Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

‘’ ASAS REKROAKTIF DAN NON REKROAKTIF ‘’


Dosen Pengampu : Lukman Hakim Harahap SH.,MHI
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK : 4
1. ADJI PRASETIA ( 0201192065 )
2. AHMAD SHOBRY BAMBAY ( 0201192067 )
3. MULYA HASBI ( 0201192070 )
4. NURI LUTHFIA ( 0201192068 )
5. WAHYUDA ( 0201192053 )
6. YOGO PRATAMA ( )

JURUSAN AKHWAL SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A. 2022 – 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
Saw yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik
maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
HUKUM INTERNASIONAL yang berjudul ‘’ ASAS REKROAKTIF NON
REKROAKTIF ‘’

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Medan , 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN ...........................................................................................1

A. Latar belakang............................................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN..............................................................................................2

A. Pengertian Asas Rekroaktif Dan Non Rekroaktif.......................................2


B. Sejarah Pemberlakuan Asas Rekroaktif Dan Non Rekroaktif......................
C. Tujuan Pemberlakuan Asas Rekroaktif Dan Non Rekroaktif.......................
D. Pro Kontra Pemberlakuan Asas Rekroaktif Dan Non Rekroaktif.................
E. Korehensi/Hubungan Asas Rekroaktif Dan Non Rekroaktif........................

BAB III

PENUTUP..........................................................................................................

A. Kesimpulan.....................................................................................................

B. Kritik dan Saran..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gagasan mengenai HAM telah ada sejak Panitia BPUPKI
mempersiapkan kemerdekaan. Disusul dengan masuknya HAM dalam UUD NRI
1945, kemudian lahirlah Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan
Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pada ketentuan
HAM tersebut terdapat pemberlakuan Asas Rettroaktif yang dikhususnya untuk
mengadili Pelaku Pelanggaran HAM di masalalu. Meskipun Asas Retroaktif
bertentangan dengan Asas Legalitas, namun pemberlakuannyadimungkinkan di
Indonesia dalam beberapa ketentuan. Asas Retroaktif merupakan kekecualian bagi
Asas Legalitas, sejarah kedua Asas tersebut berawal dari kehendak masyarakat untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada pada saat itu. Untuk itu Asas
Retroakif harus diberlakukan dengan batasan-batasan yang rigid dan limitative.
Sehingga pemberlakuan asas retroaktif tidak dilakukan
seluas-luasnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian asas rekroaktif dan non rekroaktif ?
2. Bagaimanakah sejarah pemberlakuan asas rekroaktif dan non rekroaktif ?
3. Apa sajakah Tujuan pemberlakuan asas rekroaktif dan non rekroaktif ?
4. Bagaiamana Pro kontra pemberlakuan asas rekroaktif dan non rekroaktif ?
5. Bagaimana Korehensi/hubungan asas rekroaktif dan non rekroaktif ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian asas rekroaktif dan non rekroaktif.
2. Mengetahui Sejarah pemberlakuan asas rekroaktif dan non rekroaktif.
3. Memahami Tujuan pemberlakuan asas rekroaktif dan non rekroaktif.
4. Memahami Pro kontra pemberlakuan asas rekroaktif dan non rekroktif.
5. Mengetahui Korehensi/hubungan asas rekroaktif dan non rekroaktif.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asas Retroaktif Dan Non RetroAktif


1. Asas Retroaktif
Istilah asas retroaktif mengandung dua kata pokok, yaitu “asas” dan “retroaktif”.
Secara etimologi, kata “asas” berasal dari bahasa arab asas yang salah satu artinya adalah
dasar yang diatasnya dibangun sesuatu (groundword) atau bagian pokok dan penting dari
suatu sistem atau objek (fundamental). Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa diantara arti “asas” adalah hukum dasar atau dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan
berfikir atau berpendapat). Kata “retroaktif” berasal dari bahasa latin “retroaactus” yang
artinya adalah “to drive back”. Dengan merujuk pada bentuk katanya retroaktif adalah
sebuah kata sifat yang berarti “bersifat surut berlakunya”, Pengertian asas retroaktif dari
segi etimologis adalah dasar yang menjadi tumpuan pemberlakuan suatu aturan secara
surut terhitung sejak tanggal diundangkannya.1
Makna yang terkandung dalam asas retro aktif adalah bahwa hukum dapat
menjangkau perbuatan pidana yang dilakukan sebelum sebuah perbuatan itu dilarang.
Pemberlakuan asas retroaktif dalam hukum pidana dilandasi pemikiran bahwa perbuatan
yang dihukum tersebut merupakan kejahatan yang dihukum tersebut merupakan kejahatan
luar biasa (extra ordinary crime) yang merusak sendi-sendi kemanusiaan. Dalam
prakteknya asas retroaktif pernah diterapkan dalam menghukum penjahat perang yang
dianggap melakukan kejahatan internasional pada pengadilan HAM ad Hoc di Nuremberg
(1946), Tokyo (1948), Rwanda dan Yugoslavia.2

2. Asas Non-Retroaktif
Asas non Retroaktif adalah asas yang pada dasarnya mengandung prinsip bahwa
seseorang tidak dapat dihukum atas hukum yang ada sebelum perbuatan pidana itu
dilakukan. Pendeknya asas non-retroaktif tidak menghendaki seseorang dihukum
berdasarkan hukum yang berlaku surut. Dalam istilah hukum asas non-retroaktif
diidentikan dengan asas legalitas yang memiliki makna yang sama. Asas non-retroaktif
dalam hukum pidana merupakan asas paling mendasar yang diakui oleh semua sistem
hukum didunia. Asas non-retroaktif yang menghendaki tidak diberlakukannya hukum

1
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2011), hal 73
2
Muh. Risnain, Hukum Internasional Dan Kepentingan Nasional Indonesia, (Mataram: Sanabil, 2020), hal 48

2
yang berlaku surut sesungguhnya bersal dari konsep Bill of right virginia tahun 1776 yang
menentukan bahwa tidak diperbolehkannya menghukum seseorang selain dari adanya
undang-undang. Dalam konteks hukum pidana Internasional asas non-retroaktif juga
merupakan asas dalam berbagai konvensi Internasional yang mengatur tentang HAM.
Dalam pasal 15 ayat (2) Deklarasi Umum Hak asasi Manusia (UDHR) dan pasal 15
konvenan Hak Sipil dan Politik (International Convenant on civil and Political Right), juga
mengakui hak untuk tidak dihukum berdasarkan hukum yang berlaku surut diakui
eksistensinya.3

B. Sejarah Pemberlakuan Asas Rekroaktif Dan Non Rekroaktif

Mengenai pemberlakuan Asas Retroaktif sebenarnya tidak diperbolehkan di Indonesia


mengingat pasal 28 I UUD NRI 1945 dan ketentuan Asas Legalitas. Namun asas retroaktif
secara jelas telah diberlakukan pada UU HAM dan UU Pengadilan HAM.

Namun dikarenakan adanya desakan rakyat dan mengepung gedung DPR semangat untuk
menegakkan HAM semakin tinggi, namun pada saat itu diwarnai berbagai pelanggaran
HAM Berat. Dan pada akhirnya fraksi-fraksi di DPR RI menyetujui adanya pemberlakuan
Retroaktif dengan alasan pelanggaran HAM adalah tindak pidana yang berbeda dengan
tindak pidana biasa. Dan ini hanya di khususkan untuk pelanggaran HAM Berat mengenai
kejahatan manusi.4
Sejarah timbulnya Asas Non retroaktif Dikarenakan adanya tindakan-tindakan mengenai
pengurangan Undang-Undang HAM maka, Menurut Wirjono seorang pakar Ilmu Hukum
menjelaskan, dibuatlah larangan keberlakuan undang-undang surut bertujuan untuk
menegakkan kepastian hukum bagi masyarakat, yang selayaknya ia harus tahu perbuatan
apa yang merupakan tindak pidana atau bukan tindak pidana.
Pada dasarnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sebagaimana yang
termuat dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Asas ini
dikenal dengan asas non-retroaktif, yaitu asas yang melarang berlaku surut dari suatu
undang-undang.

C. Tujuan Pemberlakuan Asas Rekroaktif Dan Non Rekroaktif


3
Ibid, hal 52
4
Fadhilah, A. I. (2015). Pemberlakuan Asas Retroaktif Dalam Pelanggaran Berat Terhadap Hak Asasi
Manusia Di Indonesia (Doctoral dissertation, Brawijaya University).

3
1. Tujuan pemberlakuan asas retroaktif

Pemberlakuan asas retroaktif merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh


Pemerintah untuk ikut memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak
asasi manusia memberi perlindungan, kepastiaan, keadilan perasaan aman kepada orang
perorangan ataupun masyarakat.

2. Tujuan pemberlakuan asas non retroaktif

Tujuan pemberlakuan asas non retroaktif ialah, agar para penguasa tidak secara
sewenang-wenang membuat hukum untuk menghukum warganya.

D. Pro Kontra Pemberlakuan Asas Retroaktif Dan Non Rekroaktif Di Indonesia.


1. Pro Kontra Pemberlakuan Asas Retroaktif

Pemberakuan Asas Retroaktif di Indonesia dibatasi oleh beberapa teori karena sistem
hukum yang dianut Indonesia yakni civil law system yang menjadikan peraturan tertulis
sebagai sumber hukum utama. Hal itu menjadikan asas legalitas menjadi asas paling
fundamental dan tidak dapat disimpangi. Namun beberapaperistiwa besar yang terjadi di
Indonesia, memaksa negeri ini untuk memberlakukan hukum secara surut. Peristiwa-peritiwa
tersebut antara lain adalah Kasus Pelanggaran HAM Berat di Tanjung Priok, Pelanggaran
HAM berat di Timor-Timur dan kasus Bom Bali I dan II. Setelah kasus-kasus tersebut
ditangani dan diselesaikan secara retroaktif, bermunculan pendapat yang kontra dengan
pemberlakuan asas tersebut. Namun beberapa ahli juga mengutarakan persetujuannya untuk
diberlakukan Asas Retroaktif terhadap beberapa kasus.

Seperti yang telah dibahas di poin sebelumnya bahwa Asas Retroatif secara normatif
tidak memiliki kedudukan yang kuat, terlebih jika diberlakukan di Indonesia. Ketentuan-
ketentuan pada KUHP maupun Undang-Undang yang memberlakukan Asas ini, masih
memerlukan penafsiran yang mendalam ketika akan memberlakukan Asas Retroaktif.
Misalnya seperti ketentuan pasal 103 KUHP yang mengatur tentang asas lex specialis
derogate legi generalis. Demikian juga dengan pasal 1 ayat (2) KUHP yang mengatur tentang
jika terjadi perubahan Undang-undang. Hal ini membuat kedudukan Asas retroaktif dalam
Hukum Pidana Indonesia tidak kuat seperti Asas Legalitas. Namun melihat Pemberlakuan
Asas Retroaktif dalam Praktek, Asas ini tidak sepenuhnya dilarang.

Meskipun Asas Retroaktif telah dimungkinkan terjadi, pemberlakuannya tetap


harus se-rigid dan se-limitative mungkin. Adapun batasan-batasan yang perlu digunakan
saat memberlakukan Asas Retroaktif telah ditulis oleh beberapa peneliti sebelumnya.

4
Namun ada beberapa hal yang perlu diingat dan ditekankan saat memberlakukan Asas
Retroaktif. Dari uraian di atas, maka konsep Pemberlakuan Asas Retroaktif dalam
Hukum Pidana maupun pada Konsep Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut:

1. Memperjelas substansi dalam ketentuan Undang-Undang mengenai Pemberlakuan


Asas Retroaktif berkenaan dengan Tindak pidana yang dapat dikualifikasikan.

2. Menyegerakan proses peradilan bagi pelaku, meskipun tidak diatur batas waktu
mundur terhadap tindak pidana HAM Berat. Pada praktek kebiasaan Internasional, jarak
berlaku mundur tidak dibatasi karena akan dibatasi secara alamiah. Seperti yang
terdapat pada Pengadilan Nuremberg Jerman yang terjadi pada tahun 1930 dan diadili
padatahun 1945. Pelanggaran HAM Berat di Tokyo terjadi pada tahun 1937 dan diadili
pada tahun 1945. Demikian pula dengan Pengadilan Bekas Negara Yugoslavia dimana
terjadi Pelanggaran Ham Berat pada tahun 19991 dan diadili pada tahun 1999.
Pelanggaran HAM Berat di Rwanda terjadi pada tahun 1990 dan diadili pada tahun
1995 karena ada insiden matinya Presiden Rwanda tahun 1994.

3. Kasus HAM Berat sarat dengan kepentingan politik, Aparat Negara maupun Aparat
Penegak hukum harus mampu menguasai materi tindak pidana HAM Berat. Hal ini
bertujuan untuk memisahkan antara fakta hukum dan fakta politik. Selain itu berguna
untuk mengindari praktek Peradilan yang baik dan tepat.

4. Mensejajarkan Hak Asasi Manusia dan Kewajiban dasar manusia sebagai upaya
mencari keadilan.

Dengan demikian Asas Retroaktif dapat diberlakukan pada Hukum Pidana maupun
Kasus Pelanggaran HAk Asas manusia. Jika batasan yang diberlakukan telah jelas,
maka bila asas rettroaktif diperlukan kembali untuk mengadil suatu kasus yang baru,
tidak memerlukan lagi perdebatan yang panjang. Serta pro dan kontra dalam
memberlakukan Asas retroaktif dapat diperjelas. Namun pembelakuan Asas retroaktif
patut dibatasi dan digunakan disaat Negara dalam keadaan yang mendesak atau darurat.

2. Pro Kontra Pemberlakuan Asas Non Retroaktif di Indonesia.

Dalam hukum pidana Indonesia, asas legalitas terdapat pada Pasal 1 ayat (1) KUHP
yang menyatakan “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan
pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Asas
ini terbagi dalam tiga hal, yaitu Nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan
undang-undang), Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa kejahatan) dan Nullum

5
crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-
undang). pasal ini berisi 2 (dua) hal,

pertama, suatu tindak pidana harus dirumuskan atau disebutkan dalam peraturan perundang-
undangan;

kedua, peraturan perundang-undangan ini harus ada sebelum terjadinya tindak pidana .

satu konsekuensi dari ketentuan dari pasal tersebut adalah larangan memberlakukan surut
suatu perundang-undangan pidana (non retroaktif). Pemberlakuan surut diijinkan jika sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP. Larangan pemberlakuan asas retroaktif ini
didasarkan pada pemikiran:

1. Untuk menjamin kebebasan individu dari kesewenang-wenangan penguasa

2. Pidana itu juga sebagai paksaan psikis (teori psychologische dwang dari Anselm von
Feurebach). Dengan adanya ancaman pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana,
penguasa berusaha mempengaruhi jiwa si calon pembuat untuk tidak berbuat.

E. Asas Retroaktif Dan Kaitannya Dengan Asas Non Retroaktif

Prinsip nullum delictum pada pasal 1ayat 1 KUHP menggariskan secara mutlak
bahwa seseorang baru dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan pidana,apabila perbuatan
yang d perbuat tersebut.terlebih dahulu dalam undang-undang dan dinyatakan sebagai suatu
perbuatan yang di larang di lakukan dan perbuatan tersebut di larang di lakukan oleh
seseorang dan akan di ancam pidana bagi siapa yang melakukannya.

Dan pada pasal 1 ayat 2 KUHP menyebutkan bahwa jika ada perubahan dalam
perundang- undangan setelah perbuatan itu di lakukan,maka terdakwa akan di berikan
ketentuan yang paling menguntungkan atau hukuman yang paling ringan.

Ketentuan ini sangat logis karna pasal 1 ayat 1 pun yang memuat asas undang-undang
tidak berlaku surut,itu bermaksud untuk melindungi kepentingan orang orang dari perbuatan
sewenang wenang penguasa.dan dengan sendirinya ketentuan tersebut di muka bermaksud
senada dengan itu.

6
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penerapan asas non retroaktif dalam Statuta Roma 1998 apabila dikaitkan dengan asal
mula kemunculan asas non retroaktif (legalitas) yang berasal dari ajaran klasik Von
Feurbach dipandang tidak sesuai untuk kejahatan luarbiasa karena ajaran Von
Feurbach tentang asas legalitas semata-mata untuk kepentingan individu dari
kesewenang-wenangan pemerintah Negara (hubungan antara rakyat dan
pemerintah/penguasa), sementara Statuta Roma dengan yurisdiksi kriminalnya
sebenarnya telah memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan umat manusia.
Digunakannya asas non retroaktif dalam statuta Roma 1998 juga tidak sesuai dengan
ajaran hukum alam dan kebiasaan internasional yang sudah dilakukan oleh pengadilan
internasional terdahulu.  Dalam tataran internasional diterapkannya asas non retroaktif
dalam statuta akan berakibat tidak diakuinya putusan Mahkmah Militer terdahulu
yang menerapkan asas retroaktif. Sementara dalam tataran nasional, apabila Indonesia
meratifikasi Statuta Roma 1998 maka asas retroaktif harus dihapus dari undang-
undang nasional misalnya undang-undang No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia hal ini tentu akan menjadi kemunduran bagi penegakan hukum untuk
mengadili pelaku kejahatan kemanusiaan di masa lalu.

B. KRITIK DAN SARAN


Penulis menyadari makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah yang
berpedoman pada kritik yang membangun dari para pembaca.

7
DAFTAR PUSTAKA
https://hukum.untan.ac.id/tinjauan-asas-non-retroaktif-legalitas-dalam-statuta-roma-1998/
Fadhilah, A. I. (2015). Pemberlakuan Asas Retroaktif Dalam Pelanggaran Berat Terhadap Hak Asasi
Manusia Di Indonesia (Doctoral dissertation, Brawijaya University).
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2011.
Muh. Risnain, Hukum Internasional Dan Kepentingan Nasional Indonesia, Mataram: Sanabil, 2020.

Anda mungkin juga menyukai