalam masyarakat, maupun di

lingkungan yang lebih besar, yaitu negara.8

7
Eka N.A.M Sihombing, “Eksistensi Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum Bagi
Masyarakat Miskin,” Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, vol.6, no.1, (Juni 2019): 77,
http://dx.doi.org/10.31289/jiph.v6i1.2287.
8
YordanGunawan & M. Hafiz, “Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat Sebagai Wujud
Pemenuhan Hak Asasi Manusia Berkelanjutan,” Berdikari: Jurnal Inovasi dan Penerapan Ipteks,
Vol.9 No.1, (1 februari 2021): 98,
https://journal.umy.ac.id/index.php/berdikari/article/view/10853/6211.

9
Berdasarkan uraian diatas dapat di pahami bahwa ketiga penelitian ini

memiliki kesamaan yang peneliti lakukan, yakni meneliti tentang paralegal.

Selanjutnya penelitian ini juga memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu

penelitian sebelumnya masing-masing berfokus pada masyarakat miskin,

Pendidikan dan analisi hukum islam. Sedangkan penelitian kali ini penyusun

akan berfokus pada peranan normatif paralegal dalam proses pendampingan

di LBH Makassar.

B. Landasan Teori

1. Defenisi Paralegal

Istilah paralegal dapat ditemukan berdasarkan kesamaan istilah dalam

dunia kedokteran yaitu paramedis, yakni seseorang yang bukan dokter, tetapi

mengetahui tentang dunia kedokteran. Pertama kali dikenal di Amerika Serikat

pada tahun 1968 yang mengartikan Paralegal sebagai Legal Asistant yang

tugasnya membantu seorang legal yaitu pengacara atau notaris dalam pemberian

saran hukum kepada masyarakat dan bertanggungjawab langsung kepada

pengacara. Sedangkan di Indone- sia, Paralegal yang dikembangkan tidak dalam

artian legal Asistant sebagaimana di Amerika Serikat, melainkan merujuk pada

pengalaman dunia ketiga, Pemberdayaan hukum dan bantuan hukum saling terkait

erat, yaitu bekerja di dan untuk kepentingan komunitasnya, dengan demikian

bertanggungjawab kepada komunitasnya.9

Pemberdayaan hukum yaitu kemampuan seseorang untuk memahami,

menggunakan hukum untuk mendapatkan keadilan dan memastikan hak dasarnya


9
Siti Aminah dan Muhamad Daerobi, “Paralegal adalah Pemberi Bantuan Hukum,” (The
Indonesian Legal Resource Center, 2019): 2,
http://www.mitrahukum.org/wp content/uploads/2019/09/Paralegal.

10
terpenuhi, tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan profesi hukum. Namun, akses,

ketersediaan atau hambatan geografis menyebabkan kelompok masyarakat rentan

dan miskin tidak mendapatkan bantuan dari seorang profesi hukum. Salah satu

upaya untuk mengatasinya adalah mengisi kekurangan ketersediaan profesi

hukum, melalui paralegal, sekaligus memberdayakan komunitas/masyarakat untuk

mengklaim hak-hak dasarnya. Secara umum pengertian Paralegal adalah

“seseorang yang bukan Advokat, tetapi mengetahui masalah hukum dan advokasi

hukum”. Sedangkan YLBHI mendefinisikan paralegal sebagai “seorang yang

bukan Advokat tetapi mempunyai kemampuan dan pemahaman dasar tentang

hukum dan HAM, memiliki keterampilan yang memadai, serta mempunyai

kemampuan dan kemauan untuk mendayagunakan pengetahuannya itu untuk

memfasilitasi perwujudan hak hak asasi masyarakat miskin”.10

Sederhananya paralegal bisa diartikan sebagai perpanjangan tangan dari

advokat dalam penanganan dan pendapingan hukum. Berikut ini beberapah

pandangan mengenai arti dari paralegal itu:

a. Organisasi National Association of Licensed Paralegals (Inggris).

Mendefinisikan paralegal adalah seseorang yang dididik dan dilatih untuk

melakukan tugas-tugas hukum, tetapi yang tidak memenuhi persyaratan atau

syarat untuk menjadi pengacara.

b. From the National Federation of Paralegal Associations (NFPA) Amerika

Serikat mendefinisikan paralegal adalah kualifikasi orang telah menempuh

pendidikan, training dan pengalama kerja untuk melakukan pekerjaan legal

10
Aprilia S Tengker, Arif Yogiawa, D. 2018. Modul Pelatihan Paralegal Tingkat Dasar.
Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center. 4.

11
substanstif yang memerlukan pengetahuan mengenai konsep hukum dan yang

lazimnya, namun tidak secara ekslusif dilakukan oleh pengacara. Paralegal

dapat bekerja pada pengacara, kantor hukum, badan pemerintah atau lembaga

lainnya atau dapat diberi kewenangan oleh undang-undang, pengadilan untuk

dan melakukan pekerjaannya. yang secara substantif pekerjaan ini perlu

pengakuan, evaluasi, organisari, analisis dan komunikasi fakta yang relevan

konsep hukum”.11

c. Menurut D. J. Ravindran, Paralegal adalah Seseorang yang memiliki

pengetahuan dasar tentang hukum, baik hukum acara (formil), hukum materil,

dan motivasi, serta keterampilan untuk:12

1) Melaksanakan program-program pendidikan sehingga kelompok masyarakat

yang dirugikan (disadvantaged people) menyadari hak-haknya.

2) Memfasilitasi terbentuknya organisasi rakyat sehingga mereka bisa

menuntut dan memperjuangkan hak-hak mereka.

3) Membantu melakukan mediasi dan rekonsiliasi apabila ada atau terjadi

perselisihan.

4) Melakukan penyelidikan awal terhadap kasus -kasus yang terjadi sebelum

ditangani pengacara.

5) Membantu pengacara dalam membuat pernyataan-pernyataan

(gugat/pembelaan), mengumpulkan bukti yang dibutuhkan yang relevan

dengan kasus yang dihadapi.13

11
Apriski Wijaya, skripsi: kedudukan paralegal dalam penegakan hukum Indonesia,
(Bengkulu: Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno, 2019), halaman 67-68.
12
Kurniawan Tri Wibowo, Etika Profesi dan Bantuan Hukum di Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Aksara, 2021), cetakan ke 1, 107.
13
Ibid, 108

12
d. Menurut Abdul Hakim. G. Nusantara, Paralegal adalah para sarjana muda

hukum, pemuka masyarakat pekerja lembaga swadaya masyarakat yang telah

mengikuti kursus pendidikan hukum kilat yang diselenggarakan oleh kantor-

kantor lembaga bantuan hukum berperaktek sebagai penasehat hukum

masyarakat miskin atau masyarakat yang kurang mampu atau tidak

diuntungkan dalam pembangunan.14

2. Fungsi Dasar Paralegal

Berdasarkan buku pegangan untuk Paralegal yang diterbitkan The

Indonesian Legal Resorce Center (ILRC) yang berjudul paralegal adalah pemberi

bantuan hukum dan juga buku Paralegal Craftsmanship yang diterbitkan oleh

Free Legal Assistance Group (FLAG), mereka merumuskan ruang lingkup dan

eksistensi pekerjaan paralegal dalam melaksanakan tugas pemberian bantuan

hukum kepada penerima bantuan hukum yang dijadikan landasan bagi Paralegal

dalam pelaksanaan tugasnya. Fungsi dasar paralegal secara umum adalah untuk

membantu advokat dalam pekerjaan persiapan sehingga advokat dapat

menjalankan perannya secara efektif, antara lain adalah sebagai berikut:15

a. Memfasilitasi pembentukan organisasi rakyat.

b. Mendidik dan melakukan penyadaran.

c. Melakukan analisis sosial persoalan yang dihadapi komunitas.

d. Membimbing, melakukan mediasi, dan rekon- siliasi bila terjadi perselisihan

perselisihan yang timbul di antara anggota masyarakat.

14
Abdul Hakim G. Nusantara, dalam Valerie Miller dan Jane Covay, Pedoman Advokasi:
Perencanaan, Tindakan dan Refleksi, Cetakan ke-1, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 10.
15
Siti Aminah dan Muhamad Daerobi, Paralegal adalah Pemberi Bantuan Hukum, (Jakarta:
The Indonesian Legal Resource Center, 2019), 17.
http://www.mitrahukum.org/wp content/uploads/2019/09/Paralegal.

13
e. Memberikan bantuan hukum (litigasi/non litigasi), yaitu memberikan jalan

pemecahan masalah yang paling awal dan secepatnya dalam hal terjadi

keadaan darurat.

f. Jaringan kerja (networking).

g. Mendorong masyarakat mengajukan tuntutan-tuntutannya.

h. Melakukan proses dokumentasi dan mencatat secara kronologis peristiwa

penting yang terjadi dikomunitas.

i. Membuat surat-surat.

j. Membantu pengacara/lembaga bantuan hukum yang melakukan

penyelidikan awal, korban/ klien, mengumpulkan bukti-bukti, dan

menyiapkan ringkasan fakta kasus dan membantu membuat konsep

pembelaan.

k. Membantu pengacara/lembaga bantuan hukum yang melakukan

penyelidikan awal, korban/ klien, mengumpulkan bukti-bukti, dan

menyiapkan ringkasan fakta kasus dan membantu membuat konsep

pembelaan.

l. Menghubungkan korban/komunitasnya dengan lembaga-lembaga layanan.

m. Membantu pengacara/lembaga bantuan hukum yang melakukan

penyelidikan awal, korban/ klien, mengumpulkan bukti-bukti, dan

menyiapkan ringkasan fakta kasus dan membantu membuat konsep

pembelaan.

3. Rekruitmen Paralegal

14
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah

memberikan legitimasi yuridis terhadap eksistensi Paralegal sebagai bagian dari

pemberi bantuan hukum. Persyaratan untuk menjadi paralegal telah diatur secara

khusus oleh lembaga atau instansi yang melakukan pendaftaran paralegal. Secara

umum syarat menjadi paralegal adalah sebagai berikut ini:16

a. Wajib mengikuti seluruh rangkaian kegiatan.

b. Klien lembaga bantuan hukum dan aktif di komunitas.

c. Bersedia melakukan kerja-kerja advokasi.

d. Untuk jaringan dia memiliki fokus pada kerja-kerja advokasi Hak Asasi

Manusia.

e. Bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu

masyarakat desa (voluntarian).

f. Mengisi lembar konfirmasi.

Seorang yang telah mendaftar sebagai paralegal maka harus mengikuti

segala pelatihan-pelatihan hukum yang diberikan oleh Lembaga Bantuan Hukum

atau Instansi yang menaungi paralegal. Pelatihan-pelatihan yang biasa dilakukan

oleh lembaga atau instansi paralegal tempat bernaung diantaranya seperti:17

a. Nilai dasar yang harus dipegang teguh oleh seorang paralegal ketika

melakukan kerja-kerja paralegal yaitu: kejujuran, keterbukaan, adil,

bertanggungjawab, anti kekerasan dan indepedensi.

16
Yus Afrida, Skripsi, Analisis Huukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Agung No 22
P/HUM/2018 tentang Paralegal dalam pemberian bantuan hukum. (Lampung: UIN Raden Intan,
Februari 2022), 26. http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/9942.
17
Ibid, 27

15
b. Tidak membeda-bedakan seseorang atas dasar perbedaan suku, agama,

budaya dan jenis kelamin.

c. Menjunjung tinggi nilai keadilan, kebenaran dan hak-hak asasi manusia.

d. Memiliki rasa percaya diri dan keberanian untuk menegakan keadilan

dengan berbagai resiko.

e. Tidak menyalahgunakan peranannya untuk kepentingan pribadi maupun

kelompok.

Pasal 1 ayat (3) undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun

1945 yang secara tegas menyatakan bahwa negara Indonesia merupakan negara

hukum. Oleh karena itu, pembangunan nasional dibidang hukum dimaksudkan

agar masyarakat memperoleh kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang

berintikan kebenaran dan keadilan serta memberikan rasa aman dan tentram.

Sistem penegakan hukum di Indonesia adalah seperangkat sistem (litigasi dan non

litigasi) hukum yang tersusun secara baik dan sistematis yang dijadikan landasan

dalam penegakan hukum di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas dapat dipahamani bahwa pralegal merupakan

salah satu bentuk pendampingan hukum yang dilakukan untuk pemenuhan

bantuan hukum demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang didasarkan pada

hak asasi manusia.

C. Kerangka Berpikir

PERANAN PARALEGAL DALAM


SISTEM BANTUAN HUKUM DI LBH
MAKASSAR
16
UU NO. 16 TAHUN
2011

KENDALA FUNGSI

LBH MAKASSAR

HASIL
PENELITIAN

17
BAB III

METOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kantor Lembaga Bantuan Hukum Makassar

Jl. Nikel 1 Blok A22 No.18 Kota Makassar dengan prioritas wilayah kerja LBH

Makassar adalah wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. YLBHI/LBH Makassar salah

satu NGO yang menjadikan paralegal sebagai salah satu aktor kunci dalam

mengimplementasikan konsep Bantuan Hukum Strukural (BHS). Dimana salah

satu ciri dari BHS adalah memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya

hukum masyarakat.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penyusun adalah jenis penelitian hukum

yuridis-empiris yaitu penelitian berdasarkan pada peraturan-peraturan yang ada

dan kenyataan atau fakta sosial yang terjadi dimasyarakat Sesuai dengan

permasalahan yang penulis teliti, maka jenis penelitian ini dikategorikan

penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum

normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

masyarakat, atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap

keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi dimasyarakat dengan maksud

untuk mengetahui dan menemukan fakta fakta dan data yang dibutuhkan, setelah

data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah

yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.18

18
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002). 15

18
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dan

norma-norma dalam hukum positif di masyarakat. Konsep ini memandang hukum

identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga

atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu

sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan

masyarakat yang nyata.19 Maka dari itu, Pendekatan dalam penelitian ini yaitu

pendekatan perundang-undangan karena tidak ada penelitian yang tidak bertitik

tolak dari konsep-konsep dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

pendekatan sosiologi hukum yang dimana pendekatan ini menganalisa dengan

melihat kepada ketentuan yang berlaku kemudian dikaitkan dengan permasalahan

yang ada dilapangan atau masyarakat.20

C. Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah tempat diperolehnya data sumber data meliputi:21

1. Data primer
Data primer merupakan data yang berasal dari data lapangan yang

diperoleh dari responden dan informan. Sumber data primer merupakan data

yang diperoleh dari sumber utama, yakni dari masyarakat, subyek yang diteliti

pada lembaga, atau kelompok masyarakat, pelaku langsung yang dapat

memberikan informasi kepada peneliti yang dikenal dengan responden,

informan dan berbagai stakeholder.

2. Data sekunder

19
Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1988), 13-14.
20
Muhaimin. Metode Penelitian Hukum, Cetakan pertama, (Mataram: University Press, Juni
2020), Cetakan pertama, 122.
21
Ibid, 24.

19
Data sekunder merupakan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan

studi dokumen. Studi kepustakaan meliputi: buku, jurnal, proseding seminar,

makalah, kamus hukum, ensikolepdia hukum, kamus literatur hukum atau

bahan hukum tertulis lainnya. Di samping studi pustaka, juga studi dokumen

yang meliputi: dokumen hukum peraturan perundang- undangan secara

hirarkis atau berjenjang, yurisprudensi, perjanjian/kontrak dan dokumen

lainnya.

D. Metode pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi adalah proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis

mengenai gejala- gejala yang diteliti. Observasi ini menjadi salah satu dari

teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, yang

direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalan dan

kesahihannya (validitasnya).

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan

komunikasi melalui percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan narasumber yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu. Pengumpulan data yang diperoleh melalui

informasi atau hasil wawancara terhadap Advokat-advokat dan paralegal yang

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma di LBH Makassar

3. Dokumentasi

20
Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan

dengan pembahasan utama dalam penelitian ini baik berupah catatan, rilis Pers,

foto, vidio, artikel, jurnal, dokumen dan sebagainya. Data yang terkumpul

nantinya akan digunakan bahan dasar untuk mengolah dan menganalisis

pelaksanaan dan kendala paralegal dalan bekerja.

E. Metode Pengolahan dan Analisisi Data

Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum

memberikan arti apa-apa bagi tujuan suatu penelitian. Penelitian belum dapat

ditarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya, sebab data itu masih merupakan data

mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang

dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk

menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.

Adapun analisis data yang digunakan yakni analisis kualitatif dengan

teknik pengolaan data kualitatif (kata-kata) yang dilakukan dalam rangka

mendeskripsikan hasil penelitian dengan pendekatan analisis konseptual dan

teoretik. Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan-satuan yang

dapat dikelolah, mencari dan menemukan pola, dan memutuskan apa yang dapat

ditulis dan disampaikan lewat penelitian ini.

21
Metode pengolahan data yang dilakukan dalam skripsi ini yaitu:22

1. Reduksi data

Metode reduksi adalah proses mengubah data kedalam pola, focus, kategori,

atau pokok permasalahan tertentu sehingga data tersebut dapat menghasilkan

informasi yang bermakna dan memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Soerjono

Soekanto Suatu analisis yuridis normatif dan hakekatnya menekankan pada

penggunaan metode deduktif sebagai pegangan utama dan metode induktif

sebagai tata kerja penunjang. Analisis yuridis normatif mempergunakan bahan-

bahan kepustakaan sebagai sumber data bagi penelitiannya.23 Adapun lankah-

langkahnya adalah sebagai berikut:

a) Pemeriksaan data.

b) Penandaan data.

c) Klasifikasi, melakukan klasifikasi terhadap data dan bahan hukum yang

telah terkumpul ke dalam permasalahan yang diteliti.

d) Penyusunan/sistematisasi data.

2. Penyajian data
Penyajian data adalah menampilkan data dengan cara memasukkan data

informasi yang tersusun untuk menarik suatu kesimpulam dalam pengambilan

tindakan. Penyajian dalam penelitian kualitatif adalah dalam bentuk teks naratif dan

deskriptif. Penyajian data merupakan tahap apa yang sedang terjadi dan

mengembangkan konsep, menghimpun fakta sehingga memunculkan penalaran

dialektika untuk dianalisa. Dengan penyajian data merupakan sekumpulan

22
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, Mataram University Press, (Juni 2020). Cetakan
pertama, halaman 126.
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta: Bhatara Karya Aksara,
2002). halaman 14.

22
informasi yang tersusun secara terperinci dan sistematis yang memberikan

kemungkinan untuk ditarik sebagai suatu kesimpulan.

3. Pengambilan kesimpulan

Mencari simpulan atas data yang direduksi dan disajikan bukanlah suatu

yang sederhana. Penalaran memiliki peran dalam memahami realitas hukum

untuk senantiasa berada pada jalur pemikiran yang logis dan metode yang

analitis sehingga permasalahan hukum dapat terurai dan menghasilkan problem

solving yang tepat.

23
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Aminah, Sitti dan Muhamad Daerobi. (2019). Paralegal adalah Pemberi Bantuan

Hukum. Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center.

Hanitijo, Ronny. (1988). Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Miller, Valerie dan Jane Covay. (1997). Pedoman Advokasi: Perencanaan,

Tindakan dan Refleksi. Boston: Institut Development Reserch. (Abdul

Hakim G. Nusantara, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005).

Muhaimin. (2020) Metode Penelitian Hukum. Mataram: University Press.

Soekanto, Soerjono. (2002). Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Bhatara Karya

Aksara.

Tengker, Aprilia S, Arif Yogiawa. (2018). Modul Pelatihan Paralegal Tingkat

Dasar. Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center.

Waluyo, Bambang. (2002). Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar

Grafika.

Wibowo, Kurniawan Tri. (2021). Etika Profesi dan Bantuan Hukum di Indonesia.

Surabaya: Pustaka Aksara.

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Kementrian Hukum dan HAM RI. (2021). Paraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia RI No 3 Tahun 2021 Tentang Paralegal dalam Pemberian

Bantuan Hukum.

24
UU R I No 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenant on Civil
and Political Rights (Kovenan Internasinal Tentang Hak-hak Sipil dan
Politik). (2005). 1–9.

UU R I No 39 Tahun 1999. Tentang Hak Asasi Manusia. (1999). 1–40.

UU RI No. 16 Tahun 2016. Tentang Bantuan Hukum.

UU RI No. 18 Tahun 2003. Tentang Advokat.

JURNAL
Astuti, Lestari Sri. (2020). Tanggung Jawab Negara Dalam Pemberian Bantuan

Hukum Ditinjau Dari Aspek Hukum Tata Negara. Jurnal Education and

Development - Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, Vol.8 No.1, 301-306

Fajriando, Hakki. (2020). Revisi UU Bantuan Hukum demi Meningkatkan

Pemenuhan Hak Korban untuk Mendapatkan Bantuan Hukum. Jurnal Ham,

volume 11, nomor 3. 467-483.

Fetri Aliza, N. (2018). Pendampingan Remaja Melalui Empowering Community

Psychology Untuk Meningkatkan Orientasi Masa Depan. Berdikari: Jurnal

Inovasi Dan Penerapan Ipteks, 6(2), 217–226.

Gunawan, Yordan dan M. Hafiz. (2021). Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat

Sebagai Wujud Pemenuhan Hak Asasi Manusia Berkelanjutan. Berdikari:

Jurnal Inovasi dan Penerapan Ipteks Vol.9 No.1, 88 dan 98.

Salda, M. (2020). Hak Bantuan Hukum Prodeo dalam Hukum Islam dan Hukum

Nasional, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 22, No. 1, 179–196.

25
Sianturi, Kristina Agustiani dan Ali Marwan. (2022). Keberadaan Paralegal dalam

Pemberian Bantuan Hukum (Kajian Putusan Mahkamah Agung Nomor 22

P/HUM/2018), Mahadi Indonesia Journal law, vol.1, no.1, 72-95.

Triwulandari, NiGusti Agung Ayu Mas. (2020). Problematika Pemberian Bantuan

Hukum Struktural dan Non Struktural Kaitannya dengan Asas Equality

Before the Law (Problematic Provision of Legal Assistance Structural and

Non-Structural Relation to The Basis of Equality Before the Law). Jurnal

Ilmiah Kebijakan Hukum, vol. 14, no. 3, 539–552.

Zainuri dan Dian Novita. (2021). Pendampingan Bantuan Hukum Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Jurnal

Abdiraja, volume 4, nomor 2, 47.

SKRIPSI

Afrida, Yus. (2022). Analisis Huukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Agung
No 22 P/HUM/2018 tentang Paralegal dalam pemberian bantuan hukum.
Lampung: UIN Raden Intan. 26.

Nabila. (2017). Peranan Lembaga Bantuan Hukum Makassar dalam Memberikan


Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma. UINAM, 77.

Wijaya, Apriski. (2019). kedudukan paralegal dalam penegakan hukum


Indonesia. Bengkulu: Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno. 67-68.
WEBSITE

Oktavira, Bernadetha Aurelia, “Makna Asas Equality Before the Law”, 17 maret

2022, https://www.hukumonline.com.

26

Anda mungkin juga menyukai