Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nurlina

Nim : 160240135

Jurusan : Ilmu Komunikasi (Mankom’B)

Mk : Komunikasi Politik

ANALISIS PESAN/ KONTEN- KONTEN KOMUNIKASI POLITIK

DI INDONESIA

Dalam pesan – pesan atau konten politik tentu kita telah mengetahui siapa yang
menjadi peran dalam konten/ pesan politik tersebut. Ya salah Satu hal yang menonjolkan
seseorang sebagai “komunikator politik”, apakah pemimpin itu politikus, profesional atau
warga negara yang aktif (aktivis) ialah ia berbicara politik. Kembali ke paradigma Harold
Laswell, bagi komunikator ini (who atau siapa) yang “mengatakan” (says what), maka
pembicaraan tentang komunikasi politik “mengatakan “ (says what) itu berisi pembicaraan
atau pesan-pesan politik.

Apa yang membuat sesuatu pembicaraan itu menjadi pembicaraan politik?

Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa salah satu definisi politik adalah “kegiatan
orang-orang dalam mengatur perbuatan mereka dalam kondisi konflik sosial, yakni usaha
untuk merundingkan penyelesaian perselisihan yang dapat mereka terima.” Negosiasi politik
bertujuan mencapai pengertian bersama diantara pihak-pihak tentang apa makna syarat-syarat
persetujuan yang diterima.

Pembicaraan kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Kunci
pembicaraan kekuasaan ialah bahwa seseorang mempunyai cukup kemampuan untuk
mendukung janji maupun ancaman, dan orang lain mengira bahwa pemilik kekuasaan itu
akan melakukannya. Jadi, janji, ancaman, penyuapan dan pemerasan adalah alat tukar pada
komunikasi kekuasaan berdasarkan pada kemampuan memanipulasi sanksi positif atau
negatif.

Pembicaraan pengaruh tanpa sanksi-sanksi seperti tersebut di atas. Memberi pengaruh


(karena prestise atau reputasinya) dengan berhasil memanipulasikan persepsi atau
pengharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi. Pada komunikasi
pengaruh alat tukar komunikasinya ialah nasihat, dorongan, permintaan dan peringatan.

Nah mengingat bahwa Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang menganut sistem
demokratis, dan hal ini pula yang mendukung masyarakat bebas berpendapat, mengeluarkan
suara yang mungkin menurut mereka tidak tepat dan tidak sejalan dengan fikiran dan hidup
mereka, dengan itu peran bebas mengeluarkan pendapat disini bisa menjadi konten – konten
politik yang berasumsi pada opini mereka tentang suatu hal dalam pembahasan politik.
Seperti yang kita ketahui saat ini banyak sekali pesan – pesan khalayak yang ditujukan
kepada pemerintah baik itu saran, kritik, serta pembrontakan. Mulai dari tulisan yang di
posting di blog mereka, media sosial pribadi, maupun koran. Jika dipandang dari sudut
positifnya, tentu kita dapat mengambil initisari positif dari yang disampaikan, namun
sebaliknya apabila pesan atau konten tersebut dicerna dengan kenegatifan atau perasaan yang
mungkin membuat seseorang tersinggung terhadap kalimat atau lampiran si komunikator
yang dianggapnya negatif, bisa jadi pesan atau konten yang disampaikan mendatangkan suatu
konflik yang tidak diinginkan. Dan kenyataannya di indonesia banyak sekali pro kontra
antara suatu pendapat dengan pendapat yang lainnya. Akibat nya banyak konflik yang terjadi,
dan malah konten atau pesan yang disampaikan bisa menjadi tidak tersalur dengan baik.

Tapi apabila kita analisa dengan baik dan cermat, banyak sekali konten – konten
politik yang sebenarnya itu semua bertujuan untuk perubahan yang lebih baik bagi bangsa
indonesia.

Banyak sekali saran – saran dan kritik yang dituju pada pemerintah, semua itu tentu punya
tujuan dan maksud yang tentu apapun itu sudah menjadi resiko pemerintah untuk harus bisa
menerima segala bentuk kritikan dan saran dari khalayak. Namun kenyataannya disini
pemerintah banyak yang tidak menerima kritik dan saran yang di lemparkan khalayak atau
masyaarakat, karena mungkin dianggap tidak senonoh, tidak pantas, bahkan terkadang ada
yang menganggap pelecehan yang tidak pantas.

Sebaiknya jika ingin berjalannya sistem pemerintahan yang baik maka ada baiknya
pemerintah menerima saran yang diberikan khalayak. Jika memang adanya opini yang perlu
disaring ya, sebaiknya disaring dengan baik, namaun jika adanya saran – saran atau pesan
yang ditujukan untuk kebaikan maka sebaiknya diterima. Mungkin disini peran pemerintah
juga harus aktif memperhatikan khalayak atau masyarakatnya. Karena memang kenyataan
nya di dindonesia pemerintah kurang memperhatikan suara rakyat apalagi yang berada jauh
di plosok indonesia, mirisnya lagi bahkan terkadang ada beberapa wilayah yang malah tidak
tau siapa presieden mereka, mereka hanya tau nama saja karena mungkin sering disebut –
sebut di kalangan nya , namun pada kenyataan nya mereka tak pernah tau yang mana
presiden atau pemimpin mereka sendiri.. Hal ini dirasakan masyarakat pedalaman jawa
tengah tepatnya di kawasan Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten,
Jawa Tengah. Ketika di tanya pada salah satu seorang bapak yang berinisial M merupakan
pnduduk asli di desa itu mengenai calon presiden 2014 silam, sangat disayangkan bapak ini
malah tak tau siapa calon presiden Indonesia saat itu. Ia hanya tau namanya saja, itupun
karena memang sering disebut – sebut di lingkungan masyarakat nya. Kenapa hal ini bisa
terjadi? Karena mesih adanya sikap pemerintah yang terkadang acuh tak acuh terhadap
masyarakat pedalaman.

Nah jika seperti itu tentu pemerintah sangat sangat perlu memperhatikan
masyarakatnya, menerima saran dan kritikan dari khalayak, bagaimana mereka
mengemukakan opini mereka tentu itu hanya untuk mengeluarkan argument mereka yang
mungkin tidak puas atau tidak sesuai dengan pendapat meereka. Maka dsini pemerintah
bersikap terbuka, mengingat pemerintah adalah motor penggerak perubahan dan perbaikan
masyarakat dan bangsanya.

Bersikap positif dan empatimungkin adalah salah satu cara pemerintah yang perlu dan
penting. Agar setiap masyarakat mampu bersikap positif terhadap pemerintah.

Cobalah bersikap lebih empati terhadap mereka yang sering mengkritik. Mungkin ada sesuatu
yang bisa di petik dari komentar negatif mereka. Karena pada kenyataannya tak semua hal
negatif itu bernilai negatif seluruhnya.

Dan seperti yang kita ketahui indonesia adalah negara demokrasi yang demokrasi disini
menampung kritik dan berbagai bentuk ketidakpuasan lainnya sebagai instrumen penopang
keterbukaan. Demokrasi menjamin semua pihak dapat menyampaikan pendapatnya, bahkan
kritik difasilitasi dengan aturan sebagai tameng bagi para penyampai kritik. Semakin tinggi
intensitas kritik, pertanda adanya kepedulian, kepekaan dan partisipasi. Sistem demokrasi
juga mewadahi kritik sebagai pola interaksi dan cara bergaul diantara sesama pelaku politik
(politisi), karena itu kritik tidak bisa dilarang.

Namun disi tak hanya peran pemerintah yang harus memperhatikan dan menerima
kritik dan saran dari khalayaknya. Perlu diperhatikan juga sebagai masyarakat yang perlu
mengabdi dan patuh atas apa yang seharusnya dipatuhi. Perlu juga memperhatikan bagaimana
cara dan tata yang baik saat mengkritik atau memberikan saran jangan sampai apa yang
disampaikan menjadi suatu hal yang mendatangkan masalah yang malah mendatangkan
kerugian bagi bangsa sendiri.

Yang menjadi masalah adalah, kritik sering berwujud gunjingan atau cibiran yang tujuannya
merendahkan martabat seseorang atau pemerintah tanpa tawaran solusi yang jelas. Kritik
tidak lagi berperan sebagai katalisator perbaikan tapi berfungsi sebagai alat reduksi bagi
kerja-kerja positif yang diperlihatkan pemerintah. Kritik dijadikan amunisi untuk menyerang
lawan politik tanpa melihat prestasi-prestasi yang diraih. Makna kritik menjadi bias. Istilah
asal beda, asal bunyi dan asal bicara adalah contoh kritik yang melenceng. Celakanya sumber
informasi (argumentasi) dari kritik yang disampaikan adalah gosip yang asal usulnya tidak
jelas. Keburukan dibesarkan dan kebaikan disembunyikan, padahal memberi hormat atas
prestasi seseorang (pemerintah) juga merupakan kritik, setidaknya agar kebaikan itu lebih
ditingkatkan.

Mencibir, menggunjing dan kritik bukan sinonim tapi antonim. Mencibir sama dengan
mengejek, mencemooh dan menistakan. Sedangkan menggunjing berarti mengumpat dan
memfitnah. Kritik membekali diri dengan bukti, sedangkan mencibir, menggunjing dan
memfitnah berdasar kabar berita yang samar dan tidak jelas. Karena itu suatu komentar atau
pendapat yang tidak didasari fakta bukanlah kritik, melainkan fitnah yang dapat dijerat
dengan pasal pencemaran. Perilaku santun bukan berarti sikap lunak dan takluk pada
kebijakan pemerintah atau patuh dengan tawaran partai politik. Santun dalam politik praktis
bermakna kritik dengan fakta dan memberi cara alternatif untuk menyelesaikan masalah.
Santun mengingatkan kita dengan pola penyelesaian masalah yang dipraktekkan oleh
founding fathers pada masa awal kemerdekaan. Mereka berdebat sengit tentang pondasi
negara, menyampaikan data-data otentik tentang Indonesia dan menawarkan berbagai konsep
dengan argumentasi rasional, tanpa menanggalkan keakraban diantara mereka. Kalimat yang
digunakan tersusun rapi dan pilihan kata yang cermat dan cerdas, membuat banyak penelitian
politik menaruh hormat pada berbagai pertemuan masa itu.

Seorang politisi cerdas selalu membekali diri dengan pengetahuan tentang suatu masalah,
informasi yang diterima tidak akan diumbar sebanyak yang diketahuinya. Hal ini
dimaksudkan sebagai siasat untuk melihat reaksi terhadap pernyataan (kritik) yang
diutarakan. Inilah yang membedakannya dengan pengamat (analis) politik; mengetahui
sedikit informasi, tapi bisa dianalisis dalam ribuan kalimat. Politik adalah sarana mencapai
kekuasaan dengan tujuan membentuk kebijakan yang mensejahterakan, karena itu politik
menata tata cara berinteraksi, agar tumbuh penghormatan dan saling menghargai diantara
sesama politisi. Oleh sebagian ahli politik, penggunaan cara-cara “kotor” diperbolehkan
untuk meraih kekuasaan, tapi sebagian besarnya menentang dan menolak. Sebab penggunaan
strategi-taktik “busuk” hanya akan merugikan rakyat. Sejarah politik Indonesia
membuktikan, bahwa membungkam hanya menghasilkan generasi semu dan protes
(perlawanan) terhadap otoritarian akan selalu muncul. Untuk itulah negara-negara demokratis
memagari diri dengan menegakkan aturan sebagai payung dalam berpolitik praktis.

Demokrasi tidak membenarkan fitnah, meskipun demokrasi menjunjung keterbukaan.


Perbedaan pendapat dihargai, tapi seorang politisi yang menyampaikan pendapat dengan
muatan fitnah tidak dilindungi, bahkan agama menyebut dengan kalimat yang tegas, “fitnah
lebih kejam dari pembunuhan”. Hindari fitnah dan sampaikanlah kritik agar kualitas
demokrasi meningkat, demi kebaikan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Nurul dan imam. 2015. Kritik Sosial Politik Dalam Karikatur: Kritik Sosial Politik.
Jakarta.: Jurnal Komunikasi.
http://journal.trunojoyo.ac.id/komunikasi/article/view/1204. Vol 9, No 2.

Umar, Sudandi. 2017. Fenomena Apatisme Masyarakat terhadap Politik di Indonesia.


Konten Khlayak Terhadap Politik. https://sosialpolitik.filsafat.ugm.ac.id/fenomena-
apatisme-masyarakat-terhadap-politik-di-indonesia/. Diakses pada 18 desember 2017.

Anda mungkin juga menyukai