NASKAH AKADEMIK
i
ii
KATA PENGANTAR
iii
iv
DAFTAR ISI
iv
v
BAB VI PENUTUP
6.1. KESIMPULAN ................................................... 76
6.2. SARAN .............................................................. 78
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
2017:71).
2
3
pidana.
1
H.M.A.Kuffal,2004, Penerapan KUHAP Dalam Praktek Hukum,UMM Press, Malang
hlm.158
3
4
hukum).
hukum;
2
IGN. Ridwan Widyadharma, 2010, Profesional Hukum dalam Pemberian Bantuan
Hukum, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 26.
6
7
dipertanggungjawabkan.
materi muatan:
8
9
atas :
a. perda;
b. perkada;
c. PB KDH; dan
d. peraturan DPRD
yang menegaskan:
10
11
11
12
miskin di Pacitan?
NASKAH AKADEMIK
Miskin.
Miskin.
AKADEMIK
13
14
hukum itu;
3
Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan
Refleksi,Yayasan Obor, hal. 177-178
4
Langkah-langkah penelitian hukum tersebut merujuk pada Metode Penelitian Hukum berbasis
kajian sosio-legal, sebagaimana terangkum dalam Marhaendra Wija Atmaja, “Metode Penelitian
Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-undangan”,
Risalah Kuliah dalam Mata Kuliah Teori dan Perancangan Peraturan Perundang-undangan pada
Progran Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar,
2014, h. 12. Risalah ini merujuk pada Soelistyowati Irianto, “Memperkenalkan kajian soswio-
legal dan implikasi metodologisnya”, dalam Adriaan W. Bedner, dkk (Eds.), Kajian Sosio-Legal,
(Denpasar: Pustaka Larasan, 2012); dan Soelistyowati Irianto, “Praktik Penelitian Hukum:
Perspektif Sosiolegal”, dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, (Eds.), Metode Penelitian
Hukum: Knstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011)
14
15
berikut :5
5
Merujuk pada Miles dan Hubermas berdasarkan pemahaman Agus Salim, Teori &
Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h.
22-23; dan Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-
Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.
310-311.
16
17
hermeneutika hukum.
17
18
BAB II
6
Abdurrahman, 1983, Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia: Penerbit Cendana Press ,
Jakarta h.17-18
19
20
cuma-cuma;
masyarakat miskin;
7
Adnan Buyung Nasution, dkk.,2007,,Bantuan Hukum Akses Masyarakat
Marginal terhadap Keadilan, Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan
dan Perbandingan, LBH Jakarta, h.13
20
21
keadilan;
dapat dipertanggungjawabkan.
8
Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, Politik Hukum Dalam Pengakuan Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat Dengan Peraturan Daerah, Disertasi pada Program
Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya, h.21
22
23
Tabel 1
9
Lukman Hakim, 2012, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah Perspektif
Teori otonomi & Desentralisasi dalam Penyelengaraan Pemerintahan Negara
Hukum dan Kesatuan, Setara Press Malang , h. 126
23
24
pemberi mandate
tetap berwenang
untuk
melakukan
sendiri
wewenangnya
apabila ia
menginginkan
dan member
petunjuk kepada
mandataris
mengenai apa
yang
diinginkannya.
24
25
10
A Mukthei Fadjar, 2014, Teori-Teori Hukum Kontenporer, Setara Press (Kelompok
Penerbit Intrans) Malang h.8.
11 Jimly Asshiddiqie dan M Ali Safaat, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,
Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Makamah Konstitusi RI, Jakarta , h. 109.
25
26
dibawahnya.
Tabel 2
Landasan Uraian
dibentuk mempertimbangkan
13
Farida Maria, 1998, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta,hal. 25.
28
29
Negara.
29
30
14
B Arief Sidharta, 1996, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya bakti,Bandung, h.121
15
J.J.H. Bruggink, yang disunting oleh Arief Sidarta, 1996, Refleksi
Tentang Hukum, Citra Adytia Bhakti, Bandung, h. 123-133
30
31
materiil :
fundamental negara;
16
Ibid, h. 119-120
31
32
meliputi:
a. kejelasan tujuan
tepat
berwenang.
muatan
Perundang- undangan.
d. dapat dilaksanakan
f. kejelasan rumusan
pelaksanaannya.
g. Keterbukaan
undangan.
34
35
konstitusional.
masyarakat.
Masyarakat Miskin.
36
37
MASYARAKAT
kecamatan, yaitu:
1. Kecamtan Donorojo;
2. Kecamatan Punung;
3. Kecamatan Pringkuku;
4. Kecamatan Pacitan;
5. Kebonagung;
6. Kecamatan Arjosari;
37
38
7. Kecamatan Nawangan;
8. Kecamatan Bandar;
9. Kecamatan Tegalombo;
- 64 perkara
- 4 Gugatan
- 43 Gugatan Sederhana
40
41
2020
Rp. 296.271,-
- Rencana : 53.817
- Realisasi : 94,14 %
- Rencana : 10.763.400
- Realisasi : 94,77 %
hukum yakni:
negara;
kepada parlemen
masyarakat.
miskin;
43
44
perundang-undangan; dan
UUD 1945.
menyatakan bahwa :
secara cuma-cuma.
pemerintah.
miskin.
47
48
BAB III
48
49
atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar
Indonesia; dan
dipertanggungjawabkan.
49
50
1945
adalah :
Pasal 28 D :
50
51
Pasal 28F
51
52
terpercaya.
Pasal 28 G
52
53
Pasal 28H
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk
apapun.
53
54
diskriminatif itu.
Pemerintah.
Hukum. Pasal 28 I ayat (1), (2), (4), dan (5), sebagai pintu
54
55
hal, yaitu:
55
56
56
57
masyarakat.
dan
a. pendidikan;
b. kesehatan;
57
58
masyarakat; dan
f. sosial.
Hukum
Belanja Daerah.
Pasal 22
58
59
Peraturan Pemerintah
Pasal 19 :
59
60
60
61
BAB IV
61
62
nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika
pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik.
tunduk pada hukum. Hal ini tidak lain adalah untuk kepentingan
62
63
peraturan-peraturan hukum.
tidak memihak (fair dan impartial court). Hak ini merupakan hak
63
64
64
65
Indonesia.
65
66
dipertanggungjawabkan.
miskin.
66
67
67
68
Hukum Daerah.
menyebutkan:
Indonesia.
68
69
konstitusional mereka.
69
70
atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
ada.
70
71
(1) Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal
28I ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 34 ayat (1), ayat (2), dan
Tahun 1945;
Nomor 4967);
Nomor 5248);
71
72
72
73
BAB V
b. Pendanaan;
73
74
Bantuan Hukum.
74
75
menyelesaikannya.
menyelesaikannya.
2. Pendanaan;
c. Ketentuan Penutup
75
76
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
berikut:
76
77
77
78
yaitu:
b. Pendanaan;
6.2 Saran
78
79
79
80
DAFTAR PUSTAKA
80
81
Jimly Asshiddiqie dan M Ali Safaat, 2006, Teori Hans Kelsen tentang
Hukum, Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Makamah Konstitusi
RI, Jakarta , h. 109.
Hans Kelsen, General Theory of Law & State, with a new introduction
by A Javier Trevino, Trancaction Publiher New Brunswick (U.S.A.)
and London (U.K.0), h. 124.
81
82
82
-1-
LAMPIRAN
BUPATI PACITAN
PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI PACITAN,
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Pacitan.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pacitan.
3. Bupati adalah Bupati Pacitan.
4. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh
Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima
-6-
Bantuan Hukum.
5. Masyarakat miskin adalah orang perseorangan atau
sekelompok orang yang memiliki identitas kependudukan yang
sah di Provinsi Jawa Timur yang kondisi sosial ekonominya
dikatagorikan miskin dan dibuktikan dengan Kartu Keluarga
Miskin atau Surat Keterangan Miskin dari Lurah atau Kepala
Desa.
6. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga Bantuan Hukum
atau organisasi kemasyarakatan di Daerah yang memberi
layanan Bantuan Hukum berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Bantuan
Hukum.
7. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang
miskin yang berdomisili atau bertempat tinggal dan tercatat
sebagai penduduk di Daerah.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah APBD Kabupaten Pacitan beserta
dengan perubahannya.
9. Litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang
dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
10. Nonlitigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang
dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
Pasal 2
Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk:
a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum
untuk mendapatkan akses keadilan di Daerah;
b. mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai prinsip
-7-
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini yaitu penyelenggaraan
Bantuan Hukum yang sumber pendanaannya berasal dari APBD.
BAB III
PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan Bantuan Hukum dalam
bentuk fasilitasi anggaran Bantuan Hukum kepada Pemberi
Bantuan Hukum yang melaksanakan Bantuan Hukum
terhadap permasalahan hukum yang dihadapi Penerima
Bantuan Hukum.
(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perkara hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara
baik litigasi maupun non-litigasi.
-8-
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 5
(1) Bupati berwenang dalam penyelenggaraan Bantuan Hukum.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan
Bantuan Hukum; dan
b. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Bantuan
Hukum.
(3) Bupati dapat melimpahkan kewenangan penyelenggaraan
Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
perangkat daerah yang membidangi urusan hukum.
Bagian Ketiga
Pemberi Bantuan Hukum
Pasal 6
(1) Pemberi Bantuan Hukum harus memenuhi syarat sebagai
-9-
berikut:
a. berbadan hukum;
b. terakreditasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum.
(2) Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan permohonan
fasilitasi anggaran Bantuan Hukum kepada Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara
pengajuan permohonan fasilitasi anggaran Bantuan Hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Bupati.
Pasal 7
Pemberi Bantuan Hukum berhak:
a. mendapatkan bantuan pendanaan dalam menjalankan
tugasnya memberi bantuan hukum kepada Penerima Bantuan
Hukum;
b. mengeluarkan pernyataan dan/atau menyampaikan pendapat
dalam pelaksanaan tugasnya memberi bantuan hukum kepada
Penerima Bantuan Hukum dengan tetap berpedoman pada
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. mencari dan mendapatkan informasi, data, dan dokumen
lainnya baik dari instansi pemerintah maupun pihak lainnya
yang berhubungan dengan tugasnya; dan
d. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan
- 10 -
Pasal 8
(1) Dalam memberikan bantuan hukum, Pemberi Bantuan Hukum
wajib:
a. memberikan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan
Hukum hingga permasalahannya selesai atau telah ada
putusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap
perkaranya;
b. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau
keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum
berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani kecuali
ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. melayani Penerima Bantuan Hukum sesuai dengan prinsip
pelayanan publik;
d. melaporkan proses pemberian bantuan hukum kepada
Walikota melalui instansi;
e. menjalankan kewajiban lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f. memberikan perlakuan yang sama kepada Penerima
Bantuan Hukum tanpa membedakan jenis kelamin,
agama, kepercayaan, suku, dan pekerjaan serta latar
belakang politik; dan
g. dalam menjalankan tugas bersikap independen.
(2) Pemberi Bantuan Hukum yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
administratif.
- 11 -
Bagian Keempat
Penerima Bantuan Hukum
Pasal 9
Penerima Bantuan Hukum berhak:
a. mendapatkan bantuan hukum hingga perkara hukumnya
selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;
b. mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan
hukum dan/atau kode etik advokat;
c. mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma;
d. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemberian bantuan hukum;
e. mendapatkan layanan yang sesuai dengan prinsip pelayanan
publik; dan
f. mencabut surat kuasanya dengan sepengetahuan Pemberi
Bantuan Hukum.
- 12 -
Pasal 10
Penerima Bantuan Hukum wajib:
a. mengajukan permohonan kepada Pemberi Bantuan Hukum
untuk mendapatkan bantuan hukum;
b. menandatangani Surat Kuasa Khusus;
c. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara
secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum; dan
d. membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.
Bagian Kelima
Pemberian Bantuan Hukum
Pasal 11
(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, Penerima Bantuan
Hukum harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Permohonan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dengan persyaratan sebagai berikut:
a. identitas Penerima Bantuan Hukum;
b. uraian singkat tentang permasalahan hukum yang
dimohonkan;
c. data yang berkenaan dengan perkara;
d. surat keterangan miskin dari Lurah atau Kepala Desa atau
Pejabat yang berwenang di domisili Penerima Bantuan
Hukum; dan
e. surat kuasa jika permohonan diajukan oleh keluarga atau
kuasa.
(3) Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mampu menyusun
- 13 -
Pasal 12
(1) Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan
persyaratan dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
berkas permohonan bantuan hukum diterima.
(2) Dalam hal permohonan bantuan hukum telah memenuhi
persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan
kesediaan dan penolakan secara tertulis dalam jangka waktu
paling lama 3 (hari) kerja terhitung sejak permohonan
dinyatakan lengkap.
(3) Dalam hal permohonan bantuan hukum diterima, Penerima
Bantuan Hukum memberikan bantuan hukum berdasarkan
surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
(4) Dalam hal permohonan bantuan hukum ditolak, Pemberi
Bantuan Hukum wajib memberikan alasan penolakan secara
tertulis.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Bantuan
- 14 -
Bagian Keenam
Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi
Paragraf 1
Bantuan Hukum Litigasi
Pasal 14
(1) Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi dilakukan oleh
Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan
Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan
Hukum.
(2) Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah
Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dibanding banyaknya
jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum
dapat merekrut Paralegal, Dosen, dan Mahasiswa Fakultas
Hukum.
(3) Dalam melakukan pemberian bantuan hukum, Paralegal,
Dosen, dan Mahasiswa Fakultas Hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan bukti tertulis
pendampingan dari Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(4) Mahasiswa Fakultas Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus sudah lulus mata kuliah hukum acara.
- 15 -
Pasal 15
Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 meliputi:
a. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa mulai dari tingkat
penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara
pidana.
b. pendampingan dan/atau mewakili Penerima Bantuan Hukum
pada seluruh tahapan di persidangan dalam perkara perdata.
c. pendampingan dan/atau mewakili Penerima Bantuan Hukum
pada seluruh tahapan di persidangan dalam perkara tata
usaha negara.
Paragraf 2
Bantuan Hukum Nonlitigasi
Pasal 16
(1) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dilakukan oleh
Advokat, Paralegal, Dosen, dan Mahasiswa Fakultas Hukum
dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus
verifikasi dan akreditasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pemberian bantuan hukum secara Nonlitigasi meliputi
kegiatan:
a. penyuluhan hukum;
b. konsultasi hukum;
c. investigasi perkara;
d. penelitian hukum;
e. mediasi;
- 16 -
f. negosiasi;
g. pemberdayaan masyarakat;
h. pendampingan diluar pengadilan; dan/atau
i. pembuatan dokumen hukum.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian Bantuan
Hukum Litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan
Bantuan Hukum Non Litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB IV
PENDANAAN
Pasal 18
(1) Pendanaan bantuan hukum yang diperlukan dan digunakan
untuk penyelenggaraan bantuan hukum dibebankan kepada
APBD sesuai dengan kemampuan Pemerintah Daerah.
(2) Penyaluran dana Bantuan Hukum Litigasi dilakukan setelah
Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan Perkara pada setiap
tahapan proses beracara dan menyampaikan laporan yang
disertai dengan bukti pendukung.
(3) Tahapan proses beracara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan tahapan penanganan Perkara dalam:
a. kasus pidana, meliputi penyidikan, dan persidangan di
pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding,
persidangan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali;
b. kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan
- 17 -
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 19
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan
Bantuan Hukum.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
antara lain melalui:
- 18 -
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20
(1) Bupati melakukan pembinaan penyelenggaraan Bantuan
Hukum.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a. lembaga Bantuan Hukum atau organisasi kemasyarakatan
yang belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2) dan berkedudukan di Daerah; dan
b. masyarakat Daerah.
- 19 -
Pasal 21
(1) Bupati melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan agar penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai
dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bupati dapat membentuk tim pengawas
penyelenggaraan Bantuan Hukum.
(4) Pembentukan tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 22
Bupati dapat meneruskan temuan penyimpangan pemberian
Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum kepada
instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 20 -
Pasal 23
Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mendapatkan haknya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
bantuan hukum, Penerima Bantuan Hukum dapat melaporkan
Pemberi Bantuan Hukum kepada Bupati melalui Inspektorat, induk
organisasi Pemberi Bantuan Hukum, atau instansi lain yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 24
Dalam hal Advokat Pemberi Bantuan Hukum Litigasi tidak
melaksanakan pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 sampai dengan Perkaranya selesai atau mempunyai
kekuatan hukum tetap, Pemberi Bantuan Hukum wajib mencarikan
Advokat pengganti.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Daerah ini
diundangkan.
Pasal 26
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Pacitan
pada tanggal …
BUPATI PACITAN,
ttd.
…
Diundangkan di Pacitan
pada tanggal …
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PACITAN,
ttd.
….
Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2022 Nomor … Seri …
- 22 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN
I. UMUM
Sistem hukum Indonesia dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin adanya
persamaan dihadapan hukum (equlity before the law), sehingga
dalam Pasal 27 ayat (1) UUDN RI Tahun 1945 disebutkan
“Setiap warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum
dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah
negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan
melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk
hak atas bantuan hukum. Penyelenggaraan bantuan hukum
kepada warga negara, khususnya warga miskin,
merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai
implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi
serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan
akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di
hadapan hukum (equality before the law).
Berdasarkan hal tersebut, maka dibentuklah Peraturan
Daerah ini dalam rangka pemenuhan hak konstitusional
masyarakat miskin dan merupakan kelompok yang rentan
- 23 -
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
- 25 -
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.