Anda di halaman 1dari 23

“LOGIKA DAN PENALARAN HUKUM”

Makalah Ini Dibuat Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah “Logika dan Penalaran Hukum.”

Dosen Pengampu : R. Wahyu Jati Kusuma, SH, MH, MED

Di susun oleh : Kelompok 3 (Tiga)

Husein ( 2021110858)

Pitriyana ( 2021110861)

Nensi Sriwahyuni (2021110856)

Muhammad Rahmadani (2021110860)

Muhammad Nor Ifansyah (2021110859)

Muhammad Hery Hendrawan (2021110853)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN 2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana
berkat rahmat, taufiq, serta hidayah-nya kita masih diberi nikmat sehat dan nikmat
iman serta nikmat yang besar lainnya oleh Allah SWT. Shalawat beserta salam
selalu kita haturkan kepada junjungan kita yang mulia Nabi besar, Nabi akhir
zaman, Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau yang telah menuntun kita ke
jalan yang benar.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah “Logika dan Penalaran hukum”. Makalah ini kami susun untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pengertian logika dan pengertian
penalaran hukum, agar memudahkan kita dalam memahami hukum.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari para pihak
sangat diharapkan demi sempurnanya tulisan ini. Akhirnya penulis berharap,
semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis.

Terima Kasih

HSS, Senin 19 Maret 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................ 2

C. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Konsep dan Terminologi Hukum ........................................................................ 3

B. Prinsip Dasar Logika Dalam Penalaran Hukum .................................................. 5

C. Penguraian Logika Hukum Dalam Penalaran Hukum......................................... 7

D. Konsep dan Terminologi Dalam Penalaran Hukum ............................................ 9

E. Unsur-Unsur Dalam Penalaran Hukum ............................................................. 10

F. Hubungan Antara Konsep, Proposisi dan Penalaran Hukum ............................ 12

G. Jenis-Jenis Penalaran Hukum Islam .................................................................. 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 18

B. Saran .................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, dalam wacana publik, khazanah intelektual, dan praktik hukum
di tanah air, peran logika dan penalaran hukum dalam studi hukum semakin
diperhitungkan. Banyak pemikir menyatakan bahwa untuk menjadi lawyer, hakim,
jaksa, atau praktisi hukum yang handal, pemahaman terhadap logika, penalaran
hukum, dan argumentasi hukum merupakan syarat mutlak yang tak bisa ditawar-
tawar. Karena logika, penalaran hukum, dan argumentasi hukum membekali para
mahasiswa hukum, pekerja hukum, dan praktisi hukum dengan kemampuan
berpikir kritis dan argumentatif dalam memahami prinsip, asumsi, aturan, proposisi,
dan praktik hukum. Hanson dalam buku Legal Method, Skills, and Reasoning,
menyatakan bahwa studi hukum secara kritis dari sudut pandang logika, penalaran
hukum, dan argumentasi hukum dibutuhkan karena pemahaman hukum dari
perspektif semacam ini berusaha menemukan, mengungkap, menguji akurasi, dan
menjustifikasi asumsi-asumsi atau makna-makna yang tersembunyi dalam
peraturan atau ketentun hukum yang ada berdasarkan kemampuan rasio (akal budi)
manusia. Kemampuan semacam ini tidak hanya dibutuhkan bagi mereka yang
berkecimpung dalam bidang hukum melainkan juga dalam seluruh bidang ilmu dan
pengetahuan lain di luar hukum.

Tidak dapat disangkal bahwa logika dan penalaran hukum (legal reasoning)
sering ditolak. Sebagian pendapat menyatakan bahwa hukum berurusan dengan
data, fakta, atau pengalaman praktis dan bukan pemikiran abstrak, rasional atau
logis. Penalaran hukum lalu dianggap tidak perlu diajarkan kepada mereka yang
mempelajari hukum karena tidak “membumi”. Hukum harus dipelajari melalui
pengalaman konkret saja.

1
Perumusan aturan hukum tidak lain dari upaya mengeksplisitasi atau
mewujud nyatakan gagasan atau prinsip hidup yang abstrak dalam norma
kehidupan real. Tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa hukum sebagian
bersumber dari prinsip hidup ideal. Tak dapat disangkal bahwa logika murni (pure
logic), logika formal, atau logika simbolik, sangat bolehjadi cukup “abstrak-ideal”
dan mungkin memiliki peran terbatas dalam merumuskan atau menganalisis
putusan-putusan pengadilan, mencermati aturan-aturan hukum, memetakan opini
dan pendapat hukum. Tetapi logika dasar seperti penyimpulan langsung, deduksi
dan induksi, kesesatan berpikir merupakan alat berpikir yang dapat digunakan
untuk memperoleh kebenaran hukum yang semakin bisa dipertanggungjawabkan
secara rasional dan ilmiah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Dan Terminologi Hukum ?


2. Bagaimana Prinsip Dasar Logika Dalam Penalaran Hukum ?
3. Bagaimana Menguraikan Logika Hukum Dalam Penalaran Hukum ?
4. Bagaimana Konsep Dan Terminologi Dalam Penalaran Hukum ?
5. Apa SajaUnsur-Unsur Dalam Penalaran Hukum ?
6. Bagaimana Hubungan Antara Konsep, Prosisi, Dan Penalaran Hukum ?
7. Apa Saja Jenis-Jenis Penalaran Hukum Islam ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Konsep Dan Terminologi Hukum


2. Untuk Mengetahui Prinsip Dasar Logika Dalam Penalaran Hukum
3. Untuk Menguraikan Logika Hukum Dalam Penalaran Hukum
4. Untuk Mengetahui Konsep Dan Terminologi Dalam Penalaran Hukum
5. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Dalam Penalaran Hukum
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Hubungan Antara Konsep, Prosisi, Dan
Penalaran Hukum Islam
7. Untuk Mengetahui Apa Saja Jenis-Jenis Penalaran Hukum Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Terminologi Hukum

Dalam bahasa Inggris, hukum disebut law, bahasa Latinnya ius, bahasa
Belandanya recht, dalam bahasa Perancis disebut droit. Perbedaannya antara
berbagai bahasa di dunia ini hanyalah dalam penyebutannya saja berdasarkan pada
dialek dan bahasa di negara-negara tersebut. Adapun artinya tidak mengalami
perbedaan yang signifikan bahkan cenderung memiliki kesamaan arti, yakni
merupakan sekumpulan preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan dalam
mencari keadilan.

Sesungguhnya tidak ada definisi hukum yang tunggal. Seperti dikatakan


oleh Van Apeldoom adalah sulit untuk merumuskan sebuah definisi hukum yang
lengkap karena luasnya hubungan-hubungan hukum yang diatur oleh hukum itu.
Van Apeldoom tidak memberi definisi hukum, akan tetapi memberikan teori
tentang tujuan hukum, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan damai.

Berikut diuraikan sejumlah pendapat para ahli tentang pengertian hukum.


Menurut John Austin dalam bukunya Province of Jurisprudence Determined
mengartikan hukum adalah “A rule laid down for the guidance of an intelligent
being by an intelligent being having power over him.” (Aturan yang ditetapkan
untuk mengarahkan makhluk yang cerdas guna memiliki kekuasaan atas dirinya).
”A body of rules fixed and enforced by a sovereign political authority.”
(Seperangkat peraturan yang tetap dan ditegakkan oleh otoritas politik yang
berdaulat).

Adapun menurut Soedikno Mertokusumo (1986:11-12) hukum adalah


keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu
kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.

3
Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah keseluruhan asas dan
kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat juga meliputi
lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam
masyarakat. Biasanya hukum akan dapat berjalan jika disertai dengan peraturan
tertulis yang kelak dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah peraturan
perundang-undangan yang dalam bahasa Belanda disebut Wet, bahasa Latin disebut
Lex dan dalam bahasa Perancis disebut Loi, serta dalam bahasa Belanda disebut
Wet. Demikian pula istilah peraturan perundang-undangan di semua bahasa
tersebut juga nyaris memiliki kesamaan arti, yakni peraturan perilaku yang
ditujukan untuk menciptakan ketertiban masyarakat.

Maka dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian


hukum adalah peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang disepakati masyarakat atau yang mewakilinya dan diundangkan dan
ditegakkan oleh institusi yang berwenang untuk dijadikan pedoman atau pemandu
dalam menjalankan kewajiban dan/atau untuk mewujudkan tujuan, di mana
substansinya mengacu pada norma-norma dalam konstitusi.

Konsep hukum terbagi menjadi dua yakni konsep yuridis (legally relevant
consept) dan konsep hukum asli (genuine legal concepts). Konsep yuridis relevan
merupakan konsep komponen aturan hukum Khususnya konsep yang digunakan
untuk memaparkan situasi fakata dalam kaitannya dengan ketentuan Undang-
Undang yang dijelaskan dengan interpretasi, misalnya konsep fakta seperti benda
membawa pergi atau mengambil, tujuan atau maksud (intensi). Sementara konsep
hukum asli adalah konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk
memahami sebuah aturan hukum, (misalnya konsep hak, kewajiban, hubungan
hukum, Lembaga hukum, perikatan, perkawinan , waris dan jual beli).1

Dalam memahami hukum maka juga di perlukan ilmu logika dan penalaran
agar lebih mudah dalam memahami tentang hukum. Defenisi logika dapat ditelusuri
secara etimologis, yakni logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang

1
http://.www.damang.web.id/2012/01/konsep-hukum-dalam-metode-penelitian.html.

4
berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu
pertimbangan akal (pikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti
mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai
kata, mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa.
Maka dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu
pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Dalam bahasa Arab dikenal dengan kata “Mantiq‟ yang artinya berucap
atau berkata.2

Sebagai ilmu, logika disebut dengan Logike episteme atau Ilmu Logika yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tapat dan teratur. Ilmu disini
mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan kedalam Tindakan,
kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga di artikan sebagai masuk akal.

Kesimpulan sederhana adalah logika merupakan suatu Ilmu tentang dasar


dan metode untuk berpikir secara benar. Penekanan batasan logika pada berpikir
secara benar. Berpikir secara “benar”, bahwa logika sebagai ilmu yang mempelajari
metode dan hukum - hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang
betul dari penalaran yang salah.

B. Prinsip Dasar Logika Dalam Penalaran Hukum

Asas adalah pangkal atau asal dari mana suatu itu muncul dan dimengerti.
Maka “Asas Pemikiran” adalah pengetahuan dimana pengetahuan lain muncul dan
dimengerti. Kapasitas asas ini bagi kelurusan berpikir adalah mutlak, dan salah
benarnya suatu pemikiran tergantung terlaksana tidaknya asas-asas ini. Ia adalah
dasar daripada pengetahuan dan ilmu. 3 Prinsip dasar logika ada 4 (empat) yang

2
Muhammad Rakhmad, LOGIKA HUKUM Dialog antara Analitik Sintetik Hingga
Pembacaan Terhadap Dekontruksi atas makna Teks dan Realitas Hukum,(Majalengka: Unit
Penerbit Universitas Majalengka, 2015). hlm. 15.
3
Ainur Rahman Hidayat, FILSAFAT BERPIKIR TEKNIK-TEKNIK BERPIKIR LOGIS
KONTRA KESESATAN BERPIKIR, (Pemekasan : Duta Media Publishing,2018). hlm. 30.

5
terdiri atas 3 (tiga) usulan dari Arsetotales dan satu prinsip dari Gworge Leibnez
seorang Filsuf Yang berasal dari Jerman. Keempat prinsip tersebut adalah :

1. Prinsip Identitas (principium identatis = qanuun zatiyah)


Asas identitas merupakan dasar dari semua pemikiran dan bahkan
pemikiran yang lain. Prinsip ini mengatakan bahwa sesuatu itu adalah dia
sendiri bukan lainya. Jika kita mengakui bahwa sesuatu itu Z maka ia adalah
Z dan bukan A, B atau C. Bila dijadikan rumus maka akan berbunyi “Bila
proposisi itu benar maka benarlah ia”. 4
2. Prinsip kontradiksi (principum contradictoris = qanun tanaqud)
Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin
sama dengan pengakuanya. Jika kita mengakui bahwa sesuatu itu bukan A
maka tidak mungkin pada saat itu ia adalah A, sebab realitas hanya satu
sebagaimana disebut oleh asas identitas. Dua kenyataan yang kontradiktoris
tidak mungkin bersama-sama secara simultan. Jika dirumuskan maka akan
berbunyi “Tidak ada proposisi yang sekaligus benar dan salah”.
Prinsip kontadiksi ini ,mirip dengan prinsip penolakan ketiga, bedanya
kalau prinsip yang ketiga tidak ada nilai tengah, maka dalam kontadiksi ini
tidak mungkin ada dua keadaan dalam satu waktu
3. Prinsip penolakan kemungkinan ketiga (principium exclusi tertii = qanun
imtina’)
Asas ini menyatakan bahwa antara pengakuan dan pengingkaran
kebenarannya terletak pada salah satunya. Pengakuan dan pengingkaran
merupakan pertentangan mutlak, karena itu di samping tidak mungkin benar
keduanya juga tidak mungkin salah keduanya. Mengapa tidak mungkin
salah keduanya ?
Jika pernyataan dalam bentuk positifnya salah berarti ia memungkiri
realitasnya atau dengan kata lain, realitas ini bertentangan dengan
pernyataannya. Dengan begitu maka pernyataan berbentuk ingkarlah yang
benar karena inilah yang sesuai dengan realitas. Juga sebaliknya, jika

4
Ibid. hlm, 30

6
pernyataan ingkarnya salah berarti ia mengingkari realitasnya maka
pernyataan positifnya yang benar karena ia sesuai dengan realitasnya.
Pernyataan kontradiktoris kebenarannya terdapat pada salah satunya (tidak
memerlukan kemungkinan ketiga). Jika kita rumuskan akan berbunyi
“Suatu proposisi selalu dalam keadaan benar atau salah”. 5
Prinsip ini biasa juga di sebut prinsip pengecualian nilai tengah. Antara
ada dan tidak ada nilai tengah. Prinsip ini secara sederhana mengatakan
bahwa tidak mungkin ada nilai tengah atau kemungkinan ketiga. Sebagai
contoh : didalam kotak ada kucing atau tidak ada kucing, tapi tidak
diantaranya (yakni setengah ada dan setengah tidak ada). Atau B adalah
Kucing, bukan anjing, yang berarti tidak mungkin setengah kucing dan
setengah anjing.
4. Principium rationis sufficientis atau law of sufficient reason. Prinsip alasan
yang cukup (ada alasan untuk semua hal)
Prinsip ini merupakan prinsip penting dalam Logika dan diskusi
Saintifik, termasuk Khususnya penulisan ilmiah. Harus ada alasan untuk
semuanya. Prinsip ini mirip hukum sebab akibat. Contoh : misalnya anda
mengusulkan metode A, harus ada alasan mengapa A. kenapa menggunakan
contoh kucing dalam kotak, karena contoh tersebut sangat sederhana
sehingga mudah dimengerti semua orang.
Hukum cukup alasan ini menyatakan bahwa “Jika perubahan terjadi
pada sesuatu maka perubahan itu haruslah memiliki alasan yang cukup. Hal
ini berarti bahwa tidak ada perubahan yang terjadi begitu saja tanpa alasan
rasional yang memadai sebagai penyebab perubahan itu.

C. Penguraian Logika Hukum Dalam Penalaran Hukum

Ada dua cara berpikir yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan kebenaran
yaitu melalui metode induksi dan deduksi.
1. Logika Induksi

5
Ainur Rahman Hidayat, FILSAFAT BERPIKIR TEKNIK-TEKNIK BERPIKIR LOGIS
KONTRA KESESATAN BERPIKIR.hlm. 31

7
Merupakan cara berpikir menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum
dari berbagai kasus yang bersifat individual (khusus).
Dua keuntungan dari logika induktif, adalah sebagai berikut; Pertama;
Ekonomis Karena dengan penalaran induktif kehidupan yang beraneka ragam
dengan berbagai corak dan segi dapat direduksi/dikurangi menjadi beberapa
pernyataan.Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukan merupakan koleksi/
kumpulan dari berbagai fakta melainkan esensi dari fakta-fakta tersebut.
Demikian juga pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek
tertentu, melainkan menekankan pada struktur dasar yang mendasari ujud fakta
tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak dapat
mereproduksi betapa manisnya secangkir kopi atau betapa pahitnya pil kina.
Jadi pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat
kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini
sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis
dan berpikir teoritis. Kedua; dengan menggunakan logika induktif, dapat
melakukan Penalaran lanjut. Secara induktif dari berbagai pernyataan yang
bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi.
Contoh: Misalnya, kita punya fakta bahwa kambing punya mata, kucing punya
mata, demikian juga anjing dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-
kenyataan ini dapat kita tarik kesimpulan umum bahwa semua binatang
mempunyai mata.
2. Logika Deduksi
Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan bersifat umum ditarik
kesimpulan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
menggunakan pola berpikir silogismus.6 Silogismus, disusun dari dua buah
pernyataan dan sebuah kesimpulan. Sosiologisme ini kemudian dapat
dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Pengetahuan yang didapat

6
Aidu Fitriciadi Azhari dan Eddy Soeryanto Soegoto, ASAS-ASAS BERPIKIR LOGIKA
DALAM HUKUM,(Bandung : Penerbit Cakra KANTOR BOJONG MALAKA INDAH, 2018).
hlm. 69.

8
dari penalaran deduktif adalah hasil kesimpulan berdasarkan kedua premis
tersebut.

Contoh :

1. Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ---- Landasan [1]


2. Si fulan adalah seorang makluk [premis minor] ------ Landasan [2]
3. Jadi si fulan mempunyai mata [kesimpulan] ---------- Pengetahuan

Kesimpulan yang diambil bahwa si Polan punya mata adalah pengetahuan


yang sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis
dari dua premis yang mendukungnya. Jika kebenaran dari
kesimpulan/pengetahuan dipertanyakan maka harus dikembalikan kepada
kebenaran premis yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang
mendukungnya adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang
ditariknya juga benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua
premisnya benar, karena cara penarikan kesimpulannya tidak sah.

Jadi ketepatan penarikan kesimpulan dalam penalaran deduktif bergantung


dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan
keabsahan pengambilan kesimpulan. Jika salah satu dari ketiga unsur tersebut
persyaratannya tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.

D. Konsep dan Terminologi Dalam Penalaran Hukum

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, penalaran berasal dari kata “nalar” yang
berarti pertimbangan baik buruk, budi pekerti dan akal budi. Dari pengertian
tersebut terdapat kata akal yang merupakan saran untuk berpikir. Kemampuan
menalar hanya dimiliki oleh manusia. Dengan kemampuan menalar, manusia dapat
mengembangkan pengetahuan lain yang kian hari kian berkembang. Dari hasil
penalaran.

Penalaran hukum atau Legal Reasoning adalah penalaran tentang hukum


yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana

9
seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum, seorang pengacara meng-
argumentasi-kan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum. 7

Pengertian lainnya yang sering diberikan kepada Legal Reasoning adalah:


suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa
hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi perdagangan,
dan lain-lain) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata,
ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.
Bagi para hakim legal reasoning ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk
memutuskan suatu kasus. Sedangkan bagi para praktisi hukum legal reasoning ini
berguna untuk mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan
tujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan
untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi sengketa mengenai peristiwa
ataupun perbuatan hukum tersebut. Bagi para penyusun undang-undang dan
peraturan, legal reasoning ini berguna untuk mencari dasar mengapa suatu undang-
undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan. Sedangkan bagi
pelaksana, legal reasoning ini berguna untuk mencari pengertian yang mendalam
tentang suatu undang-undang atau peraturan agar tidak hanya menjalankan tanpa
mengerti maksud dan tujuannya yang hakiki.

E. Unsur-Unsur Dalam Penalaran Hukum

1. Topik, yaitu ide sentral dalam bidang kajian tertentu yang spesifik dan
berisisekurang-kurangnya dua variabel.
2. Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposi
yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau
kesalahannya.
3. Proposisi mempunyai beberapa jenis, antara lain:
a. Proposisi empirik, yaitu proposi berdasarkan fakta, misalanya: anak
cerdas dapat memanfaatkan potensinya.

7 Muhammad Rakhmad,op cit. hlm. 38

10
b. Proposisi mutlak, yaitu pembenaran yang tidak memerlukan pengujian
untuk melakukan benar atau salahnya. Misalnya: gadis yaitu wanita
mudayang belum pernah menikah.
c. Proposisi hipotetik, yaitu persyaratan hubungan subjek dan predikat
yang harus dipenuhi. Misalnya: jika dijemput, X akan kerumah.
d. Proposisi kategoris, yaitu tidak adanya persyaratan hubungan subjek
dan predikat. Misalnya: X akan menikahi Y.
e. Proposisi positif universal, yaitu peryataan positif yang mempunyai
kebenaran mutlak. Misalnya: semua hewan akan mati.
f. proposisi positif persial, yaitu peryataan bahwa sebagian unsur
peryataan tersebut bersifat positif. Misalnya: sebagian orang ingin hidup
kaya.
g. Proposisi negatif universal, yaitu kebalikan dari proposisi positif
universal. Misalnya: tidak ada gajah tidak berbelalai.
h. Proposisi negatif persial, yaitu kebalikan dari proposisi positif
persial.Misalnya: sebagian orang hidup menderita.
4. Proses berfikir ilmiah, yaitu kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti,
dan terarah menuju suatu kesimpulan.
5. Logika, yaitu metode pengujian ketepatan penalaran, penggunaan
(alasan),argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justifikasi
(pembenaran).
6. Sistematika, yaitu seperangkat proses atas bagian atau unsur-unsur proses
berfikir ke dalam satau kesatuan.
7. Permasalahan, yaitu pernyataan yang harus dijawab (dibahas) dalam
karangan.
8. Variabel, yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan
dianalisis.
9. Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi
analisis(pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi,

11
mengklasifikasi,mencari hubungan (korelasi), membandingkan, dan lain-
lain.
10. Pembuktian (argumentasi), yaitu proses pembenaran bahwa proposisi itu
terbukti kebenarannya atau kesalahannya.
11. Hasil, yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis induktif dan
deduktif.
12. Kesimpulan (simpulan). Yaitu penafsiran atau hasil pembahasan, dapat
berupa implikasi atau referensi.

F. Hubungan Antara Konsep, Proposisi dan Penalaran Hukum


1. Konsep (Concipere; Conceptus)
Dalam istilah yang cukup sederhana, penalaran adalah suatu bentuk
pemikiran. Selain penalaran bentuk pemikiran yang lain adalah pengertian atau
konsep (conceptus; concept); proposisi atau pernyataan (propositio;
statement).8 Dalam logika, tidak ada proposisi tanpa pengertian, dan tidak ada
penalaran tanpa proposisi. Maka untuk memahami penalaran, ketiga bentuk
pemikiran tersebut harus didapat.

Konsep atau pengertian dari sudut sumbernya dikelompok kan oleh


Langveled menjadi dua macam:

a) Konsep (pengertian) a priori: adalah merupakan pengertian yang sudah


ada pada budi sebelum pengalaman. Jenis pengalaman ini merupakan
bawaan sejak lahir. Al Ghazali menamakannya sebagai ilmu “auwali”
atau ilmu “dharuri”. Kemampuan ini adalah sudah ada sejak lahir,
sebagai kemampuan modal pokok. Kedudukan kemampuan ini adalah
sebagai teori, konsep ini berlaku umum.
b) Konsep (pengertian) a posteriori: pengertian yang baru ada pada akal
budi setelah pengalaman. Jenis pengertian ini merupakan hasil
pengamatan terhadap sesuatu. Al-Ghazali menamakannya sebagai ilmu

8
Aidu Fitriciadi Azhari dan Eddy Soeryanto Soegoto, ASAS-ASAS BERPIKIR LOGIKA
DALAM HUKUM. hlm. 37

12
“Nadhari” atau ilmu “muktasab”. adalah pengetahuan yang tahu
sesudah mengalami. Kedudukannya sebagai praktek, konsep ini berlaku
khusus.9

Kedua konsep diatas tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sebab teori
dan praktik berpadu dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pada intinya
teori tanpa praktik tidaklah berisi, sedangkan praktik tanpa teori tidaklah berarti.

2. Proposisi (pernyataan)

Manusia dalam memberikan pengertian atau konsep itu tidak hanya


satu, melainkan beragam konsep yang ditunjukan kepada objek yang
dihadapinya. Kemudian dari berbagai pengertian itu, terbentuklah rangkaian
konsep dari A sampai Z, inilah yang disebut dengan proposisi, sebagai bentuk
pemikiran tingkat ke-II dari manusia. Dalam setiap proposisi itu mengandung
benar-salah, proposisi disebut dengan fakta. 10

Proposisi yang dimaksud di sini adalah perkataan dari pernyataan.


Dilihat dari sudut isi (subtansi), pada hakikatnya proposisi adalah pendirian atau
pendapat tentang sesuatu hal, yakni pendirian atau pendapat tentang hubungan
antara dua hal. Terhadap proposisi dapat dikenakan penilaian benar atau salah,
karena pendirian seseorang tentang hubungan antara dua hal itu dalam
kenyataan dapat benar juga dapat salah. artinya, proposisi adalah suatu unit
terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna. jika kita
menganalisis suatu pemikiran, misalkan suatu buku, maka kita akan
mendapatkan kesatuan pemikiran dalam buku itu, kemudian lebih khusus lagi
dalam bab-bab nya. jadi apabila dalam pemikiran, tidak dapat dinilai benar atau
salahnya tidak dapat disebut sebagai proposisi.

3. Penalaran (reasoning; redenering)

9
Aidu Fitriciadi Azhari dan Eddy Soeryanto Soegoto, ASAS-ASAS BERPIKIR LOGIKA
DALAM HUKUM. hlm. 40
10
Aidu Fitriciadi Azhari dan Eddy Soeryanto Soegoto, ASAS-ASAS BERPIKIR LOGIKA
DALAM HUKUM. hlm. 44

13
Penalaran atau reasoning merupakan proses atau bentuk ke tiga dari
pemikiran manusia, Penalaran pada dasarnya adalah sebuah proses berpikir
dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran dapat
menghasilkan sebuah pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir.
Kegiatan berpikir I dan II di atas dapat berwujud proses dalam akal yang berupa
gerakan dari satu pikiran ke pikiran yang lain.11

Dengan begitu maka hubungan antara Konsep, Proposisi dan Penalaran


adalah, bahwa setiap proposisi harus mengerti dan paham akan konsep
(pengertian) setelah paham konsep barulah proposisi lahir, maka adanya konsep
dan proposisi berasal dari nalar (proses berpikir) untuk menarik kesimpulan
yang berupa pengetahuan .

G. Jenis-Jenis Penalaran Hukum Islam


1. Metode Penalaran Bayani

Secara terminologis, Metodologi bayani adalah sebuah Metodologi atau


cara untuk menentukan makna yang terkandung dan dimaksud oleh sebuah teks.
Basis utama Metodologi ini adalah teks sebagai sumber utama untuk
mendapatkan makna untuk sebuah pengetahuan. Dalam kajian metodologi
hukum Islam (uṣul fiqh), Metodologi bayaní digunakan untuk memahami
makna demi menemukan hukum yang terkandung dalam teks sumber hukum
Islam (Al-Qur’an dan Sunnah). Metodologi bayani lebih menitik-beratkan
kajian teks ditinjau secara kebahasaan (semantik).

Sederhananya, Metodologi bayani adalah cara untuk mendapatkan


pengetahuan (dalam ranah ini adalah untuk menemukan hukum) dari teks (Al-
Qur’an dan Sunnah) baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung dalam artian menganggap teks sebagai sebuah hukum jadi dan maksud
tidak langsung adalah menggunakan penalaran terhadap teks.

2. Metode Penalaran Ta’lili

11
Aidu Fitriciadi Azhari dan Eddy Soeryanto Soegoto, ASAS-ASAS BERPIKIR LOGIKA
DALAM HUKUM. hlm. 45

14
Dalam metode penalaran ini, ‘illat menjadi titik tolak dalam perumusan
hukum, metode ta’lili ini dikenal juga dengan metode kausasi/Qiyas yang
merupakan perluasan berlakunya hukum suatu kasus yang ditegaskan di dalam
nash Al-Qur`an dan hadis kepada kasus baru berdasarkan ‘illat yang digali dari
terkait kemudian diterapkan pada kasus baru.12 Penalaran ta’lili ini secara teori
dan praktinya ditemukan dalam ushul fiqh melalui qiyas sebagai metode
menemukan hukum syara’ yang ada dalam nash. Dalam metode ini dibahas
cara-cara menemukan ‘illat, persyaratan ‘illat, penggunaan ‘illat dalam qiyas
sebagai bentuk jawaban terhadap permasalah aktual.
Di dalam praktek penggalian hukum, metode ta’lili digunakan apabila
penalaran bayani tidak dapat diterapkan, qiyas yang dikenal sebagai dalil
metodelogis ini berlandaskan logika yang menjadi tonggak dasar untuk
menemukan esensi kasus yang akan dijadikan sebagai ‘illat. Kondisi ini
menempatkan ‘illat sebagai poros bahwa setiap ketentuan hukum ada ‘illat yang
melatar belakanginya, selama ‘illat hukum masih terlihat maka ketentuan
hukum berlaku, sedang jika ‘illat hukum tidak nampak maka ketentuan
hukumpun tidak berlaku. Dalam perkembangan ilmu hukum Islam, para fuqaha
melahirkan kaedah fiqh yang mengatakan bahwa hukum itu berkisar bersama
‘illat-nya, baik atau tidaknya.13
Arti kaidah fiqh tersebut ialah bahwa setiap hukum berkaitan dengan
‘illat yang melatarbelakanginya, jika ‘illat ada maka hukum pun ada dan jika
tidak ada maka hukum pun tidak ada. Menentukan sesuatu sebagai ‘illat hukum
merupakan permasalahan yang tidak mudah, oleh karenanya memahami jiwa
hukum dilandasi iman yang kokoh merupakan keharusan untuk dapat
menunjukkan ‘illat hukum secara tepat. Namun di lain sisi menetapkan adanya
kaitan hukum dengan ‘illat yang melatarbelakanginya sangat diperlukan,
dengan mengetahui ‘illat hukum peristiwa yang terjadi pada masa Nabi atau

12
Sufriadi Ishak, “Logika dan Penalaran dalam Penalaran Ilmu Hukum dan Ilmu Hukum
Islam”, (Jurnal Al-Mizan: Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi Syariah, Vol 10, Nomor 1, Tahun
2013), hlm. 23
13
Ibid. hlm, 23

15
yang terdapat dalam Al-Qur`an dapat dilakukan qiyas atau analogi untuk
menemukan hukum terhadap berbagai problematika aktual yang terjadi seiring
dengan perubahan sosio-kultural di suatu daerah.
3. Metode Penalaran Istislahi

Metode ini berusaha menggali hukum dengan berpijak pada konsep al-
maslahah al-mursalah, dalam istilah tehnis Syekh Ramadhan al-Buthi
mengartikan al-maslahah al-mursalah dengan kegunaan atau manfaat yang
ditunjukkan oleh syari’ kepada hambanya untuk memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta benda. Al-Buthi secara keseluruhan sepakat dengan
pendapat al-Razi yang mengatakan bahwa al-maslahah al-mursalah adalah
mendapatkan hal-hal yang menyenangkan dan meninggalkan hal-hal yang
membahayakan.14 Maslahat sebagai prinsip penalaran hukum secara luas
menyatakan bahwa esensi kebaikan adalah halal dan bahwa esensi halal
mestilah baik, prinsip ini akhirnya digunakan dalam perkembangan fiqh.

Dalam teori hukum Islam, Imam al-Ghazali termasuk ulama dari


kalangan mazhab Syafi’i yang merumuskan secara jelas dan rinci kaidah-kaidah
penemuan hukum istislahi (teleologis). Salah satu yang dapat dibuktikan
sehubungan dengan penalaran ini adalah upaya Imam al-Ghazali dalam
melakukan kategorisasi atribut munasib yang didukung dan tidak didukung oleh
nash khusus dalam konteks al-maslahah al-mursalah dan penggunaannya dalam
‘illat hukum. Dikemudiannya muncul klasifikasi maslahah yang sahih dan dapat
menjadi dasar pijakan bagi qiyas, beranjak dari ini pula kemudian melahirkan
tiga tingkatan maslahat, yaitu: dharuriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat. 15 Prinsip-
prinsip umum inilah kemudian dideduksikan pada persoalan yang ingin
diselesaikan terkait permasalahan aktual, misalnya zakat uang dan vaksinasi.

14 Sufriadi Ishak, (Jurnal Al-Mizan: Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi Syariah, Vol 10,
Nomor 1, Tahun 2013), hlm. 24.
15 Ibid. hlm. 24

16
Pola istislahi sesuai dengan keadaannya, dimana digunakan ketika tidak
ada dalil khusus yang berhubungan dengan persoalan-persoalan lain yang
biasanya muncul karena penggunaan teknologi dan kemajuan ilmu
pengetahuan. Konsep maslahah ini merupakan salah satu konsep dasar hukum
Islam yang mengalami perkembangan dan mendapat artikulasi yang lebih jelas
pada masa Imam al-Syathibi. Sejak awal Islam sebenarnya mempunyai prioritas
kemaslahatan manusia sehingga ungkapan standar bahwa syariah Islam
dicanangkan demi kebahagiaan manusia lahir-batin, dunia-ukhrawi,
sepenuhnya mencerminkan prinsip kemaslahatan. Dengan demikian, jelas
bahwa fundamental dari bangunan pemikiran hukum Islam adalah
kemaslahatan, kemanusiaan universal, atau bahasa sederhananya rahmatan lil
‘alamin. Perlu digaris bawahi juga bahwa maslahat yang ditawarkan oleh Imam
al-Ghazali yang kemudiannya dikembangkan oleh Imam al-Syathibi bukan
sebagai dalil independen yang bisa ditetapkan sebagai landasan hukum terhadap
permaslahan baru, akan tetapi maslahat tersebut pasti menjadi unsur yang
senyawa dan tidak lepas dari dalil-dalil yang telah diakui oleh imam mazhab.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bahasa Inggris, hukum disebut law, bahasa Latinnya ius, bahasa
Belandanya recht, dalam bahasa Perancis disebut droit. Perbedaannya antara
berbagai bahasa di dunia ini hanyalah dalam penyebutannya saja berdasarkan pada
dialek dan bahasa di negara-negara tersebut. Adapun artinya tidak mengalami
perbedaan yang signifikan bahkan cenderung memiliki kesamaan arti, yakni
merupakan sekumpulan preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan dalam
mencari keadilan. Konsep hukum terbagi menjadi dua yakni konsep yuridis (legally
relevant consept) dan konsep hukum asli (genuine legal concepts). Dalam
memahami hukum maka juga di perlukan ilmu logika dan penalaran agar lebih
mudah dalam memahami tentang hukum. Kata logos berarti: sesuatu yang
diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa.
Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu
pertimbangan akal.

Prinsip dasaar logika ada empat yaitu: 1). Prinsip Identitas (principium
identatis = qanuun zatiyah), 2). Prinsip kontradiksi (principum contradictoris =
qanun tanaqud), 3). Prinsip penolakan kemungkinan ketiga (principium exclusi
tertii = qanun imtina’) dan 4). Principium rationis sufficientis atau law of sufficient
reason. Prinsip alasan yang cukup (ada alasan untuk semua hal).

Dalam logika hukum, dikenal Ada dua cara berpikir yang dapat kita
gunakan untuk mendapatkan kebenaran yaitu melalui metode induksi dan deduksi.

Penalaran hukum atau Legal Reasoning adalah penalaran tentang hukum


yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana
seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum, seorang pengacara meng-
argumentasi-kan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum.

18
Mengenai hubungan antara konsep, proposisi dan penalaran adalah bahwa
setiap proposisi harus mengerti dan paham akan konsep (pengertian) setelah paham
konsep barulah proposisi lahir, maka adanya konsep dan proposisi berasal dari nalar
(proses berpikir) untuk menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan . berdasarkan
penalaran hukum islam, ada tiga metode atau cara dalam menalar hukum yaitu
dengan metode Bayani, Ta’lili dan Istislahi.

B. Saran

Kami sangat menyadari banyaknya kekurangan dalam makalah ini sehingga


kami berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar
kami bisa lebih menyempurnakan tulisan ini agar menjadi lebih baik dan lebih
sempurna,sehingga tulisan kami bisa menjadi manfaat dan bisa menambah ilmu
bagi semua orang, baik bagi pembaca maupun penulis. Aamin Ya Rabbal
Alaminnn.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adlina, Aufa Nura, Heri Safrijal, Junaidi, Khairul Yasir. Muhammad Agus Andika,
Muhammad Habibi, Rahmiadi, Yusrizal, dan Nur Hanifah, Metodologi
Penalaran Hukum Islam UṢŪL FIQH, Banda Aceh: LEMBAGA KAJIAN
KONSTITUSI INDONESIA (LKKI), 2021.

Fitriciadi, Azhari Aidu dan Eddy Soeryanto Soegoto, ASAS-ASAS BERPIKIR


LOGIKA DALAM HUKUM, Bandung : Penerbit Cakra KANTOR
BOJONG MALAKA INDAH, 2018.

http://.www.damang.web.id/2012/01/konsep-hukum-dalam-metode
penelitian.html.

Ishak, Sufriadi, “Logika dan Penalaran dalam Penalaran Ilmu Hukum dan Ilmu
Hukum Islam”, Jurnal Al-Mizan: Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi
Syariah, Vol 10, Nomor 1, Tahun 2013.

Rakhmad, Muhammad, LOGIKA HUKUM Dialog antara Analitik Sintetik Hingga


Pembacaan Terhadap Dekontruksi atas makna Teks dan Realitas Hukum,
Majalengka: Unit Penerbit Universitas Majalengka, 2015.

Rahman, Hidayat Ainur, FILSAFAT BERPIKIR TEKNIK-TEKNIK BERPIKIR


LOGIS KONTRA KESESATAN BERPIKIR, Pemekasan : Duta Media
Publishing, 2018.

20

Anda mungkin juga menyukai