Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Teori Perundang-Undangan”

Makalah Ini Dibuat Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah “Legal Drafting.”

Dosen Pengampu :

H. M. Afif Bizri S. H, M. Hum

Disusun Oleh

Kelompok : 5

Alawiah (2021110852)
Pitriyana (2021110861)
Nensi Sriwahyuni (2021110856)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

2023 M/1444
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat meyelesaikan
makalah yang berjudul “Teori Perundang-Undangan.” Shalawat serta salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para
sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman. Dengan
segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengajar
selaku Mata Kuliah Legal Drafting yaitu: H. M. Afif Bizri S. H, M. Hum, yang
telah memberikan mimbingan serta arahan kepada para penulis dalam upaya
pembuatan makalah ini.

Namun mengingat adanya kekeliruan atau kekurangan, maka dengan


senang hati penulis menerima saran maupun kritik serta masukan dari pembaca,
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi
kami khususnya. Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat adanya. Aamiin Ya Rabbal Aalamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Hulu Sungai Selatan, 20 - Maret -2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................2

A. Pengertian Teori Perundang-Undangan .................................................... 2

B. Ruang Lingkup Teori Perundang-Undangan………………….………….4

BAB III PENUTUP ................................................................................................8

A. Kesimpulan ............................................................................................... 8

B. Saran ......................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori perundang-undangan merupakan salah satu teori hukum yang


sangat penting dan memegang peranan besar dalam pembentukan dan
pemberlakuan hukum di suatu negara. Teori ini berkaitan dengan cara-cara
untuk menghasilkan peraturan perundang-undangan yang baik dan efektif,
serta bagaimana cara untuk menjalankan dan menegakkan hukum dengan
benar dan adil. Teori Perundang-Undangan merupakan suatu peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dibentuk
atau terbentuk oleh lembaga atau pejabat Negara, yang memiliki
wewenang melalui prosedur yang diterapkan dalam peraturan Perundang-
Undangan.

Dalam konteks Indonesia, teori perundang-undangan sangat


relevan mengingat Indonesia adalah negara hukum yang menerapkan
sistem perundang-undangan untuk mengatur kehidupan masyarakatnya.
Oleh karena itu, pemahaman dan pengembangan teori perundang-
undangan sangat penting untuk memastikan bahwa peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan dapat memberikan perlindungan dan keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Mengenai Teori Perundang-Undangan ?
2. Jelaskan Mengenai Ruang Lingkup Teori Perundang-Undangan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Mengenai Pengertian Teori Perundang-Undangan
2. Untuk Mengetahui Mengenai Ruang Lingkup Teori Perundang-
Undangan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Perundang Undangan

Teori (berasal dari kata theoriai). Merujuk kepada pendapat Jan Gijsslels
dan Mark Van Hoecke, yakni suatu kegiatan Kreatif yang merujuk pada suatu
kompleks hipotesis untuk menjelaskan suatu kompleksitas. 1 Terlepas dari hal
demikian, konsentrasi kajian dalam Ilmu pengetahuan Perundang undangan, di
gunakan istilah-istilah yang telah mapan sacara teoritis berdasarkan kognitifikasi
dan disertai dengan uraian-uraian dari para ahli untuk mempelajari dan mendekati
permasalahan dari kajian Gesetzgebungsswissensschaft.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, menurut Krems, ilmu


pengetahuan Perundang Undangan (Gesetzgebungsswissensschaft.) terbagi
menjadi dua (dua) yaitu, 1). Teori Perundang Undangan (Gessetzgebungstheori),
yang orientasinya untuk mencari kejelasan ataupun kejernihan pengertian-
pengertian dan bersifat kognitif. Dan, 2). Ilmu Perundang Undangan
(Gesetzgebungslehre), yang orientasinya melakukan suatu perbuatan dalam hal
pembentukan peraturan Perundang Undangan, dan bersifat Normatif, yang terbagi
lagi atas proses, metode dan Teknik Perundang Undangan.

Teori Perundang Undangan (Gessetzgebungstheori), sebagaimana


diuraikan oleh Krems, mengkaji secara kognitif tentang kejelasan makna dan
kejernihan pengertian-pengertian. Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa teori
perundang undangan hanya sebatas dalam mengkaji kejelasan pengertian-
pengertian semata. Perlu diketahui juga bahwa meskipun teori perundang
undangan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan perundang undangan, akan
tetapi teori perundang undangan bukanlah peraturan perundang undangan.2

1
A. Sakti Ramadhon Syah, PERUNDANG UNDANGAN INDONESIA Kajian Mengenai
Ilmu dan Teori Perundang Undangan Serta Pembentukannya. hlm, 18
2
A. Sakti Ramadhon Syah, PERUNDANG UNDANGAN INDONESIA. hlm, 20

2
Pada dasarnya teori perundang undangan mulai bekerja secara kognitif,
manakala terjadi permasalahan dalam ilmu perundang undangan. Teori perundang
undangan menyediakan konstruksi berpikir teoritis mengenai bagaimana ideal dari
perundang undangan, oleh karena itu ilmu pengetahuan perundang undangan
mengkaji tentang peraturan negara, menurut Attamimi, 3 dengan merujuk pada
system di Indonesia, teori perundang undangan mengkaji:

1. System pemerintahan negara dan system pembentukan peraturan negara di


Indonesia serta perbadingannya dengan negara lain.
2. Hakikat perundang undangan yang lahir dari kekuasaan perundang
undangan (pouvoi legislatif), kekuasaan kepala negara atau sekaligus
merangkap sebagai kepala pemerintahan (pouvoir reglementaire), serta
yang lahir dari eksekutif (pouvoir executive).
3. Perbedaan undang undang Indonesia yang menetapkan peraturan berlaku
umum (wetgeving) dengan yang menetapkan anggaran negara
(staatsbegroting).
4. Mengetahui materi muatan khas bagi undang undang Indonesia secara
lebih dalam dan cara menemukannya.
5. Pemahaman tentang ‘het wetsbegrif’ yang dianut dalam UUD NRI 1945.

Burkhard Krems, sebagaimana dikutip oleh Attamimi, menyatakan


pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi kegiatan yang berhubungan
dengan misi atau substansi peraturan, metode pembentukan serta proses dan
prosedur pembentukan peraturan. Setiap bagian kegiatan tersebut harus memenuhi
persyaratan-persyaratannya sendiri agar produk hukum tersebut dapat berlaku
sebagaiamana mestinya,baik secara Yuridis, Politis maupun Sosiologis. Oleh
karena itu, menurut Kerms tersebut, pembentukan perundang-undangan bukanlah
merupakan kegiatan Yuridis semata, melainkan suatu kegiatan yang bersifat
interdisipliner. Artinya, setiap Aktivitas pembentukan peraturan perundang

3
A. Sakti Ramadhon Syah, PERUNDANG UNDANGAN INDONESIA hlm, 20

3
undangan memerlukan bantuan ilmu-ilmu tersebut agar produk hukum yang
dihasilkan dapat diterima dan mendapat pengakuan dari mayarakat

B. Ruang Lingkup Teori Perundang-Undangan

Teori Hierarki merupakan teori yang mengenai sistem hukum yang


diperkenalkan oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum
merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang. Hubungan antara norma
yang mengatur perbuatan norma lain.

Norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum
yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus
berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm). Menurut
Kelsen norma hukum yang paling dasar (grundnorm) bentuknya tidak kongkrit
(abstrak), Contoh norma hukum paling dasar abstrak adalah Pancasila.

Teori Hans Kelsen mengenai hierarki norma hukum ini diilhami oleh
Adolf Merkl dengan menggunakan teori das doppelte rech stanilitz, yaitu norma
hukum memiliki dua wajah, yang dengan pengertiannya: Norma hukum itu keatas
ia bersumber dan berdasar pada norma yang ada diatasnya; dan Norma hukum ke
bawah, ia juga menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma yang dibawahnya.
Sehingga norma tersebut mempunyai masa berlaku (rechkracht) yang relatif
karena masa berlakunya suatu norma itu tergantung pada norma hukum yang
diatasnya, sehingga apabila norma hukum yang berada diatasnya dicabut atau
dihapus, maka norma-norma hukum yang berada dibawahnya tercabut atau
terhapus pula. Teori Hans Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki
norma hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum
(stufentheorie). Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah
murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie
von stufenufbau der rechtsordnung. 4 Susunan norma menurut teori tersebut
adalah:

4
Jimly Asshidiqie, dan M. Ali Syafa’at, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum, Cet I
(Jakarta: 2006), hlm 170

4
1. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm)
2. Aturan dasar negara (Staatsgrundgesetz)
3. Undang-Undang formal (Formell Gesetz)
4. Dan Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (Verordnung En
Autonome Satzung).

Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi


pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu
negara. Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat
bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari
konstitusi suatu negara.5

Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen disebut sebagai


norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai
Staatsgrundnorm melainkan Staatsfundamentalnorm, atau norma fundamental
negara. Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah, sedangkan norma tertinggi
berubah misalnya dengan cara kudeta atau revolusi.6

Berdasarkan teori Nawiaky tersebut, A. Hamid S. Attamimi


membandingkannya dengan teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata
hukum di Indonesia. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum
Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut,
struktur tata hukum Indonesia adalah:

1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD RI tahun 1945).


2. Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi
Ketatanegaraan.
3. Formell gesetz: Undang-Undang.
4. Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari Peraturan
Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.

5
Jimly Asshidiqie, dan M. Ali Syafa’at, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum, Cet I
(Jakarta: 2006), hlm, 170
6
Ibid, hlm, 170

5
Sedangkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, dalam Pasal 7 menyebutkan jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. dan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

Soerjono soekanto-Purnadi Purbacaraka mencatat dua landasan teoritis


sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum, yaitu:

1. Teori Kekuasaan (Machttheorie), secara sosiologis kaidah hukum berlaku


karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh
masyarakat:
2. Teori pengakuan (Annerkenungstheori), kaidah hukum berlaku
berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.

Friedman menyebutkan terdapat tiga faktor yang dominan mempengaruhi


proses penegakan hukum, yakni:

1. Faktor substansi hukum, substansi disini dimaksudkan adalah aturan ,


norma, pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dala
sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan
baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup Living Law (hukum
yang hidup), dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-
undang.
2. Faktor struktural, dalam hal ini adalah bagian yang tetap bertahan, bagian
yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan.

6
3. Faktor kultural, dalam hal ini sikap manusia dan sistem kepercayaan, nilai
pemikiran serta harapannya. Dengan kata lain, kultur hukum adalah
suasana pikiran sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari atau disalahgunakan.7

Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, maka negara


berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara
terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang
menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun Teori pembentukan peraturan yang baik adalah sebagai berikut :.

 kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan


peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan teori peraturan perundang-undangan.

1. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan


perundang-undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
yuridis maupun sosiologis.
2. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-
undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
3. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata
atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.8

7
Beta Rahmasari, Mekanisme dan Dasar Keberlakuan Legal Drafting di Indonesia,
Jurnal Hukum, Vol. 13 No. 1, 2016, hlm. 84.
8
https://www.saplaw.top/pendekatan-perundang-undangan-statute-approach dalam-
penelitian-hukum/, Diakses pada tanggal 3 Maret 2023 11:07.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori Perundang Undangan atau (Gessetzgebungstheori), adalah yang


orientasinya untuk mencari kejelasan ataupun kejernihan pengertian-pengertian
dan bersifat kognitif. Hal ini tidak berarti bahwa teori perundang undangan hanya
sebatas dalam mengkaji kejelasan pengertian-pengertian semata. Perlu diketahui
juga bahwa meskipun teori perundang undangan merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan perundang undangan, akan tetapi teori perundang undangan
bukanlah peraturan perundang undangan. Teori perundang undangan juga
menyediakan konstruksi berpikir teoritis mengenai bagaimana ideal dari suatu
peraturan perundang undangan. Burkhard Krems, sebagaimana dikutip oleh
Attamimi, menyatakan pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi
kegiatan yang berhubungan dengan misi atau substansi peraturan, metode
pembentukan serta proses dan prosedur pembentukan peraturan. Setiap bagian
kegiatan tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratannya sendiri agar produk
hukum tersebut dapat berlaku sebagaiamana mestinya,baik secara Yuridis, Politis
maupun Sosiologis.

Menurut Hans Kelsen Norma hukum yang paling rendah harus berpegangan
pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti
konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar
(grundnorm). Menurut Kelsen norma hukum yang paling dasar (grundnorm)
bentuknya tidak kongkrit (abstrak). Soerjono soekanto-Purnadi Purbacaraka
mencatat dua landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah
hukum, yaitu: 1). Teori Kekuasaan (Machttheorie), secara sosiologis kaidah
hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima
oleh masyarakat: 2). Teori pengakuan (Annerkenungstheori), kaidah hukum
berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.

8
Dengan begitu maka Teori Perundang – undangan merupakan suatu peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum di bentuk atau
terbentuk oleh lembaga atau pejabat Negara, yang memiliki wewenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

B. Saran

Jika penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu
kami mengharap kritik serta saran. Dengan berakhirnya makalah yang kami buat
ini, kami menyadari bahwa di dalamnya bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para
pemakalah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, dan Safa’at, M. Ali, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum.
Jakarta: Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Makamah Konstitusi RI, 2006.

https://www.saplaw.top/pendekatan-perundang-undangan-statute-approach
dalam-penelitian-hukum/, Diakses pada tanggal 3 Maret 2023 11:07.

Rahmasari, Beta, Mekanisme dan Dasar Keberlakuan Legal Drafting di Indonesia,


Jurnal Hukum, Vol. 13 No. 1, 2016

Ramadhon Syah A. Sakti, PERUNDANG UNDANGAN INDONESIA Kajian


Mengenai Ilmu dan Teori Perundang Undangan Serta Pembentukannya.
Makassar: CV. Sosial Politic Genius (SIGn), 2020.

10

Anda mungkin juga menyukai