Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayah, sehingga

berkat karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Proposal skripsi ini. Tak lupa

shalawat bertangkaikan salam kepangkuan Nabi besar Muhammad SAW, yang

mana berkat jerih payah beliau yang telah membawa kita dari alam jahiliah ke

alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.

Proposal skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Malikussaleh. Dalam penyusunan

laporan ini, penulis banyak di bantu, diarahkan dan di bimbing serta di dukung

oleh beberapa pihak. Dengan kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan

rasa terimakasih atas segala bantuan dalam penyelesaian Proposal Skripsi.

1. Allah SWT, yang telah memeberikan rahmat dan ridhaNya senantiasa

memberikan kemudahan serta kelapangan penulis dalam penyelesaian

Proposal Skripsi.

2. Ayahanda dan Ibunda tercinta, terimakasih yang tak terhingga saya

ucapkan pada kedua insan ini, yang selalu mendukung dan memberikan

motivasi pada penulis sehingga Proposal Skripsi ini dapat di selesaikan.

3. Bapak Muhammad Fazil, S.Ag.,M.Soc.SC Selaku Dosen

pembimbing skripsi penulis, terimasih penulis ucapkan. Telah banyak

memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun.

i
ii

4. Bapak Kamaruddin, S.sos.,M.Si selaku kepala prodi Ilkom Fakultas

Fisip Universitas Malikussaleh.

5. Nurlina, selaku teman terbaik yang selalu membantu penulis dalam

penyelesaian proposal skripsi ini, memberikan semangat dan dukungan

serta motivasi pada penulis.

6. Salmawati, Eva Yulia , sekaligus teman seperjuangan. Terimakasih

untuk semua dukungannya.

Penulis menyadari bahwa Proposal Skripsi ini masih banyak adanya

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap

akan kritik dan saran dari pembaca, karna mesi dalam tahap pembelajaran.

Demikianlah semoga Proposal Skripsi ini dapat bermanfaat, dapat menambah

wawasan bagi semua kalangan pembaca.

Lhokseumawe, 20 Februari 2020

Penulis;

Mulyani

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang............................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................5
1.3. Fokus Masalah ...........................................................................................5
1.4. Tujuan penelitian........................................................................................5
1.5. Manfaat Penelitian......................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

.2 Penelitian Terdahulu..................................................................................7
.2 Landasan Teori..........................................................................................11
.2 Pengertian Semiotik...................................................................................12
.2 Film............................................................................................................16
.2 Film Dokumenter.......................................................................................18
.2 Marginalitas...............................................................................................20
.2 Landasan konseptual..................................................................................21

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian.........................................................................................25


3.2 Pendekatan Penelitian.................................................................................25
3.3 Sumber Data...............................................................................................26
3.4 Teknik Pengumpulan Data.........................................................................27
3.5 Teknik Analisa Data...................................................................................27
3.6 jadwaal Penelitian.......................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 PENELITIAN TERDAHULU...............................................................7

iv
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1 KERANGKA BERPIKIR..................................................................22

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan penyampain pesan dari komunikator ke

komunikan dengan tujuan dapat dimengerti oleh kedua pihak. Komunikasi juga

dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Komunikasi tidak langsung

adalah tindakan komunikasi yang dilakukan tidak secara perorangan tapi melalui

medium atau alat perantara tertentu. Misalnya penyanpaian informasi melalui

surat kabar, majalah, radio, TV, dan lain-lain. tindakan komunikasi media massa

dapat menjadi salah satu cara untuk menyampaikan pesan. Oleh karena itu

persaingan bisnis media massa khususnya perfileman semakin ketat.

Perfilman pada saat ini semakin berkembang, film merupakan sarana

dalam menyampaikan sebuah pesan yang di dalamnya terdapat dua pemaknaan

yaitu pemaknaan secara tersirat dan tersurat media massa dapat menjadi salah satu

cara untuk penyampaian pesan. film adalah gambar yang tersusun secara visual

yang mana di dalamnya banyak terdapat pesan – pesan atau informasi yang di

rangkum secara fakta maupun dalam bentuk fiksi.

Setiap pesan dalam sebuah film tentu mengandung arti dan makna

tersendiri bagi setiap individu yang menonton, dimana makna tersebut dimaknai

1
sesuai dengan cara berpikir seseorang masing – masing. Film dapat dibagi

menjadi tiga jenis. Yakni, Film Dokumenter, Fiksi dan experimental. Diamana

2
3

ketiganya merupakan media pengantar pesan secara nonverbal yaitu dalam bentuk

visual. Film dokumenter merupakan cara kreatif untuk menyajikan informasi yang

dibuat untuk berbagai macam tujuan. Film dokumenter menyajikan suatu

kenyataan berdasarkan fakta objektif yang memiliki nilai esensial dan eksistensial.

Film dokumenter dapat dibuat untuk beragam tujuan, salah satunya adalah

mengubah pandangan masyarakat terhadap suatu topik.

Dalam setiap pembuatan film documenter memiliki tujuan tersendiri.

dimana setiap tujuan tersebut produser berusaha menyajikan visualisasi yang

sesuai dengan keinginannya, dengan maksud visualisasi yang digambarkan

tersebut dapat dimaknai penonton sesuai dengan makna aslinya. Dengan begitu

sebuah proses pesan dalam film dapat dikatakan berhasil. Namun, sering kali

pesan yang disampaikan dalam sebuah film yang dibuat oleh seorang produser

tidak tersampaikan sesuai dengan tujuan makna awal. Salah satu makna dalam

sebuah film dari sekian banyak persepsi makna seperti, yang akan peneliti bahas

yakni makna Marginalisasi yang tersirat dalam sebuah film.

Marginal berarti jumlah atau efek yang sangat kecil. Artinya, marjinal

adalah suatu kelompok yang jumlahnya sangat kecil atau biasa juga diartikan

sebagai kelompok pra-sejahtera. Marjinal juga identik dengan masyarakat kecil

atau kaum yang terpinggirkan, tersingkir, terbuang dan tersisihkan. Konsep

marginalitas menurut Dunne (2005) pada awalnya dikenalkan oleh Robert pada

tahun 1928 dalam essaynya yang berjudul “Human Migration and Marginal

Man” (Dunne, 2005:11).


4

Pada dasarya film documenter di Indonesia sendiri banyak mengandung

makna-makna marginitas seperti film documenter yang peneliti anggap menarik

yakni film dokumenter berjudul Waria Dengan Tuhan, film ini disutradarai oleh

Sifa Sultanika, dimana dalam film ini terdapat sekelompok waria (lakuran dari

kata wanita dan pria) merupakan sekelompok laki-laki yang suka berperan sebagai

wanita dalam kehidupan sehari-harinya. Film ini menceritakan bagaimana seorang

waria beribadah kepada Tuhan. Dimana mereka dikumpulkan dalam sebuah

pesantren yang didirikan oleh seorang Waria pula (Sinta). Pesantren ini di beri

nama Pesantren Al – Fatah yang di bangun di kawasan istimewa Yogyakarta

tepatnya di kota Gede.

Film ini menggambarkan bagaimana kehidupan sekelompok kaum Waria

di tengah – tengah masyarakat pada umumnya. Yang mana banyak terlihat adanya

pro dan kontra dengan keberadaan sekelompok kaum Waria ini. Peneliti melihat

adanya beberapa makna yang menandakan bahwa adanya marginalisasi pada

kaum Waria dalam film ini. Terdapat makna yang tersirat dalam sebuah dialog

panjang seorang anggota pondok pesantren oleh pihak terkait saat di wawancarai.

Dalam dialog tersebut terdapat banyak kalimat-kalimat yang memaknai bahwa

adanya marginalisasi terhadap mereka. Namun, poin ini tidak langsung di

gambarkan secara visual, mengingat hal yang ingin disampaikan dalam film ini

adalah hanya pada poin kedudukan sekelompok kaum Waria dalam Islam versi

mereka.

Melalui cerita ini, membangkitkan persepsi penonton antara pro dan

kontra terhadap kedudukan waria dalam islam hal itu menyebabkan cerita tersebut
5

hanya mendorong penonton untuk ikut merenungkan masalah kedudukan waria

dalam islam. Padahal terdapat makna marginalisasi yang juga penting diangkat,

dimana makna marginalisasi seharusnya mampu membawa penonton untuk lebih

paham dan mengerti akan suatu keadaan sekelompok kaum Waria. penonton

secara tidak langsung harusnya dapat terdorong rasa prihatin dengan keadaan

waria sebenarnya.

Oleh karena itu untuk melihat makna marginalisasi peneleliti perlu melihat

dan menelaah tanda – tanda yang terdapat dalam film ini, yang mana tanda

tersebut baik berupa sebuah teks dalam dialog atau pengakuan tokoh ataupun

symbol – symbol yang dinampakan secara langsung maupun yang tersembunyi di

beberapa scen visualisasi film. Dalam melihat tanda – tanda tersebut peneliti

menggunakan pendekatan semiotika menurut Roland Barthes.

Fenomena mengenai transgender masih kontroversial di masyarakat,

sehingga menjadi sebuah kajian yang menarik untuk peneliti kaji tentang

bagaimana sebuah media khususnya film ikut mengambil peran. Pemahaman akan

makna film pun membuat perbedaan pengalaman, pengetahuan, budaya dan

keyakinan sehingga pemahaman tidak akan sama antara penonton yang satu

dengan penonton lainnya. Dari uraian di atas mulai dari devinisi film dan

marginalisasi. Peneliti tertarik meneliti tentang makna Marginalisasi yang

terkandung dalam sebuah film documenter dengan judul “Analisis Semiotika

Makna Marginalisasi Dalam Film Dokumenter Waria Dengan Tuhan”


6

Makna-makna dalam film dan kajian semiotika Pada dasarnya terdapat

tiga makna dalam film dilihat dari sudut pandang Roland Berth yakni denotasi

yang berarti makna awal utama dari sebuah, teks, dan sebagainya nya. Makna

paling nyata dari apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek. (Danesi,

2010: 274).

Adapun makna kotasi dari sudut pandang Roland Berth yaitu istilah yang

digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini

menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang

terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai

– nilai dari kebudayaannya. Konotasi memunyai makna yang subjektif atau Paling

tidak intersubjektif.

Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif sehingga

kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca konotatif sebagai

fakta denotative karna itu, salah satu tujuan analisi semiotika adalah untuk

menyediakan metode analisis dan kerangka berfikikir dan mengatasi terjadinya

salah baca (misereading) atau salah baca dalam mengartikan makna suatu tanda

(Wibowo, 2011 : 174)

Dan mitos Menurut Barthes dalam bukunya yang berjudul mythologies,

mitos adalah sebuah sistem komunikasi, bahwa mitos adalah sebuah pesan.

mitos adalah mode penandaan, sebuah wujud. Barthes percaya bahwa semua

benda bisa menjadi mitos. asalkan benda tersebut sudah mengandung pesan, maka

benda itu menjadi mitos. Menurut sifat lain dari mitos adalah bahwa mitos tidak

ditentukan oleh materinya melainkan oleh pesan yang disampaikan titik mitos
7

tidak selalu bersifat verbal, sehingga juga ada mitos dalam bentuk film lukisan

patung, fotografi, iklan, atau komik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan

permasalahan yakni, Bagaimana makna marginalisasi Waria dalam film

documenter Waria Dengan Tuhan?

1.3 Fokus Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas peneliti memfokuskan penelitian pada :

1. gambaran makna dalam tanda yang dimunculkan terkait marginalisasi

melalui makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film dokumentar

Waria Dengan Tuhan melalui analisi Roland Berth.

2. Analisis melalui scene, shoot dan sequence.

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran denotasi, konotasi dan mitos yang

dimunculkan terkait kebenaran waria dalam islam pada film waria dan tuhan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis,

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan ilmu komunikasi, serta memberikan sumbangsih dan beragam


8

data mengenai penelitian semiotik sebagai bahan pustaka, khususnya

penelitian tentang analisis kajian film dan semiotika.

2. Manfaat Praktis

1. Peneletian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dalam

membaca makna yang ada dalam sebuah film dokumenter melalui

semiotika.

2. Dapat menjadi bahan evaluasi dan mampu memberikan kontrubusi yang

posiitif untuk penikmat film dokumenter jurnalistik dan akademis dalam

bidang komunikasi yang ingin meneliti tentang film dokumenter.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Rahmasari Dita (2018) Penelitian ini berjudul Homofobia dalam

Film Indonesia (Analisis Semiotika Dalam Film Suka Ma Suka dan Film

Lovely Man). Penelitian ini bertujuan untuk Mendapatkan representasi

homofobia dalam film Suka Ma Suka dan film Lovely Man Metode yang

dipakai oleh peneliti berupa metode semiotika Roland Barthes dengan dua

tahapan yaitu denotasi dan konotasi serta dihubungkannya dengan mitos

yang ada di masyarakat, dari hasil temuan data peneliti menemukan

sebanyak 10 (sepuluh) scene yang menunjukkan homofobia pada film

Indonesia. Dua film yang dipilih sebagai objek penelitian yakni Suka Ma

Suka dan film Lovely Man Temuan dalam penelitian ini adalah, kedua

film menggunakan homofobia sebagai peran yang melindungi laki – laki

maskulin. Dimana homofobia dijadikan sebagai penerapan ego

maskulinitas dan homofobia sekedar status pelindung yang melindungi

identitas diri laki – laki agar tidak dianggap sebagai seorang penyuka

sesama jenis, gay, atau LGBT.

Persamaan penelitian Dita dengan penelitian peneliti adalah sama-sama

menggunakan metode semiotika Roland Barthes. Adapun perbedaan dengan

penelitian terdahulu terletak pada fokus masalah dan tujuan dari penelitian dita,
10

penelitian terdahulu memfokuskan kepada representasi dari homophobia didalam

sebuah film dengan melihat sisi maskulinitas laki - laki, sedangkan peniliti memfokuskan

masalah pada gambaran makna dalam tanda yang dimunculkan terkait

marginalisasi melalui makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film dokumentar

Waria Dengan Tuhan melalui analisi Roland Berth

Taqiyya Hani (2011) Penelitian ini berjudul Analisis Semiotika Film In

The Name Of God. Adapun persamaan penelitian peneliti dengan penelitian

Taqiyya Hani sama – sama menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Dan

perbedaannya terletak pada fokus penelitian, peneliti memfokuskan penelitian i

pada gambaran makna dalam tanda yang dimunculkan terkait marginalisasi

Waria dalam film dokumentar Waria Dengan Tuhan.

Sedangkan fokus Permasalahan Taqiyya Hani yaitu Apa makna denotasi,

konotasi dan mitos yang merepresentasikan konsep jihad Islam dalam film The

Name of good. Dan Objek Penelitian yang berbeda.

Lestari Yuandita ( 2018 ) Penelitian ini berjudul Representasi Identitas

Diri Transgender dalam film Bulu Mata. film Bulu Mata menceritakan tentang

sekelompok Transgender atau waria yang berjuang untuk diakui identitas

dirinya di kota Bireun, Aceh Utara. Rumusan masalah penelitian ini adalah apa

makna tanda yang dimunculkan dan bagaimana identitas diri transgender di

representasikan dalam film bulu mata

Tujuan film ini adalah untuk mengetahui identitas diri transgender yang

direpresentasikan dan menumukan makna dan tanda yang ditunjukkan dalam

film Bulu Mata. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Charles Sanders
11

pietrce. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan

kualitatif. Hasil penelittian ini menunjukkan bahwa identitas diri sebagai

seorang transgender dalam fim bulu mata dapat dilihat melalui kepribadian

( subjektif ) dan peran ( objektif ).

identitas kepribadian ditunjukkan dari pandangan orang lain melihat

transgender dalam film bulu mata seperti keluarga, teman dan masyarakat sosial.

Film ini juga menunjukkan bahwa adanya advokasi untuk para transgender titik

terlihat dari identitas diri yang ditunjukkan melalui kegiatan yang ditampilkan

dan tokoh yang menerima perbedaan identitas dari para transgender. Sisip

advokasi ini juga didukung dari pendapat sutradara yang berperan dalam

memberikan dukungan kepada kaum transgender untuk berani menceritakan

segala problem lewat film.

Persamaan penelitian peneliti dengan penelitian Yuandita sama – sama

menggunakan objek penelitian film dokumenter berkonteks waria dan sama –

sama ingin menumukan makna dan tanda yang ditunjukkan dalam film

dokumenter.

Adapun perbedaan penelitian peneliti degan penelitian yuandita adalah

menggunakan teori semiotika Charles Sanders sedangkan peneliti menggunakan

teori Roland Berth. Dan Batasan Masalah yuandita membatasi tulisan dengan

berfokus pada scene mengenai identitas diri dalam film dokumenter Bulu Mata.
12

Tabel 1.1 Perbandingan Peneliti Sebelumnya Dengan Peneliti

Sekarang

No Penelitian Persamaan Perbedaan


1 Dita - Menggunaka metode - perbedaan dengan penelitian
Rahmasari penelitian kualitatif terdahulu terletak pada fokus
deskriptif, masalah dan tujuan dari
- menggunakan teori penelitian dita, penelitian
semiotika Roland terdahulu memfokuskan kepada
Barthes. representasi dari homophobia
didalam sebuah film dengan
melihat sisi maskulinitas laki -
laki, sedangkan peniliti
memfokuskan masalah pada
gambaran makna dalam tanda
yang dimunculkan terkait
marginalisasi melalui makna
denotasi, konotasi dan mitos
dalam film dokumentar Waria
Dengan Tuhan.
2 Taqiyya Hani - menggunakan teori - peneliti memfokuskan
semiotika Roland penelitian ini pada gambaran
Barthes. makna dalam tanda yang
dimunculkan terkait
marginalisasi Waria dalam
film dokumentar Waria
Dengan Tuhan.
- Sedangkan fokus
Permasalahan Taqiyya Hani
yaitu Apa makna denotasi,
konotasi dan mitos yang me
representasikan konse jihad
Isslam dalam film The Name
of good.
- Objek Penelitian.
3 Misnawati menggunakan objek yuandita menggunakan teori
Rabella
penelitian film semiotika Charles Sanders

dokumenter berkonteks Pierce sedangkan peneliti

waria dan sama – sama menggunakan teori Roland


13

ingin menumukan Berth. Dan Batasan Masalah

makna dan tanda yang yuandita membatasi tulisan

ditunjukkan dalam dengan berfokus pada scene

film dokumenter. mengenai identitas diri dalam

film dokumenter Bulu Mata.

-.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Semiotika Roland Barthes

Semiotika berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar

kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit

tersembunyi dan bergantung pada kebudayaan hal ini kemudian menimbulkan

perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (denotatif)

(Sobur, 126-127).

Roland Barthes adalah salah satu pakar semiotik yang memfokuskan

permasalahan semiotik pada dua makna tersebut. Iya dikenal sebagai salah

seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan

semiologi Saussurean. Iya juga intelektual dan kritikus sastra Perancis yang

ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotik pada studi sastra.

Bartens ( 2001:208 ) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan

sentral dalam strukturalisme tahun 1960 an dan 70-an ia berpendapat bahwa

bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu
14

masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pandangan ini dalam

Wriring Degree Zero 1997.

Salah satu area penting yang di rambah barthes dalam studinya tentang

tanda adalah peran membaca (The reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat

asli, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi secara panjang lebar

mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang

dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya sastra merupakan contoh

paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai

sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif

yang di dalam mytologiesnya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem

pemaknaan tataran pertama melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan

peta tentang bagaimana tanda bekerja.

Dari peta Barthes terlihat bahwa tanda denotatif ( 3 ) terdiri atas penanda

( 1 ) dan petanda ( 2 ) akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah

juga penanda konotatif ( 4 ) dengan kata lain hal tersebut merupakan unsur

material: hanya jika anda mengenal tanda singa barulah konotasi seperti harga

diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.

Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya titik sesungguhnya, inilah sumbangan barthes yang sangat berarti

bagi penyempurnaan semiologi saussure, yang berhenti pada penandaan dalam

tataran denotatif.
15

Dalam kerangka Barthes konotasi identik dengan operasi ideologi, yang

disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu

(Budiman 2001:28).

2.3 Pengertian Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji. Tanda

tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di

dunia ini di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau

dalam istilah Barthes Semilogy, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (Humanity) memaknai hal-hal (Thinks). Memaknai (To Sinify)

dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (To

Communicate). Memaknai berarti bahwa objek objek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga

mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes,1988:179;

Kurniawan,2001:53).

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna

meaning ialah hubungan antara suatu objek atau ideal dan suatu tanda Johan 1996:

64 ) konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas

berurusan dengan simbol, bahasa, wacana bahasa wacana dan bentuk bentuk

nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan

maknanya dan bagaimana tanda disusun titik secara umum studi tentang tanda

merujuk kepada semiotika. (Sobur, 2003: 15-16).


16

Secara etimologis istilah semiotik berasal dari kata Yunani Semeion yang

berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar

konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu

yang lain. Secara Terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan

sebagai tanda. Van zoest; 1996 mengartikan Semiotik sebagai ilmu tanda (Sign)

dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya

dengan kata lain pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang

mempergunakannya.

Pendekatan analisis semiotika untuk kajian tentang film sangat relavan

untuk digunakan, karena dalam film banyak melahirkan tanda – tanda sebagai

tanda makna yang direpresentasikan dalam film. Sebagaimana yang telah

dikemukakan Roland Barthes, film mempunyai banyak makna yaitu sebagai

penanda(signifer) dan petanda (signified) ketika sebuah film diananlisis, sangat

banyak sekali tanda –tanda yang memunyai banyak makna denotasi, konotasi dan

mitos.

2.2.1 Makna Denotasi

Makna denotasi adalah makna awal utama dari sebuah, teks, dan

sebagainya nya. Makna paling nyata dari apa yang digambarkan tanda terhadap

sebuah objek.(Danesi, 2010: 274). Denotasi menunjukkan hubungan yang

digunakan dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang

peranan penting dalam suatu ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu
17

makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya daat disebut

sebagai gambaran sebuah petanda (wibowo, 2011 : 174)

2.2.2 Makna Konotasi

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan

signifikasi tahap kedua. Hal ini menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini

menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau

emosi dari pembaca serta nilai – nilai dari kebudayaannya. Konotasi memunyai

makna yang subjektif atau Paling tidak intersubjektif.

Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif sehingga

kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca konotatif sebagai

fakta denotative karna itu, salah satu tujuan analisi semiotika adalah untuk

menyediakan metode analisis dan kerangka berfikikir dan mengatasi terjadinya

salah baca (misereading) atau salah baca dalam mengartikan makna suatu tanda

(Wibowo, 2011 : 174)

Makna yang memiliki sejarah budaya di belakangnya yaitu bahwa ia

hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan signifikansi tertentu titik konotasi

adalah metode operatif dalam pembentukan dan penyandian teks kreatif seperti

persis, novel komposisi musik dan karya-karya seni. (Danesi, 2010: 274).

2.2.3 Mitos

Menurut Barthes dalam bukunya yang berjudul mythologies, mitos adalah

sebuah sistem komunikasi, bahwa mitos adalah sebuah pesan. mitos adalah
18

mode penandaan, sebuah wujud. Barthes percaya bahwa semua benda bisa

menjadi mitos. asalkan benda tersebut sudah mengandung pesan, maka benda itu

menjadi mitos. Menurut sifat lain dari mitos adalah bahwa mitos tidak ditentukan

oleh materinya melainkan oleh pesan yang disampaikan titik mitos tidak selalu

bersifat verbal, sehingga juga ada mitos dalam bentuk film lukisan patung,

fotografi, iklan, atau komik.

mitologi adalah bagian dari semiologi, yaitu ilmu yang luas tentang &

bentuk. Mitologi dan semiologi, kedua-duanya berurusan dengan nilai yang tidak

hanya puas dengan fakta. fakta merupakan tanda yang digunakan untuk

mendefinisikan dan menjelajahi hal lainnya. Menurut barthes dalam mitos

ditemukan pola tiga dimensi penanda dan tanda. Tapi mitos adalah sebuah sistem

khusus yang dibangun dari rantai semiologi yang sudah ada sebelumnya.

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang

disebut dengan mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

(Sobur.2003: 71)

2.4 Film

Secara Etimologis film yaitu Moving Image gambar bergerak, film

melatarkan ceritanya dengan cara khususnya sendiri. Kekhususan film adalah

mediumnya, cara pembuatannya dengan kamera dan pertunjukannya dengan

royektor dan layar.


19

Oey Hong Lee (1965:40) menyebutkan film sebagai alat komunikasi

massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir

abad ke-19 dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur merintangi

perkembangan surat kabar sudah dibikin lenyap. ini permulaan sejarahnya film

dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati karena ia tidak

mengalami unsur-unsur teknik, politik ekonomi sosial dan demografi yang

merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18

dan permulaan abad ke-19 film, kata Oey Hong Lee mencapai puncaknya di

antara perang dunia l dan perang dunia ll namun kemudian merosot tajam setelah

tahun 1945 seiring dengan munculnya medium televisi

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial lantas

membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi hal

layaknya. Sejak itu, maka merebak lah berbagai penelitian yang hendak melihat

dampak film terhadap masyarakat titik ini misalnya, dapat dilihat dari sejumlah

penelitian film yang mengambil berbagai topik seperti: pengaruh film terhadap

anak, film dan agresivitas film dan politik dan seterusnya

Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat

hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linear. Artinya, film

selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan di

baliknya, tanpa pernah berlaku sebaiknya titik-titik yang muncul terhadap

perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat

di mana film itu dibuat film selalu merekam realitas yang tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikan nya ke atas layar.


20

Film merupakan bidang kajian yang relevan bagi analisis struktural atau

semiotika seperti dikemukakan oleh Van Zoest (1993:109), film dibangun dengan

tanda semata – mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang

bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan berbeda dengan

fotografi tapi rangkaian gambar dalam film menciptakan Image dan sistem

penandaan karena itu, menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda

arsitektur terutama indeksikal pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis,

yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu memang ciri gambar-gambar

film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjukkannya. Gambar yang

dinamis dalam film merupakan ekonomis bagi realitas yang dinotasikannya.

Sobur, 126-128).

2.5 Film Dokumenter

Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Kunci

utama dari dokumenter adalah penyajian fakta. Film dokumenter berhubungan

dengan orang-orang , tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter

ini tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian, namun merekam peristiwa

yang sungguh-sunguh terjadi. tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak

memiliki plot (rangkaian peristiwa dalam film yang disajikan pada penonton

secara visual dan audio), namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan

oleh tema atau argument dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki

tokoh peran baik dan peran jahat, konflik, serta penyelesaiannya seperti halnya
21

film fiksi (Fajar Nugroho, 2007). Film dokumenter terbagi menjadi dua belas

jenis, di antaranya sebagai berikut:

1. Laporan Perjalanan: Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi

dari para ahli etnolog atau etnografi.

2. Sejarah: Karya yang mengacu pada suatu peristiwa sejarah di masa lalu,

dengan keakuratan data yang sangat dijaga.

3. Potret / Biografi: Karya yang berkaitan dengan sosok seseorang, baik

yang hidup di masa kini maupun di masa lalu.

4. Nostalgia: Karya yang biasanya lebih berupa kilas-balik atau napak tilas

kejadian-kejadian dalam kehidupan seseorang atau sekelompok orang.

5. Rekonstruksi: Suatu upaya untuk memberi gambaran ulang secara utuh

sebuah peristiwa yang pernah terjadi.

6. Investigasi: Merupakan karya yang berupa kepanjangan dari investigasi

jurnalistik.

7. Perbandingan dan Kontradiksi: Karya yang mengetengahkan suatu

perbandingan, antara seseorang dengan seseorang lainnya, atau sesuatu

dengan sesuatu lainnya.

8. Ilmu Pengetahuan: Karya yang dibuat untuk masyarakat umum,

bertujuan menjelaskan suatu ilmu pengetahuan tertentu.

9. Buku Harian (Diary): Karya ini mengacu pada catatan perjalanan

kehidupan seseorang yang diceritakan kepada orang lain.

10. Musik: Karya yang mengangkat kehidupan seseorang yang biasanya

seorang musisi, atau yang pekerjaannya berhubungan erat dengan musik.


22

11. Association Picture Story: Jenis dokumenter ini dipengaruhi film

eksperimental, mengandalkan gambar-gambar yang tidak berhubungan

namun asosiasiatif.

12. Dokudrama: Karya yang bertujuan menafsir ulang dan merekonstruksi

suatu kejadian nyata, dengan tokoh-tokoh dalam peristiwa yang

dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh

aslinya. Berdasarkan jenis-jenis film dokumenter di atas dapat

disimpulkan bahwa film dokumenter dari penelitian ini berjenis

dokudrama, karena ide ceritanya diangkat dari kisah nyata yang

dimainkan ulang oleh tokoh lain dengan alur cerita yang sama dengan

kenyataannya

2.6 Marginalitas

Marginalisasi dapat ditinjau dari beberapa referensi kamus. Yakni marginalisasi

berarti mengasingkan atau membatasi yang lemah dan terbatas atau yang berada di

pinggir kedudukan sosial (The American Heritage Dictionary, 2019). Marginalisasi

adalah membuat atau mempertahankan seseorang dalam ketidakberdayaan, dalam

keterbatasan aktivitas, dan dalam pembuatan keputusan yang penting.

Marginalisasi juga diartikan sebagai wujud keterpinggiran. Marginalisasi

biasanya tampak pada bentuk pengecualian dari kehidupan sosial, interpersonal, dan

tingkat sosial. Orang-orang yang terpinggirkan tidak memiliki kontrol penuh atas

hidup mereka dan tidak memiliki akses ke fasilitas-fasilitas umum sehingga kaum

marginal juga disebut memiliki kontribusi yang terbatas di dalam masyarakat.


23

Setidaknya ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

orang-orang yang termarginalisasi. Pertama, dari segi geometrical, orang-orang

termarginalisasi berdasarkan wilayah atau letak geografis mereka, baik dari area kecil

maupun dari area besar, seperti dari negara, benua, atau suatu teritorial tertentu.

Kedua, dari segi ecological, orang-orang dapat termarginalisasi karena lingkungannya,

baik itu lingkungan alam (termarginalisasi dari SDA yang ada) maupun lingkungan

sosial tempat hidupnya. Ketiga, dari segi economic, marginalisasi yang terjadi ditinjau

dari segi ekonomi ini berkaitan dengan potensi produktif, aksesibilitas, infrastruktur,

dan interaksi tanpa kesenjangan ekonomi. Keempat, dari segi 15 social, pada

pendekatan sosial, marginalisasi berfokus pada kaum minoritas atau kelompok sosial

yang termarginalisasi (kaum marginal) berdasarkan berbagai kriteria (etnik, bahasa,

agama, dan sebagainya)

(Leimgruber Via Chand, dkk., 2017: 18). Melalui penjelasan Leimgruber

tersebut, diketahui bahwa orang-orang yang termarginalisasi dapat ditinjau dari empat

pendekatan, yakni dilihat dari letak geografis, kondisi lingkungan tempat tinggal

mereka, kondisi ekonomi, dan kehidupan sosial mereka. Pada kajian selanjutnya,

Leimgruber (2004: 61—62) menambahkan bahwa masyarakat bisa termarginalisasi

karena adanya kekuatan hegemoni yang memaksa dan menekan kehidupan mereka

dari segi politik dan sistem ekonomi. Kekuatan hegemoni itu kemudian menimbulkan

banyak ketidakadilan pada distribusi keuntungan kehidupan sosial, politik, dan

ekonomi.

2.7 Landasan Konsetual

Kerangka konseptual merupakan alur berpikir peneliti secara operasional

yang berkaitan dengan kasus penelitian yang dilakukan. Landasan konseptual ini
24

berguna untuk menjelaskan aspek dan fenomena penelitian yang sedang

dilakukan. Dapat dikatakan sebagai filosofi penelitian yang akan dicari jawaban

terkait dengan permasalahan penelitian. Dimana, dalam penelitian ini dapat

digambarkan kerangka konseptual yang menjadi alur atau landasan dasar peneliti

berkaitan dengan kasus yang di kaji yaitu sebagai berikut.

Bagan 1.2 Kerangka Konsep

Film Dokumenter

Waria Dengan Tuhan

Marginalisasi

Teori Semiotika
Roland Berth

Denotasi Konotasi Mitos

Analisis Semiotika Marginalitas


Dalam Film Dokumenter Waria
Dengan Tuhan

Landasan konsetual peneliti diatas mejelaskan peneliti akan meneliti pada

sebuah objek yang ada pada film Dokumenter Waria Dengan Tuhan, yang
25

memfokuskan pada gambaran makna dari tanda yang dimunculkan terkait

marginalisasi . Dengan menggunakan semiotika model Rolan Barthes, film ini

akan dianalisis peneliti guna untuk melihat makna marginalisasi dalam film waria

dengan tuhan. Yang berawal dari melihat tanda makna marginal dalam setiap

adegan dan melihat makna konotas, denotasinya dan menjelaskan mitos yang

semuanya akan didukung poin – poin pada dialog dan durasi serta analisis

peneliti dari adegan yang bermakna marginalitas dalam film waria Dengan Tuhan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Pada penelitian ini peneliti mengambil film dokumenter berjudul Waria

Dengan Tuhan, dimana peneliti tertarik dengan adanya fenomena marginalisasi

didalamnya melalui penyampaian karakter dalam sebuah dialog didalamnya. Pada

dasarnya peneliti amati (observasi awal). Adanya kontroversi yang hanya

memandang dari sudut pandang negatif di mana adanya ketidak layakan posisi

kaum waria.

peneliti tidak memandang film dari sudut negatif seperti hal yang menjadi

bahan-bahan kontroversi khalayak melainkan ingin melihat gambaran sebuah

fenomena marjinalisasi apakah ada atau tidaknya dilihat dalam sudut pandang

semiotika. Yakni dikaitkan makna denotasi konotasi dan mitos. Dalam teori

Roland barthes.

3.2 Pendekatan Penelitian

Metode kualitatif merupakan suatu proses yang mencoba melihat dan

memahami secara lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam proses

interaksi manusia. Metode penelitian kualitatif berdasarkan sifat realitasnya

mengandung persepsi subjektif bahwa realitas (komunikasi) bersifat ganda, rumit,

dinamis (dapat berubah) semu, dikontruksu dan listik dan kebenaran realitas

bersifat relatif. (Mulyana, 2001: 47).

26
27

Metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif yang berupa kalimat tertulis atau ungkapan

seseorang dan perilaku yang dapat diamati. Oleh karenanya peneliti menggunakan

metode deskriptif dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitataif. Dimana,

dalam metode ini peneliti melandaskan penelitian pada teori dan kerangka

konseptual sehingga peneliti dapat menghasilkan suatu data analisa yang

terkonsep.

Dalam penelitian ini data deskriptif di ambil dari proses observasi dengan

menganalisa atau pengamatan sesuai dengan teori dan kerangka konsep. Sehingga

dapat melihat suata gambaran dalam sebuah tanda dalam film tersebut, yang mana

gambaran dari sebuah tanda di harapkan mampu mengupas sebuah makna yang

tersirat (Marginalisasi) seperti peneliti maksud.

3.3 Sumber Data

1. Penelitian Lapangan (Primer)

Data pada penelitian ini dapat diperoleh dari hasil pengamatan atau

observasi langsung pada objek (Film), dari hasil analisa dengan cara memutar

ulang secara berkala sebagai pelengkap informasi atau data.

2. Penelitian Kepustaka (Sekunder)

Data pada penelitian ini juga diperoleh dari hasil pengamatan di pustaka

sebagai acuan dari pengamatan mendalam Dimana dari hasil pengamatan

peneliti menemukan hasil yang lebih akurat sehingga dapat melengkapi

kekurangan referensi dan dapat menyingkronkan dengan konsep penelitian.


28

3.4 Teknik Pengumulan Data

Dalam pengumpulan data ada beberapa tekhnik yang dilakukan dalam

mengkaji hal ini, yaitu dianntaranyan :

1. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan secara detail bahasa yang

disampaikan dan Perilaku objek pada film Dokumenter Waria Dengan

Tuhan.

2. Dokumentasi

Pada tahap ini dilakukaan dokumentasi untuk Pelengkap data

primer, akan ada beberapa dokumentasi sebagai proses pengamatan atau

pengkajian mendalam dalam menganalisa film dokumenter waria dengan

Tuhan.

3.5 Teknik Analisa Data

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, dan memilih dan

memperhatikan hal – hal pokok. Dengan demikian data yang telah di

reduksi atau di rangkum akan memberikan gambaran data yang lebih jelas

serta mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

2. Data Display (Penyajian Data)

Dengan men-display data yang sudah ada , maka akan

mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, dan kemudian

merencanakan tahap selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.

3. Conslusing Drawing (Kesimpulan)


29

Menyusun kesimpulan penelitian, yang mana berupa deskripsi

ataupun gambaran sebuah objek yang tadinya belum jelas sehingga setelah

diteliti menjadi jelas. Dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,

hipotesis atau teori.

3.6 Jadwal Penelitian

Tabel 1.3 Jadwal Penelitian

Tahap Uraian Bulan/Tahun 2019-2020


Kegiatan
Apr Mei Jun Jul Ags Sep

I Persiapan
Penelitian

Pengumpulan
Data

II Bimbingan
Proposal

Seminar
Proposal

III Penelitian
Lapangan

Pengolahan
Data

Menganalisis
Data

Penulisan
30

Laporan

IV Sidang

Sumber: Interpretasi Penulis 2020


DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Danesi Marcel. (2010). Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta:

Jalasutra.

Mulyana Dedy. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu pengantar, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Bungin.

Salim Peter. (2010). Kamus Besar Indonesia Konten Porer Univ michigan.

Sobur Alex (2003) Semiotika Komuunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Dunne J, Robbert. (2005). Marginality A Concetual Extension, Dalam Rutledge M Dennis

(ed) vol 12 research in Race and Ethnic Relation: Elsevier JAI

Rahmasari Dita (2018) Homofobia dalam Film Indonesia (Analisis Semiotika Dalam

Film Suka Ma Suka dan Film Lovely Man). Universitas Islam Indonesia.

Taqiyya Hani (2011) Analisis Semiotika Film In The Name Of God. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.

Lestari Yuandita ( 2018 ) Representasi Identitas Diri Transgender dalam film Bulu

Mata. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai