Anda di halaman 1dari 16

SOSIALISASI POLITIK DALAM BERBAGAI TIPE MASYARAKAT

Dosen Pengampu:
Mufiddin Niah, S.Sos., M.Ag.

Oleh : Kelompok 8
Mauludetul Hasanah (10040122104)
Kholishotul Ilmiyah (10040122100)
Almas Thoriqta (10040122085)

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Segala pujii bagii Allah SWT, kareina beirkat rahmat dan hiidayah-nya kamii keilompok dapat
meinyeileisaiikan makalah kamii yang beirjudul “Memahami sosialisasi politik ”. Shalawat seirta
salam tiidak lupa seilalu kami panjatkan kepada junjungan kiita Nabii Muhammad SAW
beiseirta keiluarganya, para sahabatnya, seirta kita seimua umatnya hiingga akhiir zaman. Dalam
peinuliisan makalah iinii adalah sebagai cara untuk meincarii dan menambah wawasan guna
meimpeirdalam keimampuan pada mata kuliah sosiologi politik.

Oleh karena itu kami dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan makalah yang terbaik
menurut kemampuan kami untuk mendapatkan niilai yang teirbaik. Kami menyadari bahwa
peinuliisan makalah iinii masiih teirdapat banyak seikalii keikurangan. Pada keiseimpatan iinii
kamii meingharapkan kriitiik dan saran yang beirsiifat meimbangun untuk meimpeirbaiikii seirta
meiniingkatkan kualiitas makalah iinii agar dalam peinuliisan makalah iinii biisa meinjadii
leibiih baiik lagii dan meinjadii wawasan baru bagii kiita seimua. Akhiir kata kamii keilompok 8
beirharap seimoga makalah iinii biisa beirmanfaat bagii kiita seimua.

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................................................................5
D. Manfaat...............................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................6
1.1 Sosialisasi Politik...............................................................................................................................6
1.2 Sosialisasi Politik Pada Masa Anak-Anak Dan Remaja.....................................................................6
1.3 Sosialisasi Politik Pada Masa Dewasa...............................................................................................7
1.4 Sosialisasi Politik Di Negara Totaliter...............................................................................................8
1.5 Sosialisasi Politik Di Negara Berkembang......................................................................................10
BAB III ……………………………………………………………………………………………………….14

PENUTUP....................................................................................................................................14
Kesimpulan............................................................................................................................................14
Saran......................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses sosialisasi politik merupakah suatu proses membantu mengembangkan individu
menjadi makhluk sosial agar dapat beradaptasi dengan baik di masyarakat, dan menjadi seorang
warga negara yang baik yang mengerti apa itu hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Sosialisasi politik di ajarkan dengan berurutan atau sesuai dengan umur masyarakat mulai dari
fase anak-anak sampai fase dewasa semuanya memiliki materi sosialisasi politik yang berbeda
bahkan setiap negara pun memiliki tipe atau gaya sosialisasi politik yang berbeda-beda sesuai
dengan negaranya.

Misalnya negara sosialisasi negara toliter berbeda dengan sosialisai politik di negara
berkembang, karena sosialisasi politik merupakan sebuah hal penting dalam sistem politik.
Kenapa demikian ? karena dengan adanya sebuah sosialisasi politik memberikan pelajaran
kepada individu terkait dengan politik baik secara sadar maupun tanpa di sadari oleh individu
tersebut.

Sosialisasi politik merupakan bagian dari sebuah proses sosial. sosialisasi merupakan sebuah
kegiatan pengajaran atau pendidikan yang di lakukan oleh individu maupun kelompok kepada
individu atau kelompok lain.

Maka dari itu dalam maklah ini kami akan menjelaskan apa itu sosialisasi politik dan apakah ada
perbedaan dari sosialisasi politik atau sama saja dilihat dari tipe masyarakatnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dirumuskan rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah
ini yaitu :

1. Apa definisi sosialisasi politik ?


2. Bagaimana sosialisasi politik pada masa anak-anak dan remaja ?
3. Bagaimana sosialisasi politik pada masa dewasa?
4. Bagaimana sosialisasi politik pada masyarakat di negara totaliter?
5. Bagaimana sosialisasi politik pada masyarakat di negara berkembang?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang telah di uraikan di atas maka tujuan dari
makalah ini adalah :

1. untuk mengetahui definisi dari sosialisasi politik


2. untuk mengetahui bagaimana sosialisasi politik pada masa anak-anak dan remaja
3. untuk mengetahui sosialisasi politik pada masa dewasa
4. untuk mengetahui sosialisasi politik pada masyarakat di negara totaliter
5. untuk mengetahui sosialisasi politik pada masyarakat di negara berkembang

D. Manfaat
1. Memberikan penjelasan mengenai definisi sosialisasi politik
2. Memberikan wawasan bagaimana sosialisasi politik pada masa anak-anak dan remaja
3. Memberikan wawasan mengenai bagaimana sosialisasi politik pada masa dewasa
4. Memberikan pengetahuan mengenai sosisalisasi politik padsa masyarakat di negara
totaliter
5. Memberikan pengetahuan mengenai sosisalisasi politik padsa masyarakat di negara
berkembang
BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik dapat diartikan yaitu suatu proses individu dapat mengenali sistem
politik kemudian dapat menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-
reaksinya terhadap gejala-gejala politik.1
Sosialisasi politik merupakan bagian penting dari suatu sistem politik sebab dengan
adanya sosialisasi politik seseorang dapat mengambil pelajaran dari suatu proses
pembelajaran politik yang dialami atau yang dirasakan. Menurut Kweit (1986), sosialisasi
politik merupakan suatu proses dimana individu belajar mengenai politik.
Dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah suatu proses individu mendapatkan
pengalaman maupun pendidikan politik dari orang lain, ataupun kelompok masyarakat,
sehingga nantinya dapat terbentuk sikap atau orientasi keterkaitanya mengenai politik
tertentu dalam kehidupan yang berlangsung.2

1.2 Sosialisasi Politik Pada Masa Anak-Anak Dan Remaja


a. Pada Masa Anak-anak
Dalam ilmu Politik, sosialisasi politik merupakan konsep yang dijadikan pijakan
untuk mengkaji, contohnya, bahwa pembelajaran politik sudah dimulai dari masa
anak-anak. Pada masa anak-anak pembelajaran lewat keluarga merupakan yang
utama dan yang pertama. Dimana keluarga merpakan temapat yang pertama bagi
individu atau seseorang dapat melakukan interaksi dengan pihak lain.3
Pada masa ini juga merupakan tahap awal bagi anak-anak dalam menekankan
sosialisasi politik untuk membentuk loyalitas politik, umumnya dilakukan pihak yang
mempunyai otoritas pada anak, yaitu keluarga dan sekolah. Salah satu caranya yaitu
dengan pengenalan lagu kebangsaan atau bendera nasional sejak dini.4
b. Pada Masa Remaja

1
Susi Fitria Dewi. (2017). Sosiologi Politik. Yogyakarta:GRE PUBLISHING. Hlm. 57
2
Asmika Rahman, Peran Sekolah Sarana Sosialisasi Politik untuk Meningkatkan Partisipasi Politik Pada Pemilih
Pemula, Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III. 2017 hal 320
3
Haryanto. (2018), Sosialisasi Politik Suatu Pemahaman Aawal, Yogyakarta:Penerbit Polgov, hal 6
4
Ibid., hlm. 20
Pada masa ini tahap dimana remaja relatif intesuntuk membangun relasi pada
kelompok pergaulanya. Pada tahap ini juga sosialisasi politik menekankan upaya
pengembangan emosional, untuk mendapatkan pengetahuan mengenai lembaga
politik dan apa yang dirasakan terhadap keberadaan lembaga tersebut. Kelompok
pergaulan, menjafi pihak yang melakukan sosialisasi, memiliki kedudukan sederajat
dengan sasaran sosialisasi.5
Dengan pengetahuan ini remaja dapat mulai menilai dan juga berpendapat mengenai
aktivitas politik yang ada.

1.3 Sosialisasi Politik Pada Masa Dewasa


Sosialisasi pada orang dewasa melibatkan proses pembelajaran dan penyebaran ide -ide
politik kepada masyarakat atau sistem politik kepada individu dan bagaimana individu tersebut
menentukan tanggapan serta reaksi terhadap gejala politik.

Dalam sosialisasi berwujud transmisi dan pengajaran yang langsung maupun tidak langsung.

Agen sosialisasi pada orang dewasa terdiri dari berbagai individu atau kelompok, baik dari segi
politik maupun non politik, yang secara langsung mempengaruhi pemahaman, keyakinan, serta
sikap politik individu.6

Sosialisasi politik pada orang dewasa memiliki beberapa fungsi penting di antaranya7 :

1. mencerdaskan bangsa
2. membangun pemahaman politik
3. pemerintahan
4. cara pengambilan keputusan pemerintahan

proses sosialisasi politik pada orang dewasa memilik tantangan tersendiri di antaranya :

1. keterbatasan sumber daya

2. metode pembelajaran yang kurang efektif

3. sosialisasi politik informal melalui organisasi masyarakat seperti partai politik.

5
Ibid., hlm. 21
6
Efriza,2012, POLITICAL EXPLORE. Bandung CV. Alfabeta hl.54
7
Ibid
1.4 Sosialisasi Politik Di Negara Totaliter
Negara adalah suatu organisasi politik yang diberikan kekuasaan oleh masyarakat sebagai
anggota negara untuk mengatur segala urusan yang terkait dengan pencapaian tujuan negara.
Dalam hal ini tujuan negara adalah mencapai kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan
menciptakan ketertiban bagi masyarakatnya, serta tujuan lain yang senantiasa terkait dengan
kepentingan masyarakat suatu negara. John Locke mencetuskan ide untuk membagi kekuasaan
tersebut kedalam tiga cabang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan federatif. Montesquie
selanjutnya menyempurnakan ide terse but dengan mensyaratkan prinsip check and balance,
dalam pemisahan cabang-cabang kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 8

Memahami latar belakang pencetusan ide pemisahan dan atau pembagian kekuasaan
negara kedalam tiga cabang kekuasaan tersebut adalah sebagai berikut; Pertama, bahwa cabang
kekuasaan legislatif diperlukan dalam rangka menjaga negara tetap pada tujuan awal
pembentukannya dan kekuasaan tidak didominasi oleh satu atau sekelompok orang. Secara
akademik juga tergambar dengan jelas bahwa latar belakang adanya konsepsi perwakilan dalam
ilmu politik yang meliputi lembaga-lembaga perwakilan yang beranggotakan para wakil rakyat,
lembaga-lembaga politik seperti partai politik dan kelompok kepentingan yang merupakan
lembaga penyeimbang kekuasaan negara dimaksudkan untuk menjamin bahwa negara akan
senantiasa berjalan atas dasar kepentingan dan kebutuhan masyarakatnya. Partai politik dan
kelompok kepentingan adalah saluran untuk mengagregasi kepentingan masyarakat dan lembaga
perwakilan adalah saluran untuk mengartikulasikan kepentingan tersebut.9

Kedua, bahwa cabang kekusaan eksekutif diperlukan untuk menyeimbangkan artikulasi


kepentingan yang sangat beragam, sehingga eksekutif adalah cabang kekuasaan politik yang
bersifat administratif yang mengatur lalu lintas kepentingan masyarakat yang sangat kompleks,
dalam hal inilah eksekutif harus bebas dari unsur anggota-anggota lembaga-lembaga politik
seperti partai politik ataupun kelompok kepentingan yang berfungsi untuk mengaggregasi
kepentingan masyarakat, sehingga prinsip check and balance dapat dijalankan. Masukknya
unsur-unsur partai politik atapun kelompok kepentingan kedalam kekuasaan eksekutif akan
menimbulkan ketidakseimbangan dan prinsip check and balance tidak dapat dijalankan.

8
Michael Rush & Phillip Althoff, Pengantar Sosilogi Politik, PT Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta, hal: 5
9
Oran R. Young, System of Political Science, Englewood Cliffs, N.J., 1986, hal 29.
Kompleksnya kepentingan masyarakat melahirkan sebuah lalu lintas kepentingan yang harus
diatur agar keamanan dan ketertiban serta keadilan dapat terjaga pada saat kompetisi agregasi
dan artikulasi kepentingan dilakukan.10

Suatu lalu lintas agregasi dan artikulasi kepentingan oleh individu ataupun kelompok,
oleh lembaga-lembaga politik tentu saja tidak dapat menghindarkan diri dari perselisihan atau
pertikaian. Cabang kekuasaan yudikatif mempunyai kekuasaan dalam memutuskan perselisihan
atau pertikaian tersebut baik oleh antar cabang kekuasaan sebagai lembaga negara atau antar
individu sebagai anggota masyarakat atau warga negara. Dalam rangka mecapai ketertiban dan
keadilan maka aturan-aturan hukum dibuat sebagai pedoman bagi lembaga yudikatif untuk
membuat keputusan, dan agar prinsip check and Balance dapat dijalankan maka cabang
kekuasaan yudikatif ini harus bebas dari unsur partai politik ataupun kelompok kepentingan.
Masuknya unsur-unsur partai politik atapun kelompok kepentingan kedalam kekuasaan yudikatif
akan menimbulkan ketidakseimbangan dan prinsip check and balance tidak dapat dijalankan.

Fenomena terkini, yang terjadi di Negara Indonesia yaitu setelah orde reformasi berjalan
selama lebih dari satu dasawarsa adalah masuknya unsur partai politik dalam cabang kekuasaan
eksekutif dan yudikatif dalam jabatan-jabatan strategis dan mengepalai beberapa unit birokrasi.
Menggunakan persfektif Sosiologi Politik tulisan ini hendak mengurai bagaimana hubungan
antara Negara Indonesia dan masyaraktnya dengan berkembangnya fenomena semacam ini.11

Teori sistem-sistem yang diidentifikasikan oleh pendekatan fungsionalisme struktural


kemudian menggunakan konsep-konsep yang dianggap sentral dalam sosiologi politik. Konsep
sentral tersebut adalah sosialisasi politik yaitu suatu konsepsi yang menjadi dasar untuk
memperkenalkan sistem politik kepada individu dan masyarakat, serta bagaimana orang tersebut
menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik
ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dimana individu berada, ditentukan
pula oleh pengalaman-pengalaman serta kepribadian individu tersebut . Dalam persfektif
sosiologi politik, partisipasi dan rekrutmen adalah variabel bergantung dari sosialisasi politik
sebagai varibel terikatnya. Dengan kata lain suatu masyarakat dapat melestarikan dirinya sendiri
dengan jalan memberikan pengajaran atau pendidikan kepada anggota-anggota baru
masyarakatnya mengenai nilai-nilai dan cara-cara bertingkah laku yang oleh masyarakat
10
Dalam Michael Rush & Phillip Althoff, Pengantar Sosilogi Politik, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, hal: 21
11
Tom Bottomore, Sosiologi Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal. 54
dianggap pantas dan dapat diterima. Konsepsi sosialisasi politik menekankan dengan cukup jelas
bahwa variabel pengalaman dan kepribadian baik individu maupun kelompok adalah
fundamental bagi proses sosialisasi dan bagi proses perubahan. Penekanan lainnya adalah terkait
dengan instruksi yang merupakan bagian penting dari proses sosialisasi. Instruksi yang dimaksud
adalah sama halnya dengan pengajaran yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya yang
dianggap sebagai proses sosialisasi mengenai nilai dan tingkah laku sebagai penjelasan dari
proses perubahan.12

Negara merupakan suatu sistem politik yang dalam persfektif sosiologi politik dapat
menggunakan konsepsi sosialisasi politik dalam rangka menyebarkan ideologi-ideologi
resminya, salah satunya adalah dengan menggunakan sistem pendidikan, keluarga, dan sistem
sosial lainnya, kemudian memasukkan sejumlah ketentuan mengenai pendidikan
kewarganegaraan, variabel dalam proses ini disebut sebagai instruksi yang merupakan satu dari
tiga variabel penting dalam konsep sosialisasi politik. Dengan demikian sikap dan atau tingkah
laku warga negara dalam persfektif Sosiologi Politik dapat ditentukan oleh proses sosialisasi
politik melalui sistem-sistem tertentu yang ada dalam suatu negara. Keadaan masa depan suatu
sistem politik ditentukan oleh proses sosialisasi melalui berbagai tahap sejak dari awal masa
kanak-kanak sampai tingkat paling tinggi dalam usia dewasa. Sikap-sikap politik, nilai-nilai dan
tingkah laku politik dalam persfektif Sosiologi Politik diyakini terbentuk oleh pengalaman-
pengalaman yang teratur yang dialami oleh individu, dan instruksi politik merupakan bagian
yang sangat penting dalam sosialisasi politik karena berfungsi sebagai pengetahuan dan
informasi yang dapat diterima oleh warga negara dan dapat mendahului pembentukan nilai-nilai
dan sikap-sikap politik, dan dengan demikian dapat digunakan untuk mendukung suatu nilai
khusus atau sikap khusus setelah nilai dan sikap tersebut terbentuk.

1.5 Sosialisasi Politik Di Negara Berkembang


Budaya politik selalu menjadi salah satu tema ilmu politik yang sangat menarik dan tidak
pernah habis-habisnya untuk dikaji, bukan saja karena budaya politik merefleksikan pola
perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, namun karena budaya politik juga dapat
mencerminkan suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk

12
Tom Bottomore, Sosiologi Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal. 70
masyarakat seluruhnya. Dalam era globalisasi, budaya politik dalam suatu negara seringkali
ambivalen dan cenderung mencair. Globalisasi juga mendorong masyarakat dunia lebih
perhatian terhadap kultur masyarakat lainnya, maupun berbagai aspek perbedaan budaya.

Banyak ahli berpendapat bahwa kemajuan suatu negara ditentukan oleh sikap dan budaya
rakyat atau warga negaranya yang terbiasa berperilaku demokratis, kritis dan partisipatif. Hal ini
merupakan salah satu indikator determinasi di mana suatu negara dapat dikatakan negara
demokratis.13

Perilaku demokratis merupakan pencerminan dari budaya politik nasional atau negara.
Suatu masyarakat membutuhkan budaya politik yang kuat agar dapat memajukan stabilitas
negara.

Budaya politik mengacu pada keseluruhan pengetahuan, sikap emosional dan penilaian
etika moral yang berkaitan dengan isu-isu politik yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Sikap dan tingkah laku inilah menjadi suatu objek penanda gejala-gejala politik yang akan terjadi
di dalam sistem politik. Konsep budaya politik lazimnya dikaitkan dengan konsep negara atau
budaya-budaya nasional. Dalam hal ini, budaya politik merupakan perwujudan kembali konsep
lama yang disebut dengan karakter nasional yang berisi serangkaian keyakinan, simbol-simbol
dan nilai-nilai yang melatarbelakangi suatu kondisi dimana terjadi peristiwa politik. Schirato &
Yell mendefinisikan budaya sebagai ‘both a knowledge of meaning systems and an ability to
negotiate those systems within different cultural contexts’. Pengertian ‘meaning systems’ adalah
policies, contexts, discourses, ideas, ideologies, belief systems, traditions, narratives. .(David
Birch, Tony Schirato and Sanjay Srivastava, Asia: Cultural Politics in the Global Age )

Dalam setiap masyarakat, terdapat budaya politik yang menggambarkan pandangan


mengenai proses politik yang berlangsung di lingkungan internal. Tingkat kesadaran dan
partisipasi masyarakat menjadi hal penting untuk mengukur kemajuan budaya politik yang
sedang berkembang. Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-
ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik mencakup masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan,
proses pembuatan kebijakan pemerintahan, kegiatan partaipartai politik, perilaku aparat negara,
serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Dengan demikian, budaya

13
Valentinus Saeng, CP. Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global, PT. Gramedia, Jakarta, 2012. Hal. 116 –
146.
politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang
menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.

Pemilihan umum (Pemilu) dan komunikasi politik merupakan salah satu parameter dalam
melihat bagaimana budaya politik yang berjalan di suatu negara. Pemilu adalah proses pemilihan
orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Pemilu merupakan salah satu usaha
untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif. Semua fungsi yang dijalankan oleh sistem politik
tersebut pada dasarnya dilaksanakan melalui sarana komunikasi. Komunikasi politik
menyambungkan antar semua bagian dari sistem politik, sehingga sistem politik itu bisa berjalan
dengan baik. Oleh karenanya, komunikasi politik merupakan faktor pendukung dalam penentuan
budaya politik suatu negara.

Selain itu, pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari partisipasi politik warga
negara. Partisipasi politik seyogyanya merupakan bagian dari budaya politik karena keberadaan
struktur-struktur politik di dalam masyarakat seperti partai politik, kelompok kepentingan,
kelompok penekan, dan media massa. Dalam penulisan ini, akan dibahas mengenai budaya
politik negara maju dan negara berkembang termasuk budaya politik di Indonesia, sehingga akan
terlihat perbedaan dan persamaan yang dilihat melalui perbandingan politik. Dalam penulisan
ini, akan dikaji budaya politik di negara maju dan negara berkembang sehingga akan dapat
dilihat perbandingan dari budaya politiknya.

Budaya politik adalah orientasi masyarakat terhadap suatu sistem politik. Budaya politik
lebih merupakan sifat atau karakter berpolitik yang berkembang dalam masyarakat dengan
seperangkat objek dan proses sosial yang bersifat khusus. Budaya politik adalah pola perilaku
suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik
pemerintahan, hukum, adat istiadat, serta norma kebiasaan yang dihayati oleh sejumlah anggota
masyarakat di dalam kehidupannya.

Menurut Gabriel Almond dan Sidney Verba, budaya politik adalah suatu sikap orientasi
yang khas dari warga negara terhadap sistem politik dengan aneka ragam bagiannya dan sikap
terhadap peranan warga negara di dalam sistem politik tersebut. Dengan kata lain, berbagai
negara mempunyai pola keyakinan, nilai-nilai dan sikap politik yang sangat berbeda dan didalam
negara-negara tersebut elemenelemen budaya politik terbentuk oleh pengalaman hidup,
pendidikan, dan kelas sosial.1 Selain itu, mereka juga menyebutkan juga bahwa budaya politik
sebagai keyakinan, sikap, nilai, ide, sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem
politik negara dan peran dari masing-masing individu. (Larry Diamond, Developing Democracy:
Toward Consolidation ) Almond dan Verba membagi orientasi budaya politik menjadi tiga
bagian, yaitu:

1. Orientasi Kognitif (cognitive orientation), merupakan pengetahuan masyarakat tentang


sistem politik, peran, dan segala kewajibannya, termasuk pengetahuan mengenai
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
2. Orientasi Afektif (affective orientation), merupakan perasaan masyarakat terhadap sistem
politik dan perannya, serta para aktor dan penampilannya. Sebagai bentuk aplikasinya
yaitu perasaan masyarakat untuk menolak atau menerima sistem politik atau kebijakan
yang dibuat.
3. Orientasi Evaluatif (evaluation orientation), merupakan keputusan dan pendapat
masyrakat tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan nilai-nilai moral
yang ada dalam masyarakat dengan kriteria informasi dan perasaan yang mereka miliki.

Dari ketiga tersebut di atas, terdapat kausalitas berlangsung dua arah yaitu sikap
mempengaruhi struktur dan perilaku dan struktur dan kinerja mempengaruhi sikap. Sehingga,
budaya politik mempengaruhi struktur dan kinerja pemerintah. Dengan demikian, ketiga
orientasi tersebut menunjukkan bahwa budaya politik cukup lentur dan dapat berubah secara
dramatis sebagai respon terhadap kinerja rezim, pengalaman sejarah dan sosialisasi politik.

Di samping itu, Almond dan Verba juga mengindentifikasi tiga objek yang dituju dalam
orientasi politik yaitu: (1) Peran atau struktur dari sebuah institusi politik; (2) Aktor, yaitu para
pemegang jabatan dari sebuah institusi negara; dan (3) Produk, yaitu kebijakan, keputusan dan
penguatan keputusan yang dibuat oleh para aktor di dalam negara.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Sosialisasi politik merupakan proses penting dalam membentuk sikap, persepsi, dan
partisipasi politik individu dalam suatu masyarakat. Proses ini dimulai sejak masa anak-anak
hingga dewasa dan dapat berlangsung dalam berbagai konteks, baik formal maupun informal. Di
negara totaliter, sosialisasi politik digunakan sebagai alat untuk mengendalikan pemikiran dan
perilaku warga negara sesuai dengan kepentingan pemerintah yang berkuasa. Kontrol media,
pendidikan, propaganda, dan penindasan terhadap oposisi politik merupakan beberapa strategi
yang digunakan oleh rezim totaliter untuk mempertahankan kekuasaannya. Di negara
berkembang, proses sosialisasi politik juga memiliki tantangan tersendiri. Tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk, pengangguran, produktivitas rendah, dan kualitas hidup rendah menjadi
beberapa masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang.

Saran
Pentingnya pendidikan politik yang inklusif dan berbasis pada nilai-nilai demokrasi dan
hak asasi manusia untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki pemahaman yang mendalam
tentang politik dan kewarganegaraan yang sehat. Perlunya dukungan internasional dan bantuan
pembangunan untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi tantangan sosio-ekonomi
yang mereka hadapi, seperti pengangguran, rendahnya produktivitas, dan kualitas hidup rendah.
Pentingnya peningkatan akses dan kualitas pendidikan, termasuk pendidikan politik, untuk
meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik di negara-negara berkembang. Perlu adanya
reformasi politik dan pemberantasan korupsi untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih
inklusif, transparan, dan akuntabel di negara-negara berkembang. Dengan menerapkan saran-
saran ini, diharapkan masyarakat di negara-negara berkembang dapat mengatasi tantangan sosio-
ekonomi mereka dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta demokratis.
DAFTAR PUSTAKA

Efriza. 2012. POLITICAL EXPLORE. Bandung:CV. Alfabeta.

Fitria, D. S. 2017. Sosiologi Politik. Yogyakarta:GRE PUBLISHING.

Haryanto. 2018. Sosialisasi Politik Suatu Pemahaman Aawal, Yogyakarta:Penerbit Polgov.

Michael Rush dan Phillip Althoff, 3003,Pengantar Sosiologi Politik, Rajawali Press, Jakarta

Rahman, Asmika. (2017). Peran Sekolah Sarana Sosialisasi Politik untuk Meningkatkan
Partisipasi Politik Pada Pemilih Pemula, Prosiding Konferensi Nasional
Kewarganegaraan III, hlm. 320

Rahmat, Azwar. (2021). Konsep Perbandingan Geopolitik, Sosial Budaya Dan Ekonomi Negara
– Negara Maju Dan Negara Berkembang, Jurnal Edukasi Multikultural. Vol. 3 No. 1

Sunarso, (2007). Pendidikan Politik Dan Politik Pendidikan, Jurnal Civics: Media Kajian
Kewarganegaraan. Vol. 4 No. 2

Tom Bottomore, 1992. Sosiologi Politik, Rineka Cipta, Jakarta.

Valentinus Saeng, CP. Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global, PT. Gramedia, Jakarta,
2012. Hal. 116 – 146.

Anda mungkin juga menyukai