Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Feedback Dalam Komunikasi

Oleh :

Kelompok 4

Anggota Kelompok

Rachmawati Indah (195040100111026)


Bagus Harry S. (195040100111027)
Mohammad Rounaqul L. Saviar (195040100111023)
Abdul Wahid (195040100111022)
Amirrohman Fiddin (195040100111025)
Miranda Aurelia Angelika (195040100111028)
Claudia Ariesa M. (195040100111024)

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami nikmat dan kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Feedback Dalam Komunikasi”
dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna melaksanakan tugas mata kuliah
Daskom Komunikasi.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan dukungan, serta arahan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung, oleh karena itu kami
mengucapkan terimakasih atas dukungannya.
Kami telah berusaha dengan sebaik mungkin dalam penyusunan makalah ini, kami
menyadari pasti ada kekurangan yang terdapat di makalah ini, dengan demikian kami
memerlukan kritik serta saran demi kemajuan kami kedepannya. Akhir kata selamat membaca,
semoga dapat bermanfaat bagi kita Semua. Aamiin

Malang, November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 3
A. Efek Kognitif (Cognitive Effect) ......................................................................................
B. Efek Afektif (Affective Effect) .........................................................................................
C. Efek Konatif (Behavioral Effect).....................................................................................
BAB III GAGASAN ...................................................................................................................... 4
A. Kondisi Kekinian ......................................................................................................... 4
B. Kondisi yang Diharapkan ........................................................................................... 4
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN................................................................................................ 7
A. SIMPULAN ................................................................................................................. 7
B. SARAN ....................................................................................................................... 7
DAFTAR RUJUKAN .................................................................................................................... 8
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi pada dasarnya adalah suatu proses untuk menyampaikan (ide,


pesan, gagasan) dari satu pihak ke pihak lain agar saling mempengaruhi di antara
keduanya, komunikasi dapat dilakukan secara lisan atau ferbal yang dapat dimengerti
oleh kedua pihak. Komunikasi dapat di katakan terdiri dari suatu rangkaian yang saling
berhubungan dengan tujuan akhir yang mempengarui perilaku, sikap dan kepercayaan.
Dalam komunikasi terjadi interaksi antara komunikator dengan komunikan. Dalam
penyampaikan infomasi biasanya digunakan berbagai teknik dan media komunikasi
sebagai upaya mendapatkan umpan balik dari komunikan.

Umpan balik yang diberikan oleh komunikan selama komunikasi berlangsung


bermacam-macam, tergantung dari rangsangan yang diberikan oleh komunikator.
Rangsangan komunikator dalam bentuk tanya, maka tanggapan komunikan dalam bentuk
jawab dan rangsangan komunikan dalam bentuk tanya, maka tanggapan komunikator
dalam bentuk jawab dan juga sebaliknya.

Untuk mendapatkan umpan balik dari komunikan diperlukan beberapa teknik yang
sesuai dan tepat dengan diri setiap komunikan. Dan umpan balik yang didapat akan
bermacam-macam, bisa positif, negatif, maupun abstraksi. Dari umpan balik pula kita
dapat mengetahui sejauh mana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan
dengan baik dan relevan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Makna dari Umpan Balik?


2. Apa Tujuan dari Umpan Balik?
3. Apa Fungsi dari Umpan Balik?
4. Bagaimana Teknik Agar Mendapatkan Umpan Balik?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Makna umpan balik.


2. Untuk Mengetahui Tujuan umpan balik.
3. Untuk Mengetahui Fungsi dari umpan balik.
4. Untuk Mengetahui dan Menerapkan Teknik Mendapatkan Umpan Balik.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi merupakan suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok,
organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan
lingkungan dan orang lain. Effendy (2006: 10) mengatakan bahwa Ilmu komunikasi adalah upaya
yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampain informasi serta
pembentukan pendapat dan sikap. Komunikasi memiliki unsur-unsur yang terdiri dari source,
massage, channel, receiver dan effect.
Efek merupakan salah satu unsur komunikasi yang sangat penting karena suatu
komunikasi dilakukan agar bertujuan untuk memberikan reaksi atau efek kepada pendengarnya.
Donald K Robert mengungkapkan, “efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah
diterpa pesan media massa”. Oleh karena fokusnya adalah pesan, maka efek harus
berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh media massa. Menurut Steven M
Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pendekatan pertama
adalah efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri.
Pendekatan kedua adalah dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri
khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau
atau dengan istilah lain dikenal sebagai observasi terhadap khalayak (individu, kelompok,
organisasi, masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa.

Menurut Effendy (2000: 318-319), berikut adalah tiga klasifikasi dari efek komunikasi massa
terhadap komunikan.
A. Efek Kognitif (Cognitive Effect)

Efek kognitif berkaitan erat dengan pikiran dan penalaran, sehingga khalayak yang
semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, dan yang semula
bingung menjadi jelas.

Efek kognitif timbul pada komunikan akibat informasi baru yang disampaikan oleh
komunikator. Sebagai contoh, seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot
Gedek” mampu melakukan sodomi dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi yang
asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Pada hal ini pesan yang disampaikan
oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator
hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.

Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention
theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang
benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara
langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita
cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan
media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung
memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan. Oleh karena media
massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan
mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Pada
akhirnya, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu,
kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali
timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai
makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila
dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak komunikasi massa
tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa.
Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh
banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Sementara itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh
peran agenda setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu asumsi
bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Biasanya,
surat kabar mengatur berita mana yang lebih diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang
dipengaruhi suasana yang sedang hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah
halaman di Media Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar,
berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk mencitrakan sebuah
informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita
kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah,
dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting dari media
tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau, pencitraan dan sumber informasi
kita dipengaruhi agenda setting. Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia
memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi
menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah
menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di
pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek
prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk
menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening
bank) ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral yang akan dibahas pada materi
selanjutnya.

B. Efek Afektif (Affective Effect)

Efek afektif berhubungan dengan perasaan. Jika efek kognitif berkaitan dengan pikiran
dan penalaran, maka efek afektif membuat khalayak dapat turut merasakan kegembiraan,
kesedihan, kemarahan, dan ekspresi emosi lainnya sebagai hasil dari komunikasi massa.
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan
hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih
dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat
merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan
Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul
perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat
diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang
adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas
tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan
dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.

1. Suasana emosional
Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film,
iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih
akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami
kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita
menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.

1. Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang
alur eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris
yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika
sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga pasti akan tertolong juga.

C. Efek Konatif (Behavioral Effect)

Efek kognatif merupakan efek yang bermanifestasi dalam bentuk niat, semangat,
keinginan, upaya, dan sikap mengenai suatu isu sebagai hasil dari proses komunikasi massa.
Untuk dapat mencapai tahap konatif, komunikan akan terlebih dahulu mengalami efek kognitif
dan afektif.
Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program
acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga
mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar
yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas
akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak
mempunyai efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan.
Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran
film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada
program “Buser” di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena
tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar
orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau
lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang
dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan
yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang
berakhir pada tindakan lebih buruk. Maka dari itu, penyampaian dalam berita harus sangat
diperhatikan agar mengurangi efek negatif dari perbedaan pemahaman.
BAB 3

GAGASAN

3.1 KONDISI KEKINIAN


Perkembangan teknologi internet dapat merubah pola komunikasi dan tatanan masyarakat
sehingga menjadi wadah baru bagi masyarakat dalam memberikan feedback berupa
mengemukakan pendapat terhadap peristiwa yang sedang terjadi. Kebebasan bersuara ini
dimungkinkan dengan adanya perundang-undangan yang menyatakan setiap orang bebas untuk
berpendapat dan merupakan sebuah hak asasi manusia yang mendasar. Netizen juga
beranggapan bahwa internet dianggap sebagai saluran yang menawarkan kebebasan demokrasi
yang hampir tak terbatas untuk melacak informasi, untuk berkorespondensi dengan ribuan
individu lain, dan secara spontan membentuk komunitas virtual yang tidak mungkin dibentuk
dengan jalan lain secara tradisional. Karena itulah masyarakat menganggap dunia maya (dalam
hal ini sosial media) menjadi wadah terbaik dalam menyuarakan pendapat dan ekspresi terhadap
permasalahan yang dihadapi.
Kebebasan dalam dunia maya itu menimbulkan permasalahan baru, yaitu hoax dan hate
speech. Masyarakat sangat mudah menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya dan
menyampaikan ujaran-ujaran kebencian sebagai bentuk feedback yang diberikan terhadap
peristiwa yang terjadi. Semuanya itu didasari dengan alasan yang sama, yaitu hak untuk bebas
berpendapat. Namun dengan adanya perundang-undangan dan regulasi yang dibuat pemerintah
dalam penyebaran informasi ITE, diharapkan hak kebebasan berpendapat bagi seluruh
masyarakat dilindungi oleh pemerintah, namun masyarakat juga harus lebih bijak dan
bertanggung jawab dalam menulis dan menyampaikan sesuatu di dunia maya.

Data Hoax Agustus 2018-April 2019

Kategori Politik Kategori Pemerintahan


Kategori Kesehatan Kategori Fitnah
Kategori Kejahatan Isu Lainnya

Grafik 1. Data Hoax di Indonesia


3.2 KONDISI YANG DIHARAPKAN

Dengan adanya teknologi internet yang menjadi wadah baru untuk memberikan feedback,
masyarakat diharapkan dapat menggunakannya dengan bijak. Masyarakat dapat membatasi diri
dan tidak berlebihan dalam penerimaan maupun penyampaian informasi menggunakan internet.
Penggunaan internet terutama sosial media baiknya digunakan untuk orang-orang yang berusia
tujuh belas tahun ke atas atau yang telah dewasa karena pemikirannya yang cenderung lebih
stabil daripada anak-anak atau remaja. Karena luasnya sosial media, tidak menutup
kemungkinan ada yang menuai perdebatan. Netizen-netizen hendaknya menahan diri untuk tidak
berdebat dalam media sosial. Umumnya mereka mempermasalahkan hal yang tidak penting dan
dapat merugikan diri sendiri.
Penggunaan internet terutama media sosial banyak digunakan oleh masyarakat. Mulai
dari orang dewasa hingga anak-anak. Karena luasnya jaringan internet, semua orang dapat
mengakses semua informasi yang didapatkan. Maka dari itu, menyebarkan hoax bukanlah hal
yang sulit. Mengingat masyarakat yang suka menerima semua informasi tanpa menyaringnya
terlebih dahulu, hendaknya masyarakat selektif dalam menerima informasi-informasi yang
diterima. Mencari kebenaran infomasinya sehingga dapat memberikan feedback yang baik dan
bijak. Selain itu, diharapkan untuk tetap beretika dalam berkomentar. Tetap menggunakan
bahasa yang baik dan tidak kasar sehingga tidak menyakiti hati orang lain.
Menggunakan pendekatan uses and gratification merupakan salah satu pilihan yang tepat
untuk menyelesaikan masalah diatas, karena pendekatan ini berfokus pada konsumen media
ketimbang pesan media sebagai titik awalnya, dan menelusuri pelaku komunkasinya dalam artian
pengalaman langsungnya dengan media. Pendekatan ini membayangkan audiens sebagai
pengguna media yang diskriminatif. Audiens secara aktif memilih dari berbagai pilihan media
yang tersedia; mereka memilih apa yang ingin mereka tonton, lihat, dan dengar. Media, hanya
memiliki efek pada audiens tertentu dikarenakan individu tersebut memilih untuk mengonsumsi
media tersebut (Littlejhon, 2017: 175). Jadi, audiens mungkin saja mengganti pilihan medianya
jika suatu media tidak memenuhi kebutuhan individu tersebut.
BAB 4

PEMBAHASAN

Penyebaran berita Hoax dan juga ujaran kebencian termasuk feedback negatif yang terjadi
pada saat ini. Hoax merupakan informasi yang sebenarnya tidak benar tetapi dibuat seolah-olah
benar dan digunakan untuk menggiring opini orang lain untuk setuju bahwa hal yang salah
tersebut adalah benar. Sedangkan Hate speech merupakan ujaran, ungkapan, hinaan, atau sikap
yang menunjukan kebencian yang disampaikan dari orang kepada orang lain atas dasar
karakteristik tertentu yang ia miliki, seperti suku, agama, ras dan etnis. Kedua hal ini menjadi
kesejangan yang begitu nyata dalam penyampaian feedback yang baik pada kondisi saat ini.
Feedback terjadi sebagai respons atas suatu informasi yang timbul dari komunikan sebagai
pesan kepada komunikator dan bisa berlaku sebaliknya). Feedback dapat dikatakan bahwa
umpan balik ini diberikan dari satu perspektif sebagai komunikan untuk memberikan
pendapatnya terkait sesuatu kepada pihak lain. Tujuannya agar sesuatu itu bisa ditindak lanjuti
untuk diadakan suatu bentuk perbaikan. Hal ini dimaksudkan supaya umpan balik yang diberikan
bisa lebih baik dan mampu memberikan kepuasan bagi kedua belah pihak. Feedback dibagi
menjadi dua kaategori, yang pertama ada umpan balik positif dan yang kedua adalah umpan balik
negatif. Feedback positif adalah isyarat yang ditujukkan oleh komunikan sebagai sikap mau
bekerja sama dengan komunikator untuk mencapai sasaran. Serta tidak menunjukkan
perlawanan atau pertentangan ketika terjadi sebuah proses komunikasi. Sedangkan
feedback negatif adalah bentuk isyarat perlawanan terhadap komunikator.
Penyebaran Hoax dapat disebut sebagai feedback negatif karena informasi yang
disebarkan tidak valid kebenarannya atau malah tidak benar sama sekali. Penyebaran hoax
dapat menimbulkan dampak yang negatif, apalagi jika informasi yang disampaikan bersifat
sensitif dan mengandung SARA maka dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
Hoax ini biasanya disebarkan oleh orang-orang yang ‘bersumbu pendek’ yang dengan mudah
menjustifikasi suatu persoalan.
Sedangkan untuk Hate speech, biasanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak menyukai
sesuatu dalam informasi yang disampaikan. Dengan mudahnya orang melakukan hinaan, ujaran
kebencian kepada komunikator maupun orang lain, hal ini sering terjadi di media sosial saat ini.
Tanpa mereka tahu bahwa ujaran kebencian tersebut dapat menimbulkan dampak yang
merugikan orang lain.
Sosial media, kini harus dipahami tidak hanya sebagai sebuah aplikasi teknologi tetapi juga
sekaligus sebagai budaya ditengah masyarakat. Budaya terbentuk atas kebiasaan keseharian,
maka budaya melakukan feedback yang baik juga harus dilakukan mulai saat ini. Dalam konsep
media massa, ada persoalan kesenjangan informasi baik secara psikologis dalam sudut pandang
komunikator (pemberi informasi) terhadap komunikan (penerima informasi). Dengan begitu, perlu
kecerdasan publik untuk melakukan proses konfirmasi dan verifikasi, dan untuk itu literasi menjadi
jawaban budaya dari bersosial media. Selain itu ada beberapa cara untuk melakukan feedback
dengan baik, antara lain: Harus mampu mengontrol emosi dengan baik, ketika memberi masukan
harus spesifik dan bersifat membangun, dan juga perhatikan kebenaran mengenai informasi yang
disampaikan.
BAB 5

KESIMPULAN

Komunikasi adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan informasi dari komunikan yang
bertujuan untuk mendapatkan umpan balik dari komunikan. Ada bnyak macam bentuk umpan
balik dan tegantung oleh rangsangan yang diberikan olehkomunikator. Melalui umpan balik dapat
diketahui sejauh mana komunikator menyampaikan pesan dengan baik dan relevan.
Dalam umpan balik/efek, dibagi menjadi 3 macam menurut Effendy (2000: 318-319), yaitu
efek kognitif(pikiran/penalaran), efek afektif(perasaan), dan efek konatif(sikap). Efek merupakan
perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. Untuk memahami efek media
massa, dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu berkaitan dengan pesan, dan jenis perubahan
yang terjadi.
Seiring dengan berkembangnya zaman, metode untuk berkomunikasi pun berubah,
termasuk cara bagi komunikan untuk memberikan feedback kepada informasi yang diberikan.
Undang-undang yang menjelaskan mengenai kebebasan pendapat pun mendukung keadaan ini.
Namun demikian, harus ada peraturan yang jelas mengenai aturan-aturan berpendapat agar
tidak menimbulkan kekacauan. Diperlukan adanya kebijakan dalam diri masing-masing individu
dalam berpendapat agar tidak tejadi kesalahan informasi dan penyebarluasan informasi palsu.
Feedback juga dibagi menjadi dua macam, yaitu feedback positif dan fedback negatif
yang dimana kedua ini menggambarkan tentang bagaimana respon komunikan terhadap
informasi yang diberikan. Feedback dikatakan positif jika komunikan bertindak dan bersikap
sesuai yang diinginkan oleh komunikator melalui pesan yang disampaikan. Dan bersifat negatif
apabila komunikan menolak dan tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap informasi dan
tujuan dari komunikator
DAFTAR PUSTAKA

Littlejhon, Stephen dan Karen A. Foss. 2017. Theories of Human Communication. Long Grove:
Waveland Press
Andini, Annida Zahra. 2019. mengenal feedback: dari komunikasi massa sampai dunia bisnis di
https://jojonomic.com/blog/feedback/ (diakses pada 15 November 2019)
Riftianingrum, Riefti. 2019. pentingnya memberikan feedback pada konten elearning
di https://binus.ac.id/knowledge/2019/06/pentingnya-memberikan-feedback-pada-konten-
elearning/ (diakses pada 15 November 2019)
Nursakina, Yosilina. 2019. Memberikan Umpan Balik di Tengah Masyarakat yang "Gak Enakan"
di https://www.kompasiana.com/ailisoy/5c666c53c112fe12d424acf1/memberikan-umpan-
balik-di-tengah-masyarakat-yang-gak-enakan (diakses pada 15 November 2019)

Anda mungkin juga menyukai