Anda di halaman 1dari 8

HUKUM EKONOMI SYARIAH

”Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Sebagai Sumber Hukum Materiil Di Indonesia”

Dosen Pengampuh : Mahmudah Mulia Muhammad, S,E, M.E

Oleh:

LATHIFATUL AQHFA (11000121064)


RINI (11000121065)
KHAERUL ANAM (11000121023)
ASHABUL KAHFI (11000121022)

HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR

2022

1
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH……………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………………………………

B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................................

C. TUJUAN PENULISAN………………………………………………............................................

D. MANFAAT PENULISAN…………………………………………….....................................

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….

A PENGERTIAN HUKUM……………………………………………………………………….

B. SUMBER HUKUM MATERIIL………………………………………………………………

C. SUMBER-SUMBER KHES…………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………

A. KESIMPULAN………………………………………………………………………………….

B. SARAN…………………………………………………………………………………………..

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalwat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan
kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Hukum Ekonomi
Syariah. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan
referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi
bahan makalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Gowa, September 2022

Kelompok V

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Perjalanan Awal Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah


Lahirnya KHES tersebut berawal dari terbitnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006
Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
(UUPA). Undang-Undang No.3 Tahun 2006 ini memperluas kewenangan Pengadilan Agama
sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan umat Islam di Indonesia saat ini. Dengan
perluasan kewenangan tersebut, kini Pengadilan Agama tidak hanya memiliki kewenangan
dalam menyelesaikan sengketa di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan
shadaqah saja, melainkan juga menangani permohonan pengangkatan anak (adopsi) dan
menyelesaikan sengketa dalam zakat, infaq, serta sengketa hak milik dan keperdataan lainnya
antara sesama muslim, dan ekonomi syariah. Belakangan, telah terjadi gejala baru dalam politik
hukum nasional di mana hukum Islam semakin mendapatkan tempat yang sangat luas dalam sistem
hukum dan perundang-undangan nasional. Kalau dibandingkan dengan tahun 1988-1990-an ketika
KHI disusun, iklimnya sudah jauh berbeda. Pada waktu itu banyak orang yang keberatan dan
mengkritik secara pedas terhadap upaya perumusan KHI karena dibayang-bayangi dengan upaya
pemberlakuan Syariat Islam di Indonesia. Untuk konteks sekarang, kritik itu hampir tidak ada,
padahal perluasan wewenang Pengadilan Agama ke dalam Hukum Ekonomi Syariah (HES) termasuk
lebih luas wilayahnya dan lebih bersifat keduniawian. Hal itu berbeda dengan hukum keluarga dalam
KHI yang sudah menjadi kenyataan sosiologis dalam kehidupan umat Islam sejak lama karena
dimensi ‟ubudiyyahnya yang lebih kuat. Mungkin salah satu faktornya adalah gerakan ”islamisasi”
ilmu pengetahuan dan praktek kehidupan umat Islam belakangan ini yang semakin massif. Disamping
itu, banyaknya umat Islam yang peduli terhadap pemberlakuan hukum Islam di Indonesia di
gelanggang politik dan lembagalembaga tinggi negara juga tidak dinafikan perannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada pembahasan saya yaitu:

 Apa itu pengertian sumber hukum


 Apa itu Sumber Hukum Materiil
 Apa itu sumber-sumber KHES

C. TUJUAN

 Untuk Mengetahui definisi Hukum


 Mengetahui definisi Hukum Materiil
 Untuk mengetahui sumber-sumber Hukum
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan dari makalah ini yaitu agar pembaca dapat menambah ilmu
pengetahuan mengenai Kompilasi hukum ekonomi syariah sehingga diharapkan baik
4
bagi pembaca maupun kami selaku penulis agar dapat memahami lebih dalam
mengenal lingkup dunia KHES

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum
Hukum berkaitan erat dengan kepastian. Hukum hendak menciptakan kepastian dalam
mengatur hubungan antara orang-orang yang ada di dalam masyarakat. Masalah kepastian
hukum tersebut berkaitan erat dengan masalah dari mana hukum itu berasal.
Pengertian sumber hukum menurut C.S.T. Kansil adalah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-
aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Bagir Manan memiliki pandangan yang berbeda dengan Kansil. Menurut Bagir Manan
dalam mengartikan apa itu sumber hukum harus memerlukan kehati-hatian, tanpa kehati-
hatian dan kecermatan yang mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan sumber hukum
dapat menimbulkan kekeliruan, bahkan menyesatkan.
Sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat melihat bentuk perwujudan hukum.
Sumber hukum dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan atau
melahirkan hukum sehingga menimbulkan kekuatan hukum mengikat. Yang dimaksud
dengan segala sesuatu adalah faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya hukum, dari mana
hukum ditemukan atau dari mana berasalnya isi norma hukum. Ringkasnya, sumber hukum
adalah asal mula hukum
B. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat atau asal mula dari mana hukum itu diambil.
Sumber hukum materiil berkaitan erat dengan keyakinan atau perasaan hukum individu dan
pendapat umum yang menentukan isi hukum. Keyakinan atau perasaan hukum individu
(anggota masyarakat) dan pendapat hukum (legal opinion) dapat menjadi sumber hukum
materiil. Selain itu sumber hukum materiil bisa juga berupa hal-hal yang mempengaruhi
pembentukan hukum seperti pandangan hidup, hubungan sosial dan politik, situasi ekonomi,
corak, peradaban (agama dan kebudayaan) serta letak geografis dan konfigurasi internasional.
Undang-undang dalam arti material berarti setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya
disebut undang-undang, yaitu tiap-tiap keputusan pemerintah, yang menetapkan peraturan-
peraturan yang mengikat secara umum atau dengan kata lain peraturan-peraturan hukum
objektif. Undang-undang dalam arti formal berarti keputusan pemerintah yang memperoleh
nama undang-undang karena bentuk, dalam mana ia timbul. Undang-undang dalam arti
formal biasanya memuat peraturan-peraturan hukum dan biasanya sekaligus merupakan
undang-undang dalam arti material. Di Indonesia pengertian undang-undang dalam arti
formal mengacu pada ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan
Rakyat, sedangkan undang-undang dalam arti material adalah setiap keputusan pemerintah
yang menurut isinya memiliki sifat mengikat langsung bagi setiap penduduk.

5
Implementasi hukum syariah di Indonesia sebenarnya sudah diterapkan dalam Hukum positif
sejak Orde lama, dan banyak menyangkut lingkup hukum perdata, seperti Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, Undang-Undang Nomor 17 dan 38 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
dan Pengelolaan Zakat, dan lainnya (Abdul Mughits dalam Jurnal AL-MAWARID Edisi
XVIII, 2008).

Hukum Syariah di Indonesia menjadi salah satu instrumen penting sebagai sumber dan acuan
hukum nasional. KHES disusun sebagai respon terhadap UU No.3 Th. 2006 terkait dengan
perubahan atas UU No.7 tahun 1999 tentang Peradilan Agama terkait dengan perluasan
wewenang peradilan agama sehubungan dengan Hukum Ekonomi Syariah. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah (KHES) mempunyai fungsi yang sama dengan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yaitu bukan merupakan sumber hukum formil (seperti UUD 45, UU, PERPU,
PERDA, dan sebagainya), namun KHES dapat dijadikan sebagai pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara hukum alias berperan sebagai sumber hukum materiil apabila hakim
menggunakannya. Hanya saja perbedaaannya adalah pada cakupan materinya: jika KHES
lebih pada pembahasan hukum ekonomi syariah, atau hukum bisnis syariah (muamalah
maaliyyah), sedangkan KHI membahas hukum keluarga (akhwal syakhsiyyah), (AA
Amarudin Mumtaz dalam Kompasiana, 19 Juni 2015).

C. Sumber-sumber Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Yang dimaksud sumber-sumber hukum di sini adalah sumber hukum Islam dan sumber
lainnya yang dijadikan rujukan dalam penyusunan KHES. Sebagaimana dimaklumi, bahwa
sumber hukum Islam itu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

(1) sumber-sumber hukum yang disepakati (masadir al-ahkam al-muttafaq ’alaiha) atau
sering disebut sumber-sumber utama, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas; dan

(2) sumber-sumber hukum yang diperselisihkan (masadir al-ahkam al-mukhtalaf fiha), yaitu
Istihsan, Istislah (al-Maslahah al-Mursalah), Zara’i’, ’Urf, Istishab, Mazhab Sahabi, Syar’un
Man Qablana, dan Dalalah al-Iqtiran.

Dalam penyusunan KHES, nampak sekali telah merujuk ke banyak sumber, di


samping sumber-sumber pokok juga sumber-sumber pendukung. Perujukan kepada Al-
Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas dapat dilihat secara general dari ketentuan-ketentuan
tentang harta, akad, jual beli, jual beli salam, dll. sudah cukup menunjukkan kepadanya.
Adapun perujukan terhadap sumber-sumber yang diperselisihkan, dapat dilihat dari kasus per
kasus. Dalam penggunaan dalil istihsan26 dapat dilihat dari kebolehan jual beli

Jadi pada dasarnya, KHES mengacu kepada sumber-sumber hukum Islam yang sudah
populer, dari sumber-sumber primer sampai sumber-sumber skunder. Artinya dalam
perspektif fiqh mazhabi, KHES telah mengakomodir dari semua mazhab yang mempunyai
mtode istidlal yang berbeda-beda. Meskipun dalam wilayah ibadah mayorits umat Islam
nusantara, bahkan Asia Tenggara menganut mazhab Syafi’i27 tetapi dalam urusan muamalat
cenderung berwarna eklektik. Kalau disadari banyak sekali praktek muamalat oleh umat
Islam Indonesia ini yang mengacu kepada mazhab atau dalil yang lebih longgar, seperti

6
mazhab Hanafi, Maliki dan ulama Hanabilah (bukan Imam Ahmad-nya), meskipun dalam
urusan ibadah mengikuti—misalnya—mazhab Syafi’i yang cenderung ”rigit” dan terkenal
metode ihtiyat-nya.28 Sehingga penyusunan KHES dapat disebut sebagai media refleksi fiqh
mazhabi dan metodologi hukum Islam untuk konteks ke-Indonesia-an. Secara metodologis
(usuli), talfiq (eklektik) dalam istidlal atau dalam mazhab fiqh itu dibenarkan jika dalam
konteks memilih dalil (istidlal) yang lebih kuat. Yang tidak boleh adalah jika talfiq itu
dilakukan dengan alasan mencari format hukum yang paling mudah dan sesuai dengan
kepentingannya.29 Disamping itu, ada beberapa pasal yang terkait sekali dengan fatwafatwa
DSN, baik dalam formula yang hampir sama ataupun merujuk sebagian saja. Keterkaitan itu
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Secara sosiologis, KHES
disusun sebagai respon terhadap perkembangan baru dalam hukum mu’amalat dalam bentuk
praktek-praktek ekonomi Syari’ah melalui LKS-LKS yang memerlukan payung hukum.
Secara konstitusional, KHES disusun sebagai respon terhadap UU No. 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UUPA), yang memperluas
kewenangan PA, seperti Hukum Ekonomi Syari’ah. Dengan kata lain, KHES merupakan
upaya ”positifisasi” hukum muamalat dalam kehidupan umat Islam di Indonesia yang secara
konstitusional sudah dijamin oleh sisitem konstitusi Indonesia. KHES merupakan produk
pemikiran fikih Indonesia dalam bidang ekonomi (muamalat). Dalam tingakatannya sebagai
produk pemikiran, maka fikih itu bersifat zanni dan tidak mengikat setiap muslim, tetapi
ketika dipositifkan maka mengikat setiap umat Islam. Dalam pembuatan hukum perlu
mengakomodir kenyataan sosiologis umat Islam, terutama dalam hukum-hukum yang lebih
dominan dimensi sosiologisnya (duniawinya), seperti Hukum Ekonomi Syari’ah. KHES juga
bagian dari produk ijtihad secara kolektif (ijtihad jama’i) karena melibatkan banyak kalangan
(ahli). Dalam ijtihad jama’i tidak mengharuskan semua orang telah menguasai hukum Islam
atau memenuhi persyaratan sebagai mujtahid, tetapi cukup menguasai dalam bidangnya.
Hanya saja, dalam penyusunan KHES hanya mengakomodir sebagian kecil umat Islam dan
para pakar, berbeda dalam penyusunan KHI sebelumnya.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, bentuk penyusunan
maupun materinya memiliki kekurangan dan masih memerlukan tambahan dari pembaca,
baik itu dari segi referensi ataupun tulisannya. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah selanjutnya.
Khususnya kepada Ibu/bapak dosen kami mohon selalu bimbingan dan arahannya, apabila
dalam pemaparan makalah ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca umumnya, dan bagi kami pemakalah khususnya.

7
8

Anda mungkin juga menyukai