Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KELOMPOK 8

Penalaran dan Asas Hukum

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah Logika dan Penalaran Hukum

Dosen Pengampu: Bapak Prof. Dr. JM. Muslimin, MA

Disusun Oleh :

Muhammad Ammar Dzikri (11220440000052)

Ummi Afifah (11220440000070)

Muhammad Zidan Anshori (11220440000086)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul
"Penalaran dan Asas Hukum".

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UTS mata
kuliah Logika dan Penalaran Hukum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan pembaca dan juga penulis terkait pengertian dari Penalaran dan Asas Hukum dengan
harapan para pembaca terbantu pengetahuaannya sehingga dalam prakteknya dapat dilakukan
dengan baik.

Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. JM. Muslimin, MA. selaku dosen
pengampu mata kuliah Logika dan Penalaran Hukum yang telah memberikan tugas ini, sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dan
berkontribusi dalam penulisan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Ciputat, 20 Juni 2023

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1

DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ............................................................................................ 3


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................ 4

BAB II

PEMBAHASAN .................................................................................................... 5

A. Pengertian Penalaran ................................................................................... 5


B. Macam-Macam Penalaran .......................................................................... 7
C. Fungsi Penalaran ......................................................................................... 14
D. Pengertian Asas ........................................................................................... 18
E. Macam-macam Asas ................................................................................... 19
F. Fungsi Asas ................................................................................................ 24

BAB III

PENUTUP.............................................................................................................. 26

A. Kesimpulan ................................................................................................. 26
B. Saran ........................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 27

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sistem hukum, penalaran dan asas hukum memiliki peran yang sangat
penting dalam memastikan keadilan, kepastian hukum, dan keberlanjutan hukum. Penalaran
hukum mencakup proses berpikir logis dan rasional dalam memahami, menganalisis, dan
menerapkan hukum. Sementara itu, asas hukum merupakan prinsip-prinsip fundamental yang
menjadi dasar dalam pembentukan, interpretasi, dan penerapan hukum.
Dalam konteks hukum di Indonesia, penalaran dan asas hukum menjadi aspek
yang sangat relevan. Sebagai negara dengan sistem hukum yang berlandaskan pada hukum
positif, pemahaman yang baik tentang penalaran hukum dan penerapan asas hukum menjadi
kunci untuk mencapai tujuan-tujuan hukum yang diinginkan.
Penalaran yang baik dalam hukum menjadi landasan dalam proses pengambilan
keputusan hukum yang adil dan rasional. Dalam konteks ini, penalaran yang berbasis pada
logika, argumen yang kuat, dan interpretasi yang tepat terhadap peraturan hukum menjadi
penting. Penalaran yang baik juga memastikan bahwa putusan hukum yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, asas hukum memainkan peran yang penting dalam pengaturan dan
penerapan hukum. Asas hukum seperti keadilan, kepastian hukum, kebebasan, kemanfaatan, dan
keteraturan memberikan pijakan dan panduan bagi pembentukan dan penerapan hukum. Asas hukum
menjadi pedoman untuk memastikan bahwa keputusan hukum yang diambil sejalan dengan nilai-nilai
yang diakui secara luas dalam masyarakat.
Dalam makalah ini, akan dikaji mengenai korelasi antara penalaran hukum dan
asas hukum dalam sebuah sistem hukum. Penggunaan penalaran yang baik didasarkan pada
asas hukum yang tepat, dan sebaliknya, penerapan asas hukum yang benar membutuhkan
penalaran yang kuat dan logis. Melalui analisis ini, diharapkan dapat dipahami bagaimana
penalaran hukum dan asas hukum saling berkaitan dan mendukung satu sama lain dalam
mencapai tujuan-tujuan hukum yang diinginkan. Serta diharapkan dapat memberikan wawasan
yang lebih baik tentang pentingnya penalaran yang baik dan pemahaman yang benar tentang
asas hukum dalam sebuah sistem hukum.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penalaran?
2. Apa saja macam-macam penalaran?
3. Apa saja fungsi penalaran hukum?
4. Apa pengertian asas?
5. Apa saja macam-macam asas?
6. Apa saja fungsi asas?

C. Tujuan
1. Memenuhi tugas UTS mata kuliah Logika dan Penalaran Hukum.
2. Mengetahui pengertian dari penalaran.
3. Mengetahui macam-macam penalaran.
4. Mengetahui fungsi dari penalaran.
5. Mengetahui pengertian asas.
6. Mengetahui macam-macam asas.
7. Mengetahui fungsi dari asas.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penalaran Hukum


1. Pengertian Logika dan Penalaran

Sebelum lebih jauh Mengetahui makna dari penalaran hukum alangkah lebih baik nya jika
kita mengetahui pengertian tentang logika dan hubungannya dengan penalaran. Logika sendiri
ialah sebuah istilah yang berasal dari kata logikos dalam bahasa Yunani yang berarti memiliki
hubungan erat dengan pengetahuan.sedangkan dalam bahasa latin logika berasal dari kata logos
yang berarti perkataan. Patterson merumuskan logika sebagai “aturan tentang cara berpikir lurus”
(the rules of straight thinking)1. Menurut Cecep Sumarna dalam Susanto logika adalah cara
penarikan kesimpulan atau pengkajian untuk berpikir secara shahih2. Sedangkan penalaran Hukum
(Legal reasoning) ialah suatu cara untuk berpikir dengan menggunakan logika dalam pengambilan
keputusannya. M. J. Peterson dalam artikel online-nya tentang penalaran hukum, merumuskan
bahwa penalaran hukum sebagai the particular method of arguing used when applying legal rules
to particular interactions among legal person3 atau metode argumentasi khusus yang dipergunakan
ketika menerapkan sebuah aturan hukum untuk interaksi tertentu di antara badan hukum. Dalam
pengambilan sebuah keputusan dalam hukum biasanya badan hukum di Indonesia seperti
pengadilan terutama hakim akan mengambil sebuah keputusan menggunakan penalaran dalam
hukum beserta asas asas nya .sehingga hakim tidak hanya bertumpu pada undang undang ataupun
peraturan yang telah berlaku akan tetapi tetap menjunjung penilaian yang bersifat logis sehingga
tidak mengurangi keabsahan serta pandangan hukum itu sendiri. Pada inti nya penalaran
merupakan bentuk kecakapan ahli dalam memutuskan suatu masalah. Menurut H.J Berman ada
tiga ciri khusus dalam penalaran hukum:

1. Penalaran hukum cenderung ke arah implementasi Konsekuensi dari regulasi dan keputusan
hukum. dasar berpikir merupakan sebuah cara yang dipergunakan pada pengambilan suatu
keputusan hukum agar dapat diterapkan sama rata untuk semua golongan masyarakat tanpa

1
Edwin W. Patterson, 1942
2
Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara, 2013, 144-145
3
M. J. Peterson, ‘Legal Reasoning’, article online, retrieved from
https//www.courses.umass.edu/polsc356/legal-reasoning.pdf

5
memperhatikan perbedaan apapun dalam pertanggung jawaban nya dan seetiap kasus yang sama
harus menerima hukuman yang sama dengan kasus serupa agar tetap adanya asas persamaan.

2. Penalaran hukum cenderung menjaga serta melindungi persamaan temporal (unit historis).
Pembenaran hukum akan dating berkaca pada aturan hukum serta keputusan yang telah dibentuk
dan dibuat sebelumnya oleh karena itu keputusan hukum sebelumnya memastikan stabilitas dan
prediktabilitas;

3. Dalam melakukan penalaran hukum biasanya akan terjadi penalaran dialektikal, yaitu
membandingkan suatu masalah yang berlawanan, baik jika terjadi sebuah perdebatan pada saat
pmembentuk sebuah hukum ataupun pada saat memproses serta mempertimbangkan sebuah
pandangan dengan fakta yang telah diajukan dari beberapa pihak dalam proses peradilan dan
dalam proses negosiasi.

beberapa pakar memberikan pandangan tentang langkah-langkah dalam melakukan sebuah


penalaran hukum. Seperti Kenneth J. Vandevelde yang menyebutkan ada lima langkah dalam
melakukan penalaran hukum yaitu:

1. Meneliti serta memeriksa segala sumber mengenai suatu hukum yang bisa saja dipakai sebagai
sebuah asas hukum, biasanya seperti peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan
(identify the applicable sources of law)

2. Menganalisis sumber hukum tersebut untuk menetapkan sebuah peraturan dalam hukum yang
memungkinkan untuk dijadikan kebijakan dalam aturan tersebut (analyze the sources of law)

3. Mensintesiskan aturan hukum diatas ke dalam struktur yang koheren, yakni struktur yang
membagi bagian antara aturan yang bersifat khusus yang berada di bawah aturan yang sifatnya
umum (synthesize the applicable rules of law into a coherent structure)

4. Memeriksa kembali serta meneliti segala fakta yang tersedia (research the available facts)

5. Mengaplikasikan semua peraturan tersebut kepada sebuah kebenaran untuk memastikan


kewajiban dan hak terpenuhi sesuai dengan aturan tersebut (apply the structure of rules to the facts)

Dapat disimpulkan bahwasanya logika dalam hukum sangat berpengaruh karena logika
membuat seseorang berpikir dengan tepat dalam memutuskan suatu perkara hukum agar bisa
diterima oleh masyarakat luas secara rasional dan sesuai dengan norma yang berlaku.

6
B. Pembagian Penalaran Hukum

Penalaran dan logika memiliki hubungan yang sangat erat oleh karena nya dibutuhkan
penalaran yang logis dalam berargumen serta berfikir agar relevan dan sesuai dengan data dan
fakta.Sebagaimana sebuah pendapat dari Sumarmo mengutip pendapat Shurter and Pierce yang
mendefenisikan penalaran sebagai sebuah proses guna memperoleh kesimpulan yang logis sesuai
dengan data dan sumber yang relavan4.Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang
menyandarkan diri kepada teori perkembangan kognitif5.Maksudnya ketika seseorang dapat
memahami suatu informasi dan mengolahnya bisa dipastikan hasil yang didapat dari pemikiran
tersebut akan menjadi relevan sesuai dengan data dan fakta. Syarat-syarat pokok pemikiran dan
penalaran untuk mendapatkan kesimpulan yang benar6sebagai berikut:

1). Pemikiran yang logis harus berasal dari sebuah kenyataan dan titik pangkal yang tepat.

2). Alasan yang diajukan harus tepat dan kuat pembuktiannya

3). Jalan pikiran harus logis dan dapat diterima oleh banyak orang

Ketiga syarat diatas menunjukan bahwasanya segala sesuatu bentuk penalaran harus nyata
dan tidak boleh sampai ada kesesatan logika dan menyesatkan pengambilan keputusan agar tidak
terjadi hal hal seperti itu dibutuhkan penggalian informasi yang lebih agar dapat menguatkan
alasan alasan dalam berargumentasi tanpa menyebabkan terjadi nya kesesatan berlogika dan
kesalahan berfikir.Para pakar membagi penalaran menjadi dua bagian yaitu Penalaran induktif
dan deduktif sebagai berikut:

A. Penalaran Induktif

Induktif adalah sebuah cara berfikir seseorang untuk menyimpulkan sebuah observasi yang
sifatnya khusus menjadi sesuatu yang sifatnya umum(universal) dan terbatas(kasus).dari hal ini
dapat ditarik sebuah pernyataan yang bersifat umum dan bisa diberlakukan sesuai proposisi nya
terhadap sebuah kelompok tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari
kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat komplek

4
Utari sumarmo, Berpikir Dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya, (Bandung
2013), h. 302.
5
Surajio, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), h.45
6
Jacobus ranjabar, Dasar-dasar logika, ( Bandung :2015), h. 116-118

7
dan umum7. Dalam artian, bahwa ada kemungkinan kesimpulan itu benar tapi tidak berarti bahwa
itu pasti benar, sehingga akhirnya disinilah lahir probabilitas8. Generalis merupakan suatu contoh
pengambilan kesimpulan menggunakan penalaran induktif tersebut.Akan tetapi ketika seseorang
melakukan penalaran dengan metode ini bukan berarti dengan mudah menarik kesimpulan dengan
benar.sering kali saat penarikan kesimpulan seseorang tersebut juga memiliki kesalahan.dan tidak
sepenuh nya berjalan dengan kenyataan yang terjadi. Oleh karena nya dalam penarikan kesimpulan
dengan metode ini diharapkan agar dapat memahami nya lebih dalam secara khusus guna
mencegah kesesatan dalam berfikir. Penalaran model ini diperkenalkan oleh francis bacon (1561-
1626) karena sebuah ketidak puasan terhadap penalaran deduktif yang ketika memperhitungkan
jumlah gigi harus berdebat satu sama lain.dengan menggunakan penalaran induktif ini seseorang
dengan mudah untuk memahami hal tersebut.misal dalam menghitung gigi kuda tinggal membuka
mulut nya saja lalu menghitung nya dan menjadi sebuah kemudahan dalam menentukan
permasalahan nya. Dalam perumusan penalaran induktif ini terdapat beberapa perbedaan pendapat
tentang siapa pertama kali orang yang mencetuskan nya. Dalam perumusannya francis bacon
dianggap sebagai pencetus nya akan tetapi para ilmuwan muslim telah menemukan penalaran
tersebut sejak jaman kurun waktu antara 9-12masehi9. Semangat para pemikir dari Yunani yang
membuat para ilmuwan musli mengembangkan teori ini dalam memutuskan suatu hal
tertentu.akan tetapi dalam pelaksanaan nya penalaran induktif ini memiliki kelemahan yang cukup
signifikan.beberapa kelemahannya yaitu:

- Pengaruh panca indera yang terbatas membuat manusia sangat terbatas dalam menanggapi suatu
msalah yang terjadi karena dalam penalaran ini panca indera merupakan aspek utama dan karena
keterbatasannya itu lah manusia cenderung melakukan kesalahan dan keabsahan dalam suatu
keputusan tidak dapat diyakini dan dijadikan sebuah alasan penggunaannya

7
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis, hlm. 86
8
Maksud probabilitas disini adalah Pernyataan yang muatannya suatu hipotesa atau
“ramalan” dengan suatu tingkat keyakinan tertentu tentang akan terjadinya suatu kejadian
dimasa yang akan datang. Lihat: Mundiri, Logika., 183.
9
Saleh Iskandar Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern

8
- Fakta dilapangan memerlukan penafsiran yang signifikan oleh manusia,karena keterbatasann
yang dimiliki oleh manusia penafsiran ini tidak dapat dipegang teguh keabsahan nya karena tidak
dapat dipungkiri bahwasanya terdapat kesesatan berlogika dalam pengambilan keputusannya

- Memerlukan banyak waktu karena penalaran ini menggunakan metode yang cukup berat dan
mengandalkan kemampuan fikiran manusia hal itu membuat penalaran ini memerlukan waktu
yang tidak singkat karena diperlukan waktu untuk memahami menelaah serta memutuskan yang
menghasilkan sebuah pernyataan yang dapat diterima sesuai dengan data dan fakta yang terjadi.

Macam macam penalaran induktif

1. Analogi

Salah satu cara dalam melakukan penalaran induktif adalah dengan beranalogi analogi
ialah membicarakan suatu permasalahan dengan hal yang berlainan dengan hal yang berlainan
pula lalu membandingkan semuanya dan menarik kesimpulan yang bisa diterima oleh logika untuk
memutuskan suatu permasalahan.sebagimana menurut Peter N. Swisherdengan mengutip J.
Hospers (1970), menyatakan bahwa sebuah argumen analogis dirumuskan dengan
membandingkan dua hal atau lebih, mencari unsur-unsur yang sama dari hal-hal yang
dibandingkan dan menarik kesimpulan atas dasar kesamaan hal-hal yang dibandingkan tersebut.10
dengan analogi suatu permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya karena memikirkan
persamaan dengan permasalahan lain yang telah terjadi sebelumnya.biasanya penalaran analogi
mencari pada permasalahan yang memiliki banyak persamaan dan lebih mudah diserap dan
diterima. Dengan demikian analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelas atau sebagai dasar
penalaran11.dengan demikian analogi merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam
pengambilan keputusan karena dampak serta akibat telah dipikirkan secara matang dan memiliki
kesamaan pada permasalahan sebelumnya yang pernah terjadi.

2. Generalisasi

Generalisasi merupakan bagian dari penalaran induktif yang dimana pernyataan dari
seluruh objek yang sedang dipelajari. Kaplan&Manners (1999:15-16) secara sederhana

10
Peter Nash Swisher, ‘Teaching Legal Reasoning in Law School: The University of Richmond Experience 981, h.
537.
11
Soekardijo, Logika Dasar (Jakarta: Gramedia, 1999), 27

9
mendefinisikan generalisasi sebagai proposisi yang menjadikan dua atau lebih kelas fenomen
saling berhubungan12. Pernyataan yang terdapat pada penalaran ini sangat mengedepankan sebuah
sikap logis dan memikirkan sesuatu hal yang dapat dipahami oleh masyarakat secara luas. Dalam
penalaran ini perbedaan sebuah kata bisa saja sangat berpengaruh bagi pengertian suatu pernyataan
tertentu yang bersifat khusus. dalam pengembangan ilmu pengetahuan sangat membutuhkan cara
menggeneralisasi guna memudahkan seseoran untuk menyikapi suatu pernyataan.dalam
menggeneralisasikan suatu pernyataan seseorang harus memiliki pemahaman yang mendalam atas
suatu hal bahkan menguasainya,.berbeda dengan beranalogi dalam penalaran induktif jenis ini
seseorang dituntut agar dapat memahami satu pernyataan yang bersifat khusus dan tidak mengacu
pada suatu hal spesifik tertentu.berbeda dengan analogi yang membandingkan dengan
permasalhan yang sama sebab dan akibat nya.,hal itu tidak berlaku karena hanya dengan
mengandalkan suatu pernyataan akan menghasilkan sebuah jawaban yang spesifik dari pernyataan
tersebut.pernyataan ini cenderung mudah dan dapat dipahami hanya dengan membandingkan
sesuatu yang umum dari pernyataan dengan sutu hal lain yang sama pula dari hal tersebut namun
berifat lebih universal.

B. Penalaran Deduktif

Deduksi merupakan penalaran yang bertolak belakang dengan penalaran induksi dalam
penalaran ini seseorang akan menarik kesimpulan dari suatu pernyataan yang bersifat
umum(universal) menuju sebuah penalaran umum yang bersifat khusus seperti yang disampaikan
oleh Bernard arief sidharta “Proses berpikir deduksi adalah berdasarkan proporsi umum ke
proporsi khusus13.dalam penalaran ini pengertian khalayak ramai bisa saja berubah jika telah
mencapai proses penalaran pada salah satu pihak tertentu. Dalam sejqarah perkembangan logika
deduktif ini dimulai oleh seorang ilmuwan Rene Descrates (1596-1650)14, yang pertamakali
memperkenalkan logika deduksi, dengan menemukan titik koordinat Cartesian di mana manusia
dapat mendeskripsikan secara tepat letak suatu alam raya ini. Corak berpikirnya adalah matematis.
ia juga melukiskan bahwa alam semesta ini dapat di-matematika-kan. alam ini dilukiskan sebagai

12
poewardi soewardiredja Generalisasi dan representasi dalam penelitian, h.5
13
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian Tentang Fundasi Kefilsafatan
Dan Sifat Keilmuwan Ilmu. (Bandung: Mandar Maju, 2009), h. 74

14
Dr. H. Muhhamd Rakhmat.,pengantar logika dasar,h.15

10
pusat mesin terbesar, dan manusia dianggap sebagai mesin terkecil dari alam raya ini. Sehingga
paradigma Descrates disebut paradigma Cartesian15.Jadi segala sesuatu yang dapat dirasakan
dengan jelas dan terpilah dengan baik,menjadi sebuah kebenaran.sesuatu yang jelas dan telah
terpilah itu kebenaran yang mutlak.dalam hal ini descrates juga menemukan teman dalam berpikir
dengan menggunakan penalaran jenis ini seperti Newton dalam ilmu fisika dan
matematika,Rosseau dalam ilmu tata negara,akhirnya ketika pemikiran mereka bertemu menjadi
sebuah paradigma yang diberi nama Cartesian-Newtonian.Pemikiran mereka berkembang dan
menjadi dsar bagi perkembangan pemikiran modern tentang memaknai sebuah pernyataan dan
logika baik dalam kegiatan ilmiah maupun dalam kehidupan sehari hari.penalaran ini juga sering
dipakai oleh para pengamat filsafat di era modern saat ini sehingg membenarkan hasil yang relevan
saja dengan premis tersebut.Akan tetapi penalaran jenis ini meiliki kekurangan diantaranya sulit
untuk menerima hal hal yang tidak relevan dengan apa yang telah ada dan jelas untuk
dirasakan,sulit untuk mengembangkan suatu pernyataan menggunakan logika. Sering kali
penalaran ini mendapatkan titik buntu ketika tidak melibatkan nya logika dalam pencarian esensi
kebenaran yang lebih bisa diyakini kebenarannya,bukan hanya sesuai dengan sistematika nya saja
tanpa tahu sebab maupun akibat dari hal hal tersebut.juga merugikan masyarakat karena dapat
mereduksi segala hukum yang berlaku dengan patokan sebuah hukum yang linear dan tidak
berkembang dengan kemampuan penalaran pada manusia.dalam penalaran deduktif bentuk
penalarannya disebut silogisme. Kelebihan nya pula ialah waktu yang dipakai akan lebih sebentar
dan efisien dikarenakan menganaalisa suatu pengertian dari segi materi nya saja,serta poin poin
yang dicari sudah jelas dan mempermudah dalam pengambilan sebuah kesimpulan,memudahkan
juga bagi para siswa agar dengan mudah memahami pelajaran dan apa yang guru sampaikan
dengan baik agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil kesimpulan dan bagi para pemula harap
masi diawasi dalam pengamatan suatu pernyataan dengan penalaran ini agar tetap sejalan dengan
maksud dari pernyataan tersebut.

Penalaran induktif dan deduktif memiliki kelebihan dan kekurangan nya masing masing.
Dalam konsep penalaran hukum seseorang ahli hukum maupun suatu Lembaga yang menangani
permasalahan hukum dalam suatu negara dituntut mampu menyelesaikan sebuah perkara dengan
seadil adilnya dan tidak merugikan siapapun,oleh karena nya Lon Fuller mengembangkan metode

15
Ibid.,h.15

11
penalaran hukum yang dikenal dengan IRAC16.IRAC merupakan sebuah konsep pemalaran yang
telah banyak dipakai oleh sekolah hukum maupun Lembaga hukum untuk mengananlisis suatu
masalah tertentu menggunakan penggabungan dari logika induktif dan deduktif dalam penalaran
sebuah argumentasi hukum.IRAC terdiri dari empat buah huruf Issue (I),rule of law (R), argument
(A), dan conclusion (C)17maksudnya ialah:

Issue: Merumuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi dan yang
berkaitan dengan masalah tersebut sehingga dapat dipastikan keabsahan suatu permasalahan dan
pokok utama nya.

Rule of law: Dalam rule of law seorang pengamat dan penanggung jawab hukum akan melihat
kasus hukum mana yang telah dilanggar oleh pihak pihak terkait serta bagaimana penanganan
hukum yang tepat karena pelanggaran aturan tersebut.

Argument: Ketika pengamat hukum telah menemukan permasalahan yang telah dilanggar oleh
pihak terkait maka diperbolehkan bagi para pengamat atau penanggung jawab hukum untuk
mendiskusikan keputusan dan menerima dan mempertimbangkan ajuan serta permohonan dari
pihak terkait sebelum memutuskan suatu keputusan.

Concluis: Sebuah keputusan yang telah dipikirkan dengan metode diatas dan diputuskan atas
semua masukan dan pertimbangan yang telah dilakukan dan keputusan tersebut bersifat legal dan
harus dipatuhi.

Rangkaian IRAC menekankan analisis (Analysis) dengan menggunakan facts,issue dan rule untuk
kemudian menarik konklusi. Alur nomor 1 dan 2 menerapkan kerangka berpikir induksi,
sementara alur penalaran 3 menerapkan cara penalaran deduktif18.

Peran penalaran bagi seorang Hakim

Jika disandingkan sebuah kemampuan penalaran dan berlogika sangat berkaitan dengan
berjalan nya sebuah proses pengambilan sebuah keputusan dalam hukum. sehingga kecakapan
penalaran seorang ahli hukum harus lah memadai karena segala keputusannya haruslah dapat
dipertanggung jawabkan sesuai dengan pasal dan peraturan yang telah menjadi sebuah regulasi

16
Lihat LawNerds.com, Inc. 1999-2003. Bandingkan dengan Eric Mack, pada www.EricMackOnline.com
17
Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 2, Juni 2017,h,391
18
Ibid,h,391

12
yang berlaku di masyarakat dan hakim merupakan reprentasi dari pengadilan dan Lembaga yang
melindungi hukum untuk masyarakat.dan pengambilan keputusan dari sebuah permasalahan akan
berorientasi padanya. bukan hanya sekedar penalaran akan tetapi lebih dari itu. Keadilan bukan
hanya produk dari intelektual hakim"but of his spirit", demikian dijelaskannya lebih
lanjut.19Kegiatan yuridis seorang hakim adalah perilaku sesungguh nya yang menunjang proses
dalam peradilan.sebagaimana disinngung penalaran hakim sangat berpengaruh dalam
pengambilan keputusan begitu juga kemampuan yuridis nya menjadi sebuah keharusan bagi nya.
Dalam mengadili perkara hakim dituntut untuk melakukan suatu aktivitas atau ''kegiatan juridis"
sendiri dan tidak sekedar melakukan silogisme semata20. Karena sejatinya tugas hakim memanglah
melaksanakan hukum yang telah berlaku,akan tetapi tidak dapat dipungkiri dalam pengawalan
hukum disaat menjalankan persidangan hakim dituntut agar dapat menemukan sebuah hukum
bahkan menciptakan hukum baru,agar dapat memecahkan masalah dengan pihak terkait.ketika
seorang hakim diminta untuk dapat membuat sebuah hukum perlu adanya pendekatan terhadap
kebiasaan masyarakat serta dampak yang dihasilkan dari kegiatan tersebut dan tidak boleh
menyimpang dari kaidah hukum yang telah ada atau biasa disebut dengan legal reasoning legal
reasoning ini berfungsi mencari tahu alasan pengeluaran sebuah aturan atau undang undang bagi
tatanan hukum di suatu negara, sebagaimana tertuaang pada uu no.48 tahun 2009 mengenai
kekuasaan hakim.mengkombinasikan penalaran seorang hakim terhadap norma norma serta cara
melihat sebuah peristiwa baik peristiwa hukum dan non hukum yang terjadi akan memudahkannya
dalam membuat maupun menemukan sebuah aturan terkait Kualitas pemikiran hakim pada
hakikatnya terletak pada substansi hasil penalaran yang tertuang dalam pertimbangan hukum
(Ratio Decidenci)21. Lebih umum nya logika dipakai untuk mengontrol emosi seorang hakim dan
perasaan nya dalam menentukan sebuah keputusan agar tidak adanya pihak yang dirugikan,
Karena hasil dari pemikiran yang logis menjamin sebuah keputusan yang cenderung memilki sifat
objektif karena telah di pikirkan dengan matang tanpa melibatkan sebuah perasaan tertentu pada
kasus tersebut.serta mengecilkan konsekuensi dalam penyimpangan hukum. Kurang lebih Hakim
harus mampu menjawab tantangan demi tantangan di dalam pengambilan keputusan,dengan

19
Alfred Denning dalam I Nyoman Nurjana, “Penalaran Hakim dalam Menciptakan Hukum, (Judge Made Law:
Suatu Kegiatan Berpikir Ilmiah”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol. 13, No. 4 Tahun 1983, hlm. 304
20
Sudikno Mertokusumo dalam I Nyoman Nurjana, Ibid, hlm. 302
21
Widodo, J. P. 2011. “Penalaran Hukum Dalam Proses Mengadili Perkara Pidana Dalam Kerangka Kebebasan
Hakim”. Jurnal Pranata Hukum Vol. 6, No. 2, hlm. 136

13
mengkombinasikan metode hukum serta penalaran akan memudahkan hakim serta para praktisi
hukum maupun Lembaga hukum untuk melindungi hukum di sebuah negara.dan pengalaman
tentang sebuah peristiwa hukum sangat membantu untuk menganalogikan sebuah peristiwa
dengan peristiwa lainnya dan menarik kesimpulan tersebut. Jika seorang Hakim telah mampu
untuk mengkombinasikan kemampuan penalaran dengan metode tersebut maka akan dengan
mudah untuk menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hukum, dan dipercaya keabsahan
keputusan nya sesuai dengan asas asas hukum dan tidak menyimpang.

C. Fungsi Penalaran

Penalaran hukum adalah proses mental yang digunakan dalam sistem hukum untuk
mencapai kesimpulan logis dan rasional berdasarkan fakta, prinsip, dan argumen yang relevan.
Fungsi utama penalaran hukum adalah menginterpretasikan dan menerapkan hukum secara
konsisten dan adil dalam hal penyelesaian sengketa, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan
keadilan.

Penalaran hukum mempertimbangkan banyak hal, seperti peraturan hukum, precedens, niat
pembentuk hukum, konteks sosial, dan prinsip-prinsip moral.22 Tujuan penalaran hukum adalah
untuk mencapai kepastian hukum, keadilan, dan keadilan substansial. Penalaran hukum
memberikan dasar yang kuat untuk proses pengambilan keputusan hukum dengan mendasarkan
pada argumen yang kuat dan relevan.

Salah satu jenis penalaran hukum yang paling umum adalah penalaran deduktif, di mana
kesimpulan dibuat berdasarkan premis. Misalnya, jika premisnya adalah "jika seseorang
melakukan tindakan yang melanggar hukum, maka mereka dapat dituntut",23 maka kesimpulan
deduktifnya adalah bahwa orang tersebut dapat dituntut.

Penalaran induktif, seperti penalaran deduktif, juga digunakan dalam hukum.24 Penalaran
induktif melibatkan pengambilan kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta khusus yang ada.
Misalnya, jika putusan pengadilan sebelumnya menyatakan bahwa tindakan tertentu merupakan

22
Kadir Sobur, “Logika Dan Penalaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan,” TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin 14,
no. 2 (2015).
23
Basuki Kurniawan, “Logika Dan Penalaran Hukum” (CV LICENSI, 2021).
24
Imron Mustofa, “Jendela Logika Dalam Berfikir; Deduksi Dan Induksi Sebagai Dasar Penalaran Ilmiah,” EL-
BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam 6, no. 2 (2016): 1–21.

14
pelanggaran hukum, maka penalaran induktif menyimpulkan bahwa tindakan serupa juga akan
dianggap sebagai pelanggaran hukum di masa depan.

Penalaran hukum juga melibatkan analogi, yaitu kasus yang serupa digunakan sebagai
model untuk memutuskan kasus yang sedang dipertimbangkan.25 Ini memungkinkan penegak
hukum dan pengadilan untuk membuat keputusan yang adil dan konsisten berdasarkan kasus-kasus
sebelumnya yang memiliki prinsip dan fakta yang sebanding.

Selain itu, penalaran hukum biasanya memerlukan konstruksi argumen yang kuat untuk
mendukung posisi yang diambil.26 Penalaran hukum memerlukan pemahaman yang mendalam
tentang hukum, pengetahuan tentang keputusan pengadilan yang relevan, dan kemampuan untuk
menganalisis secara kritis argumen yang diajukan. Ini karena argumentasi yang baik mencakup
penggunaan prinsip-prinsip logika, pembuktian, dan penggunaan otoritas hukum yang relevan.

Secara keseluruhan, fungsi penalaran hukum sangat penting dalam sistem hukum karena
memberikan kerangka kerja yang logis dan rasional untuk memecahkan masalah hukum dan
mencapai keputusan yang adil.27 Dengan menggunakan penalaran yang tepat, hukum dapat
diterapkan secara konsisten dan masyarakat dapat mencapai keadilan.

Beberapa poin utama yang muncul dari analisis dan diskusi tentang fungsi penalaran
hukum adalah:

• Kejelasan dan kepastian hukum: Penalaran hukum memastikan bahwa keputusan yang
diambil didasarkan pada premis yang jelas dan logis. Ini membantu menciptakan
kejelasan dan kepastian hukum, sehingga orang-orang dapat dengan lebih baik
memahami dan mematuhi hukum. Penalaran yang konsisten juga mengurangi
ambiguitas dan interpretasi yang berbeda tentang hukum.

• Perlindungan hak asasi manusia

Salah satu cara penting untuk melindungi hak asasi manusia adalah melalui penalaran
hukum. Penalaran hukum dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak melanggar hak-

25
Husni Mubarrak, “Metodologi Penalaran Hukum Islam Ushul Fiqh” (LKKI, 2021).
26
Donald Albert Rumokoy and Frans Maramis, “Pengantar Ilmu Hukum” (2016).
27
Urbanus Ura Weruin, “Logika, Penalaran, Dan Argumentasi Hukum,” Jurnal Konstitusi 14, no. 2 (2017): 374–395.

15
hak individu yang dijamin oleh hukum dengan menggunakan argumen yang kuat dan relevan.28
Hal ini mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa hukum memperlakukan
semua orang dengan cara yang adil dan setara.

• Keadilan substansial

Pencapaian keadilan substansial terkait dengan fungsi penalaran hukum. Penalaran hukum
harus mempertimbangkan konteks sosial, nilai-nilai moral, dan prinsip-prinsip keadilan saat
menafsirkan hukum dan mengambil keputusan.29 Dengan demikian, penalaran hukum memastikan
bahwa hukum tidak hanya diterapkan secara teknis, tetapi juga sesuai dengan prinsip keadilan yang
mendasarinya.

• Pengembangan hukum melalui preceden

Penalaran hukum adalah bagian penting dari pengembangan hukum melalui preceden.
30
Pengadilan sering bergantung pada kasus-kasus sebelumnya saat mereka membuat keputusan
dalam kasus yang serupa. Penalaran analogis memungkinkan hukum untuk berubah dan
menyesuaikan dengan masyarakat dan kebutuhan baru.

• Ketegasan dalam pengambilan keputusan

Pencapaian ketegasan dalam pengambilan keputusan dibantu oleh penalaran hukum.


Pengadilan dan penegak hukum dapat membuat alasan yang kuat dan mendalam untuk mendukung
keputusan mereka dengan menggunakan proses penalaran yang logis dan sistematis. Hal ini
membantu menjamin bahwa penilaian yang objektif didasarkan pada keputusan yang tidak
dipengaruhi oleh hal-hal subjektif atau kepentingan pribadi.

• Keterbatasan dan Tantangan

Penalaran hukum memiliki peran penting, tetapi ada juga keterbatasan dan masalah.
Subyektifitas, interpretasi yang berbeda, dan perbedaan pendapat tentang prinsip-prinsip hukum
adalah beberapa faktor yang dapat memengaruhi penalaran hukum. Selain itu,31 kekurangan

28
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia (Prenada Media, 2017).
29
Bayu Setiawan, “Penerapan Hukum Progresif Oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan Substantif Transendensi”
(Prosiding Seminar Nasional & Call for Papers Hukum Transendental, 2018).
30
Antonius Cahyadi and Fernando M Manullang, Pengantar Fisafat Hukum (Prenada Media, 2021).
31
Seri Aryati, “Tantangan Perguruan Tinggi Di Era Revolusi Industri 4.0,” in Prosiding Seminar Nasional Program
Pascasarjana Universitas Pgri Palembang, vol. 12, 2019.

16
informasi atau pemahaman yang buruk tentang konteks hukum yang relevan juga dapat
memengaruhi penalaran hukum.32

Dengan demikian, Penalaran hukum memberikan ketegasan dan objektivitas saat


pengambilan keputusan. Pengadilan dan penegak hukum dapat membuat pernyataan yang kuat dan
mendalam dengan mengikuti proses penalaran yang rasional.33 Hal ini membantu memastikan
bahwa penilaian yang objektif terhindar dari pengaruh faktor-faktor subjektif atau kepentingan
pribadi dan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada penilaian yang objektif.34

Namun, penting juga untuk menyadari bahwa penalaran hukum memiliki keterbatasan dan
masalah. Faktor subyektif, interpretasi yang berbeda, dan pendapat yang berbeda tentang prinsip-
prinsip hukum juga dapat memengaruhi penalaran hukum.35 Selain itu, kekurangan informasi atau
pemahaman yang buruk tentang konteks hukum yang relevan juga dapat memengaruhi penalaran
yang tepat.

Dalam kesimpulan, penalaran hukum memainkan peran penting dalam sistem hukum.36
Fungsi penalaran hukum mencakup hal-hal seperti menjaga kejelasan dan kepastian hukum,
melindungi hak asasi manusia, mencapai keadilan substansial, pengembangan hukum melalui
preceden, ketegasan dalam pengambilan keputusan, dan mengidentifikasi keterbatasan dan
tantangan hukum.37 Namun, meskipun memiliki keterbatasan, penalaran hukum tetap menjadi alat
penting untuk mencapai keadilan dan membantu membangun keadilan.38

32
Marhaeni Ria Siombo and M Si SH, “Asas–Asas Hukum Adat,” Dikutip dari: https://scholar. google. com/scholar
(2016).
33
Lynda Chayadi, “Implikasi Hukum Atas Kedudukan Warga Negara Asing Sebagai Ahli Waris Untuk Hak Milik
Atas Tanah,” Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 7, no. 2 (2020): 159–168.
34
Ibid.
35
Muhammad Chairul Huda and M H S HI, Metode Penelitian Hukum (Pendekatan Yuridis Sosiologis) (The Mahfud
Ridwan Institute, 2021).
36
Muksana Pasaribu, “Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Civil Law Dan Sistem Common Law,” Jurnal Justitia:
Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora 7, no. 1 (2020): 77–83.
37
Benediktus Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia: Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi
(Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009).
38
Zulfiani Zulfiani, “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak Di Bawah Umur Menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974,” Jurnal Hukum Samudra Keadilan 12, no. 2 (2017): 211–222.

17
D. Pengertian Asas Hukum

Asas hukum adalah prinsip-prinsip atau pedoman yang menjadi dasar dalam pembentukan,
interpretasi, dan penerapan hukum. Asas hukum memiliki peran penting dalam menjaga keadilan,
kepastian hukum, dan konsistensi dalam sistem hukum.39 Asas hukum membantu memastikan
bahwa keputusan hukum diambil dengan adil, objektif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan
yang mendasari.

Beberapa contoh asas hukum yang umum termasuk asas legalitas, asas proporsionalitas,
asas kesetaraan, asas keadilan, dan asas kepastian hukum. Asas hukum berfungsi sebagai pedoman
bagi pembuat hukum, pengadilan, dan penegak hukum dalam menjalankan tugas mereka dengan
integritas dan menghasilkan keputusan yang adil dan sesuai dengan nilai-nilai hukum yang
dijunjung tinggi.

Untuk menjaga keadilan, kesetaraan, kepastian hukum, dan konsistensi dalam penerapan
hukum di masyarakat, asas hukum merujuk pada prinsip-prinsip mendasar yang menjadi pijakan
dalam pembentukan, interpretasi, dan penerapan hukum. Asas hukum juga merupakan landasan
yang memberikan struktur dan kepastian dalam sistem hukum suatu negara.

Asas hukum adalah pedoman yang mengatur tindakan dan perilaku individu dan lembaga
dalam suatu sistem hukum. Asas hukum juga memberikan jaminan akan perlindungan hak-hak
individu, keadilan, dan kesetaraan di hadapan hukum.40 Mereka juga berfungsi sebagai panduan
dalam menentukan hak dan kewajiban, serta menentukan sanksi yang berlaku ketika peraturan
hukum dilanggar.

Untuk menghasilkan hukum yang adil dan berkeadilan, asas hukum berfungsi sebagai
dasar etis.41 Prinsip keadilan, proporsionalitas, dan kepastian dapat digunakan sebagai dasar untuk
membuat keputusan hukum. Asas hukum menyatakan bahwa hukum harus diterapkan secara
objektif dan tidak diskriminatif.

39
Siombo and SH, “Asas–Asas Hukum Adat.”
40
I Dewa Gede Atmadja, “Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum,” Kertha Wicaksana 12, no. 2 (2018): 145–155.
41
Ratnasari Fajariya Abidin, “Harmonisasi Peraturan Penanaman Modal Asing Dalam Bidang Pertambangan Mineral
Dan Batubara Berdasarkan Prinsip Keadilan (Studi Kontrak Karya Antara Pemerintah Republik Indonesia Dengan
PT. Freeport Indonesia),” Az-Zarqa’: Jurnal Hukum Bisnis Islam 9, no. 2 (2017).

18
Selain itu, asas hukum juga berperan dalam menciptakan kepastian hukum, yang berarti
hukum harus jelas, mudah dipahami, dan memiliki konsekuensi yang dapat diprediksi. Kepastian
hukum memberikan rasa aman dan kepastian bagi masyarakat untuk berinteraksi dan beraktivitas
sesuai dengan aturan yang berlaku.

Selain itu, asas hukum mencakup prinsip kesetaraan di hadapan hukum, 42 yang berarti
bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk diperlakukan adil oleh sistem hukum tanpa
memandang status sosial, ekonomi, etnis, atau agama mereka. Asas kesetaraan mencegah
diskriminasi dan menjamin bahwa setiap orang memiliki akses yang sama terhadap keadilan.

Prinsip konsistensi dan keberlanjutan juga termasuk dalam asas hukum. Prinsip konsistensi
menjamin bahwa keputusan hukum dalam kasus yang serupa harus sejalan dengan prinsip-prinsip
yang sama, menghindari inkonsistensi atau perbedaan perlakuan yang tidak adil.43 Selain itu,
hukum harus bersifat berkelanjutan, mengikuti perkembangan zaman, dan mampu mengatasi
tantangan yang muncul.

Jadi, asas hukum memainkan peran penting dalam sistem hukum suatu negara. Pengertian
asas hukum mencakup prinsip-prinsip yang menjaga keadilan, kesetaraan, kepastian, dan
konsistensi dalam penerapan hukum. Asas hukum memberikan pedoman etis untuk membuat
hukum yang adil dan berkeadilan, menjaga kepastian hukum, dan menjamin hak-hak setiap orang
di hadapan hukum.

E. Macam-macam Asas

Sebelum kita mengetahui apa saja asas-asas dalam sistem hukum. Maka kita harus
mengetahui terlebih dahulu pengertian dari asas-asas hukum tersebut. Apa yang dimaksud dengan
asas-asas hukum? Menurut Paul Scholten asas-asas hukum adalah kecenderungan pada suatu hal
yang menyangkut kepada hukum yang dipahami oleh paham kesusilaan kita. Dari prngertian
tersebut dapat dipahami bahwa asas-asas hukum tersebut sebagai pikiran-pikiran dasar yang
terdapat pada sitem hukum, yang mana sistem hukum tersebut menjadi dasar untuk peraturan
perundang-undangan dan keputusan hakim.44

42
S H Moeljatno, “Asas-Asas Hukum Pidana,” Rineka Cipta, Jakarta (2002).
43
Atmadja, “Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum.”
44
O. Notohamidjoyo, Demi Keadilan Dan Kemanusiaan: Beberapa Bab Dari Filsafat Hukum, BPK. Gunung Mulia,
Jakarta, 1975, hal.49.

19
Sedangkan menurut pandangan Karl Larenz yang ia ciptakan pada bukunya yang berjudul
“Methodenlehre der Rechtswissenschaft” bahwa asas-asas hukum dapat diartikan sebagai ukuran-
ukuran hukum yang etis, yang dapat memberikan arah prmbentukan hukum. Singkatnya adalah
bahwa asas-asas tersebut menjadi syarat untuk membentuk peraturan perundang-undangan
maupun putusan hakim. Pandangan Karl Larenz ini juga sejalan dengan Paul Scholten
bahwasannya asas-asas hukum tersebut sebagai dasar dari segala hal yang berbau hukum,
contohnya pembentukan perundang-undangan dan keputusan hakim.45

Kemudian P. Belefroid mengemukakan pendapatnya yang ia tulis dalam bukunya yang


berjudul “Beschowingen over Rechtsbeginselen” bahwa asas-asas hukum adalah dasar hukum
yang berasal dari hukum positif yang mana hal tersebut didatangkan dari aturan-aturan hukum
yang bersifat lebih umum. Maksud dari pengertian tersebut adalah asas-asas hukum itu nilai-nilai
yang mengendap dalam hukum positif.46

Pengertian asas-asas hukum lainnya juga dikemukakan oleh H.J. Homes yang terdapat
dalam bukunya yang berjudul “Betekenis van de Algemene Rechtsbeginsselen” bahwa asas-asas
hukum tersebut bukanlah norma-norma yang sebenarnya, namun sebagai dasar umum dan
petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Maksud dari pengertian tersebut adalah bahwa asas-
asas hukum ini menjadi dasar kaidah dalam hal perilaku.47

Selanjutnya asas-asas hukum yang dikemukakan A.R Lacey, “priciples may resemble
scientific laws in being description of ideal world, set up to govern expectation”. Hal ini
mengandung arti bahwa asas-asas hukum itu menunjukkan makna yang luas sehingga dapat
menjadi dasar aturan-aturan hukum yang bertujuan untuk mengatur perilaku manusia yang dapat
menimbulkan akibat hukum.48 Menurut G.W. Paton mendifinisikan asas-asas hukum secara
singkat, yaitu suatu pikiran yang cakupannya luas yang menjadi landasan aturan-aturan hukum.
Dapat diartikan bahwa asas-asas ini bersifat abstrak, sedangkan aturan-aturan hukum itu adalah
yang sebenarnya, menyangkut perilaku atau tindakan hukum tertentu.49

45
I. Dewa Gede, Atmadja. "Asas-asas hukum dalam sistem hukum." Kertha Wicaksana, 2018, hal. 146
46
Ibid.
47
Ibid.
48
Mahadi, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, cetakan ke-3, 2003, hal.120.
49
Ibid.

20
Setiap hukum memiliki berbagai macam asas yang memiliki peranan yang sangat penting
untuk dipedomani. Misalnya asas-asa pada hukum acara pidana, asas-asas pada hukum acara
perdata, asas-asas pada hukum kebendaan, dll. Pada makalah ini kita akan mengambil contoh pada
asas-asas hukum kebendaan. Asas-asas dalam hukum kebendaan sendiri itu terdiri dari 10 asas
menurut Mariam Darus Badrulzaman,50 yaitu sebagai berikut: (220)

1. Asas sistem tertutup, yang dapat diartikan bahwa hak-hak atas kebendaan tersebut besifat
terbatas yang sudah diatur dalam Undang – Undang. Maka tidak diperbolehkan untuk
menciptakan atau mengubah hak atau perjanjian yang sudah ditetapkan sebelumnya.

2. Asas hak mengikuti benda, maksudnya adalah hak atas kebendaan tersebut selalu
mengikuti bendanya dimanapun dan dalam genggaman siapapun. Asas ini diambil dari
hukum romawi yang membagi hukum harta kekayaan, perseorangan, dan kebendaan.

3. Asas publisitas yaitu pembublikasian kepada masyarakat terhadap kepemilikan benda.


Contohnya adalah hak atas benda tetap atau tidak bergerak yang terjadi melalui pendaftaran
dalam buku tanah, dan benda bergerak melalui penguasaan kongkrit terhadap benda
tersebut.

4. Asas spesialitas, asas ini bermakna bahwa hak kepemilikan yang bersifat individual itu
harus ditunjukkan dengan wujud yang jelas yakni secara batas, luas, dan juga letak tanah
tersebut. Hak ini menjadi bagian dari hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas
benda tetap.

5. Asas totalitas, yang dimaksud dengan asas ini adalah hak atas kepemilikan barang haruslah
totalitas dan yang dimaksud totalitas disini adalah hak atas memiliki secara keseluruhan.
Bukan hanya bagian-bagian dari benda tersebut. Permisalannya adalah suatu bangunan
rumah, maka satu rumah tersebut dengan sendirinya kepemilikan orang tersebut secara
keseluruhan,tidak boleh hanya bagian dari rumah itu saja (pintu, jedela, keramik, dll).51

50
Tanjung, Vivi Lia Falini. "Implementasi Asas-Asas Umum Hukum Kebendaan Dalam Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia." DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum 2.1, 2017, hal 220.

51
Ibid

21
6. Asas pelekatan, yang dimaksud asas ini adalah memiliki kesamaan dengan asas totalitas,
yang mana benda pelekat yang dalam hal ini contohnya adalah jendela, pintu, konsen, dll
maka benda pelekat atau aksesoris tersebut menjadi satu dengan benda pokok. Seperti
halnya hubungan bangunan dengan pintu. Singkatnya adalah status hukum benda pelekat
atau aksesoris mengikuti status hukum benda pokok.

7. Asas pemisahan horizontal, asas ini mengandung makna bahwa sudah tertera dalam KUH
Perdata diambil asas pelekatan sedang yang menganut asas horizontal berasa dari hukum
adat. Singkatnya adalah hak atas tanah tidak dengan sendirinya mengikuti yang ada diatas
tanah tersebut seperti bangunan dan tanaman. Jika bangunan dan tanaman hendak
disertakan pada pembelian, maka harus ditegaskan pada akta jual beli. Dalam hal ini
pemerintah mempercayai asas vertikal yang digunakan untuk tanah yang sudah
bersertifikat dan asas horizontal digunakan untuk tanah yang belum memilii sertifikat.52

8. Asas dapat diserahkan, maksudnya adalah pemilik dari benda tersebut mempunyai hak
untuk menyerahkan benda, misalnya disewa dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat dibaca
dan dipelajari dalam buku II KUH Perdata.53

9. Asas perlindungan, asas ini memiliki 2 jenis yang berbeda. Yang pertama yaitu
perlindungan atas golongan yang berekonomi lemah, dan jenis yang kedua yaitu kepada
pihak yang memiliki bermaksud baik, meskipun hal tersebut tidak memiliki hak wenang.
Hal ini terdapat dalam pasal 1977 KUH perdata.

10. Asas absolute, hak ini mengandung makna bahwasannya setiap orang yang berbeda dengan
hak yang relatif, maka wajib bagi mereka untuk menghormati atau mentaati kebendaan
tersebut. 54

Berikutnya dapat juga kita lihat pada tatanan internal pada sistem hukum asas-asas ini
dibagi menjadi 3 jenis yaitu, asas-asas hukum umum universal, asas-asas hukum umum nasional,
dan yang terakhir yaitu asas-asas hukum khusus pada bidang hukum sektoral. Asas-asas yang

52
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Findusia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
53
Munir Fuady, 2000, Jaminan Findusia, Bandung: Citra Aditya Bakti.
54
Ibid.

22
dibagi tersebut merupakan bagian dari materiil pada hukum positif. Jenis-jenis asas-asas nya akan
dirincikan sebagai berikut:

1. Asas-asas Hukum Umum Universal

Dikemukakan oleh Paul Scholten, yang mengatakan bahwa asas ini adalah pikiran dasar
manusia yang berupa budi pekerti, akal dan juga perilaku. Dan yang dapat membedakannya adalah
terletak pada keumumannya. Asas Hukum Umum Universal ini memiliki sifat yang paling
fundamental dari segi tatanan sistem hukum, yaitu asas kebebasan (yang disempurnakan oleh asas
kepribadian), asas cinta kasih (yang disempurnakan oleh asas kemasyarakatan), asas keadilan
(yang disempurnakan oleh asas persamaan), asas kepatuhan (yang disempurnakan oleh asas
kewibawaan), dan asas pemisah antara baik dan buruk. Dari pengertian lain juga dapat diambil
kesimpulan bahwa asas ini mencakup respek terhadap kepribadian manusia, asas terhadap
kerohanian dan kejasmanian, asas kepervayaan yang menuntut sikap timbal-balik, dan asas
pertanggungjawaban. 55

2. Asas-asas Hukum Nasional

Jenis asas yang kedua ini menjadi dasar tata kehidupan suatu negara ataupun bangsa. 56Baik
dari segi kehidupan bernegara maupun kehidupan bermasyarakat. Asas ini berlandaskan dari
pancasila yaitu, Asas manfaat, Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan, Asas Demokrasi, Asas
Adil dan Merata, Asas Perikehidupan dalam Keseimbangan, Asas Kesadaran Hukum, dan, Asas
Kepercayaan pada Diri Sendiri. Asas-asas Hukum Nasional ini menjadi landasan bagi pikiran yang
mengarah pada hukum yang etis bagi kaidah, aturan, dan lain sebagainya.

3. Asas-asas Hukum Khusus pada Bidang Sektoral

Asas ini mencakup pada, Asas Pengakuan yang terdapat pada hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis (hukum adat), Asas memelihara budi pekerti atau perilaku, Asas Kedaulatan
Rakyat, Asas Negara Hukum, Asas Pemerintahan Konstitutional, dan juga Asas Hirarki peraturan
perundang-undangan, dan Asas mengutamakan kepentingan atau kemakmuran rakyat.57

55
J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-Pengertian Dasar dalam Teori Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, hal. 119.
56
Mahadi, op.cit., hal. 151.
57
Ibid.

23
F. Kedudukan dan Fungsi Asas

Menurut Guru Besar Ilmu Hukum USU yaitu Mahadi beliau mengemukakan pendapat
bahwa dasar dari segala dasar hukum di Indonesia ini adalah Pancasila. Pancasila menjadi pondasi
atau sumber yang paling mendasar dari segala hukum yang akan dibuat dan ditetapkan, maka dari
itu tidak ada salahnya juga dibuatlah asas yang juga bersumber dari Pancasila. Karena Pancasila
sebagai asas ideologi hukum di Indonesia. 58

Pancasila memandang kedudukan dari asas-asas hukum di Indonesia bahwa asas hukum
dari sistem hukum hirarki itu kedudukannya lebih tinggi dibandingkan asas hukum norma atau
kaidah hukum. Pancasila dapat mewarnai tingkah laku manusia pada kehidupan sehari-hari yang
perlu dijabarkan secara bertingkat dari asas-asas sampai kepada tata norma atau kaidah hukum
positif. Yang disebut juga sebagai “tingkah laku hukum” yaitu sebagai berikut: Asas-asas – Tata
Norma – Tata Norma Hukum Positif – Tingkah Laku Hukum Manusia – Pancasila.59 Fungsi
asas hukum ini dicermati oleh Bruggink yang dikaitkan kepada sistem hukum yang dikutip pada
pandangan Kees Schuit, yaitu: “Sistem hukum terdiri dari tiga elemen yang memiliki otonomi
tertentu dan hubungan yang saling terkait, yaitu elemen ideal, elemen operasional, dan elemen
aktual. Sebagai prinsip-prinsip utama atau meta-kaidah, fungsi prinsip-prinsip dalam sistem
hukum memiliki sifat ganda, yakni sebagai dasar atau fondasi dari hukum positif, serta sebagai
tatanan prinsip-prinsip yang mendasari bidang hukum tertentu. Prinsip-prinsip hukum juga
berfungsi sebagai batu uji kritis terhadap hukum positif, terutama dalam konteks keputusan hakim,
di mana prinsip-prinsip hukum digunakan sebagai kriteria untuk menilai aturan-aturan atau norma
hukum berdasarkan fakta-fakta yang dirumuskan dalam bahasa hukum dan dalam hal interpretasi
prinsip-prinsip hukum oleh hakim."

Dan dari penjelasan pengertian yang sudah dibahas diatas, asas berfungsi sebagai dasar
untuk membuat suatu hukum dan juga menjadi dasar atas keputusan hakim. Kemudian menurut
O. Notohamidjojo: 1975) fungsu asas pada sistem hukum adalah sebagai berikut:60Fugsi asas
dalam pembentukan Undang-Undang atau orang yang membentuk Undang-Undang yang biasa
disebut Legislator yaitu, sebagai fondasi atau dasar pembentukan Undang-Undang. Dalam hal ini

58
Mahadi, op.cit., hal. 142.
59
Ibid.
60
O. Notohamidjoyo, op.cit., hal. 63.

24
para Legislator harus meneliti terlebih dahulu dasar pikiran dari asas-asas hukum yang hendak
dijadikan dasar sebagai pembentukan Undang-Undang. Ini disebut juga sebagai asas-asas
pembentukan perundang-undangan yang baik.

Pandangan yang berpendapat bahwa asas-asas hukum sebagai pembentukan perundang-


undangan ini dimaknai memiliki fungsi yang jelas yaitu asas hukum sebagai “ratiolegi” yang
berasal dari peraturan pada Undang-Undang.61 Hal ini bermakna bahwa setiap orang khususnya
penegak hukum ataupun praktisi hukum harus dapat memahami dasar pikiran dari para pembentuk
Undang-Undang, sehingga Undang-Undang tersebut dapat dikategorikan mampu atau berisi nilai
yang dapat menegakkan hukum di Indonesia. Dan itu bisa juga disebut sebagai spirit hukum. Maka
yang sebenarnya diperlukan bukanlah mengatur asas-asas hukum dalam perundang-undangan,
namun asas-asas hukum tersebut berkembang sesuai dengan doktrin dan yurisprudensi pada suatu
sistem hukum.

Fungsi asas yang selanjutnya adalah, fugsi asas bagi para hakim untuk membuat suatu
keputusan, yaitu pertama ketika ada pasal-pasal ataupun artikel-artikel yang sekiranya kurang jelas
dan sulit untuk dipahami, maka asas-asas tersebut menjadi landasan atau sumber para hakim untuk
mengetahui hal tersebut. Fungsi kedua adalah sebagai memberikan pertimbangan hukum untuk
menjatuhkan putusannya. Fungsi ketiga yaitu sebagai dasar untuk menemukan suatu hukum
(rechtsvinding), fungsi yang keempat yaitu sebagai asas-asas hukum untuk melakukan konstruksi
hukum analogi.62

61
Bernard Arief Sidharta, “Penemuan Hukum Dalam Kajian Filsafat Hukum”, dalam Pendulum Antinomi Hukum,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hal. 33.

62
O. Notohamidjoyo, op.cit., hal. 65.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Permasalahan hukum akan dapat diselesaikan dengan menggunakan kemampuan berlogika


seorang penegak hukum didasari dengan asas hukum yang telah berlaku.karena asas hukum
memiliki peran penting dalam menjaga keadilan, kepastian hukum, dan konsistensi dalam sistem
hukum. Asas hukum membantu memastikan bahwa keputusan hukum diambil dengan adil,
objektif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang mendasari.agar tidak adanya kesesatan
dalam berlogika dan pengambilan keputusan.

B. Saran

Penalaran dan asas hukum memiliki kesinambungan dalam pelaksanaan hubungan hukum oleh
karena nya ketika seseorang memutuskan sebuah perkara hukum tidak boleh melupakan asas
hukum yang telah berlaku dan tetap mengutamakan manfaat bagi pihak pihak terkait.

26
DAFTAR PUSTAKA

Alfred Denning dalam I Nyoman Nurjana, “Penalaran Hakim dalam Menciptakan Hukum,
(Judge Made Law:

Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian
Tentang Fundasi Kefilsafatan Dan Sifat Keilmuwan Ilmu. (Bandung: Mandar
Maju, 2009)

Dr. H. Muhhamd Rakhmat.,pengantar logika dasar

Edwin W. Patterson, 1942

Epistemologis dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara, 2013, 144-145

Hakim”. Jurnal Pranata Hukum Vol. 6, No. 2, Jurnal Konstitusi, Volume 14

https//www.courses.umass.edu/polsc356/legal-reasoning.pdf

M. J. Peterson, ‘Legal Reasoning’, article online, retrieved from

Peter Nash Swisher, ‘Teaching Legal Reasoning in Law School: The University of
Richmond Experience 981

Soekardijo, Logika Dasar (Jakarta: Gramedia, 1999) poewardi soewardiredja Generalisasi


dan representasi dalam penelitian

Suatu Kegiatan Berpikir Ilmiah”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol. 13, No. 4 Tahun
1983,

Sudikno Mertokusumo dalam I Nyoman Nurjana

Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,

Utari sumarmo, Berpikir Dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya

Widodo, J. P. 2011. “Penalaran Hukum Dalam Proses Mengadili Perkara Pidana Dalam
Kerangka Kebebasan

27
Abidin, Ratnasari Fajariya. “Harmonisasi Peraturan Penanaman Modal Asing Dalam
Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara Berdasarkan Prinsip Keadilan (Studi
Kontrak Karya Antara Pemerintah Republik Indonesia Dengan PT. Freeport
Indonesia).” Az-Zarqa’: Jurnal Hukum Bisnis Islam 9, no. 2 (2017).

Aryati, Seri. “Tantangan Perguruan Tinggi Di Era Revolusi Industri 4.0.” In Prosiding
Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang. Vol. 12,
2019.

Atmadja, I Dewa Gede. “Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum.” Kertha Wicaksana
12, no. 2 (2018): 145–155.

Cahyadi, Antonius, and Fernando M Manullang. Pengantar Fisafat Hukum. Prenada


Media, 2021.

Chayadi, Lynda. “Implikasi Hukum Atas Kedudukan Warga Negara Asing Sebagai Ahli
Waris Untuk Hak Milik Atas Tanah.” Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 7, no. 2
(2020): 159–168.

El-Muhtaj, Majda. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia. Prenada Media, 2017.

Handoyo, Benediktus Hestu Cipto. Hukum Tata Negara Indonesia: Menuju Konsolidasi
Sistem Demokrasi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009.

Huda, Muhammad Chairul, and M H S HI. Metode Penelitian Hukum (Pendekatan Yuridis
Sosiologis). The Mahfud Ridwan Institute, 2021.

Kurniawan, Basuki. “Logika Dan Penalaran Hukum.” CV LICENSI, 2021.

Moeljatno, S H. “Asas-Asas Hukum Pidana.” Rineka Cipta, Jakarta (2002).

Mubarrak, Husni. “Metodologi Penalaran Hukum Islam Ushul Fiqh.” LKKI, 2021.

Murdan, Murdan. “Harmonisasi Hukum Adat, Agama, Dan Negara Dalam Budaya
Perkawinan Masyarakat Islam Indonesia Belakangan.” Asy-Syir’ah: Jurnal Ilmu
Syari’ah dan Hukum 50, no. 2 (2016): 505–535.

28
Mustofa, Imron. “Jendela Logika Dalam Berfikir; Deduksi Dan Induksi Sebagai Dasar
Penalaran Ilmiah.” EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam 6, no. 2
(2016): 1–21.

Pasaribu, Muksana. “Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Civil Law Dan Sistem
Common Law.” Jurnal Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora 7, no. 1
(2020): 77–83.

Rumokoy, Donald Albert, and Frans Maramis. “Pengantar Ilmu Hukum” (2016).

Setiawan, Bayu. “Penerapan Hukum Progresif Oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan
Substantif Transendensi.” Prosiding Seminar Nasional & Call for Papers Hukum
Transendental, 2018.

Siombo, Marhaeni Ria, and M Si SH. “Asas–Asas Hukum Adat.” Dikutip dari:
https://scholar. google. com/scholar (2016).

Sobur, Kadir. “Logika Dan Penalaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan.” TAJDID:
Jurnal Ilmu Ushuluddin 14, no. 2 (2015).

Weruin, Urbanus Ura. “Logika, Penalaran, Dan Argumentasi Hukum.” Jurnal Konstitusi
14, no. 2 (2017): 374–395.

Zulfiani, Zulfiani. “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak Di Bawah Umur Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.” Jurnal Hukum Samudra Keadilan 12, no.
2 (2017): 211–222.

Atmadja, I. Dewa Gede. "Asas-asas hukum dalam sistem hukum." Kertha Wicaksana 12.2
(2018): 145-155.

Bruggink, J. J. H. 1996. Refleksi Tentang Hukum Pengertian-Pengertian Dasar Dalam


Teori Hukum, alih bahasa Arief Sidharta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Mahadi (2003), Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Alumni, Bandung.

Munir Fuady, 2000, Jaminan Findusia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Notohamidjojo, O. (1975), Demi Keadilan Dan Kemanusiaan Beberapa Bab Dari Filsafat
Hukum, BPK. Gunung Mulia, Jakarta.
29
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Findusia. Bandung: Citra Aditya
Bakti.

Sidharta. (2006), Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, Alumni,


Bandung. Sidharta, Arief, Bernard

Tanjung, Vivi Lia Falini. "Implementasi Asas-Asas Umum Hukum Kebendaan Dalam
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia." DE LEGA
LATA: Jurnal Ilmu Hukum 2.1 (2017): 213-235.

30

Anda mungkin juga menyukai