Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KOMUNIKASI POLITIK

“ Persuasi Politik”

Dosen Pengampu : Azriani Sari Nasution.M.Pd

Di Susun Oleh :

Kelompok 10

HAWA SHABIRA HASIBUAN (0603202102)

LIRA DZIKRI RAHMADANI (0603203083)

ILHAM MAULANA ADMAIKA (0603202127)

PRODI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dengan rahmat
dan karunianya kita dapat beraktivitas seperti biasa pada hari ini, tak lupa shalawat dan salam
kita hadiahkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan
syafaatnya di akhir kelas.

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih kepada ibu dosen atas kesempatan dan bimbingannya
yang mengarahkan kami dalam penulisan makalah ini. Makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Politik, dan semoga saja dengan adanya
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Kami sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun agar kami dapat menjadi lebih
baik lagi dalam membuat makalah.

Medan, 17 April 2022

( Kelompok 10)
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
C. Tujuan................................................................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................................4

PEMBAHASAN.......................................................................................................................4

A. Pengertian Persuasi Politik................................................................................................4

A.Konseptualisasi kampanye..................................................................................................6

B.Strategi Kampanye...............................................................................................................7
1. Positioning......................................................................................................................8
2. Branding..........................................................................................................................8

3. Segmenting............................................................................................................................9

1. Larangan dalam Kampanye................................................................................................9

BAB III....................................................................................................................................10

PENUTUP...............................................................................................................................10
A. Kesimpulan......................................................................................................................10
B. Saran................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering terjadi kerancuan pengertian atau istilah kampanye yang disamakan dengan propaganda, dan
secara operasional keduanya adalah sama-sama melakukan kegiatan berkomunikasi yang terencana
untuk mencapai tujuan tertentu dan berupaya mempengaruhi khalayak sebagai target sasarannya.
Bedanya, pertama istilah propaganda terlebih dahulu dikenal dalam kegiatan komunikasi yang
dirancang untuk jangka panjang, misalnya dalam bidang kegiatan ajaran keagamaan, politik dan
hingga kepentingan propaganda militer melalui komunikasi searah, kursif dan intimidasi melalui
kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh pihak komunikator biasanya berkonotasi negatif terhadap
khalayaknya. Sedangkan kedua, konsep kampanye yang lahir kemudian melakukan kegiatan
komunikasi secara terencana yang lebih modern, terbuka, toleran, dengan waktu terbatas atau jangka
pendek, dan program yang jelas, persuasif serta dapat diidentifikasikan secara jelas narasumbernya
(komunikator) dan selalu berkonotasi positif

Dalam melakukan kegiatan komunikasi, seorang praktisi melakukan kegiatan persuasi atau sebagai
persuader. praktisi PR melakukan kegiatan persuasi yang memiliki tujuan dari proses komunikasi
yang bisa dijadikan sebagai proses belajar yang bersifat emosional melalui penamaan( interpretasi )
suatu pengertian dan pemahaman. Jelas apabila dalam sebuah lingkaran masyarakat terjadi kegiatan
untuk saling mendorong, memberi pelajaran ataupun bersimpati. Contohnya saja, dalam satu tahun
belakang di 2020 terjadi perubahan drastis baik dibidang kesehatan, sosial, ekonomi, maupun
pariwisata. Beberapa pihak membuka dan mengajak masyarakat untuk saling menguatkan dan
membantu sesama demi tercapainya tujuan bersama.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persuasi politik


2. Bagaimana konseptualisasi politik
3. apa saja strategi dalam kampanye
4. apa saja larangan dalam kampanye

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengertian
persuasi politik berikut dengan karakteristik dan fungsinya, mengetahui persuasi politik di
Indonesia, dan mengetahui dinamika dan romantika politik di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Persuasi Politik

Suatu kegiatan yang selalu ada dalam dunia perpolitikan adalah persuasif politik. Persuasif merupakan
sifat dari persuasi, sementara dalam kamus ilmiah populer persuasi adalah tenaga meyakinkan,
bujukan, bentuk karangan yang menguraikan suatu masalah atau keadaan yang dibuktikan dengan
data-data dan fakta-fakta yang bertujuan membujuk atau mengajak atau mempengaruhi pembaca,
sehingga mereka mau mengikuti atau melakukan sebagaimana yang diharapkan di penulis. Sementara
itu untuk pengertian persuasif sendiri adalah meyakinkan, lunak, tanpa kekerasan.Mengenai pesuasif
politik, ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh para komunikator politik menjalankan misi
persuasfinya. Biasanya setiap negara berbeda-beda mengenai peraturan tersebutm sesuai kebutuhan
dan kondisi negara masing-masing. Itu ditujukan agar persuasif politik dapat berjalan dengan lancar
tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan, apalagi jika komunikan yang yang

dirugikan.Dan Nimmo dalam bukunya menyebutkan bahwa persuasif adalah komunikasi yang
bertujuan atau berkepentingan. Tujuan utama dalam persuasif adalah untuk menimbulkan perasaan
responsif pada orang lain (dalam dunia politik maka komunikan atau masyarakat). Ada tiga
pemahaman tentg proses persuasif. Pertama, persuasi biasanya melibatkan tujuan, suatu usaha
komunikator untuk mencapai tujuan melalui pembicaaan. Kedua, persuasif itu bersifat dialektis. Dan
yang ketiga, memiliki bentuk tanggapan.

Politik dapat diartikan sebagai ilmu kenegaraan atau tata negara, sebagai kata kolektif yang
menunjuukan pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan. Sementara dalam kamus
lengkap bahasa Indonesia, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau
kenegaraan, segala urusan dan tindakan kebijaksanaan, siasat dan sebagainya megenai pemerintahan
suatu negara atau terhadap negara orang lain.Jadi dapat disimpulkan bahwa persuasif politik adalah
suatu ajakan, bujukan, rayuan, dengan bentuk tanpa kekerasan yang dilakukan oleh para politikus
sebagai komunikator kepada masyarakat sebagai komunikan dengan tujuan agar masyarakat dapat
memberikan dukungan, respon, simpati terhadapdirinya dalam hal kekuasaan dalam suatu
negara.Dalam kehidupan yang senyatanya, persuasif politik lebih sering kita temui ketika menjelang
suatu pemilihan umum, dari tingkat dari yang paling dasar sampai tingkat yang peling tiinggi dari
suatu negara bahkan dunia. Contoh saja sekarang, sudah banyak calon-calon legislatif bahkan
presiden yang sudah memperomosika dirinya walau tidak secara langsung di media-media yang ada di
sekitar kita, seperti televisi, koran, radio, internet dan lain-lain. Itu mereka lakukan agar mereka
diketahui oleh masyarakat.

Dalam penyusunan pesan dalam persuasif ada beberapa teknik, antara lain:

 Fear Appeal
 Emotional appeal
 Reward appeal
 Motivational appeal
 Humurious appeal

Fear Appeal, berarti bagaimana seorang komunikator politik menyusun suatu pesan persuasif yang
mengandung unsur memberikan ketakutan kepada komunikan. Biasanya persuasif ini dilakukan oleh
komunikan yang sudah memiliki kekuasaan di suatu tempat. Contohnya adalah pada saat zaman orde
baru, di mana banyak para PNS yang diwajibkan untuk memilih partai golkar oleh rezim Soeharto.
Karena pada saat itu ia masih menjabat sebagai Presiden RI.

Emotional Appeal, unsur utama dari teknik ini adalah emosi. Jadi pesan
persuasif politik dirangkai sedemikian rupa sehingga dapat menggugah atau menggejolkkan emosi
komunikan, misalnya dengan cara mengungkapkan masalah agama, etnis, kesenjangan ekonomi yang
sedang terjadi, diskriminasi kaum minoritas dan lain sebagainya.

Reward appeal, yatu penyusunan yang penuh akan janji-janji yang


disampaikan oleh komunikator. Mungkin inilah teknik yang cukup ampuh,
khususnya di negara kita. Dengan janji-janji, masyarakat akan lebih percaya terhadap visi-misi,
loyalitas komunikator. Karena masyarakat diberikan harapan-harapan manis yang akan
menjadikannya lebih baik.Tapi teknik ini akan menjadi boomerang bagi para politikus jika setelah
mereka mendapat kekuasaannya tapi
tidak melaksanakan janji-janji yang telah dilontarkannya. Bahkan, cara ini akan lebih berurusan
dengan akhirat. Kebanyakan masyarakat yang dituju oleh para pilitikus melalui teknik ini adalah
mereka-mereka yang tinggal di pedesaan atau daerah terpencil dengan tingkat pengetahuan yang
rendah, jadi kemungkinan besar lebih mudah untuk diberi janji-jani manis.

Motivational appeal, teknik ini lebih menekankan bagiamana seorang politikus memberikan dorongan
secara interal psikologis kepada masyarakat, bukan pada janji-janji sehingga masyarakat dapat
mengikuti pesan-pesan yang disampaikan. Contoh dorongan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
dengan cara membeli produk-produk dalam negeri. Mungkin salah satu contoh nyata di Indonesia
adalah ketika pada pemilu 2014 pasangan Jokowi-JK yang mengusung slogan “Revolusi Mental”.
Pesan tersebut seolah-olah memberikan dorongan psikoligis kepada masyarakat untuk merebah
pemikirannya, sehingga masyarakat tertarik (pada akhirnya Jokowi-JK pemenanganya). Karena
slogan tersebut tidak berisi janji-jani manis yang menggiurkan.

Humorius appeal, teknik yang terakhir ini lebih mementingkan bagaimana


suatu pesan persuasif disusun sehingga tidak menimbulkan “kejenuhan” pada masyarakat. Karena
humor, ringan, enak, menyegarkan akan lebih mudah diterima dibandingkan pesan-pesan yang sangat
serius. Dalam dunia perpolitikan, biasanya para politikus atau pertai potilik ketika sedang
berkampanye menampilkan beberapa hiburan masyarakat seperti dangdut, band dan lain-lain. Dengan
adanya hiburan yang ditampilkan, maka masyarakat akan lebih merasa rileks dengan tidak
mendengarkan orasi-orasi yang membosankan telinga. Itu merupakan salah satu pengemasan pesan
humorius appeal dalam berpolitik.

A.Konseptualisasi kampanye
Sebelum membahas inti persoalan menyangkut regulasi kampanye, ada baiknya kita terlebih dahulu
membahas konseptualisasi dasar tentang kampanye. Roger dan Storey mendefinisikan kampanye
sebagai: "serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu
pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu"

Pfau & Parrot memiliki rumusan tentang kampanye sebagai berikut: "A campaign is conscious,
sustained and incremental process designed to be implemented over a specified period of time for the
purpose of influencing a specified audience" (Kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara
sadar, bertahap, dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan
memengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan). Kampanye komunikasi adalah tindakan
komunikasi yang terorganisasi yang diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode waktu tertentu,
guna mencapai tujuan tertentu.

Menurut Pfau & Parrot (1993), campaign are inherently persuasive communication activities. Empat
aspek dalam kampanye persuasif yang tidak dimiliki tindakan persuasif perorangan:

1. Kampanye secara sistematis berupaya menciptakan "tempat" tertentu dalam pikiran khalayak
tentang produk, kandidat, atau gagasan yang disodorkan.
2. Kampanye berlangsung dalam berbagai tahapan, mulai dari menarik perhatian khalayak,
menyiapkan khalayak untuk bertindak, hingga akhirnya mengajak mereka melakukan tindakan nyata.

3. Kampanye juga mendramatisasi gagasan gagasan yang disampaikan kepada khalayak dan
mengundang mereka untuk terlibat, baik secara simbolis maupun praktis, guna mencapai tujuan
kampanye. 4. Kampanye juga secara nyata menggunakan kekuatan media massa dalam upaya
menggugah kesadaran hingga mengubah perilaku khalayak. Kampanye memiliki karakteristik khas
yang membedakannya. dengan propaganda. Menurut Venus, di antara perbedaannya tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Sumber kampanye selalu dapat diidentifikasi dengan jelas, yakni

para aktor politik (para caleg). Meskipun di hadapan massa yang dianggap sebagai sumber justru para
penyanyi atau penghibur lain yang ikut tampil di panggung. Karena memang itulah salah satu daya
tarik mengikuti kampanye.

2. Pelaksanaan kampanye selalu terikat dan dibatasi waktu.

3. Sifat gagasan yang disampaikan terbuka untuk diperdebatkan khalayak.

4. Modus penerimaan pesan bersifat sukarela atau persuasif saja tanpa paksaan. Padahal, idealnya,
seseorang menjatuhkan pilihan politik sebaiknya dipandu referensi yang rasional, argumentatif, kritis,
dan terbuka setelah dinilai kualitas caleg (calon legislatif) melalui dialog terbuka.

5. Modus pelaksanaan kampanye diatur kode etik/standar etika. Dalam hal ini, kemungkinan para
caleg saling mendiskreditkan atau keluarnya pernyataan ideologis yang berhadapan dengan ideologi
negara amat minim terjadi, karena memang parpol (partai politik) dan caleg saat ini sesungguhnya
tipe parpol nirideologi maupun niridentitas.

6. Sifat kepentingan untuk mempertimbangkan kepentingan pihak lain. Artinya, mereka yang terjun
ke politik sudah seharusnya mengutamakan motivasi umum, bahwa politik adalah instrumen untuk
mengabdi dan mewujudkan kepentingan publik, yakni kesejahteraan rakyat."

Kampanye tentu saja merupakan komunikasi yang disengaja dan bertujuan. Tujuan kampanye secara
umum adalah sebagai berikut:

1. Untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan kognitif. Pada tahap ini, pengaruh yang
diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan, atau meningkatnya pengetahuan
khalayak terhadap isu tertentu.

2. Kampanye diarahkan pada perubahan sikap. Sasaran utamanya adalah untuk memunculkan simpati,
rasa suka, kepedulian, atau keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.

3. Pada tahap terakhir, kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah perilaku khalayak secara
konkret dan terukur. Tahap ini menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran
komunikan kampanye.

B.Strategi Kampanye
Strategi kampanye merupakan prinsip pemikiran yang dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan
kampanye yang biasanya terjabar dalam berbagai langkah taktis berdasarkan situasi dan kondisi
lapangan. Kenyataan empiris menunjukkan, partai politik atau kandidat

1. Positioning

Positioning didefinisikan sebagai semua aktivitas untuk me nanamkan kesan di benak para konsumen
agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi bersangkutan. Dalam
Morissan (2010), positioning didefinisikan sebagai strategi komunikasi yang berhubungan dengan
bagaimana khalayak menempatkan suatu produk, merek, atau perusahaan di dalam otaknya, di dalam
khayalnya, sehingga khalayak memiliki penilaian tertentu.

Heibing & Cooper mendefinisikan positioning sebagai membangun persepsi produk di dalam pasar
sasaran relatif terhadap persaingan. Dengan demikian, positioning harus dilakukan dengan
perencanaan yang matang dan langkah yang tepat. Pengelola pemasaran harus mengetahui bagaimana
konsumen memproses informasi, menciptakan persepsi, dan bagaimana persepsi memengaruhi
pengambilan keputusannya.

Ketika konsep ini diadopsi dalam dunia politik dalam iklim persaingan partai politik harus mampu
menempatkan produk politik dan image politik dalam benak masyarakat. Untuk dapat tertanam,
produk dan image politik harus memiliki sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan produk-produk
politik lainnya. Keseragaman produk dan image politik akan menyulitkan masyarakat dalam
mengidentifikasi suatu partai politik, karena semua produk dan image politiknya berbagi karakteristik
yang sama. Sebab itu, masing masing partai politik harus menjadi domain dalam menguasai benak
masyarakat dengan penonjolan produk dan image politik yang berbeda.Bagaimanapun, produk dan
image politik yang berbeda sangat diperlukan dalam positioning politik. Permasalahan mendasar
dalam positioning adalah penciptaan consistent image (image konsisten) yang mengerucut pada suatu
tema tertentu di mana image politiknya terdiri atas program kerja partai, isu politik, dan image
pemimpin partai. Adapun yang menjadi kendalanya yang membuat positioning sulit adalah partai
politik ataupun kandidat (caleg, capres Icalon presiden], cawapres [calon wakil presiden), dan lain
sebagainya) sangat erat dengan past record yang terekam memori kolektif pemilih.

2. Branding

Secara umum, brand sama dengan trademark atau merek dagang, Arif Rahman, dengan singkat,
mendefinisikan bahwa merek adalah nama. Merek menjadi sebuah identitas. Buruknya pelayanan,
meskipun tak diikuti oleh buruknya kualitas produk yang ditawarkan, tetap saja hal tersebut akan
berpengaruh terhadap merek yang dibangun. Sedikit saja melakukan kesalahan dalam pemasaran
merek, maka akan menjadi beban pada tahapan perkembangan berikutnya."

American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol,
rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang
atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing
Sedangkan branding, dalam konteks pemasaran politik, lebih merupakan upaya strategis
mengembangkan identitas untuk menarik perhatian dan minat masyarakat agar lebih mengenal produk
politik. Namun, merek tak sekadar simbol-idealnya memberi janji kepada pendukung untuk
memberikan sesuatu yang istimewa. Philip Kotler menyarankan identifikasi tingkatan makna yang
selayaknya dapat diusung oleh merek, yang meliputi beberapa hal berikut:
a. Attributes: merek selayaknya mampu mengusung keunggulan, keistimewaan, kualitas, atau
kekuatan.

b. Benefits: keistimewaan, keunggulan, dan kekuatan tersebut harus diterjemahkan ke dalam


keuntungan-keuntungan emosional dan fungsional

e. Values: merek selayaknya juga dapat mengatakan sesuatu mengenal nilai-nilai atau lebih tepatnya
adalah kelebihan kelebihan yang dimiliki produsen tentang produknya.

d. Culture merek selayaknya juga mempresentasikan budaya tertentu.

e. Personality: merek seharusnya juga dapat memproyeksikan kepribadian tertentu.

f. User: merek sebaiknya juga mampu menyuguhkan kenyataan kenyataan mengenai siapa sebenarnya
konsumen

3. Segmenting
Masing-masing individu dilahirkan dalam struktur keluarga, suku, dan lingkungan yang berlainan.
Masing-masing lingkungan memiliki sistem keteraturan sosial yang saling berbeda satu sama lain.
Sistem keteraturan sosial ini tercermin dalam sistem nilai, kepercayaan, norma, budaya, etika,
moralitas, serta peraturan adat dan pemerintah. Dalam hal ini, partai politik harus mampu
mengidentifikasi kelompok kelompok yang ada dalam masyarakat agar bisa memahami sifat dan
karakteristik kelompok-kelompok tersebut untuk mempermudah ekspansi politik sesuai target" Dalam
kampanye atau pemasaran politik, bila dikaitkan dengan segmentasi, maka tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi konsumen

1. Larangan dalam Kampanye


Pelaksana kampanye, tim kampanye, maupun peserta kampanye sangat penting mengetahui hal-hal
yang dilarang dalam kampanye. Dalam Pasal 280 ayat 1 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
disebutkan selama masa kampanye, pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang:

a. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain.

d. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.

e. Mengganggu ketertiban umum.

f. Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada


seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain.

g .Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye PesertaPemilu.

h. Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

1. Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau
atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan.
j. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. Ada sejumlah
pihak yang dilarang untuk diikutsertakan dalam kampanye oleh pelaksana maupun tim kampanye.
Para pihak tersebut adalah:

a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua
peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.

b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

c. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia.

d. Direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah.

e Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga
nonstruktural.

f.aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, kepala desa, perangkat desa, anggota badan permusyawaratan desa, serta warga negara.
Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

Kampanye yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur,
bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan: tidak menggunakan
fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, harus cuti di luar tanggungan negara.

Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa
dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Misalnya, dilarang mengadakan kegiatan yang
mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye. Larangan tersebut antara lain meliputi: pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau
pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat. Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada Pasal 280 ayat 1 UU No. 7 Tahun 2017
huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf ), dan ayat (2) yang melarang beberapa pihak untuk ikut
serta dalam kampanye, merupakan tindak pidana pemilu.

Tentu, ketentuan tentang hal-hal yang tidak boleh atau dilarang dilakukan dalam kampanye itu punya
konsekuensi pada sanksi atas pelanggaran. Salah satunya yang dilarang keras adalah politik uang
(money politic). Di Pasal 284 UU No. 7 Tahun 2017 disebutkan dalam hal terbukti pelaksana dan tim
kampanye pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
peserta kampanye pemilu secara langsung atau tidak langsung, sanksinya bisa pembatalan yang
bersangkutan sebagai calon anggota DPR, DPRD, DPD di semua tingkatan, baik nasional, provinsi,
hingga kabupaten/kota.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Persuasif merupakan sifat dari persuasi, sementara dalam kamus ilmiah populer persuasi adalah
tenaga meyakinkan, bujukan, bentuk karangan yang menguraikan suatu masalah atau keadaan yang
dibuktikan dengan data-data dan fakta-fakta yang bertujuan membujuk atau mengajak atau
mempengaruhi pembaca, sehingga mereka mau mengikuti atau melakukan sebagaimana yang
diharapkan di penulis.Itu ditujukan agar persuasif politik dapat berjalan dengan lancar tanpa ada
pihak-pihak yang dirugikan, apalagi jika komunikan yang yang dirugikan.Dan Nimmo dalam bukunya
menyebutkan bahwa persuasif adalah komunikasi yang bertujuan atau berkepentingan.

Sementara dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan dan tindakan kebijaksanaan, siasat dan sebagainya
megenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara orang lain.Jadi dapat disimpulkan bahwa
persuasif politik adalah suatu ajakan, bujukan, rayuan, dengan bentuk tanpa kekerasan yang dilakukan
oleh para politikus sebagai komunikator kepada masyarakat sebagai komunikan dengan tujuan agar
masyarakat dapat memberikan dukungan, respon, simpati terhadapdirinya dalam hal kekuasaan dalam
suatu negara.Dalam kehidupan yang senyatanya, persuasif politik lebih sering kita temui ketika
menjelang suatu pemilihan umum, dari tingkat dari yang paling dasar sampai tingkat yang peling
tiinggi dari suatu negara bahkan dunia.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima
dan kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Heryyanto.M.Si, D. G. (2018). MEDIA KOMUNIKASI POLITIK. Yogyakarta: IRCiSoD.

Prof. Hafied Cengara, “Komunikasi Politik (Konsep, Teori dan Strategi)”, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), cet. 3, hal 267-268.

Dan Nimmo, “Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media”, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1993), cet. II, hal 122-123.
Prof. Hafied Cengara, “Komunikasi Politik (Konsep, Teori dan Strategi)”, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), cet. 3, hal 270

Dan Nimmo, “Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media”, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1993), cet. II, hal 135.

Anda mungkin juga menyukai